• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aspek Agronomi

Keragaman tanaman yang diperoleh dalam penelitian ini merupakan bentuk keragaman kuantitatif yang menunjukan beberapa pertumbuhan yang berbeda pada setiap tempat dan komoditasnya. Suwena (2007) menyatakan agroekologi yang bervariasi dari satu tempat ke tempat lain, dan kebutuhan tumbuhan akan keadaan lingkungan yang khusus menyebabkan adanya keragaman jenis tumbuhan. Suatu budidaya yang baik akan menghasilkan tanaman yang baik dibandingkan tanaman tanpa pemeliharaan atau liar.

Kenikir (Cosmos caudatus Kunth)

Kondisi Lahan. Selama penelitian lapangan, relatif sulit untuk menemukan lokasi budaya keempat tanaman yang diteliti dalam kondisi yang ideal. Lahan tanaman kenikir dapat ditanam di mana saja. Kenikir dapat ditanam di pekarangan maupun perkebunan. Kondisi lahan untuk tanaman kenikir di Ciapus, Cipanas serta Ciampea dengan kondisi tanah yang kering. Melalui penelusuran lokasi, diperoleh luas lahan yang ditanami kenikir yaitu 2 500 m2 di Ciapus, 250 m2 di Cipanas dan 200 m2 di Ciampea. Lokasi tersebut berada di Kabupaten Bogor dan Kabupaten Cianjur. Dalam budidaya ketiganya memiliki kemiripan yaitu relatif intensif yang ditandai dengan cara menanam dengan jarak tanam yang teratur. Panen secara terukur, dan dipelihara dengan baik. Secara visual, terdapat perbedaan penampilan tanaman (Gambar 2).

(a) (b)

Gambar 2. Kondisi tanaman kenikir dilapang (a) Ciapus (b) Cipanas Persemaian. Persemaian merupakan kegiatan awal di lapangan dari kegiatan penanaman. Petani sayuran indigenous tidak menggunakan varietas tertentu dalam menanam sayuran ini, tetapi menggunakan varietas atau klon yang tersedia di sekitar petani. Biji tanaman kenikir ditebar di lahan persemaian sebelum ditanam. Satu minggu kemudian tanaman kenikir di pindah ke lahan produksi dengan jarak tanam yang teratur. Cara yang demikian terjadi pada tiga lokasi tanaman kenikir.

Jarak tanam. Menurut penelitian Pambayun (2008) jarak tanam pada sayuran indigenous hanya akan meningkatkan bobot basah panen. Jarak tanam untuk tanaman kenikir di tiga lokasi studi memiliki kesamaan yaitu dengan jarak tanam 25 cm x 25 cm. Tanaman kenikir umumnya ditanam secara sistem tumpang sari dengan memanfaatkan lahan-lahan kosong yang berada di sela tanaman lain.

Pemupukan. Secara umum, para petani sayuran indigenous jarang melakukan kegiatan pemupukkan lengkap (NPK). Pupuk yang biasa digunakan adalah urea atau pupuk kandang. Pemupukkan urea umumnya dilakukan apabila pertumbuhan tanaman kurang memuaskan. Pada kondisi demikian, pupuk diberikan dengan dosis yang rendah (1-2 gram per tanaman). Menurut Lestari (2008) pemupukkan pada tanaman sayuran indigenous dapat meningkat bobot basah panen tanaman.

Cara panen yang dilakukan petani sayuran indigenous masih sederhana. Panen tanaman kenikir pertama biasanya dilakukan pada saat umur tanaman sudah mencapai 6 minggu, yang menarik adalah adanya frekuensi panen pada ketiga lokasi studi yang berbeda-beda. Petani kenikir di Ciapus memanen satu kali per minggu, petani kenikir di daerah Cipanas memanen satu kali per bulan. Petani kenikir didaerah Ciampea melakukan panen setiap empat hari sekali.

Produktivitas. Produktivitas dihitung berdasarkan bobot basah pertanaman dikalikan dengan jumlah populasi. Bedasarkan pengamatan di lapang pengaruh perbedaan tempat berpengaruh terhadap kadar air, produktivitas tanaman kenikir. Produktivitas yang dihasilkan untuk Ciapus 457.6 kg/ha, Cipanas 297.6 kg/ha dan Ciampea 1214.4 kg/ha (Tabel 2).

Tabel 2. Data rata-rata berbagai peubah kenikir per tanaman pada umur ± 6 minggu

Peubah Ciapus Cipanas Ciampea

Bobot Basah Akar (g) 0.72 ± 0.442 0.688 ± 0.569 29.1 ± 13.4 Bobot Kering Akar (g) 0.282 ± 0.193 0.21 ± 0.0568 10.9 ± 10.9 Bobot Basah Daun (g) 2.86 ± 1.68 0.186 ± 0.272 7.59 ± 2.31 Bobot Kering Daun (g) 0.71 ± 0.41 0.05 ± 0.0085 4.0 ± 1.53 Tinggi Tanaman (cm) 17.70 ± 4.55 17.50 ± 2.82 40.9 ± 10.8 Diameter Batang (cm) 0.23 ± 0.11 0.26 ± 0.31 0.67 ± 0.19 Panjang Daun (cm) 11.68 ± 2.3 7.2 ± 1.48 19.66 ± 5.33 Lebar Daun (cm) 0.94 ± 0.28 0.84 ± 0.29 2.34 ± 0.19

Jumlah Daun 11.9 ± 3.3 10.2 ± 1.7 14.9 ± 2.1

Keterangan: ± = Standar Deviasi

Genjer (Limnocharis flava (L.) Buchenau)

Kondisi lahan. Tanaman genjer ditanam di lahan agak sedikit berair, rawa, kolam atau area persawahan. Lahan genjer yang diamati guna membandingkan teknologi budidaya dan kualitas sayur genjer yang berada di Tasikmalaya, Cipanas dan Ciampea. Luas lahan yang ditanami genjer berturut-turut adalah 50 m2, 100 m2 dan 12 m2. Perlu dicatat bahwa di lokasi studi tanaman genjer tidak ada yang ditanam secara khusus. Umumnya, genjer merupakan tanaman yang tumbuh di kolam atau di sawah (Gambar 8). Gambar 8 (a)

menunjukkan bahwa genjer sering ada bersama dengan tanaman lain seperti eceng gondok (Eichornia crassipes). Banyak kajian menunjukkan bahwa eceng gondok merupakan tanaman penyerap polusi perairan. Situasi tersebut mengindikasikan bahwa kondisi pertanaman genjer menjadi rawan dengan kualitas sayuran yang dihasilkan.

(a) (b)

Gambar 3. Kondisi tanaman genjer di (a) Tasikmalaya yang tumbuh di kolam dan ditanam dengan gulma eceng gondok (b) Ciampea Persemaian. Tanaman genjer tidak dilakukan persemaian terlebih dahulu. Biasanya para petani menebar langsung bekas bonggol yang telah diambil daunnya atau buahnya. Perbanyakan menggunakan biji jarang dilakukan.

Jarak tanam. Para petani tanaman genjer tidak mengatur jarak tanam secara khusus. Genjer diperbanyak dengan anakan vegetatif, sehingga semakin lama populasi tanaman akan semakin tinggi. Petani jarang yang melakukan penjarangan secara teratur. Penjarangan secara tidak langsung dilakukan bersamaan dengan kegiatan panen yaitu dengan mencabut tanaman yang rapat. Pencabutan tersebut untuk mempertahankan kualitas daun agar ukurannya tetap besar.

Pemupukkan. Petani tanaman genjer tidak ada yang melakukan pemupukkan. Hara nutrisi bagi tanaman mengandalkan kesuburan lahan dan hara yang ada dalam kolam. Mengingat kolam juga dijadikan sebagai tempat MCK (mandi-cuci-kakus), maka keberadaan bahan pencemar seperti mikroorganisme dan logam berat perlu untuk mendapat perhatian. Namun demikian, dalam penelitian ini, kandungan mikroorganisme dan status logam berat tersebut tidak diamati.

Panen. Panen tanaman genjer dilakukan dengan cara mencabut tanaman. Panen pertama biasanya setelah tanaman berumur ± 5 minggu atau memiliki 2-3 daun besar. Frekuensi panen pada ketiga lokasi ini berbeda-beda. Pada lokasi Cipanas petani memanen genjer satu kali per minggu. Sedangkan, petani daerah Ciampea serta Tasikmalaya, melakukan panen dua minggu sekali.

Tabel 3. Data rata-rata berbagai peubah genjer per tanaman pada umur ± 5 minggu

Peubah Tasikmalaya Cipanas Ciampea

Bobot Basah Daun (g) 15.37 ± 8.74 55.8 ± 37 12.12 ± 3.4 Bobot Kering Daun (g) 1.01 ± 0.75 2.72 ± 2.37 1.8 ± 0.86 Bobot Basah Akar (g) 8.78 ± 3.88 24.6 ± 16.2 5.94 ± 3.28 Bobot Kering Akar (g) 1.55 ± 0.69 3.01 ± 2.58 1.71 ± 1.08 Tinggi Tanaman (cm) 26.93 ± 4.45 36.28 ± 5.16 21.50 ± 3.06 Jumlah Rumpun 3.5 ± 1.38 4 ± 0.816 5.9 ± 1.97 Jumlah Bunga 0.6 ± 0.516 1.2 ± 0.919 1.2 ± 1.14 Diameter Rumpun (cm) 1.44 ± 0.60 2.35 ± 0.72 1.57 ± 0.42 Panjang Daun (cm) 9.70 ± 1.84 12.52 ± 2.09 7.69 ± 1.42 Lebar Daun (cm) 7.88 ± 1.99 11.10 ± 2.07 5.92 ± 1.64

Keterangan: ± = Standar Deviasi

Poh-pohan (Pilea melastomoides)

Kondisi lahan. Tanaman poh-pohan ditanam di lahan dengan kondisi yang berair atau dikondisi lahan kering (Gambar 4). Lahan yang diamati pada penelitian ini adalah lahan milik petani yang berada di Ciapus, Cipanas serta Tasikmalaya, lahan berturut-turut adalah 2 500 m2, 200 m2 dan 100 m2. Perbedaan lahan tersebut menggambarkan kondisi lapangan yang sangat beragam.

(a) (b)

Gambar 4. Kondisi tanaman poh-pohan di lapang (a) Cipanas yang ditanam dekat air (b) Tasikmalaya yang ditanam di lahan kering.

Persemaian. Pada tanaman poh-pohan persemaian dilakukan menggunakan stek batang yang sudah agak tua atau menggunakan bijinya. Stek batang dilakukan menggunakan batang ruas 2 - 3 buah lalu semaikan hingga muncul tunas-tunas baru. Tiga atau empat minggu kemudian baru dipindahkan ke lapangan. Selama di persemaian di siram secara teratur.

Jarak tanam. Pada tanaman poh-pohan jarak tanam yang digunakan untuk menanam bervariasi. Di daerah Ciapus dan Cipanas, petani menggunakan jarak tanam 25 cm x 25 cm, sedangkan di Tasikmalaya jarak tanam yang digunakan adalah 50 cm x 50 cm.

Panen. Panen tanaman poh-pohan pertama dilakukan pada umur tanaman berusia ± 6 minggu. Frekuensi panen yang dilakukan setiap lahan berbeda. Pada lahan Ciapus dilakukan dua minggu sekali, sedangkan di Cipanas dan Tasikmalaya, panen dilakukan satu minggu sekali.

Produktivitas. Pengaruh perbedaan tempat berpengaruh terhadap kadar air dan produktivitas tanaman poh-pohan. Produktivitas yang dihasilkan tanaman untuk lokasi Ciapus adalah 8 416 kg/ha, Cipanas 4 948 kg/ha dan Tasikmalaya 1 428 kg/ha (Tabel 4).

Tabel 4. Data rata-rata berbagai peubah poh-pohan per tanaman pada umur ± 8 minggu setelah tanam

Peubah Ciapus Cipanas Ciampea

Bobot Basah Daun (g) 52.6 ± 36.7 123.7 ± 94 35.7 ± 18.3 Bobot Kering Daun (g) 6.0 ± 4.1 10.6 ± 13.5 3.5 ± 2.18 Bobot Basah Akar (g) 34.3 ± 27.1 84.3 ± 65.2 10.67 ± 6.6 Bobot Kering Akar (g) 6.27 ± 4.69 12.05 ± 9.05 2.25 ± 1.26 Lebar Daun (cm) 9.95 ± 2.81 4.93 ± 1.11 5.63 ± 0.89 Tinggi Tanaman (cm) 64.8 ± 13.5 23.0 ± 11.9 18.5 ± 10.5 Panjang Daun (cm) 15.40 ± 4.31 8.05 ± 2.08 12.63 ± 5.27 Diameter Batang (cm) 0.733 ± 0.189 0.954 ± 0.28 0.71 ± 0.129 Jumlah Daun 25.5 ± 15.7 55.8 ± 38.5 19.2 ± 13.6 Jumlah Bunga 4.6 ± 7.5 1.1 ± 1.4 0.3 ± 0.7 Jumlah Cabang 1.3 ± 1.95 3.7 ± 1.49 2.8 ± 0.632

Keterangan: ± = Standar Deviasi

Leunca (Solanum americanum Miller)

Kondisi lahan. Tanaman leunca sebagian besar ditanam di lahan kering (Gambar 5), baik di kebun atau di pekarangan rumah. Pengamatan produktivitas lahan yang diamati adalah lahan yang berada Ciapus, Cipanas, serta Ciampea. Lokasi yang diamati berada di Kabupaten Bogor dan Kabupaten Cianjur. Luas lahan yang diamati berturut-turut adalah 2 500 m2, 100 m2, 200 m2. Sistem tumpang sari yang dilakukan petani bertujuan untuk mengoptimalkan lahan agar lebih produktif.

(a) (b) (c)

Gambar 5. Kondisi tanaman leunca di lapang. (a) Tanaman di Ciapus ditanam di bawah tegakan pohon sebagai sistem tumpang sari (b) Pertanaman di Cipanas (c) pertanaman di Ciampea yang lebih intensif dibandingkan daerah lain.

Persemaian. Pada tanaman leunca, biji diambil dari buah yang sudah tua atau buah yang sudah berwarna keunguan. Biji lalu dikeringkan kemudian disemai langsung ke tanah. Sekitar berumur 3 minggu, tanaman leunca baru dipindahkan ke lapang dengan menggunakan jarak tanam yang digunakan petani.

Jarak tanam. Jarak tanam yang digunakan pada tanaman leunca di Ciapus dan Cipanas adalah 50 cm x 50 cm, sedangkan jarak tanam yang digunakan petani di daerah Ciampea adalah jarak tanam 75 cm x 75 cm.

Panen. Panen buah leunca dilakukan dengan cara memetik buah yang sudah matang buahnya berwarna hijau maupun keunguan. Frekuensi panen pada lahan yang berada di Ciapus dan Cipanas panen dilakukan seminggu sekali, sedangkan untuk lahan Leuwiliang panen dilakukan empat hari sekali. Perbedaan tersebut diduga ada kaitannya dengan perbaikan tindakan agronomi yang dilakukan oleh petani dan agroekologi yang berbeda.

Produktivitas. Perbedaan tempat berpengaruh terhadap produktivitas serta kadar air tanaman leunca. Produktivitas yang dihasilkan tanaman untuk lokasi Ciapus adalah 179 kg/ha, Cipanas 856 kg/ha dan Ciampea 1 248 kg/ha (Tabel 5).

Tabel 5. Data rata-rata berbagai peubah leunca per tanaman pada umur ± 6 minggu setelah tanam

Peubah Ciapus Cipanas Ciampea

Bobot Basah Buah (g) 8.75 ± 6.96 21.4 ± 16 31.2 ± 30 Bobot Kering Buah (g) 0.77 ± 0.62 1.98 ± 2.21 14.2 ± 17.2 Bobot Basah Daun (g) 40.4 ± 27.4 107.4 ± 90.6 110 ± 52.1 Bobot Kering Daun (g) 8.12 ± 5.55 15.4 ± 11 20.9 ± 11.1 Bobot Basah Akar (g) 17.04 ± 9.17 49.6 ± 40.7 28.7 ± 14.9 Bobot Kering Akar (g) 5.54 ± 3.02 7.93 ± 6.22 11.28 ± 6.3

Jumlah Bunga 3 ± 2.9 7.3 ± 5.6 16.2 ± 9.3 Jumlah Cabang 5.1 ± 3.7 5.3 ± 3.2 3.4 ± 2.1 Tinggi Tanaman (cm) 32.95 ± 6.34 23.1 ± 11.3 12.9 ± 13.5 Jumlah Buah 9.9 ± 7.9 25.7 ± 15.0 13.3 ± 12.9 Diameter Batang (cm) 0.651 ± 0.179 0.995 ± 0.41 0.952 ± 0.33 Panjang Daun (cm) 7.93 ± 1.22 5.48 ± 2.23 7.54 ± 1.51 Lebar Daun (cm) 5.65 ± 1.66 3.12 ± 1.11 5.44 ± 1.26 Diameter Buah (cm) 0.871 ± 0.181 0.887 ± 0.15 0.898 ± 0.478

Keterangan: ± = Standar Deviasi

Jumlah Stomata

Stomata yang diamati pada penelitian ini diambil tidak berdasarkan pada umur daun yang sama. Sejarah daun pengambilan stomata juga tidak diamati. Stomata merupakan porus yang terdapat pada epidermis yang masing-masing

dibatasi oleh dua buah “guard cell” atau sel penjaga. Stomata pada umumnya terdapat pada bagian-bagian yang berwarna hijau, terutama pada daun-daun. Pengamatan stomata yang dilakukan pada tanaman kenikir, genjer, poh-pohan dan leunca diambil dari sampel stomata daun bagian bawah. Pada daun-daun yang berwarna hijau, stomata akan terdapat pada kedua permukaan, atau terdapat pada permukaan bagian bawah (Sutrian, 1992).

Selama penelitian berlangsung, terdapat tiga tempat untuk masing tanaman yang berbeda sehingga intesitas cahaya setiap tempatnya pun berbeda. Intensitas cahaya dapat menyebabkan perbedaan jumlah stomata. Ini terbukti pada hampir semua jumlah stomata yang diamati.

Tabel 6. Rata-rata jumlah stomata pada tanaman kenikir, genjer, poh-pohan dan leunca per lokasi studi dengan perbesaran 40 x 10 Nama Komoditas Ciapus Cipanas Ciampea Tasikmalaya

Kenikir 26 18 11 -

Genjer - 15 15 22

Poh-pohan 20 3 - 1

Leunca 28 15 11 -

Keterangan: - = tidak diamati

Jumlah stomata pada tanaman kenikir yang diambil dari daerah Ciapus berjumlah sekitar 26 buah yang terlihat pada Gambar 6 (a). Daerah Cipanas berjumlah sekitar 18 buah yang terlihat pada Gambar 6 (b). Daerah Ciampea memiliki jumlah stomata yang berjumlah 11 yang ditunjukkan pada Gambar 6 (c).

(a) (b) (c)

Gambar 6. Foto daun dengan perbesaran 40 x 10 yang menunjukkan adanya stomata kenikir asal lokasi berbeda pada (a) Ciapus (b) Cipanas (c) Ciampea

Jumlah stomata tanaman genjer pada daerah Tasikmalaya adalah 22 ini di tunjukan pada Gambar 7 (a). Daerah Cipanas dan Ciampea memiliki kesamaan jumlah yaitu didapatkan dari hasil rata-rata pengamatan mikroskop yaitu berjumlah 15 ditunjukan secara berurutan pada Gambar 7 (b) dan Gambar 7 (c).

(b) (b) (c)

Gambar 7. Foto daun dengan perbesaran 40 x 10 yang menunjukkan adanya stomata genjer asal lokasi berbeda pada (a) Tasikmalaya (b) Cipanas (c) Ciampea.

Stomata pada tanaman poh-pohan untuk daerah Ciapus memiliki jumlah 20 yang terlihat pada Gambar 8 (a). Pada daerah Cipanas diperoleh 3 terlihat pada Gambar 8 (b). Daerah Tasikmalaya sendiri memiliki jumlah stomata hanya 1 yang ditunjukkan pada Gambar 8 (c). Hal ini diduga karena kesalahan pada saat proses pengambilan stomata, yaitu belum terlalu kering pada saat diambil.

(a) (b) (c)

Gambar 8. Foto daun dengan perbesaran 40 x 10 yang menunjukkan adanya stomata poh-pohan asal lokasi berbeda pada (a) Ciapus (b) Cipanas (c) Tasikmalaya.

Jumlah stomata yang dihasilkan pada tanaman leunca sangat beragam. Pada daerah Ciapus memiliki jumlah stomata yang lebih banyak dibandingkan daerah lainnya yaitu berjumlah 28 buah yang terlihat pada Gambar 9 (a). Pada daerah Cipanas sendiri memiliki jumlah stomata 15 buah terlihat pada Gambar 9 (b). Pada daerah Ciampea memiliki jumlah stomata yang paling sedikit dibandingkan daerah lainnya yaitu 11 ditunjukan pada Gambar 9 (c).

(a) (b) (c)

Gambar 9. Foto daun dengan perbesaran 40 x 10 yang menunjukkan adanya stomata leunca asal lokasi berbeda pada (a) Ciapus (b) Cipanas (c) Ciampea.

Aspek Gizi

Kristal Oksalat

Kristal oksalat merupakan sesuatu yang dapat mempengaruhi rasa terhadap sayuran (Endang et al., 1998). Bentuk kristal CaOx bervariasi dan umumnya berbentuk sebagai raphides, druses, styloids, prisma dan pasir kristal (Ilarslan et al., 1997). Prychid dan Rudall (1999) dalam Dane (2004) melaporkan bahwa ada tiga jenis utama kristal CaOx sebagai raphids, styloids dan druses di monokotil dan druses relatif banyak ditemukan di dikotil.

Pada tanaman kenikir, genjer, poh-pohan, dan leunca pengamatan kristal oksalat diamati pada bagian daun. Kristal tersebut diamati dengan cara memeras

sayuran yang telah di maserasi. Gambar 10 (a) menunjukkan bentuk kristal oksalat dari tanaman kenikir yang berbentuk styloid. Bentuk styloid (jarum) menyerupai bentuk seperti tabung. Pada tanaman genjer bentuk kristal oksalat menyerupai prismatik ditunjukkan pada Gambar 10 (b). Pada tanaman poh-pohan didapatkan bentuk kristal oksalat menyerupai druses (Gambar 10 c). Pada tanaman leunca bentuk dari kristal oksalat yaitu berbentuk menyerupai styloid yang ditunjukkan pada Gambar 10 (d). Namum pada penelitian ini, kandungan asam oksalat yang merupakan prosedur kristal oksalat tidak diamati. Onate dan Josefa (1986) menjelaskan asam oksalat yang berkombinasi dengan kalsium akan membentuk garam larut dan menyebabkan kalsium tidak tersedia bagi tubuh.

(a) (b) (c) (d)

Gambar 10. Kristal oksalat dengan perbesaran 40 x 10 pada tanaman sayuran indigenous di Jawa Barat (a) Kenikir (b) genjer (c) poh-pohan (d) leunca.

Adanya kristal oksalat tersebut memerlukan kajian lebih mendalam, mengingat konsumsi makanan yang mengandung kristal oksalat dapat mempengaruhi kesehatan jika dikonsumsi secara berlebihan. Kristal oksalat akan berdampak buruk bagi penderita penyakit batu ginjal dan menimbulkan rasa nyeri pada tubuh. Kristal oksalat akan menimbulkan rasa gatal dimulut.

Keberadaan kristal oksalat hanya sedikit dapat dikurangi, menurut Candra (2011) menyatakan dengan cara memasak berpengaruh dalam mengurangi kandungan oksalat bahan makanan. Memasak dengan air sampai mendidih mampu mengurangi 10% - 15% kandungan kristal oksalat. Kandungan akan turun lebih besar jika memasak sayuran agak lama, namun demikian cara memasak

tersebut dapat berdampak langsung pada hilangnya vitamin dan nutrisi penting yang terkandung pada sayur. Menurut Franceschi dan Horner (1980) dalam Dane dan Ciler (2004), kandungan kristal oksalat pada tanaman dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan seperti suhu, tekanan, pH tanah, dan kesuburan tanah. Perlu penelitian lebih lanjut faktor-faktor yang mempengaruhi kandungan oksalat pada sayuran indigenous untuk menjamin keamanan pangan.

Gizi

Sayuran adalah sumber utama vitamin, mineral, dan serat pangan. Sayuran bahkan dapat berperan penting dalam meningkatkan kualitas gizi makanan. Hal ini dapat melalui penyeimbangan gizi dalam makanan dan melalui pengubahan kebiasaan makan yang menguntungkan masyarakat, terutama bagi menu yang terbatas (Rubatzky, 1998). Tanaman sayuran indigenous memiliki sumber vitamin, mineral, serta serat pangan.

Berdasarkan analisis menggunakan GC-MS senyawa yang terkandung dalam tanaman kenikir dapat dikelompokan asam lemak, zat anti gizi, alkohol, asam palmitat, antioksidan serta zat lain yang tidak memiliki kelompoknya namun berguna bagi tubuh (Gambar 11). Hasil kromatogram tanaman kenikir dengan analisis GC-MS dapat dilihat pada Gambar 12. Hasil kromatogram tertinggi pada menit ke 32.00 yang ditunjukkan oleh senyawa 9- Octadecenoic acid (Z) -, 2-hydrox.

Gambar 11. Proporsi senyawa kimia pada tanaman kenikir

Gambar 12. Kromatogram tanaman kenikir menggunakan GC-MS

Asam lemak adalah senyawa yang paling besar pada tanaman genjer yang kemudian diikuti oleh senyawa seperti zat anti gizi, terpenoid, alkana, asam palmitat, alkohol, benzena serta zat lainnya (Gambar 13). Hasil kromatogram tanaman genjer dengan analisis GC-MS dapat dilihat pada Gambar 14. Kromatogram tertinggi pada menit ke 32.03 yang ditunjukkan oleh senyawa 9- Octadecenoic acid (Z) - 2-hydrox.

Asam Lemak 30% Antioksidan 13% Lain-lain 19% Asam Palmitat 9% Alkohol 11% anti gizi 19%

Gambar 13. Proporsi senyawa kimia pada tanaman genjer

Gambar 14. Kromatogram tanaman genjer menggunakan GC-MS

Asam lemak adalah senyawa yang paling besar pada tanaman poh-pohan yang kemudian diikuti oleh senyawa seperti zat anti gizi, asam palmitat, terpenoid, alkana, benzena, alkohol, keton dan lain-lain (Gambar 15). Hasil kromatogram tanaman poh-pohan dengan analisis GC-MS dapat dilihat pada

Asam lemak 28% Antioksidan 3% Lain - lain 19% Alkana 9% Alkohol 6% Benzena 4% Terpenoidit 11% Anti gizi 20%

Gambar 16. Kromatogram tertinggi pada menit ke 32.00 yang ditunjukkan oleh senyawa 9- Octadecenoic acid (Z)-, 2-hydrox.

Gambar 15. Proporsi senyawa kimia pada tanaman poh-pohan

Gambar 16. Kromatogram tanaman poh-pohan menggunakan GC-MS

Asam lemak adalah senyawa yang paling besar pada tanaman leunca yang kemudian diikuti oleh senyawa seperti zat anti gizi, asam palmitat, alkohol,

Lain-lain 22% Alkana 7% Benzena 4% Alkohol 6% Terpenoid 6% Asam Palmitat 9% anti gizi 22% Asam Lemak 27%

antioksidan, dan lain-lain (Gambar 17). Hasil kromatogram tanaman leunca dengan analisis GC-MS dapat dilihat pada Gambar 18. Hasil kromatogram menunjukkan kepekatan tertinggi psada menit ke 32.01 yang ditunjukkan oleh senyawa 9-Octadecenoic acid (Z)- , 2-hydrox.

Gambar 17. Proporsi senyawa kimia pada tanaman leunca

Gambar 18. Kromotogram tanaman leunca menggunakan GC-MS Lain-lain 41% Antioksidan 3% Alkohol 3% Asam Palmitat 7% Anti gizi 22% Asam Lemak 24%

Asam lemak adalah bentuk ester organik rantai panjang dan alkohol seperti gliserol. Asam lemak yang terkandung dalam sayuran indigenous

umumnya adalah 9- Octadecenoic acid (Z) - 2-hydrox, linoleic acid butyl ester, 9,12- Octadecenoic Acid (Z, Z)-, 9- Octadecenoic Acid (Z)-, 2,3-Dihydro. Senyawa tersebut dimiliki oleh keempat tanaman indigenous (Tabel 7).

Tabel 7. Kelompok asam lemak yang terkandung dalam tanaman sayuran

indigenous

Nama Senyawa Nama Tanaman

Kenikir Genjer Poh-Pohan Leunca* Octanoic Acid (CAS) $$ Caprylic Ac √

9,12,15- Octadecatrienoic Acid, Met √ √ √

9-Octadecenoic Acid (Z)- (CAS) $$ √ √

Octadecanoic Acid (CAS) $$ Stearic √

9-Octadecenoic Acid (Z)- (CAS) $$ √ √ √

9- Octadecenoic Acid (Z) -, 2-Hydrox √ √ √ √

Cholesta-3, 5-Diene (CAS) $$ Choles √

Linoleic Acid, Butyl Ester √ √ √ √

9,12- Octadecenoic Acid (Z, Z)-, √ √ √ √

Glycerine-1-Oleate-3 Palmitate √ √

9- Octadecenoic Acid (Z)-, 2,3-Dihy √ √

6,7,9- Trimethoxy-3-Methylbenzo √

Tetradecanoic Acid, Methyl Ester √

Octadecanoic Acid, Methyl Ester (C √

Linoleic Acid √ √

9-Octadecenoic Acid (Z)-, 2,3-Dihy √

Glycerine-1-Oleate-Palmitate √

9,12 -Octadecadienoic (Z,Z)-, √

9,17- Octadecanoic Acid (CAS) $$ Stearic √

Octadecanoic Acid (CAS) $$ Stearic √

10-Undecenoic Acid, Methyl Ester √

8.11- Octadecadienoic Acid, Methyl √

9- Octadecenoic Acid (Z)- Methyl E √

Keterangan: √= tanaman yang memiliki senyawa tersebut *= Buah

Zat anti gizi dalam sayuran indigenous memiliki nilai presentase yang cukup besar yaitu pada kisaran 18-25 %. Zat tersebut dalam dosis besar dapat membahayakan tubuh seperti gangguan kesehatan. Senyawa anti gizi yang dominan adalah 9,17- Octadecadienal, (Z)- (CAS). Senyawa Octadecadienal dapat menimbulkan efek kelahiran yang dapat mempengaruhi perkembangan balita. Senyawa tersebut juga dapat menimbulkan kanker. Senyawa ini juga mengganggu sistem toksisitas (non-reproduksi) atau akan menimbulkan alergi terhadap tubuh yang sensitif.

Tabel 8. Kelompok anti gizi yang terkandung dalam tanaman sayuran

indigenous

Nama senyawa Nama Tanaman

Kenikir Genjer Poh-pohan Leunca*

Phenol (CAS) $$ Izal $$ ENT 1814 $ √ √

Cyclohexanone, 2-methyl- (CAS) $$ √

Germacrene- D √ √

Butanoic acid, silver (1+) salt (CA √

9,17- Octadecadienal, (Z)- (CAS) $$ √ √ √ √ Cyclopentadecanone, 2-hydroxy- √ √ 4-chloro-6-methyl-3- (N-(para-metho √ 6-methoxy-1-indol-2-yl-.beta.-carb √ 6a.bet.,8,9,14b-tetrahydro-14b.be √ 2 (1h) - Pyridinone, 3,5,6- Trichloro- √ 2,4 - Imidazolidinethione, 5-ethyl-5 √

bicyclo [7.1.0] dec-2-ene $$ Bicycl √

Isothujopsene-5, 14-Diylborane. B-E √

9,12 - Octadecadienal (CAS) √

cacospongia none A √

1- (2,4-dinitrophenyl)-3-(p-methoxy √

1,1-Hydrazinedicarboxylic acid, 2- √

Stigmastane-3, 6-dione, (5.alpha.)- √

Lanost-9 (11)-en-18-oic acid, 23-(a √ √

1,1-Hydrazinedicarboxylic acid, 2- √

di (methyl) 1-ethyl-2, 9-dihydro-1H- √

6,7,9-Trimethoxy-3-methylbenzo √

2,3 -dihydro-3, 5-dihydroxy-6- methyl √

2- Propenoic acid, 3-(4-hydroxy-3-m √

9,12,15 -Octadecatrienal (CAS) √

8- Nonen-2-one (CAS) √

9H- Purine, 6 - methyl-9- (trimethylsi √

5-Hydroxy-4-pyrimidinethione √

Cyclobutylsilane silane, cyclob √

4- Bromo- 2,5-dimethoxyamphetamine √

1,3-oxathiane, 6-methyl- (CAS) √

2- Methylthio-4- (m-bromopheynil)-3H √

1 (N) - acetyl-4.6-dibromo-2-methylth √

pentacarbonyl (1-t-butyl-3-cyclohex) √

tetracarbonyl (2Z, 4E)- 3- diethylami √

Cyclopentadecanone, 2- Hydroxy √

1,2,3,5 -tetra-p-biphenylybenzene √

9-Octadecenal, (Z) -(CAS) CIS-O √

Maytansine √

Keterangan: √= tanaman yang memiliki senyawa tersebut *= Buah

Alkohol merupakan suatu golongan gugus fungsi tertentu dengan rumus R-OH. Menurut Rubatzky (1998) beberapa alkohol merupakan racun saraf. Alkohol yang terkandung dalam sayuran indigenous yang paling dominan adalah phytol dan di- (9-octadecenoyl)-glycerol (Tabel 13). Phytol merupakan senyawa kimia yang mempunyai manfaat berupa sumber vitamin E dan vitamin K. Senyawa kimia Di- (9-octadecenoyl)-glycerol merupakan vitamin yang berguna untuk melembabkan kulit kering.

Tabel 9. Kelompok alkohol yang terkandung dalam tanaman sayuran

indigenous

Nama senyawa Nama Tanaman

Kenikir Genjer Poh-pohan Leunca*

1H - Imidazole-2- methanol (CAS) 2 √

Ribitol (CAS) $$ Adonite √

Xylitol (CAS) $$ Xylite $$ pentane √

Phytol √ √ √ √

Di- (9-Octadecenoyl)-Glycerol √ √ √

Ethanol, 2-(diethylamio)- (CAS) $ √

Geranyl Linalool Isomer √

1-Napthalene methanol, decahydro-5 √

Hexadecanal, 2-methyl- (CAS) $$ 2- √

Cholest-5-en-3-ol (3.beta.)- (CAS) √

Keterangan: √= tanaman yang memiliki senyawa tersebut *= buah

Asam palmitat merupakan asam lemak jenuh yang tersusun dari 16 atom karbon (CH3(CH2)14COOH). Asam palmitat yang terkandung dalam sayuran

indigenous yang paling dominan adalah Hexadecanoic acid kelompok Palmitat dan 2-hydroxy-1 Hexadecanoic acid. Asam palmitat dalam sayuran ini merupakan sumber vitamin A (Tabel 10).

Tabel 10. Kelompok asam palmitat yang terkandung dalam tanaman sayuran indigenous

Nama senyawa Nama Tanaman

Kenikir Genjer Poh-pohan Leunca*

Hexadecanoic acid (CAS) $$ Palmiti √ √ √ √

Hexadecanoic acid, 2-hydroxy-1-(hy √ √ √ √

Hexadecanoic acid, 2-hydroxy-1,3-p √ √

9-Hexadecenoic acid, methyl ester, √

Hexadecanoic acid, methyl ester (C √ √

Hexadecanoic acid, 2,3-dihydroxypr √

Hexadecanedioic acid (CAS) $$ Thap √

3,5,9 - Trioxa-4-phosphapentacosan-1 √

Keterangan: √= tanaman yang memiliki senyawa tersebut

Dokumen terkait