• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi beberapa karakter agronomi, nilai gizi dan persepsi masyarakat terhadap tanaman indigenous di Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Evaluasi beberapa karakter agronomi, nilai gizi dan persepsi masyarakat terhadap tanaman indigenous di Jawa Barat"

Copied!
156
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI BEBERAPA KARAKTER AGRONOMI, NILAI

GIZI DAN PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP

TANAMAN INDIGENOUS DI JAWA BARAT

UTAMY PRAWATI

A24070091

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

RINGKASAN

UTAMY PRAWATI. Evaluasi Beberapa Karakter Agronomi,

Nilai Gizi dan Persepsi Masyarakat Terhadap Tanaman

Indigenous di Jawa Barat. (Dibimbing oleh EDI SANTOSA).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai ekonomi dan agronomi, serta faktor-faktor pemanfaatan sayuran indigenous di Jawa Barat. Penelitian exploratif dan observatif dilakukan di Kabupaten Bogor, Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Tasikmalaya Jawa Barat yang dilaksanakan pada bulan November 2010 - April 2011.

Penelitian diawali dengan pengamatan di pasar tradisional yaitu Pasar Bogor dan Pasar Anyar yang terletak di Kotamadya Bogor. Kemudian, ditelusuri asal sayuran tersebut hingga ke petani. Tanaman yang dipilih yaitu kenikir, genjer, poh-pohan dan leunca. Kandungan gizi tanaman ini di analisis menggunakan GC-MS untuk mengetahui senyawa kimia yang terkait dengan keamanan konsumsi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sayuran indigenous tersedia di pasar setiap hari. Sayuran tersebut memiliki nilai ekonomi relatif tinggi bagi petani dan konsumen. Faktor-faktor yang mendorong tingginya konsumsi tanaman sayuran

(3)
(4)

EVALUASI BEBERAPA KARAKTER AGRONOMI, NILAI

GIZI DAN PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP

TANAMAN INDIGENOUS DI JAWA BARAT

Skripsi sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh:

Utamy Prawati

A24070091

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

Judul :

EVALUASI BEBERAPA KARAKTER AGRONOMI,

NILAI GIZI DAN PERSEPSI MASYARAKAT

TERHADAP TANAMAN INDIGENOUS DI JAWA

BARAT

Nama :

Utamy Prawati

NIM :

A24070091

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Edi Santosa, M.Si. NIP 19700520 199601 1 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB

Dr. Ir. Agus Purwito, MSc. Agr NIP 19611101 198703 1 003

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor, Propinsi Jawa Barat pada tanggal 31 Juli 1989. Penulis adalah anak pertama dari Bapak Syafrudin Arief dan Ibu Arien Lestiyawati.

Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-kanak di TK Tunas Wijaya pada tahun 1995. Kemudian, penulis melanjutkan ke SDN Sasanawiyata II sampai tahun 2001. Pendidikan selanjutnya penulis tempuh di SMP Negeri 15 Bogor sampai dengan tahun 2004, dan pada tahun yang sama penulis melanjutkan ke SMA Negeri 8 Bogor hingga lulus tahun 2007. Tahun 2007, penulis diterima sebagai mahasiswa di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB).

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan kekuatan dan hidayah-Nya sehingga penelitian ini dapat diselesaikan

dengan baik. Penelitian yang berjudul “Evaluasi Beberapa Karakter Agronomi,

Nilai Gizi dan Persepsi Masyarakat Terhadap Tanaman Indigenous Di Jawa

Barat” ini dilaksanakan terdorong oleh keinginan untuk mengetahui manfaat yang

diperoleh dari sayuran indigenous. Penelitian ini dilaksanakan di tiga kota berbeda yaitu Kabupaten Bogor, Kabupaten Cianjur, dan Kabupaten Tasikmalaya.

Ucapan terimakasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada:

1. Keluarga tercinta; abah, mamah, yudha, bon-bon yang tak henti-hentinya memberikan doa dan dukungan kepada penulis.

2. Dr. Ir. Edi Santosa, M.Si. selaku dosen pebimbing atas kesabaran dan keikhlasan dalam memberikan bimbingan ilmu dan nasehat kepada penulis selama pelaksanaan penelitian.

3. Dr. Ir. Darda Efendi, M.Si. selaku pebimbing akademik atas arahan dan bimbingan ilmu yang diberikan kepada penulis.

4. Dr.Ir. Anas D. Susila, Ms dan Dr. Ani Kurniawati, SP MSi. selaku dosen penguji atas kritik dan saran yang membangun untuk menyempurnakan skripsi ini.

5. Pedagang sayur indigenous yang berada di Pasar Anyar dan Pasar Bogor. 6. Para petani sayuran indigenous yang berada di daerah Ciapus, Ciampea,

Cianjur dan Tasikmalaya.

7. Masyarakat Desa Cimandala, Desa Ciparigi, Pejaten, Desa Citalahab yang membantu dalam pengisian kuesioner.

8. Laboratorium Kesehatan Daerah Jakarta yang mengizinkan penulis dalam melaksanakan penelitian.

9. Sahabat-sahabatku: Ira, Martini, Qori, Ima, keluarga besar AGH 44 yang selalu memberikan bantuan, motivasi dan semangat.

(8)

Penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya bidang pertanian. Kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan.

Bogor, Agustus 2011

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 2

Hipotesis ... 2

TINJAUAN PUSTAKA ... 3

Kenikir (Cosmos caudatus Kunth) ... 3

Genjer (Limnocharis flava (L.) Buchenau) ... 4

Leunca (Solanum americanum Miller) ... 5

Poh-pohan (Pilea melastomoides) ... 6

Kristal Oksalat ... 7

BAHAN DAN METODE ... 8

Waktu dan Tempat ... 8

Alat dan Bahan ... 8

Metode Percobaan ... 9

Pelaksanaan ... 10

Pengamatan ... 11

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 14

Aspek Agronomi ... 14

Kenikir (Cosmos caudatus Kunth) ... 14

Genjer (Limnocharis flava (L.) Buchenau) ... 16

Poh-pohan (Pilea melastomoides) ... 18

Leunca (Solanum americanum Miller) ... 20

Jumlah Stomata ... 22

Aspek Gizi ... 25

Kristal Oksalat ... 25

Gizi... 27

Rantai Pemasaran ... 39

Nilai Ekonomi ... 42

Aspek Konsumsi ... 46

Pembahasan ... 52

KESIMPULAN DAN SARAN ... 58

Kesimpulan ... 58

Saran ... 58

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman 1. Data iklim di lapangan ... 8 2. Data rata-rata berbagai peubah kenikir per tanaman pada umur ± 6 minggu..16 3. Data rata-rata berbagai peubah genjer per tanaman pada umur ± 5

minggu ... 18 4. Data rata-rata berbagai peubah poh-pohan per tanaman pada umur ± 8

minggu ... 20 5. Data rata-rata berbagai peubah leunca per tanaman pada umur ± 6

minggu ... 22 6. Rata-rata jumlah stomata pada tanaman kenikir, genjer, poh-pohan dan

leunca per lokasi studi dengan perbesaran 40 x 10 ... 23 7. Kelompok asam lemak yang terkandung dalam tanaman sayuran

indigenous ... 32 8. Kelompok anti gizi yang terkandung dalam tanaman sayuran indigenous ... 33 9. Kelompok alkohol yang terkandung dalam tanaman sayuran indigenous ... 35 10. Kelompok asam palmitat yang terkandung dalam tanaman sayuran

indigenous ... 36 11. Kelompok senyawa benzena yang terkandung dalam tanaman sayuran

indigenous ... 36 12. Kelompok senyawa terpenoid yang terkandung dalam tanaman sayuran

indigenous ... 37 13. Kelompok senyawa alkana yang terkandung dalam tanaman sayuran

indigenous ... 38 14. Kelompok senyawa antioksidan yang terkandung dalam tanaman sayuran

indigenous ... 38 15. Persentase pendapat konsumen tentang harga (n=90) ... 43 16. Persentase konsumen memperoleh pedagang sayuran indigenous (n=90). ... 43 17. Persentase konsumen menyatakan kemudahan konsumsi (n=90) ... 47 18. Persentase pendapat konsumen menyangkut kegemaran mengkonsumsi

(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman 1. Bagan langkah-langkah pelaksanaan penelitian sayuran indigenous di

Jawa Barat ... 11

2. Kondisi tanaman kenikir dilapang (a) Ciapus (b) Cipanas ... 15

3. Kondisi tanaman genjer di (a) Tasikmalaya yang tumbuh dikolam dan ditanam dengan gulma eceng gondok (b) Ciampea ... 17

4. Kondisi tanaman poh-pohan di lapang (a) Cipanas yang ditanam dekat air (b) Tasikmalaya yang ditanam di lahan kering. ... 19

5. Kondisi tanaman leunca di lapang (a) Tanaman di Ciapus ditanam di bawah tegakan pohon sebagai sistem tumpang sari (b) Pertanaman di Cipanas (c) pertanaman di Ciampea yang lebih intensif dibandingkan daerah lain. ... 21

6. Foto daun dengan perbesaran 40 x 10 yang menunjukkan adanya stomata kenikir asal lokasi berbeda pada (a) Ciapus (b) Cipanas (c) Ciampea ... 23

7. Foto daun dengan perbesaran 40 x 10 yang menunjukkan adanya stomata genjer asal lokasi berbeda pada (a) Tasikmalaya (b) Cipanas (c) Ciampea. ... 24

8. Foto daun dengan perbesaran 40 x 10 yang menunjukkan adanya stomata poh-pohan asal lokasi berbeda pada (a) Ciapus (b) Cipanas (c) Tasikmalaya. ... 24

9. Foto daun dengan perbesaran 40 x 10 yang menunjukkan adanya stomata leunca asal lokasi berbeda pada (a) Ciapus (b) Cipanas (c) Ciampea. ... 25

10. Kristal oksalat dengan perbesaran 40 x 10 pada tanaman sayuran indigenous di Jawa Barat (a) Kenikir (b) genjer (c) poh-pohan (d) leunca. ... 26

11. Proporsi senyawa kimia pada tanaman kenikir ... 28

12. Kromatogram tanaman kenikir menggunakan GC-MS ... 28

13. Proporsi senyawa kimia pada tanaman genjer ... 29

14. Kromatogram tanaman genjer menggunakan GC-MS ... 29

15. Proporsi senyawa kimia pada tanaman poh-pohan ... 30

(12)

17. Proporsi senyawa kimia pada tanaman leunca ... 31 18. Kromotogram tanaman leunca menggunakan GC-MS... 31 19. Kondisi sayuran indigenous (kenikir, kemangi, dan pucuk kemang) di

Pasar Bogor. ... 41 20. Pola distribusi diambil dari 7 petani tanaman sayuran indigenous dari

petani hingga ketangan konsumen. ... 41 21. Persentase tempat konsumen membeli sayuran indigenous ... 44 22. Dampak yang dirasakan responden terhadap kebiasaan

mengkonsumsi sayuran indigenous ... 45 23. Faktor yang menentukan konsumen dalam memilih sayuran indigenous ... 46 24. Cara konsumen dalam mengolah sayuran indigenous sebelum

dikonsumsi ... 48 25. Partisipasi konsumen dalam mengkonsumsi sayuran indigenous ... 49 26. Persentase konsumen dalam jumlah pembelian rata-rata sayuran

indigenous dalam konsumen... 50 27. Frekuensi rumah tangga dalam mengkonsumsi sayuran indigenous ... 51 28. Bagan akar permasalahan yang saat ini dihadapi terkait dengan

pengembangan tanaman indigenous ... 56 29. Bagan permasalahan agronomi yang perlu diperbaiki terkait

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Kuisioner terhadap petani ... 62

2. Kuisioner terhadap konsumen ... 63

3. Pengamatan produktivitas tanaman sayuran indigenous... 65

4. Tahapan analisis GC-MS pada tanaman indigenous ... 66

5. Metode pengambilan stomata pada tanaman indigenous ... 67

6. Tahapan pengamatan kristal oksalat ... 68

7. Ringkasan hasil sidik ragam beberapa peubah pada tanaman kenikir ... 68

8. Ringkasan hasil sidik ragam beberapa peubah pada tanaman genjer ... 69

9. Ringkasan hasil sidik ragam berapa peubah pada tanaman poh-pohan ... 69

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia memiliki berbagai spesies tanaman berguna, salah satunya adalah kelompok sayuran. Tanaman sayuran tersebut tumbuh baik secara liar maupun dibudidayakan secara tradisional dan dimanfaatkan baik oleh masyarakat.

Sejarah membuktikan bahwa nenek moyang kita telah banyak memanfaatkan tanaman sayuran indigenous sebagai bahan pangan dan kesehatan. Menurut Putrasamedja (2003), terdapat 111 jenis tanaman sayuran indigenous

yang telah dimanfaatkan oleh masyarakat untuk dikonsumsi maupun sebagai tanaman hias. Kurniasih (2010) menambahkan sayuran tersebut telah banyak dimanfaatkan dengan baik secara turun menurun. Sayuran tersebut menyediakan zat gizi yang sangat bermanfaat bagi tubuh seperti vitamin, mineral serta serat.

Meningkatnya kesadaran akan kesehatan, menyebabkan konsumsi sayuran lebih mendapat perhatian. Menurut Puslitbang Gizi dan Makanan (2007) tingkat konsumsi sayuran pada masyarakat Indonesia masih rendah yaitu sebesar 37.94 kg/kapita/tahun. Selain jumlah, hal yang perlu diperhatikan dalam mengkonsumsi sayuran adalah kualitasnya. Di Jawa Barat, budaya makan sayur dalam bentuk segar, dimasak maupun dalam bentuk salad (lalab) cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan daerah lain. Tingginya kegemaran makan sayuran tradisional tersebut tidak lepas dari ketersediaan sayuran tradisional yang melimpah di Jawa Barat.

Saat ini sayuran dijumpai di supermarket maupun pasar tradisional. Sayuran yang banyak ditemukan adalah kangkung, bayam, wortel, buncis, kacang panjang, dan sebagainya. Dalam jumlah yang lebih sedikit, sayuran tradisional juga tersedia seperti leunca, kenikir, katuk, poh-pohan, pegagan, rebung, pakis, genjer dan pucuk kemang. Kelompok sayuran kedua tersebut merupakan sebagian kecil dari sayuran indigenous. Menurut Kusmana dan Suryadi (2004) sayuran

(15)

Sayuran tradisional atau sayuran indigenous memiliki peranan penting terutama bagi daerah yang relatif masih terisolasi. Sayuran tersebut bernilai ekonomi penting bagi konsumen dan bagi petani yang menanam sayuran

indigenous tersebut. Di daerah Jawa Barat khususnya banyak petani yang menanam sayuran indigenous, terutama dikonsumsi sebagai lalapan. Pemanfaatan sayuran tersebut mencerminkan tingginya interaksi masyarakat dengan tanaman dan juga memiliki aspek pelestarian tanaman-tanaman lokal.

Data-data yang terkait sayuran lokal masih sedikit baik dari segi agronomi, gizi serta anti gizi yang terkadung di dalamnya. Oleh karena itu, untuk menjamin kesehatan pangan, diperlukan kajian zat gizi. Analisis kandungan zat gizi tersebut juga bermanfaat bagi program-program perbaikan di masa mendatang. Selain itu, standarisasi sayuran lokal masih belum baik. Adanya perbedaan kualitas dipengaruhi oleh faktor budidaya dan lingkungan. Oleh sebab itu, diperlukannya identifikasi keragaman tanaman dari lokasi yang berbeda sehingga dapat dilakukan maksimalisasi teknologi budidaya.

Tanaman yang dipilih pada penelitian ini adalah genjer, poh-pohan, leunca dan kenikir. Pemilihan tersebut didasarkan pada pertimbangan keempat tanaman tersebut yang relatif mudah ditemukan dan dikonsumsi masyarakat Jawa Barat secara luas. Pemilihan lokasi kabupaten didasarkan pada penelusuran awal sebagai daerah sentra sayuran tradisional.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai ekonomi dan faktor-faktor agronomi yang mendorong pemanfaatan di Jawa Barat.

Hipotesis

1. Terdapat perbedaan agronomis antar aksesi tanaman sayuran indigenous. 2. Persepsi masyarakat terhadap sayuran indigenous positif atau negatif. 3. Terdapat perbedaan kandungan nilai gizi dari setiap jenis tanaman

(16)

TINJAUAN PUSTAKA

Kenikir (Cosmos caudatus Kunth.)

Kenikir merupakan anggota dari famili compositae. Tanaman ini berasal dari Amerika yang di introduksi ke Spanyol sampai Filipina. Tumbuhan ini berumur pendek, memiliki kandungan aromatik, dan dapat tumbuh hingga mencapai tiga meter. Tanaman memiliki daun majemuk, tersusun secara berlawanan dan menyirip dengan daun berwarna hijau. Bunga majemuk yang berbentuk bonggol yang panjangnya sekitar 5 cm, memiliki kelopak yang berbentuk seperti lonceng. Buah berbentuk seperti jarum, keras dan ujungnya berambut. Bijinya berukuran kecil, keras dan berwarna hitam. Tanaman ini dapat tumbuh di dataran rendah hingga mencapai ketinggian 1 600 m. Tanaman ini menyukai tempat yang memiliki intensitas sinar matahari tinggi (Van den Bergh, 1994).

Kenikir diperbanyak melalui biji. Biji disemai secara langsung di lapang atau melalui pembibitan.Semaian dari pembibitan dipindahkan ke lapang setelah berumur tiga minggu dengan rekomendasi jarak penanaman 25 cm x 25 cm. Pemupukan dilakukan dengan menggunakan pupuk organik (10 ton/Ha) dan ditambah dengan pupuk urea sebanyak 200 kg/Ha. Pemupukan mempengaruhi kualitas daun. Setelah enam minggu, daun dapat dipanen dan pemanenan selanjutnya dilakukan setiap tiga minggu (Van den Bergh, 1994).

Setiap 100 gram daun kenikir mengandung air 93 g, protein 3 g, lemak 0.4 g, karbohidrat 0.4 g, serat 1.6 g, dan abu 1.6 g. Daun mengandung Ca (270 mg) dan vitamin A (0.9 mg). Nilai energi yang dikonsumsi sangat rendah sekitar 70 kJ/100 g. Daun juga mengandung minyak esensial (Van den Bergh, 1994).

(17)

mitokondria). Pemacuan apoptosis merupakan salah satu cara penghambatan penyebab kanker.

Genjer (Limnocharis flava (L.) Buchenau)

Genjer merupakan tanaman asli Amerika latin dan daerah tropis, yang diperkenalkan Asia selatan-timur seabad lalu. Genjer berasal dari famili limnocharitaceae.Saat ini genjer, banyak tumbuh di Indonesia (Jawa, Sumatera), Malaysia, Thailand, Burma dan Srilanka.

Tanamanberumur panjang, tumbuh di daerah rawa, tinggi berkisar 20-100 cm dan memiliki anakan. Daun berbentuk bulat telur 5-30 cm x 4-25 cm. Tangkai daun panjangnya 5-75 cm, tebal dan berongga. Genjer berkembang melalui umbi lapis, tetapi juga dapat berkembang biak melalui biji. Bunga memiliki 13-15 rangkaian bunga dengan panjang batang mencapai 90 cm, memiliki 3 kelopak bunga dan berwarna kuning. Buah majemuk berbentuk bulat atau ellips berdiameter 1.5-2 cm, tertutup oleh mahkota bunga. Benih berukuran 1-1.5 mm, dilengkapi dengan jambul melintang berwarna coklat tua. Bibit dengan satu kotiledon memiliki panjang 8-11.5 mm, selubungnya di sekeliling daun pertama. Genjer dapat tumbuh di rawa, tumbuh ditempat yang berair dangkal seperti sawah dan kolam ikan ketinggian hingga 1 300 m (Van den Bergh, 1994).

Genjer dapat dipanen sepanjang tahun, pemupukkan dilakukan 1-2 minggu sebelum penanaman, tanah diberi pupuk organik 10 ton/Ha. Penanaman dilakukan dengan jarak tanam yaitu 30 cm x 30 cm. Panen daun dan bunga dilakukan setelah 2-3 bulan setelah tanam. Jika periode panen kurang teratur, populasi tanaman akan cepat memadat dan dapat berpengaruh terhadap kualitas. Setelah pemanenan, daun dan bunga diikat bersama atau diikat terpisah menjadi ikatan kecil (Van den Bergh, 1994).

(18)

Leunca (Solanum americanum Miller)

Leunca berasal dari Amerika Selatan dan saat ini leunca banyak ditemukan di daerah tropis. Leunca pada awalnya merupakan tanaman yang tumbuh liar yang dikenal sebagai gulma budidaya. Leunca merupakan famili solanaceae. Bagian yang dikonsumsi dari tanaman leunca adalah daun dan buah (Siemonsma dan Jansen, 1994).

Tanaman ini tumbuh tegak, dapat bertahan secara tahunan atau berumur pendek. Tinggi tanaman hingga 1.5 m, tidak berduri, batang berwarna hijau tua atau merah keunguan. Batang berbentuk silinder, bersudut atau bersayap. Daun tersusun spiral berpasangan. Tangkai daun 1-9 cm, bentuk daun seperti bulat telur meruncing 1-16 cm x 1-12 cm. Bunga memiliki 2-20 rangkaian bunga. Bunga majemuk dan berbentuk lonceng 1-3 mm. Buah leunca berbentuk bulat dengan diameter 0.5-1 cm, warna hijau kebiruan atau hitam keunguan pada saat matang dan mengandung 40-100 biji. Biji berbentuk cakram, berukuran 1-1.5 mm, dan berwarna krem (Siemonsma dan Jansen, 1994).

Leunca dapat beradaptasi di lingkungan yang luas dan mudah ditemukan di kebun buah, pekarangan, dan kebun. Di daerah tropis biasanya hidup di daerah pegunungan hingga mencapai ketinggian 3 000 m (Siemonsma dan Jansen, 1994).

Leunca diperbanyak melalui biji. Biasanya ditanam melalui persemaian dan ditanam di lapang ketika tingginya 8 cm atau berumur 5 minggu setelah semai. Jika ketersediaan air cukup, leunca dapat hidup tahunan. Jarak tanam yang direkomendasikan untuk produksi daun adalah 25 cm x 25 cm, sedangkan jarak tanam untuk buah 50 cm x 50 cm (Siemonsma dan Jansen, 1994).

Tanaman biasanya dipanen dua bulan setelah tanam. Daun muda dengan panjang 5-6 cm, dapat dipanen setiap 1-2 minggu. Panen buah muda pertangkai dengan jumlah pertangkai 7-8 buah, dapat dilakukan setiap 3-10 hari (Siemonsma dan Jansen, 1994).

(19)

Poh-pohan (Pilea melastomoides)

Poh-pohan berasal dari Amerika Selatan dan sekarang tersebar diseluruh Asia. Daun muda disukai karena baunya yang khas. Pada umumnya tumbuhan itu tumbuh secara liar dipinggir hutan, di ladang-ladang dan kebun-kebun yang umumnya jauh dari pemukiman penduduk. Poh-pohan merupakan anggota dari famili urticaceae (Soedirdjoatmojo, 1986) .

Tanaman ini dapat berbunga dan berbuah sepanjang tahun. Tanaman ini diperbanyak dengan biji atau stek. Daun berbentuk bulat telur, mempunyai urat yang sejajar dan menonjol. Di daerah pegunungan seperti Cipanas, Tretes, Sarangan dan Tawangmangu, poh-pohan ini dijadikan tanaman hias. Banyak pula masyarakat yang memanfatkan poh-pohan sebagai tanaman pagar. Daun muda dapat dimakan sebagai lalapan mentah, lalapan matang, pecel dan gado-gado (Soedirdjoatmojo, 1986).

Poh-pohan menghendaki tanah yang lembab, baik yang terbuka atau agak ternaungi dan dapat tumbuh subur sepanjang tahun. Tanaman poh-pohan tumbuh subur di tanah yang gembur hingga mencapai ketinggian sekitar 2 m. Poh-pohan dapat tumbuh di dataran tinggi antara 600 – 2 700 m di atas permukaan laut (Soedirdjoatmojo, 1986) .

(20)

Kristal Oksalat

(21)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian lapang dilaksanakan pada bulan Desember 2010 sampai April 2011 di tiga Kabupaten yaitu Bogor, Cianjur, dan Tasikmalaya. Data agroekologi lokasi dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Data iklim di lapangan

Lokasi Kecamatan Kabupaten

Suhu (°C)*

CH (mm/Bulan)*

Kelembapan (%)*

Altitude (mdpl)*

Sukaharja Ciapus Bogor 25.6 293 83.4 300

Ciampea Ciampea Bogor 25.6 295 83.4 201

Pasir Sarongge

Segunung Cianjur 20.73 400 81.1 1230

Citalahab Karang Jaya Tasikmalaya ** 368 ** **

Keterangan : *Sumber: BMKG, Stasiun Klimatologi Darmaga Bogor ** : tidak memiliki data

Penimbangan dan pengeringan dilakukan di Laboratorium Pasca Panen, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB. Pengamatan stomata serta pengamatan kristal oksalat dilakukan di Laboratorium Mikro Tehnik, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB. Analisis senyawa kimia tanaman dilakukan Laboratorium Pemeriksaan Doping dan Kesehatan Masyarakat, Laboratorium Kesehatan Daerah Jakarta.

Alat dan Bahan

(22)

konsumsi yang luas. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah penggaris, jangka sorong, kamera dan kain biru.

Metode Percobaan

Penelitian ini merupakan penelitian eksploratif meliputi observasi lapangan dan kuesioner. Data dianalisis dengan menggunakan uji t-student, yaitu untuk pengukuran kualitas panen meliputi bobot basah tanaman dan bobot kering tanaman (akar, daun, buah), tinggi tanaman, diameter batang, panjang daun, lebar daun, serta pengamatan jumlah daun. Uji t-student ini menggunakan taraf 5%. Uji t-student dilakukan pada pengamatan yang setara. Rumus yang digunakan adalah:

: Nilai tengah contoh 1 dan 2

: Ragamcontoh 1 dan 2

: Jumlah contoh 1 dan 2

: Simpangan baku gabungan

Nilai berbeda nyata apabila tstudent > ttabel dan tidak berbeda nyata apabila

tstudent < ttabel ; ttabel diperoleh dari nilai sebaran t pada taraf 5% dan db ( n1 + n2 –

2).

Data yang dianalasis dengan rata-rata yaitu meliputi harga sayuran

indigenous, kemudahan menemukan sayuran indigenous, tempat pembelian sayuran indigenous, dampak mengkonsumsi sayuran indigenous, dasar pilihan konsumen, kemudahan konsumsi, cara mengolah sayuran indigenous, partisipasi konsumen, kegemaran konsumen dalam mengkonsumsi sayura indigenous,

jumlah pembelian, frekuensi rumah tangga dalam mengkonsumsi sayuran

(23)

Pelaksanaan

(24)

Pasar (2 Pasar)

↓↑

Pedagang/Pengumpul (7 orang)

↓↑

Desa-desa (4 Desa)

↓↑

Petani ( 7 petani)

↓↑

Lahan

↓↑

Tanaman (10 tanaman)

↑ = Alur barang petani ke pasar

↓ = Alur Penelusuran dalam Penelitian

Gambar 1. Bagan langkah-langkah pelaksanaan penelitian sayuran indigenous di Jawa Barat

Pengamatan

(25)

komoditas yang dijual, data penjualan komoditas setiap harinya dan menanyakan asal tanaman sayuran indigenous. Jumlah responden yang diambil dipasar sebanyak 7 orang. Jumlah tersebut ditentukan berdasarkan survey awal bahwa jawaban responden tersebut hampir seragam.

Pengamatan di desa diawali dengan melakukan identifikasi potensi desa tersebut. Data pendukung seperti ketinggian tempat berdasarkan data BMG. Luas kepemilikan lahan dan komoditi yang dibudidayakan dilakukan melalui wawancara dengan petani.

Jumlah responden konsumen dalam penelitian ini adalah 90 orang yang meliputi 4 desa. Pemilihan responden ini adalah konsumen yang pernah mengkonsumsi sayuran indigenous. Responden diambil dari pedesaan (50%) dan perkotaan (50%). Observasi dilakukan pada aspek harga, tingkat kesukaan, kemudahan memperoleh sayuran, dan tingkat kemudahan dalam mengkonsumsi. Data quisioner juga meliputi partisipasi mengkonsumsi, jumlah pembelian, tempat pembelian, cara mengkonsumsi, dampaknya bagi kesehatan, serta saran-saran untuk pengembangan sayuran indigenous tersebut.

Pengamatan agronomis dan botanis dilakukan terutama terkait peubah sebagai berikut:

1. Cara budidaya tanaman, luas lahan pertanaman, pemeliharaan, hama penyakit, cara panen, agroekologi dan siklus panen (Lampiran 1 & Lampiran 2).

2. Produktivitas tanaman diukur dari setiap individu tanaman, yang memiliki umur yang sama pada setiap lokasi berdasarkan informasi dari petani. Umur yang sama tersebut dipilih agar pembanding antar lokasi menjadi valid menurut kaidah statistik (Lampiran 3).

Produksi = populasi x bobot rata-rata pertanaman Produktivitas =

3. Kualitas panen (bobot basah tanaman dan bobot kering tanaman (akar, daun, buah), tinggi tanaman, diameter batang, panjang daun, lebar daun, serta pengamatan jumlah daun).

(26)

ethanol 80 % selama 24 jam. Setelah direndam selama 24 jam lalu diambil untuk diuapkan dengan menggunakan turbo uap dengan gas nitrogen, sampai kondisi pekat. Running menggunakan alat

autosampler. Alat ini menggunakan suhu injeksi ± 250 oC, suhu sumber ion ± 230oC. Energi elektron yang digunakan 70 eV. Hasil analisis dari GC-MS dibandingkan dengan referensi pustaka standar WILEY 275 (Lampiran 4).

5. Analisis mikroskop:

 Daun untuk mengamati jumlah stomata (Lampiran 5).

(27)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Aspek Agronomi

Keragaman tanaman yang diperoleh dalam penelitian ini merupakan bentuk keragaman kuantitatif yang menunjukan beberapa pertumbuhan yang berbeda pada setiap tempat dan komoditasnya. Suwena (2007) menyatakan agroekologi yang bervariasi dari satu tempat ke tempat lain, dan kebutuhan tumbuhan akan keadaan lingkungan yang khusus menyebabkan adanya keragaman jenis tumbuhan. Suatu budidaya yang baik akan menghasilkan tanaman yang baik dibandingkan tanaman tanpa pemeliharaan atau liar.

Kenikir (Cosmos caudatus Kunth)

(28)

(a) (b)

Gambar 2. Kondisi tanaman kenikir dilapang (a) Ciapus (b) Cipanas Persemaian. Persemaian merupakan kegiatan awal di lapangan dari kegiatan penanaman. Petani sayuran indigenous tidak menggunakan varietas tertentu dalam menanam sayuran ini, tetapi menggunakan varietas atau klon yang tersedia di sekitar petani. Biji tanaman kenikir ditebar di lahan persemaian sebelum ditanam. Satu minggu kemudian tanaman kenikir di pindah ke lahan produksi dengan jarak tanam yang teratur. Cara yang demikian terjadi pada tiga lokasi tanaman kenikir.

Jarak tanam. Menurut penelitian Pambayun (2008) jarak tanam pada sayuran indigenous hanya akan meningkatkan bobot basah panen. Jarak tanam untuk tanaman kenikir di tiga lokasi studi memiliki kesamaan yaitu dengan jarak tanam 25 cm x 25 cm. Tanaman kenikir umumnya ditanam secara sistem tumpang sari dengan memanfaatkan lahan-lahan kosong yang berada di sela tanaman lain.

(29)

Cara panen yang dilakukan petani sayuran indigenous masih sederhana. Panen tanaman kenikir pertama biasanya dilakukan pada saat umur tanaman sudah mencapai 6 minggu, yang menarik adalah adanya frekuensi panen pada ketiga lokasi studi yang berbeda-beda. Petani kenikir di Ciapus memanen satu kali per minggu, petani kenikir di daerah Cipanas memanen satu kali per bulan. Petani kenikir didaerah Ciampea melakukan panen setiap empat hari sekali.

Produktivitas. Produktivitas dihitung berdasarkan bobot basah pertanaman dikalikan dengan jumlah populasi. Bedasarkan pengamatan di lapang pengaruh perbedaan tempat berpengaruh terhadap kadar air, produktivitas tanaman kenikir. Produktivitas yang dihasilkan untuk Ciapus 457.6 kg/ha, Cipanas 297.6 kg/ha dan Ciampea 1214.4 kg/ha (Tabel 2).

Tabel 2. Data rata-rata berbagai peubah kenikir per tanaman pada umur ± 6 minggu

Peubah Ciapus Cipanas Ciampea

Bobot Basah Akar (g) 0.72 ± 0.442 0.688 ± 0.569 29.1 ± 13.4 Bobot Kering Akar (g) 0.282 ± 0.193 0.21 ± 0.0568 10.9 ± 10.9 Bobot Basah Daun (g) 2.86 ± 1.68 0.186 ± 0.272 7.59 ± 2.31 Bobot Kering Daun (g) 0.71 ± 0.41 0.05 ± 0.0085 4.0 ± 1.53 Tinggi Tanaman (cm) 17.70 ± 4.55 17.50 ± 2.82 40.9 ± 10.8 Diameter Batang (cm) 0.23 ± 0.11 0.26 ± 0.31 0.67 ± 0.19 Panjang Daun (cm) 11.68 ± 2.3 7.2 ± 1.48 19.66 ± 5.33 Lebar Daun (cm) 0.94 ± 0.28 0.84 ± 0.29 2.34 ± 0.19

Jumlah Daun 11.9 ± 3.3 10.2 ± 1.7 14.9 ± 2.1

Keterangan: ± = Standar Deviasi

Genjer (Limnocharis flava (L.) Buchenau)

(30)

menunjukkan bahwa genjer sering ada bersama dengan tanaman lain seperti eceng gondok (Eichornia crassipes). Banyak kajian menunjukkan bahwa eceng gondok merupakan tanaman penyerap polusi perairan. Situasi tersebut mengindikasikan bahwa kondisi pertanaman genjer menjadi rawan dengan kualitas sayuran yang dihasilkan.

(a) (b)

Gambar 3. Kondisi tanaman genjer di (a) Tasikmalaya yang tumbuh di kolam dan ditanam dengan gulma eceng gondok (b) Ciampea Persemaian. Tanaman genjer tidak dilakukan persemaian terlebih dahulu. Biasanya para petani menebar langsung bekas bonggol yang telah diambil daunnya atau buahnya. Perbanyakan menggunakan biji jarang dilakukan.

(31)

Pemupukkan. Petani tanaman genjer tidak ada yang melakukan pemupukkan. Hara nutrisi bagi tanaman mengandalkan kesuburan lahan dan hara yang ada dalam kolam. Mengingat kolam juga dijadikan sebagai tempat MCK (mandi-cuci-kakus), maka keberadaan bahan pencemar seperti mikroorganisme dan logam berat perlu untuk mendapat perhatian. Namun demikian, dalam penelitian ini, kandungan mikroorganisme dan status logam berat tersebut tidak diamati.

Panen. Panen tanaman genjer dilakukan dengan cara mencabut tanaman. Panen pertama biasanya setelah tanaman berumur ± 5 minggu atau memiliki 2-3 daun besar. Frekuensi panen pada ketiga lokasi ini berbeda-beda. Pada lokasi Cipanas petani memanen genjer satu kali per minggu. Sedangkan, petani daerah Ciampea serta Tasikmalaya, melakukan panen dua minggu sekali.

Tabel 3. Data rata-rata berbagai peubah genjer per tanaman pada umur ± 5 minggu

Peubah Tasikmalaya Cipanas Ciampea

Bobot Basah Daun (g) 15.37 ± 8.74 55.8 ± 37 12.12 ± 3.4 Bobot Kering Daun (g) 1.01 ± 0.75 2.72 ± 2.37 1.8 ± 0.86 Bobot Basah Akar (g) 8.78 ± 3.88 24.6 ± 16.2 5.94 ± 3.28 Bobot Kering Akar (g) 1.55 ± 0.69 3.01 ± 2.58 1.71 ± 1.08 Tinggi Tanaman (cm) 26.93 ± 4.45 36.28 ± 5.16 21.50 ± 3.06

Jumlah Rumpun 3.5 ± 1.38 4 ± 0.816 5.9 ± 1.97

Jumlah Bunga 0.6 ± 0.516 1.2 ± 0.919 1.2 ± 1.14 Diameter Rumpun (cm) 1.44 ± 0.60 2.35 ± 0.72 1.57 ± 0.42 Panjang Daun (cm) 9.70 ± 1.84 12.52 ± 2.09 7.69 ± 1.42 Lebar Daun (cm) 7.88 ± 1.99 11.10 ± 2.07 5.92 ± 1.64

Keterangan: ± = Standar Deviasi

Poh-pohan (Pilea melastomoides)

(32)

(a) (b)

Gambar 4. Kondisi tanaman poh-pohan di lapang (a) Cipanas yang ditanam dekat air (b) Tasikmalaya yang ditanam di lahan kering.

Persemaian. Pada tanaman poh-pohan persemaian dilakukan menggunakan stek batang yang sudah agak tua atau menggunakan bijinya. Stek batang dilakukan menggunakan batang ruas 2 - 3 buah lalu semaikan hingga muncul tunas-tunas baru. Tiga atau empat minggu kemudian baru dipindahkan ke lapangan. Selama di persemaian di siram secara teratur.

Jarak tanam. Pada tanaman poh-pohan jarak tanam yang digunakan untuk menanam bervariasi. Di daerah Ciapus dan Cipanas, petani menggunakan jarak tanam 25 cm x 25 cm, sedangkan di Tasikmalaya jarak tanam yang digunakan adalah 50 cm x 50 cm.

Panen. Panen tanaman poh-pohan pertama dilakukan pada umur tanaman berusia ± 6 minggu. Frekuensi panen yang dilakukan setiap lahan berbeda. Pada lahan Ciapus dilakukan dua minggu sekali, sedangkan di Cipanas dan Tasikmalaya, panen dilakukan satu minggu sekali.

[image:32.595.109.488.83.490.2]
(33)

Tabel 4. Data rata-rata berbagai peubah poh-pohan per tanaman pada umur ± 8 minggu setelah tanam

Peubah Ciapus Cipanas Ciampea

Bobot Basah Daun (g) 52.6 ± 36.7 123.7 ± 94 35.7 ± 18.3 Bobot Kering Daun (g) 6.0 ± 4.1 10.6 ± 13.5 3.5 ± 2.18 Bobot Basah Akar (g) 34.3 ± 27.1 84.3 ± 65.2 10.67 ± 6.6 Bobot Kering Akar (g) 6.27 ± 4.69 12.05 ± 9.05 2.25 ± 1.26 Lebar Daun (cm) 9.95 ± 2.81 4.93 ± 1.11 5.63 ± 0.89 Tinggi Tanaman (cm) 64.8 ± 13.5 23.0 ± 11.9 18.5 ± 10.5 Panjang Daun (cm) 15.40 ± 4.31 8.05 ± 2.08 12.63 ± 5.27 Diameter Batang (cm) 0.733 ± 0.189 0.954 ± 0.28 0.71 ± 0.129

Jumlah Daun 25.5 ± 15.7 55.8 ± 38.5 19.2 ± 13.6

Jumlah Bunga 4.6 ± 7.5 1.1 ± 1.4 0.3 ± 0.7

Jumlah Cabang 1.3 ± 1.95 3.7 ± 1.49 2.8 ± 0.632

Keterangan: ± = Standar Deviasi

Leunca (Solanum americanum Miller)

(34)

(a) (b) (c)

Gambar 5. Kondisi tanaman leunca di lapang. (a) Tanaman di Ciapus ditanam di bawah tegakan pohon sebagai sistem tumpang sari (b) Pertanaman di Cipanas (c) pertanaman di Ciampea yang lebih intensif dibandingkan daerah lain.

Persemaian. Pada tanaman leunca, biji diambil dari buah yang sudah tua atau buah yang sudah berwarna keunguan. Biji lalu dikeringkan kemudian disemai langsung ke tanah. Sekitar berumur 3 minggu, tanaman leunca baru dipindahkan ke lapang dengan menggunakan jarak tanam yang digunakan petani.

Jarak tanam. Jarak tanam yang digunakan pada tanaman leunca di Ciapus dan Cipanas adalah 50 cm x 50 cm, sedangkan jarak tanam yang digunakan petani di daerah Ciampea adalah jarak tanam 75 cm x 75 cm.

Panen. Panen buah leunca dilakukan dengan cara memetik buah yang sudah matang buahnya berwarna hijau maupun keunguan. Frekuensi panen pada lahan yang berada di Ciapus dan Cipanas panen dilakukan seminggu sekali, sedangkan untuk lahan Leuwiliang panen dilakukan empat hari sekali. Perbedaan tersebut diduga ada kaitannya dengan perbaikan tindakan agronomi yang dilakukan oleh petani dan agroekologi yang berbeda.

[image:34.595.111.511.90.629.2]
(35)
[image:35.595.112.512.119.357.2]

Tabel 5. Data rata-rata berbagai peubah leunca per tanaman pada umur ± 6 minggu setelah tanam

Peubah Ciapus Cipanas Ciampea

Bobot Basah Buah (g) 8.75 ± 6.96 21.4 ± 16 31.2 ± 30 Bobot Kering Buah (g) 0.77 ± 0.62 1.98 ± 2.21 14.2 ± 17.2 Bobot Basah Daun (g) 40.4 ± 27.4 107.4 ± 90.6 110 ± 52.1 Bobot Kering Daun (g) 8.12 ± 5.55 15.4 ± 11 20.9 ± 11.1 Bobot Basah Akar (g) 17.04 ± 9.17 49.6 ± 40.7 28.7 ± 14.9 Bobot Kering Akar (g) 5.54 ± 3.02 7.93 ± 6.22 11.28 ± 6.3

Jumlah Bunga 3 ± 2.9 7.3 ± 5.6 16.2 ± 9.3

Jumlah Cabang 5.1 ± 3.7 5.3 ± 3.2 3.4 ± 2.1

Tinggi Tanaman (cm) 32.95 ± 6.34 23.1 ± 11.3 12.9 ± 13.5

Jumlah Buah 9.9 ± 7.9 25.7 ± 15.0 13.3 ± 12.9

Diameter Batang (cm) 0.651 ± 0.179 0.995 ± 0.41 0.952 ± 0.33 Panjang Daun (cm) 7.93 ± 1.22 5.48 ± 2.23 7.54 ± 1.51 Lebar Daun (cm) 5.65 ± 1.66 3.12 ± 1.11 5.44 ± 1.26 Diameter Buah (cm) 0.871 ± 0.181 0.887 ± 0.15 0.898 ± 0.478

Keterangan: ± = Standar Deviasi

Jumlah Stomata

Stomata yang diamati pada penelitian ini diambil tidak berdasarkan pada umur daun yang sama. Sejarah daun pengambilan stomata juga tidak diamati. Stomata merupakan porus yang terdapat pada epidermis yang masing-masing

dibatasi oleh dua buah “guard cell” atau sel penjaga. Stomata pada umumnya terdapat pada bagian-bagian yang berwarna hijau, terutama pada daun-daun. Pengamatan stomata yang dilakukan pada tanaman kenikir, genjer, poh-pohan dan leunca diambil dari sampel stomata daun bagian bawah. Pada daun-daun yang berwarna hijau, stomata akan terdapat pada kedua permukaan, atau terdapat pada permukaan bagian bawah (Sutrian, 1992).

(36)

Tabel 6. Rata-rata jumlah stomata pada tanaman kenikir, genjer, poh-pohan dan leunca per lokasi studi dengan perbesaran 40 x 10 Nama Komoditas Ciapus Cipanas Ciampea Tasikmalaya

Kenikir 26 18 11 -

Genjer - 15 15 22

Poh-pohan 20 3 - 1

Leunca 28 15 11 -

Keterangan: - = tidak diamati

Jumlah stomata pada tanaman kenikir yang diambil dari daerah Ciapus berjumlah sekitar 26 buah yang terlihat pada Gambar 6 (a). Daerah Cipanas berjumlah sekitar 18 buah yang terlihat pada Gambar 6 (b). Daerah Ciampea memiliki jumlah stomata yang berjumlah 11 yang ditunjukkan pada Gambar 6 (c).

(a) (b) (c)

Gambar 6. Foto daun dengan perbesaran 40 x 10 yang menunjukkan adanya stomata kenikir asal lokasi berbeda pada (a) Ciapus (b) Cipanas (c) Ciampea

(37)

(b) (b) (c)

Gambar 7. Foto daun dengan perbesaran 40 x 10 yang menunjukkan adanya stomata genjer asal lokasi berbeda pada (a) Tasikmalaya (b) Cipanas (c) Ciampea.

Stomata pada tanaman poh-pohan untuk daerah Ciapus memiliki jumlah 20 yang terlihat pada Gambar 8 (a). Pada daerah Cipanas diperoleh 3 terlihat pada Gambar 8 (b). Daerah Tasikmalaya sendiri memiliki jumlah stomata hanya 1 yang ditunjukkan pada Gambar 8 (c). Hal ini diduga karena kesalahan pada saat proses pengambilan stomata, yaitu belum terlalu kering pada saat diambil.

(a) (b) (c)

Gambar 8. Foto daun dengan perbesaran 40 x 10 yang menunjukkan adanya stomata poh-pohan asal lokasi berbeda pada (a) Ciapus (b) Cipanas (c) Tasikmalaya.

[image:37.595.100.512.79.840.2]
(38)

Jumlah stomata yang dihasilkan pada tanaman leunca sangat beragam. Pada daerah Ciapus memiliki jumlah stomata yang lebih banyak dibandingkan daerah lainnya yaitu berjumlah 28 buah yang terlihat pada Gambar 9 (a). Pada daerah Cipanas sendiri memiliki jumlah stomata 15 buah terlihat pada Gambar 9 (b). Pada daerah Ciampea memiliki jumlah stomata yang paling sedikit dibandingkan daerah lainnya yaitu 11 ditunjukan pada Gambar 9 (c).

(a) (b) (c)

Gambar 9. Foto daun dengan perbesaran 40 x 10 yang menunjukkan adanya stomata leunca asal lokasi berbeda pada (a) Ciapus (b) Cipanas (c) Ciampea.

Aspek Gizi

Kristal Oksalat

Kristal oksalat merupakan sesuatu yang dapat mempengaruhi rasa terhadap sayuran (Endang et al., 1998). Bentuk kristal CaOx bervariasi dan umumnya berbentuk sebagai raphides, druses, styloids, prisma dan pasir kristal (Ilarslan et al., 1997). Prychid dan Rudall (1999) dalam Dane (2004) melaporkan bahwa ada tiga jenis utama kristal CaOx sebagai raphids, styloids dan druses di monokotil dan druses relatif banyak ditemukan di dikotil.

(39)

sayuran yang telah di maserasi. Gambar 10 (a) menunjukkan bentuk kristal oksalat dari tanaman kenikir yang berbentuk styloid. Bentuk styloid (jarum) menyerupai bentuk seperti tabung. Pada tanaman genjer bentuk kristal oksalat menyerupai prismatik ditunjukkan pada Gambar 10 (b). Pada tanaman poh-pohan didapatkan bentuk kristal oksalat menyerupai druses (Gambar 10 c). Pada tanaman leunca bentuk dari kristal oksalat yaitu berbentuk menyerupai styloid yang ditunjukkan pada Gambar 10 (d). Namum pada penelitian ini, kandungan asam oksalat yang merupakan prosedur kristal oksalat tidak diamati. Onate dan Josefa (1986) menjelaskan asam oksalat yang berkombinasi dengan kalsium akan membentuk garam larut dan menyebabkan kalsium tidak tersedia bagi tubuh.

(a) (b) (c) (d)

Gambar 10. Kristal oksalat dengan perbesaran 40 x 10 pada tanaman sayuran indigenous di Jawa Barat (a) Kenikir (b) genjer (c) poh-pohan (d) leunca.

Adanya kristal oksalat tersebut memerlukan kajian lebih mendalam, mengingat konsumsi makanan yang mengandung kristal oksalat dapat mempengaruhi kesehatan jika dikonsumsi secara berlebihan. Kristal oksalat akan berdampak buruk bagi penderita penyakit batu ginjal dan menimbulkan rasa nyeri pada tubuh. Kristal oksalat akan menimbulkan rasa gatal dimulut.

(40)

tersebut dapat berdampak langsung pada hilangnya vitamin dan nutrisi penting yang terkandung pada sayur. Menurut Franceschi dan Horner (1980) dalam Dane dan Ciler (2004), kandungan kristal oksalat pada tanaman dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan seperti suhu, tekanan, pH tanah, dan kesuburan tanah. Perlu penelitian lebih lanjut faktor-faktor yang mempengaruhi kandungan oksalat pada sayuran indigenous untuk menjamin keamanan pangan.

Gizi

Sayuran adalah sumber utama vitamin, mineral, dan serat pangan. Sayuran bahkan dapat berperan penting dalam meningkatkan kualitas gizi makanan. Hal ini dapat melalui penyeimbangan gizi dalam makanan dan melalui pengubahan kebiasaan makan yang menguntungkan masyarakat, terutama bagi menu yang terbatas (Rubatzky, 1998). Tanaman sayuran indigenous memiliki sumber vitamin, mineral, serta serat pangan.

(41)
[image:41.595.107.491.61.825.2]

Gambar 11. Proporsi senyawa kimia pada tanaman kenikir

Gambar 12. Kromatogram tanaman kenikir menggunakan GC-MS

Asam lemak adalah senyawa yang paling besar pada tanaman genjer yang kemudian diikuti oleh senyawa seperti zat anti gizi, terpenoid, alkana, asam palmitat, alkohol, benzena serta zat lainnya (Gambar 13). Hasil kromatogram tanaman genjer dengan analisis GC-MS dapat dilihat pada Gambar 14. Kromatogram tertinggi pada menit ke 32.03 yang ditunjukkan oleh senyawa 9- Octadecenoic acid (Z) - 2-hydrox.

Asam Lemak 30%

Antioksidan 13% Lain-lain

19% Asam

Palmitat 9%

Alkohol 11%

(42)
[image:42.595.106.492.92.621.2]

Gambar 13. Proporsi senyawa kimia pada tanaman genjer

Gambar 14. Kromatogram tanaman genjer menggunakan GC-MS

Asam lemak adalah senyawa yang paling besar pada tanaman poh-pohan yang kemudian diikuti oleh senyawa seperti zat anti gizi, asam palmitat, terpenoid, alkana, benzena, alkohol, keton dan lain-lain (Gambar 15). Hasil kromatogram tanaman poh-pohan dengan analisis GC-MS dapat dilihat pada

Asam lemak 28%

Antioksidan 3% Lain - lain

19% Alkana

9% Alkohol

6% Benzena

4%

Terpenoidit 11%

(43)
[image:43.595.111.475.135.638.2]

Gambar 16. Kromatogram tertinggi pada menit ke 32.00 yang ditunjukkan oleh senyawa 9- Octadecenoic acid (Z)-, 2-hydrox.

Gambar 15. Proporsi senyawa kimia pada tanaman poh-pohan

Gambar 16. Kromatogram tanaman poh-pohan menggunakan GC-MS

Asam lemak adalah senyawa yang paling besar pada tanaman leunca yang kemudian diikuti oleh senyawa seperti zat anti gizi, asam palmitat, alkohol,

Lain-lain 22%

Alkana 7% Benzena

4% Alkohol

6% Terpenoid

6% Asam

Palmitat 9% anti gizi

22% Asam Lemak

(44)
[image:44.595.108.472.122.754.2]

antioksidan, dan lain-lain (Gambar 17). Hasil kromatogram tanaman leunca dengan analisis GC-MS dapat dilihat pada Gambar 18. Hasil kromatogram menunjukkan kepekatan tertinggi psada menit ke 32.01 yang ditunjukkan oleh senyawa 9-Octadecenoic acid (Z)- , 2-hydrox.

Gambar 17. Proporsi senyawa kimia pada tanaman leunca

Gambar 18. Kromotogram tanaman leunca menggunakan GC-MS Lain-lain

41%

Antioksidan 3% Alkohol

3% Asam

Palmitat 7% Anti gizi

22% Asam Lemak

(45)

Asam lemak adalah bentuk ester organik rantai panjang dan alkohol seperti gliserol. Asam lemak yang terkandung dalam sayuran indigenous

[image:45.595.103.520.166.755.2]

umumnya adalah 9- Octadecenoic acid (Z) - 2-hydrox, linoleic acid butyl ester, 9,12- Octadecenoic Acid (Z, Z)-, 9- Octadecenoic Acid (Z)-, 2,3-Dihydro. Senyawa tersebut dimiliki oleh keempat tanaman indigenous (Tabel 7).

Tabel 7. Kelompok asam lemak yang terkandung dalam tanaman sayuran

indigenous

Nama Senyawa Nama Tanaman

Kenikir Genjer Poh-Pohan Leunca* Octanoic Acid (CAS) $$ Caprylic Ac √

9,12,15- Octadecatrienoic Acid, Met √ √ √

9-Octadecenoic Acid (Z)- (CAS) $$ √ √ Octadecanoic Acid (CAS) $$ Stearic √

9-Octadecenoic Acid (Z)- (CAS) $$ √ √ √

9- Octadecenoic Acid (Z) -, 2-Hydrox √ √ √ √

Cholesta-3, 5-Diene (CAS) $$ Choles √

Linoleic Acid, Butyl Ester √ √ √ √

9,12- Octadecenoic Acid (Z, Z)-, √ √ √ √

Glycerine-1-Oleate-3 Palmitate √ √

9- Octadecenoic Acid (Z)-, 2,3-Dihy √ √

6,7,9- Trimethoxy-3-Methylbenzo √

Tetradecanoic Acid, Methyl Ester √ Octadecanoic Acid, Methyl Ester (C √

Linoleic Acid √ √

9-Octadecenoic Acid (Z)-, 2,3-Dihy √

Glycerine-1-Oleate-Palmitate √

9,12 -Octadecadienoic (Z,Z)-, √

9,17- Octadecanoic Acid (CAS) $$ Stearic √

Octadecanoic Acid (CAS) $$ Stearic √

10-Undecenoic Acid, Methyl Ester √

8.11- Octadecadienoic Acid, Methyl √

9- Octadecenoic Acid (Z)- Methyl E √

(46)
(47)

Tabel 8. Kelompok anti gizi yang terkandung dalam tanaman sayuran

indigenous

Nama senyawa Nama Tanaman

Kenikir Genjer Poh-pohan Leunca*

Phenol (CAS) $$ Izal $$ ENT 1814 $ √ √

Cyclohexanone, 2-methyl- (CAS) $$ √

Germacrene- D √ √

Butanoic acid, silver (1+) salt (CA √

9,17- Octadecadienal, (Z)- (CAS) $$ √ √ √ √

Cyclopentadecanone, 2-hydroxy- √ √

4-chloro-6-methyl-3- (N-(para-metho √ 6-methoxy-1-indol-2-yl-.beta.-carb √ 6a.bet.,8,9,14b-tetrahydro-14b.be √

2 (1h) - Pyridinone, 3,5,6- Trichloro- √ 2,4 - Imidazolidinethione, 5-ethyl-5 √ bicyclo [7.1.0] dec-2-ene $$ Bicycl √ Isothujopsene-5, 14-Diylborane. B-E √

9,12 - Octadecadienal (CAS) √

cacospongia none A √

1- (2,4-dinitrophenyl)-3-(p-methoxy √ 1,1-Hydrazinedicarboxylic acid, 2- √ Stigmastane-3, 6-dione, (5.alpha.)- √

Lanost-9 (11)-en-18-oic acid, 23-(a √ √

1,1-Hydrazinedicarboxylic acid, 2- √ di (methyl) 1-ethyl-2, 9-dihydro-1H- √

6,7,9-Trimethoxy-3-methylbenzo √

2,3 -dihydro-3, 5-dihydroxy-6- methyl √

2- Propenoic acid, 3-(4-hydroxy-3-m √

9,12,15 -Octadecatrienal (CAS) √

8- Nonen-2-one (CAS) √

9H- Purine, 6 - methyl-9- (trimethylsi √

5-Hydroxy-4-pyrimidinethione √

Cyclobutylsilane silane, cyclob √

4- Bromo- 2,5-dimethoxyamphetamine √

1,3-oxathiane, 6-methyl- (CAS) √

2- Methylthio-4- (m-bromopheynil)-3H √

1 (N) - acetyl-4.6-dibromo-2-methylth √

pentacarbonyl (1-t-butyl-3-cyclohex) √

tetracarbonyl (2Z, 4E)- 3- diethylami √

Cyclopentadecanone, 2- Hydroxy √

1,2,3,5 -tetra-p-biphenylybenzene √

9-Octadecenal, (Z) -(CAS) CIS-O √

Maytansine √

[image:47.595.83.530.105.760.2]
(48)

Alkohol merupakan suatu golongan gugus fungsi tertentu dengan rumus R-OH. Menurut Rubatzky (1998) beberapa alkohol merupakan racun saraf. Alkohol yang terkandung dalam sayuran indigenous yang paling dominan adalah phytol dan di- (9-octadecenoyl)-glycerol (Tabel 13). Phytol merupakan senyawa kimia yang mempunyai manfaat berupa sumber vitamin E dan vitamin K. Senyawa kimia Di- (9-octadecenoyl)-glycerol merupakan vitamin yang berguna untuk melembabkan kulit kering.

Tabel 9. Kelompok alkohol yang terkandung dalam tanaman sayuran

indigenous

Nama senyawa Nama Tanaman

Kenikir Genjer Poh-pohan Leunca*

1H - Imidazole-2- methanol (CAS) 2 √

Ribitol (CAS) $$ Adonite √

Xylitol (CAS) $$ Xylite $$ pentane √

Phytol √ √ √ √

Di- (9-Octadecenoyl)-Glycerol √ √ √

Ethanol, 2-(diethylamio)- (CAS) $ √

Geranyl Linalool Isomer √

1-Napthalene methanol, decahydro-5 √

Hexadecanal, 2-methyl- (CAS) $$ 2- √

Cholest-5-en-3-ol (3.beta.)- (CAS) √

Keterangan: √= tanaman yang memiliki senyawa tersebut *= buah

(49)

Tabel 10. Kelompok asam palmitat yang terkandung dalam tanaman sayuran indigenous

Nama senyawa Nama Tanaman

Kenikir Genjer Poh-pohan Leunca*

Hexadecanoic acid (CAS) $$ Palmiti √ √ √ √

Hexadecanoic acid, 2-hydroxy-1-(hy √ √ √ √

Hexadecanoic acid, 2-hydroxy-1,3-p √ √

9-Hexadecenoic acid, methyl ester, √

Hexadecanoic acid, methyl ester (C √ √

Hexadecanoic acid, 2,3-dihydroxypr √

Hexadecanedioic acid (CAS) $$ Thap √

3,5,9 - Trioxa-4-phosphapentacosan-1 √

Keterangan: √= tanaman yang memiliki senyawa tersebut * = buah

Benzena merupakan senyawa golongan aromatik karena berbau sedap. Struktur Benzena dituliskan sebagai cincin dengan enam atom karbon yang mengandung tiga buah ikatan tunggal dan tiga buah ikatan rangkap yang berselang seling. Kerangka atom karbon dalam benzena membentuk segi enam beraturan.

Benzena yang terkandung dalam sayuran indigenous ini tidak memiliki senyawa dominan (Tabel 11). Benzena yang terkandung dalam sayuran

indigenous berkisar antara 3-9%. Menurut Daniel (2006) kelompok benzena memiliki manfaat sebagai obat-obatan. Hal ini masyarakat dapat memanfaatkan sayuran indigenous sebagai tanaman yang memiliki khasiat obat.

Tabel 11. Kelompok senyawa benzena yang terkandung dalam tanaman sayuran indigenous

Nama senyawa Nama Tanaman

Kenikir Genjer Poh-pohan Leunca 1 - (p- cyanobenzylidene) -5- ( n, n - dime √

7 - Oxabicyclo [4.1.0] heptane, 1-meth √ 14- azabicyclo [11.2.0] tetradeca-2,1 √

1,2 -Bezenediol,3-fluoro- (CAS) $ √

Mixture Of Bis (N,N-Dipentylthiocar √

(50)

Terpenoid merupakan suatu golongan hidrokarbon yang banyak dihasilkan oleh tumbuhan dan terutama terkandung pada getah dan vakuola sel. Pada tumbuhan, senyawa-senyawa golongan terpena dan modifikasinya, terpenoid, merupakan suatu senyawa hasil metabolit sekunder. Hasil analisis GC-MS menunjukkan bahwas senyawa terpenoid ditemukan dalam tanaman genjer dan poh-pohan (Tabel 12). Fungsi dari terpenoid merupakan senyawa yang menimbulkan aroma dan rasa yang khas. Menurut Daniel (2006) terpenoid akan menimbulkan rasa pahit pada sayuran dan memberikan efek menghilangkan zat manis terhadap kelompok lain.

Tabel 12. Kelompok senyawa terpenoid yang terkandung dalam tanaman sayuran indigenous

Nama senyawa Nama Tanaman

Kenikir Genjer Poh-pohan Leunca

4- vinyl-2- methoxy-phenol √

Pyrazine, methoxy- (CAS) $$ 2-Meth √ 1,2,3,4,5,6 - hexachloro-7- <4- [chlor √ 2,5-diphenyl-3-(2-furoyl)pyrrole $ √

Valeranone, (+)- $$ 1 (2H)- Naphthal √

Dihydro Valencene √

3,17 - di (diethylsilyl)-15, 16-diethy √

Keterangan: √= tanaman yang memiliki senyawa tersebut *= Buah

(51)

Tabel 13. Kelompok senyawa alkana yang terkandung dalam tanaman sayuran indigenous

Nama senyawa Nama Tanaman

Kenikir Genjer Poh-pohan Leunca* 2,5 - Dichloro-1- phenyl-2- pentene √

Methyl Trans-Communate $$ Methyl E √ 4-,,inside''-Methyl-endo,exo-tetra √

5- Decyne (CAS) $$ 5-C12H22 √

3,4-Dioxo-3, 4-Secoclavulara-17-Ene √

Heptaethylvinyloctasilsesquioxane √

1- (1,3- Butadiene-2-Yl)- Cyclopentan √

isovoafolidine $$ voafoline, 2'-hy √

Keterangan: √= tanaman yang memiliki senyawa tersebut *= Buah

Antioksidan merupakan sebutan untuk zat yang berfungsi melindungi tubuh dari serangan radikal bebas. Yang termasuk ke dalam golongan zat ini antara lain vitamin, polipenol, karotin dan mineral. Secara alami, zat ini sangat besar peranannya pada manusia untuk mencegah terjadinya penyakit. Antioksidan melakukan semua itu dengan cara menekan kerusakan sel yang terjadi akibat proses oksidasi radikal bebas. Pada tanaman sayuran indigenous senyawa antioksidan yang paling dominan adalah 1,4- Benzenediol (Cas) $$ Hydroquin.

Tabel 14. Kelompok senyawa antioksidan yang terkandung dalam tanaman sayuran indigenous

Nama senyawa Nama Tanaman

Kenikir Genjer Poh-pohan Leunca* Dimethyl Ester Of Tartronic Acid √

4h- pyran-4-one, 2,3-dihydro-3, 5-di √

1,4- Benzenediol (Cas) $$ Hydroquin √ √

Decanoic acid, silver (1+) salt (CA √

Cholesterol √

bis [2,4,6-tri (t-butyl) phenylseleno √

1 - Tetradecanethiol, 3,3,4,4,5,4,6, √

(52)

Menurut Rubatzky (1998) potensi genetik tanaman adalah pengendali utama yang menentukan jenis dan jumlah zat gizi yang dihasilkan. Potensi ini sering tidak terlihat jelas karena ada faktor lain yang berpengaruh terhadap perkembangan, hasil dan kualitas tanaman seperti tindakan agronomi. Lingkungan pertumbuhan adalah faktor penting lain yang mempengaruhi gizi tanaman. Suhu, cahaya dan zat gizi tanaman secara sendiri-sendiri atau kolektif berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Jika salah satu komponen menjadi pembatas, maka pertumbuhan tanaman ataupun produksi senyawa terkait akan terhambat atau bahkan menghasilkan lebih besar.

Terkait dari efek senyawa-senyawa tersebut bagi kesehatan, masih perlu penelitian lebih lanjut. Banyak faktor yang menyebabkan senyawa tertentu tersedia atau tidak pada saat konsumsi. Penanganan pasca panen yang baik dapat mempertahankan nilai gizi sayuran yang bermanfaat, demikian juga sebaliknya. Laju penyusutan kandungan zat gizi sangat dipengaruhi oleh waktu dan kondisi penyimpanan. Penyusutan zat gizi dapat terjadi selama panen dan selama penanganan pasca panen akibat kerusakan produk. Faktor lain yang mempengaruhi ketersediaan senyawa tersebut pada saat konsumsi adalah cara penyajian makanan. Pengeringan, perebusan dan pemasakan dapat mengurangi kandungan zat-zat anti gizi pada bahan pangan. Oleh karena itu, terkait tanaman sayuran indigenous yang memiliki senyawa anti gizi yang cukup signifikan seperti kenikir, genjer, poh-pohan dan leunca perlu adanya rekayasa cara persiapan pangan sehingga dampak negatif yang mungkin timbul dapat diminimalisir.

Rantai Pemasaran

(53)

Pasar Anyar merupakan pasar yang menjual kebutuhan sayur mayur, sembako dan sebagainya. Pasar ini menjual berbagai sayuran baik sayuran konvensional maupun sayuran tradisional. Di Pasar Anyar terdapat pedagang sayuran indigenous yang jumlahnya tujuh pedagang. Pedagang tersebut mendapatkan sayuran-sayuran tersebut dari pasar besar yaitu Pasar Bogor.

Pasar Bogor merupakan salah satu pusat pasar di Bogor sebagai pasar grosir yaitu pembelian dalam jumlah besar. Pasar Bogor ini merupakan kumpulnya para tengkulak dan salah satunya adalah tengkulak sayuran

indigenous. Para tengkulak mengumpulkan sayuran-sayuran dari petani yang selanjutnya dibawa ke pasar. Umumnya, pedagang di pasar memperoleh sayuran dari tengkulak yang sama. Satu orang pedagang membawa 30 kg poh-pohan, 10 kg kenikir, 50 kg leunca, serta 40 kg genjer dalam satu hari. Sayuran tersebut didistribusikan pada pedagang eceran telah memesan yang selanjutnya akan dijual pada pasar-pasar kecil di sekitar Bogor ataupun Jakarta. Pedagang menjual sayuran indigenous sayuran lain secara bersamaan. Sayuran tersebut diikat dengan satuan harga bukan berdasarkan bobot. Setiap ikat sayuran tersebut berkisar antara Rp 500, – Rp 2 000, dengan bobot sekitar 100 gram sampai 200 gram (Gambar 19).

(54)
[image:54.595.145.442.82.298.2]

Gambar 19. Kondisi sayuran indigenous (kenikir, kemangi, dan pucuk kemang) di Pasar Bogor.

B B, C

B, C C

T B, C T, B

B, C

Keterangan: B: Bogor C: Cianjur T: Tasikmalya

Tengkulak

Ke pasar

Warung

Konsumen

Pedagang keliling

Gambar 20. Pola distribusi diambil dari 7 petani tanaman sayuran indigenous dari petani hingga ke tangan konsumen.

[image:54.595.115.420.339.713.2]
(55)

Pola distribusi sayuran indigenous untuk sampai ke tangan konsumen sangat beragam. Kondisi ini terlihat di tiga lokasi yang berbeda pula (Gambar 20). Pada daerah Tasikmalaya petani tanaman sayuran indigenous menjual sayuran tersebutke konsumen atau pedagang keliling. Hal ini diduga akibat jauhnya pasar yang berada di daerah tersebut. Pada daerah Cianjur dan Bogor memiliki pola distribusi yang sama. Hal ini diduga mudahnya petani menjangkau segala sasaran pasar. Petani menjual tanaman sayuran indigenous melalui tengkulak, ke pasar, ke warung, didagangkan dengan berkeliling atau dijual langsung ke tangan konsumen.

Nilai Ekonomi

Harga Sayuran Indigenous. Harga menjadi salah satu alasan utama para konsumen sayuran indigenous dalam membeli sayuran tersebut. Harga sayuran

indigenous relatif murah dibandingkan sayuran-sayuran konvensional. Sayuran tersebut bila dibandingkan dengan sayuran seperti wortel, timun atau lainnya termasuk murah sehingga lebih terjangkau oleh masyarakat.

Kurang dari satu persen konsumen menyatakan bahwa sayuran indigenous

(56)

Nama Komoditas Klasifikasi Harga (%)

Murah Sedang Mahal

Kenikir 64.5 24.7 0.3

Genjer 83.9 10.4 0.4

Poh-pohan 75.7 13.1 0.8

Leunca 67.2 32.4 0.4

Keterangan: pembanding harga adalah sayuran konvensional (wortel atau timun) n = jumlah responden

Kemudahan Menemukan Sayuran Indigenous. Sayuran indigenous baik di pedesaan maupun di perkotaan mudah ditemukan namun tergantung terhadap komoditasnya. Hampir 50% konsumen menyatakan bahwa untuk sayuran kenikir serta genjer mudah ditemukan. Sementara itu, untuk sayuran poh-pohan dan leunca lebih dari 70% menyatakan mudah ditemukan dan kurang dari 15% menyatakan agak sulit ditemukan. Kurang dari 5% responden menyatakan bahwa sayuran-sayuran tersebut sulit ditemukan. Berdasarkan data tersebut artinya produksi sayuran indigenous ini cukup tersedia dan para petani memproduksi sayuran indigenous dalam jumlah cukup. Dari hasil wawancara di lapang, satu penjual rata-rata membawa 20 kg per hari poh-pohan, 40 kg leunca, 3 kg kenikir per hari, dan 20 kg genjer per hari.

Tabel 16. Persentase konsumen memperoleh pedagang sayuran

indigenous (n=90).

Nama Komoditas Klasifikasi Menemukan (%)

Mudah Agak Sulit Sulit

Kenikir 46.5 41.9 0.0

Genjer 48.5 43.5 3.5

Poh-pohan 72.9 10.3 2.4

Leunca 86.7 12.3 0.0

Keterangan : n = 90 responden

(57)

memesan (Gambar 20). Kurang dari 15% konsumen menyatakan memperoleh dari pedagang keliling atau tukang sayur yang menjual dagangannya dari rumah ke rumah. Hampir 45% konsumen memperoleh sayuran indigenous tersebut di warung yang merupakan warung sayuran di sekitar tempat tinggal. Sebanyak 36% menjawab bahwa sayuran indigenous tersebut diperoleh dari pasar sayuran yaitu pasar yang menjual aneka sayuran baik sayuran konvensional maupun tradisional. Kurang dari 5% konsumen menjawab perlu memesan terlebih dahulu untuk memperoleh sayuran indigenous karena tidak setiap hari pedagang menjual. Alasan utama pedagang adalah adanya fluktuasi pembeli.

Keterangan : n = 90 responden

Gambar 21. Persentase tempat konsumen membeli sayuran indigenous

Dampak Mengkonsumsi Sayuran Indigenous. Hampir 50% konsumen menyatakan bahwa sayuran-sayuran indigenous menyehatkan (Gambar 22). Artinya, konsumen berpendapat sayuran tersebut layak konsumsi dan menyehatkan bagi tubuh. Hasil data tersebut merupakan pendapat subyektif, yang memiliki nilai sudut pandang berbeda-beda terhadap sayuran. Sekitar 20% konsumen menganggap setelah mengkonsumsi sayuran tersebut tidak merasakan sesuatu yang khusus terhadap tubuh. Tidak merasakan adanya pengaruh positif atau negatif dari mengkonsumsi sayuran tersebut dapat terjadi karena tidak menghasilkan sesuatu yang khusus atau memang tidak berpengaruh. Pendapat

14.0 45.0 36.0 0.0 0,0 5,0 10,0 15,0 20,0 25,0 30,0 35,0 40,0 45,0 50,0 Pedagang Keliling

Warung Pasar Pesanan

(58)

tersebut tentunya sangat tergantung pada kondisi kesehatan dan status gizi konsumen. Namun demikian, terdapat konsumen (<10%) menyatakan bahwa sayuran indigenous mempengaruhi kesehatan seperti mual, sakit perut, pusing-pusing atau asam urat. Namun demikian, sekitar 20% konsumen menyatakan bahwa tidak ada dampak negatif maupun positif yang ditimbulkan setelah mengkonsumsi sayuran indigenous.

Gambar 22. Dampak yang dirasakan responden terhadap kebiasaan mengkonsumsi sayuran indigenous

Dasar Pilihan Konsumen. Pada saat konsumen telah memilih sayuran

indigenous, mereka memilih berdasarkan kriteria ukuran, warna, dan rasa. Sebanyak 35% konsumen menyatakan bahwa rasa menjadi alasan pertama mereka memilih. Rasa yang dimaksud adalah memiliki aroma yang kuat, enak, serta segar atau dapat meningkatkan selera makan. Sebanyak 25% konsumen menjawab berdasarkan warna sayuran. Warna sayuran yang menarik, cerah dan segar dimata lebih menarik konsumen untuk mengkonsumsi sayuran indigenous. Kurang dari 15% konsumen menyatakan ukuran dari sayuran indigenous ini berarti bahwa ukuran menjadi pertimbangan terakhir dalam pemilihan. Pada kelompok konsumen terakhir tidak mempermasalahkan apabila tanaman sayuran indigenous

tersebut memiliki ukuran yang besar atau kecil (Gambar 23). 19.4 48.3 12.1 19.8 0,0 10,0 20,0 30,0 40,0 50,0 60,0

[image:58.595.124.491.205.451.2]
(59)

Konsumen memperoleh tanaman sayuran indigenous dari pedagang, sedangkan pedagang memperoleh dari pasar. Ada sebagian kecil petani yang berperan juga sebagai pedagang. Konsumen rata-rata memperoleh sayuran tersebut ± 20 jam sejak sayuran dipanen. Dibandingkan dengan sayuran konvensional, sayuran indigenous lebih cenderung mudah layu seperti poh-pohan dan kenikir. Hal ini diduga belum adanya penanganan pasca panen yang baik pada sayuran indigenous.

Gambar 23. Faktor yang menentukan konsumen dalam memilih sayuran

indigenous

Aspek Konsumsi

Aspek konsumsi menyangkut pengolahan bahan makanan hingga siap untuk dikonsumsi, partisipasi anggota dalam mengkonsumsi, palatabilitas (tingkat kesukaan) masing-masing anggota keluarga secara umum dan frekuensi mengkonsumsi. Aspek tersebut digali dari responden melalui kuisioner yang telah disediakan. Aspek menyangkut aspek pasar yang ada, kendala-kendala yang perlu diperhatikan dalam penggabungan tanaman dan kecenderungan-kecenderungan yang ada dalam masyarakat. Data juga dapat dimanfaatkan sebagai pertimbangan untuk melakukan kegiatan sosialisasi dan penyuluhan pada masyarakat.

12.2

22.6

30.3

0,0 5,0 10,0 15,0 20,0 25,0 30,0 35,0

Ukuran Warna Rasa

Ju

m

lah

(

%

(60)

Kemudahan Konsumsi. Kemudahan dalam mengkonsumsi sayuran merupakan faktor utama yang menentukan pilihan konsumen. Lebih dari 50% konsumen menyatakan bahwa sayuran indigenous mudah untuk dikonsumsi (Tabel 17). Kurang dari 30% menyatakan bahwa sayuran tersebut agak sulit dan sulit dikonsumsi. Kesulitan ini disebabkan sayuran indigenous perlu diolah secara khusus terlebih dahulu sebelum dikonsumsi. Pada umumnya konsumen yang menyatakan agak sulit dalam mengolah sayuran indigenous merupakan pasangan keluarga muda di desa atau pasangan keluarga di kota yang belum terbiasa atau rutin mengolah. Dengan demikian, perlu adanya sosialisasi cara mengolah sehingga sayuran indigenous dapat menjadi makanan yang khas. Ada pandangan sebagian terutama untuk sayuran leunca, merupakan alat penekan kesuburan wanita sehingga pasangan muda cenderung menghindari untuk mengkonsumsi, sedangkan tanaman genjer diyakini tidak memiliki gizi dan berasosiasi dengan tempat kotor di kolam.

Tabel 17. Persentase konsumen menyatakan kemudahan konsumsi (n=90) Nama Komoditas Klasifikasi Kemudahan (%)

Mudah Agak Sulit Sulit

Kenikir 62.8 23.4 2.2

Genjer 66.5 27.2 1.0

Poh-pohan 71.3 12.0 1.8

Leunca 77.4 18.4 2.4

Keterangan: kemudahan konsumsi dibandingkan sayuran konvensional n = 90

(61)
[image:61.595.121.492.83.429.2]

Gambar 24. Cara konsumen dalam mengolah sayuran indigenous sebelum dikonsumsi

Lalapan merupakan sayuran yang biasanya dalam bentuk mentah, dikonsumsi dengan sambal atau menu lainnya. Tumis adalah mengolah sayuran dengan menggunakan sedikit bumbu dan dimasak dengan menggunakan sedikit minyak goreng. Masak pada sayuran indigenous biasanya diolah dengan agak sedikit rumit dengan menggunakan banyak bumbu. Masak disini berarti sayuran

indigenous tersebut dijadikan bahan pelengkap makanan utama. Cara pengolahan dengan mengukus (steam) bagian untuk membunuh mikroorganisme yang masih terbawa dalam sayuran.

Sayuran merupakan salah satu komponen penting dalam menu makanan empat sehat lima sempurna. Sayuran tersebut dapat berupa sayuran indigenous. Lebih dari 50% menyatakan orang yang mengkonsumsi sayuran indigenous

adalah orang tua (Gambar 25). Anggota keluarga menyatakan bahwa sayuran

indigenous kurang disukai. Hal ini diduga bahwa konsumsi sayuran indigenous

memiliki rasa yang kurang enak dan bentuknya yang kurang menarik bagi anak-anak.

76.3

0.0 4.0

19.7

0,0 10,0 20,0 30,0 40,0 50,0 60,0 70,0 80,0 90,0

Lalapan Kukus Masak Tumis

Ju

m

lah

(

%

)

(62)

Gambar 25. Partisipasi konsumen dalam mengkonsumsi sayuran

indigenous

Observasi lebih lanjut menunjukkan bahwa tingkat kesukaan konsumen dalam mengkonsumsi sayuran indigenous relatif beragam. Sebagian besar konsumen menyatakan suka mengkonsumsi sayuran indigenous (Tabel 18). Kegemaran mengkonsumsi tersebut dipengaruhi oleh sensasi yang tidak ditemukan pada sayuran konvensional. Konsumsi sayuran indigenous dikonsumsi dalam keadaan mentah. Namun, rasa tersebut dianggap kurang enak bagi sebagian lain responden yang menyebabkan k

Gambar

Gambar 4. Kondisi tanaman poh-pohan di lapang (a) Cipanas yang
Gambar 5. Kondisi tanaman leunca di lapang. (a) Tanaman di Ciapus
Tabel 5. Data rata-rata berbagai peubah leunca per tanaman pada umur ± 6 minggu setelah tanam
Gambar 7. Foto daun dengan perbesaran 40 x 10 yang menunjukkan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Bertambahnya siswa yang mendaftarkan diri, maka pihak sekolah pun berusaha memberikan pelayanan yang lebih baik khususnya dalam proses penerimaan siswa baru,

Bahwa dalam rangka penyelenggaraan Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD Tahun 2014 dan Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden 2014, berdasarkan surat

Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan uji alfa, perolehan aspek kualitas media termasuk dalam katergori sangat baik, sedangkan untuk uji beta aspek

Terprogram artinya kegiatan PkM dirancang dan dilaksanakan secara berlanjut, misalnya dalam jangka waktu 2 atau 3 tahun yang berfokus pada satu masyarakat sasaran yang

Analisis yang dilakukan dengan mengidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap waktu proses produksi serta menentukan level terbaik dari faktor-faktor yang

Desain khas oriental, memiliki akar budaya yang kaya dan sangat filosofis, dalam Hal ini akan menyenangkan sekaligus unik untuk dapat menelusuri lebih lanjut mengenai

Fitzsimmon (1982) menyatakan bahwa jasa adalah suatu paket terintegrasi ( service package ) yang terdiri dari jasa eksplisit dan implisit yang diberikan dalam atau dengan

Penulis dapat memahami pendapat seseorang (walaupun pendapat itu tidak benar), yang mengatakan bahwa Agama Buddha itu memiliki sifat-sifat tersendiri, yang agak berbeda