• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penyakit-penyakit Tanaman yang Menjadi Objek Isolasi Asam Nukleat untuk Dideteksi dengan Teknik PCR/RT-PCR

Penelitian tentang deteksi patogen tanaman ini dilakukan terhadap empat jenis penyakit dengan golongan atau tipe patogen yang berbeda-beda. Masing-masing jenis tanaman sakit di lapangan diidentifikasi berdasarkan pengamatan gejala (simtomatologi). Contoh tanaman sakit kemudian diambil dan dibawa ke laboratorium untuk diamati tanda patogennya (jika ada) dan dilakukan konfirmasi penyakitnya untuk selanjutnya digunakan dalam isolasi dan pengujian PCR atau RT-PCR. Berikut ini adalah ciri dan sifat secara ringkas tentang masing-masing keempat penyakit.

Penyakit Antraknosa pada Cabai oleh C. acutatum

Penyakit antraknosa pada cabai di Indonesia terutama disebabkan oleh C. acutatum yang tergolong sebagai patogen bersifat parasit fakultatif dan tipe gejala lokal. Penyakit antraknosa ini dicirikan dengan gejala yang khas pada buah dan struktur tanda patogen berupa aservulus dan konidium. Buah cabai yang menunjukkan gejala antraknosa oleh C. acutatum ditunjukkan dengan matinya jaringan (nekrosis) di permukaan buah dengan bentuk pola lingkaran, cekung dan berwarna coklat kehitaman (massa patogen). Gejala lebih lanjut lingkaran nekrosis akan menutupi permukaan dan buah cabai menjadi kering (Gambar 1a).

C

Gambar 1 Penyakit antraknosa pada buah cabai yang disebabkan oleh cendawan C. acutatum.

(a) Gejala antraknosa pada buah cabai, (b) Aservuli pada permukaan buah cabai (30X), (c) Konidia dan seta patogen (100X), (d) Koloni biakan murni patogen pada media PDA

b a

Pengamatan mikroskopi stereo menunjukkan tanda patogen berupa aservuli berwarna coklat yang memiliki seta berwarna coklat dan pendek yang tumbuh pada permukaan buah cabai (Gambar 1b). Tanda patogen lainnya berupa konidia bersel satu, hialin, fusiform, berukuran10 µ m x 3.5 µm (Gambar 1c).

Koloni cendawan umur 4 hari memiliki ciri warna koloni putih, pucat abu-abu atau pucat kuning terkadang membentuk pigmen ungu (Gambar 1d). Pengamatan morfologi patogen ini sulit untuk membedakan antara C. acutatum dan C. gloeosporioides, sehingga perlu diuji secara PCR. Pengamatan morfologi patogen antara C. acutatum dan C. gloeosporioides sulit untuk dideteksi dengan kunci identifikasi secara manual, sehingga perlu diuji secara molekuler (Andrade et al. 2007; Whitelaw-Weckert et al. 2007).

Penyakit Bulai pada Jagung oleh P. sorghi

Penyakit bulai pada jagung disebabkan oleh P. sorghi (Oomycetes) yang tergolong sebagai patogen yang bersifat parasit obligat dan tipe gejala sistemik. Infeksi patogen ditunjukkan dengan gejala pada daun berupa warna hijau dan kuning tidak beraturan searah tulang daun. Daun tanaman sakit mengalami malformasi, lebih sempit dan tegak. Gejala lebih lanjut seluruh daun tanaman menjadi belang dan nekrosis. Tanaman menjadi kerdil, daun klorosis berwarna coklat dan mati sebelum waktunya apabila tanaman terserang berumur kurang dari 4 minggu. Serangan pada fase generatif menyebabkan malformasi dan nekrosis pada buah.

Gejala di lapangan sangat sulit dibedakan antara patogen yang disebabkan oleh P. sorghi maupun patogen lainnya seperti P. maydis dan P. philippinensis (Gambar 2a). Pertumbuhan patogen melalui pengamatan mikroskopi nampak seperti embun air yang menempel pada permukaan atas dan bawah daun, apabila diraba propagul patogen akan menempel pada jari. Sporangiofor (konidiofor) patogen ini tegak, bercabang dan hialin (Gambar 2b). Pada sporangiofor dibentuk sporangia (konidia) berbentuk oval dan hialin (Gambar 2c). Sporangiofor muncul dalam bentuk kelompok dari jaringan tanaman melalui stomata, dapat tumbuh pada bagian atas atau bawah daun dan jaringan yang terinfeksi (Agrios 2005).

Gambar 2 Penyakit bulai pada daun jagung yang disebabkan oleh P. sorghi. (a) Gejala bulai pada daun jagung, (b) Tanda penyakit berupa spora di permukaan daun (35 X), (c) Sporangia dan sporangiofor P. sorghi (400 X)

24

Penyakit Huanglongbing pada Jeruk oleh Ca. L. asiaticus

Gejala penyakit huanglongbing atau citrus vein phloem degeneration (CVPD) pada daun jeruk di lapangan sering menyerupai gejala akibat kekurangan unsur hara seperti kimia seng (Zn) atau mangan (Mn) (gejala abiotik). Huanglongbing yang disebabkan oleh Ca. L. asiaticus sebagai bakteri patogen yang bersifat parasit obligat dan tipe gejala sistemik. Sebagaimana disebutkan oleh Zekri dan Obreza (2002), bahwa gejala kekurangan seng (Zn) di tanaman jeruk menyerang tajuk tanaman menjadi lebih kecil karena daun menjadi kecil, runcing, dan tegak.

Gejala huanglongbing pada tanaman jeruk dicirikan adanya tulang daun hijau, tepi lamina antara tulang daun yang menguning. Gejala belang pada daun dan keseluruhan tanaman dikenal dengan nama huanglongbing yang artinya penyakit dragon kuning (Gambar 3a dan 3b). Jika tanaman terinfeksi pada fase vegetatif maka tanaman tidak dapat berbuah, daun berkembang abnormal (runcing dan melengkung) dan kemudian ranting menjadi mati. Pada fase generatif buah jeruk tumbuh tidak normal baik ukuran maupun bentuk, warna kurang cerah (alami berwarna kehijauan), rasa buah menjadi lebih asam atau pahit dan rontok sebelum waktunya (Gambar 3b).

Patogen huanglongbing di Asia diketahui adalah Candidatus Liberibacter asiaticus yang merupakan bakteri Gram negatif yang belum dapat dibiakkan dalam media buatan (Garnier et al. 1984). Patogen diketahui ditularkan oleh vektor serangga yaitu Diaphorina citri (Nakashima et al. 1996) (Gambar 3c).

Penyakit Mosaik pada Kacang Panjang oleh Bean common mosaik virus

Kacang panjang bergejala penyakit mosaik di lapangan dicirikan dengan perubahan warna daun yang tidak normal. Gejala yang disebabkan oleh BCMV sebagai patogen yang bersifat parasit obligat dan tipe gejala sistemik yang ditunjukkan dengan adanya pola warna hijau tua (vein banding) yang tidak beraturan (Gambar 4a).

Gambar 3 Penyakit Huanglongbing pada daun jeruk yang disebabkan oleh Ca. L. asiaticus.

(a) Gejala huanglongbing pada daun jeruk, (b) Tanaman jeruk yang terserang Ca. L. asiaticus, (c) Vektor Diaphorina citri (30 X)

b

Gejala mosaik pada daun dapat juga menyebabkan warna menjadi kuning/klorosis, daun mengerut sepanjang tulang daun, kaku, menggulung (malformasi) dan nekrosis. Tanaman menjadi kerdil dan menghasilkan jumlah polong sedikit dan masak lebih lama dibandingkan dengan tanaman yang tidak terinfeksi (daun tidak belang, polong cepat masak dan jumlah polong banyak). Gejala mosaik menyerang daun yang muda maupun tua. Gejala mosaik pada daun kacang panjang kemungkinan tidak hanya disebabkan oleh BCMV tetapi dapat disebabkan oleh patogen lain (Gambar 4 b). BCMV disamping menyerang tanaman kacang-kacangan (Phaseolus spp), juga dapat menyerang tanaman leguminosae (CABI 2007). Patogen BCMV dapat ditularkan oleh kutu daun Aphis craccivora atau mekanis. Infeksi oleh BCMV ditunjukkan dengan gejala mosaik berupa lepuhan, pola warna kuning dan hijau pada daun, tulang daun menguning, bercak dan malformasi (Shukla et al. 1994).

Asam Nukleat Hasil Isolasi Menggunakan Metode Kit Komersial, FTA-card dan Konvensional

Data konsentrasi, kemurnian pada nilai absorbansi A260/280 dan jumlah asam nukleat total untuk patogen C. acutatum, P. sorghi, Ca. L. asiaticus dan BCMV disajikan pada tabel 3. Konsentrasi DNA total hasil isolasi C. acutatum dari buah menunjukkan tidak ada perbedaan nyata untuk ketiga metode, sedangkan tingkat kemurnian DNA total hasil isolasi ketiga metode tersebut berkisar antara 1.52-1.94. Tingkat kemurnian DNA total yang baik dicapai oleh metode kit komersial yaitu 1.94. Jumlah DNA total tidak menunjukkan perbedaan yang nyata untuk keempat metode tersebut dan berkisar 0.53-19.17 g (Tabel 3). Gambar 4 Penyakit mosaik pada daun kacang panjang yang disebabkan oleh

Bean common mosaic virus.

(a) Daun menjadi hijau tua, (b) Daun menjadi kuning

26

Tabel 3 Konsentrasi, kemurnian pada nilai absorbansi A260/280 dan jumlah total asam nukleat hasil isolasi pada ketiga metode untuk C. acutatum P. sorghi, Ca. L. asiaticus dan BCMV

Metode isolasi Konsentrasi (ng L-1

) Kemurnian Asam Nukleat total (g) C. acutatum dari buah cabai sakit

Kit 7.1±3.3a 1.94 0.53±0.24a

FTA standar 9.7±3.6a 1.54 10.93±4.40a

FTA modifikasi 17.3±4.2a 1.52 19.17±3.79a

Konvensional 238.4±197.4a 1.57 17.88±14.81a

C. acutatum biakan murni

Kit komersial 20.2±6.5a 2.33 1.52±0.48a

FTA standar 6.4±2.9a 1.55 7.50±2.70ab

FTA modifikasi 10.7±4.1a 1.51 12.85±5.24b

Konvensional 45.8±8.4b 1.91 3.43±0.63a

P. sorghi dari daun sakit

Kit komersial 6.1±2.4a 2.18 0.43±0.21a

FTA standar 10.0±2.2a 1.60 14.80±6.31a

FTA modifikasi 23.9±10.0a 1.56 38.82±30.75a

Konvensional 213.7±53.1b 1.74 16.03±3.99a

Ca. L. asiaticus dari daun sakit

Kit komersial 51.1±29.6a 1.96 3.83±2.22a

FTA standar 11.8±6.5a 1.52 13.12±6.05a

FTA modifikasi 17.8±3.6a 1.45 20.81±5.78a

Konvensional 395.7±307.2a 1.83 29.67±23.04a

BCMV dari daun sakit

Kit komersial 398.5±100.0a 2.08 29.88±7.50a

FTA standar 21.5±0.9b 1.57 25.44±9.80a

FTA modifikasi 38.5±7.2b 1.51 47.86±13.51a

Konvensional 499.9±195.3a 1.83 37.49±14.65a

Ket: Angka dalam satu kolom yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada Uji Tukey 5%

Konsentrasi DNA total hasil isolasi C. acutatum dari biakan murni menunjukkan ada perbedaan yang nyata pada metode konvensional mencapai yang tertinggi sebesar 45.8 ng µL-1 dibandingkan kedua metode lainnya yang berkisar antara 6.4-20.2 ng µL-1. Tingkat kemurnian DNA total hasil isolasi pada ketiga metode berkisar 1.51-2.33. Tingkat kemurnian DNA total yang tergolong baik dicapai oleh metode konvensional yaitu 1.91 diperoleh dari metode konvensional. Jumlah DNA total menunjukkan perbedaan yang nyata, yaitu metode FTA-card modifikasi mencapai yang tertinggi yaitu 12.85 g dibandingkan ketiga metode lainnya yang berkisar antara 1.52-7.5 g (Tabel 3). Berat DNA total dari isolat cendawan pada metode konvensional dua kali lebih

tinggi dari metode kit, hal ini juga telah dilaporkan oleh Motkova dan Vytrasova (2011) terhadap isolasi DNA dari isolat cendawan Aspergillus flavus dan Aspergillus parasiticus.

Konsentrasi DNA total hasil isolasi P. sorghi dari daun menunjukkan ada perbedaan yang nyata pada metode konvensional mencapai yang tertinggi yaitu 213.7 ng µL-1 dibandingkan ketiga metode lainnya yang berkisar 6.1-23.9 ng µL-1. Tingkat kemurnian DNA total pada keempat metode berkisar 1.56-2.18. Jumlah DNA total hasil isolasi tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada keempat metode tersebut dan berkisar 0.43-38.82 g (Tabel 3).

Konsentrasi DNA total hasil isolasi Ca. L. asiaticus dari daun menunjukkan bahwa tidak adanya perbedaan yang nyata pada keempat metode isolasi, sedangkan tingkat kemurnian DNA total hasil isolasi pada keempat metode berkisar 1.45-1.96. Tingkat kemurnian DNA total yang baik dicapai oleh metode kit komersial yaitu 1.96. Jumlah DNA total hasil isolasi tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada keempat metode tersebut dan berkisar 3.83-29.67 g (Tabel 3). Rendahnya konsentrasi DNA total dari tulang daun jeruk terserang CVPD dari hasil isolasi dengan menggunakan metode kit juga telah dilakukan oleh Rustiani et al. (2015b), bahwa konsentrasi DNA total berkisar 15-46 ng µ L-1. Kisaran berat DNA total ketiga tanaman dari hasil metode konvensional yaitu 3-29 µg dan metode kit 0.43-3 µg, hal ini juga disampaikan Tenriulo et al. (2001) bahwa kisaran DNA total dari 100 mg contoh daun tanaman yaitu 12-25 µg, 20-70 µg (Murray & Thompson 1980) dan metode kit berkisar 0.04-1.2 µg dalam 100 mg berat basah tanaman (Fitzgerald & Burden 2014).

Konsentrasi RNA total dari hasil isolasi BCMV dari daun menunjukkan bahwa ada perbedaan yang nyata antara metode konvensional atau kit dengan FTA-card standar dan modifikasi. Konsentrasi RNA paling tinggi diperoleh pada metode konvensional. Hal ini juga dilaporkan oleh Adiputra et al. (2012) bahwa konsentrasi RNA total dari daun tanaman paling tinggi diperoleh pada metode konvensional. Rendahnya konsentrasi RNA total pada FTA card juga dilaporkan oleh Chiunga (2013) terhadap beberapa virus patogen pada tanaman kentang berkisar 4-46 ng L-1

. Hal ini juga dilaporkan oleh Ndunguru et al. (2005) bahwa konsentrasi cDNA dari Nicotiana benthamiana pada metode konvensional lebih tinggi dari FTA-card. Tingkat kemurnian RNA total pada ketiga metode berkisar 1.51-2.08. Jumlah RNA total hasil isolasi tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada ketiga metode tersebut dan berkisar 29.88-47.86 g (Tabel 3).

Elektroforesis DNA total dari daun jeruk terlihat bukan berupa pita tetapi fragmen tunggal DNA total tanaman yang sudah terpotong-potong dan tidak jelas (smear). Fragmen DNA dari metode kit (K-1) dari contoh pertama memiliki fragmen yang paling terang sedangkan pada metode FTA-card terdapat perbedaan ketebalan dari tiap-tiap punch. Fragmen genom DNA pada metode FTA-card yang paling tebal terdapat pada Fi-3 kemudian diikuti Fi-2, Fs-2, Fs-3, Fi-1 dan Fs-1 (Gambar 5). Ketebalan fragmen genom DNA dari metode konvensional terlihat sama untuk ketiga contoh. Uji kualitas fragmen genom DNA total CVPD dengan menggunakan elektroforesis juga telah dilakukan oleh Ulfah (2014).

28

Deteksi PCR Beberapa Patogen Tanaman menggunakan Asam Nukleat Hasil Isolasi dengan Metode Kit Komersial, FTA-card dan Konvensional

Hasil dari isolasi asam nukleat total keempat patogen dengan menggunakan ketiga metode isolasi yaitu kit komersial, FTA-card dan konvensional berupa cetakan DNA atau RNA yang selanjutnya digunakan untuk PCR. Hasil amplifikasi PCR berupa amplikon dielektroforesis dan divisualisasi dengan UV transiluminator. Berikut ini hasil amplifikasi PCR dengan tiga proses PCR dari keempat patogen.

PCR untuk DNA total C. acutatum pada buah cabai dan biakan murni

Hasil visualisasi PCR DNA C. acutatum pada buah cabai dengan primer CaInt2/ITS4 dan Rubisco-L pada metode kit, FTA-card standar, FTA-card modifikasi dan konvensional. Hasil PCR tanpa optimasi konsentrasi asam nukleat dan primer menunjukkan target C. acutatum teramplifikasi dengan produk ±500 pb dan kontrol internal dengan target ±171 pb tidak teramplifikasi PCR (Gambar 6). Tidak munculnya target kontrol internal hal ini kemungkinan pemakaian konsentrasi primer atau DNA cetakan yang tinggi sehingga terjadi mispriming yaitu terjadi penempelan pita target yang tidak spesifik atau tidak terbentuknya pita. Tingginya konsentrasi primer dan DNA cetakan dapat mempengaruhi hasil PCR (Innis 1990). Menurut Muladno (2002) bahwa tingginya konsentrasi primer dapat menyebabkan tidak terbentuknya produk PCR yang diinginkan. Keberhasilan FTA-card menyediakan asam nukleat Ganoderma sp. juga dilaporkan oleh Borman et al. (2006) dan Dentinger et al. (2010) yang berhasil mendeteksi asam nukleat Aspergillus fumigatus, Trichophyton rubrum, T. interdigitale, dan Exophiala dermatitidis dari FTA-card.

Gambar 5 Visualisasi hasil isolasi DNA total dari daun jeruk dengan metode kit (K), FTA-card modifikasi (Fi), FTA-card standar (Fs) dan konvensional (Ko), kode 1, 2, 3 menunjukkan ulangan (K, Ko) atau jumlah punch contoh (Fs dan Fi)

K Fi Fs Ko 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3

Hasil visualisasi PCR DNA dari contoh satu pada buah cabai setelah dioptimasi konsentrasi asam nukleat dan primer menunjukkan kualitas pita DNA cukup beragam untuk setiap metode dan konsentrasi primer (Gambar 7). Dari ketiga metode kualitas pita yang paling tebal yaitu metode kit dan paling tipis pada metode FTA-card modifikasi. Primer kontrol internal Rubisco L teramplifikasi PCR. Pita DNA dari FTA-card terlihat lebih tipis. Hal ini juga dilaporkan oleh Manzanilla-Lo´pez et al. (2009) bahwa hasil PCR menggunakan empat metode isolasi asam nukleat di antaranya penggunaan FTA-card terhadap cendawan Pochonia chlamydosporia (syn. Verticillium chlamydosporium) menunjukkan hasil kualitas fragmen genom DNA dari keempat metode isolasi berbeda. Hasil kualitas fragmen genom DNA PCR lebih baik dan lebih panjang dihasilkan dari metode kit dibandingkan dengan FTA card, karena FTA-card memiliki fragmen genom DNA lebih pendek, namun dari segi waktu isolasi dan penyimpanan lebih baik menggunakan FTA-card.

K Fs M Fi Ko 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

Gambar 7 Amplifikasi PCR dengan primer CaInt2/ITS4 pada konsentrasi berbeda untuk C. acutatum hasil isolasi dari buah cabai.

Metode kit komersial (K), FTA-card standar (Fs) dan modifikasi (Fi) dan konvensional (Ko), kode 1, 2, 3, 4 menunjukkan masing-masing konsentrasi primer = 0.4, 0.6, 0.8, 1.0 µM, M = Marker 100 pb

±500pb ±171pb

Gambar 6 Amplifikasi PCR dengan primer CaInt2/ITS4 untuk C. acutatum hasil isolasi dari buah cabai dengan metode berbeda.

Metode kit komersial (K) = cetakan DNA 1 L/reaksi PCR, FTA-card standar (Fs) dan modifikasi (Fi) = cetakan DNA 1, 2, 3 punch/reaksi PCR dan konvensional (Ko) = cetakan DNA 1 L/reaksi PCR, M = Marker 100 pb

K Fs M Fi Ko 1 2 3 1 2 3

30

Hasil visualisasi untuk contoh pertama dipilih satu konsentrasi primer yang optimum dari masing-masing metode isolasi untuk dilakukan PCR ulang dua contoh berikutnya. Konsentrasi primer untuk metode kit yaitu 1.0 µM, FTA standar 0.8 µM, FTA modifikasi 0.8 µ M dan konvensional 0.8 µM. Hasil visualisasi dari ketiga contoh pada buah cabai menunjukkan adanya kesamaan pita dari ketiga metode yang baik dan merata (Gambar 8).

Hasil visualisasi PCR DNA C. acutatum dari hasil biakan murni dengan primer CaInt2/ITS4 pada metode kit, FTA-card standar, FTA-card modifikasi dan konvensional. Hasil PCR tanpa optimasi konsentrasi asam nukleat dan primer menunjukkan target C. acutatum teramplifikasi PCR dengan produk ±500 pb (Gambar 9).

Gambar 9 Amplifikasi PCR dengan primer CaInt2/ITS4 untuk C. acutatum hasil isolasi dari biakan murni dengan metode berbeda.

Metode kit komersial (K) = cetakan DNA 1 L/reaksi PCR, FTA-card standar (Fs) dan modifikasi (Fi) = cetakan DNA 1, 2, 3 punch/reaksi PCR dan konvensional (Ko) = cetakan DNA 1 L/reaksi PCR, M = Marker 100 pb

K Fs M Fi Ko 1 2 3 1 2 3

Gambar 8 Amplifikasi PCR dengan primer CaInt2/ITS4 untuk C. acutatum hasil isolasi dari buah cabai pada konsentrasi optimum primer.

Masing-masing ulangan 1, 2 dan 3 pada konsentrasi primer optimum adalah 0.8 µM untuk metode FTA-card standar (Fs), FTA-card modifikasi (Fi) dan konvensional (Ko) atau 1.0 µM untuk kit komersial (K), Kontrol internal K(-), M = Marker 100 pb

±500pb ±171pb

K Fs M Fi Ko K(-) 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3

Hasil visualisasi PCR DNA dari hasil biakan murni setelah dioptimasi konsentrasi asam nukleat dan primer menunjukkan kualitas pita yang berbeda tiap metode maupun konsentrasi primer. Dari ketiga metode kualitas pita yang paling tebal yaitu metode kit dan paling tipis pada metode konvensional. Primer kontrol internal Rubisco L tidak teramplifikasi PCR (Gambar 10).

Hasil visualisasi PCR DNA untuk contoh pertama dipilih satu konsentrasi primer yang optimal dari masing-masing metode untuk diPCR ulang dua contoh berikutnya. Konsentrasi primer untuk asam nukleat yang diisolasi dengan metode kit yaitu 1 µM, FTA dengan metode standar 0.8 µM, FTA dengan metode modifikasi 0.8 µM dan konvensional 0.8 µM. Hasil visualisasi dari ketiga contoh hasil biakan murni menunjukkan adanya kesamaan ketebalan pita yang baik dari ketiga metode isolasi (Gambar 11). Keberhasilan isolasi dengan FTA-card standar yang dimodifikasi dengan tingkat pengenceran konsentrasi asam nukleat yang berbeda sudah dilakukan oleh Suzuki et al. (2006) terhadap Aspergillus oryzae dengan menggunakan microwave. Terdapat perbedaan daya listrik microwave Gambar 10 Amplifikasi PCR dengan primer CaInt2/ITS4 pada konsentrasi

berbeda untuk C. acutatum hasil isolasi dari biakan murni.

Metode kit komersial (K), FTA-card standar (Fs) dan modifikasi (Fi) dan konvensional (Ko), kode 1, 2, 3, 4 menunjukkan masing-masing konsentrasi primer = 0.4, 0.6, 0.8, 1.0 µM, M = Marker 100 pb

±500pb

K Fs M Fi Ko 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

Gambar 11 Amplifikasi PCR dengan primer CaInt2/ITS4 pada konsentrasi optimum untuk C. acutatum hasil isolasi dari biakan murni.

Masing-masing ulangan 1, 2 dan 3 pada konsentrasi primer optimum adalah 0.8 µM untuk metode FTA-card standar (Fs), FTA-card modifikasi (Fi) dan konvensional (Ko) atau 1.0 µM untuk kit komersial (K), Kontrol internal K(-), M = Marker 100 pb

±500pb ±171pb

K Fs M Fi Ko K(-) 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3

32

yang digunakan pada saat pengujian yaitu dengan daya 750 watt selama 30 detik. Hal ini juga dilaporkan oleh Borman et al. (2006) bahwa pengujian PCR terhadap beberapa isolat spesies ragi dengan FTA-card yang sudah dipanaskan dengan microwave dengan daya 800 watt selama 30 detik dapat teramplifikasi PCR dengan baik. Terdapat perbedaan perlakuan microwave yaitu pada saat contoh baru diletakkan di kertas FTA-card.

PCR untuk DNA total P. sorghi dari daun jagung

Hasil visualisasi PCR DNA P. sorghi dari daun jagung dengan primer degenerate PsUF/PsUR menggunakan metode kit, FTA-card standar, FTA-card modifikasi dan konvensional. Proses PCR tanpa optimasi konsentrasi asam nukleat dan primer menunjukkan target teramplifikasi PCR dengan produk ±154 pb, namun dengan intensitas DNA yang rendah (Gambar 12).

Hasil visualisasi PCR dari contoh satu pada daun jagung setelah dioptimasi konsentrasi asam nukleat dan primer menunjukkan kualitas pita yang berbeda tiap metode maupun konsentrasi primer. Dari ketiga metode kualitas pita yang paling tebal yaitu metode konvensional dan paling tipis pada metode FTA-card modifikasi (Gambar 13).

Gambar 12 Amplifikasi PCR dengan primer PsUF/PsUR untuk P. sorghi hasil isolasi dari daun jagung dengan metode berbeda.

Metode kit komersial (K) = cetakan DNA 1 L/reaksi PCR, FTA-card standar (Fs) dan modifikasi (Fi) = cetakan DNA 1, 2, 3 punch/reaksi PCR dan konvensional (Ko) = cetakan DNA 1 L/reaksi PCR, M = Marker 100 pb

±154pb

K Fs M Fi Ko 1 2 3 1 2 3

Gambar 13 Amplifikasi PCR dengan primer PsUF/PsUR pada konsentrasi berbeda untuk P. sorghi hasil isolasi dari daun jagung.

Metode kit komersial (K), FTA-card standar (Fs) dan modifikasi (Fi) dan konvensional (Ko), kode 1, 2, 3, 4 menunjukkan masing-masing konsentrasi primer = 0.4, 0.6, 0.8, 1.0 µM, M = Marker 100 pb

±154pb

K Fs M Fi Ko 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

Hasil visualisasi PCR DNA untuk contoh pertama dipilih satu konsentrasi primer yang optimal dari masing-masing metode untuk dilakukan PCR ulang dua contoh berikutnya. Konsentrasi primer untuk metode kit yaitu 0.8 µM, FTA standar 0.4 µM, FTA modifikasi 0.6 µM dan konvensional 0.4 µM. Dari hasil ketiga contoh daun jagung menunjukkan adanya perbedaan pita dari ketiga metode isolasi (Gambar 14). Metode konvensional memberikan hasil yang baik dibandingkan dengan kedua metode lainnya. Menurut Li et al. (2008) bahwa metode kit komersial tidak selalu memberikan hasil amplifikasi yang baik untuk semua jenis bahan tanaman. Pemanfaatan penggunaan FTA-card terhadap temuan cendawan semu baru telah dilaporkan oleh Greslebin et al. (2007) terhadap Phytophthora austrocedrae pada tanaman Austrocedrus chilensis.

PCR untuk DNA total bakteri Huanglongbing pada daun jeruk

Gambar 15 Amplifikasi PCR dengan primer A2/J5 untuk Ca. L. asiaticus hasil isolasi dari daun jeruk dengan metode berbeda.

Metode kit komersial (K) = cetakan DNA 1 L/reaksi PCR, FTA-card standar (Fs) dan modifikasi (Fi) = cetakan DNA 1, 2, 3 punch/reaksi PCR dan konvensional (Ko) = cetakan DNA 1 L/reaksi PCR, M = Marker 100 pb

±703pb

K Fs M Fi Ko 1 2 3 1 2 3

Gambar 14 Amplifikasi PCR dengan primer PsUF/PsUR pada konsentrasi optimum untuk P. sorghi hasil isolasi dari daun jagung.

Masing-masing ulangan 1, 2 dan 3 pada konsentrasi primer optimum adalah 0.4 µM untuk metode FTA-card standar (Fs) dan konvensional (Ko), 0.6 µM untuk FTA-card modifikasi (Fi) dan 0.8 µM untuk metode kit komersial (K), Kontrol internal K(-), M = Marker 100 pb

±171pb ±154pb

K Fs M Fi Ko K(-) 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3

34

Amplifikasi PCR untuk DNA total bakteri Huanglongbing dari daun jeruk dengan primer A2/J5 dan Rubisco-L menggunakan metode kit, FTA-card standar, FTA-card modifikasi dan konvensional. Proses PCR tanpa optimasi konsentrasi asam nukleat dan primer menunjukkan target bakteri Huanglongbing teramplifikasi dengan produk ±703 pb dan kontrol internal dengan target ±171 pb tidak teramplifikasi PCR (Gambar 15).

Hasil visualisasi PCR dari contoh satu pada daun jeruk setelah dioptimasi konsentrasi asam nukleat dan primer menunjukkan adanya lebih dari dua pita DNA atau amplikon DNA bukan target (false positive) yang teramplifikasi PCR (Gambar 16). Kualitas pita DNA target dari tiap konsentrasi primer menunjukkan ketebalan yang berbeda. Dari ketiga metode isolasi, kualitas pita yang paling tebal yaitu metode kit dan paling tipis pada metode FTA-card modifikasi. Primer kontrol internal Rubisco L teramplifikasi PCR.

Hasil visualisasi PCR DNA untuk contoh pertama dipilih satu konsentrasi primer yang optimal dari masing-masing metode untuk dilakukan PCR ulang dua contoh berikutnya. Konsentrasi primer untuk metode kit yaitu 0.8 µM, FTA standar 1.0 µM, FTA modifikasi 1.0 µM dan konvensional 1.0 µM (Gambar 17).

Dokumen terkait