Pemilihan Tanah Sebagai Perlakuan
Pengambilan sampel tanah dan pemilihan tanah sebagai perlakuan dirangkum dalam tabel 3.
Tabel 3. Deskripsi Tanah Yang Digunakan Sebagai Perlakuan Lokasi Analisa
vegetasi Deskripsi tanah Jenis
tanah Rujukan
Desa Sena
Dari tabel 3. diketahui masing-masing tanah memiliki deskripsi yang berbeda. Sifat fisika tanah berdasarkan deskripsi juga didukung oleh hasil analisis tanah di Laboratorium Riset dan Teknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara yang dirangkum pada tabel 4.
Tabel 4. Hasil Analisis Tanah
Parameter Satuan Andisol Inceptisol Histosol Inceptisol
+ Kapur Ultisol Entisol
Dari hasil penelitian ditemukan perbedaan ukuran tanaman kelapa sawit (Elaeis gueenensis Jacq.) yaitu berdasarkan tinggi tanaman dan jumlah akar yang terlihat pada Gambar 2.
Dari Gambar 2. terlihat jelas bahwa tanaman kelapa sawit pada perlakuan jenis tanah Ultisol memiliki ukuran paling kerdil dan jumlah akar paling sedikit dibandingkan kelima perlakuan lain. Sedangkan ukuran tanaman paling besar dengan jumlah akar sekunder terbanyak terlihat pada perlakuan jenis tanah histosol. Ukuran tanaman normal terlihat pada perlakuan jenis tanah Inceptisol dan Inceptisol + Kapur dengan jumlah akar sedikit. Hal ini menunjukkan
perbedaan sifat kimia, fisika maupun biologinya dan diduga mempengaruhi virulensi Ganoderma.
Gambar 2. Perbedaan akar tanaman kelapa sawit (Elaeis gueenensis Jacq.) dari masing-masing perlakuan jenis tanah.
Perbedaan deskripsi tanah terlihat jelas mempengaruhi kemampuan tanah dalam memberikan pengaruh pada tanaman. Respon tanaman terhadap tanah menunjukkan bahwa keadaan fisika dan kimia tanah sangat mempengaruhi tanaman yang terlihat pada gambar 2. dan dikaitkan dengan tabel 2. Hasil analisis tanah menunjukkan tanah-tanah dengan tekstur lempung, pH yang mendekati netral, dan kapasitas tukar kation yang tinggi yaitu andisol, entisol, dan inceptisol + kapur memiliki jumlah akar primer yang lebih dominan dibandingkan tanah-tanah yang memiliki pH rendah dengan tekstur tanah-tanah pasir yaitu histosol yang cenderung memiliki perakaran sekunder yang lebih dominan. Perbedaan ini terlihat jelas pada gambar 2. Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan akar yang beradaptasi dengan serapan hara P yang dibutuhkan tanaman. Rendahnya kadar P pada tanah masam menyebabkan pertumbuhan akar sekunder menyebar untuk mencari unsur hara. Hal ini sesuai dengan literatur Hairiah et al. (2003) yang
menyatakan akar tanaman akan mencari tempat yang menguntungkan untuk tumbuh, pada tanah-tanah masam akar akan bergerak mencari unsure hara P yang umum sangat dibutuhkan oleh tanaman.
Periode Inkubasi
Ganoderma sp. merupakan patogen tular tanah yang menyerang melalui
infeksi pada jaringan akar. Mampu bertahan didalam tanah dalam waktu yang panjang. Dalam hal ini, tanah merupakan faktor lingkungan yang mungkin berpengaruh besar terhadap daya serang, waktu yang dibutuhkan untuk menginfeksi maupun panjangnya waktu atau kemampuan bertahan didalam tanah dimana hal ini sesuai dengan pernyataan Susanto et.all (2013), tanah yang miskin unsur hara akan menyebabkan tanaman menurun daya tahannya terhadap infeksi patogen. Tanaman yang lemah sangat mudah terinfeksi pathogen. Bahkan jenis dan morfologi dari pathogen ini dapat menunjukkan perbedaan berdasarkan jenis tanah inokulumnya seperti pada penelitian Wicaksono dkk (2011) yaitu terdapat keragaman yang besar antar kedua isolat Ganoderma yang kemungkinan disebabkan kondisi lingkungan yang berbeda. Isolat BPME 15 berasal dari kebun Bumi Palma dengan jenis tanah gambut, sedangkan isolat PHLE 26-10 dengan jenis tanah mineral.
Pengamatan periode inkubasi dilihat dari gejala visual yang ditunjukkan oleh tanaman yaitu klorosis pada helai daun termuda yang diikuti dengan nekrosis dan kering pada daun-daun tua. Gejala visual pertama kali muncul pada bulan ketiga setelah inkubasi. Sebagian besar tanaman yang menunjukkan gejala berupa klorosis pada helaian daun. Setiap perlakuan menunjukkan waktu kemunculan gejala visual yang berbeda.
Gambar 3. A: daun klorosis, B: daun sehat, C: daun klorosis dan nekrosis Hasil analisis data menunjukkan bahwa nilai periode inkubasi masing-masing perlakuan memiliki perbedaan yang nyata. Hal ini dapat dilihat pada tabel 5.
Tabel 5. Periode Inkubasi serangan Ganoderma sp. pada 6 jenis tanah Jenis tanah Hari setelah inokulasi (his)
ultisol 74d
inceptisol+kapur 92cd
entisol 93cd
histosol 102bc
inceptisol 124ab
andisol 146a
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa periode inkubasi tercepat adalah pada perlakuan tanah Ultisol yaitu 74 hari setelah inkubasi, pada tanah histosol 102 hari setelah inkubasi, sedangkan periode inkubasi terlama ditunjukkan pada perlakuan tanah andisol yaitu 146 hari setelah inkubasi. Hal ini menunjukkan bahwa terdapatnya perbedaan waktu infeksi Ganoderma sp. pada jenis tanah yang berbeda. Setiap tanah menunjukkan perbedaan waktu yang
A B C
signifikan. Berdasarkan analisis tanah diketahui bahwa masing-masing tanah perlakuan memiliki pH, tekstur dan kandungan bahan organik yang berbeda, diduga hal inilah yang menjadi penyebab perbedaan waktu serangan. Hal ini sesuai dengan penelitian Susanto et.all (2013) yang menyimpulkan bahwa penularan penyakit busuk pangkal batang melalui tanah dan kontak akar sangat dipengaruhi sifat fisik, kimia, dan biologi tanah.
Gejala busuk pangkal batang tercepat terdapat pada tanaman yang ditanam pada tanah Ultisol. Tanah Ultisol merupakan tanah tua yang sudah mengalami erosi, sehingga menyebabkan tanah jenuh, kesuburannya sangat menurun.
Berdasarkan hasil analisa tanah, Ultisol memiliki tekstur lempung liat, pH 5.66, C-organik 1.31, KTK 9.61 yang menggambarkan kesuburan tanah yang cukup rendah. Sesuai dengan Subagyo et al., (2000) yang menjelaskan Ultisol dari berbagai wilayah di Indonesia, menunjukkan bahwa tanah tersebut memiliki ciri reaksi tanah sangat masam (pH 4,1 – 4,8), kandungan bahan organik lapisan atas yang tipis (8-12 cm), umumnya rendah sampai sedang. Rasio C/N tergolong rendah (5-10). Kandungan P-potensial yang rendah dan K-potensial yang bervariasi sangat rendah sampai rendah, baik lapisan atas maupun lapisan bawah.
Jumlah basa-basa tukar rendah sehingga dapat disimpulkan potensi kesuburan alami Ultisol sangat rendah sampai rendah.
Kejadian Penyakit
Pengamatan kejadian penyakit tiap bulan dilakukan dengan menghitung jumlah tanaman yang menunjukkan gejala visual dimasing-masing perlakuan setiap bulannya. Gejala visual yang dilihat adalah klorosis pada helai daun muda.
Hasil pengamatan selama 6 bulan inkubasi pada setiap perlakuan dirangkum dalam tabel 5. dan grafik 2.
Tabel 6. % Kejadian Penyakit Pada 6 Bulan Pengamatan
Jenis Tanah % Kejadian Penyakit
1 bsi 2 bsi 3 bsi 4 bsi 5 bsi 6 bsi
Dari hasil penelitian diketahui bahwa tanaman belum menunjukkan gejala serangan busuk pangkal batang pada 1 bsi. Dengan kata lain, miselium Ganoderma sp. belum menginfeksi sel plasmalema yang merupakan pembatas
perlintasan ion unsur hara kedalam tubuh akar. Apabila miselium telah berhasil menginfeksi sel ini, unsur hara yang paling terganggu untuk masuk adalah zat besi. Kepekaan tanaman terhadap klorosis merupakan takaran dari jumlah serapan zat besi (Damanik et al., 2011). Inilah yang menyebabkan tanaman menunjukkan gejala klorosis pada infeksi Ganoderma.
Pengamatan pada 2bsi terdapat 67% serangan pada perlakuan tanah Ultisol dan 22% serangan pada perlakuan tanah Entisol. Dikaitkan dengan persen pasir, debu dan liat diketahui bahwa perlakuan tanah dengan tekstur lempung, lempung berliat (Ultisol) dan lempung-liat (Entisol) menunjukkan gejala paling cepat dibandingkan perlakuan lain. Tanah-tanah ini mengandung % debu dan liat yang tinggi dibandingkan perlakuan lain yang belum menunjukkan gejala. Tanah dengan % debu dan liat lebih tinggi dibandingkan pasir memiliki tekstur yang lebih padat dibandingkan jenis tanah yang memiliki tekstur dengan % pasir lebih
tinggi dibandingkan % debu dan liat sehingga menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan akar tertekan dan miselium lebih mudah menginfeksi akar. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hidayah dan Djajadi (2009) yang mengatakan kondisi tekstur tanah berpengaruh terhadap kesuburan dan kesehatan akar. Tanah dengan kandungan liat dan debu tinggi mendukung perkembangan penyakit busuk akar karena drainasenya jelek, sehingga akan lebih banyak tersedia kelembaban bagi reproduksi jamur patogen.
Pengamatan pada 3 bsi didapat 55% serangan pada perlakuan tanah histosol atau sebanyak 6 dari 9 tanaman menunjukkan gejala serangan.
Berdasarkan perbandingan % debu, pasir dan liatnya tanah histosol memiliki kadar debu terkecil yaitu sebesar 5.28%. Histosol merupakan tanah dengan kandungan unsur hara yang sangat rendah, terutama unsur K, Ca, Mg dan Na yang mudah terjerap dan menjadi penyebab asam pada tanah gambut. Unsur-unsur hara ini sangat dibutuhkan dalam pembibitan sehingga tanaman kekurangan unsur hara yang menyebabkan mudahnya miselium Ganoderma menginfeksi akar. Hal ini sesuai dengan literatur Hartatik et.al (2007) yang mengatakan secara alamiah tanah gambut memiliki tingkat kesuburan rendah, karena kandungan unsur haranya rendah dan mengandung beragam asam-asam organik yang sebagian bersifat racun bagi tanaman.
Pada 4bsi terdapat 89% serangan atau 8 dari 9 tanaman menunjukkan gejala serangan pada tanah inceptisol. Inceptisol memiliki kandungan liat yang cukup tinggi yaitu 28.16%. Tanah-tanah perlakuan yang memiliki kadar liat tinggi seperti Entisol, Inceptisol, Inceptisol + Kapur dan Ultisol menunjukkan % kejadian penyakit paling cepat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Wing et.al
(1995) yang mengatakan tanah dengan kadar liat tinggi memungkinkan terjadinya pemadatan sehingga pertumbuhan akar tertekan, kondisi ini memudahkan patogen untuk melakukan infeksi yang akan meningkatkan serangan penyakit.
Grafik 1. % Kejadian Penyakit Pada 6 Bulan Pengamatan
Andisol merupakan tanah dengan persen kejadian penyakit terendah, yaitu sebesar 22% pada 4bsi dan 48% pada pengamatan terakhir. Diketahui dari hasil analisis tanah, % pasir, debu dan liat tanah Andisol adalah 64.56%, 27.28% dan 8.16%. Tanah ini mengandung kadar pasir tertinggi dan menunjukkan gejala paling lambat. Kandungan pasir yang tinggi menyebabkan tekstur tanah remah (drainase baik). Bila dikaitkan dengan kesuburan tanah, andisol memiliki kandungan P dan K potensial yang cukup tinggi, KTK sedang, jumlah basa tukar sedang sampai tinggi dengan Kejenuhan Basa sedang. Tanaman mendapatkan asupan hara yang cukup sehingga pertumbuhan akar dan tajuk normal. Deskripsi tanah ini sesuai dengan deskripsi dari Damanik et.al (2011) yaitu, potensi kesuburan Andisol tergolong sedang sampai tinggi dengan reaksi tanah agak
masam, kandungan bahan organik lapisan atas sedang sampai tinggi, P dan K potensial bervariasi mulai rendah sampai tinggi dan dinominasi ion Ca dan Mg, sedangkan KTK tanah sedang sampai tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa kesuburan tanah yang tinggi dapat mempengaruhi virulensi Ganoderma didalam tanah.
Jumlah tanaman yang terserang mencapai 100% pada tanah histosol di 4 bsi. Berdasarkan perbandingan % debu, pasir dan liatnya tanah histosol memiliki kadar debu terkecil yaitu sebesar 5.28%. Damanik et al., (2011) medeskripsikan fraksi debu berukuran 2-20 mm dapat mengikat kation sehingga tingginya persen fraksi ini menentukan kapasitas tukar kation dan anion yang sangat mempengaruhi kelasahan unsur hara itu sendiri. Hal ini menunjukkan rendahnya kemampuan tanah histosol untuk menyediakan unsur hara yang tersedia untuk tanaman sebagai akibat dari rendahnya fraksi debu menyebabkan menurunnya ketahanan tanaman terhadap Ganoderma sp.
Keparahan Penyakit
Pengamatan persen keparahan penyakit dilakukan dengan mengamati perakaran dan tajuk tanaman percobaan berdasarkan kelas keparahan penyakit busuk pangkal batang.
Tabel 7. Persentase Keparahan Penyakit
Jenis Tanah % Keparahan Penyakit
Andisol 15.3bc
Inceptisol 34.7ab
Histosol 47.3a
Inceptisol + Kapur 13.7c
Ultisol 11.0c
Entisol 27.5abc
Hasil analisa tanah menunjukkan bahwa tanah Histosol memiliki kadar pH terendah yaitu sebesar 4.20 dengan keparahan penyakit tertinggi yaitu sebesar 47.3%. pH merupakan faktor penting untuk menentukan kelarutan unsur Fe dan Al, mempengaruhi reaksi redoks, kegiatan jasad renik, KTK dan reaksi-reaksi kimia lain yang sangat mempengaruhi kimia lain yang sangat mempengaruhi kepekatan unsur hara didalam tanah (Damanik et al., 2011). Tanah dengan pH rendah memiliki Ca-fosfat yang sangat rendah (terjerap Al dan Fe). Tanaman dapat dipastikan kekurangan unsur fosfat yang sangat mempengaruhi kerentanan tanaman terhadap patogen.
Gambar 4. Busuk pada bagian pangkal batang pada tanah Histosol.
pH tanah jelas pengaruhnya terhadap persen keparahan penyakit. Terdapat pebedaan yang nyata antara dua perlakuan yaitu pada Inceptisol + Kapur dan Inceptisol tanpa aplikasi kapur. Inceptisol + kapur terserang 13.7%, sementara tanah Inceptisol tanpa aplikasi kapur terserang 34.7%. Ganoderma sp. dapat bertahan pada pH tinggi hingga 8.09 tetapi serangannya cukup rendah. Menurut
Sementara Ganoderma sp. dapat bertahan pada kisaran pH 3.0-8.5 (Abadi dan Dharmaputra 1998; Susanto et.al, 2013). Serangan pada tanah Ultisol rendah yaitu 11% diakibatkan tingginya kadar organik pada tanah yang digunakan. Kadar C-organik didalam tanah menggambarkan ketersediaan N untuk tanaman (Damanik et.al, 2011). Tanaman mendapatkan unsur hara N yang cukup, sehingga ketahanan terhadap penyakit lebih tinggi.
Gambar 5. Perbedaan akar tanaman sehat dan yang terserang.
Pengaruh Virulensi Ganoderma Terhadap Tinggi Tanaman Pada Beberapa Jenis Tanah Secara Invivo
Pengamatan tinggi pada tiap tanaman dilakukan setiap bulannya dengan mengukur tinggi tajuk dari mulai pangkal batang hingga ujung daun termuda.
Perbedaan tinggi tanaman dan hubungannya dengan kejadian penyakit ditunjukkan pada tabel 8.
Tabel 8. Pengaruh persentase Kejadian Penyakit (kpj) terhadap tinggi tanaman pada bulan ke 3,5 dan 6
Perlakuan Pengamatan
3 BSI %KPj 5 BSI %KPj 6 BSI %KPj
Andisol 65b 0c 85b 55b 100a 55b
Inceptisol 56c 0c 80bc 89ab 88b 89ab
Histosol 73a 22bc 96a 100a 107a 100a
Inceptisol +
Kapur 66b 55ab 80bc 89a 88b 100a
Ultisol 58bc 79a 77bc 89ab 79bc 89ab
Entisol 59bc 33abc 726c 78ab 77c 78ab Tabel 8 menunjukkan bahwa perlakuan jenis tanah memberikan perbedaan tinggi tanaman pada masing-masing perlakuan. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan kesuburan dan kemampuan tanah pada masing-masing perlakuan.
Tinggi tanaman tertinggi pada 6 bsi terlihat pada perlakuan tanah Histosol yaitu sebesar 107 cm. sedangkan tinggi tanaman terendah terlihat pada perlakuan tanah Entisol yaitu sebesar 77 cm. Berdasarkan tabel hasil analisis tanah menunjukkan bahwa tanah histosol yang digunakan dalam perlakuan memiliki kadar c-organik cukup rendah yaitu sebesar 1.08% dengan KTK 10.19 m.e/100g. Sedangkan tanah ultisol memiliki kandungan c-organik sebesar 1.31% dengan KTK yang rendah yaitu 9.61%. KTK yang rendah dan c-organik yang tinggi menyebabkan unsur-unsur basa seperti Ca terjerap, dimana unsur-unsur hara ini sangat berpengaruh dalam proses fotosintesis yang jelas akan mempengaruhi tinggi tanaman. Hal ini sesuai dengan literatur Nurlaeny (2015) yang mengatakan bahwa senyawa - senyawa organik mempunyai kemampuan untuk menurunkan pH tanah dan membentuk ion kompleks. Sementara fungsi unsur Ca dalam tanaman adalah mengontrol aktivitas enzim, mengendalikan integritas membran, dan 2nd messenger dari pusat fotosintesis ke molekul khlorofil, dimana O2 dilepaskan. Terjerapnya unsur hara ini juga menambah kemasaman tanah yang sangat baik untuk perkembangan patogen tular tanah seperti Ganoderma.
Bila dikaitkan dengan data kejadian penyakit pada bulan pengamatan yang sama, terlihat bahwa parameter tinggi tanaman tidak memiliki pengaruh yang nyata terhadap virulensi ganoderma. Persen kejadian penyakit tertinggi pada bulan ketiga setelah inkubasi adalah pada perlakuan tanah histosol yaitu sebesar 55.6%
sementara rata-rata tinggi tanaman tertinggi pada bulan yang sama adalah pada perlakuan tanah histosol juga yaitu 73.22 cm. Sedangkan %KPj terendah pada pengamatan 6 bulan setelah inkubasi adalah pada perlakuan tanah Entisol yaitu 0.00% dengan tinggi rata-rata tanaman 76.69 cm. Hal ini menunjukkan bahwa tinggi tanaman tidak dipengaruhi oleh virulensi Ganoderma. Faktor keganasan isolat ganoderma yang digunakan juga merupakan salah satu faktor penyebab virulensi dari pathogen ini. Hal ini sesuai dengan literatur Yunasfi (2002) yang menyatakan bahwa berbagai galur atau asal (isolat) suatu jenis patogen dapat beragam keganasannya (virulensinya), tergantung pada gen yang terkandung di dalam inti atau bahan yang bertindak sebagai inti. Mengingat susunan gen karena berbagai proses dapat berubah, maka demikian pula virulensi pada suatu jenis patogen dapat berubah dari waktu ke waktu.
Pengaruh pH Tanah Terhadap Virulensi Ganoderma sp. Pada Beberapa Jenis Tanah Secara Invivo
Pada beberapa literatur interaksi tanah, tanaman dan penyakit menunjukkan bahwa pH tanah memiliki peran yang paling penting dalam infeksi dan dormansi penyakit didalam tanah. Setiap patogen memiliki kesesuaian yang berbeda terhadap pH tanah. Sedangkan pada Ganoderma dikatakan bahwa patogen ini menghendaki pH yang rendah hingga tinggi, yaitu antara 3.5-8.5. Hal ini sesuai dengan lieratur Jing (2007) yang mengatakan G. boninense Pat. dapat tumbuh pada pH 3-8,5 dengan temperature optimal 30oC dan terganggu pertumbuhannya pada temperature 15oC dan 35oC. dan tidak dapat tumbuh pada temperature 40oC.
Berdasarkan hasil analisis pH tanah, kaitan antara pH tanah awal, pH tanah setelah panen, keparahan penyakit, dan tinggi tanaman dibulan pengamatan pertama dan tinggi saat panen ditunjukkan pada tabel 7.
Tabel 9. Perubahan pH Tanah Sebelum Tanam dan Setelah Bongkar dan Kaitannya dengan Keparahan Penyakit
Jenis Tanah sebelum Tanam Setelah Panen Keparahan Penyakit (%)
Diamati berdasarkan pemaparan pada tabel 7, diketahui terjadi perubahan pH yang cukup tinggi pada 2 tanah perlakuan yaitu pada tanah Inceptisol + kapur yaitu sebesar 1.02 dan pada perlakuan tanah Entisol yaitu sebesar 1.68. Penurunan pH tanah ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya pencucian, reaksi-reaksi kimia ditanah, maupun aktifitas mikroorganisme. Faktor pencucian memberikan pengaruh terbesar pada menurunnya kadar pH pada 2 jenis tanah ini, alasannya, pada tanah Inceptisol + kapur terdapat basa aplikatif dimana basa-basa ini sangat mudah tercuci. Sedangkan pada tanah entisol, pH sangat mudah turun diakibatkan rendahnya kandungan bahan organic pada tanah entisols. Asam-asam organic mampu mengikat logam-logam seperti Al, Fe dan Ca dari dalam larutan tanah. Pengikatan logam-logam ini dapat meningkatkan pH tanah.
Rendahnya kandungan bahan organik menyebabkan pH tanah mudah turun. Hal ini sesuai dengan literature Damanik et al. (2011) yang mengatakan asam-asam organik seperti asam malonat, tartarat, humat, fulvik akan menghasilkan asam
Kandungan koloid organik dan mineral didalam tanah juga sangat mempengaruhi KTK (Damanik et.al, 2011). Fraksi organik bermuatan positif sedangkan fraksi anorganik bermuatan negative. Dibutuhkan basa seperti Ca, K, Mg, NH4 untuk menetralisir muatan kedua fraksi ini. Apabila tidak ternetralisir, muatan ini akan menjerap ion-ion hara didalam tanah. Tingginya fraksi organik dan rendahnya basa seperti pada tanah Histosol menjelaskan rendahnya ketersediaan unsur hara yang dapat diserap tanaman. Kandungan unsur hara dalam tanah berhubungan erat dengan ketahanan tanaman terhadap patogen tanah (Nurhayati, 2013), menyebabkan miselium jamur dapat dengan mudah menembus sel epidermis akar.
Berdasarkan pengamatan keparahan penyakit didapat pebedaan yang nyata. Persen tertinggi ditunjukkan oleh tanah Histosol yaitu sebesar 47.3%, sedangkan persen terendah didapat pada tanah Ultisol yaitu sebesar 11.0% dengan nilai pH masing-masing sebesar 4.20 dan 5.66. Nilai pH kedua tanah tergolong sangat masam dan masam, tetapi persen keparahan penyakit sangat berbeda nyata.
Terdapat faktor lain yang mempengaruhi selain pH, diantaranya adalah kandungan toksik didalam tanah. Tanah histosol umumnya memiliki asam-asam anorganik yang bersifat toksik bagi tanaman. Hal ini sesuai dengan literatur Hartatik et.al (2007) yang mengatakan tanah gambut memiliki tingkat kesuburan rendah dan mengandung beragam asam-asam organik yang sebagian bersifat racun bagi tanaman. Asam-asam tersebut merupakan bagian aktif dari tanah, yang menentukan kemampuan gambut untuk menahan unsur hara.