• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembuatan Tepung Singkong

Salah satu bahan dasar yang digunakan dalam formulasi produk flakes dalam penelitian ini ialah singkong (Manihot sp.) yang diperoleh secara langsung dari petani singkong di daerah Kracak, Dramaga. Singkong yang dipanen adalah singkong yang berumur kurang lebih 9 bulan, sebab menurut petani singkong, umur 9 bulan adalah umur terbaik untuk memperoleh mutu tepung yang baik. Kandungan gizi tepung singkong diantaranya adalah kadar lemak sebesar 0.90%, kadar protein sebesar 1.00%, kadar air sebesar 11.5%, kadar abu sebesar 0.7% (Departemen Perindustrian 1989).

Proses penepungan dimulai dengan mengupas singkong dan selanjutnya dicuci sampai bersih. Lalu, diiris tipis dengan ketebalan yang sama menjadi bentuk chips menggunakan slicer. Proses penepungan dilakukan di Laboratorium SEAFAST IPB. Kemudian, chips singkong dikeringkan di cabinet dryer dengan suhu 600 C, selama kurang lebih 4 jam, sampai didapatkan chips singkong yang benar-benar kering. Lalu, chips digiling menjadi tepung menggunakan disc-mill dan diayak menggunakan ayakan 60 mesh. Ukuran ini dianggap cukup untuk memperoleh tekstur yang diperlukan untuk pembuatan flakes. Ukuran tepung yang terlalu halus (> 60 mesh) akan membuat produk flakes menjadi tidak kompak dan rapuh.

Pembuatan tepung singkong dilakukan sebanyak dua kali dalam rentang waktu yang berbeda tetapi dengan prosedur yang sama. Nilai rendemen singkong yang diperoleh dari dua kali pembuatan tepung singkong dapat dilihat pada Tabel 1.

11 Tabel 1 Nilai rendemen singkong

Prosedur ke- Berat singkong

basah (gram)

Berat tepung

singkong (gram) Rendemen (%)

Penepungan ke-1 8 240 3 240 39.32

Penepungan ke-2 14 580 5 200 35.67

Rata-rata 37.49

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa rata-rata rendemen tepung singkong adalah 37.49%. Menurut Soetanto (2008) rendemen tepung singkong adalah sebesar 30%, hal ini menunjukkan bahwa rendemen yang diperoleh dari hasil penelitian sesuai dengan literatur. Tepung singkong hasil penepungan dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6 Tepung singkong hasil penepungan

Pembuatan Serbuk Pegagan

Pegagan (Centella asiatica) dalam penelitian ini digunakan sebagai bahan yang ditambahkan pada produk flakes. Penambahan ini bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah gizi bagi flakes, yaitu sebagai pangan fungsional untuk peningkatan fungsi kognitif otak. Berdasarkan penelitian-penelitian pendahulu (Herlina 2010, Rao et al. 2005, Veerendra & Gupta 2002, dan Wattanathorn et al. 2008) pegagan terbukti dapat meningkatkan kemampuan kognitif otak. Menurut Mirza (2012) daun pegagan memiliki kandungan gizi yaitu kadar air sebesar 88.13%, kadar abu sebesar 1.27%, dan kadar protein sebesar 16.27%.

Serbuk pegagan dibuat dengan cara mensortir pegagan yang akan digunakan dan memetik hanya bagian daunnya saja, kemudian daun pegagan dicuci sampai bersih. Pencucian daun pegagan dilakukan di awal prosedur untuk meminimalkan kehilangan zat gizi. Lalu, pegagan dijemur di bawah sinar matahari selama 2-3 jam hingga kering. Daun pegagan yang sudah kering selanjutnya diolah menjadi serbuk kasar dengan cara diremas sehingga ketika ditambahkan ke dalam flakes bentuk corak serpihan masih terlihat. Ukuran serbuk yang terlalu halus akan merubah warna flakes menjadi hijau.

Daun pegagan segar yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 3 140 gram dan menghasilkan sebanyak 186 gram serbuk pegagan. Rendemen serbuk pegagan yang diperoleh sebesar 5.93%, rendemen serbuk pegagan yang kecil disebabkan banyaknya kadar air daun pegagan yang hilang selama proses pengeringan dilakukan.

Pemilihan metode yang digunakan dalam prosedur pembuatan serbuk pegagan yaitu berdasarkan pertimbangan bahwa menggunakan sinar matahari secara langsung lebih baik karena dapat meminimalkan zat-zat gizi yang hilang ataupun rusak selama melakukan pengeringan. Selama pengeringan, pegagan dibungkus dengan plastik bersih untuk meminimalkan kontaminasi. Serbuk pegagan dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7 Serbuk pegagan

Pembuatan Flakes

Pembuatan produk flakes dalam penelitian ini menggunakan dua bahan utama yaitu pati garut dan tepung singkong. Pati garut yang digunakan adalah pati garut yang diperoleh dari Gapoktan Melati Yogyakarta. Proses pembuatan produk flakes terdiri dari dua tahap pembuatan.

Tahap pertama adalah formulasi flakes dengan dua bahan utama, yaitu pati garut dan tepung singkong. Pada tahap ini, dibuat tiga jenis formula yaitu F1, F2, dan F3. Formula F1 memiliki perbandingan persentase pati garut dengan tepung singkong sebesar 40:60. Formula F2 dengan perbandingan 50:50, dan formula F3 dengan perbandingan 60:40. Tahap pertama ini bertujuan untuk mendapatkan formula dengan perbandingan persentase yang lebih disukai panelis. Formula yang paling disukai panelis ditentukan melalui uji hedonik yang disebut sebagai formula terpilih (FT), yang juga akan digunakan sebagai kontrol (FK).

Pembuatan flakes tahap pertama dilakukan dengan mencampurkan bahan utama dan bahan pendukung, yaitu gula, garam, dan air sesuai dengan takaran yang pas untuk memperoleh karakteristik yang mendekati karakteristik flakes. Rincian bahan dasar dan bahan tambahan pada pembuatan flakes tahap pertama dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Rincian bahan-bahan pembuatan flakes tahap pertama

Bahan Formula Persentase Terhadap Berat Total F1 F2 F3 Pati garut (g) 200.00 250.00 300.00 - Tepung singkong (g) 300.00 250.00 200.00 - Garam (g) 3.12 3.12 3.12 0.62 Gula (g) 84.38 84.38 84.38 16.88 Air (g) 265.62 265.62 265.62 53.12

Total (pati garut dan

13 Tahap kedua, flakes FT diberi tambahan serbuk pegagan dengan tiga taraf kadar yakni, 2.5% , 5%, dan 7.5%. Ketiga formula tersebut disebut FT1, FT2, dan FT3. Penambahan pegagan dilakukan kurang dari 10%, untuk menghindari perubahan warna menjadi terlalu hijau, serta rasa yang cenderung menjadi pahit. Kedua faktor ini diduga akan mengurangi daya terima konsumen sasaran yaitu anak usia sekolah dasar. Persentase ini merupakan perbandingan berat pegagan dengan total berat bahan utama dalam adonan. Rincian bahan dasar dan bahan tambahan pada pembuatan flakes tahap kedua dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Rincian bahan-bahan pembuatan flakes tahap kedua

Bahan Formula Persentase Terhadap Berat Total FT1 FT2 FT3 Pati garut (g) 200.00 250.00 300.00 - Tepung singkong (g) 300.00 250.00 200.00 - Serbuk pegagan (g) 12.50 25.00 37.50 - Garam (g) 3.12 3.12 3.12 0.62 Gula (g) 84.38 84.38 84.38 16.88 Air (g) 265.62 265.62 265.62 53.12

Total (pati garut dan

tepung singkong) (g) 500.00 500.00 500.00 -

Penentuan takaran bahan-bahan yang digunakan dalam formulasi mengacu pada literatur pembuatan flakes (Anggiarini 2004, Koswara 2003, dan Widyasitoresmi 2010) disertai dengan melakukan uji coba trial-error sampai didapatkan karakteristik adonan flakes yang diinginkan. Pembuatan adonan dilakukan dengan mencampurkan seluruh adonan kering dan mengaduknya sampai rata, lalu ditambahkan air sedikit demi sedikit sambil mengocok adonan dengan mixer, sampai adonan menyatu dan menjadi kalis. Lalu, dikukus selama dua sampai tiga menit menggunakan jacket steam-cattle pada suhu 700C. Tujuan dari pengukusan ini adalah agar pati yang ada menjadi setengah matang sehingga mempermudah pencetakan adonan atau palleting pada grinder.

Menurut Astawan (2004), pengukusan tepung yang terlalu lama menyebabkan tepung terlalu matang, sehingga sulit diolah karena tepung yang terlalu lunak menyebabkan flakes mudah patah, sementara tepung yang masih terlalu mentah akan mengakibatkan adonan yang dihasilkan lebih mudah patah karena menghasilkan

flakes dengan tekstur yang tidak kompak.

Selanjutnya, adonan yang telah dikukus dipipil menjadi bulatan kecil kira-kira seukuran biji jagung. Pemipilan dilakukan secara manual, karena penggunaan alat extruder tidak dapat dilakukan disebabkan oleh adonan yang terlalu melekat pada alat extruder, hal ini disebabkan karena bahan dasar dari flakes adalah singkong yang memiliki kadar amilosa yang lebih rendah dibanding kadar amilopektinnya (Ulyarti 1997).

Adonan yang telah dipipil, kemudian dipipihkan dengan ketebalan sekitar 0.5 mm menggunakan noodle-maker, sampai membentuk flakes sesuai dengan ukuran yang diinginkan. Flakes basah yang telah dipipihkan kemudian disusun diatas tray, dan tidak ada flakes bertindih. Hal ini bertujuan agar setelah pemanggangan, flakes tidak saling menempel dan mudah dipisahkan. Flakes basah yang telah disusun di tray dipanggang di dalam oven dengan suhu 1500C,

selama kurang lebih 25 menit sampai flakes menjadi keras dan berwarna kuning keemasan. Bobot adonan (bahan utama dan bahan pendukung) sebanyak 43.28 gram menghasilkan flakes sebanyak 25 gram. Hal ini terjadi karena selama proses pemanggangan, banyak kadar air yang menguap, sehingga bobot flakes lebih rendah daripada bobot adonan. Dokumentasi pembuatan flakes dapat dilihat pada Lampiran 17.

Hasil Uji Organoleptik Flakes

Tahap Pertama

Pada tahap ini, flakes belum ditambah pegagan. Uji organoleptik ini dilakukan untuk mendapatkan formula flakes (F1, F2, atau F3) yang paling disukai oleh panelis. Formula terpilih tersebut disebut FT yang juga merupakan formula kontrol (FK) pada saat dilakukan analisis fisik dan analisis kandungan gizi.

Ketiga produk flakes disajikan kepada panelis dengan dua perlakuan, yaitu dengan penambahan susu dan tanpa penambahan susu. Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah panelis masih dapat menerima produk flakes bila dikonsumsi secara langsung atau disajikan dengan susu. Hasil rata-rata uji hedonik tahap pertama disajikan pada Tabel 4, sedangkan hasil sidik ragam dan uji lanjut Duncan dapat dilihat pada Lampiran 5-7.

Tabel 4 Data rata-rata hasil uji hedonik organolpetik tahap pertama

Formula Tanpa penambahan susu Dengan penambahan susu Warna Aroma Rasa Tekstur Warna Aroma Rasa Tekstur

F1 6.30a 5.87a 6.18a 5.48a 6.33a 6.41a 6.41a 6.15a

F2 6.08a 5.71a 6.29a 6.18b 6.32a 6.65a 6.65a 6.64b

F3 5.84a 5.83a 6.19a 6.06b 6.21a 6.44a 6.44a 6.65b

Keterangan: Huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0.05)

a. Warna

Hasil uji hedonik terhadap atribut warna pada flakes yang disajikan tanpa susu menunjukkan bahwa panelis lebih menyukai F1, dengan nilai rata-rata 6.30. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbedaan perbandingan antara pati garut dan tepung singkong tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap penerimaan panelis pada warna flakes (p>0.05).

Hasil uji hedonik terhadap produk flakes yang disajikan dengan susu menunjukkan bahwa panelis juga lebih menyukai F1 dengan nilai rata-rata 6,33. Sama halnya seperti hasil uji hedonik untuk flakes tanpa susu, hasil sidik ragam uji hedonik dengan penambahan susu menunjukkan bahwa perbedaan perbandingan antara pati garut dan tepung singkong tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap penerimaan panelis pada warna flakes (p>0.05).

b. Aroma

Hasil uji hedonik terhadap atribut aroma flakes yang disajikan tanpa susu menunjukkan bahwa panelis lebih menyukai F1 dengan nilai rata-rata 5.87. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbedaan perbandingan antara pati garut dan

15 tepung singkong tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap penerimaan panelis pada aroma flakes (p>0.05).

Penyajian dengan menggunakan susu menunjukkan bahwa panelis lebih menyukai F2 dengan nilai rata-rata 6.65; dan hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbedaan perbandingan antara pati garut dan tepung singkong tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap penerimaan panelis pada aroma flakes (p>0.05).

c. Rasa

Hasil uji hedonik terhadap atribut rasa pada flakes yang disajikan tanpa susu menunjukkan bahwa panelis lebih menyukai F2 dengan nilai rata-rata 6.29, dan hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbedaan perbandingan antara pati garut dan tepung singkong tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap penerimaan panelis pada rasa flakes (p>0.05).

Penyajian dengan menggunakan susu menunjukkan bahwa panelis lebih menyukai F2, dengan nilai rata-rata 6.65; dan hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbedaan perbandingan antara pati garut dan tepung singkong tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap penerimaan panelis pada rasa flakes (p>0.05).

d. Tekstur

Hasil uji hedonik terhadap atribut tekstur pada flakes yang disajikan tanpa penambahan susu menunjukkan bahwa panelis lebih menyukai F2 dengan nilai rata-rata 6.18; dan hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbedaan perbandingan antara pati garut dan tepung singkong memberikan pengaruh yang nyata terhadap penerimaan panelis pada tekstur flakes (p<0.05).

Penyajian flakes dengan susu menunjukkan bahwa panelis lebih menyukai F3 dengan nilai rata-rata 6.65; dan hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbedaan perbandingan antara pati garut dan tepung singkong memberikan pengaruh yang nyata terhadap penerimaan panelis pada tekstur flakes (p<0.05).

Hasil uji hedonik pada uji organoleptik tahap pertama dijadikan sebagai pertimbangan untuk menentukan formula terpilih dari tepung komposit pati garut dan tepung singkong. Hasil uji hedonik tahap pertama menunjukkan bahwa formula yang cenderung disukai oleh panelis adalah F2 dengan persentase perbandingan pati garut:tepung singkong 50:50. Namun, berdasarkan uji sidik ragam perbedaan perbandingan kedua bahan utama tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap daya terima panelis terhadap produk flakes.

Secara keseluruhan, ketiga jenis formula dapat diterima oleh panelis, sehingga pemilihannya dilakukan dengan mempertimbangkan faktor lain, yaitu besar persentase kandungan pati garut. Peneliti memilih F3 karena persentase pati garut lebih besar dari tepung singkong yakni 60:40. Pertimbangan ini bertujuan untuk meningkatkan penggunaan pati garut sebagai bahan pangan. Produk flakes terpilih dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8 Produk flakes terpilih (FT)

Tahap Kedua

Uji organoleptik tahap kedua dilakukan untuk memperoleh formula flakes yang paling disukai panelis diantara FT1, FT2, atau FT3. Formula terpilih pada uji ini disebut formula terpilih akhir (FTA). Hasil rata-rata uji hedonik disajikan pada Tabel 5, dan hasil rata-rata uji mutu hedonik pada Tabel 6. Hasil sidik ragam dan uji lanjut Duncan disajikan pada Lampiran 8-13.

Tabel 5 Data rata-rata hasil uji hedonik organoleptik tahap kedua

Formula

Tanpa penambahan susu Dengan penambahan susu Warna Aroma Rasa Tekstur Warna Aroma Rasa Tekstur

FT1 6.46c 6.60b 6.58c 6.22a 6.32a 6.85b 7.06b 6.93a

FT2 5.87b 5.78a 5.62b 6.16a 6.03a 6.48b 6.37a 6.58a

FT3 5.30a 5.34a 5.03a 6.04a 5.94a 6.02a 5.92a 6.69a

Keterangan: Huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0.05)

Tabel 6 Data rata-rata hasil uji mutu hedonik organoleptik tahap kedua

Formula

Tanpa penambahan susu Dengan penambahan susu Warna Aroma Rasa Tekstur Warna Aroma Rasa Tekstur

FT1 4.72a 4.01a 4.77a 6.92a 4.71a 3.93a 4.14a 6.62a

FT2 5.57b 4.59a 5.46b 6.82a 5.84b 4.22a 4.71a 6.16a

FT3 6.85c 5.44b 6.43c 6.91a 6.66c 4.50a 5.60b 6.45a

Keterangan: Huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0.05)

a. Warna

Hasil uji hedonik flakes yang disajikan tanpa susu untuk atribut warna, menunjukkan panelis lebih menyukai FT1, dengan nilai rata-rata 6.46. Penyajian dengan susu juga menunjukkan FT1 lebih disukai dengan nilai rata-rata 6.32. Hasil sidik ragam untuk penyajian flakes tanpa susu menunjukkan bahwa peningkatan kandungan pegagan berpengaruh nyata terhadap penurunan tingkat kesukaan panelis terhadap warna flakes (p<0.05). Namun, tidak berpengaruh nyata dalam penyajian flakes dengan susu (p>0.05).

Hasil uji mutu hedonik flakes yang disajikan tanpa susu menunjukkan bahwa FT1 memiliki nilai 4.72 (pucat), FT2 memiliki nilai 5.57 (hijau), dan FT3 memiliki nilai 6.85 (hijau). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbedaan perbandingan penambahan pegagan berpengaruh nyata terhadap warna flakes (p<0.05).

17 Penyajian flakes dengan susu menunjukkan bahwa hasil uji mutu hedonik untuk FT1 memiliki nilai 4.71 (pucat), FT2 dengan nilai 5.84 (hijau), dan FT3 dengan nilai 6.66 (hijau). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbedaan perbandingan kandungan pegagan berpengaruh nyata terhadap warna flakes (p<0.05), kandungan pegagan yang semakin banyak membuat warna flakes semakin hijau. Nilai rataan uji yang semakin besar menyatakan warna flakes yang semakin hijau, hal ini dihindari oleh peneliti karena diduga akan menurunkan daya terima terhadap flakes.

b. Aroma

Hasil uji hedonik flakes yang disajikan tanpa susu untuk atribut aroma menunjukkan bahwa panelis lebih menyukai flakes FT1 dengan nilai rata-rata 6.60. Penyajian flakes dengan susu, juga menunjukkan bahwa panelis lebih menyukai FT1 dengan nilai rata-rata 6.85. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa kenaikan persentase pegagan berpengaruh nyata terhadap aroma (p<0.05), namun menurunkan daya terima panelis terhadap aroma flakes.

Hasil uji mutu hedonik terhadap flakes yang disajikan tanpa susu menunjukkan bahwa FT1 memiliki nilai 4.01 (tidak langu), FT2 dengan nilai 4.59 (tidak langu), dan FT3 dengan nilai 5.44 (langu). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa kenaikan kandungan pegagan berpengaruh nyata terhadap aroma flakes (p<0.05), tetapi membuat aroma flakes semakin langu.

Penyajian dengan susu menunjukkan bahwa FT1 memiliki nilai 3.93 (tidak langu), FT2 dengan nilai 4.22 (tidak langu), dan FT3 dengan nilai 4.50 (tidak langu). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbedaan perbandingan penambahan pegagan tidak berpengaruh nyata terhadap aroma flakes (p>0.05). Nilai yang semakin besar menunjukkan aroma flakes yang semakin langu. Hal ini dihindari oleh peneliti karena cenderung menurunkan daya terima panelis.

c. Rasa

Hasil uji hedonik flakes yang disajikan tanpa susu untuk atribut rasa menunjukkan panelis lebih menyukai rasa flakes formula FT1 dengan nilai rata-rata 6.58. Penyajian flakes dengan susu juga menunjukkan bahwa FT1 lebih disukai dengan nilai rata-rata 7.06. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa kenaikan persentase pegagan berpengaruh nyata terhadap rasa flakes (p<0.05), namun menurunkan daya terima panelis terhadap rasa flakes.

Hasil uji mutu hedonik flakes yang disajikan tanpa susu menunjukkan bahwa FT1 memiliki nilai rata-rata 4.77 (tidak berasa khas pegagan), FT2 dengan nilai rata-rata 5.46 (berasa khas pegagan), dan FT3 dengan nilai rata-rata 6.43 (berasa khas pegagan). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa kenaikan kadar pegagan berpengaruh nyata terhadap rasa flakes (p<0.05). Artinya, semakin besar penambahan pegagan, maka flakes semakin berasa khas daun pegagan.

Penyajian dengan susu menunjukkan bahwa FT1 memiliki nilai rata-rata 4.14 (tidak berasa khas pegagan), FT2 dengan nilai rata-rata 4.71 (tidak berasa khas pegagan), dan FT3 dengan nilai rata-rata 5.60 (berasa khas pegagan). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbedaan perbandingan penambahan pegagan berpengaruh nyata terhadap rasa flakes (p<0.05). Nilai yang semakin besar menunjukkan flakes semakin berasa khas pegagan. Hal ini dihindari oleh peneliti karena cenderung menurunkan daya terima panelis.

d. Tekstur

Hasil uji hedonik flakes yang disajikan tanpa susu untuk atribut tekstur menunjukkan bahwa panelis lebih menyukai FT1 dengan nilai rata-rata 6.22. Penyajian dengan susu juga menunjukkan hal yang sama dengan nilai 6.93. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbedaan perbandingan penambahan pegagan tidak berpengaruh secara nyata terhadap daya terima panelis terhadap tekstur flakes (p>0.05).

Hasil uji mutu hedonik untuk flakes yang disajikan tanpa susu menunjukkan bahwa FT1 memiliki nilai rata-rata 6.92 (renyah), FT2 memiliki nilai rata-rata 6.82 (renyah), dan FT3 memiliki nilai rata-rata 6.91 (renyah). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbedaan perbandingan penambahan pegagan tidak berpengaruh nyata terhadap tekstur (p>0.05).

Hasil uji mutu hedonik terhadap flakes yang disajikan dengan susu, menunjukkan bahwa FT1 memiliki nilai rata-rata 6.62 (renyah), FT2 dengan nilai rata-rata 6.16 (renyah), dan FT3 dengan nilai rata-rata 6.45 (renyah). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbedaan perbandingan penambahan pegagan tidak berpengaruh nyata terhadap tekstur flakes (p>0.05). Nilai yang semakin besar menunjukkan tekstur flakes yang semakin renyah dan hal tersebut diinginkan peneliti karena cenderung meningkatkan daya terima panelis.

Pada uji hedonik, panelis lebih menyukai FT1 yakni formula dengan penambahan pegagan terendah (2.5%), karena penambahan pegagan yang semakin banyak akan membuat warna menjadi semakin hijau, aroma semakin langu, dan rasa khas pegagan semakin jelas. Hal tersebut juga didukung dengan uji statistik yang menunjukkan bahwa penambahan pegagan berpengaruh nyata terhadap atribut warna, aroma dan rasa.

Hasil uji mutu hedonik juga menunjukkan bahwa FT1 memiliki karakteristik warna yang lebih pucat, aroma yang kurang langu, rasa yang kurang berasa khas pegagan, dan tekstur yang lebih renyah. Oleh karena itu, FT1 dipilih menjadi formula terpilih akhir (FTA). Produk flakes terpilih akhir dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9 Produk flakes terpilih akhir (FTA)

Penerimaan Flakes

Hasil uji penerimaan flakes FTA oleh konsumen sasaran yakni anak SD dapat dilihat pada Gambar 10, dan hasil rekapitulasinya dapat dilihat pada Lampiran 14.

19

Gambar 10 Persentase penerimaan flakes terpilih akhir (FTA)

Pada grafik ditunjukkan bahwa flakes disukai oleh 69.45%, sedangkan yang merasa biasa saja ataupun netral ialah 22.22%, dan yang tidak menyukai flakes 8.33%. Setyaningsih et al. (2010) menyatakan bahwa suatu produk pangan dikatakan dapat diterima oleh konsumen jika jumlah persentase konsumen yang menolak produk kurang dari 50%, dan konsumen juga mampu mengonsumsi produk tersebut. Konsumen sasaran dikatakan dapat menerima flakes jika konsumen memilih kategori suka ataupun netral/biasa, oleh karena itu sebanyak 91.67% konsumen sasaran dapat dikatakan dapat menerima produk flakes.

Panelis yang tidak menyukai produk flakes mungkin karena penyajiannya dengan susu tanpa rasa (tawar). Sebelum dikonsumsi, anak-anak diminta merendam flakes lebih dulu ke dalam larutan susu. Beberapa anak mengaku tidak menyukai susu tanpa rasa (tawar) sehingga diduga anak akan cenderung tidak menyukai produk flakes yang diujikan. Proses uji penerimaan produk flakes dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11 Proses uji penerimaan flakes

8.33 22.22 69.45 0 10 20 30 40 50 60 70 80

Tidak suka Biasa/netral Suka

Per

sen

tase

(%

Sifat Fisik dan Kandungan Gizi Flakes

Sifat Fisik

Hasil analisis sifat fisik flakes kontrol (FK) dan flakes formula terpilih akhir (FTA) dapat dilihat pada Tabel 7. Hasil uji beda sifat fisik FK dan FTA secara lengkap disajikan pada Lampiran 15.

Tabel 7 Sifat fisik flakes kontrol dan flakes formula terpilih akhir

Sifat fisik Flakes formula

kontrol (FK) Flakes FTA

Kekerasan (gram/mm) 76.08a 51.04b

Daya serap air (%) 282.65a 273.79a

Densitas kamba (g/ml) 0.14a 0.13b

Keterangan: Huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0.05)

a. Kekerasan

Kekerasan flakes diukur dengan menggunakan alat Texture-Analyzer. Hasil keluarannnya diolah menggunakan Software Texture Expert. Berdasarkan Tabel 7, nilai rata-rata kekerasan produk FK ialah 76.08 gram/mm. Nilai ini lebih tinggi bila dibandingkan dengan FTA sebesar 51.04 gram/mm. Hasil uji beda juga menunjukkan bahwa kekerasan flakes FK berbeda nyata dengan flakes FTA (p<0.05).

Hasil ini menunjukkan bahwa flakes FK memiliki tekstur yang relatif lebih keras dibandingkan dengan flakes FTA. Hal ini sesuai dengan Melianawati (1998) yang menyatakan nilai kekerasan yang lebih tinggi menunjukkan produk flakes yang lebih keras dan akibatnya menjadi kurang renyah. Menurut Oakenfull et al. (1997) kadar protein yang semakin tinggi akan cenderung meningkatkan tingkat kerenyahan suatu produk, dimana nilai kerenyahan suatu produk berbanding terbalik dengan kekerasannya (Amalia 2013). Penambahan pegagan pada flakes meningkatkan kadar protein dari flakes, oleh karena itu tingkat kekerasan flakes FTA lebih rendah daripada flakes FK.

b. Daya serap air

Nilai rata-rata daya serap air flakes FK ialah 282.65%, yang berarti setiap satu gram flakes dapat menyerap air sebanyak 282.65% atau setara dengan sekitar 2.83 ml air. Nilai ini lebih tinggi dibandingkan dengan flakes FTA yakni 273.79%

Dokumen terkait