• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembuatan Serbuk dan Ekstrak Galohgor

Pembuatan jamu Galohgor dilakukan dengan dua cara yaitu dengan menggunakan drum dryer dan proses ekstraksi (Gambar 3). Teknik pengolahan jamu pada penelitian ini berbeda dengan metode tradisional, dimana khusus untuk bahan jamu dalam bentuk kacang-kacangan dan biji direndam dalam air panas selama empat jam. Hal ini dilakukan agar tekstur biji dan kacang-kacangan tersebut menjadi lebih lunak dan memudahkan proses pengolahan selanjutnya yaitu penghalusan dan pembuatan pasta.

Biji-bijian yang mengalami perlakuan penambahan air akan mengalami pelunakan bagian lapis luar dan butir endosperm. Hal ini akan memudahkan penggilingan. Selain itu, perendaman dilakukan untuk menghindari efek oligosakarida flatulensi dari kacang-kacangan (Muchtadi 1993).

Pembuatan jamu Galohgor dengan menggunakan drum dryer dilakukan pada suhu 60-80°C. Kontak produk dengan drum pengering hanya 20 detik dan didapatkan hasil dalam bentuk lembaran kering. Alasan pemilihan drum dryer

sebagai alat pembuatan jamu Galohgor dikarenakan waktunya yang singkat dalam pemaparan panas pada Galohgor. Hal ini memberikan efek positif terhadap kualitas jamu Galohgor yang dihasilkan, baik dari segi gizi maupun penampakannya. Kandungan gizi tetap terjaga serta serbuk yang dihasilkan berwarna kehijauan. Proses pengeringan lain yang dapat menghasilkan produk dengan kualitas yang baik dari segi aroma dan rasa adalah metode freeze drying. Metode ini didasarkan pada prinsip sublimasi pada suhu 0°C dan tekanan 613 Pascal sehingga kristal es akan menjadi uap tanpa melalui fase cair (Muchtadi 2008). Kelemahan dari metode ini adalah membutuhkan biaya operasional yang cukup besar.

Proses ekstraksi Galohgor dilakukan dengan cara maserasi basah. Galohgor diekstraksi dengan pelarut etanol 30% selama 3x24 jam dan dipekatkan dengan vacuum evaporator hingga didapatkan hasil ekstrak Galohgor yang berwarna kecoklatan. Ekstrak Galohgor tersebut masih menggumpal dan partikelnya menempel satu sama lain, sehingga perlu dihaluskan lagi dengan menggunakan blender.

Metode ekstraksi lain yang dapat menghasilkan hasil yang lebih baik adalah metode perkolasi. Metode perkolasi lebih baik dibandingkan dengan metode maserasi karena pada metode ini pelarut terus dialirkan secara kontinyu

sehingga tidak akan tercapai kesetimbangan konsentrasi antara larutan di dalam dan di luar sel, sehingga simplisia dapat terekstrak dengan sempurna. Ruangan diantara serbuk-serbuk simplisia membentuk saluran tempat mengalir cairan penyari.karena kecilnya saluran kapiler tersebut,maka kecepatan pelarut cukup untuk mengurangi lapisan batas,sehingga dapat meningkatkan perbedaan konsentrasi (Voight 1994). Kelemahan dari metode ini adalah membutuhkan pelarut dalam jumlah yang lebih banyak dari metode maserasi.

(a) (b)

Gambar 3 Serbuk Galohgor (a) dan ekstrak Galohgor (b)

Kandungan Zat Gizi Serbuk dan Ekstrak Galohgor Kadar Air

Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan diperoleh hasil 5.8% (bb) untuk kadar air ekstrak Galohgor 3.1% (bb) untuk kadar air serbuk Galohgor. Kadar air untuk serbuk Galohgor sudah memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-4320-1996 (BSN 1996) untuk serbuk minuman tradisional yaitu maksimal sebesar 3%.

Sebagian air dalam bahan perlu dihilangkan sehingga mencapai kadar air tertentu untuk memperpanjang daya simpan bahan tersebut (Winarno 2004). Penyimpanan jamu ini juga perlu diperhatikan agar jamu tetap kering dan kadar air tidak meningkat. Menurut Rahayu (2003) masa simpan tepung dan produk bubuk lainnya pada kadar air di bawah 14% adalah satu tahun. Kadar air ekstrak dan serbuk Galohgor kurang dari 14% sehingga jika disimpan dengan baik dapat bertahan selama satu tahun tanpa kerusakan mikroba.

Kadar Abu

Berdasarkan hasil analisis, kadar abu untuk ekstrak Galohgor adalah 6.7% (bk), kadar abu untuk serbuk Galohgor adalah 1.8% (bk). Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-4320-1996 (BSN 1996) mensyaratkan kadar abu untuk serbuk minuman tradisional maksimal sebesar 1.5%. Tingginya kadar abu dalam ekstrak Galohgor menunjukkan bahwa kandungan mineral jamu Galohgor cukup tinggi. Kadar abu ekstrak Galohgor lebih tinggi daripada serbuk Galohgor. Hal ini menunjukkan bahwa proses ekstraksi mampu menarik komponen mineral dalam tanaman lebih dari proses tanpa ekstraksi. Prinsip proses ekstraksi yaitu perpindahan massa komponen zat padat ke dalam pelarut dimana perpindahan mulai terjadi pada lapisan antar muka, kemudian berdifusi masuk ke dalam pelarut (Afifah 2003). Komponen mineral dalam simplisia akan berpindah dari dalam sel ke dalam pelarut. Pelarut kemudian diuapkan dan didapatkan hasil ekstraksi.

Kadar Protein

Protein merupakan penyusun utama sel-sel tubuh. Jumlah sel dalam tubuh meningkat selama masa pertumbuhan (balita, anak-anak dan remaja) sehingga kebutuhan proteinnya sangat tinggi. Protein dalam jaringan selalu mengalami perombakan sehingga perlu diganti dari asam amino yang terdapat dalam makanan (Gaman dan Sherrington 1992).

Kadar protein untuk ekstrak Galohgor adalah 15.49% (bk); kadar protein untuk serbuk Galohgor adalah 13.51% (bk). Galohgor mengandung kedelai, kacang tanah dan beras yang mempunyai kandungan protein yang cukup tinggi. Kandungan protein kedelai mencapai 40%, kacang tanah 24% dan beras 6,5% (Gaman dan Sherrington 1992).

Kadar Lemak

Kadar lemak ekstrak Galohgor adalah 8.59% (bk); kadar lemak untuk serbuk Galohgor adalah 4.85% (bk). Tingginya kadar lemak dari ekstrak Galohgor karena proses ekstraksi mampu menarik komponen lemak. Isi sel dari bahan makanan yang mengandung lemak (misalnya kacang-kacangan) akan tertarik ke luar oleh pelarut yang digunakan dalam ekstraksi.

Kedelai yang merupakan komponen Galohgor, menurut Gaman dan Sherrington (1992) memiliki kandungan nlemak mencapai 24% dan kacang tanah 49%. Biji pala yang merupakan salah satu bahan penyusun Galohgor juga

mengandung asam lemak esensial yaitu asam linoleat yang berguna untuk pertumbuhan dan fungsi normal semua jaringan (Hembing 2001).

Kadar Karbohidrat

Berdasarkan hasil perhitungan (Lampiran 2), kadar karbohidrat serbuk Galohgor adalah 79.7% (bk) dan pada ekstrak Galohgor sebesar 68.7% (bk). Kadar karbohidrat pada ekstrak Galohgor lebih rendah dibandingkan serbuk Galohgor karena ekstrak Galohgor didapatkan dari maserat yang telah dipisahkan dari ampasnya. Sebagian besar karbohidrat (dalam bentuk selulosa) terdapat dalam dinding sel tumbuhan yang tertinggal dalam ampas dan terpisah selama proses ekstraksi.

Karbohidrat dalam sumber pangan nabati umumnya berupa polisakarida. Polisakarida dan disakarida terhidrolisis oleh enzim pencernaan dan diabsorbsi tubuh dalam bentuk monosakarida (Gaman dan Sherrington 1992). Bahan penyusun Galohgor yang mengandung banyak karbohidrat antara lain beras dan jagung. Kadar abu dan zat gizi ekstrak Galohgor lebih tinggi daripada serbuk Galohgor, kecuali karbohidrat (Tabel 3).

Tabel 3 Kadar abu dan zat gizi serbuk dan ekstrak Galohgor

Komponen Serbuk Galohgor Ekstrak Galohgor

% bb % bk % bb % bk Air 3.1 - 5.8 - Abu 1.7 1.8 6.4 6.7 Protein 13.1 13.5 14.6 15.4 Lemak 4.7 4.8 8.1 8.6 Karbohidrat 77.3 79.7 64.8 68.7 Kadar Magnesium (Mg)

Ketentuan dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-4320-1996 (BSN 1996) tentang kadar Magnesium dalam minuman serbuk tradisional belum ditetapkan. Kadar Magnesium dalam serbuk Galohgor sebesar 1068.2 ppm (bk), pada ekstrak Galohgor sebesar 1338.1 ppm (bk). Kadar magnesium bervariasi pada tiap bahan makanan. Sumber utama magnesium adalah biji-bijian, kacang-kacangan, dan coklat. Namun, makanan tinggi serat mengandung fitat yang dapat menurunkan penyerapan magnesium (Sangat dan Riswam 2002).

Kadar Zat Besi (Fe)

Kadar zat besi dalam serbuk Galohgor sebesar 150.5 ppm (bk), dalam ekstrak Galohgor sebesar 336.1 ppm (bk). Kadar zat besi dalam minuman serbuk tradisional belum dicantumkan dalam SNI 01-4320-1996 (BSN 1996). Galohgor mengandung bahan-bahan yang mengandung cukup banyak zat besi diantaranya kacang-kacangan dan serealia. Serealia mengandung 1.4 mg besi per 100 gram (setara dengan 14 ppm). Besi dalam serealia umumnya hilang setengahnya dalam proses penggilingan jika bekatul dan lembaganya dibuang (Gaman dan Sherrington 1992).

Kadar Seng (Zn)

Kadar seng serbuk Galohgor sebesar 47.7 ppm (bk); dalam ekstrak Galohgor sebesar 67.1 ppm (bk). Sedangkan dalam SNI 01-4320-1996 (BSN 1996) kadar seng dalam serbuk minuman tradisional maksimal sebesar 50 mg dalam satu kilogram atau 5 mg dalam 100 gram jamu (50 ppm setara dengan 5 mg dalam setiap 100 gram bahan). Hasil analisis menunjukkan bahwa kandungan seng ekstrak Galohgor sedikit lebih besar dari standar seng dalam SNI.

Penyerapan seng mempunyai kompetitor yaitu Fe dan Cu sehingga dapat menjadi faktor yang harus dipertimbangkan jika mengkonsumsi suplemen (Linder 1992). Kalsium juga dapat mengganggu penyerapan seng. Dengan adanya fitat, kalsium akan lebih menghambat penyerapan seng. Sebaliknya penyerapan folat menjadi kurang efisien jika asupan seng rendah (Kartono dan Moesijanti 2004). Penyerapan Zn memerlukan energi dan ditingkatkan oleh sitrat. Dalam ASI, banyak Zn terikat dan daya gunanya lebih tinggi (Linder 1992).

Kadar Iodium (I)

Kadar iodium dalam serbuk minuman tradisional belum dicantumkan dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-4320-1996 (BSN 1996). Hasil analisis menunjukkan kadar iodium pada serbuk Galohgor sebesar 174.7 ppm (bk), pada ekstrak Galohgor sebesar 182.1 ppm (bk). Sumber utama iodium dalam makanan adalah seafood, serealia, sayuran dan susu. Banyaknya iodium dalam bahan makanan tergantung banyaknya iodium dalam tanah di daerah bahan makanan tersebut dihasilkan (Gaman dan Sherrington 1992).

Iodium dari makanan akan diserap dan menjadi bentuk iodida. Iodida adalah bentuk iodium dalam tubuh yang merupakan bagian penting dari hormon triiodothyronine (T3) dan tetraiodothyronine (T4). Kedua hormon tersebut

dihasilkan oleh hormon tiroid. Iodida ini berperan dalam mengatur suhu tubuh, reproduksi, dan fungsi iodide lainnya (Kartono dan Moesijanti 2004).

Secara keseluruhan seperti tampak pada Tabel 4, kadar mineral ekstrak Galohgor yang meliputi iodium, magnesium, seng, dan besi lebih tinggi daripada serbuk Galohgor.

Tabel 4 Kandungan mineral serbuk dan ekstrak Galohgor

Mineral Serbuk Galohgor Ekstrak Galohgor

ppm (bb) ppm (bk) ppm (bb) ppm (bk) Iodium 169.3 174.7 171.6 182.1 Magnesium 1035.1 1068.2 1260.5 1338.1 Seng 46.3 47.7 63.3 67.1 Besi 145.9 150.5 316.6 336.1 Formulasi Madu-Galohgor

Formula dibuat dengan perbandingan Galohgor: madu: air adalah 10: 15: 75. Konsentrasi Galohgor hanya 10% dari keseluruhan komposisi produk Madu-Galohgor. Jika produk Madu-Galohgor yang setara dengan 200 gram atau kira-kira 200 ml diminum dalam sehari, maka hal ini sesuai dengan jumlah konsumsi Galohgor yang dianjurkan oleh Roosita (2003) yaitu 20 gram dalam sehari. Konsentrasi madu sebanyak 30 gram sesuai dengan anjuran Winarno (1990) yaitu mengkonsumsi madu 30-45 gram dalam sehari.

Suspending agent yang digunakan dalam pembuatan produk

Madu-Galohgor adalah CMCNa (Sodium-Carboxy metyl cellulose). Tabel 5 menunjukkan bahwa formula Madu-Galohgor serbuk (MGS), produk yang stabil baru dapat dibuat pada konsentrasi CMCNa 0.5%-1%. Pada konsentrasi 1.5%, produk sudah menjadi kental sehingga sulit dituang. Sementara untuk formula Madu-Galohgor ekstrak (MGE) dapat dibuat menjadi produk yang stabil pada konsentrasi CMCNa 0.125%-0.25%. Pada konsentrasi 0.5%, produk sudah menjadi kental sehingga sulit untuk dituang.

Konsentrasi CMCNa yang digunakan pada ekstrak Galohgor (EG) lebih rendah daripada serbuk Galohgor (SG) karena SG mempunyai berat jenis yang lebih rendah. Hal ini berarti untuk menutupi seluruh permukaan partikel SG, dibutuhkan lebih banyak CMCNa. Sifat dari CMCNa adalah menutupi seluruh permukaan partikel dari bahan padat, sehingga ketika dicampurkan dengan bahan cair tidak mudah mengendap karena partikel padat akan dihambat untuk bersatu dengan partikel padat yang lain sehingga campuran menjadi lebih stabil

dan tidak mudah terpisah antara partikel padat dan partikel cair (Fennema, Karen & Lund 1996).

Tabel 5 menunjukkan karakteristik formula MGE dan MGS. Rasa MGS manis, sedangkan MGE manis sedikit pahit. Adanya rasa pahit pada MGE kemungkinan disebabkan oleh proses ekstraksi menggunakan pelarut etanol sehingga menarik keluar senyawa metabolit sekunder seperti alkaloid yang memiliki rasa pahit (Egon 1985). Produk yang memiliki kekentalan dengan kategori sedang (produk tersebut mudah dituang) adalah formula MGS konsentrasi 1% dan 0.5% dan MGE konsentrasi 0.125% dan 0.25%. Kekentalan ini menjadi parameter untuk menentukan formula terpilih karena produk Madu-Galohgor akan diminum sebanyak 200 ml sehari, sehingga produk yang dipilih adalah yang tidak terlalu kental dan mudah diminum. Selain itu dengan mempertimbangkan faktor ekonomis maka formula dengan konsentrasi CMCNa terkecil akan digunakan untuk tahap selanjutnya yaitu formula MGS dengan konsentrasi CMCNa 0.5% (Formula I) dan formula MGE dengan konsentrasi CMCNa 0.125% (Formula IV).

Tabel 5 Karakteristik formula Madu-Galohgor ekstrak dan serbuk dengan

suspending agent CMCNa

Formula Bahan

Galohgor

Konsentrasi CMCNa

Rasa Kekentalan Endapan

I Serbuk 0.5% Manis Sedang Mengendap

II Serbuk 1% Manis Sedang Mengendap

III Serbuk 1.5% Manis Kental Susah

mengendap IV Ekstrak 0.125% Manis agak pahit Sedang Mengendap V Ekstrak 0.25% Manis agak pahit Sedang Mengendap VI Ekstrak 0.5% Manis agak pahit Kental Susah mengendap

Berdasarkan karakteristik diatas, maka untuk uji organoleptik

Dokumen terkait