• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kadar air dan Kadar Abu

Penentuan kadar air ini dilakukan untuk mengetahui kandungan air pada daun segar sirih merah dan untuk mengetahui ketahanannya terhadap penyimpanan. Kadar air daun segar sirih merah yang diperoleh pada penelitian ini adalah 80.16% (Lampiran 3).

Kadar abu daun sirih merah segar yang diperoleh pada penelitian ini adalah 1.87% berdasarkan bobot basah (Lampiran 4). Analisis kadar abu digunakan untuk mengetahui kandungan mineral suatu bahan, mineral yang terkandung dalam suatu bahan bisa merupakan garam anorganik atau pun garam organik. Analisis kadar abu dilakukan dengan mengoksidasikan semua zat organik pada suhu tinggi yaitu sekitar 500-6000oC dan kemudian dilakukan penimbangan pada abu sebagai sisa proses pembakaran.

Isolasi dan Fraksinasi Minyak Atsiri Daun Sirih Merah

Pada penelitian ini, isolasi minyak atsiri dari daun segar sirih merah dilakukan dengan menggunakan destilasi air pada suhu 95-105o

Alat destilasi yang digunakan pada penelitian ini adalah destilator stahl

dengan perbandingan daun sirih dan akuades sebesar 1:5. Menurut Sumarni et al.

(2010) perbandingan volume air dan bahan baku pada destilasi akan mempengaruhi jumlah minyak atsiri yang diperoleh, berdasarkan penelitiannya pada penyulingan minyak atsiri nilam dengan perbandingan 1:5 ( bahan baku : akuades) memberikan hasil minyak atsiri yang optimum.

C. Pada metode destilasi ini, bahan yang akan disuling berkontak langsung dengan air yang mendidih dan uap air akan membawa komponen minyak atsiri keluar melalui kondensor dan menetes dalam alat pemisah. Alat destilasi air ini bekerja dengan proses hidrodifusi sehingga agar lebih efektif bahan yang akan disuling harus dirajang terlebih dahulu.

Minyak atsiri yang dihasilkan pada penelitian ini berwarna sedikit kuning hingga tidak berwarna (Gambar 4). Rendemen minyak atsiri yang diperoleh adalah 0.24% (v/b) berdasarkan bobot basah dengan bobot jenis 0.78 g/ml. Hasil

penelitian ini tidak jauh berbeda dengan penelitian yang dilaporkan Batubara et al.

(2011) yang menyebutkan bahwa sirih merah mengandung 0.21% minyak atsiri berdasarkan bobot basah.

Gambar 4 Minyak atsiri daun sirih merah

Fraksinasi minyak atsiri sirih merah pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan kromatografi kolom. Fase diamnya adalah silika G60F254

Tabel 1 Hasil fraksinasi minyak atsiri sirih merah dengan kromatografi kolom dan proses elusinya dilakukan secara gradien (peningkatan kepolaran) dengan eluen n-heksana, kloroform dan metanol. Eluen terbaik yang digunakan untuk pemisahan fraksi-fraksi pada penelitian ini adalah n-heksana:kloroform (7:3) karena menghasilkan jumlah noda terbanyak yaitu 7 noda dan terpisah (Lampiran 6). Pemilihan eluen terbaik berdasarkan pengembangan informasi dari Harborne (1987) bahwa eluen yang umum digunakan dalam pemisahan minyak atsiri adalah campuran n-heksana : kloroform (3:2), klorofom : metanol (99:1) atau dietileter : kloroform: etil asetat (2:2:1). Data hasil fraksinasi minyak atsiri sirih merah pada penelitian ini disajikan pada Tabel 3.

(elusi gradien)

Jenis eluen Fraksi ke Bobot (g) Jumlah noda Rendemen(%)

H 1 1.165 2 52.00

C:H 2 0.195 2 8.71

C 3 0.234 3 10.45

M 4 0.204 1 9.12

H = n-heksana; C:H = kloroform:n-heksana; C = kloroform; M = metanol

Fraksi dengan rendemen terbanyak (fraksi 1) dan fraksi dengan jumlah rendemen paling sedikit (fraksi 2) bersama distilat kasar dari minyak atsiri sirih merah kemudian diidentifikasi komponen senyawa kimianya dengan

menggunakan GC-MS dan diuji aktivitasnya secara in vivo. Pemilihan fraksi 1 dan 2 didasarkan kepada rendemen dan aroma yang terbentuk. Fraksi 1 memiliki rendemen terbanyak dan aroma yang khas, sedangkan fraksi 2 meskipun memiliki rendemen yang paling sedikit tetapi aroma yang dihasilkan lebih wangi dan tajam dibandingkan fraksi 3 dan fraksi 4.

Analisis Komponen Kimia Penyusun Minyak Distilat Kasar dan Fraksi-Fraksi Terpilih Berdasarkan Hasil Analisis GC-MS

Identifikasi kandungan senyawa-senyawa yang terdapat dalam distilat kasar, fraksi 1 dan fraksi 2 dari minyak atsiri sirih merah dilakukan dengan instrumen GC-MS menggunakan kolom kapiler HP WAX dimensi 25 m x 0.25 mm, dengan kondisi laju alir 0.6 l/menit, gas pembawa Helium, suhu injektor 250oC, suhu interface 280oC, program suhu 60oC selama 1 menit, kemudian suhu ditingkatkan 150oC selama 2 menit dan terakhir laju ditingkatkan 15oC/menit hingga 240o

Tabel 2 Perbedaan kandungan senyawa dalam destilat kasar, fraksi 1, dan fraksi 2 C selama 20 menit, kondisi spektrofotometer massanya adalah energi ionisasi 70 eV, metode ionisasinya adalah Electron Impact. Perbedaan senyawa-senyawa yang terkandung dalam distilat kasar, fraksi 1 dan fraksi 2 disajikan pada Tabel 2.

minyak atsiri sirih merah berdasarkan hasil analisis GC-MS

Golongan Nama senyawa Rendemen (%)

Distilat kasar Fraksi 1 Fraksi 2

Monoterpena Alpha tuhyena 2.83 - - Beta pinena 2.13 - - Sabinena 36.64 38.27 13.2 Beta mirsena 11.22 22.94 7.46 Alpha terpinena 2.45 6.38 2.51 Beta felandrena - 2.93 1.54 Gamma terpinena 3.44 11.4 4.30 Alpha terpinolena 0.90 2.83 1.10

Monoterpena alkohol Linalool 8.27 - 20.36

4-terpineol 4.67 - 31.67

Sesquiterpena

Trans kariofilena 2.91 4.48 1.48

Germakrena D 5.6 3.18 -

Berdasarkan komponen yang teridentifikasi, komponen minyak atsiri sirih merah terbagi menjadi 3 golongan terpena yaitu monoterpena, monoterpena alkohol dan seskuiterpena. Komponen yang termasuk golongan monoterpena adalah sabinena, beta mirsena, alpha tuhyena, beta pinena, alpha terpinena dan gamma terpinena. Sedangkan yang termasuk ke dalam golongan monoterpena alkohol adalah linalol dan 4-terpineol dan yang termasuk golongan sesquiterpena adalah trans-kariofilena, alpha kopaena dan germakrena D (Gambar 5).

Kromatogram ion total dari senyawa-senyawa yang terkandung dalam distilat kasar, fraksi 1 dan fraksi 2 dapat dilihat pada Lampiran 7.

Alpha tuhyena Pinena Sabinena Beta mirsena

Alpha terpinena Gamma terpinena Linalol 4-Terpineol

Trans-Kariofilena Germakrena D

Gambar 5 Struktur senyawa-senyawa utama dalam minyak atsiri sirih merah

Perbedaan komponen yang terdapat pada fraksi 1 dan fraksi 2 terletak pada adanya komponen monoterpena alkohol seperti linalool dan 4-terpineol pada fraksi 2, dan tidak adanya alpha kopaena dan germakrena D pada fraksi 2.

Perbedaan komponen yang terdapat pada distilat kasar, fraksi 1 dan fraksi 2 ini berpengaruh terhadap aktivitasnya terhadap hewan uji.

Analisis Bobot Badan, Konsumsi Pakan dan Bobot Feses

Penelitian ini menggunakan hewan model, tikus jantan Sprague dawley

berjumlah 40 ekor, dengan usia ±7 minggu dan berat antara 160 – 185 g. Sebelum masa perlakuan, seluruh tikus diadaptasikan selama 7 hari dengan diberi pakan standar, masa adaptasi ini dilakukan untuk mengkondisikan fisiologis, nutrisi dan lingkungan kandang tikus tersebut. Pakan kolesterol tinggi yang digunakan merupakan campuran pakan standar dan 12.5% kuning telur dari total pakan yang dicampur secara homogen dan dibentuk pellet (Darusman et al. 2007). Jumlah pakan standar dan pakan kolesterol tinggi yang diberikan adalah 18 g/hari per ekor secara ad libitum.

Tikus dibagi menjadi 5 kelompok yaitu kelompok normal, kontrol, inhalasi distilat kasar, fraksi 1 dan fraksi 2. Pemberian inhalasi dilakukan selama 5 minggu dengan alat inhalator (Gambar 6). Penentuan dosis inhalasi yang digunakan didasarkan pada penelitian sebelumnya yang dilakukan Anggraeni (2010) yaitu 1 ml minyak atsiri dalam 100 ml akuades.

Gambar 6 Tabung inhalator untuk inhalasi distilat kasar, fraksi 1 dan fraksi 2 minyak atsiri sirih merah.

Selama masa penelitian tidak terdapat tikus yang mati ataupun drop out

karena mengalami cacat fisik atau kelainan yang diakibatkan perlakuan inhalasi. Hal ini dapat dikatakan bahwa inhalasi minyak atsiri sirih merah dengan konsentrasi 1% dapat digunakan sebagai aromaterapi yang sangat aman karena tidak toksik.

Peningkatan bobot badan, merupakan salah satu analisis fisik dari penderita obesitas sehingga pada penelitian ini dilakukan pengukuran bobot badan tikus setiap satu minggu sekali untuk memonitor perubahan berat badan tikus, diikuti pengukuran bobot feses setiap 2 kali seminggu dan sisa konsumsi pakan tikus setiap hari. Data rerata persen peningkatan bobot badan tikus, jumlah pakan yang dikonsumsi per hari dan bobot feses per minggu selama 5 minggu masa perlakuan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Rerata respon peningkatan bobot badan, jumlah pakan yang dikonsumsi dan bobot feses setiap kelompok selama 5 minggu masa perlakuan uji in vivo.

Kelompok Respon peningkatan bobot badan tikus (%)

Rerata jumlah pakan yang dikonsumsi tikus (g/hari/ekor) Bobot feses tikus (g/ekor) Normal 37.91 ± 9.12a 17.41 ± 0.81b 44.29 ± 3.69 b Kontrol 48.75 ± 10.15ab 15.57 ± 0.78a 35.59 ± 3.23 Distilat kasar a 44.67 ± 10.49a 14.94 ± 1.74a 35.82 ± 4.13 Fraksi 1 a 42.48 ± 12.59a 14.54 ± 1.56a 36.94 ± 4.15 Fraksi 2 a 59.89 ± 19.94b 16.23 ± 1.63ab 36.01± 5.67 a Ket : normal : diberikan pakan standar tanpa perlakuan inhalasi

kontrol : diberikan pakan kolesterol tinggi tanpa perlakuan inhalasi distilat kasar : diberikan pakan kolesterol tinggi + inhalasi distilat kasar fraksi 1 : diberikan pakan kolesterol tinggi + inhalasi fraksi 1 fraksi 2 : diberikan pakan kolesterol tinggi + inhalasi fraksi 2

(Huruf a,b, menunjukkan perbedaan yang nyata antar perlakuan P<0.05, analisis data ditampilkan pada Lampiran 8)

Data pada Tabel 3 menunjukkan bahwa kelompok perlakuan inhalasi fraksi 2, memiliki respon peningkatkan bobot badan yang lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol, yaitu sebesar 59.89% dan rerata konsumsi pakan 16.23 g/hari. Hal ini menunjukkan bahwa inhalasi fraksi 2 memiliki efek menambah nafsu makan, karena rerata konsumsi pakan dan peningkatan bobot badan lebih besar dibandingkan dengan kelompok kontrol. Rerata konsumsi pakan kelompok fraksi 2 ini tidak berbeda jauh dengan rerata konsumsi pakan kelompok normal yaitu 17.41 g/hari, meskipun konsumsi pakan kelompok normal tinggi, kelompok normal tidak mengalami peningkatan bobot badan karena pakan yang diberikan adalah pakan standar dan bobot feses yang dikeluarkannya lebih besar dari kelompok fraksi 2. Berbeda halnya dengan kelompok perlakuan inhalasi distilat kasar dan fraksi 1 minyak atsiri daun sirih merah secara berturut-turut memiliki rerata respon peningkatan bobot badan yang lebih rendah dibandingkan

kelompok kontrol, yaitu sebesar 44.67% dan 42.48%. Hal ini sejalan dengan banyaknya pakan yang dikonsumsi oleh kedua kelompok tersebut, yaitu sebesar 14.94 g/hari dan 14.54 g/hari lebih kecil dari konsumsi pakan kelompok kontrol yaitu 15.57 g/hari. Hal ini bisa disebabkan pemberian inhalasi distilat kasar dan fraksi 1 yang memiliki komponen monoterpena dan seskuiterpena, dengan sabinena sebagai rendemen terbanyak memberikan pengaruh terhadap penurunan bobot badan dengan cara menekan nafsu makan, hal ini berkaitan dengan penelitian yang dilakukan Wulandari (2011) melaporkan bahwa inhalasi fraksi minyak atsiri Zingiber purpureum Roxb dengan rendemen terbanyak sabinena dan fraksi dengan rendemen terbanyak 4-terpineol berpengaruh terhadap penurunan bobot badan tikus Sprague dawley. Berdasarkan penelitian Batubara et al. (2011), komponen monoterpena dan seskuiterpena minyak atsiri sirih merah memiliki aktivitas untuk meningkatkan aktivitas monofenolase dan difenolase tirosinase. Enzim tirosinase akan mengubah tirosin menjadi L-Dopa, L-dopa adalah suatu asam amino yang berperan dalam pembentukan dopamin (Eisenhofer et al. 2003) (Gambar 7).

L- Tirosin L-Dopa

Dopamin

Gambar 7 Reaksi pembentukan dopamin dari L-tirosin (Eisenhofer et al. 2003)

Menurut Laverie (2010) dopamin merupakan neurotransmiter pada sistem syaraf pusat yang mengendalikan pergerakan tubuh, merangsang metabolisme dan penurunan berat badan, rendahnya dopamin akan menurunkan aktivitas metabolisme yang menyebabkan kenaikan berat badan dan rendahnya energi.

Berdasarkan pengamatan aktivitas fisik tikus, tikus-tikus kelompok fraksi 1 dan

distilat kasar memiliki aktivitas fisik yang lebih tinggi dibandingkan kelompok

HO COOH NH2 HO HO COOH NH2 HO HO NH2 DOPA dekarboksilase Tirosin hidroksilase

kontrol dan dan kelompok fraksi 2, hal ini menunjukkan bahwa penurunan bobot badan kelompok fraksi 1 dan distilat kasar terjadi karena adanya proses termogenesis. Berdasarkan sumber lain mengatakan bahwa L-dopa merupakan bentuk dopamin yang mampu melewati aliran darah dan jaringan otak. Ketika L-dopa diubah menjadi L-dopamin di otak, L-dopamin akan menstimulasi pelepasan hormon dari GHRH (growth hormone releasing hormone). Yang secara tidak langsung GH (growth hormone) akan memobilisasi lemak dari sel-sel lemak dan mengurangi laju masuknya glukosa dan metabolisme. GH memobilisasi lemak melalui regulasi HSL (hormone sensitive lipase) dimana HSL ini membantu proses termogenesis melalui pelepasan asam lemak yang dibakar menjadi energi. Sehingga hal ini akan membantu dalam pengurangan lemak dalam tubuh. Berlainan dengan kelompok fraksi 2, inhalasi fraksi 2 dengan rendemen terbanyak 4-terpineol (31.67%) dan linalool (20.36%) pada hewan uji memberikan pengaruh pada peningkatan bobot badan, hasil ini berbeda dengan hasil penelitian Wulandari (2011) yang melaporkan bahwa inhalasi fraksi dengan rendemen terbanyak 4-terpineol (82.22%) pada hewan uji memberikan pengaruh terhadap penurunan berat badan, perbedaan ini disebabkan interaksi komponen monoterpena alkohol yaitu linalool dan 4-terpineol sebagai rendemen terbanyak dengan komponen lainnya pada minyak fraksi 2 sirih merah, berpengaruh terhadap penghambatan aktivitas enzim tirosinase, sehingga menghambat produksi L-Dopa dan dopamin. Berdasarkan penelitian Naderi et al. (2004) linalool merupakan salah satu senyawa minyak atsiri yang memiliki aktivitas sebagai antioksidan. Adanya antioksidan akan menghambat aktivitas enzim tirosinase, sehingga akan menghambat terbentuknya dopamin dari L-Dopa. Menurut Laverie (2010) rendahnya dopamin akan menurunkan aktivitas metabolisme sehingga menyebabkan terjadinya kenaikan berat badan.

Rerata jumlah konsumsi pakan per minggu selama masa perlakuan dapat dilihat pada Gambar 8. Dari gambar terlihat bahwa perbedaan yang jelas antara jumlah konsumsi pakan kelompok kontrol dengan kelompok distilat kasar dan fraksi 1 dapat terlihat pada minggu ke-3 sampai minggu ke-5 perlakuan. Data perbandingan bobot badan tikus terhadap bobot badan awalnya pada semua kelompok tikus ditunjukan pada Gambar 9. Dari gambar terlihat bahwa

perbedaan rerata kenaikan bobot badan antara kelompok distilat kasar, fraksi 1 dan kelompok kontrol terlihat jelas pada minggu ke-3 sampai minggu ke-5 perlakuan. Hal ini sejalan dengan menurunnya jumlah pakan yang dikonsumsi tikus kelompok distilat kasar dan fraksi 1 pada minggu ke-3 sampai minggu ke-5 perlakuan.

Gambar 8 Rerata jumlah konsumsi pakan hewan selama masa perlakuan Berdasarkan data bobot feses pada Tabel 3, menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan bobot feses dari masing-masing kelompok. Kelompok normal memiliki bobot feses yang paling banyak. Distilat kasar dan Fraksi 1 memiliki bobot feses lebih besar dibandingkan kelompok kontrol. Sedangkan kelompok fraksi 2, meskipun konsumsi pakannya lebih besar dari kelompok kontrol, namun bobot fesesnya pun lebih besar dari kelompok kontrol.

Gambar 9 Perbandingan rerata kenaikan bobot badan tikus terhadap bobot badan awalnya pada masing-masing kelompok selama masa perlakuan uji in

vivo. 150 200 250 300 1 2 3 4 5 6 normal kontrol distilat kasar fraksi 1 fraksi 2 Minggu ke-R e rat a k e n aik an b o b o t b a d a n ( g) 0 200 400 600 800 1000 1200 1 2 3 4 5 Normal Kontrol Distilat kasar Fraksi 1 Fraksi 2 Minggu ke-Jum la h bo bo t pa k a n ya ng d ik o n su m si ( g)

Analisis Warna Hati, Bobot Hati, dan Bobot Deposit Lemak pada Hewan Uji Pada akhir masa perlakuan semua tikus dikorbankan dan dibedah untuk diambil organ hati dan deposit lemaknya. Deposit lemak yang diambil adalah lemak di bagian perut dan testis. Pengamatan ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan inhalasi distilat kasar, fraksi 1 dan fraksi 2 terhadap organ hati dan bobot deposit lemak tikus yang kemudian dibandingkan dengan organ hati dan bobot deposit lemak kelompok kontrol dan kelompok normal. Perbandingan warna hati dan deposit lemak dari perwakilan setiap kelompok tikus dapat dilihat pada Gambar 10.

Berdasarkan Gambar 10 (a), hati kelompok normal berwarna merah paling gelap, sedangkan hati kelompok kontrol berwarna merah pucat, fraksi 1 dan fraksi 2 memiliki warna mendekati kelompok normal namun bercak-bercak lemak masih terlihat cukup banyak di sekitar permukaan hatinya. Kelompok distilat kasar memiliki warna hati yang lebih gelap dari kelompok fraksi 1 dan fraksi 2, dapat dikatakan bahwa kelompok distilat kasar ini memiliki warna hati yang sehat dan mendekati warna hati kelompok normal.

Normal Kontrol Distilat kasar Fraksi 1 Fraksi 2 (a)

Normal Kontrol Distilat kasar Fraksi 1 Fraksi 2

(b)

Gambar 10 Perbandingan (a) hati dan (b) deposit lemak tikus kelompok normal, kontrol, distilat kasar, fraksi 1 dan fraksi 2

Rerata bobot hati dan bobot deposit lemak dari setiap kelompok ditampilkan pada Tabel 4. Berdasarkan hasil uji ANOVA rerata bobot hati tikus dan bobot deposit lemaknya antar kelompok tidak berbeda secara signifikan.

Namun dari Tabel 4 terlihat bahwa bobot hati kelompok distilat kasar dan kelompok fraksi 2 memiliki bobot hati yang lebih besar dibandingkan kelompok lainnya. Menurut Wresdiyati et al. (2006), bobot hati yang tinggi menunjukkan kemampuan hati di dalam tubuh bekerja dengan baik. Sehingga dapat dikatakan bahwa inhalasi distilat kasar dan fraksi 2 minyak atsiri sirih merah dengan konsentrasi 1% pada tikus mampu menjaga organ hati tikus tetap bekerja dengan baik di dalam tubuh.

Perbedaan bobot deposit lemak antar kelompok dapat dilihat pada Gambar 10 (b). Meskipun tidak menunjukkan perbedaan secara statistik, pada Tabel 4 dapat terlihat jelas perbedaan bobot deposit lemaknya. Kelompok fraksi 2 memiliki bobot deposit lemak paling tinggi yaitu 5.16 g, sedangkan kelompok distilat kasar dan fraksi 1 memiliki bobot deposit lemak lebih rendah daripada kelompok kontrol yaitu 4.26 g dan 3.93 g, dan kelompok normal memiliki bobot deposit lemak paling rendah yaitu 3.69 g.

Tabel 4 Rata-rata bobot hati dan deposit lemak setiap kelompok perlakuan setelah 5 minggu masa perlakuan uji in vivo

Kelompok Bobot hati (g/ekor) Bobot deposit lemak (g/ekor) Normal 9.41 ± 1.21 3.69 ± 0.57 Kontrol 10.42 ± 1.14 4.38 ± 0.74 Distilat kasar 10.52 ± 1.62 4.26 ± 1.10 Fraksi 1 9.86 ± 1.54 3.93 ± 1.12 Fraksi 2 10.92 ± 0.93 5.16 ± 1.39

Analisis profil lipida

Analisis profil lipida ini meliputi kadar kolesterol total, trigliserida dan kolesterol HDL. Analisis dilakukan pada semua kelompok tikus pada akhir minggu ke-5 masa perlakuan. Data yang diperoleh diuji normalitasnya dengan dengan Kolmogorov-Sminov, sedang perbedaan hasil analisis dengan uji ANOVA dan uji lanjut Post hoc Duncan.

Berdasarkan hasil uji normalitas data (Kolmogorov-Sminov) dari semua pemeriksaan profil lipida menunjukkan angka P > 0.05, dengan demikian data yang diperoleh mempunyai sebaran yang normal sehingga dapat dikatakan bahwa data berasal dari satu populasi yang sama.

Kadar kolesterol.

Penentuan kadar kolesterol total dilakukan dengan metode enzimatis menggunakan alat spektrofotometer. Reaksi yang terjadi yaitu : enzim kolesterol esterase menghidrolisis kolesterol ester menjadi kolesterol dan asam lemak, kolesterol yang terbentuk dioksidasi dengan enzim kolesterol oksidase menjadi kolesten-3-on dan hidrogen peroksida, senyawa hidrogen peroksida ini dengan adanya 4-aminofenazon dan fenol membentuk kompleks quinoneimina yang

berwarna merah warna yang terbentuk ini diukur serapannya pada 500 nm.

Hasil analisis kadar kolesterol darah tikus pada semua kelompok perlakuan disajikan pada Gambar 11.

Gambar 11 Perbandingan rerata kadar kolesterol total serum darah tikus pada setiap kelompok perlakuan pada akhir minggu ke-5 perlakuan. (Huruf a,b,c menunjukan perbedaan yang nyata antar perlakuan P<0.05, analisis

data ditampilkan pada Lampiran 9)

Menurut Suckow et al. (2006) kisaran normal kolesterol total pada tikus adalah 47-88 mg/dL, berdasarkan Gambar 11 terlihat bahwa semua rerata kadar kolesterol tikus berada dalam kisaran normal. Walaupun berada dalam kisaran normal, hasil uji beda nyata menunjukkan bahwa kadar kolesterol total antara kelompok perlakuan normal dan kelompok kontrol berbeda nyata, yaitu 68.37 mg/dl dan 81.75 mg/dl, perbedaan nyata ini disebabkan pemberian pakan kolesterol tinggi pada kelompok kontrol meningkatkan kadar kolesterol total darah, hal ini sesuai dengan Yamada (2001) bahwa diet yang mengandung lemak dan kolesterol tinggi serta kurang serat akan menyebabkan peningkatan kadar kolesterol dan trigliserida. Rerata kadar kolesterol total kelompok fraksi 1 dan fraksi 2 lebih tinggi dari kelompok kontrol, namun nilai ini tidak berbeda nyata,

66.57a 81.75b 75.75ab 82.73 b 83.63b 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

Normal Kontrol Destilat kasar Fraksi 1 Fraksi 2 K ad ar k o le ste ro l (m g /d l) Kelompok perlakuan 88 mg/dL 47 mg/dL

artinya bahwa inhalasi minyak atsiri fraksi 1 dan fraksi 2 tidak mampu menurunkan kadar kolesterol darah tikus. Rerata kadar kolesterol total kelompok distilat kasar lebih rendah dari kelompok kontrol yaitu 75.75 mg/dl sehingga dapat dikatakan bahwa inhalasi distilat kasar berpengaruh terhadap penurunan kadar kolesterol total.

Kadar HDL

Hasil analisis kadar kolesterol HDL disajikan pada Gambar 12. Pada Gambar 12 terlihat bahwa rerata kadar kolesterol HDL kelompok distilat kasar, fraksi 1 dan fraksi 2 memiliki nilai yang lebih besar dan berbeda nyata dengan rerata kadar kolesterol kelompok kontrol dan lebih tinggi dari kelompok normal. Rerata kadar kolesterol HDL distilat kasar, fraksi 1 dan fraksi 2 secara berturut-turut yaitu 76.37 mg/dL, 80 mg/dL dan 82.25 mg/dL. Sehingga dapat dikatakan bahwa inhalasi distilat kasar, fraksi 1 dan fraksi 2 minyak atsiri daun sirih merah pada konsentrasi 1% (v/v) mampu meningkatkan kolesterol HDL serum darah tikus yang diuji.

Gambar 12 Perbandingan rerata kadar kolesterol HDL serum darah tikus pada setiap kelompok perlakuan pada akhir minggu ke-5 perlakuan. (Huruf a,b,c

Kadar trigliserida

menunjukkan perbedaan yang nyata antar perlakuan P<0.05, analisis data ditamplkan pada Lampiran 9)

Kadar trigliserida ditentukan melalui reaksi hidrolisis enzimatik trigliserida oleh enzim lipase menjadi gliserol dan asam lemak, gliserol yang terbentuk diubah menjadi gliserol-3-fosfat oleh enzim gliserolkinase. Oksidasi gliserol-3-fosfat oleh enzim gliserol-3-fosfat oksidase membentuk dihidroksiaseton fosfat dan hidrogen peroksida. Hidrogen peroksida membentuk

65.62ab 61.00a 76.37b 80bc 82.25c 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

Normal Kontrol Distilat kasar Fraksi 1 Fraksi 2 K ad ar k o le ste ro l H D L (mg /d L ) Kelompok perlakuan

kompleks quinoneimine yang berwarna merah dengan adanya 4-aminoantipirin dan 4-klorofenol. Selanjutnya warna yang terbentuk diukur serapannya pada

=500 nm. Hasil analisis kadar trigliserida disajikan pada Gambar 13.

Pada Gambar 13 menunjukkan bahwa rerata kadar trigliserida serum darah tikus kelompok normal berbeda nyata dengan kelompok kontrol, berturut-turut yaitu 66.25 mg/dL dan 108.3 mg/dL. Rerata kadar trigliserida pada kelompok fraksi 1 dan fraksi 2 adalah 113.5 mg/dL dan 107.13 mg/dL, nilai ini tidak berbeda nyata dengan rerata kadar trigliserida kelompok kontrol, hal ini menunjukan bahwa inhalasi fraksi 1 dan fraksi 2 tidak mampu menurunkan kadar trigliserida dalam serum darah tikus. Berlainan dengan rerata kadar trigliserida pada kelompok distilat kasar, kelompok ini memiliki nilai yang sangat rendah dan berbeda nyata dengan kelompok kontrol yaitu 64.87 mg/dL mendekati kelompok normal. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa inhalasi distilat kasar minyak atsiri daun sirih merah (1%) pada tikus mampu menurunkan kadar trigliserida serum darah tikus.

Gambar 13 Perbandingan rerata kadar trigliserida serum darah tikus pada setiap kelompok perlakuan pada akhir minggu ke-5 perlakuan.

(Huruf a,b, menunjukkan perbedaan yang nyata antar perlakuan P<0.05, analisis

Dokumen terkait