• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keadaan Umum Perairan Tuing

Tuing adalah dusun terpencil dan jarang dikenal oleh masyarakat Pulau Bangka Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Dusun ini terletak di Kecamatan Riau Silip Kabupaten Bangka. Perairan Tuing merupakan benteng terakhir dari sumberdaya perikanan laut di Kabupaten Bangka karena hampir semua laut dari 0

– 4 mil laut sebagian besar telah dikeluarkan izin usaha pertambangan (IUP) laut oleh kepala daerah kabupaten ini untuk operasi penambangan timah dengan menggunakan kapal isap produksi. Akses menuju Dusun Tuing dari Kota Pangkalpinang ditempuh sekitar sekitar 100 km atau 2,5 jam perjalanan. Jarak Dusun Tuing dari Kota Sungailiat hanya sekitar 70 km, namun karena kondisi jalan kurang baik akibat aspal banyak yang rusak karena banyak truk bermuatan tandan buah kelapa sawit yang melewati jalan menuju dusun ini setiap hari. Dusun Tuing berjarak sekitar 350 meter dari pantai. Kondisi hutan disekitar pantai masih alami karena merupakan kawasan hutan lindung pantai. Pantai di pesisir Perairan Tuing merupakan pantai berpasir putih dengan hamparan karang tepi (fringging reef). Dengan hutan yang masih alami, pasir putih dan karang tepi yang terdapat disekitarnya membuat pantai di kawasan ini sangat potensial untuk dikembangkan sebagai kawasan wisata bahari.

Ada sekitar 110 kepala keluarga di dusun ini. Sekitar 75% kepala keluarga berprofesi sebagai nelayan. Nelayan Tuing adalah nelayan tradisional dengan perahu kecil dan penangkapan tak lebih dari sehari (one day fishing). Pasokan utama Cumi Bangka di Kabupaten Bangka sebagian besar berasal dari hasil tangkapan di perairan daerah ini. Saat malam tiba, tampak perahu-perahu nelayan berjejer menangkap cumi-cumi dan ikan. Perairan Tuing merupakan daerah penangkapan (fishing ground) dari berbagai daerah nelayan di sekitarnya. Hal ini karena Perairan Tuing masih tergolong alami dan sehat jika dibandingkan dengan perairan di bagian timur dan utara Pulau Bangka yang telah banyak rusak akibat penambangan timah lepas pantai. Cumi-cumi ditangkap oleh nelayan di Perairan Tuing dengan menggunakan pancing cumi (squid jigging) dan bagan tancap yang terdapat disekitar perairan ini. Hal ini mengindikasikan besarnya potensi cumi di Perairan Tuing.

Perairan Tuing terletak pada bagian timur laut dari Perairan Pulau Bangka. Perairan di daerah ini merupakan Perairan Laut Cina Selatan yang berhadapan dengan laut lepas. Sama seperti kondisi di Perairan Kepulauan Seribu DKI Jakarta, Perairan Tuing mengalami siklus musim barat dan musim timur. Pada waktu puncak musim barat dan timur dicirikan dengan kondisi gelombang yang kuat dan besar dengan kondisi air laut yang keruh. Kondisi dimana perairan laut relatif teduh dan jernih pada musim peralihan antara barat – timur dan sebaliknya (Terangi 2011). Lokasi penelitian yang berada di kawasan Perairan Tuing yang pada musim barat kondisi gelombang langsung mengarah ke daratan sehingga daerah ini diterpa oleh gelombang yang tinggi, besar dan kuat. Pada musim barat, nelayan biasanya tidak melaut karena khawatir dengan gelombang besar mengancam keselamatan nelayan tradisional yang hanya menggunakan perahu kecil. Pada musim timur, Perairan Tuing lebih terlindung karena terdapat Tanjung

18

Tuing yang menghalangi arah gelombang namun kondisi perairan tetap keruh meskipun kondisi gelombang tidak seperti saat musim barat.

Titik Penenggelaman Rumpon Atraktor Cumi

Penenggelaman rumpon atraktor cumi dilakukan di Perairan Tuing Kecamatan Riau Silip Kabupaten Bangka Provinsi Kepulauan Bangka Belitung pada kedalaman 3 dan 5 meter yang diukur saat surut terendah. Penenggelaman dilakukan pada satu kawasan perairan dengan jarak antar titik sekitar 50 meter. Lokasi penenggelaman berada diantara Tanjung Pelabuh Dalem dan Pulau Punggur dengan jarak sekitar 300 meter dari pantai. Titik kedalaman 3 meter berada pada koordinat 01o 35’ 42,9” LS dan 106o 02’ 20,7” BT sedangkan kedalaman 5 meter pada titik koordinat 01o35’ 40,7” LS dan 106o02’ 19,3” BT.

Lokasi penenggelaman merupakan kawasan pantai bersubstrat pasir putih dan halus.

Parameter Oseanografi

Pengambilan data parameter oseanografi dilakukan saat dilakukan pengamatan. Pengambilan data ini dilakukan pada siang hari menjelang sore. Hasil pengamatan oseanografi tersaji pada Tabel 4.

Tabel 4. Parameter fisika kimia Perairan Tuing

No Parameter Kedalaman Satuan

3 m 5 m 1 Suhu 31,00 + 0,14 30,07 + 0,13 oC 2 Salinitas 32,0 + 0,4 32,1 + 0,4 PPT 3 pH 8,14 + 0,18 8,19 + 0,17 4 Arus 0,1 + 0,02 0,1 + 0,01 m/s 5 Kekeruhan 4,7 + 0,15 1,5 + 0,11 NTU 6 TSS 14,8 + 1,6 5,5 + 0,3 mg/L 7 TDS 31687 + 331 32097 + 276 mg/L

Hasil pengukuran parameter oseanografi di Perairan Tuing memperlihatkan bahwa nilai yang diperoleh sesuai untuk kehidupan cumi-cumi secara umum yaitu pada salinitas 32 – 35 ppt dan pH 8,0 – 8,5 (Walsh et al. 2002). Nilai TSS < 20 mg/L sehingga masih tergolong sesuai untuk kehidupan biota terumbu karang (Kepmen LH No 51 Tahun 2004 tentang baku mutu air laut). Suhu Perairan Tuing tergolong hangat namun masih dalam selang yang dapat ditoleransi oleh cumi-cumi. Ketahanan cumi-cumi terhadap suhu tergantung pula oleh jenis cumi-cumi (Dunlop and King 2011). Penetasan cumi sirip lebar (Sepiotheuitis lessoniana) di laboratorium dilakukan pada suhu 23 – 25 oC (Walsh et al. 2002). Setelah menetas anak cumi akan menuju perairan yang lebih dalam hingga tumbuh lebih besar dan kembali ke perairan yang lebih dangkal untuk memempelkan telurnya.

Tipe substrat pada dasar Perairan Tuing termasuk dalam kategori pasir berlempung. Rumpon ditenggelamkan di perairan yang tidak berlumpur (Baskoro

et al. 2011) agar rumpon tidak tertutup oleh sedimen lumpur yang akan membuat penempelan telur cumi-cumi tidak maksimal. Komposisi substrat yang terdapat di

19

dasar Perairan Tuing tergolong sesuai untuk daerah penenggelaman rumpon atraktor cumi seperti tersaji pada Tabel 5.

Tabel 5. Tekstur Substrat di Perairan Tuing

Kedalaman Tekstur (%) Kategori

Pasir Debu Liat

3 m 56,29 39,61 4,10 Pasir berlempung

5 m 56,23 41,30 2,48 Pasir berlempung

Penempelan Telur Cumi-cumi pada Rumpon Atraktor Cumi

Rumpon atraktor cumi yang telah ditenggelamkan ditempel oleh satu jenis telur cumi-cumi yaitu Cumi Bangka (Loligo chinensis). Tidak ditemukan telur cumi-cumi jenis lain selama proses pengamatan yang menempel pada atraktor di dalam rumpon atraktor cumi. Telur Sephia sp ditemukan pada pengamatan ke 3 namun tidak menempel pada bagian atraktor rumpon melainkan pada tali penghubung antar rumpon (foto tersaji pada Lampiran 3). Hasil pengamatan penempelan telur cumi-cumi pada rumpon yang di peroleh dari lima kali pengamatan disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Jumlah penempelan kapsul telur cumi-cumi pada rumpon atraktor cumi Jenis

Rumpon

Jumlah Penempelan Kapsul Telur Cumi-cumi

A B C* D E 5 m 3 m 5 m 3 m 5 m 3 m 5 m 3 m 5 m 3 m Kotak 0 0 0 0 139 - 0 0 0 0 0 0 0 0 135 - 0 0 0 0 0 0 0 0 6 - 0 0 141 0 Silindris 0 37 78 37 - - 0 0 0 0 218 890 230 138 - - 0 0 0 0 276 757 66 159 - - 0 0 142 0 Total kapsul 494 1684 374 334 280 - 0 0 283 0 Keterangan :

* : Rumpon atraktor cumi hilang atau tertimbun substrat pasir akibat tempaan gelombang selama musim barat

A, B, C, D, E : Waktu pengamatan 3 m, 5 m : Kedalaman

Penempelan telur cumi-cumi pada rumpon atraktor cumi dianalisis berdasarkan waktu pengamatan, kedalaman dan bentuk rumpon. Data pada pengamatan ke 3 tidak dimasukkan untuk analisis data pembanding dan uji lanjutan (Uji t dan Analisis Komponen Utama). Hal ini karena pada hasil pengamatan ke 3 kondisi rumpon yang masih tersisa hanya 3 unit dari 12 unit rumpon yang ditenggelamkan yaitu jenis kotak yang terdapat pada kedalaman 5 meter (ditunjukkan pada Gambar 7.A). Rumpon atraktor cumi jenis silindris berbahan dasar drum bekas pada kedalaman 5 meter hanya ditemukan tersisa sebanyak dua unit yang kondisinya telah tertimbun oleh substrat pasir (Gambar

20

7.B). Rumpon atraktor cumi pada kedalaman 3 meter hanya tersisa tali dan pemberatnya saja sedangkan rumpon telah hilang karena terseret oleh gelombang yang besar dan kuat pada bulan Januari – Februari 2013.

Kondisi rumpon atraktor cumi jenis kotak yang tersisa tidak tersusun seperti pada metode awal penelitian karena ketiga rumpon menyatu dan atraktor (pemikat) yang berasal dari tali rami tidak ditemukan karena dimakan oleh biota laut (Gambar 7.C). Ketiga rumpon kotak ditempeli oleh telur Loligo chinensis

meskipun telur menempel pada tali pengikat untuk penguat rumpon berbahan plastik. Total telur cumi-cumi yang menempel pada rumpon kotak ini sebanyak 283 kaspsul. Dari pengamatan telur cumi-cumi, beberapa bagian telur cumi-cumi yang menempel pada tali telah dimakan oleh predator. Hal ini terlihat dari telur cumi-cumi yang rusak (Gambar 7.D).

Gambar 7. Kondisi rumpon pada pengamatan ke 3 (A; rumpon atraktor cumi bentuk kotak yang tersisa. B; rumpon bentuk silindris yang tertimbun substrat. C; atraktor dari tali rami yang rusak. D; telur cumi-cumi yang sebagian kondisinya telah rusak dimakan predator)

Rumpon atraktor cumi bentuk silindris pada pengamatan ke 1 dan 2 hampir semuanya ditempel oleh telur cumi-cumi. Ada satu rumpon atraktor cumi bentuk silindris yang tidak ditempel oleh telur cumi-cumi pada kedalaman 5 meter pada pengamatan ke 1 karena kondisi rumpon yang tidak stabil karena pemberat pada rumpon tidak kuat sehingga rumpon dari drum bekas tersebut berguling-guling terbawa arus. Hal inilah yang diestimasi menjadi penyebab utama cumi-cumi tidak tertarik untuk menempelkan telurnya pada rumpon. Rumpon atraktor cumi bentuk silindris pada kedalaman 3 meter ditemukan ada yang menempel dengan

21

jumlah yang sedikit (37 kapsul) karena kondis rumpon yang tidak sesuai dengan posisi atraktor yang sejajar dengan dasar perairan (seharusnya posisi atraktor tegak lurus dasar perairan). Berdasarkan hasil pengamatan ini dapat disimpulkan bahwa rumpon atraktor cumi yang ditenggelamkan harus dalam kondisi yang stabil dengan pemberat (sinker) yang kuat dan posisi atraktor tegak lurus terhadap dasar perairan.

A. Penempelan kapsul telur cumi-cumi berdasarkan waktu pengamatan

Dokumen terkait