• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian ini untuk mengetahui peranan minyak ikan dan vitamin E sebagai imunomodulator dengan melihat gambaran histopatologi hati broiler yang ditantang virus ND. Peranan minyak ikan dan vitamin E sebagai imunomodulator dapat dilihat dari kemampuan dan status kekebalan ayam ketika terpapar virus. Pengamatan deskriptif kualitatif menggunakan metode skoring dalam penilaian terhadap pengaruh dan perubahan yang terdapat pada hati broiler setelah diberi pakan tambahan berupa minyak ikan dan vitamin E.

Gambaran Histopatologi Hati Broiler

Perlakuan pertama dan kedua (perlakuan A dan B), ayam tidak ditantang virus ND. Yang membedakan dari kedua perlakuan ini adalah pada perlakuan A ayam diberi vaksin sedangkan perlakuan B ayam tidak divaksin. Gambaran histopatologi hati yang diamati secara umum pada kedua perlakuan ini relatif tidak ada perubahan dari bentuk normal, hanya saja pada perlakuan B (minyak ikan dan vitamin E, tanpa vaksinasi) terdapat beberapa bagian hati yang mengalami oedema.

Gambar 3. Gambaran histologi organ hati normal pada perlakuan A dengan hepatosit tersusun radier. (Pewarnaan HE, Pembesaran 10x)

Gambaran histologi hati normal terdiri dari sinusoid-sinusoid dengan sel-sel parenkim hati yang tersusun radier. Pada pembesaran 10 dan 40 kali lensa obyektif tampak dengan jelas susunan hepatosit dan vena sentralis dalam satu lobulus hati, selain itu terdapat pula segitiga Kiernan dan Sel Kupffer.

Pada perlakuan A dan B terdapat adanya oedema. Oedema merupakan akumulasi cairan pada bagian interseluler. Oedema yang terdapat pada sampel A hanya bersifat lokal pada beberapa lapangan pandang, kerusakan seperti ini masih dianggap tidak membahayakan karena belum mengganggu fungsi hati. Sedangkan pada perlakuan B oedema yang dialami sudah cukup serius dibandingkan dengan perlakuan A.

Gambar 4. Gambaran histopatologi hati broiler yang mengalami oedema. Pada perlakuan B (Ransum terpilih, tanpa vaksinasi). (Pewarnaan HE, pembesaran 20x)

Selain oedema, perdarahan dan kongesti juga dikategorikan memiliki tingkat keparahan yang relatif sama. Perdarahan dan kongesti seperti yang ditunjukkan pada Gambar 5, tampak pada perlakuan C dan D. Akumulasi sel darah merah diantara hepatosit terlihat merata pada beberapa lapangan pandang. akumulasi sel darah juga terdapat di pembuluh darah (vena sentralis dan arteri hepatika) sehingga terjadi penyumbatan (kongesti) pada buluh darah.

Gambar 5. Gambaran histopatologi hati broiler yang mengalami kongesti pada vena sentralis (a) pada perlakuan C (ransum terpilih, tanpa vaksin dan ditantang virus ND), (pewarnaan HE, pembesaran 10x ) dan Perdarahan (b) pada perlakuan D (ransum terpilih, vaksinasi dan ditantang virus ND). (pewarnaan HE dan pembesaran 20x)

Pada perlakuan C, D dan E telah terlihat perubahan yang signifikan, dimana dapat terlihat dengan jelas adanya akumulasi sarang radang, degenerasi berbutir akumulasi lemak dan degenerasi lemak yang lokal maupun telah menyebar pada semua lapangan pandang. Menururt Yawah (2007), perubahan seperti ini telah menganggu fungsi hati, meskipun degenerasi ini biasanya terjadi pada awal infeksi yang ringan, namun apabila telah berlanjut, degenerasi akan semakin parah, bahkan sampai terjadi nekrosis.

Gambaran histopatologi pada degenerasi berbutir adalah tampaknya aspek kekeruhan dan butiran-butiran halus pada sitoplasma. Perubahan tersebut terjadi karena gangguan metabolisme protein dan air yang menyebabkan meningkatnya tekanan osmotik intra sel, sel membengkak dan sitoplasma lebih granular serta hilangnya mitokondria (Yawah 2007). Sedangkan pada degenerasi lemak, tampak banyak akumulasi lemak berupa vakuola-vakuola lemak yang dapat pecah membentuk kista lemak. Terjadinya pengumpulan lemak didalam sel dapat disebabkan oleh berbagai kemungkinan, yang paling banyak diselidiki ialah perlemakan yang terjadi pada hati karena adanya pengangkutan (transport) lemak yang berlebihan yang diangkut dari luar ke dalam hati, mobilisasi yang menurun dari lemak didalam hati, sintesis lemak terhambat dan piknotis kilomikron yang meningkat (Saleh 1996).

Gambar 6. Gambaran histopatologi hati broiler yang mengalami degenerasi dan nekrosa pada perlakuan E (ransum biasa, vaksinasi dan ditantang virus ND); Degenerasi berbutir (A), Degenerasi lemak (B), Inti mengalami piknotik (C), Inti mengalami karyoreksis (D) dan inti mengalami karyolisis (E). (Pewarnaan HE, pembesaran 40x)

Gambaran paling serius terdapat pada sampel E, dimana telah tampak beberapa titik nekrosa yang ditandai oleh adanya perubahan pada inti sel hepatosit berupa fragmentasi sel atau sel hati nekrotik tanpa pulasan inti atau tidak tampaknya sel yang disertai reaksi radang hal ini seperti yang dinyatakan Darmawan (1996). Nekrosis diawali dengan perubahan inti sel (nukleus) yaitu hilangnya gambaran kromatin, inti sel hati menjadi keriput, tidak vesikuler lagi, inti tampak lebih padat, warnanya gelap kehitaman (piknotik). Inti sel hati terbagi atas fragmen-fragmen robek (karyoreksis) dan inti sel hati tidak lagi mengambil warna banyak sehingga warnanya pucat dan tidak nyata (karyolisis) (Saleh 1996).

Adanya kumpulan sarang radang merupakan tanggap kebal hewan secara alamiah untuk melawan antigen yang masuk kedalam tubuh. Secara normal sel radang memang ada dalam darah, namun pada preparat histopatologi sampel C, D dan E ini, jumlah sarang radang yang teramati hampir pada setiap lapangan pandang (Gambar 7). Hal ini menandakan bahwa hewan telah terpapar virus secara serius.

Gambar 7. Gambaran sarang radang pada hati broiler pada perlakuan E. (Pewarnaan HE, pembesaran 4x)

Derajat Keparahan Kerusakan Hati Broiler terhadap Paparan Virus ND Pengambilan sampel dilakukan sebanyak 4 kali yaitu pada hari ke 15, 30, 37 dan 44. Sedangkan ditantang virus ND pada hari ke 33. Pengambilan sampel ke 3 dan ke 4, setelah ditantang dengan virus ND menunjukkan peningkatan kerusakan hati broiler yang dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Rata-rata Skor Lesio Hati Broiler pada Setiap Hari Pengambilan Sampel Sampel Hari Pengambilan Sampel

1 2 3 4 A 0.66 0.46 0.46 0.90 B 0.40 1.03 0.86 0.66 C 1.10 1.86 2.16 2.36 D 0.86 1.60 1.93 1.46 E 1.03 2.53 2.93 2.23

Dari rata-rata skor yang ditunjukkan pada Tabel 2, terlihat tingkat kerusakan hati broiler berdasarkan skoring dalam 10 lapangan pandang yang diperoleh paling rendah pada hari pengambilan sampel (1) yaitu hari ke 15 pada perlakuan B sebesar 0.40, sedangkan rata-rata tertinggi pada pengambilan sampel ke 3, yaitu pada perlakuan E sebesar 2.93, hal ini disebabkan oleh paparan virus

ND yang diberikan pada hari ke 33 dan pada hari ke 44 pada umumnya dari semua perlakuan telah terjadi penurunan karena telah terjadi recovery dari sistem imun tubuh. Untuk membandingkan semua perlakuan dapat dilihat pada Gambar 8. 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 1 2 3 4

Hari Pengambilan Sampel

T in g kat K er u s akan ( S ko r) Perlakuan A Perlakuan B Perlakuan C Perlakuan D Perlakuan E

Gambar 8. Grafik perbandingan skor kerusakan hati broiler semua perlakuan pada tiap hari pengambilan sampel

Kerusakan yang paling signifikan dalam grafik diatas adalah Perlakuan E pada hari pengambilan sampel ke 3 (hari 37). Rataan tingkat kerusakan pada 30 lapangan pandang yang didapat mencapai 2,93. Namun pada pengambilan sampel berikutnya tingkat kerusakan yang tampak mulai menurun. Hal ini sangat berhubungan dengan kemampuan sistem imun hewan dalam menghadapi paparan virus ND. Pemberian vaksin dan ransum yang tepat sangat membantu daya tahan tubuh hewan terhadap agen penyakit.

Keparahan yang terlihat dari gambaran histopatologi hati menunjukkan perubahan pada setiap tanggal pengambilan sampel. Hal ini sangat dipengaruhi oleh kekuatan virus ND dalam menginfeksi hewan serta mampu atau tidaknya ayam dalam menanggapi antigen yang masuk.

Perbandingan Skor pada Setiap Perlakuan Tabel 5. Skor dari setiap perlakuan

Sampel Pengambilan sampel

1 2 3 4 A 0 0 0 1 B 0 1 1 0 C 1 2 2 3 D 1 2 2 1 E 1 3 3 2

Dari tabel 5, diperoleh skor akhir yang berbeda pada setiap perlakuan. Perlakuan A dan B merupakan kontrol negatif terhadap paparan virus ND, karena kedua perlakuan ini tidak ditantang virus ND. Meskipun pada gambaran histopatologi menunjukkan ada sedikit kerusakan berupa oedema lokal yang ditunjukkan oleh skor 1, namun hal itu masih dapat dikatakan relatif tidak begitu parah dan tidak menggangu fungsi dan kerja hati dalam melaksanakan tugasnya. Sedikit kerusakan seperti itu wajar terjadi sebagai tanggap kebal ayam terhadap antigen dan perubahan lingkungan.

Perlakuan C merupakan perlakuan dengan memberikan ransum terpilih (dengan tambahan minyak ikan dan vitamin E) dan ditantang virus ND namun tanpa vaksinasi. Dalam gambaran histopatologi, pada sampel ini mengalami banyak perubahan seperti terjadinya degenerasi berbutir yang menyebar keseluruh bagian hati serta degenerasi lemak lokal. Skor pada perlakuan ini dari pengambilan sampel pertama (hari ke 15) sampai pengambilan sampel terakhir (hari ke 44) menunjukkan kenaikan nilai skor. Artinya paparan virus ND menyebabkan kerusakan yang semakin lama semakin parah.

Paparan virus ND pada perlakuan C serta pengamatan histopatologi hati broiler menujukkan perubahan yang sangat signifikan bila dibandingkan dengan kontrol negatif ND pada perlakuan B, keduanya diberikan ransum dan vaksin yang sama, hanya pada perlakuan B tidak ditantang virus ND. Pada perlakuan B, gambaran histopatologi hati broiler masih relatif normal, namun perubahan menjadi jelas tampak setelah perlakuan C menunjukkan gambaran histopatologi

berupa degenerasi berbutir, oedema dan perdarahan, artinya paparan virus ND mampu mengakibatkan dua tingkat keparahan dilihat dari gambaran histopatologi hatinya dibandingkan dengan hati normal.

Skor 1 dan 2 yang didapatkan pada sampel D dengan perlakuan pemberian ransum terpilih, divaksinasi dan juga ditantang virus ND. Skor ini menunjukkan tingkat keparahan yang diakibatkan oleh paparan virus ND yang cukup serius. Bila dilihat perbedaannya dengan perlakuan A (Ransum terpilih dan vaksinasi), tampak suatu perbedaan nyata akibat paparan virus ND.

Apabila dilihat perbedaan skor antara perlakuan C dan perlakuan D, kedua perlakuan ini hanya dibedakan oleh pemberian vaksin, dimana kelompok perlakuan C tidak divaksin sedangkan perlakuan D diberi vaksin. Tentu saja paparan virus ND yang lebih parah tampak pada gambaran histopatologi hati pada perlakuan C, sedangkan perlakuan D memiliki tingkat keparahan yang lebih rendah dari kelompok perlakuan C.

Perlakuan E menunjukkan kerusakan yang paling parah dari gambaran histopatologi hati broiler. Perlakuan E merupakan perlakuan dengan diberikan ransum biasa (tanpa minyak ikan) divaksinasi dan juga diinfeksi virus ND. Jika dibandingkan antara perlakuan C dan E, kedua perlakuan ini dibedakan dari pakan yang diberikan dan juga vaksinasi. Pada perlakuan C diberikan ransum terpilih, ditantang virus ND namun tidak divaksinasi sedangkan pada perlakuan E ransum yang diberikan adalah ransum biasa dengan ditantang virus ND dan vaksinasi. Dari semua kelompok perlakuan perlakuan A (ransum terpilih dan divaksin) dan B (ransum terpilih tanpa vaksinasi) mempunyai skor terendah. Skor 1 pada perlakuan D (ransum terpilih, infeksi ND dan divaksin), sedangkan skor tertinggi pada perlakuan C ( Ransum terpilih, tanpa vaksin dan infeksi virus ND) dan perlakuan E (Ransum biasa, divaksin dan infeksi ND) menunjukkan kerusakan paling parah berupa degenerasi dan akumulasi lemak serta nekrosa.

Hal ini menandakan bahwa untuk meningkatkan kekebalan tubuh yang lebih baik sangat dibutuhkan pemberian ransum yang baik dan mampu meningkatkan kekebalan, diantaranya adalah minyak ikan dan vitamin E. Sedangkan vaksinasi tentu akan memberikan hasil yang maksimal apabila

diseimbangkan dengan konsumsi pakan yang baik dan mampu berperan sebagai imunomodulator terhadap ancaman patogen seperti paparan virus ND.

Peranan Minyak Ikan dan Vitamin E sebagai Imunomodulator

Seperti terlihat pada pembahasan sebelumnya, tingkat keparahan akibat paparan virus ND tergantung pada besarnya infeksi virus, status kekebalan tubuh dan kondisi lingkungan. Dari kelima perlakuan, empat diantaranya diberi ransum terpilih yaitu dengan tambahan ransum berupa minyak ikan dan vitamin E, sedangkan satu perlakuan terakhir hanya diberi ransum biasa (tanpa tambahan minyak ikan). Setelah dilakukan perhitungan tingkat kerusakan pada gambaran histopatologi hati broiler dari semua kelompok perlakuan melalui sistem skoring dengan parameter yang tersebut pada metoda, didapatlah rataan skor tertinggi oleh perlakuan E. Meskipun pada perlakuan E ayam divaksinasi, namun tanpa keseimbangan pakan dan nutrisi yang bagus, ayam tetap mudah terpapar virus ND.

Menurut Anonimus (2007i) jika virus sudah terlanjur masuk ke dalam sel, sistem antibodi ayam akan menghancurkan virus beserta sel-sel yang menjadi inangnya. Ini berbahaya, karena jika virus masuk ke sel hati, maka sel hati akan dihancurkan oleh sistem imun ayam, demikian juga jika virus menyerang sel pencernaan atau sel reproduksi, juga akan dihancurkan oleh sitem imun. Jadi, yang sangat penting untuk dilakukan adalah memperkuat sistem imun sehingga virus bisa dihancurkan sebelum masuk ke dalam sel, sehingga tidak terjadi kerusakan-kerusakan jaringan akibat penghancuran oleh sistem imun. Salah satu cara paling efektif untuk memperkuat sistem imun ayam adalah dengan pemberian imunomodulator.

Ransum ayam sebagian besar terdiri dari jagung banyak mengandung omega 6. Banyak tambahan pakan yang dapat menyeimbangkan kadar omega 6 dan omega 3 dalam ransum, salah satunya adalah minyak ikan. Minyak ikan banyak mengandung omega 3. Menurut Friedman dan Sklan (1997) dan Frietsche

et al. (1991), pemberian minyak yang kaya akan omega 3 dalam ransum broiler akan mampu meningkatkan respons antibodi dan status kekebalan tubuh.

Dari semua kelompok perlakuan diperoleh skor yang lebih baik untuk broiler yang diberi ransum terpilih. Hal ini menunjukkan bahwa minyak ikan dan vitamin E berperan sebagai imunomodulator pada paparan virus ND. Sehingga memberikan tanggap kebal yang lebih baik serta memberikan respon imun terhadap antibodi yang yang baik pula. Terlihat pada gambaran histopatologi hati broiler melalui sistem skoring yang dilakukan.

Dokumen terkait