• Tidak ada hasil yang ditemukan

Newcastle Disease (ND)

Newcastle Disease adalah penyakit pada unggas yang sangat menular dan menyerang spesies unggas domestik maupun unggas liar. ND pertama kali ditemukan di Newcastle, Inggris tahun 1926 (Anonimus 2007e).

Gambar 1. Virus Newcastle Disease dan bagian-bagiannya. (Sumber: Anonimus 2007a)

Virus ND merupakan virus tipe A dari strain avian paramixovirus, yang mempunyai untaian tunggal, linear RNA dengan bentuk simetris. Di dalam sel induk virus ini bereplikasi pada sitoplasma (Copland 1987, Anonimus 2007a).

Ada empat symptom dari paparan virus ND yaitu viscerotropic velogenic, neurotropic velogenic, mesogenic dan lentogenic. Virus ND sangat virulent, bahkan banyak unggas yang terserang virus ini mati tanpa menunjukkan tanda klinis, bahkan dapat mengakibatkan kematian sampai 100% pada unggas yang tidak divaksinasi (Anonimus 2007b).

Ditambahkan pula oleh Wikipedia (2007b), berdasarkan tingkat keparahannya virus ND terbagi dalam velogenik (sangat virulent), mesogenik (virulansi sedang) dan lentogenik (tidak virulent). Strain yang velogenik dapat menyebabkan kerusakan syaraf, gangguan respirasi, menular dengan cepat sampai mengakibatkan 90% kematian. Strain mesogenik menurunkan kualitas telur dan produksi dengan 10% tingkat kematian, sedangkan lentogenik gejala kliniknya tidak terlihat dan tingkat kematian tidak terlalu diperhitungkan.

Menurut Jordan (1990) ada 5 patotipe dari invasi virus ND yaitu:

- Viscerotropic velogenic NDV, merupakan bentuk yang sangat parah dari penyakit ND, dimana adanya lesio hemoragi yang khas pada traktus intestinal.

- Neurotropic velogenic NDV, menyebabkan tingkat kematian yang tinggi dan menunjukkan gangguan respirasi dan syaraf.

- Mesogenic NDV, dengan kausa respirasi dan beberapa gangguan pada syaraf, dengan tingkat kematian yang rendah.

- Lentogenic Respiratory NDV menunjukkan gejala yang ringan dan terlihat infeksi pada saluran respirasi.

- Asymptomatic enteric NDV yang menunjukkan adanya infeksi enteris (usus).

Gejala klinis yang ditunjukkan sangat bervariasi tergantung pada strain virus, spesies dan umur hewan, keparahan serangan penyakit dan status kekebalan. Tanda klinis penyakit ND berupa gangguan respirasi, depresi, turunnya produksi telur, diare, dan bila terinfeksi lebih lama akan menimbulkan gejala syaraf. Masa inkubasinya 5 sampai 6 hari, tapi kadang bervariasi, mulai dari 2 sampai 12 hari (Anonimus 2007e). Selain itu apabila penyakit menyerang, semua ayam di peternakan dapat sakit pada waktu yang hampir bersamaan, maka ayam yang berumur lebih muda akan lebih cepat terkena serangan. Gangguan respirasi dapat berupa batuk, sulit bernafas, inflamasi pada trakhea bahkan menyebabkan hemoragi, sedangkan gejala syaraf dapat terlihat karena sayap akan terkulai ke bawah, kaki lemas tidak bisa diangkat, kehilangan keseimbangan dalam berjalan, memutar-mutarkan kepala, kepala tergeletak dan lumpuh. Pada tipe viscerotropic, terlihat lesio yang hemoragic pada traktus intestinal dan pada proventrikulus. Namun ND ada kalanya tidak menunjukkan lesio besar yang patognomonik sehingga sulit dideteksi secara klinis (Anonimus 2007g).

Ditambahkan pula oleh Santosa (2004), ayam yang terkena penyakit ini tampak mengantuk, kepala tertunduk, baru mau bangun atau bergerak kalau ada bunyi atau gerakan yang tiba-tiba (reaksi terkejut dan terpaksa), pial dan jengger membiru, bulu kusam, nafsu makan terganggu dan cepat sekali menjadi kurus.

Tinja pada permulaan penyakit berwarna putih seperti kapur dan padat, lambat laun menjadi encer dan hijau.

ND dapat ditularkan melalui paparan feses atau ekskresi lain dari unggas terinfeksi, selain itu juga karena kontak dengan pakan, air, peralatan atau pakaian yang terkontaminasi (Wikipedia 2007b).

Hati

Anatomi dan fungsi hati

Unggas mempunyai hati yang relatif besar. Facies parietalis hati yang berbentuk konveks membujur diantara tulang dada (os Sternum) dan tulang rusuk (ossa Costalis), diantara lengkungan duodenum dan lambung otot. Besar, warna dan konsistensi hati sangat bervariasi berdasarkan spesies, umur dan kondisi pakan pada ayam, umumnya mempunyai berat berkisar antara 30-50 gram. Warna hati saat baru menetas adalah kuning, kemudian setelah berumur sekitar dua minggu berubah menjadi coklat kemerahan. Pada unggas dewasa, warna hati dapat mencapai merah coklat sampai coklat cerah (Setijanto 1998).

Hati mempunyai 3 fungsi yaitu fungsi vaskuler, fungsi metabolik, serta fungsi sekresi dan ekskresi (Dellman 1989). Lebih jelasnya Burkitt et al. (1995) menjelaskan bahwa fungsi hati adalah mendetoksifikasi produk buangan metabolisme, merusak sel darah merah yang tua, sintesis dan sekresi lipoprotein plasma serta mempunyai fungsi metabolisme (sintesis glikogen, beberapa vitamin dan lipid). Ditambahkan oleh Ganiswara (1995) bahwa sel hati merupakan suatu tempat terjadinya reaksi kimia dengan laju metabolisme yang tinggi. Kemudian juga tempat mengolah dan mensintesa berbagai zat yang diangkut ke daerah tubuh lain.

Fungsi vaskuler berhubungan dengan proses penyimpanan darah, sadangkan fungsi sekresi dan eksresi berperan untuk produksi empedu yang mengalir melalui saluran empedu ke saluran pencernaan (Guyton 1997).

Histologi hati

Di dalam hati ditemukan banyak sel-sel RES (Reticulo Endothelial System), yakni Sel Kupffer yang terdapat dalam dinding-dinding kapiler dan

sinusoid-sinusoid hati, yang berfungsi untuk membersihkan benda-benda asing dari darah (Ressang 1984, Hartono 1992). Dalam hati terdapat tiga jenis jaringan yang penting yaitu sel parenkim hati, susunan pembuluh darah dan susunan saluran empedu. Ketiga jaringan ini saling berhubungan erat, sehingga kerusakan satu jenis jaringan dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lain (Darmawan 1996).

Hepatosit (sel parenkim hati) merupakan bagian terbesar pada hati. Hepatosit bertanggung jawab dalam melaksanakan metabolisme. Sel ini terletak diantara sinusoid-sinusoid yang terisi darah dan saluran empedu (Lu 1995). Hepatosit mempunyai bentuk polihedral dengan batas-batas yang jelas (Banks 1985). Pada susunan hepatosit unggas, lembaran hepatosit terdiri dari dua sel hati, sedangkan pada mamalia susunan lembaran hepatosit hanya terdiri dari satu sel hati. Diantara sel-sel hati terdapat canaliculi empedu yang terbentuk dari tiga sampai lima dinding hepatosit yang berdekatan (Randall dan Reece 1992).

Segitiga kiernan dibentuk oleh pertemuan beberapa unit lobus-lobus hati. Didalam segitiga kiernan terdapat percabangan-percabangan vena portal, pembuluh empedu dan percabangan arteri hepatika (Ressang 1984). Bilateral dengan jalinan sel-sel hati diisi oleh sinusoid-sinusoid yang ditunjang serabut retikuler. Sinusoid mirip kapiler dengan lumen meluas dan jalinan sel-selnya tak sempurna sehingga banyak celah. Lumen dibalut oleh dua macam sel yakni sel endotelial dan sel kupfer yang lebih besar dan bersifat fagositik terhadap benda asing. Sel kupfer biasanya terletak didekat sel endotelial akan tetapi mempunyai lamina basalis dan tidak mempunyai celah antar sel. Walaupun hepatosit dan sinusoid dekat tetapi dipisahkan oleh celah yang disebut celah disse yang bervariasi lebar dan luasnya (Banks 1985, Euthis et al. 1990).

Aliran darah masuk ke hati melalui dua sumber, sebagian besar darah masuk melalui vena porta, sedangkan aliran darah yang lain masuk melalui arteri hepatika. Darah balik seluruhnya dialirkan melalui vena hepatika yang masuk ke dalam vena cava caudalis. Keistimewaan hati adalah karena sirkulasinya berlainan dengan alat tubuh yang lain. Darah yang mengalir di dalamnya terdiri dari 2/3 darah balik dan 1/3 darah nadi (Ressang 1984).

Aliran darah yang masuk ke hati akan membawa nutrisi dan zat-zat toksik memasuki tubuh melalui sistem gastrointestinal. Setelah diserap zat tersebut dibawa oleh vena porta menuju hati (Lu 1995). Vena porta dan arteri hepatika merupakan pembuluh darah dari usus yang membawa nutrisi dan zat-zat lain yang diserap oleh usus. Nutrisi yang sampai di hati melalui aliran darah portal diolah dan keluar sebagai bahan baru dalam aliran darah (Hartono 1992). Ditambahkan pula oleh Frandson (1996) bahwa darah yang mengalir dari saluran pencernaan terlebih dahulu dilewatkan pada sel-sel hati, sebelum memasuki sirkulasi umum. Hal ini dimaksudkan agar nutrient dapat dimodifikasi serta memungkinkan hati untuk melakukan detoksikasi terhadap zat-zat berbahaya dan telah diserap dari saluran pencernaan.

Gangguan fungsi hati

Hati merupakan organ yang paling sering mengalami kerusakan. Ada dua alasan yang menyebabkan hati mudah terkena racun. Pertama hati menerima 80% suplai darah dari vena porta yang mengalirkan darah dari sistem gastrointestinal. Substansi zat-zat toksik termasuk tumbuhan, fungi, bakteri, logam, mineral dan zat-zat kimia lainnya yang diserap kedalam portal ditransportasikan ke hati. Kedua, hati menghasilkan enzim-enzim yang mempunyai kemampuan sebagai biotransformasi pada berbagai macam zat eksogen dan endogen untuk dieliminasi tubuh (Carlton 1995).

Kelainan lokal seperti metastasis lokal atau abses kecil mungkin tidak menimbulkan gejala klinis sedangkan kelainan luas akibat intoksikasi, infeksi virus atau penyakit gangguan gizi kadang-kadang dapat menimbulkan gangguan faal hati cepat memburuk (Darmawan 1996). Menurut Lu (1995), 10 % dari parenkim hati saja sudah cukup mempertahankan fungsi hati.

Secara histopatologi, gangguan yang sering terjadi pada hati adalah degenerasi, nekrosa, perlemakan dan gangguan sirkulasi. Degenerasi dapat terjadi di sitoplasma dan inti sel. Degenerasi sitoplasma hati kadang-kadang disertai kelainan inti sekunder, atropi dan nekrosis sel sehingga sel menjadi hilang. Luas degenerasi yang terjadi lebih penting daripada jenisnya dalam mempengaruhi gangguan fungsi hati (Darmawan 1996).

Degenerasi dapat disebabkan oleh anoreksia, infeksi bakteri dan virus, gangguan dalam sistem peredaran darah, anemia, keracunan bahan kimia, radiasi dan suhu yang tidak menentu. Degenerasi ditandai oleh perubahan komposisi atau kandungan, struktur dan fungsi sel. Disekitar sel yang terganggu akan menunjukkan perubahan karena pengangkutan nutrient terganggu dan sel menjadi sakit atau abnormal. Degenerasi ditentukan oleh bentuk kerusakan, fungsi sel yang terganggu dan sistem enzim yang terlibat (Yawah 2007).

Degenerasi bengkak atau keruh (Cloudy swelling) ditandai oleh adanya sel-sel yang membengkak disertai sitoplasma yang bergranula (berbutir-butir) sehingga jaringan tampak keruh. Perubahan ini biasa terjadi pada sel hati, sel tubulus ginjal dan sel otot jantung yang disebabkan oleh infeksi, demam, keracunan, suhu yang terlalu rendah atau tinggi, anoxia, gizi buruk dan gangguan sirkulasi. Sedangkan kebengkakan dan kekeruhan terjadi karena bertambahnya jumlah cairan dalam sel (saleh 1996).

Menurut Yawah (2007), perubahan tersebut terjadi karena gangguan metabolisme protein dan air yang menyebabkan meningkatnya tekanan osmotik intra sel, sel membengkak dan sitoplasma lebih granular serta hilangnya mitokondria. Degenerasi ini biasanya terjadi pada awal infeksi yang ringan, namun apabila telah berlanjut, degenerasi akan semakin parah, bahkan sampai terjadi nekrosis.

Pada degenerasi hidropik, edema intraseluler lebih mencolok daripada degenerasi bengkak dan keruh. Meskipun masih reversibel, tetapi menunjukkan kerusakan yang lebih keras. Sebabnya dianggap sama dengan sebab pada degenerasi bengkak keruh, hanya intensitas dan waktunya lebih lama. Secara mikroskopis tampak vakuola yang tersebar dalam sitoplasma. Kadang vakuola kecil bersatu membentuk vakuola lebih besar sehingga inti sel terdesak kepinggir (Saleh 1996).

Nekrosa adalah tampaknya fragmen sel atau sel hati nekrotik tanpa pulasan inti atau tidak tampaknya sel yang disertai reaksi radang, kolaps atau bendungan eritrosit. Kelainan ini adalah tingkat lanjut dari degenerasi dan reversibel. Sebab nekrosis sel hati ialah rusaknya susunan enzim dari sel,

malnutrisi, deplesi glikogen dan anoxia menahun dapat merupakan predisposisi untuk nekrosis sel hati akibat hepatotoksin (Darmawan 1996).

Nekrosis diawali dengan perubahan inti sel (nukleus) yaitu hilangnya gambaran kromatin, inti sel hati menjadi keriput, tidak vesikuler lagi, inti tampak lebih padat, warnanya gelap kehitaman (piknotik). Inti sel hati terbagi atas fragmen-fragmen robek (karyoreksis) dan inti sel hati tidak lagi mengambil warna banyak sehingga warnanya pucat dan tidak nyata (karyolisis) (Saleh 1996).

Perlemakan (fatty deposition, fatty metamorphosis, fatty change) merupakan suatu perubahan yang menunjukkan bahwa di dalam sel parenkim terdapat akumulasi lemak. Pengumpulan lemak di dalam sel terjadi akibat berbagai jejas yang non fatal atau akibat gangguan metabolisme sel. Perlemakan pada hati dimulai pada bagian sentral yang mengandung vakuola lemak dan dapat pecah sehingga terbentuk kista lemak. Pengumpulan lemak di dalam sel dapat disebabkan oleh berbagai kemungkinan, penyebab utama terjadinya perlemakan pada hati karena adanya pengangkutan (transport) lemak yang berlebihan yang diangkut dari luar ke dalam hati, mobilisasi yang menurun dari lemak di dalam hati, sintesis lemak terhambat dan piknotis kilomikron yang meningkat (Saleh 1996).

Minyak Ikan

Minyak ikan adalah minyak yang dihasilkan dari turunan minyak yang berasal dari jaringan tubuh ikan. Minyak ikan sangat dianjurkan sebagai makanan kesehatan karena mengandung asam lemak omega 3 eicosapentaenoic acid (EPA)

dan Docosahexanoic acid (DHA), yang merupakan pelopor eucosanoid dalam mempengaruhi inflamasi pada seluruh tubuh (Stansby 1982, Wikipedia 2007)

Minyak ikan mengandung kurang lebih 25% asam lemak jenuh dan 25% asam lemak tak jenuh. Asam lemak pada minyak ikan ada tiga yaitu, asam lemak jenuh, asam lemak tak jenuh tunggal dan asam lemak tak jenuh ganda (Anonimus 2006b). Ditambahkan dalam anonimus (2007c), minyak/lemak ikan merupakan sumber vitamin A dan vitamin D, yaitu berturut-turut 10-55 IU per gram dan 20-100 IU per gram. Di samping itu, minyak ikan juga merupakan sumber mineral seperti kalsium, fosfor, iodin dan selenium.

Bila dibandingkan dengan minyak nabati dan minyak hewani lainnya, minyak ikan banyak mengandung asam lemak esensial atau asam lemak tidak jenuh yaitu omega 3. Kadar omega 3 minyak ikan berkisar antara 4.48% sampai dengan 11.80%. Kandungan omega 3 tergantung pada jenis, umur, tersedianya makanan dan daerah penangkapan ikan. Bagian tubuh ikan memiliki minyak dengan komposisi omega 3 yang berbeda-beda. Bagian kepala sekitar 12%, tubuh bagian dada 28%, daging permukaan 31.2% dan isi rongga perut 42.1% (berdasarkan berat kering) (Anonimus 2007c).

Ikan dan mamalia laut mengandung jumlah substansi asam lemak rantai panjang pada jenis omega 3. Penggunaan omega 3 telah dihubungkan dengan kecenderungan penurunan terhadap pembentukan gumpalan darah, mengurangi tingkat trigliserida darah, mengurangi pertumbuhan tumor, menurunkan tekanan darah dan anti radang (Anonimus 2007c).

Pada umumnya, lemak ikan terdiri dari berbagai jenis trigliserida, suatu molekul yang tersusun dari gliserol dan asam lemak. Rantai asam lemak yang terdapat dalam minyak ikan mempunyai jumlah lebih dari 18, serta memiliki lima atau enam ikatan rangkap. Di samping itu, kandungan asam lemak esensialnya tinggi, yang meliputi asam linoleat, linolenat dan arakhidonat. Hal ini berarti asam lemak esensial atau asam lemak tak jenuh, banyak mengandung ikatan rangkap (85%), sedangkan 15% sisanya terdiri atas asam lemak yang jenuh. Rendahnya kandungan ikatan jenuh menyebabkan kolesterol rendah dan resiko penyempitan pembuluh darah juga rendah (Anonimus 2007d).

Beberapa ahli percaya bahwa minyak ikan (dalam berbagai bentuk) bisa membantu regulasi kolesterol dalam tubuh. Karena minyak ikan mengandung banyak omega 3. Regulasi dapat terjadi oleh efek kandungan EPA dan DHA dalam reseptor aktif alfa. Selain meregulasikan kolesterol, keuntungan lain adalah sebagai anti inflamatori dan memberikan pengaruh positif pada tubuh. Selain itu, menurut Larsen (2007) minyak ikan juga dapat memperbaiki aterosklerosis, serangan jantung, gagal jantung, aritmia, stroke dan gangguan syaraf tepi karena minyak ikan mampu memelihara elastisitas dinding arteri, penggumpalan darah, menurunkan tekanan darah dan menstabilkan detak jantung.

Minyak ikan atau omega 3 memang bermanfaat tapi hendaknya jangan dikonsumsi berlebihan. Akibatnya apabila dikonsumsi secara berlebihan antara lain badan berbau minyak ikan, menimbulkan gangguan pencernaan dan mengakibatkan proses pembekuan darah menjadi lamban. Minyak ikan akan cepat teroksidasi oleh radikal bebas. Proses tersebut akan menghabiskan vitamin E didalam tubuh. Karena itu, terlalu banyak mengkonsumsi minyak ikan juga bisa menurunkan kadar vitamin E dalam tubuh. Selain itu, kelebihan minyak ikan juga dapat mengakibatkan keracunan vitamin A dan D karena minyak ikan mengandung kedua vitamin itu (Harli 1998).

Vitamin E

Vitamin E terdiri dari tokoferol dan tokotrienol yang terbagi dalam 4 bentuk isomer yaitu α, ß, δ, dan . Alfa tokoferol merupakan vitamin E yang aktifitasnya paling bagus diikuti oleh , δ dan tokoferol. Kandungan vitamin E sangat dinamis, yaitu dengan kandungan tinggi PUFA, agen oksida, karoten, mineral dan sedikit masukan makanan dengan antioksidan yang larut lemak, sulfur yang berikatan dengan asam amino dan selenium. Vitamin E adalah salah satu dari vitamin dengan toksik yang terendah, tetapi dengan dosis yang tinggi dapat mengurangi absorbsi vitamin A, D dan K, akibatnya terjadi penurunan kadar di hati dan kuning telur sebagai tempat penyimpanan vitamin A, mengurangi mineralisasi pada tulang, dan proses pembekuan darah (Donald 2007).

Vitamin E merupakan anti oksidan alami. Kandungannya meliputi vitamin A, vitamin D3, karoten dan xanthophil. Ia memiliki 7 isomer dari semua isomernya dan α tokoferol mempunyai aktifitas paling kuat (Hungerford 1969).

Menurut Frandson (1996), vitamin E berperan sebagai kofaktor untuk sitokrom reduktase pada otot rangka dan otot jantung. Selain itu ia juga berfungsi sebagai antioksidan yaitu mencegah oto-oksidasi pada asam-asam lemak tak jenuh serta menghambat timbulnya peroksidasi dari lipida pada membrana sel.

Vitamin E akan didistribusikan ke jaringan adiposa. α-tokoferol diangkut ke hati mungkin dalam kilomikron, dan dikirim ke jaringan dalam bentuk lipoprotein. Selanjutnya oleh enterosit dalam bentuk gabungan kilomikron (α

-tokoferol dengan mono, di dan trigliserida), vitamin tersebut dibawa ke saluran limpatik. Dari sistem limpatik α-tokoferol bersama Very Low Density Lipoprotein (VLDL) akan masuk ke dalam sirkulasi darah, dan langsung dikirim sebagian ke bagian yang membutuhkan, sebagian lagi α-tokoferol terlebih dahulu masuk ke hati melalui ductus toracicus dan bergabung dengan VLDL yang kaya akan trigliserida dan HDL (High Density Lipoprotein) yang kaya akan fosfolipid, kolesterol dan ester. VLDL dan HDL ini disintesis oleh hati. Kemudian vitamin E kembali ke pembuluh darah. Di dalam pembuluh darah VLDL dan HDL dari hati dikonversi menjadi LDL (Low Density Lipoprotein) dengan bantuan enzim lipoprotein lipase dalam serum darah dan selanjutnya vitamin E dalam LDL siap diangkut ke jaringan adipose (Linder 1992).

Vitamin E merupakan antioksidan yang berfungsi melindungi kerusakan sel-sel tubuh akibat radikal bebas. Fungsinya menurunkan pembekuan darah dan mencairkan bekuan darah sehingga mencegah penyumbatan pembuluh darah, menguatkan dinding pembuluh darah kapiler, meningkatkan pembentukan sel-sel darah merah, mengurangi kadar gula darah, memperbaiki kerja insulin, serta meningkatkan kekuatan otot dan stamina. Selain itu, vitamin E dapat mempengaruhi kerja hormon, mencegah degenerasi saraf penglihatan, mencegah kerusakan sel-sel saraf, meningkatkan gairah seksual, serta mempertahankan kekebalan tubuh dan menguatkan sel-sel darah putih (Anonimus 2006a).

Menurut Anonimus (2007f) vitamin E digunakan sebagai pencegahan abortus habitual, partus prematur habitual, juga pada sklerodermia, penyakit neuromuskulus dan muskulus terutama distrofia muskulorum progresiva.

Adakalanya vitamin E digunakan pada penderita hipoproteinemia karena vitamin E mempunyai daya anabolik pada metabolisme protein.

Defisiensi vitamin E dapat mengakibatkan terjadinya degenerasi epitel germinal pada hewan jantan serta resorbsi embrio pada hewan betina (mamalia) yang tergantung pada vitamin E (Frandson 1996). Menurut Heuser (1950) kekurangan vitamin E dalam rasio pertumbuhan ayam menyebabkan kondisi

nutritional encephalomalacia dan ayam dengan mudah dapat terpapar penyakit defisiensi secara tiba-tiba. Ditambahkan pula oleh Gordon 1977, defisiensi vitamin E secara umum dapat menyebabkan abnormalitas dan kelemahan selama

proses pengeraman dan dapat menyebabkan kematian embrio pada tiga atau empat hari inkubasi karena lesio vaskular.

Menurut Sainsbury 1984, yang menyebabkan defisiensi vitamin E adalah karena kurangnya asupan sereal yang tidak bisa terpenuhi dalam diet. Beberapa kasus kekurangan vitamin E bahkan disebabkan karena penyimpanan yang buruk seperti terlalu panas, contohnya pakan ditempatkan dibawah mesin pengeram atau dicampur dengan minyak atau lemak tengik dalam makanan. Seharusnya dalam pakan unggas mengandung 10 mg/kg BB tambahan vitamin E, tapi bervariasi tergantung kebutuhan, spesies unggas, breeding dan umur. Hal lain yang juga perlu diperhatikan dari vitamin E adalah mudahnya terjadinya kerusakan terhadap komponennya karena pengaruh waktu, pencampuran serta penanganan yang tidak sesuai.

Imunomodulator

Imunomodulator adalah zat yang dapat memodulasi (mengubah atau mempengaruhi) sistem imun tubuh ke arah normal. Atau secara singkatnya merupakan zat untuk menormalkan sistem imun tubuh. Produk imunomodulator berperan menguatkan sistem imun tubuh (imunostimulator) atau menekan reaksi sistem imun yang berlebihan (imunosuppressan). Imunomodulator diberikan pada saat sakit atau kelelahan. Dapat diberikan bersamaan dengan antibiotik, karena meski sudah diberi antibiotik, kalau sistem imunnya tidak bagus, penyembuhan pun tidak selalu bagus (Anonimus 2007h).

Imunomodulator berfungsi untuk mengaktifkan sistem kekebalan seluler ayam, mempercepat proses pematangan sel kebal, meningkatkan sistem kekebalan alamiah (booster), meningkatkan proses pembentukan antibodi sekaligus berfungsi sebagai immuno donor’s (suplai antibodi). Selain itu imunomodulator dalam tubuh ayam juga melatih sel-sel makrofag dan mikrofag agar lebih efektif dalam memusnahkan mikroba yang masuk ke tubuh ayam. Dengan begitu, imunomodulator menjadi besar perannya dalam menangkal masuknya antiugen merugikan seperti virus avian influenza (AI), staphylococcus, streptococcus, dan

Sistem kekebalan tubuh merupakan mekanisme yang digunakan tubuh untuk menangkal pengaruh faktor atau zat yang berasal dari luar tubuh. Ada dua kekebalan tubuh, yakni alami dan dapatan. Kekebalan alami merupakan pertahanan tubuh yang mendasar, dimiliki sejak lahir, dan bersifat non-spesifik. Artinya, apa pun zat asing yang masuk ke tubuh akan ditangkal oleh kekebalan tubuh alami. Kekebalan dapatan merupakan pertahanan tubuh yang terbentuk sebagai respons adanya zat atau benda asing yang masuk ke dalam tubuh, bersifat spesifik, dan memiliki kemampuan mengingat. Contohnya imunisasi untuk penyakit-penyakit tertentu. Kekebalan tubuh bersifat dinamis, artinya bisa menurun atau meningkat. Imunitas dipengaruhi oleh umur, nutrisi, vitamin, mineral dan hormon. Saat ini ilmu kedokteran sudah mulai meninggalkan imunomodulator yang terbuat dari bahan kimia dan lebih memilih memakai imunomodulator yang terbuat dari beberapa jenis tumbuhan yang sudah terbukti bisa meningkatkan sistem kekebalan tubuh (Anonimus 2004).

Menurut Anonimus (2007i) jika virus sudah terlanjur masuk ke dalam sel, sistem antibodi ayam akan menghancurkan virus beserta sel-sel yang menjadi

Dokumen terkait