• Tidak ada hasil yang ditemukan

4 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis DAS Ciliwung Hulu

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi Aspek Jasa Lingkungan Pengendali Erosi dan Sedimentasi (HCV 4.2)

Tanah yang dominan di hutan hujan tropis Indonesia adalah tanah yang sangat rentan terhadap erosi. Kawasan hutan penting untuk menjaga stabilitas tanah seperti mengendalikan erosi berlebihan yang dapat menyebabkan tanah longsor dan pendangkalan sungai (Sulistioadi 2010). Daerah yang mempunyai konsekuensi rentan terhadap erosi dianggap sebagai kawasan pengendali erosi dan sedimentasi (HCV 4.2). Dalam penelitian ini, estimasi risiko erosi potensial di daerah penelitian dilakukan untuk mengidentifikasi daerah-daerah dengan risiko erosi yang tinggi.

Berdasarkan hasil prediksi Tingkat Bahaya Erosi (TBE), kawasan penelitian mengalami potensi erosi sedang sampai sangat berat. Hal ini karena pengaruh dari faktor-faktor yang berkontribusi terhadap erosi tanah yang ditentukan dengan menggunakan data spasial berupa peta erosivitas hujan (R), erodibilitas tanah (K), panjang dan kemiringan lereng (LS). Identifikasi kawasan HCV 4.2 dilakukan pada berbagai tipe penggunaan lahan. Oleh karena itu peta penggunaan lahan dioverlay dengan peta tingkat bahaya erosi sehingga diperoleh kawasan dengan potensi erosi berat dan sangat berat, yang merupakan kawasan HCV 4.2. Sebaran kawasan yang berpotensi erosi berat dan sangat berat disajikan pada Gambar 5.1.

Gambar 5.1 menunjukkan bahwa potensi erosi tersebar di seluruh kawasan DAS Ciliwung Hulu. Potensi erosi sangat berat mendominasi hampir seluruh kawasan penelitian, diikuti potensi erosi berat dan sedang. Teridentifikasinya potensi erosi berat dan sangat berat pada kawasan penelitian sehingga dinilai kawasan tersebut berfungsi sebagai kawasan pengendali erosi dan sedimentasi (HCV 4.2). Luasan areal (ha) potensi erosi dan kawasan HCV 4.2 disajikan apada Tabel 5.1

Tabel 5.1 Luasan areal (ha) potensi erosi dan kawasan HCV 4.2 di DAS Ciliwung Hulua

No TBE Luas areal Erosi Kawasan

HCV 4.2b % Ha % 1 Sedang 1 543 10 - - 2 Berat 1 856 12 1 855 12 3 Sangat Berat 11 775 78 11 775 78 Jumlah 15 173 100 13 630 90 a

Sumber : Hasil analisis peta tingkat bahya erosi; bHasil perhitungan potensi erosi berat dan sangat berat

Tabel 5.1 menunjukkan bahwa sebesar 13 630 ha (90%) dari total luasan DAS Ciliwung Hulu teridentifikasi sebagai kawasan HCV 4.2. Mengacu pada Toolkit bahwa kawasan yang teridentifikasi HCV 4.2 sebagai kawasan pencegah erosi harus ditingkatkan fungsinya dan pembangunan yang dilakukan sangat terbatas. Kawasan HCV 4.2 ditetapkan sebagai salah satu kawasan yang memiliki nilai jasa lingkungan dan berfungsi menyediakan jasa-jasa alam dan lingkungan

sehingg kawasan tersebut perlu ditetapkan sebagai areal konservasi. Tujuan areal konservasi adalah untuk dikelola guna menjamin kelangsungan/keberlanjutan dalam menyediakan jasa-jasa lingkungan seperti mencegah dan mengendalikan erosi, longsor dan sedimentasi. Risdiyanto et al. (2011) menyatakan bahwa apabila kawasan-kawasan yang mempunyai fungsi untuk mencegah dan mengendalikan erosi dan longsor di lahan dan sedimentasi di badan air adalah areal yang berhutan atau vegetasi lainnya, maka kawasan tersebut akan mendapatkan prioritas utama dalam menjaga fungsi-fungsi tersebut. Hal ini dikarenakan faktor jenis tutupan lahan merupakan salah satu instrumen pengelolaan kawasan dalam menjalankan fungsi-fungsi tersebut.

Potensi erosi berat dan sangat berat terjadi pada berbagai penggunaan lahan. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan lahan hutan maupun penggunaan lahan non hutan yang teridentifikasi sebagai kawasan HCV 4.2 terdapat disebagian wilayah penelitian. Sebaran hasil overlay kawasan potensi erosi dengan penggunaan lahan disajikan pada Gambar 5.2. Mario (2016) menyatakan bahwa hutan dalam kondisi yang baik dan tidak terganggu dapat mengendalikan erosi tanah dengan keberadaan serasah yang cukup dan banyaknya tumbuhan yang ada di bawah tegakan hutan. Serasah dan tumbuhan bawah tegakan dapat mengendalikan laju pergerakan air hujan di atas permukaan tanah dan limpasan air (runoff). Fungsi ini akan berkurang apabila kawasan hutan sudah terganggu akibat adanya kegiatan manusia sehingga terjadi perubahan kondisi lantai hutan dan tegakan hutan.

Gambar 5.2 menunjukkan bahwa penyebaran kawasan HCV 4.2 pada berbagai penggunaan lahan. Jika dilihat dari fungsinya, penggunaan lahan hutan dengan tajuk yang rapat mampu mengurangi laju aliran permukaan dan mencegah erosi tanah. Maka kawasan hutan merupakan kawasan yang sesuai apabila ditetapkan sebagai kawasan HCV 4.2, karena kawasan HCV 4.2 berfungsi mencegah terjadinya erosi dan sedimentasi di lahan. Penggunaan lahan non hutan seperti pertanian lahan kering, pertanian lahan kering campuran, perkebunan, tanah terbuka, pemukiman, dan belukar merupakan penggunaan lahan yang tidak sesuai jika ditetapkan sebagai kawasan HCV 4.2. Hal ini disebabkan kawasan non hutan tersebut merupakan kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan budidaya dengan fungsi utamanya untuk pertanian.

Kawasan budidaya berupa wilayah yang boleh dimanfaatkan lahannya atau wilayah dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan sumber daya buatan. UU No 37 Tahun 2014 menyebutkan adanya pengendalian konversi penggunaan lahan prima yaitu upaya maksimal untuk mempertahankan lahan prima di kawasan budidaya agar tetap dipergunakan sebagai lahan pertanian. Hal ini menunjukkan bahwa kawasan budidaya tidak boleh dikonversikan sebagai kawasan HCV 4.2.

30

Gambar 5.1 Sebaran kawasan potensi erosi menurut perhitungan Toolkit

Berdasarkan kemiringan lereng, kawasan HCV 4.2 teridentifikasi pada berbagai kemiringan lereng mulai dari lereng datar sampai kemiringan lereng sangat curam. Semakin curam lereng dengan jenis tanah yang peka terhadap erosi dan intensitas hujan yang tinggi akan menghasilkan erosi yang semakin besar. Luasan areal erosi berdasarkan kemiringan lereng disajikan pada Tabel 5.2 berikut.

Tabel 5.2 Luasan Areal TBE (ha) Berdasarkan Kemiringan Lerenga

TBE Kemiringan Lereng (%) Luas

0-3 3-5 5-8 8-15 15-25 25-40 > 40 ha % SR 0 0 0 0 0 0 0 0 0 R 0 0 0 0 0 0 0 0 0 S 262 411 870 0 0 0 0 1 543 10 B 115 207 408 1 125 0 0 0 1 855 12 SB 0 0 0 2 203 3 400 2 778 3 394 11 775 78 Jumlah 377 618 1 278 3 328 3 400 2 778 3 394 15 173 100 a

Sumber: Hasil analisis peta potensi erosi dan kemiringan lereng; Ket: S=Sedang, B= Berat dan SB=Sangat Berat.

Tabel 5.2 menunjukkan bahwa sebesar 11 775 ha (78%) dari total luas DAS mengalami potensi erosi sangat berat dan mendominasi kawasan penelitian yang tersebar pada berbagai kemiringan lereng. Sedangkan sekitar 10% dari total luasan DAS mengalami potensi erosi sedang. Unsur topografi yang mempengaruhi erosi adalah kemiringan dan panjang lereng. Semakin besar kemiringan lereng, maka intensitas erosi akan semakin tinggi. Hal ini berkaitan dengan energi kinetik aliran limpasan yang semakin besar sejalan dengan semakin besar kemiringan lereng. Kemiringan lereng di DAS Ciliwung Hulu didominasi lereng 8-15%, 15-25% dan > 40% dengan persentase masing-masing sekitar 22%. Kemiringan lereng berpengaruh besar terhadap kecepatan aliran permukaan. Seringkali, komponen panjang dan kemiringan lereng (L dan S) diintegrasikan menjadi faktor LS dalam prediksi erosi menggunakan persamaan USLE/RUSLE. Nilai faktor LS ini berbanding lurus dengan besarnya erosi. Arsyad (2010) menyatakan bahwa nilai faktor LS yang tinggi pada suatu lahan memungkinkan erosi yang terjadi juga tinggi. Asdak (2010) menyatakan bahwa semakin panjang lereng, volume kelebihan air yang terakumulasi di bagian atas akan menjadi lebih besar dan kemudian akan turun dengan volume dan kecepatan yang meningkat.

Selain faktor kemiringan lereng, potensi erosi juga disebabkan oleh faktor iklim. Curah hujan merupakan faktor iklim yang paling berpengaruh terhadap terjadinya erosi tanah. As-syakur (2010) menyatakan bahwa besarnya curah hujan, intensitas dan distribusi hujan menentukan kekuatan dispersi hujan terhadap tanah, jumlah dan kecepatan aliran permukaan serta kerusakan erosi. Konservasi tanah secara mekanik seperti pembuatan teras dapat digunakan untuk mengatasi dampak buruk panjang lereng tersebut. Pembuatan teras dapat mengurangi kecepatan dan volume aliran permukaan, pada akhirnya dapat mengurangi kekuatan merusak tanah.

Analisis Erosi Aktual DAS Ciliwung Hulu

Teknologi Sistem Informasi Geografis (GIS) dan Remote Sensing (RS) semakin banyak digunakan untuk perencanaan dan pengelolaan sumber daya alam (Andriyanto et al. 2015). Penggunaan data berbasis piksel melalui GIS dan RS digunakan sebagai alat pemodelan spasial untuk memprediksi erosi pada lahan dengan topografi kompleks (Lorito et al. 2004). Salah satu metode yang dikembangkan untuk memprediksi erosi adalah Universal Soil Loss Equation (USLE) (Renard et al. 1997). USLE adalah metode yang digunakan untuk memprediksi erosi yang terkait dengan limpasan, diperoleh dari lima parameter yaitu: erosivitas hujan (R), erodibilitas tanah (K), panjang lereng (L), kemiringan lereng (S), dan tanaman serta pengelolaan lahan (CP).

Hasil perhitungan bahaya erosi dibedakan dalam 5 kelas bahaya erosi, yaitu kelas I (< 15 ton/ha/thn), kelas II (15-60 ton/ha/thn), kelas III (60-180 ton/ha/thn), kelas IV (180-480 ton/ha/thn) dan kelas V (> 480 ton/ha/thn) dengan luasan masing-masing disajikan pada Tabel 5.3. Berdasarkan luasannya, DAS Ciliwung Hulu menunjukkan bahwa 17% dari total luasan DAS termasuk dalam kelas erosi sangat rendah, 39% termasuk kelas rendah, 19% termasuk kelas sedang, 12% kelas berat dan 13% kelas sangat berat. Potensi erosi rendah umumnya mendominasi kawasan DAS Ciliwung Hulu sebesar 5 868 ton/ha/tahun (39%) dari total luasan DAS. Sebaran potensi erosi aktual disajikan pada Gambar 5.3.

Tabel 5.3 Luasan areal (ha) potensi erosi aktual DAS Ciliwung Hulua

No Bahaya Erosi ton/ha/thn Luas Potensi Erosi

Ha % 1 Sangat Rendah <15 2 570 17 2 Rendah 15-60 5 868 39 3 Sedang 60-180 2 811 19 4 Berat 180-480 1 891 12 5 Sangat Berat >480 2 036 13 Jumlah 15 173 100 a

Sumber : Hasil analisis prediksi tingkat bahya erosi

Potensi erosi menyebar luas pada berbagai kemiringan lereng mulai dari kemiringan 0% sampai lebih dari 40% dan tersebar pada berbagai penggunaan lahan. Lahan dengan bahaya erosi berat termasuk kelas IV mengalami potensi erosi seluas 1 891 ha (12%) dan erosi sangat berat termasuk kelas V mempunyai sebaran erosi sebesar 2 036 ha (13%) yang menyebar pada lahan berlereng 0% sampai lereng lebih dari 40%. Luasan potensi erosi berdasarkan kemiringan lereng disajikan pada Tabel 5.4.

Faktor utama yang menyebabkan erosi sangat berat adalah penggunaan lahan yang kurang sesuai dengan kondisi topografi lahan. Umumnya DAS Ciliwung Hulu berada pada wilayah yang memiliki topografi curam hingga sangat curam (lereng > 25%-40%), maka peluang terjadinya erosi sangat besar terutama jika pengelolaan dilakukan dengan cara-cara yang tidak ramah lingkungan. Dewi et al. (2012) menyatakan bahwa kondisi kemiringan lereng yang curam tanpa dilakukannya tindakan konservasi akan menurunkan kapasitas infiltrasi tanah,

memperbesar jumlah aliran permukaan serta kecepatan aliran permukaan, dengan demikian memperbesar energi angkut aliran permukaan dan erosi menjadi berat. Tabel 5.4 Luasan areal TBE (ha) berdasarkan kemiringan lerenga

TBE Kemiringan lereng Luas

0-3 3-5 5-8 8-15 15-25 25-40 > 40 Ha % SR 170 281 642 457 600 67 349 2 567 17 R 80 151 321 845 420 1 504 2 547 5 868 39 S 124 183 312 1 313 879 0 0 2 811 19 B 2 3 3 271 1 020 462 130 1 891 12 SB 0 0 0 443 481 744 368 2 036 13 Jumlah 378 618 1 278 3 328 3 400 2 778 3 394 15 173 100 a

Sumber : Hasil Overlay peta erosi dengan kemiringan lereng; Ket: SR= Sangat Rendah, R= Rendah, S= Sedang, B= Berat dan SB= Sangat Berat

Tabel 5.4 menunjukkan bahwa potensi erosi sangat berat terjadi pada kemiringan lereng mulai dari 8-15% sampai kemiringan > 40%, sedangkan potensi erosi berat terjadi pada kemiringan lereng dari 0% sampai kemiringan > 40%. Melihat begitu besar potensi erosi yang terjadi pada setiap kemiringan lereng, maka perlu adanya penerapan teknik konservasi untuk mencegah semakin luas dan besarnya erosi.

Distribusi potensi erosi kelas sangat rendah sampai rendah sebagian besar ditemukan di kawasan hutan. Hutan merupakan daerah tangkapan air yang berfungsi untuk mengurangi erosi. Perubahan penggunaan lahan meningkatkan jumlah erosi (Fitzpatrick et al. 1999; Wibowo 2005; Murillo et al. 2011; Junaidi et al. 2011; Wijitkosum 2012). Hal ini karena vegetasi penutup tanah memainkan peran penting dalam melindungi permukaan tanah dari dampak air hujan secara langsung, serta menurunkan kecepatan dan volume air limpasan sehingga dapat menahan partikel tanah. Luasan potensi erosi menurut penggunaan lahan disajikan pada Tabel 5.5.

Tabel 5.5 Luasan bahaya erosi aktual (ha) berdasarkan penggunaan lahan

TBE Penggunaan lahan Luas

BL HP HS HT PM PK PLK PLC TT ha % SR 0 457 210 940 0 0 951 8 0 2 567 17 R 0 0 1 342 3 129 80 33 1 259 26 0 5 868 39 S 2 0 0 0 618 25 2 098 69 0 2 811 19 B 4 0 0 0 188 79 1 537 75 9 1 891 12 SB 33 0 0 0 870 407 661 53 12 2 036 13 Jumlah 39 457 1 552 4 070 1 755 544 6 506 230 20 15 173 100 a

Sumber: Hasil overlay peta penggunaan lahan dan peta erosi; Ket: SR= Sangat Rendah, R= Rendah, S= Sedang, B= Berat, SB= Sangat Berat, BL=Belukar, HP=hutan primer, HS=hutan sekunder, Ht=hutan tanaman, PM=pemukiman, PK=perkebunan, PLK=pertanian lahan kering, PLC=pertanian lahan kering campuran, TT=tanah terbuka.

Berdasarkan Tabel 5.5, tingkat bahaya erosi yang terjadi sangat bervariasi mulai dari sangat rendah sampai sangat berat. Perbedaan tipe penggunaan lahan juga memberikan perbedaan pada tingkat erosi tanah. Penggunaan lahan hutan di DAS Ciliwung Hulu didominasi oleh jenis hutan primer, sekunder dan hutan

tanaman yang berada pada kemiringan lereng > 40%, hutan di lokasi penelitian memiliki tajuk yang rapat sehingga mampu mengurangi laju air hujan yang jatuh ke permukaan tanah, sehingga ketika air hujan sampai di permukaan tanah maka kekuatan energi kinetik hujan yang menimbulkan erosi akan berkurang dan tidak akan menimbulkan erosi berat. Pada jenis tanah dan kemiringan lereng yang sama, hutan memberikan kontribusi terjadinya erosi lebih kecil dibandingkan dengan lahan pertanian atau semak/belukar.

Hutan memiliki peran penting dalam mengatur sistem air, pengendalian erosi dan sistem pendukung kehidupan manusia. Oleh karena itu, menjaga fungsi hutan dengan mengurangi laju deforestasi dan degradasi hutan sangat penting. Hal ini karena fungsi hidrologis DAS tidak dapat digantikan dengan penggunaan lahan vegetasi selain pohon (Andriyanto 2015). Hutan dengan vegetasi dan penutupan lahan yang rapat mampu mengurangi laju erosi tanah. Bukhari et al. (2015) menyatakan bahwa faktor vegetasi penutup tanah (C) berperan sebagai pelindung tanah terhadap gaya-gaya erosi dengan memperkecil hempasan tetesan air hujan, menghambat laju aliran limpasan dan memperbaiki struktur tanah. Dengan mempertimbangkan erosi aktual (dengan faktor CP) juga masih ditemui potensi erosi berat dan sangat berat yang umumnya terjadi pada penggunaan lahan kebun/perkebunan dan tegalan/ladang. Hal ini menunjukkan bahwa pengelolaan lahan di kawasan DAS Ciliwung Hulu telah menyebabkan degradasi lahan.

Curah hujanmerupakan salah satu unsur iklim yang besar perannya terhadap kejadian longsor dan erosi. Lokasi penelitian yang terletak di wilayah pegunungan dengan curah hujan tahunan > 2000 mm berpotensi besar terjadinya erosi. Kondisi ini berpeluang besar menimbulkan erosi, apalagi lahan yang didominasi oleh berbagai jenis tanah yang peka terhadap erosi. Hal ini sesuai dengan pernyataan As-syakur (2010) menyatakan bahwa hujan dengan intensitas yang tinggi, misalnya 50 mm dalam waktu singkat (< 1 jam), lebih berpotensi menyebabkan erosi dibanding hujan dengan curahan yang sama namun dalam waktu yang lebih lama (> 1 jam).

Morgan (1978) dalam Arsyad (2010) menyatakan bahwa semakin tinggi intensitas hujan, semakin tinggi pula tenaga pukulannya. Hal ini mengakibatkan semakin banyak partikel tanah yang terlepas kemudian terlempar bersama percikan air. Pengaruh energi air hujan ini dapat dikurangi atau dihilangkan dengan penutupan tanah serapat mungkin. Tindakan tersebut ditujukan untuk mencegah tumbukan air hujan terhadap tanah secara langsung, mengurangi aliran permukaan, sehingga dapat memperbesar kapasitas infiltrasi dan menjaga kemantapan struktur tanah. Berdasarkan penjelasan tersebut terlihat jelas bahwa kawasan DAS Ciliwung Hulu bisa mengalami potensi erosi berat maupun sangat berat. Hal ini disebabkan karena faktor curah hujan yang tinggi sehingga menyebabkan erosi tinggi.

36

Evaluasi Kawasan HCV 4.2 Berdasarkan Kemampuan Lahan

Klasifikasi kemampuan lahan merupakan penilaian komponen lahan secara sistematis dan pengelompokan ke dalam berbagai kategori berdasarkan sifat-sifat yang merupakan potensi dan penghambat dalam penggunaan lahan. Kemampuan lahan diklasifikasikan ke dalam 8 kelas yang ditandai dengan huruf romawi I-VIII. Dua kelas pertama (kelas I dan II) adalah lahan yang cocok untuk tanaman pertanian dan dua kelas terakhir (kelas VII dan VIII) adalah lahan yang harus dilindungi atau untuk konservasi, kelas III, IV, V, dan VI dapat dikembangkan untuk berbagai pemanfaatan lainnya.

Hardjowigeno (2010) menyatakan bahwa pengelompokan lahan ke dalam kelas didasarkan atas intensitas faktor penghambat dari kelas I sampai kelas VIII, dimana resiko kerusakan dan besarnya faktor penghambat bertambah dengan semakin tinggi kelasnya. Tanah kelas I–IV dengan pengelolaan yang baik sesuai untuk berbagai penggunaan seperti untuk penanaman tanaman pertanian (tanaman semusim dan tanaman tahunan), rumput untuk makanan ternak, padang rumput dan hutan. Tanah pada kelas V, VI dan VII sesuai untuk padang rumput, tanaman pohon-pohonan atau vegetasi alami. Klasifikasi kemampuan lahan berdasarkan tingkat kelas dilakukan untuk mengetahui alokasi pemanfaatan ruang yang tepat sesuai dengan kemampuan lahan yang dimiliki.

Evaluasi Kemampuan Lahan

Klasifikasi kemampuan lahan hasil overlay antara peta kemiringan lereng dan peta potensi erosi. Hasil analisis kemampuan lahan menunjukkan bahwa daerah penelitian memiliki 7 (tujuh) kelas kemampuan lahan yaitu kelas I, II, III, IV, VI, VII dan VIII dimana setiap kelas mempunyai faktor pembatas lereng permukaan dan erosi tanah. Luasan kelas kemampuan lahan disajikan pada Tabel 5.6.

Tabel 5.6 Luasan Kelas Kemampuan Lahan DAS Ciliwung Hulua

No Kelas Kemampuan Lahan Luas

Ha % 1 I 93 1 2 II 132 1 3 III 659 4 4 IV 3 915 26 5 VI 3 496 23 6 VII 2 918 19 7 VIII 3 960 26 Jumlah 15 173 100 a

Sumber: Hasil analisis kemampuan lahan DAS Ciliwung Hulu

Tabel 5.6 menunjukkan bahwa kemampuan lahan kelas IV dan VIII mendominasi kawasan DAS Ciliwung Hulu dengan luasan masing-masing secara berurutan sebesar 3 915 ha dan 3 960 ha dengan persentase masing-masing sekitar 26%. Faktor lereng dan faktor erosi merupakan penghambat utama pada setiap kelas kemampuan lahan, dimana semakin curam lereng maka erosi yang dihasilkan juga akan semakin tinggi sehingga pilihan penggunaan lahan juga semakin terbatas. Peta sebaran kelas kemampuan lahan DAS Ciliwung Hulu

disajikan pada Gambar 5.4. Lahan kelas I sampai IV merupakan lahan yang ditetapkan sebagai kawasan budidaya. Kawasan budidaya berupa wilayah yang boleh dimanfaatkan lahannya atau wilayah dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan sumber daya buatan.

Gambar 5.4 menunjukkan bahwa kelas kemampuan lahan di DAS Ciliwung Hulu tersebar di seluruh kawasan DAS mulai kelas I, II, III, IV, VI, VII, hingga kelas VIII. Berdasarkan hasil analisis kemampuan lahan dan erosi tanah menunjukkan bahwa setiap kelas kemampuan lahan telah mengalami erosi dari erosi sangat rendah samapi erosi sangat berat. Hal ini menunjukkan bahwa berbagai penggunaan lahan dengan berbagai tingkat kelas di kawasan DAS Ciliwung Hulu menyebabkan erosi. Luasan kelas kemampuan lahan menurut tingkat bahaya erosi (TBE) disajikan pada Tabel 5.7.

Tabel 5.7 Luasan kelas kemampuan lahan berdasarkan TBE di DAS Ciliwung Hulua

TBE Kemampuan lahan (ha) Luas

I II III IV VI VII VIII ha %

SR 23 28 307 299 514 65 365 1 601 11 R 14 37 121 947 375 1 454 2 998 5 946 39 S 57 60 231 1 692 981 0 0 3 021 20 B 0 7 0 362 1 103 527 140 2 139 14 SB 0 0 0 614 523 871 457 2 465 16 Jumlah 94 132 659 3 914 3 496 2 918 3 960 15 173 100 a

Sumber: Hasil overlay peta kemampuan lahan dan peta erosi tanah; Ket: SR= Sangat Rendah, R=Rendah, S=Sedang, B=Berat dan SB= Sangat Berat

Tabel 5.7 menunjukkan bahwa kemampuan lahan kelas I sampai III mengalami potensi erosi sangat rendah sampai sedang, hanya kelas II mengalami erosi berat dengan luasan 7 ha. Sedangkan kemampuan lahan kelas VI sampai VIII mengalami erosi sangat rendah sampai sangat berat. Tabel 5.7 juga menunjukkan bahwa kawasan penelitian didominasi oleh erosi rendah sebesar 5 946 ha (39%) dari total luasan DAS. Berdasarkan hasil tersebut dapat dilihat bahwa kemampuan lahan kelas I, II, dan III umumnya mengalami erosi sangat rendah sampai sedang, hal ini menunjukkan penggunaan lahan di kelas I yang dikhususkan hanya untuk kawasan pertanian dengan penerapan teknik konservasi dapat meminimalkan erosi. Kemampuan lahan kelas VI juga diperuntukkan untuk kawasan pertanian, namun karena dalam penerapannya kurang memperhatikan teknik konservasi sehingga pada lokasi penelitian telah mengalami erosi berat maupun sangat berat.

Gambar 5.4 Sebaran kelas kemampuan lahan DAS Ciliwung Hulu

Kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan HCV 4.2 merupakan lahan yang diprioritaskan sebagai kawasan yang mampu melindungi kawasan di bawahnya. Lahan yang ditetapkan sebagai kawasan HCV 4.2 umumnya lahan dengan kemiringan lereng > 40% dan tidak mungkin untuk dilakukan budidaya pertanian, lahan tersebut biasanya berada pada lahan kelas VIII. Pada lahan ini penggunaannya terbatas hanya untuk kawasan hutan, agar dapat melindungi tanah dari erosi. Hal ini sejalan dengan pernyataan Rustiadi et al. (2011), bahwa lahan kelas VIII pilihan peruntukannya sangat terbatas umumnya hanya untuk kawasan lindung atau sejenisnya.

Analisis Konsistensi HCV 4.2Berdasarkan Kemampuan Lahan

Berdasarkan hasil analisis kemampuan lahan dan kawasan HCV 4.2, menunjukkan bahwa terdapat ketidaksesuaian antara kawasan yang ditetapkan sebagai HCV 4.2 dengan kemampuan lahan. Dimana kemampuan lahan kelas I sampai IV merupakan lahan yang tidak sesuai apabila ditetapkan sebagai kawasan HCV 4.2, karena lahan pada kelas I sampai IV menurut kriteria kemampuan lahan merupakan lahan yang diprioritaskan untuk kawasan budidaya. Dengan demikian jika kawasan HCV 4.2 ditetapkan pada tanah kelas I sampai IV tidak sesuai dengan kemampuan dan daya dukung lahannya. Luasan ketidaksesuaian kawasan HCV 4.2 menurut kelas kemampuan lahan disajikan pada Tabel 5.8.

UU No.37 Tahun 2014 menjelaskan bahwa kawasan budidaya sebagai wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya alam, sumber daya manusia dan sumber daya buatan. Kawasan budidaya tersebut termasuk ke dalam lahan prima dimana setiap orang dilarang melakukan konversi penggunaan lahan prima di kawasan budi daya. Lahan prima adalah lahan yang berfungsi secara baik untuk menumbuhkan tanaman yang dibudidayakan atau yang tidak dibudidayakan.

Tabel 5.8 Luasan ketidaksesuaian kawasan HCV 4.2 berdasarkan kemampuan lahana

Kemampuan Lahan

HCV (Toolkit) Luas

Sedang Berat Sangat Berat Ha %

I 262 115 - 115 II 411 207 - 207 III 870 408 - 408 IV - 1 125 2 203 3 328 Jumlah 1 543 1 855 2 203 4 058 30 VI - - 3 400 3 400 VII - - 2 778 2 778 Jumlah - - 6 178 6 178 45 Total KL 1-VII 1 543 1 855 8 381 10 236 75 VIII - - 3 394 3 394 Jumlah - - 3 394 3 394 25 Jumlah Total 1 543 1 855 1 1775 13 630 100 a

Sumber: Hasil analisis kemampuan lahan dan peta bahaya erosi

Tabel 5.8 menunjukkan bahwa ketidaksesuaian kawasan HCV 4.2 pada kemampuan lahan kelas I sampai VII sebesar 10 236 ha (75%) dari luasan

kawasan yang teridentifikasi HCV 4.2. Ketidaksesuaian ini terjadi karena teridentifikasinya HCV 4.2 pada kemampuan lahan I sampai VII. Menurut kriteria kemampuan lahan, tanah kelas I sampai IV dengan pengelolaan yang baik mampu menghasilkan dan sesuai untuk berbagai penanaman tanaman pertanian. Lahan pada kelas VI dan VII sesuai untuk padang rumput dan makanan ternak, di mana

Dokumen terkait