• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gejala layu yang ditemukan di lokasi pengambilan sampel bervariasi. Di Pangalengan pengambilan sampel dilakukan pada 2 petakan lahan yang berdekatan. Varietas tanaman kentang di kedua lokasi tersebut adalah Granola-L yang benihnya berasal dari Lembang. Pada petakan pertama umur tanaman sekitar 70 HST, daun tanaman yang bergejala layu menggulung ke atas, bagian pangkal batang berwarna coklat kehitaman. Beberapa umbi kentang ditemukan busuk dan terlihat adanya nekrosis setelah umbi dibelah. Pada petakan kedua umur tanaman sekitar 90 HST. Di lokasi ini gejala layu agak samar karena tanaman sudah mendekati panen, sehingga sebagian besar daun mulai berwarna kekuningan dan tepiannya mengering. Pangkal batang tanaman yang diambil sebagai sampel berwarna coklat kehitaman dan agak mengecil (Gambar 8a, e, dan i).

Pengambilan sampel di Garut juga dilakukan pada 2 petakan lahan yang berdekatan. Pada petakan pertama umur tanaman sekitar 70 HST, varietas tanaman kentang di lokasi ini adalah Atlantik asal Scotlandia yang benihnya disediakan oleh PT Indofood. Di lokasi ini tidak ditemukan gejala layu, semua tanaman terlihat sehat. Pada petakan kedua umur tanaman sekitar 60 HST, varietas kentang Granola-L. Pada bagian batang tanaman terlihat gejala busuk lunak. Beberapa umbi kentang yang ditemukan di lokasi ini bergejala busuk lunak dan tercium bau yang khas (Gambar 8b, f, dan j).

Pengambilan sampel di daerah Dieng dilakukan pada satu petakan lahan. Varietas tanaman kentang di lokasi ini adalah Granola, umur tanaman sekitar 50 HST. Pada lokasi ini tanaman yang bergejala layu menunjukkan pertumbuhan yang lebih lambat, tanaman terlihat lebih kecil dibandingkan dengan tanaman yang sehat. Gejala pada batang berupa busuk basah (Gambar 8c, g, dan k).

Sampel tanaman kentang dari Malang berasal dari satu lokasi. Varietas tanaman kentang di lokasi ini adalah Granola-L, umur tanaman sekitar 70 HST. Tanaman kentang bergejala layu terlihat rebah, di lokasi ini batang tanaman tidak diikatkan pada potongan bambu. Pada bagian batang terlihat gejala yang sama seperti di 3 lokasi sebelumnya yaitu busuk lunak. Umbi kentang di lokasi ini tidak menunjukkan gejala busuk, akan tetapi setelah dibelah bagian dalam terlihat berair dan lunak (Gambar 8d, h, dan l).

Di lokasi Malang juga ditemukan gejala penyakit yang diduga disebabkan oleh cendawan berupa bercak nekrosis kehitaman pada bagian tepi dan ujung daun, serta ditemukan lapisan kelabu-putih pada bagian bawah daun.

Insidensi E. chrysanthemi berdasarkan Uji Serologi

Hasil uji ELISA terhadap total 400 sampel tanaman kentang yang

menunjukkan gejala layu, sebanyak 105 sampel dinyatakan positif E. chrysanthemi. Insidensi sampel yang positif E. chrysanthemi pada lokasi

pengambilan sampel di Pangalengan, Garut, Malang, dan Dieng berturut-turut sebesar 3%, 1%, 3% dan 98% dari masing-masing 100 sampel.

Isolasi bakteri dilakukan terhadap seluruh sampel yang positif E. chrysanthemi, kecuali sampel yang berasal dari Malang dan Dieng. Hanya 2

dari 3 sampel asal Malang yang masih dapat diisolasi karena kondisi sampelnya sudah sangat kering. Dari lokasi Dieng hanya diisolasi 4 sampel yang memiliki NAE tertinggi, sehingga total sampel yang diisolasi bakterinya ada 10 sampel yaitu 35P, 49P, 96P, 71G, 12M, 14M, 3D, 11D, 23D, dan 44D (angka didepan:

nomor sampel; huruf kapital menunjukkan lokasi pengambilan sampel; P, Pengalengan; G, Garut; M, Malang dan D, Dieng).

a b c d e h j k g f i l

Gambar 8 Gejala layu dan busuk lunak pada tanaman kentang pada lokasi pertanaman kentang di Pangalengan (a, e, dan i), Garut (b, f, dan j), Dieng (c, g, dan k) dan Malang (d, h, dan l)

Isolasi dan Pemurnian Isolat

Sebanyak 37 isolat berhasil diisolasi dari 10 sampel tanaman yang positif E. chrysanthemi berdasarkan uji serologi yaitu: 35P (5 isolat), 49P (2 isolat), 96P (3 isolat), 71G (8 isolat), 12M (5 isolat), 14M (4 isolat), 3D (2 isolat), 11D (2 isolat), 23D (2 isolat), dan 44D (4 isolat) (Tabel 2).

Dari semua isolat bakteri yang berhasil diisolasi dari tanaman kentang sakit

tidak diperoleh isolat yang memiliki ciri morfologi seperti kontrol positif E. chrysanthemi, sehingga semua isolat disertakan dalam uji hipersensitivitas.

Tabel 2 Ciri morfologi isolat bakteri asal tanaman kentang

No Asal Sampel Nama Isolat Deskripsi Koloni

1 Pangalengan 35P-1 Koloni sedang, krem kekuningan, mengkilat 2 Pangalengan 35P-2 Koloni melebar, krem agak kusam

3 Pangalengan 35P-3 Koloni sedang, putih krem 4 Pangalengan 35P-4 Koloni sedang, putih krem 5 Pangalengan 35P-5 Koloni besar, melebar, putih krem 6 Pangalengan 49P-1 Koloni sedang, pink

7 Pangalengan 49P-5 Koloni sedang, putih krem 8 Pangalengan 96P-1 Koloni kecil, putih krem 9 Pangalengan 96P-2 Koloni kecil, putih krem 10 Pangalengan 96P-3 Koloni sedang, putih krem

11 Garut 71G-1 Koloni sedang, melebar, kuning tepian putih

12 Garut 71G-2 Koloni sedang dan besar, putih kusam, tepian putih melebar 13 Garut 71G-3 Koloni sedang dan besar, putih kusam, tepian putih melebar 14 Garut 71G-4 Koloni sedang dan besar, putih kusam, tepian putih melebar 15 Garut 71G-5 Koloni sedang, melebar, putih kusam kekuningan

16 Garut 71G-6 Koloni sedang, kuning tepian putih 17 Garut 71G-7 Koloni sedang, kuning tepian putih

18 Garut 71G-8 Koloni sedang dan besar, putih kusam, tepian putih melebar 19 Dieng 3D-2 Koloni sedang, putih keruh

20 Dieng 3D-3 Koloni sedang, putih keruh 21 Dieng 11D-1 Koloni sedang, putih keruh 22 Dieng 11D-2 Koloni sedang, putih keruh 23 Dieng 23D-2 Koloni sedang, putih keruh 24 Dieng 23D-3 Koloni sedang, putih keruh 25 Dieng 44D-1 Koloni sedang, putih keruh 26 Dieng 44D-2 Koloni sedang, putih keruh 27 Dieng 44D-3 Koloni sedang, putih keruh 28 Dieng 44D-4 Koloni sedang, putih keruh

29 Malang 12M-1 Koloni sedang dan besar, putih krem 30 Malang 12M-2 Koloni sedang dan besar, putih krem 31 Malang 12M-3 Koloni sedang dan besar, putih krem 32 Malang 12M-4 Koloni sedang dan besar, putih krem 33 Malang 12M-5 Koloni sedang dan besar, putih krem

34 Malang 14M-1 Koloni sedang dan besar, melebar, krem kuning 35 Malang 14M-4 Koloni sedang, melebar, putih kusam

36 Malang 14M-6 Koloni kecil dan sedang, krem kekuningan, melebar 37 Malang 14M-9 Koloni kecil dan sedang, putih keruh

38 Kontrol (+)* K (+) Koloni sedang, putih krem, tepian bening *Isolat E. chrysanthemi asal anggrek

Uji Hipersensitivitas

Sebanyak 18 dari 37 isolat menunjukkan reaksi lesio lokal pada tanaman tembakau dengan reaksi yang beragam. Hanya isolat 14M-6 yang menghasilkan lesio lokal nekrosis setelah 24 jam seperti kontrol positif. Isolat 35P-3, 96P-2, 12M-1, 12M-2, 12M-3, 12M-4, dan 14M-9 menimbulkan nekrosis setelah 48 jam, sedangkan isolat 35P-1, 35P-5, 49P-5, 71G-1, 71G-6, 3D-2, 3D-3, 23D-2, 23D-3, dan 44D-1 (angka didepan: nomor sampel; huruf kapital menunjukkan lokasi pengambilan sampel P, Pengalengan; G, Garut; M, Malang dan D, Dieng; angka di belakang: nomor koloni) hanya menimbulkan klorosis setelah 48 jam (Tabel 3; Gambar 9). Selanjutnya 19 isolat tersebut diuji sifat-sifat fisiologinya.

Tabel 3 Hasil pengujian hipersensitivitas isolat bakteri asal tanaman kentang pada daun tembakau

No Nama Isolat Reaksi Hipersensitivitas Inkubasi (Jam) Tipe Gejala

1 35P-1 + 48 Klorosis 2 35P-2 - 3 35P-3 + 48 Nekrosis 4 35P-4 - 5 35P-5 + 48 Klorosis 6 49P-1 - 7 49P-5 + 48 Klorosis 8 96P-1 - 9 96P-2 + 48 Nekrosis 10 96P-3 - 11 71G-1 + 48 Klorosis 12 71G-2 - 13 71G-3 - 14 71G-4 - 15 71G-5 - 16 71G-6 + 48 Klorosis 17 71G-7 - 18 71G-8 - 19 3D-2 + 48 Klorosis 20 3D-3 + 48 Klorosis 21 11D-1 - 22 11D-2 - 23 23D-2 + 48 Klorosis 24 23D-3 + 48 Klorosis 25 44D-1 + 48 Klorosis 26 44D-2 - 27 44D-3 - 28 44D-4 - 29 12M-1 + 48 Nekrosis 30 12M-2 + 48 Nekrosis 31 12M-3 + 48 Nekrosis 32 12M-4 + 48 Nekrosis 33 12M-5 - 34 14M-1 - 35 14M-4 - 36 14M-6 + 24 Nekrosis 37 14M-9 + 48 Nekrosis 38 K (+)* + 24 Nekrosis

Identifikasi Isolat yang diduga E. chrysanthemi

Uji fisiologi

Berdasarkan hasil uji fisiologi diketahui bahwa dari 18 isolat bakteri yang positif HR terdapat 4 isolat yang memiliki ciri-ciri fisiologi mirip dengan genus Erwinia yaitu isolat 49P-5, 71G-1, 71G-6, dan 14M-6 (Tabel 4).

Tabel 4 Hasil pengujian patogenisitas dan fisiologi isolat bakteri asal tanaman kentang dari beberapa sentra pertanaman kentang di Jawa

No Nama Isolat

Hipersensi-tivitas1

Uji Fisiologi

Gram Katalase Oksidase O/F Pembusukan umbi kentang3 1 35P-1 + + + - +/+ - 2 35P-3 ++ - - - +/+ - 3 35P-5 + - + + +/+ - 4 49P-5 + - + - +/+ + 5 96P-2 ++ - + - +/+ - 6 71G-1 + - + - +/+ + 7 71G-6 + - + - +/+ + 8 3D-2 + - + - +/+ - 9 3D-3 + - + - +/+ - 10 23D-2 + + - - +/- - 11 23D-3 + + - - +/- - 12 44D-1 + - + - +/+ - 13 12M-1 ++ - + + +/+ - 14 12M-2 ++ - + + +/+ - 15 12M-3 ++ - + + +/+ - 16 12M-4 ++ - + + +/+ - 17 14M-6 +++ - + - +/+ ++ 18 14M-9 ++ - - + +/- - 19 K (+)2 +++ - + - +/+ +++ Keterangan: 1

+ Gejala klorosis setelah 48 jam, ++ gejala nekrosis setelah 48 jam, +++ gejala nekrosis setelah 24 jam

2

E. chrysanthemi asal anggrek (dicetak tebal)

3

Bagian umbi yang diinokulasi; + basah; ++ busuk > 24 jam; +++ < 24 jam K+

14M-6

49P-5 71G-6

71G-1

a b c

Gambar 9 Hasil uji hipersensitif isolat bakteri asal tanaman kentang (a) isolat 14M-6 dan kontrol setelah 24 jam, (b) isolat 49P-5 setelah 48 jam (c) isolat 71G-1 dan 71G-6 setelah 48 jam

Pemanfaatan sumber karbon

Berdasarkan uji pemanfaatan sumber karbon menggunakan GEN III OmniLog ID System, keempat isolat bakteri tersebut teridentifikasi sebagai Flavimonas oryzihabitans, Pantoea dispersa, Pantoea agglomerans, dan Pseudomonas syringae pv. primulae (Tabel 5).

Tabel 5 Hasil identifikasi isolat bakteri asal tanaman kentang berdasarkan pemanfaatan sumber karbon dengan GEN III OmniLog ID System

a

PROB: probability; b SIM: similarity; c DIST: distance Nilai PROB dan SIM berkisar antara 0-1 (0-100%)

Nilai DIST berkisar antara 0-10 (jika >10 maka isolat yang diuji tidak dapat teridentifikasi)

Berdasarkan pemanfaatan sumber karbon, isolat bakteri yang diuji terdiri atas 2 kelompok yaitu genus Pseudomonas (sinonim Flavimonas) dan Pantoea. Setelah dibandingan antara masing-masing isolat dengan basis data patogen pada GEN III OmniLog ID System, terdapat perbedaan hasil pengujian yang cukup tinggi; nilai DIST berkisar antara 3-6, dengan nilai SIM berkisar antara 54.8-64.6%. Dengan hasil tersebut kedekatan keempat isolat ditunjukkan dalam Gambar 10.

Gambar 10 Dendogram hasil pengujian GEN III OmniLog ID System terhadap

beberapa isolat asal tanaman kentang dan kontrol positif E. chrysanthemi

Berdasarkan pemanfaatan sumber karbon dengan GEN III OmniLog ID System kontrol positif E. chrysanthemi teridentifikasi sebagai D. chrysanthemi, sedangkan melalui perunutan basa nukleotida gen 16S rRNA isolat tersebut teridentifikasi sebagai Dickeya dadantii (Giyanto dan Refa Firgianto 2015, komunikasi pribadi). Perbedaan ini disebabkan karena pada basis data GEN III OmniLog ID System, spesies Dickeya yang terdaftar hingga tahun 2013 hanya D. chrysanthemi, sedangkan menurut reklasifikasi terbaru yang diusulkan oleh Samson et al. (2005) terdapat setidaknya 7 spesies Dickeya. Sehingga apabila isolat Dickeya spp. diuji, apapun spesiesnya maka akan teridentifikasi sebagai

Isolat Spesies PROBa (%) SIMb (%) DISTc

49P-5 Flavimonas oryzihabitans 64.6 64.6 5.161

71G-1 Pantoea dispersa 84.7 64.1 3.410

71G-6 Pantoea agglomerans 74.0 54.8 3.621

14M-6K (+)

Pseudomonas syringae pv. primulae Dickeya chrysanthemi 58.2 93.6 58.2 66.6 6.115 4.064

Pseudomonas syringae pv. primulae (14M-6) Dickeya chrysanthemi (K+)

Pantoea dispersa (71G-1) Pantoea agglomerans (71G-6) Flavimonas oryzihabitans(49P-5)

D. chrysanthemi. Hasil identifikasi berdasarkan pemanfaatan sumber karbon, tidak ada satu pun isolat yang teridentifikasi sebagai E. chrysanthemi, padahal ciri-ciri fisiologi menunjukkan genus Erwinia. Hal ini karena identifikasi dengan GEN III OmniLog ID System terbatas pada spesies yang ada dalam basis data. Oleh karena itu identitas keempat bakteri perlu dikonfirmasi dengan deteksi DNA melalui PCR (menggunakan primer spesifik) dan jika hasilnya negatif, deteksi dilakukan terhadap gen 16S rRNA.

Deteksi molekuler

Konfirmasi hasil uji fisiologi dan GEN III OmniLog ID System terhadap isolat dilakukan dengan PCR menggunakan primer spesifik E. chrysanthemi. Hasil deteksi tersebut menunjukkan bahwa keempat isolat adalah spesies bakteri selain E. chrysanthemi karena tidak ada DNA yang teramplifikasi (Gambar 11a). Hasil yang sama juga ditunjukkan oleh PCR DNA dari tanaman sakit (data tidak ditampilkan). Oleh karena tidak diketahui identitas bakteri tersebut, maka dilakukan deteksi 16S DNA keempat isolat dan keempat isolat bakteri berhasil teramplifikasi gen 16S DNAnya dengan ukuran ± 1500 pb (Gambar 11b ).

Gambar 11 Visualisasi hasil PCR menggunakan primer spesifik E. chrysanthemi (a) dan primer universal 16S rRNA (b). M = penanda DNA(a)100 pb dan (b) = 1 Kb (Thermo Scientific). Kolom 1= isolat 49P-5, 2= isolat 71G-1, 3= isolat 71G-6, 4= isolat 14M-6, K(-) = control negatif, K(+) =E.chrysanthemi

Hasil perunutan gen 16S DNA isolat 49P-5, 71G-1, 71G-6, dan 14M-6 berturut-turut memiliki homologi tertinggi dengan Pseudomonas oryzihabitans, Pantoea agglomerans, dan Pseudomonas viridiflava. Homologi Pseudomonas oryzihabitans dan Pseudomonas viridiflava cukup tinggi terhadap isolat yang telah dideposit di Genbank (Tabel 6).

Tabel 6 Hasil BLAST nukleotida 16S rRNA isolat bakteri asal tanaman kentang

Isolat Spesies Panjang DNA (pb) Homologi (%) Inang/ Negara No. Aksesi Genbank

49P-5 Pseudomonas oryzihabitans 1 435 98 Tembakau/Cina JX067903.1

71G-1 Pantoea agglomerans 1 567 92 Bambu/India FR872702.1

71G-6 Pantoea agglomerans 1 173 85 Rumput/Finlandia KJ529102.1

14M-6 Pseudomonas viridiflava 1 446 97 Kapri/Spanyol GQ398129.1

1500 pb 548 pb

b

a

K-Tabel 7 Homologi sikuen nukleotida gen 16S DNA isolat 49P-5, 71G-1, 71G-6, dan 14M-6 dengan isolat-isolat dari negara lain

a

Homologi sikuen nukleotida isolat 49P-5, 71G-1, 71G-6, dan 14M-6 dihitung menggunakan program Bioedit versi 6.05

Meskipun memiliki identitas yang sama, homologi antara isolat 71G-1 dan 71G-6 hanya sekitar 71.9%. P. agglomerans seringkali terdeteksi sebagai kompleks P.agglomerans-Erwinia herbicola-Enterobacter agglomerans, sehingga untuk menentukan identitasnya berdasarkan analisa gen 16S rRNA minimal harus memiliki homologi 97% dengan isolat bakteri yang telah dideposit di GenBank (Rezzonico et al. 2010).

Homologi sikuen nukleotida isolat 49P-5, 71G-1, 71G-6, dan 14M-6 rendah jika dibandingkan dengan isolat E. chrysanthemi asal kentang dari Papua Nugini (PNG) (Tabel 7). Hal ini menunjukkan bahwa keempat isolat tersebut bukan E. chrysanthemi.

Nama Patogena Tanaman

Inang/Asal

Homologia

(%) No. Aksesi

49P-5 Kentang/Indonesia ID -

P. oryzihabitans strain Y75 Tembakau/Cina 98.5 JX067903.1

P. oryzihabitans Tanah/USA 98.5 Q661238.1

P. oryzihabitans Padi/ Afghanistan 98.3 LC015573.1

P. oryzihabitans Jarak pagar/ Singapura 98.3 JQ660200.1

P. oryzihabitans Salsa/ Cina 98.5 HM038118.1

Erwinia chrysanthemi Kentang/ Papua Nugini 84.1 EF530559.1

71G-1 Kentang/Indonesia ID -

Erwinia herbicola ATCC 33243T 80.2 EHU80202

P. agglomerans isolat HTC2 Bambu/India 80.5 FR872702.1

P . agglomerans strainPGHL22 Jagung/Mexico 80.4 EF050808.1

P. agglomerans strain U2-22 Rapa/China 80.2 EU849108.1

P. agglomerans strain Sc-4 Kapas/USA 80.4 AY924376.1

Erwinia chrysanthemi Kentang/Papua Nugini 76.6 EF530559.1

71G-6 Kentang/Indonesia ID -

P. agglomerans strain SGS9 Rumput/ Finlandia 83.4 KJ529102.1

P. agglomerans ATY79 Akar Jeruk/USA 83.8 HQ219998.1

P. agglomerans strain +Y16 Tembakau/ Cina 83.6 JX134632.1

Pantoea vagans strain +Y41 Tembakau/ Cina 83.8 JX094940.1

Pantoea brenneri strain +Y31 Tembakau /Cina 83.6 JX113245.1

Erwinia chrysanthemi Kentang/Papua Nugini 78.8 EF530559.1

14M-6 Kentang/Indonesia ID -

P. viridiflava strain 45 Kapri/Spanyol 96.9 GQ398129.1

P. viridiflava strain PE31 Jagung/Polandia 96.9 KJ127245.1

P. viridiflava Rapa/Korea Selatan 96.9 NR117825.1

P. viridiflava strain NZCX09 Wortel/Selandia Baru 96.9 AF364097.1

P. viridiflava strain TPNO2 Tomat/Taiwan 96.3 KM357830.1

Berdasarkan analisis filogenetik terhadap isolat 49P-5 yang memiliki homologi 98.5% terhadap Pseudomonas oryzihabitans, diketahui bahwa isolat 49P-5 asal Pangalengan Jawa Barat memiliki kekerabatan yang cukup dekat dengan P. oryzihabitans asal tanah dari negara Cina dan berkerabat cukup jauh dengan isolat E. chrysanthemi maupun jenis Dickeya yang mampu menginfeksi

kentang seperti Dickeya chrysanthemi, D. dadantii, D. dianthicola, D. paradisiaca, dan D. zeae (Tabel 7, Gambar 12).

Gambar 12 Pohon filogeni P. oryzihabitans asal Indonesia (dicetak tebal) yang diisolasi dari tanaman kentang bergejala busuk lunak dibandingkan dengan E. chrysanthemi (PNG/ EF530559.1), D. zeae (Mexico/ KJ438953.1), D. paradisiaca (NCPPB2511), D. chrysanthemi (NZ/ EF178670.1), D. dadantii (Jepang/ AB713545.1), D. dianthicola (Jepang/ AB713574.1), P. oryzihabitans (Jepang/ KP278170.1), dan P. oryzihabitans (Cina/EU709757.1), P. oryzihabitans (Cina/ JX067903.1)

Demikian halnya dengan isolat 14M-6 asal Malang Jawa Timur yang memiliki kekerabatan cukup dekat dengan isolat P. viridiflava yang diisolasi dari

tanaman kapri asal Spanyol, sangat jauh berkerabat dengan isolat E. chrysanthemi dari tanaman kentang asal Papua Nugini, maupun dengan jenis

Dickeya asal kentang seperti D. chrysanthemi, D. dadantii, D. dianthicola,

D. paradisiaca, dan D. zeae (Tabel 7, Gambar 12). Isolat bakteri 49P-5 (P. oryzihabitans/kentang/Indonesia) maupun isolat 14M-6 (P. viridiflava/kentang/Indonesia) bukan merupakan bakteri E. chrysanthemi

maupun Dickeya spp.

Hasil deteksi serologi terhadap tanaman bergejala dikonfirmasi

menggunakan metode deteksi asam nukleat. Dari 10 sampel yang positif E. chrysanthemi secara serologi, 5 sampel dengan NAE tertinggi yaitu sampel

nomor 71G, 3D, 11D, 23D, dan 44D setelah dideteksi dengan primer spesifik E. chrysanthemi Ec3F dan Ec4R ternyata semuanya negatif. Hal ini menunjukkan bahwa antisera poliklonal yang digunakan dalam pengujian serologi bersifat tidak

E.chrysanthemi (kentang/PNG) D.zeae (jagung/Mexico) D.paradisiaca (NCPPB2511) D. chrysanthemi(kentang/NZ) D.dadantii (Ubi jalar/Jepang) D.dianthicola (kentang/Jepang) P.oryzihabitans (magnesit/Jepang) P. oryzihabitans (kentang/Indonesia) P.oryzihabitans (tanah/Cina) 100 100 96 94 94 100 0.00 0.02 0.04 0.06 0.08 E. chrysanthemi (kentang/PNG) D. zeae (jagung/Mexico) D. paradisiaca (NCPPB2511) D. chrysanthemi (kentang/NZ)

D. dadantii (ubi jalar/Jepang) D. dianthicola (kentang/Jepang)

P. oryzihabitans (kentang/Indonesia) P. oryzihabitans (tembakau/Cina) P. oryzihabitans (magnesit/Jepang)

Gambar 13 Pohon filogeni P. viridiflava asal Indonesia (dicetak tebal) yang diisolasi dari tanaman kentang bergejala busuk lunak dibandingkan dengan E. chrysanthemi (PNG/ EF530559.1), D. zeae (Mexico/ KJ438953.1), D. paradisiaca (NCPPB2511), D. chrysanthemi (NZ/ EF178670.1), D. dadantii (Jepang/ AB713545.1), D. dianthicola (Jepang/ AB713574.1), P. viridiflava (Hungaria/ HE585219.1), dan P. viridiflava (Spanyol/ GQ398129.1)

spesifik E. chrysanthemi. Wortel bergejala busuk lunak sebagai kontrol pembanding deteksi menunjukkan positif terhadap antiserum E.chrysanthemi dengan NAE setinggi NAE kontrol positif (data tidak ditampilkan). Antiserum poliklonal molekulnya mampu mengenali lebih dari 1 epitope (Emantoko 2001). Hasil yang sama juga ditunjukkan oleh hasil deteksi gen 16S rRNA dan penurutan DNA; keempat isolat bukan E. chrysanthemi dan penyebab busuk lunak wortel sebagai pembanding memiliki homologi sebesar 92% dengan Pantoea dispersa. Hal ini menunjukkan bahwa deteksi serologi bakteri dengan antiserum poliklonal bermanfaat untuk penapisan awal bakteri target, namun tidak dapat digunakan untuk justifikasi hasil deteksi bakteri patogen target. Penggunaan antiserum monoklonal bakteri patogen bahkan masih dapat menimbulkan reaksi silang dengan antibodi atau antigen dari bakteri lain.

Pada uji sifat patogen isolat 49P-5, 71G-1, dan 71G-6 melalui reaksi hipersensitif pada tembakau hanya terbentuk gejala klorosis setelah 48 jam, sehingga belum dapat dipastikan apakah bakteri yang diisolasi dari tanaman kentang bergejala layu dan busuk lunak tersebut merupakan patogen tumbuhan atau bukan. Untuk mengetahui hal ini diperlukan uji lanjutan yaitu uji patogenisitas pada beberapa tanaman inang dengan konsentrasi bakteri berkisar antara 102-108 CFU/mL, setiap tingkat konsentrasi diulang 4-5 kali (De Boer dan Kelman 2001).

Pengujian pemanfaatan sumber karbon menggunakan GEN III OmniLog ID Systemsangat praktis dan cepat serta dapat langsung mengidentifikasi isolat yang diuji. Akan tetapi metode ini memiliki kelemahan, karena data spesies mikroorganisme yang ada pada basis data terbatas. Sehingga apabila target pengujian belum tercatat dalam basis data maka identifikasinya menjadi kurang akurat dan diidentifikasi sebagai spesies yang terdekat dengan nilai homologi/similarity dan distance yang tidak tinggi untuk dinyatakan sebagai

E.chrysanthemi ICMP9288_EF5305 D.zeae DZ-E4-6_KJ438953.1_maize D.paradisiaca CFBP 3477_AF52071 D. chrysanthemiNZEC135_EF17867 D.dadantiiMAFF106634_AB713545 D.dianthicola MAFF311041AB7135 14M-6_Contig P.viridiflava 45_GQ398129.1_kapri_ P.viridiflava BA_HE585219.1_Kema 100 100 99 100 93 78 0.00 0.02 0.04 0.06 0.08 E. chrysanthemi (kentang/PNG) D. zeae (jagung/Mexico) D. paradisiaca (NCPPB2511) D. chrysanthemi (kentang/NZ) D. dadantii (ubi jalar/Jepang) D. dianthicola (kentang/Jepang)

P. viridiflava (kemangi/Hungaria)

P. viridiflava (kentang/Indonesia) P. viridiflava (kapri/Spanyol)

spesies yang pasti. Untuk mengatasi kelemahan metode ELISA dan GEN III OmniLog ID System dapat dilakukan deteksi asam nukleat dengan PCR dan/ atau perunutan DNA (Sudrajat et al. 2000; Lopez et al. 2002; Akter et al. 2014).

Hasil BLASTN analisis gen 16S rRNA menunjukkan bahwa isolat 71G-1 dan 71G-6 memiliki homologi tertinggi dengan Pantoea agglomerans sebesar 92% dan 85% (Tabel 6). Persentase homologi ini belum cukup memberikan dasar identitas kedua isolat tersebut. Homologi BLASTN sikuen 16S rRNA yang telah terdaftar di NCBI kurang valid apabila kurang dari 97% (Rezzonico et al. 2010). False positive dalam mengidentifikasi P. agglomerans terjadi karena kesalahan uji biokimia dan relokasi P. agglomerans sebagai kompleks “P. agglomerans - E. herbicola - E. agglomerans”. Hal ini terlihat pada banyaknya data sekuen 16S rRNA yang kurang valid yang mengarah pada P. agglomerans. Untuk mengatasi hal tersebut ada beberapa metode yang dapat dipilih untuk mengidentifikasi P. agglomerans. Salah satu metode identifikasi cepat dan akurat hingga tingkat spesies adalah whole-cell matrix-assisted laser desorption ionization–time of flight mass spectrometry (MALDI-TOF MS) dan reference spectra (SuperSpectrum) yang telah terbukti dapat mengidentifikasi P. agglomerans secara akurat dan mampu mendeteksi variasi perbedaan profil protein dalam satu strain yang sama. Selain itu dapat juga digunakan metode PCR dengan mendeteksi gen repA yang berasosiasi dengan patogenisitas pada tanaman akan tetapi strain klinis pun dapat terdeteksi. Metode lain yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi P. agglomerans adalah multilocus sequence analysis (MLSA) (Dele´toile et al. 2009).

Bakteri Erwinia herbicola, Erwinia milletiae, dan Enterobacter agglomerans diklasifikasikan dalam genus Pantoea yang terdiri atas dua spesies yaitu P. agglomerans dan P. dispersa (Coplin dan Kado 2001) sehingga pada beberapa literatur E. herbicola dinyatakan sebagai sinonim dari P. agglomerans.

Peran bakteri P. agglomerans di alam ada 3, yaitu sebagai patogen tumbuhan, bakteri yang bermanfaat bagi tumbuhan, dan bakteri klinis. Bakteri ini dilaporkan merupakan patogen pada tanaman padi di Korea; menyebabkan hawar daun dengan gejala awal lesio berupa water soaked atau bercak cokelat muda hingga kemerahan di bagian atas daun, sedangkan di negara Cina patogen ini dilaporkan menyebabkan nekrosis kecoklatan pada bagian apikal tanaman kenari. P. agglomerans hidup bersimbiosis dengan berbagai jenis tanaman misalnya gandum, padi, dan ubi. Bakteri ini mampu mengubah nitrogen dan melarutkan fosfat anorganik hingga dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Beberapa strain bakteri ini telah dikembangkan sebagai agen pengendali biologi penyakit pasca panen

buah pome di Eropa. Senyawa lipopolisakarida yang diperoleh dari P. agglomerans IG1 (IP-PA1) menunjukkan manfaat secara klinis, diantaranya

mencegah tukak lambung, memberikan efek analgesic, antidiabetes, antialergi, dan antitumor ketika diberikan secara oral maupun transdermal. Penyakit yang disebabkan oleh P. agglomerans sebagai patogen klinis pada manusia pernah menjadi outbreak di awal tahun 1970an, yaitu terjadinya septicemia yang disebabkan oleh terkontaminasinya botol cairan infus di Amerika Serikat dan Kanada (Dele´toile et al. 2009; Lee et al. 2010; Yang et al. 2011; Matsuzawa et al. 2012).

Isolat 49P-5 teridentifikasi sebagai Pseudomonas oryzihabitans (sinonim dengan Flavimonas oryzihabitans). Bakteri ini merupakan salah satu mikroflora pada beras, selain itu juga ditemukan pada spesimen klinis yaitu pada bagian kaki

manusia yang terluka (Kodama et al. 1985 ). Disamping itu, bakteri ini dilaporkan berasosiasi dengan gejala busuk lunak pada daun bawang bombay di Puerto Rico (Calle-Bellido et al 2012). Potensi lain yang dimiliki bakteri ini yaitu sebagai biokontrol nematoda. P. oryzihabitans mampu mencegah invasi Globodera pallida pada akar tanaman kentang dan menekan pertumbuhan Meloidogyne spp. secara in vitro. Phenazine-I-carboxilic acid merupakan metabolit sekunder yang dihasilkan dari cell free filtrate bakteri P. oryzihabitans yang mampu menekan pertumbuhan cendawan F. oxysporium baik secara in vitro maupun in vivo (Smaliev 2011; Vegelas dan Gowen 2012).

Isolat 14M-6 adalah P. viridiflava berdasarkan perunutan basa nukleotida. Bakteri ini merupakan anggota genus Pseudomonas yang menyebabkan busuk lunak atau busuk coklat. Patogen ini memiliki kisaran inang yang cukup luas (CABI 2007). Alimi et al. (2011) mendeteksi P. viridiflava penyebab blossom blight pada tanaman apel di Iran menggunakan primer spesifik P. viridiflava dengan produk PCR berukuran ~180 pb. Patogen ini pertama kali dilaporkan sebagai penyebab penyakit bercak daun pada tanaman basil di Hungaria, menyebabkan penyakit hawar pada tanaman obat Saposhnikova divaricata di Gansu, Cina, menyebabkan bakteriosis pada lettuce, buncis, dan buah kiwi serta berperan penting dalam meningkatkan sensitivitas buah kiwi terhadap gejala frost di Italia (Vegh et al. 2012; Wang et al. 2015 Varvaro dan Fabi 1992; Ana et al. 2003). Sama seperti 3 isolat sebelumnya, untuk memastikan bahwa isolat 14M-6 bersifat patogen maka perlu dilakukan uji lanjut yaitu pengujian patogenisitas pada tanaman inangnya. Selain itu juga perlu dilakukan deteksi PCR menggunakan primer spesifik untuk memastikan identitas masing-masing isolat tersebut.

Dari serangkaian pengujian terhadap isolat bakteri terlihat bahwa masing-masing metode pengujian memiliki kelebihan dan kekurangan. Terkait dengan pengujian rutin terhadap sampel komoditas pertanian yang dilakukan oleh Barantan, untuk target pengujian bakteri dapat dilakukan metode serologi sebagai tahap penapisanawal sebelum dilakukan uji molekuler dengan teknik PCR. Sebaiknya pengujian serologi dengan teknik ELISA menggunakan antiserum monoklonal sehingga dapat menekan terjadinya reaksi silang. Hal lain yang menjadi pertimbangan penting dalam memilih metode deteksi adalah waktu. Pengujian secara fisiologi juga dapat membantu dalam penapisanawal penentuan genus, akan tetapi metode ini memerlukan waktu yang cukup lama. Dalam pengujian sehari-hari metode fisiologi kurang disarankan, hal ini berhubungan dengan service level agreement yang telah ditetapkan oleh Barantan.

Berdasarkan Lampiran Permentan No 93 tahun 2011, Pantoea agglomerans

Dokumen terkait