• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil kandungan aflatoksin pada supernatan larutan setelah disentrifuse, menggambarkan kandungan aflatoksin yang tidak terikat oleh bahan pengikat yang diuji. Aflatoksin yang terikat oleh bahan pengikat akan terikat bersama bahan GYP atau EI di dalam presipitat, sehingga semakin banyak aflatoksin yang terikat oleh bahan pengikat maka akan semakin kecil kandungan aflatoksin di dalam supernatan. Hasil pengujian aflatoksin pada supernatan dan persentase aflatoksin yang terikat oleh bahan pengikat dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Konsentrasi aflatoksin pada supernatan dan pesentase aflatoksin terikat

Kandungan Aflatoksin pada Supernatan

Uji in vitro dilakukan pada media larutan ringers yang mengandung cairan gastro intestinal ayam 3% dengan perlakuan berat bahan pengikat pada bobot 0; 41.05; 82.1; 123.15 dan 164.2 mg diuji daya ikat pada aflatoksin B1 dengan konsentrasi 0.821µg/ml. Larutan A 0.2 mL mengandung aflatoksin 0.821 µg/mL dimasukan dalam setiap tabung, sehingga setiap tabung pada perlakuan dan kontrol mengandung 0.1642 µg. Perbandingan berat bahan pengikat (41.05; 82.1; 123.15; and 164.2 mg ) dengan berat aflatoksin adalah: 2.5x105; 5x105; 75x105 and 106 secara berturut-turut.

Persentase daya ikat terhadap aflatoksin antara GYP dan EI mengalami peningkatan sesuai peningkatan berat bahan pengikat (41.05; 82.1; 123.15 dan 164.2 mg) yakni pada GYP secara berturut-turut adalah 19.72; 21.51; 42.25; 46.35% dan EI adalah 4.08; 28.72; 36.73 dan 89.07%. Semakin bertambah jumlah berat bahan pengikat maka akan semakin banyak jumlah molekul bahan pengikat, sehingga semakin besar pula peluang berinteraksi dengan molekul aflatoksin dan hasilnya aflatoksin dapat diikat dengan GYP maupun EI. Begitupula, peningkatan jumlah molekul aflatoksin akan mengurangi nilai persentase daya ikat terhadap aflatoksin, karena bahan pengikat memiliki batas maksimum daya ikat (Manafi et al. 2009). Hubungan berat bahan pengikat dengan persentase pengikatan aflatoksin dapat dilihat dengan jelas pada Gambar 15. Berat bahan

pengikat (mg)

Glucomannan Yeast Produt Ekstraksi Iles-Iles Konsentrasi aflatoksin dalam supernatan (μg/L) Persentase aflatoksin terikat (%) Konsentrasi aflatoksin dalam supernatan (μg/L) Persentase aflatoksin terikat (%) 0 7.81+1.14 - 6.86+0.04 - 41.05 6.27+0.07 19.72 6.58+0.28 4.08 82.1 6.13+0.10 21.51 4.89+1.13 28.72 123.15 4.51+0.19 42.25 4.34+0.42 36.73 164.2 4.19+0.21 46.35 0.75+0.16 89.07

Gambar 15 Persentase pengikatan aflatoksin antara GYP dan EI EI terbukti memiliki kemampuan mengikat aflatoksin sebagaimana GYP. bahkan daya ikatnya lebih tinggi dibanding GYP. Hasil pengamatan ini sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya (Gallo dan Maesoro 2010) yang menyatakan bahwa glukomannan yeast produk memiliki daya ikat paling rendah dibandingkan dengan bahan bahan pengikat lainnya silikat mineral (Calsium, Magnesium dan Natrium bentonit, Kaolinit, Zeolit dan Clinoptinolit) dan karbon aktif dalam uji invitro baik simply water model (W), gastro-intestinal stimulating monogastric model (MM) dan ruminant model (RM).

Bobot bahan pengikat 164 mg mampu mengikat 89.11% sedangkan GYP hanya 46.38%. Optimalisasi persentase daya ikat terhadap aflatoksin pada EI sudah dapat tercapai pada penggunaan berat pengikat 164.2 mg atau pada perbandingan aflatoksin dengan berat bahan pengikat adalah 1: 106. Kebutuhan bahan pengikat EI yang ditambahkan pada pakan untuk mengikat aflatoksin lebih kecil dibandingkan dengan GYP.

Kemampuan Mengikat Aflatoksin

GYP dan EI mampu mengikat aflatoksin karena mengandung protein dan karbohydrat. Fraksi karbohidrat terdiri dari glukosa manosa dan N- acetyglucosemine. Glukosa dan manosa merupakan bahan utama dari karbohidrat yang ditemukan di dalam GYP dan EI. Ikatan manosa dalam dinding sel jamur S. cereviseae bervariasi ukuran dan tersebar di permukaan dinding sel dan berikatan

dengan protein (Evan dan Dawson 2007).

Penelitian in vitro mampu menyeleksi bahan yang potensial mampu mengikat aflatoksin. Penelitian in vitro harus dilengkapi dengan penelitian secara in vivo, karena keberhasilan pengikatan aflatoksin harus bisa berproses pada sistem pencernaan ternak dan memberikan perlindungan tubuh ternak dari efek negatif dari aflatoksin seperti penurunan pertambahan berat tubuh ternak, kegagalan vaksinasi dan sebagainya.

Uji Regresi

Pengujian in vitro bahan pengikat GYP dan EI dilakukan uji regresi, GYP maupun EI memiliki korelasi secara signifikan antara berat bahan pengikat dengan persentase aflatoksin terikat pada tingkat kepercayaan 0.95. Nilai koefisen korelasi pada bahan pengikat GYP 0.9602 lebih besar dibandingkan dengan bahan pengikat EI sebesar 0.9338. Hal ini menunjukan ada hubungan korelasi bahwa semakin bertambah berat bahan pengikat akan menambah persentase pengikatan aflatoksin, walaupun ada titik jenuhnya. Nilai hubungan antara berat bahan pengikat dengan persentase aflatoksin terikat lebih kuat hubungannya pada GYP dibandingkan EI walaupun berat kedua bahan pengikat tersebut memiliki hubungan yang kuat dengan persentase aflatoksin terikat.

Berat bahan pengikat GYP dan EI memiliki hubungan yang kuat dengan persentase aflatoksin terikat maka dapat dilanjutkan dengan uji regresi. Persamaan regresi berdasarkan analisa regresi dengan SPSS dimana, Y adalah persentase pengikatan aflatoksin (%) dan X adalah berat bahan pengikat (mili gram), maka persamaan regresi untuk GYP adalah Yp = -6.92 + 12.03x. sedangkan untuk EI Ye = -31.53 + 21.07x. Koefisien regresi menunjukan pada besarnya perubahan pada variabel dependen (persentase pengikatan aflatoksin) yang diakibatkan oleh adanya perubahan pada variabel independen (berat bahan pengikat). Rentang nilai dependen pada EI lebih lebar yakni 0 sampai 89.07 sedangkan pada GYP 0 sampai 46.35 sehingga koefisien regresi pada EI (21.07) lebih besar daripada GYP (12.03). Sensitivitas bahan pengikat EI lebih tinggi dibandingkan GYP. hal ini ditunjukan pula dengan nilai koefisien regresi EI lebih besar dibandingkan GYP. karena kofisien regresi tinggi berarti dengan perubahan kecil pada berat bahan pengikat akan memberikan respon yang besar pada persentase daya ikat terhadap aflatoksin.

Penerapan Ekstrak Iles-Iles

Ekstrak iles-iles mampu mengikat aflatoksin secara in vitro, bahkan persentase pengikatan aflatoksin lebih tinggi dibandingkan GYP dalam berat bahan pengikat yang sama. Oleh karena itu EI bisa menjadi feed aditif sebagai pengikat aflatoksin sebab memenuhi kemampuan daya ikat terhadap aflatoksin secara in vitro. Uji in vitro hanya menggunakan bagian dari makhluk hidup yakni larutan gastrointestinal dalam penelitian ini, sehingga EI harus dilanjutkan dalam uji in vivo yakni diujicobakan pada ternak hidup.

Rekomendasi teknis penggunaan bahan pengikat aflatoksin dari European Food Safety Authority (EFSA 2010) menyatakan pengujian bahan pengikat mikotoksin tidak hanya dilakukan dengan uji in vitro saja tetapi juga harus dilakukan dengan pengujian secara in vivo untuk mengetahui efek dari bahan

tersebut. Titik kritis dari bahan pengikat mikotoksin adalah tidak selektif dalam pengikatan terhadap mikotoksin, karena bahan pengikat bisa mengikat bahan nutrisi, obat atau zat lain yang dibutuhkan oleh ternak. Dengan uji in vivo maka

interaksi bahan pengikat mikotoksin dengan zat-zat yang berguna di dalam saluran pencernaan dapat diketahui dengan mengamati pengaruh pemberian bahan pengikat dengan perubahan fisiologi pada ternak seperti pertambahan berat badan, perubahan klinis pada ternak, kandungan nutrisi dalam bagian tubuh ternak, perubahan histologi dan sebagainya.

SIMPULAN

Glukomannan yeast produk dan glukomannan hasil ekstraksi A. oncophyllus mampu mengikat aflatoksin, secara in vitro. Berat bahan pengikat

41.05; 82.1; 123.15 dan 164.2 mg menghasilkan persentase pengikatan aflatoksin pada glukomannan yeast produk sebesar 19.72; 21.51; 42.25; 46.35% dan ekstrak iles-iles adalah 4.08; 28.72; 36.73 dan 89.07% secara berturut turut. Perbandingan optimum untuk mengikat aflatoksin pada ekstrak iles-iles adalah perbandingan berat aflatoksin dengan berat bahan pengikat adalah 1 : 106. Persamaan regresi pada glukomannan yeast product adalah Yp = -6.92 + 12.03x, sedangkan untuk ekstrak iles-iles adalah Ye = -31.53 + 21.07x. Glukomannan dari A. oncophyllus

memiliki potensi sebagai bahan pengikat aflatoksin dan dapat dilanjutkan dengan uji in vivo.

4 PENGIKATAN AFLATOKSIN OLEH

GLUKOMANNAN YEAST PRODUCT DAN GLUKOMANNAN

Dokumen terkait