• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL

Kondisi Fisiologis Ikan Mas (Cyprinus carpio L) Ikan Mas yang Dipelihara pada Suhu Media yang Berbeda

Data hasil pengamatan terhadap nilai fisiologis ikan mas, mencakup kadar kortisol dan kadar glukosa disajikan pada Tabel 1. Berdasarkan data pada Tabel 1, terlihat bahwa hari pengamatan dan suhu lingkungan mempengaruhi kadar kortisol (p<0.01). Kenaikan kadar kortisol terlihat sejalan dengan lamanya masa pemeliharaan pada kelompok ikan yang dipelihara pada suhu 20, 24, dan 28⁰C. Meningkatnya kadar kortisol menandakan bahwa ikan dalam kondisi stres. Untuk melihat perubahan kadar kortisol hasil level hari pengamatan atau suhu media pemeliharaan ditampilkan pada Gambar 10. Berdasarkan Gambar 10 terlihat bahwa pola perubahan kadar kortisol menunjukkan adanya pengaruh lama waktu pengamatan (p<0.01) dan suhu media pemeliharaan (p<0.01) terhadap kadar kortisol. Dengan bertambahnya hari pengamatan dan meningkatnya suhu media pemeliharaan maka kadar kortisol menurun mendekati nilai normal.

Perubahan kadar glukosa selama pengamatan disajikan pada Tabel 1. Dari data tersebut terlihat bahwa kadar glukosa juga dipengaruhi oleh hari pengamatan dan suhu media pemeliharaan (p<0.01). Terjadinya peningkatan kadar glukosa ikan hari ketujuh pada suhu pemeliharaan 20⁰C menandakan ikan dalam kondisi stres.

Tabel 1. Rataan nilai parameter fisiologis ikan mas yang dipelihara pada suhu media yang berbeda

Suhu media pemeliharaan

Respons Waktu 20⁰C 24⁰C 28⁰C 32⁰C Nilai P

H-0 235.31 235.31 235.31 235.31 D <0.0001 Kortisol* H-7 397.44 264.11 249.11 189.28 C (nmolL-1) H-14 478.08 372.46 326.72 167.82 B H-21 552.99 440.42 397.44 153.52 A A B C D Glukosa H-0 125.38± 5.71 125.38± 5.71 125.38± 5.71 125.38± 5.71 A 0.0005 (mgdL-1) H-7 151.65± 23.57 117.42± 0.79 114.39± 9.92 117.86± 10.21 A H-14 83.56± 2.65 81.74± 7.19 84.85± 7.30 84.62± 3.67 B H-21 74.92± 15.00 94.07± 2.62 83.94± 8.73 59.09± 6.91 B A AB AB B

Keterangan:* kadar kortisol berasal dari plasma yang dipool

Data yang ditampilkan merupakan nilai rataan ± standar deviasi. Huruf yang berbeda pada baris yang sama atau kolom yang sama menunjukkan beda nyata. P < 0.05.

Gambar 10. Kadar kortisol ikan mas hasil interaksi pada level hari dan suhu media pemeliharaan yang berbeda

Perubahan kadar glukosa berdasarkan level hari pengamatan atau suhu media pemeliharaan ditampilkan pada Gambar 11. Dari Gambar 11 terlihat bahwa kadar glukosa dipengaruhi oleh hari pengamatan (p<0.05) dan suhu media pemeliharaan (p<0.05). Perubahan kadar glukosa menurun sejalan dengan peningkatan suhu media pemeliharaan dan lamanya waktu pemeliharaan. Namun penurunan kadar glukosa mendekati nilai normal tidak secepat penurunan kadar kortisol. 0 100 200 300 400 500 H-0 H-7 H-14 H-21 S-20 S-24 S-28 S-32 KORT ISOLn m o lL -1 HARI SUHU c c d b a a b d

Gambar 11. Kadar glukosa ikan mas hasil interaksi pada level hari dan suhu media pemeliharaan yang berbeda

Berdasarkan Gambar 11 terlihat bahwa pada hari ke-7 kadar glukosa masih tinggi dan kemudian menurun mendekati nilai normal seiring dengan lamanya masa pemeliharaan. Hal ini diduga bahwa ikan mengalami stres pada awal masa pemeliharaan dan kemudian sejalan dengan lamanya masa pemeliharaan ikan mulai beradaptasi. Demikian juga dengan meningkatnya suhu media pemeliharaan mendekati suhu optimum maka kadar glukosa juga menurun mendekati nilai normal, nilai normal glukosa ikan adalah 23 mg/dL.

Kondisi Hematologis Ikan Mas (Cyprinus carpio L) yang Dipelihara pada Suhu Media yang Berbeda

Nilai hematologis ikan mas, seperti nilai hematokrit, kadar hemoglobin, total eritrosit, dan total leukosit disajikan pada Tabel 2. Berdasarkan data pada Tabel 2 terlihat bahwa kadar hemoglobin ikan mengalami fluktuasi selama pengamatan. Hari pengamatan dan suhu media pemeliharaan berpengaruh pada kadar hemoglobin (p<0.01). Untuk melihat perubahan kadar hemoglobin ikan berdasarkan interaksi antara level hari pengamatan dan suhu media pemeliharaan yang berbeda ditampilkan pada Gambar 12. Berdasarkan Gambar 12 terlihat bahwa kadar hemoglobin menurun seiring dengan lamanya masa pemeliharaan (p<0.01) dan meningkatnya suhu media pemeliharaan (p<0.01). Namun penurunan kadar hemoglobin ini masih dalam batas nilai normal ikan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa penurunan kadar hemoglobin mendekati nilai normal menandakan ikan sudah melakukan adaptasi dengan lingkungan.

0 50 100 150 H-0 H-7 H-14 H-21 S-20 S-24 S-28 S-32 G LUK OSAm gd L -1 HARI SUHU a a b b a ab ab b

Tabel 2. Rataan nilai hematologis ikan mas yang dipelihara pada suhu media yang berbeda

Respons Waktu Suhu media pemeliharaan Nilai P

20⁰C 24⁰C 28⁰C 32⁰C Hemoglobin (gdl-1) H-0 8.24± 0.46 8.24± 0.46 8.24± 0.46 8.24± 0.46 B <0.0001 H-7 7.86± 0.34 6.61± 0.28 8.27± 0.43 7.80± 0.70 C H-14 7.70± 0.15 8.39± 0.16 8.06± 0.34 10.22± 0.62 B H-21 8.41± 0.20 9.44± 0.11 9.41± 0.05 9.16± 0.81 A C CB B A Hematokrit (%) H-0 20.66± 2.56 20.66± 2.56 20.66± 2.56 20.66± 2.56 A 0.0401 H-7 12.16± 1.52 14.66± 2.02 18.63± 0.48 17.80± 0.70 C H-14 14.33± 1.89 14.83± 3.25 18.40± 0.63 18.66± 0.92 CB H-21 13.60± 2.08 21.00± 4.58 19.41± 0.05 18.17± 1.04 B B A A A T. eritrosit (x106selmm-3) H-0 1.65± 0.23 1.65± 0.23 1.65± 0.23 1.65± 0.23 A 0.0001 H-7 1.55± 0.07 1.15± 0.17 1.39± 0.81 1.64±0.53 B H-14 1.41± 0.26 1.16± 0.17 1.29± 0.03 1.53± 0.05 B H-21 1.25± 0.14 1.48± 0.12 1.52± 0.04 1.25± 0.13 B AB B B A T. Leukosit (x103sel mm-3) H-0 2.16± 1.97 2.16± 1.97 2.16± 1.97 2.16± 1.97 A 0.0263 H-7 3.86± 0.3 2.02± 0.99 1.46± 0.23 1.80± 0.69 C H-14 4.00± 0.40 2.40± 0.69 2.13± 0.30 2.20± 0.34 C H-21 6.06± 0.41 5.06± 0.64 3.06± 0.61 1.33± 0.30 B A B CB C Keterangan:

Data yang ditampilkan merupakan nilai rataan ± standar deviasi. Huruf yang berbeda pada baris yang sama atau kolom yang sama menunjukkan beda nyata. P< 0.05.

Gambar 12. Kadar hemoglobin ikan mas hasil interaksi pada level hari dan suhu media pemeliharaan yang berbeda

1 3 5 7 9 11 H-0 H-7 H-14 H-21 S-20 S-24 S-28 S-32 H E MO GLO BI N gd l -1 HARI SUHU b c b a c cb b a

Perubahan nilai hematokrit ikan pada pemeliharaan suhu media yang berbeda disajikan pada Tabel 2. Dari data tersebut terlihat bahwa nilai hematokrit dipengaruhi oleh hari pengamatan dan suhu media pemeliharaan (p<0.05). Untuk melihat perubahan nilai hematokrit berdasarkan interaksi antara level hari pengamatan atau suhu media pemeliharaan ditampilkan pada Gambar 13. Dari gambar tersebut terlihat bahwa perubahan nilai hematokrit menurun sejalan dengan lama waktu pengamatan (p<0.01) dan peningkatan suhu media pemeliharan (p<0.01).

Gambar 13. Kadar hematokrit ikan mas hasil interaksi pada level hari dan suhu media pemeliharaan yang berbeda

Tabel 2 menunjukkan bahwa total eritrosit juga dipengaruhi oleh hari pengamatan dan suhu media pemeliharaan (p<0.01). Total eritrosit ikan yang dipelihara pada suhu 20⁰C mengalami penurunan hingga hari ke-21. Terjadinya penurunan total eritrosit diduga ada hubungannya dengan lambatnya laju metabolisme pada suhu rendah sehingga akan mempengaruhi pembentukan sel-sel eritrosit. Selanjutnya untuk melihat perubahan total eritrosit berdasarkan interaksi antara level hari pengamatan atau suhu media pemeliharaan ditampilkan pada Gambar 14. Dari gambar tersebut terlihat bahwa total eritrosit dipengaruhi oleh hari pengamatan (p<0.01) dan suhu media pemeliharaan (p<0.01).

Berdasarkan data pada Tabel 2 terlihat bahwa total leukosit dipengaruhi oleh hari pengamatan dan suhu media pemeliharaan (p<0.05). Selanjutnya, untuk melihat perubahan total leukosit hasil interaksi antara level hari pengamatan atau suhu media pemeliharaan ditampilkan pada Gambar 15.

0 5 10 15 20 25 H-0 H-7 H-14 H-21 S-20 S-24 S-28 S-32 H E MAT OKRIT % HARI SUHU a c cb b b a a a

Gambar 14. Total eritrosit ikan mas hasil interaksi pada level hari dan suhu media pemeliharaan yang berbeda

Gambar 15. Total leukosit ikan mas hasil interaksi pada level hari dan suhu media pemeliharaan yang berbeda

Berdasarkan Gambar 15 terlihat bahwa total leukosit dipengaruhi oleh hari pengamatan (p<0.05) dan suhu media pemeliharaan (p<0.05). pada hari ke-7 total leukosit mengalami peningkatan yang signifikan sebesar 85.92% bila dibandingkan dengan hari ke-0, namun peningkatan ini masih dalam kisaran normal. Total leukosit normal ikan berkisar antara 30.000-100.000 selmm-3. Selanjutnya berdasarkan suhu, total leukosit menurun dengan meningkatnya suhu media pemeliharaan.

Kualitas Air Media Pemeliharaan Ikan Mas (Cyprinus carpio L)

Data hasil pengukuran kualitas air, berupa pH, Total Amonia Nitrogen (TAN), Nitrit, dan Oksigen terlarut ikan mas yang dipelihara pada suhu media yang berbeda disajikan pada Tabel 3. Berdasarkan Tabel 3 terlihat bahwa kadar oksigen terlarut mengalami penurunan dengan meningkatnya suhu dan lama waktu pemeliharaan, penurunan terbesar terjadi pada suhu 24⁰C, yakni sebesar

0 0.5 1 1.5 2 H-0 H-7 H-14 H-21 S-20 S-24 S-28 S-32 E RIT ROSIT x10 6se lm m -3 HARI SUHU a b b b ab b b c 0 1 2 3 4 5 6 7 H-0 H-7 H-14 H-21 S-20 S-24 S-28 S-32 LEU KOS ITx10 3sel m m -3 HARI SUHU a c c b a b cb c

17.88%. Selain kelarutan oksigen, pada suhu 24⁰C juga terjadi peningkatan kon- sentrasi nitrit (NO2) yang tertinggi hingga mencapai 80%. Kedua parameter ini diduga dapat menyebabkan ikan menjadi stres.

Tabel 3. Rata-rata kualitas air dari setiap perlakuan selama pengamatan

Parameter

Hari dan Suhu

20⁰C 24⁰C 28⁰C 32⁰C H-0 H-14 H-0 H-14 H-0 H-14 H-0 H-14 pH 7.04 6.72 6.81 6.50 6.43 6.35 6.21 6.07 TAN (mgL-1) 0.15 0.51 0.20 0.59 0.35 0.48 0.49 0.61 NO2 (mgL -1 ) 0.022 0.035 0.020 0.036 0.021 0.033 0.023 0.028 Oksigen terlarut (mgL-1) 6.25 6.05 6. 15 5.05 4.93 4.65 4.09 3.94

Sintasan Ikan Mas (Cyprinus carpio L ) yang Dipelihara pada Suhu Media yang Berbeda

Sintasan adalah jumlah ikan yang berhasil hidup pada akhir masa pemeliharaan. Dari penelitian ini terlihat bahwa suhu media pemeliharaan 32⁰C merupakan suhu yang optimal untuk kehidupan ikan mas, karena memiliki nilai sintasan 100%. Suhu di bawah 32⁰C menunjukkan kondisi yang kurang kondusif untuk kehidupan ikan mas.

Gambar 16. Persentase sintasan ikan mas pada akhir pengamatan

PEMBAHASAN

Terjadinya peningkatan kadar kortisol terutama pada ikan mas yang dipelihara pada suhu 20, 24, dan 28⁰C hingga akhir pengamatan atau hari ke-21, menandakan ikan dalam kondisi stres. Kadar kortisol dalam plasma yang tinggi

93.32 87 91.66 100 0 20 40 60 80 100 0⁰C ⁰C 8⁰C ⁰C SI N TAS AN % SUHU

merupakan salah satu indikator stres. Secara umum, stres dapat dikategorikan ke dalam tiga kelompok, yaitu respons stres primer, sekunder, dan tersier. Respons stres primer ditandai dengan pelepasan hormon katekolamin dan kortisol ke dalam sirkulasi darah sehingga kadar kortisol di dalam plasma meningkat. Hormon katekolamin berasal dari jaringan chromaffin, sedangkan kortisol berasal dari jaringan interrenal. Respons stres sekunder sering juga dikatakan sebagai efek metabolik yang ditandai dengan meningkatnya kadar glukosa plasma. Respons stres tersier adalah apabila ikan tidak mampu untuk melakukan aklimasi atau beradaptasi terhadap stressor, maka ikan akan mengalami gangguan pertumbuhan dan reproduksi (Iwama dan Nakanishi 1996).

Efek dari tingginya kadar kortisol dalam jangka waktu yang lama dapat menurunkan reaksi kekebalan ikan. Penurunan reaksi kekebalan ikan tersebut disebabkan karena kortisol dapat menghambat pembentukan interleukin-1dan 2 sehingga menyebabkan sel limfosit T mati dan tidak dapat merangsang sel limfosit B untuk memproduksi antibodi (Berne dan Levy 1988). Dengan demikian, ikan akan mudah terinfeksi oleh parasit, bakteri, jamur, dan virus (Kubilay dan Ulukoy 2002 ; Varsamos et al. 2006). Kondisi yang sama juga terjadi peningkatan kadar kortisol pada ikan mas yang mengalami stres pada saat persiapan panen, pemanenan, setelah panen, dan dalam masa transportasi, yaitu dari 243±215 hingga 573±108 ngmL-1 (Svobodova et al. 2006). Nilai normal kadar kortisol ikan Acipenser naccarii pada suhu 17⁰C adalah 32.0±18.7 nmolL-1, dan yang dipelihara pada suhu 25⁰C adalah sebesar 107.8±88.0 nmol.L-1, nilai ini sudah mengindikasikan kondisi stres kronis (Cataldi et al. 1998). Kadar kortisol ikan common carp sebelum diberi stresor kepadatan 113.6 kg m−3, adalah: 19 nmolL-1 dan setelah 87 jam meningkat menjadi 206 nmolL-1 (Raune et al. 2002). Kadar kortisol normal ikan berkisar antara 19-150 nmol/L (Evans dan Claiborne 2006).

Hormon kortisol sangat penting peranannya dalam kehidupan, karena kortisol dapat mempengaruhi metabolisme basal, mekanisme pertahanan, tekanan darah, dan respons terhadap stres. Peningkatan kadar kortisol dalam plasma, sering dijadikan sebagai indikator utama stres, sedangkan indikator kedua adalah peningkatan kadar glukosa (Evans dan Claiborne 2006). Selanjutnya Purbayanto

et al. (2010) melaporkan bahwa stres dapat menimbulkan efek primer berupa gangguan hormonal dan metabolik, dan efek sekunder berupa gangguan osmo- regulasi, perubahan hematologis, dan penurunan imunitas ikan.

Ikan yang mengalami stres akan membutuhkan banyak energi untuk beradaptasi melawan stres yang disebabkan oleh suhu. Dengan demikian, akan memicu terjadinya mobilisasi glukosa ke dalam darah (Costas et al. 2008; Porchas

et al. 2009). Hal ini terbukti dengan meningkatnya kadar glukosa plasma pada hari ke-7 suhu 20⁰C. Perubahan kadar glukosa dalam plasma sering digunakan sebagai indikator kedua dari respons metabolik terhadap stres pada ikan (Evans dan Claiborne 2006). Adanya respons stres, akan merangsang hipothalamus untuk melepaskan corticotrophin releasing factor (CRF), dan CRF ini akan merangsang kelenjar hipofisa anterior untuk melepaskan hormon adrenocorticotropin (ACTH), kemudian ACTH akan merangsang sel-sel interrenal (medulla adrenal) untuk menghasilkan kortisol dan hormon katekolamin, seperti epinefrin (Wedemeyer 1996). Hormon-hormon ini berperan dalam proses glukoneogenesis yang akan mendeposisi cadangan glikogen di hati dan otot untuk meningkatkan kadar glukosa darah (Hastuti 2004).

Perubahan nilai parameter hematologis berkaitan dengan peningkatan penyebab stres (stressor) (Gabriel et al. 2007). Terjadinya penurunan kadar hemoglobin, nilai hematokrit, dan total eritrosit pada suhu media pemeliharaan 24⁰C mengindikasikan bahwa ikan mengalami anemia. Sebagai akibat dari penurunan kadar hemoglobin, maka ketersediaan oksigen di jaringan akan berkurang atau jaringan mengalami kekurangan oksigen (hipoksia), sehingga proses metabolisme terganggu. Dengan demikian, ikan akan mengalami kekurangan energi. Lebih dari 90% oksigen yang dibawa oleh hemoglobin berasal dari oksigen yang masuk melalui epitel insang secara difusi dan kemudian berikatan dengan hemoglobin pada sel darah merah yang berada pada kapiler darah (Evans dan Claiborne 2005).

Kadar hemoglobin ikan common carp adalah 6.40 gdL-1 (Houston dan De Wilde 1968 dalam Moyle dan Cech 2004), selanjutnya Konstantinov dan Zdanovich (2007) juga melaporkan bahwa kadar hemoglobin ikan mas pada suhu 30⁰C, adalah sebesar 8.2 gdL-1. Rafatnezhad et al. (2008) menyatakan bahwa

kadar hemoglobin dalam darah ikan berkaitan dengan jumlah eritrosit (sel darah merah). Nilai pameter hematologis ikan mas, seperti total eritrosit adalah sebesar 3.240±0.046x106 selmm-3, total leukosit sebesar 9.688 ±1.015x103 selmm-3, dan kadar hemoglobin sebesar 4.45±0.163 gdL-1 (Ramesh dan Saravanan 2008). Menurut Hrubec dan Smith (2010) nilai hematokrit ikan berkisar antara 20-45% dan kadar hemoglobin adalah sebesar 5-10 gdL-1.

Penghitungan total leukosit penting dilakukan untuk mengetahui status kesehatan ikan. Sel leukosit pada ikan atau hewan, merupakan sistem pertahanan yang bertanggung jawab terhadap berbagai serangan penyakit (Gbore et al. 2006). Tingginya total leukosit pada hari ke-0 disebabkan ikan mengalami stres selama masa aklimatisasi pada suhu 18⁰C. Secara umum, respons stres pada ikan ditandai dengan terjadinya kondisi heteropilia dan limpopenia (Hines dan Spira 1973

dalam Stoskopf 1993). Rata-rata total leukosit ikan mas adalah sebesar 9.688 ± 1.015x103 sel mm-3 (Ramesh dan Saravanan 2008). Menurut Hrubec dan Smith (2010) total leukosit pada ikan Cyprinus carpio (koi) adalah: 19.900-28.100 sel mm-3. Selanjutnya juga dilaporkan bahwa ikan yang mengalami stres, dicirikan dengan kondisi limfopenia, heterofilia, respons inflamasi, dan meningkatnya konsentrasi protein dalam darah. Perubahan nilai-nilai ini dipengaruhi oleh suhu air, pH ekstrim, umur, dan jenis kelamin.

Rendahnya nilai sintasan pada suhu 24°C, diduga ikan mengalami stres akibat adanya perubahan kualitas air, seperti terjadinya peningkatan konsentrasi nitrit dan penurunan kadar oksigen terlarut. Peningkatan konsentrasi nitrit dapat menimbulkan permasalahan pada kegiatan budi daya intensif atau pada budi daya ikan hias. Konsentrasi nitrit di perairan tidak boleh lebih dari 0.06 mgL-1 (Effendi 2003). Konsentrasi nitrit yang tinggi dalam perairan biasanya berasal dari pembusukan bahan organik akibat ketidakseimbangan proses nitrifikasi atau denitrifikasi (Eddy dan Williams dalam Jensen et al. 1993). Keberadaan nitrit dalam perairan pada konsentrasi tertentu akan masuk ke dalam tubuh dan diikat oleh darah yang ada di insang pada saat respirasi berlangsung atau yang diserap melalui epithelium usus. Nitrit ini akan terakumulasi secepatnya di dalam plasma darah ikan jauh di atas konsentrasi lingkungan perairan. Selanjutnya, nitrit akan menembus membran sel darah merah dan mengoksidasi besi (Fe+2 ) dalam

hemoglobin menjadi Fe+3 (ferrihemoglobin) dan dikenal dengan nama

methaemoglobin (Wedemeyer 1996; Jensen 2003). Reaksi pembentukan

methamoglobin adalah:

4Hb (Fe2+) O2 + 4NO-2 + 4H+  4Hb (Fe3+) + 4NO3 + O2 + 2H2O Laju pembentukan methaemoglobin akan meningkat dengan meningkatnya konsentrasi nitrit dalam darah. Kemampuan methaemoglobin untuk mengikat dan mentranspor oksigen dari lingkungan ke seluruh bagian sel/jaringan sangat rendah, sehingga akan menyebabkan terjadinya hipoksia (kekurangan oksigen) dan cyanosis (lebam, biru pada kulit karena darah balik tertahan) (Colt 1983). Kekurangan kemampuan transpor oksigen akan memberikan warna cokelat pada darah dan dinamakan penyakit darah cokelat. Tingginya kadar nitrit pada hari ke- 14 pemeliharaan terjadi karena proses akumulasi dari sisa makanan dan hasil metabolisme dari ikan itu sendiri. Penggunaan pakan yang berlebihan dapat menyebabkan tingginya amoniak dan nitrit (Triyanto dan Said 2006).

KESIMPULAN

Ikan yang dipelihara pada suhu rendah mengalami stres yang ditandai dengan tingginya kadar kortisol dan glukosa. Suhu optimal untuk kehidupan ikan mas adalah 32°C.

Dokumen terkait