• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kondisi Umum Penelitian

Penelitian ini merupakan rangkaian dari penelitian kedelai hasil mutasi dengan menggunakan sinar irradiasi gamma yang bertujuan untuk menghasilkan varietas yang mampu beradaptasi baik pada tanah masam. Penelitian yang dilaksanakan di Desa Bagoang, Kecamatan Jasinga ini, dimulai pada bulan Februari 2012 sampai dengan Juni 2012. Curah hujan di Kecamatan Jasinga pada bulan Februari 2012 sebesar 204 mm, Maret 167 mm, April 362 mm, Mei 206 mm, dan Juni 132 mm, dengan rata - rata curah hujan sebesar 214.2 mm/bulan,dan rata - rata hari hujan adalah 11.4 hari. Rata -rata kelembaban udara adalah 84.4% dan rata - rata suhu udara adalah 26 oC (BMKG, 2012).

Umumnya kebutuhan air tanaman kedelai yang dipanen pada umur 80 - 90 hari berkisar antara 360 - 405 mm, setara dengan curah hujan 120 - 135 mm/bulan. Lahan untuk usaha produksi kedelai di Indonesia umumnya memiliki lapisan olah yang dangkal yaitu sekitar 15 - 30 cm sehingga penambahan air dari hujan atau irigasi lebih sering diperlukan. Pada umumnya curah hujan yang merata 100 - 150 mm/bulan pada dua bulan sejak tanam merupakan kondisi yang cukup baik bagi pertumbuhan kedelai (Sumarno dan Manshuri, 2007).

Gambar 1. Kondisi tanaman kedelai 3 MST (kiri) dan kondisi tanaman menjelang panen (kanan)

Berdasarkan hasil analisis tanah pertama diperoleh nilai pH sebesar 4.4 dan konsentrasi Al3+ 2.79 cmolc/kg. Hasil tersebut menunjukkan bahwa tanah di

 

 

daerah penelitian termasuk ke dalam kriteria tanah masam yang diinginkan untuk pelaksanaan penelitian daya hasil galur kedelai di tanah masam. Namun seiring berjalannya waktu penelitian, terlihat bahwa pada salah satu ulangan penelitian keragaan tanaman kedelai sangat buruk. Secara keseluruhan pada ulangan tersebut tanaman mengalami kekerdilan, daun mengalami klorosis, diameter batang sangat kecil, dan tidak mampu membentuk polong.

Kondisi ini dapat diduga bahwa kondisi tanah yang terdapat pada ulangan tersebut mengalami kondisi kekurangan nutrisi dan memiliki nilai pH yang sangat rendah. Oleh karena itu, dilakukan analisis tanah kedua terhadap sampel tanah yang berasal dari ulangan tersebut. Hasil analisis tanah kedua menunjukkan nilai pH sebesar 4.0 dan konsentrasi Al3+ 5.38 (cmolc/kg). Kondisi tanah tersebut merupakan kriteria tanah yang kurang cocok dalam penelitian ini karena kondisi tanah yang terdapat pada ulangan tersebut sangat masam. Oleh karena itu, data pada ulangan tersebut tidak digunakan.

Sumarno dan Manshuri (2007) menyatakan bahwa kedelai tumbuh baik pada tanah yang sedikit masam sampai mendekati netral yaitu pada pH 5.5 - 7.0, dan pH optimal 6.0 - 6.5. Pada tanah yang bereaksi masam (pH kurang dari 5.5), hara fosfat (P), kalsium (Ca), magnesium (Mg), kalium (K), dan sulfur (S) tidak mudah tersedia bagi tanaman. Pada tanah masam, mineral Mn, Al, dan Fe tersedia secara berlebihan sehingga dapat meracuni tanaman. Pada tanah masam yang mengandung Al tinggi dengan kadar lebih dari 20%, dapat menyebabkan terjadinya keracunan pada akar kedelai sehingga akar tidak berkembang, tanaman tumbuh kerdil, daun berwarna kuning kecoklatan, dan tidak mampu membentuk polong. Perkembangan bakteri Rhizobium juga terhambat pada tanah yang masam. Hal ini mungkin disebabkan oleh kurangnya fotosintat dari daun.

Pada awal pertumbuhan, daya berkecambah galur - galur kedelai yang diamati sekitar 76%. Kondisi nilai daya berkecambah ini cukup rendah sehingga dilakukan penyulaman pada umur 1 MST. Begitu pula pada benih varietas pembanding yang memiliki daya berkecambah yang sangat rendah sehingga pada hari ke-17 dilakukan penanaman ulang untuk varietas pembanding. Benih varietas pembanding yang digunakan untuk penanaman ulang tidak diperoleh dari sumber

 

benih yang sama dari sebelumnya. Benih tersebut diperoleh dari hasil benih kedelai yang baru dipanen untuk benih Tanggamus, dan benih yang disimpan sekitar 3 bulan pada benih Argomulyo. Tidak tumbuhnya benih varietas pembanding pada penanaman pertama diduga disebabkan oleh benih yang sudah disimpan lama, benih berwarna hitam, dan benih yang sudah kisut.

Sadjad (2006) menyatakan bahwa secara spesifik, penggunaan benih bermutu tinggi berdampak terhadap pertumbuhan tanaman yang baik dan hasil panen yang tinggi. Syarat benih bermutu adalah murni dan diketahui nama varietasnya, daya tumbuh tinggi (minimal 80%) dan vigornya baik; biji sehat, bernas, tidak keriput, dipanen pada saat biji telah matang; dipanen dari tanaman yang sehat, tidak terinfeksi penyakit (cendawan, bakteri dan virus); dan benih tidak tercampur biji tanaman lain atau biji rerumputan.

Organisme pengganggu tanaman pada penelitian ini adalah gulma, hama dan penyakit. Gulma yang mendominasi di sekitar tanaman adalah Borreria laevis, Borreria alata, Digitaria sp. dan Mimosa pudica. Hama yang menyerang tanaman antara lain kelinci hutan, kepik polong (Riptortus linearis Fabricius), ulat grayak (Spodoptera litura Fabricius), kumbang hijau, hama penggerek batang, belalang (Valanga nigricornis.), dan rayap (Odontotermes spp.). Pada fase vegetatif beberapa petak daun tanaman kedelai dimakan hama kelinci hutan (Nesolagus netscheri). Oleh karena itu, dilakukan pemagaran di sekitar lahan penelitian ini. Pertumbuhan vegetatif dan generatif tanaman menjadi tidak optimal karena adanya serangan kelinci hutan (Nesolagus netscheri).

Penyakit yang menyerang pertanaman kedelai adalah bercak daun dan klorosis yang disebabkan dari segi nutrisi tanah yang kurang atau keracunan. Pada lahan percobaan ulangan 3, keragaan tanaman kedelai secara keseluruhan mengalami kekerdilan dan penampakan morfologi tanaman yang sangat buruk hingga tanaman tidak mampu membentuk polong secara optimal. Keadaan ini mulai muncul pada saat tanaman dalam fase vegetatif, yaitu berumur 17 HST, hingga tanaman mencapai fase generatif. Akibatnya tinggi tanaman, jumlah polong dan biji pun sangat rendah hasilnya.

 

 

Borreria laevis Borreria alata Digitaria sp. Mimosa pudica

Tanaman dimakan Akar tanaman Kepik polong

kelinci hutan terserang rayap (Riptortus linearis) (Nesolagus netscheri) (Odontotermes spp.)

sehingga daun patah

Belalang Kepik hijau Ulat grayak (Valanga nigricornis) (Nezara viridula) (Spodoptera Litura)

Gejala bercak daun Cercospora Gejala klorosis

 

Pemanenan dilakukan saat 80% tanaman pada setiap satuan percobaan telah menunjukkan masak polong disertai dengan daun yang menguning dan gugur. Kegiatan pemanenan dilakukan tidak serempak karena kondisi satuan percobaan yang berbeda. Panen dilakukan sebanyak delapan kali sesuai dengan kondisi lapang yaitu pada saat kondisi lapang tidak hujan.

Keragaan Karakter Agronomi

Pengamatan keragaan karakter agronomi galur kedelai putatif mutan meliputi karakter umur berbunga, umur panen, tinggi tanaman saat panen, jumlah cabang produktif, jumlah buku produktif, jumlah polong bernas, jumlah polong total, persen polong isi, jumlah biji per polong, bobot 100 biji, bobot biji per tanaman, dan bobot biji per petak. Keragaan galur – galur putatif mutan yang diuji untuk semua karakter dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Rekapitulasi nilai tengah, simpangan baku, dan kisaran beberapa karakter agronomi galur kedelai putatif mutan

Karakter Nilai Tengah ±

Simpangan baku Kisaran Umur berbunga (HST) 26.8 ± 1.1 25.5 – 29.5 Umur panen (HST) 76.1 ± 2.6 75.0 – 85.0 Tinggi tanaman saat panen (cm) 28.1 ± 2.6 24.7 – 33.4 Jumlah cabang produktif 2.0 ± 0.4 1.3 – 2.6 Jumlah buku produktif 7.8 ± 0.7 6.5 – 8.8 Jumlah polong bernas 16.3 ± 4.1 10.1 – 24.7 Jumlah polong total 16.9 ± 4.3 10.4 – 25.8 Persentase polong isi (%) 96.68 ± 1.68 93.98 – 99.45 Jumlah biji per polong 2.3 ± 0.1 2.1 – 2.5 Bobot 100 biji (g) 13.99 ± 0.79 12.60 – 15.27 Bobot biji per tanaman (g) 4.91 ± 1.04 2.63 – 6.13 Bobot biji per petak (g)/2 m2 244.28 ± 66.84 144.77 – 377.82

 

 

Tabel 5. Rekapitulasi hasil analisis ragam keragaan karakter agronomi genotipe kedelai

Karakter KT Galur Fhit Pr>F KK (%) Umur berbunga (HST) 21.67 23.30** <.0001 3.46

Umur panen (HST) 50.30 4.08** 0.0038 4.56

Tinggi tanaman saat panen (cm) 21.51 0.70 0.7569 19.35 Jumlah cabang produktif 0.36 1.26 0.2780 33.55 Jumlah buku produktif 6.93 5.21** 0.0010 15.77 Jumlah polong bernas 45.35 1.42 0.2463 34.92 Jumlah polong total 764.84 28.55** <.0001 24.29 Persentase polong isi (%) 26.60 0.77 0.6975 6.12 Jumlah biji per polong 1.76 26.24** <.0001 10.43 Bobot 100 biji (g) 4.22 7.29** 0.0001 5.59 Bobot biji per tanaman (g) 3.14 1.51 0.2088 30.93 Bobot biji per petak (g)/2 m2 10221.29 1.75 0.1377 32.91 Ket : ** = berbeda sangat nyata pada taraf 1% pada uji F; HST = Hari Setelah Tanam.

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa genotipe berpengaruh sangat nyata terhadap karakter umur berbunga, umur panen, jumlah buku produktif, jumlah polong total, jumlah biji per polong dan bobot 100 biji. Genotipe tidak berpengaruh nyata pada karakter tinggi tanaman saat panen, jumlah cabang produktif, jumlah polong bernas, persen polong isi, bobot biji per tanaman, dan bobot biji per petak.

Umur Berbunga dan Umur Panen

Umur berbunga galur – galur yang diuji berkisar antara 25.5 – 29.5 HST dengan nilai rataan 26.8 HST, sedangkan varietas pembanding memiliki umur berbunga berkisar antara 32.0 – 39.0 HST dengan nilai rataan 35.5. Berdasarkan hasil uji lanjut t-Dunnett terlihat bahwa umur berbunga semua galur nyata lebih rendah dibandingkan varietas pembanding Tanggamus, kecuali galur M100-29A- 42-14 yang memiliki umur berbunga tidak berbeda nyata dari varietas Argomulyo (Tabel 6). Galur – galur yang memiliki umur berbunga lebih rendah menunjukkan bahwa galur tersebut berumur genjah. Galur – galur kedelai yang berbunga lebih cepat daripada pembanding tersebut rata - rata memiliki hasil yang lebih tinggi

 

untuk beberapa komponen hasil seperti bobot 100 biji, bobot biji per tanaman, dan bobot biji per petak.

Tabel 6. Keragaan karakter karakter umur berbunga, umur panen, dan periode pengisian polong genotipe kedelai di tanah masam

Galur Umur berbunga

(HST) Umur panen (HST) Periode Pengisian Polong (Hari) M100-29A-42-14 29.5-a 75.0-a 45.5 M100-33-6-11 27.0-a-b 85.0+b 58.0 M100-46-44-6 27.0-a-b 75.0-a 48.0 M100-47-52-13 27.0-a-b 76.5-a 49.5 M100-96-53-6 28.0-a-b 75.0-a 47.0 M150-7B-41-10 26.0-a-b 75.0-a 49.0 M150-29-44-10 25.5-a-b 78.0-a+b 52.5 M150-69-47-4 26.0-a-b 75.0-a 49.0 M150-92-46-4 25.5-a-b 75.0-a 49.5 M200-13-47-7 26.0-a-b 75.0-a 49.0 M200-37-71-4 28.0-a-b 75.0-a 47.0 M200-39-69-4 27.0-a-b 76.5-a 49.5 M200-58-59-3 27.0-a-b 75.0-a 48.0 M200-93-49-6 26.0-a-b 75.0-a 49.0 M200-93-49-13 27.0-a-b 75.0-a 48.0 Rata-rata 26.8 76.1 49.2 Tanggamus 39.0 94.0 55.0 Argomulyo 32.0 75.0 43.0 Rata-rata 35.5 84.5 49.0

Ket : Angka yang diikuti dengan huruf a atau b memiliki nilai berbeda nyata lebih rendah (-) dan lebih tinggi (+) dibandingkan dengan nilai varietas pembanding Tanggamus (a) dan Argomulyo (b) berdasarkan uji Dunnett pada taraf 5%

Menurut Adie dan Krisnawati (2007), apabila tanaman kedelai memiliki umur berbunga antara 25 – 30 hari maka tanaman tersebut tergolong tanaman berumur genjah, apabila tanaman kedelai memiliki umur berbunga antara 31 – 35 hari tanaman tersebut tergolong tanaman berumur medium, dan apabila tanaman kedelai memiliki umur berbunga antara 35 - 40 hari maka tanaman tersebut tergolong tanaman berumur dalam. Pada penelitian ini dapat dilihat bahwa galur - galur kedelai yang diuji memiliki umur berbunga yang lebih genjah dibandingkan

 

 

varietas pembandingnya. Menurut Arsyad et al. (2007) pengembangan varietas - varietas yang beradaptasi baik pada lahan kurang subur misalnya lahan masam, tipe tanaman ideal (plant-ideotype) yang berdaya hasil tinggi dan dianggap sesuai adalah tanaman yang memiliki umur berbunga 40 – 45 hari.

Panen kedelai dilakukan saat 80% tanaman pada setiap galur telah menunjukkan masak polong disertai dengan daun yang menguning dan gugur. Kegiatan pemanenan dilakukan tidak serempak karena kondisi galur yang berbeda. Panen dilakukan sebanyak delapan kali sesuai dengan kondisi lapang yaitu pada saat kondisi lapang tidak hujan. Umur panen galur kedelai berkisar antara 75.0 – 85.0 HST dengan rataan galur 76.1 hari, sedangkan umur panen varietas pembanding berkisar antara 75.0 – 94.0 HST dengan rataan 84.5 hari. Berdasarkan hasil uji lanjut t-Dunnett dengan varietas Tanggamus (Tabel 6), menunjukkan bahwa hampir semua galur nyata lebih rendah terhadap varietas pembanding kecuali galur M100-33-6-11. Hasil uji lanjut t-Dunnett dengan varietas Argomulyo (Tabel 6), dapat dilihat bahwa galur M100-33-6-11 dan M150-29-44-10 nyata lebih tinggi terhadap varietas pembanding. Varietas pembanding Tanggamus pada penelitian ini memiliki umur panen yang sangat dalam.

Menurut Adie dan Krisnawati (2007), apabila tanaman kedelai memiliki umur panen antara 70 - 79 hari maka tanaman tersebut tergolong tanaman berumur genjah, apabila tanaman kedelai memiliki umur panen antara 80 - 85 hari maka tanaman tersebut tergolong tanaman berumur medium, apabila tanaman kedelai memiliki umur panen antara 86 - 90 hari maka tanaman tersebut tergolong tanaman berumur dalam, dan apabila tanaman kedelai memiliki umur panen lebih dari 90 hari maka tanaman tersebut tergolong tanaman berumur sangat dalam. Menurut Arsyad et al. (2007) pengembangan varietas - varietas yang beradaptasi baik pada lahan kurang subur misalnya lahan masam, tipe tanaman ideal (plant- ideotype) yang berdaya hasil tinggi dan dianggap sesuai adalah tanaman yang memiliki umur masak 90 - 95 hari.

 

Jarak antara umur berbunga sampai umur panen merupakan periode pengisian polong tanaman kedelai. Apabila dibandingkan dengan varietas Argomulyo, galur – galur kedelai memiliki periode pengisian polong lebih lama. Rata – rata periode pengisian polong pada galur kedelai sebesar 49.24 HST, sedangkan pada varietas Argomulyo sebesar 43 HST. Akibatnya, komponen hasil seperti jumlah polong dan bobot biji pada galur – galur kedelai lebih besar dibandingkan varietas Argomulyo.

Tinggi Tanaman Saat Panen, Jumlah Cabang Produktif, Jumlah Buku Produktif, dan Jumlah Polong bernas

Galur - galur kedelai yang ditanam di tanah masam memiliki kisaran tinggi tanaman antara 24.8 cm – 33.4 cm dengan rataan 28.1 cm, sedangkan tinggi tanaman varietas pembanding berkisar antara 27.7 cm – 37.2 cm dengan rataan 32.5 cm. Hasil analisis ragam pada karakter ini menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh yang nyata pada semua galur maupun varietas pembanding. Menurut Pusat Perlindungan Varietas Tanaman (2007) menyatakan bahwa tanaman yang memiliki tinggi tanaman berkisar antara 15 cm – 50 cm termasuk dalam tanaman pendek. Semua galur memiliki tinggi yang tidak berbeda nyata terhadap varietas Argomulyo (Tabel 7). Adapun salah satu faktor yang menyebabkan pertumbuhan tinggi tanaman yang pendek adalah kondisi lahan yang masam atau lahan yang kekurangan hara dan nutrisi. Menurut Arsyad et al. (2007), pengembangan varietas-varietas yang beradaptasi baik pada lahan kurang subur misalnya lahan masam, tipe tanaman ideal (plant-ideotype) yang berdaya hasil tinggi dan dianggap sesuai adalah tanaman yang memiliki tinggi tanaman 80 – 100 cm. Sedangkan pada kondisi umum, varietas Argomulyo memiliki tinggi tanaman sebesar 40 cm (Sunihardi et al., 1999).

Karakter jumlah cabang produktif galur kedelai berkisar antara 1.3 – 2.6 dengan rataan 2.0, sedangkan pada varietas pembanding memiliki jumlah cabang produktif antara 0.9 – 1.8 dengan rataan 1.3. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa galur tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah cabang produktif. Kondisi ini kurang sesuai dengan pernyataan Arsyad et al. (2007) yang menyatakan bahwa

 

 

misalnya lahan masam, tipe tanaman ideal (plant-ideotype) yang berdaya hasil tinggi dan dianggap sesuai adalah tanaman yang memiliki percabangan yang banyak yaitu 5 – 6 cabang. Semakin rendahnya tinggi tanaman yang dimiliki oleh tanaman maka semakin besar pula kemungkinan bahwa cabang produktif yang diperoleh tanaman semakin sedikit. Sedangkan pada kondisi umum, varietas Argomulyo dan Tanggamus memiliki jumlah percabangan sebesar 3 – 4 (Sunihardi et al., 1999; Hermanto et al., 2002).

Tabel 7. Keragaan karakter tinggi tanaman saat panen, jumlah cabang produktif, jumlah buku produktif, jumlah polong bernas, dan jumlah polong total genotipe kedelai di tanah masam

Galur Tinggi tanaman (cm) Jumlah cabang produktif Jumlah buku produktif Jumlah polong bernas Jumlah polong total M100-29A-42-14 27.1 2.0 8.0 14.8 15.4 M100-33-6-11 33.4 2.7 8.5+b 24.7 25.8+b M100-46-44-6 28.1 1.6 7.5 15.4 15.7 M100-47-52-13 28.5 2.1 7.9 15.6 16.1 M100-96-53-6 29.3 2.1 8.5+b 18.6 19.3 M150-7B-41-10 26.1 1.3 6.5 10.1 10.4 M150-29-44-10 28.4 2.4 8.1 18.1 18.3 M150-69-47-4 33.0 2.5 8.8+b 23.1 24.0+b M150-92-46-4 26.4 2.1 7.9 14.9 15.5 M200-13-47-7 25.8 1.8 6.6 10.6 11.2 M200-37-71-4 25.2 1.5 7.3 11.9 12.2 M200-39-69-4 24.8 1.8 7.2 13.5 13.8 M200-58-59-3 26.8 1.9 8.2 17.7 17.8 M200-93-49-6 30.1 2.0 8.0 18.6 19.6 M200-93-49-13 28.5 2.0 8.2+a+b 17.4 18.3+a+b Rata-rata 28.1 2.0 7.8 16.3 16.9 Tanggamus 37.2 1.8 8.8 22.3 25.4 Argomulyo 27.7 1.0 5.4 7.0 7.0 Rata-rata 32.5 1.4 7.1 14.7 16.2 Ket : Angka yang diikuti dengan huruf a atau b memiliki nilai berbeda nyata lebih rendah (-) dan

lebih tinggi (+) dibandingkan dengan nilai varietas pembanding Tanggamus (a) dan Argomulyo (b) berdasarkan uji Dunnett pada taraf 5%

Jumlah buku produktif galur kedelai berkisar antara 6.5 – 8.8 dengan rataan 7.8, sedangkan jumlah buku produktif varietas pembanding berkisar antara

 

5.4 – 8.8 dengan rataan 7.1. Hasil analisis ragam pada karakter ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang sangat nyata pada semua galur maupun varietas. Berdasarkan hasil uji lanjut t-Dunnett yang dilakukan dapat dilihat bahwa galur M100-33-6-11, M100-96-53-6, M150-69-47-4, dan M200-93-49-13 memiliki jumlah buku produktif nyata lebih besar dibandingkan dengan varietas Argomulyo. Sedangkan galur M200-93-49-13 memiliki jumlah buku produktif nyata lebih besar dibandingkan dengan varietas Tanggamus

Jumlah polong bernas galur kedelai berkisar antara 10.1 – 24.7 dengan rataan 16.3, sedangkan jumlah polong bernas varietas pembanding berkisar antara 7.0 – 22.3 dengan rataan 14.7. Hasil analisis ragam pada karakter ini menunjukkan bahwa galur tidak berpengaruh nyata. Apabila dilihat dari nilai tengah, nilai tengah jumlah polong bernas yang dihasilkan oleh galur kedelai memiliki jumlah yang lebih besar dibandingkan dengan varietas Argomulyo.

Jumlah polong total galur kedelai berkisar antara 10.4 – 25.8 dengan rataan 16.9, sedangkan jumlah polong total varietas pembanding berkisar antara 7.0 – 25.4 dengan rataan 16.2. Hasil analisis ragam pada karakter ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang sangat nyata pada perlakuan. Apabila dibandingkan dengan varietas Argomulyo, dapat diperoleh hasil uji lanjut t-Dunnett pada karakter jumlah polong total menunjukkan bahwa galur M100-33- 6-11, M150-69-47-4, dan M200-93-49-13 nyata lebih besar dibandingkan dengan varietas Argomulyo. Sedangkan galur M200-93-49-13 nyata lebih besar dibandingkan dengan varietas Tanggamus.

Persentase Polong Isi, Jumlah Biji per Polong, Bobot 100 Biji, Bobot Biji per Tanaman, Bobot Biji per Petak

Persentase polong isi merupakan hasil dari jumlah polong yang menghasilkan biji dengan jumlah polong total dikalikan 100%. Persentase polong isi merupakan suatu karakter yang diharapkan memiliki nilai yang besar sehingga peluang untuk mencapai hasil biji yang didapatkan semakin besar besar pula. Persentase polong isi galur kedelai berkisar antara 93.98% – 99.45% dengan rataan 96.68%, sedangkan persentase polong isi varietas pembanding memiliki

 

 

nilai yang hampir sama yaitu berkisar antara 83.52% - 99.29% dengan rataan 91.41%. Persentase polong isi pada galur kedelai memiliki rataan lebih besar dibandingkan varietas pembanding walaupun berdasarkan hasil analisis ragam tidak ada pengaruh yang nyata terhadap perlakuan (Tabel 8).

Tabel 8. Keragaan karakter persentase polong isi, jumlah biji per polong, bobot 100 biji, bobot biji per tanaman, dan bobot biji per petak genotipe kedelai di tanah masam

Galur Polong isi (%) Jumlah biji per polong Bobot 100 biji (g) Bobot biji per tanaman (g) Bobot biji per petak (g) M100-29A-42-14 95.29 2.3 14.13+a 4.82 377.82 M100-33-6-11 96.00 2.1 13.48+a 6.13 327.17 M100-46-44-6 98.18 2.4 14.13+a 5.04 250.37 M100-47-52-13 96.52 2.3 13.94+a 4.77 284.34 M100-96-53-6 97.04 2.5 14.07+a 6.13 348.56 M150-7B-41-10 97.96 2.2 12.71+a 2.63 144.77 M150-29-44-10 99.22 2.2 14.11+a 5.50 217.99 M150-69-47-4 96.59 2.2 12.60+a 5.94 219.00 M150-92-46-4 95.50 2.4 14.03+a 4.94 224.95 M200-13-47-7 94.93 2.2 14.72+a+b 3.49 163.82 M200-37-71-4 96.95 2.2 14.99+a+b 3.80 226.07 M200-39-69-4 98.16 2.1 14.58+a+b 4.05 169.63 M200-58-59-3 99.45 2.3 14.23+a+b 5.30 222.29 M200-93-49-6 93.98 2.2 12.87+a 5.09 223.02 M200-93-49-13 94.49 2.4+a+b 15.27+a+b 6.08 264.33 Rata-rata 96.68 2.1 13.99 3.63 179.62 Tanggamus 83.52 1.9 9.10 3.64 170.47 Argomulyo 99.29 2.4 12.02 1.84 117.17 Rata-rata 91.41 2.1 10.56 2.74 143.82

Ket : Angka yang diikuti dengan huruf a atau b memiliki nilai berbeda nyata lebih rendah (-) dan lebih tinggi (+) dibandingkan dengan nilai varietas pembanding Tanggamus (a) dan Argomulyo (b) berdasarkan uji Dunnett pada taraf 5%

Jumlah biji per polong merupakan suatu karakter yang perlu diperhatikan karena setiap polong diharapkan menghasilkan biji yang lebih banyak. Karakter jumlah biji per polong galur kedelai berkisar antara 2.1 – 2.5 dengan rataan sebesar 2.3. Pada varietas pembanding, jumlah biji yang dihasilkan berbeda nyata terhadap galur kedelai. Jumlah biji varietas pembanding berkisar antara 1.9 – 2.4

 

dengan rataan sebesar 2.1. Berdasarkan hasil uji lanjut t-Dunnett, dapat dilihat bahwa galur M200-93-49-13 memiliki jumlah biji per polong nyata lebih besar dibandingkan dengan varietas Tanggamus dan Argomulyo (Tabel 8).

Bobot 100 biji merupakan suatu karakter kuantitatif yang dapat menggambarkan ukuran biji tersebut. Adie dan Krisnawati (2007) menyatakan bahwa pengelompokan ukuran biji kedelai berbeda antar negara, di Indonesia kedelai dikelompokkan berukuran besar (bobot > 14 g/100 biji), sedang (10 - 14 g/100 biji), dan kecil (< 10 g/100 biji). Bobot 100 biji galur kedelai pada penelitian ini berkisar antara 12.60 g – 15.27 g dengan rataan sebesar 13.99 g, sedangkan bobot 100 biji varietas pembanding Argomulyo dan Tanggamus berkisar antara 9.10 g – 12.02 g dengan rataan 10.56 g. Berdasarkan hasil uji lanjut t-Dunnett, bobot 100 biji semua galur kedelai nyata lebih tinggi dibandingkan varietas pembanding Tanggamus. Selain itu, galur M200-13-47-7, M200-37-71-4, M200-39-69-4, M200-58-59-3, dan M200-93-49-13 memiliki bobot 100 biji nyata lebih tinggi dibandingkan varietas Argomulyo. Galur kedelai putatif mutan memiliki ukuran biji sedang hingga besar, sedangkan varietas Tanggamus memiliki ukuran biji kecil.

Menurut Arsyad et al. (2007), pengembangan varietas - varietas yang beradaptasi baik pada lahan kurang subur misalnya lahan masam, tipe tanaman ideal (plant-ideotype) yang berdaya hasil tinggi dan dianggap sesuai adalah tanaman yang memiliki biji berukuran sedang yaitu 12 g/100 biji. Berdasarkan deskripsi varietas Tanggamus, varietas tersebut memiliki bobot 100 biji sebesar 11 g (Hermanto et al., 2002).

Bobot biji per tanaman galur kedelai berkisar antara 2.63 g – 6.13 g dengan rataan 4.91 g, sedangkan bobot biji per tanaman varietas pembanding berkisar antara 1.84 g – 3.64 g dengan rataan 2.74 g. Hasil analisis ragam pada karakter ini menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh yang nyata pada semua galur maupun varietas pembanding. Namun apabila dilihat dari nilai tengah, hampir semua galur kedelai memiliki nilai tengah yang lebih besar daripada nilai tengah varietas Argomulyo kecuali galur M150-7B-41-10 yang memiliki nilai bobot biji

 

 

per tanaman terendah yaitu 2.63 g dan galur M100-33-6-11 serta M100-96-53-6 merupakan galur yang memiliki bobot biji per tanaman tertinggi.

Gambar 3. Keragaan biji genotipe - genotipe kedelai hasil pertanaman di tanah masam

Bobot biji per petak galur kedelai berkisar antara 144.77 g – 377.82 g dengan rataan 244.28 g, sedangkan bobot biji per petak varietas pembanding berkisar antara 117.17 g – 170.47 g dengan rataan 143.82 g. Hasil analisis ragam pada karakter ini menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh yang nyata pada semua galur maupun varietas pembanding. Namun apabila dilihat dari nilai tengah, galur - galur kedelai memiliki nilai tengah bobot biji per petak yang lebih besar daripada nilai tengah varietas Argomulyo sebagai varietas asal galur - galur tersebut ataupun Tanggamus sebagai pembanding toleran lahan masam. Galur M100-29A-42-14 merupakan galur yang memiliki bobot biji per petak tertinggi.

 

Keragaman Genetik Galur Kedelai M7

Pendugaan ragam pada galur kedelai adaptif tanah masam ini dilakukan untuk setiap karakter yang diamati. Komponen ragam terdiri dari ragam lingkungan atau galat, ragam fenotipik dan ragam genetik. Nilai ragam lingkungan tertinggi terdapat pada karakter bobot biji per petak sedangkan yang terendah terdapat pada karakter jumlah biji per polong. Nilai ragam genetik tertinggi terdapat pada karakter bobot biji per petak dan terendah pada karakter tinggi tanaman saat panen. Ragam genetik untuk karakter tinggi tanaman saat panen, jumlah cabang produktif dan persentase polong isi bernilai negatif. Angka negatif pada ragam genetik disebabkan nilai kuadrat tengah galur lebih rendah daripada nilai kuadrat tengah galat. Hal ini menunjukkan bahwa penampilan fenotipe tanaman lebih disebabkan faktor lingkungan (Tabel 9).

Tabel 9. Nilai komponen ragam, heritabilitas, dan koefisien keragaman genetik (KKG) galur kedelai di tanah masam

Karakter ve vp vg h2bs KKG

Umur berbunga (HST) 0.93 11.30 10.37 91.77 11.56 Umur panen (HST) 12.33 31.32 18.99 60.63 5.66 Tinggi tanaman (cm) 30.67 26.09 -4.58 0.00 0.00 Jumlah cabang produktif 0.41 0.39 -0.03 0.00 0.00 Jumlah buku produktif 1.33 4.13 2.80 67.80 22.89 Jumlah polong bernas 31.98 38.67 6.69 17.29 15.97 Jumlah polong total 26.79 395.82 369.03 93.23 90.19 Persentase polong isi (%) 34.6 30.60 -4.00 0.00 0.00 Jumlah biji per polong 0.06 0.91 0.85 93.41 37.18 Bobot 100 biji (g) 0.58 2.40 1.82 75.83 9.93 Bobot biji per tanaman (g) 2.07 2.61 0.54 20.54 15.70 Bobot biji per petak (g) 5853.37 8037.34 2183.97 27.17 20.10 Keterangan : ve = ragam lingkungan, vp = ragam fenotipik, vg = ragam genotipik, h2 = nilai

heritabilitas, KKG = Koefisien Keragaman Genetik (%), Ragam genotipik negatif dianggap nol pada perhitungan selanjutnya

Stansfield (1983) menyatakan bahwa nilai heritabilitas digolongkan menjadi tiga kriteria yaitu nilai heritabilitaas tinggi (h2 > 50), heritabilitas sedang (20 < h2 < 50), dan heritabilitas rendah (h2 < 20). Tabel 9 menunjukkan bahwa karakter yang termasuk ke dalam heritabilitas rendah adalah tinggi tanaman saat

 

 

panen, jumlah cabang produktif, jumlah polong bernas dan persentase polong isi. Karakter yang termasuk ke dalam heritabilitas sedang adalah bobot biji per tanaman dan bobot biji per petak, sedangkan karakter yang termasuk ke dalam

Dokumen terkait