Kondisi Umum
Tanah pada lokasi yang digunakan untuk penelitian berjenis latosol. Penelitian dilaksanakan pada akhir musim hujan dengan data cuaca selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 2. Rataan curah hujan, jumlah hari hujan, dan suhu selama penanaman yaitu berturut-turut 458.92 mm, 21.2 hari hujan, dan 25.88 °C. Suhu rata-rata selama penelitian berkisar antara 25.1 – 26.7 °C/bulan. Adisarwanto et al. (1993) menyatakan bahwa suhu optimal untuk pertumbuhan kacang tanah yaitu berkisar antara 27 – 30 °C. Oleh karena itu, suhu lingkungan penelitian kurang optimal untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan tanaman kacang tanah. Sumarno dan Punarto (1993) menambahkan bahwa suhu berpengaruh terhadap semua aspek pertumbuhan kacang tanah terutama berkaitan dengan laju fotosintesis. Dengan suhu yang tidak optimal laju fotosintesis hanya dapat mencapai 75 %.
Tabel 2. Data Cuaca Daerah Dramaga Bogor
Bulan Curah hujan (mm) Jumlah hari
hujan Suhu (°C) Maret 672.6 26 25.1 April 527.0 21 25.8 Mei 330.9 18 26.7 Juni 303.4 18 25.9 Jumlah 2294.6 106 129.4 Rataan 458.9 21.2 25.9
Sumber : Badan Meteorologi dan Geofisika, Stasiun Klimatologi Darmaga Bogor
Hama yang menyerang selama fase perkecambahan yaitu hama semut yang memakan benih. Selain itu terdapat juga patogen berupa cendawan dari jenis
Aspergillus niger dengan tanda penyakit berupa hifa berwarna hitam yang menyelimuti benih, Aspergillus flavus dengan tanda penyakit berupa hifa berwarna hijau, dan Curvularia brachyspora dengan tanda penyakit berupa miselia yang berwarna putih keabuan.
Pertumbuhan tanaman dari mulai fase perkecambahan sampai 4 MST belum menunjukkan adanya gejala serangan penyakit bercak daun yang disebabkan Cercosporidium personatum dan Cercospora arachidicola. Setelah
memasuki umur 5 MST, gejala serangan mulai tampak pada daun yang paling bawah yang ditandai bercak coklat kehitaman kecil. Semakin lama, gejala serangan semakin berat yang ditandai dengan rotoknya daun mulai dari daun terbawah. Kondisi ini terjadi karena kelembaban lingkungan pada daun terbawah lebih tinggi dibandingkan dengan daun yang lebih atasnya. Semangun (1991) menyatakan bahwa penyebaran penyakit bercak daun sangat dipengaruhi oleh kelembaban udara dan dalam kodisi yang lembab, penyakit dapat berkembang biak pada umur 40–45 hari.
Gambar 1. Fenotipe Tanaman Peka Dan Tahan Terhadap Serangan Penyakit Bercak Daun : A. varietas Gajah (peka), B. varietas Zebra Putih (toleran), C. galur GWS134D (tahan), D. galur GWS39D (tahan) Berdasarkan pengamatan secara visual di lapangan, intensitas serangan yang paling berat diperlihatkan oleh varietas Gajah sebagai kontrol yang peka terhadap penyakit bercak daun (Gambar 1). Hal ini terlihat dari rendahnya proporsi bagian tanaman yang masih tampak hijau jika dibandingkan dengan genotipe lainnya. Serangan terhadap varietas Jerapah, Zebra Putih, dan Sima sebagai kontrol yang toleran tidak terlalu berat dibandingkan varietas Gajah.
A B
17 Begitu juga dengan sebagian besar galur-galur yang diuji memiliki proporsi bagian tanaman yang masih tampak hijau cenderung lebih tinggi dari varietas Gajah.
Penyakit lainnya yang menyerang selama pertumbuhan tanaman yaitu layu bakteri (Pseudomonas solanacearum), karat (Puccinia arachidis), sapu setan (Mikoplasma), belang kacang tanah oleh virus (Groundnut Mottle Virus) dan penyakit bilur oleh virus (Peanut Stripe Virus/PStV).
Hama yang menyerang secara umum yaitu rayap, belalang (Oxya spp.), ulat grayak (Spodoptera lituraFabricus), ulat penggulung daun (Omiodes indicate
Fabricus). Rayap menyerang pangkal batang sehingga mengakibatkan tanaman layu kemudian mati. Ulat penggulung daun merupakan hama dengan serangan paling berat pada lahan penelitian. Hama ini menyerang pucuk tanaman pada 8 -10 MST sehingga pucuk daun menggulung. Serangan hama lainnya memiliki intensitas yang rendah dan tidak membahayakan.
Gulma yang tumbuh di sekitar pertanaman kacang tanah yaitu Mimosa pudica, Mimosa pigra, Boreria alata, Croton hirtus. Pengendalian gulma dilakukan secara manual tiap minggu sampai 4 MST, setelah itu tidak dilakukan pengendalian karena tajuk kacang tanah sudah mulai menutup permukaan tanah sehingga menekan pertumbuhan gulma. Selain itu, pengendalian gulma pada fase berbunga dan pengisian polong dapat mengganggu keberhasilan terbentuknya bunga dan polong.
Keragaan Karakter Genotipe-Genotipe yang Diuji
Galur-galur yang diuji memperlihatkan perbedaan keragaan pada beberapa karakter daya hasil dan ketahanan terhadap penyakit bercak daun. Hasil sidik ragam dari 20 genotipe yang diamati menunjukan adanya pengaruh nyata pada taraf 1 % untuk karakter tinggi tanaman, jumlah cabang, kadar klorofil, jumlah polong cipo, bobot polong cipo, dan bobot 100 butir, sedangkan karakter lainnya tidak menunjukan perbedaan nyata. Selain itu rataan dan kisaran dari masing-masing karakter juga disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Rekapitulasi Uji F, Nilai Tengah, Nilai Maksimum dan Nilai Minimum Beberapa Karakter Genotipe Kacang Tanah yang Diuji
Keterangan : tn : tidak nyata, ** : berpengaruh nyata pada taraf 1 %
Karakter Vegetatif dan Ketahanan Terhadap Penyakit Bercak Daun Tinggi tanaman memiliki rataan sebesar 52.5 cm dengan kisaran 38.5 cm (GWS138A) - 79.1 cm (Sima). Varietas Sima memiliki tinggi tanaman tertinggi diantara varietas pembanding lainnya sehingga digunakan sebagai pembanding untuk karakter tinggi tanaman. Berdasarkan uji t-Dunnett (Tabel 4) semua galur yang diuji memiliki tinggi tanaman yang nyata lebih rendah dari varietas
Karakter F hitung Rataan Nilai maksimum (genotipe) Nilai minimum (genotipe) Tinggi tanaman (cm) 5.78** 52.5 79.1 (Sima) 38.5 (GWS138A) Jumlah cabang 5.98** 5.4 7.1 (GWS79A) 4.7 (GWS39D) Panjang batang berdaun hijau (%) 1.71tn 5.9 8.4 (GWS74A1) 2.3 (Gajah) Kadar klorofil daun
(µmol/cm²)
2.70** 0.057 0.068
(GWS27C)
0.051 (GWS110A2) Jumlah polong total
(polong/tanaman)
1.09tn 9.7 12.3
(GWS134D)
7.3 (GWS134A) Jumlah polong cipo
(polong/tanaman)
2.67** 0.3 0.8
(GWS79A)
0.2 (GWS73D) Jumlah polong bernas
(polong/tanaman)
1.17tn 9.4 11.8
(GWS134D)
6.6 (GWS134A) Bobot polong total
(gram/tanaman)
0.95tn 10.6 13.3
(GWS134D)
7.3 (GWS134A) Bobot polong cipo
(gram/tanaman)
2.83** 0.1 0.26
(GWS134A)
0.02 (GWS110D) Bobot polong bernas
(gram/tanaman) 0.97tn 10.5 13.20 (GWS73D) 7.0 (GWS134A) Bobot biji (gram/tanaman) 1.09tn 7.2 9.8 (GWS134A1) 4.6 (GWS134A) Bobot 100 butir (gram) 20.50** 47.2 53.6 (GWS138A) 41.6 (GWS110D) Bobot brangkasan (gram/tanaman) 2.15tn 14.9 19.6 (GWS74A1) 10.8 (Gajah)
Indeks panen kering 1.11tn 0.8 1.1
(Gajah)
0.5 (GWS74A1)
19 pembanding Sima. Selain itu, galur-galur yang diuji dibandingkan juga dengan varietas Gajah dan hasilnya tidak berbeda nyata untuk karakter tinggi tanaman.
Berdasarkan pengamatan di lapangan, habitus tanaman yang tinggi lebih mudah rebah dibandingkan dengan habitus tanaman yang lebih pendek, sehingga menimbulkan kelembaban yang tinggi di sekitar tajuk. Tanaman yang rebah juga menyulitkan dan memperlama saat pemanenan, karena cabang tanaman saling melilit.
Tabel 4. Rataan Karakter Tinggi Tanaman, Jumlah Cabang, Panjang Batang Berdaun Hijau, Bobot Brangkasan dan Kadar Klorofil Daun
Galur Tinggi tanaman (cm) Jumlah cabang Panjang batang berdaun hijau (%) Bobot brangkasan (g) Kadar klorofil daun (µ mol/cm²) GWS18A1 56.4 h 5.1 5.6 12.7 0.053 GWS27C 56.7 h 5.4 5.6 15.1 0.068a GWS39B 43.3 h 6.0 6.5 15.6 0.061 GWS39D 49.8 h 4.7 4.3 11.8 0.062 GWS72A 51.9 h 5.2 4.3 13.1 0.055 GWS73D 52.7 h 5.4 6.4 18.7 0.055 GWS74A1 61.0 h 5.2 8.4 19.6 0.053 GWS74D 56.2 h 5.0 7.1 17.9 0.056 GWS79A 53.8 h 7.1a 6.1 18.0 0.052 GWS110A1 50.9 h 4.8 7.3 14.7 0.054 GWS110A2 46.4 h 5.5 6.7 12.6 0.051 GWS110D 54.4 h 5.2 4.7 12.6 0.054 GWS134A 48.1 h 5.0 6.9 12.3 0.062 GWS134A1 49.7 h 5.8 5.5 13.3 0.055 GWS134D 61.0 h 6.8a 4.9 17.4 0.058 GWS138A 38.5 h 4.8 5.5 13.1 0.056 Gajah 45.8 5.1 2.3 10.8 0.057 Jerapah 53.7 5.1 5.6 14.3 0.055 Zebra Putih 39.9 5.0 7.4 16.9 0.060 Sima 79.1 5.1 6.2 17.7 0.059
Keterangan: Indeks huruf pada kolom yang sama diolah lanjut dari hasil uji t-Dunnett taraf 5%, menunjukkan bahwa :
a : nyata > Gajah e : nyata < Gajah b : nyata > Jerapah f : nyata < Jerapah c : nyata > Zebra Putih g : nyata < Zebra Putih d : nyata > Sima h : nyata < Sima
Semua genotipe yang diuji merupakan tanaman kacang tanah tipe tegak. Trustinah (1993) menyatakan bahwa tanaman kacang tanah tipe tegak memiliki
buku produktif pada batang utama, cabang primer, dan cabang sekunder, tumbuhnya tegak, cabang sedikit (3-8 cabang). Jumlah cabang yang banyak akan menghasilkan bunga yang banyak juga, tetapi hal ini akan ditentukan oleh jumlah cabang yang produktif dan keberhasilan bunga yang membentuk polong.
Jumlah cabang memiliki rataan sebesar 5.4 cabang dengan kisaran 4.7 (GWS39D) – 7.1 (GWS79A) cabang. Varietas Gajah memiliki jumlah cabang terbanyak diantara pembanding lainnya sebesar 5.1 cabang sehingga digunakan sebagai pembanding. Hasil uji t-Dunnett menunjukkan galur GWS79A dan GWS134D yang nyata lebih banyak jumlah cabangnya dari varietas Gajah yaitu sebesar 7.1 dan 6.8 cabang.
Daun tanaman yang terkena penyakit bercak daun akan timbul bercak kuning kecokelatan dan jika semakin parah, daun akan kehilangan fungsinya sebagai penghasil fotosintat. Serangan dimulai dari daun terbawah lalu menyebar ke atas, sehingga yang tersisa biasanya daun-daun sebelah atas. Kusumo (1996) menyatakan bahwa persentase panjang batang berdaun hijau berkorelasi dengan ketahanan terhadap penyakit bercak daun. Semakin tinggi persentasenya maka tingkat ketahanannya semakin tinggi.
Karakter panjang batang berdaun hijau memiliki rataan 5.9 % dengan kisaran 2.3 % (Gajah) – 8.4 % (GWS74A1). Hasil uji t-Dunnett untuk karakter panjang batang berdaun hijau tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata dari semua galur yang diuji. Hanya galur GWS74A1 yang cenderung memiliki panjang batang berdaun hijau lebih tinggi dibandingkan pembandingnya. Hasil ini sama dengan penelitian Oktafiani (2009) bahwa persentase panjang batang berdaun hijau tidak memiliki perbedaan yang nyata. Meskipun tidak berbeda nyata, varietas Gajah sebagai pembanding yang peka terbukti memiliki persentase panjang batang berdaun hijau teredah. Hal ini menunjukkan galur-galur yang diuji memang lebih tahan terhadap serangan penyakit bercak daun.
Bobot brangkasan menandakan efisiensi hasil fotosintat yang disimpan di dalam jaringan tanaman. Hasil uji lanjut tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata antara galur yang diuji dengan varietas pembandingnya. Bobot brangkasan memiliki kisaran 10.8 (Gajah) - 19.6 (GWS74A1) gram dengan rataan 14.9 gram. Varietas Gajah sebagai pembanding yang peka memiliki bobot yang brangkasan
21 yang paling rendah, hal ini juga sejalan dengan rendahnya persentase panjang batang berdaun hijau. Rendahnya bobot brangkasan varietas Gajah disebabkan sebagian besar daun rontok karena terserang penyakit bercak daun.
Kloroplas merupakan organel dalam sel tanaman yang berperan dalam proses fotosintesis. Di dalam kloroplas terdapat klorofil yang berfungsi sebagai penangkap energi matahari untuk dijadikan sumber energi dalam proses fotosintesis selanjutnya. Semakin tinggi kadar klorofil dalam daun maka secara fenotipe, warna daun akan semakin hijau. Sumarno dan Slamet (1993) menyatakan kadar klorofil daun pada 10 MST berada pada akhir tahap pemacuan pertumbuhan yang ditandai oleh tidak terjadinya penambahan bobot tajuk tanaman. Oleh karena itu, analisis klorofil daun dilakukan antara 8 – 10 MST. Kadar klorofil dapat digunakan untuk menduga ketahanan kacang tanah terhadap penyakit bercak daun. Yudiwantiet.al(2006) menyatakan bahwa galur-galur yang memilki tingkat ketahanan lebih baik ditandai dengan kandungan klorofilnya yang lebih tinggi.
Karakter kadar klorofil daun memiliki rataan sebesar 0.057 µ mol/cm² dengan kisaran 0.051 (GWS110A2) – 0.068 (GWS27C) µ mol/cm². Varietas Zebra Putih digunakan sebagai pembanding karena memiliki kadar klorofil tertinggi diantara pembanding lainnya. Hasil uji t-Dunnett menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata dari pembanding varietas Zebra Putih, sedangkan galur GWS27C nyata lebih tinggi dari varietas Gajah. Hasil yang hampir sama ditunjukkan dalam penelitian Prasetiyo (2008) yang mengevaluasi galur-galur kacang tanah generasi sebelumnya bahwa tidak terdapat perbedaan kadar klorofil daun antara galur yang diuji dengan varietas pembanding Gajah.
Hasil dan Komponen Hasil
Karakter jumlah polong total memiliki rataan sebesar 9.7 polong dengan kisaran 7.3 (GWS134A) - 12.3 (GWS134D) polong. Galur-galur yang diuji sebagian besar memiliki jumlah polong total yang lebih tinggi dari varietas pembanding meskipun tidak berbeda nyata (Tabel 3). Trustinah (1993) mengemukakan bahwa jumlah polong dipengaruhi oleh keberhasilan pembungaan dan pertumbuhan ginofor. Dari seluruh bunga yang dihasilkan hanya sekitar 55 %
yang menjadi ginofor dan ginofor yang dihasilkan setelah pembungaan maksimum sampai akhir pembungaan tidak mempengaruhi hasil.
Pembentukan biji dimulai setelah polong mencapai ukuran maksimum, yaitu antara hari ke-52 hingga hari ke-57 setelah tanam, atau tiga minggu setelah ginofor menembus tanah (Trustinah, 1993). Biji yang terisi penuh akan menghasilkan polong bernas, sedangkan yang tidak terisi akan menjadi polong cipo.
Hasil uji t-Dunnett pada jumlah polong bernas memperlihatkan bahwa tidak terdapat genotipe yang berbeda nyata dari semua varitas pembandingnya. Jumlah polong bernas memiliki rataan sebesar 9.4 polong dengan kisaran 6.6 (GWS134A) - 11.8 (GWS134D ) polong bernas (Tabel 5).
Tabel 5. Rataan Nilai Tengah Karakter Jumlah Polong Total, Jumlah Polong Bernas, Bobot Polong Total, dan Bobot Polong Bernas
Galur Jumlah polong
total Jumlah polong bernas Bobot polong total (gram) Bobot polong bernas (gram) GWS18A1 10.2 9.9 9.8 9.7 GWS27C 9.0 8.3 9.2 9.0 GWS39B 11.3 11.2 12.1 12.0 GWS39D 12.0 11.8 11.8 11.8 GWS72A 8.6 8.3 10.4 10.4 GWS73D 10.5 10.3 13.3 13.2 GWS74A1 8.7 8.3 8.6 8.5 GWS74D 8.0 7.8 8.9 8.9 GWS79A 11.7 10.9 12.0 11.8 GWS110A1 8.8 8.6 8.7 8.6 GWS110A2 11.7 11.4 11.0 10.9 GWS110D 10.2 10.1 10.0 10.0 GWS134A 7.3 6.6 7.3 7.0 GWS134A1 10.9 10.6 13.1 13.1 GWS134D 12.3 11.8 13.3 13.2 GWS138A 7.7 7.5 9.3 9.2 Gajah 10.0 9.5 10.4 10.2 Jerapah 7.9 7.6 9.8 9.7 Zebra Putih 9.9 9.4 12.6 12.4 Sima 8.1 7.8 10.9 10.8
Bobot polong total dari galur-galur yang dievaluasi tidak menunjukkan hasil yang berbeda nyata dengan varietas pembanding akan tetapi sebagian besar memiliki nilai yang lebih tinggi dari varietas pembanding. Bobot polong total
23 memiliki rataan sebesar 10.6 gram dengan kisaran 7.3 (GWS134A) - 13.3 (GWS134D) gram. Bobot polong sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan saat fase pengisian polong. Kasnoet al. (1987), mengemukakan karakter bobot polong memilki keragaman yang disebabkan oleh faktor-faktor bukan genetik.
Bobot polong bernas berkaitan dengan bobot polong total. Semakin tinggi bobot polong total maka peluang bobot polong bernas yang tinggi semakin besar. Bobot polong bernas memilki rataan sebesar 10.5 gram dengan kisaran 7.0 (GWS134A) – 13.20 (GWS73D) gram. Hasil uji t Dunnett menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata dengan varietas pembanding. Dengan hasil bobot polong yang tidak berbeda nyata maka galur-galur generasi lanjut yang diuji sebenarnya sudah dapat mengimbangi potensi hasil dari varietas-varitas unggul nasional.
Bobot biji per tanaman pada galur-galur yang diuji berkisar antara 4.6 (GWS134A) –9.8 (GWS134A1) gram dengan nilai nilai tengah 7.2 gram (Tabel 3). Diantara tiga varietas pembanding tahan, varietas Zebra Putih memiliki bobot biji per tanaman paling tinggi sehingga dijadikan varietas pembanding tahan untuk karakter bobot biji per tanaman. Berdasarkan uji Dunnet, tidak ada galur yang berbeda nyata dengan varietas pembandingnya. Bobot biji yang dihasilkan tergolong rendah jika dilihat dari potensinya. Rendahnya bobot biji ini diduga dipengaruhi oleh curah hujan yang tinggi selama akhir penelitian. Sumarno dan Slamet (1993) menyampaikan bahwa rendahnya produktivitas kacang tanah pada musim hujan di Indonesia karena pengaruh penghambatan radiasi yang cukup tinggi, sehingga proses fotosintesis terhambat dan berakibat pada hasil biji yang rendah.
Bobot biji/ha mencerminkan potensi hasil dari masing-masing genotipe. Nilai tengah tiap genotipe berkisar antara 0.78 ton/ha - 1.67 ton/ha, sedangkan untuk varietas pembanding berkisar antara 1.05 ton/ha - 1.50 ton/ha. Genotipe yang cenderung memiliki bobot biji lebih besar dari pembanding yaitu GWS134A, GWS134A1, GWS134D, dan GWS73D dengan nilai berikut 1.78, 1.67, 1.58, dan 1.55 ton/ha.
Bobot 100 biji merupakan salah satu karakter yang mempengaruhi daya hasil. Bobot 100 biji memiliki nilai tengah 47.2 gram dengan kisaran terendah 41.6 (GWS110D) dan tertinggi 53.6 gram (GWS138A). Varietas Jerapah
memiliki bobot tertinggi diantara pembanding lainnya sehingga dijadikan sebagai varietas pembanding. Hasil uji t-Dunnett memperlihatkan perbedaan nyata dari galur-galur yang diuji. Bobot 100 biji galur GWS18A1, GWS27C, GWS39B, GWS39D, GWS110A1, GWS110A2, GWS110D, GWS134A, dan GWS134D nyata lebih rendah dari varietas Jerapah, sedangkan galur GWS72A, GWS73D, GWS74A1, GWS74D, GWS79A, GWS134A1, dan GWS138A.
Tabel 6. Rataan Nilai Tengah Karakter Bobot Biji per Tanaman, Hasil Konversi Bobot Biji/ha, Bobot 100 Biji, dan Indeks Panen Kering Galur
Bobot biji per tanaman (gram) Hasil konversi bobot biji/ha (ton/ha) Bobot 100 biji (gram) Indeks panen kering GWS18A1 7.0 1,19 42.9f 0.89 GWS27C 6.2 1,05 46.4f 0.64 GWS39B 8.3 1,41 45.4f 0.84 GWS39D 8.5 1,45 42.8f 1.08 GWS72A 7.1 1,21 51.5a 0.83 GWS73D 9.1 1,55 53.5a 0.80 GWS74A1 5.4 0,92 49.5a 0.46 GWS74D 5.9 1,00 50.3a 0.55 GWS79A 8.1 1,38 50.3a 0.71 GWS110A1 5.9 1,00 44.4f 0.63 GWS110A2 8.1 1,38 44.7f 0.99 GWS110D 6.9 1,17 41.6f 0.88 GWS134A 4.6 0,78 44.4f 0.57 GWS134A1 9.8 1,67 52.2a 1.08 GWS134D 9.3 1,58 46.8f 0.86 GWS138A 5.9 1,00 53.6a 0.86 Gajah 7.1 1,21 43.9 1.13 Jerapah 6.2 1,05 52.4 0.70 Zebra Putih 8.8 1,50 41.7 0.77 Sima 7.2 1,22 45.9 0.64
Keterangan: Indeks huruf pada kolom yang sama diolah lanjut dari hasil uji t-Dunnett taraf 5%, menunjukan bahwa :
a : nyata > Gajah e : nyata < Gajah b : nyata > Jerapah f : nyata < Jerapah c : nyata > Zebra Putih g : nyata < Zebra Putih d : nyata > Sima h : nyata < Sima
Indeks panen merupakan pembagian hasil panen ekonomis kacang tanah yaitu bobot polong terhadap brangkasannya. Indeks panen tertinggi dimiliki oleh varietas Gajah (1.13) dan terendah galur GWS74A1 (0.46), sedangkan rataannya sebesar 0.8. Varietas Gajah meskipun memiliki bobot berangkasan dan persentase
25 panjang batang berdaun hijau terendah tetapi memiliki nilai indeks panen tertinggi. Karakter ini merupakan salah satu kelebihan dari varietas Gajah disamping rasa dan penampilan bijinya yang menarik.
Pendugaan Parameter Genetik
Berhasilnya suatu program pemuliaan tanaman sangat ditentukan oleh adanya ragam genetik yang diturunkan dari suatu populasi, karena tanpa adanya ragam genetik tidak akan terjadi perbaikan karakter tanaman (Poehlman, 1983). Parameter genetik yang dianalisis meliputi ragam genotipe, fenotipe, koefisien keragaman genetik (KKG), dan heritabilitas arti luas (h²bs) (Tabel 7).
Tabel 7. Heritabilitas Beberapa Karakter Kuantitatif Kacang Tanah
Peubah s²G s²P h²bs (%) KKG (%)
Tinggi tanaman (cm) 63.66 76.98 82.70 15.20
Jumlah cabang 0.33 0.40 83.27 10.64
Persentase batang utama bebas bercak daun (%)
0.78 1.87 41.52 14.94
Kadar klorofil (µmol/cm²) <0.01 <0.01 63.03 5.84
Jumlah polong total 0.22 2.53 8.56 4.79
Jumlah polong cipo 0.02 0.04 62.56 50.71
Jumlah polong bernas 0.37 2.54 14.60 6.48
Bobot polong total (gram) 0* 3.05 0 0
Bobot polong cipo (gram) <0.01 <0.01 64.63 53.17
Bobot polong bernas (gram) 0* 3.08 0 0
Bobot biji (gram) 0.17 2.07 8.08 5.68
Bobot 100 butir (gram) 15.72 16.53 95.11 8.40
Bobot brangkasan (gram) 3.68 6.87 53.51 12.87
Indeks panen kering <0.01 0.04 9.00 7.31
Keterangan : s² P : ragam fenotipe, s² G : ragam genotipe, h² bs : heritabilitas arti luas, KKG : koefisien keragaman genetic, *diperoleh dengan menolkan ragam genetik yang bernilai negatif
Nilai heritabilitas diperlukan untuk mendapatkan informasi tentang pengaruh dari masing-masing genotipe yang diuji yang menggambarkan apakah keragaman fenotipe disebabkan oleh lingkungan atau genetik tanaman itu sendiri. Heritabilitas menyatakan proporsi ragam genetik terhadap ragam fenotipe yang nilainya berkisar antara 0 – 1 (Allard, 1960). Nilai heritabilitas digolongkan menjadi nilai heritabilitas tinggi (h²>0.5), heritabilitas sedang (0.2<h²<0.5), dan heritabilitas rendah (h²<0.2). Heritabilitas suatu karakter yang tinggi menandakan
bahwa ekspresi genetik karakter tersebut relatif kurang dipengaruhi lingkungan, sedangkan nilai heritabilitas yang rendah menandakan keragaman fenotipe dipengaruhi lingkungan (Rachmadiet al., 1996).
Karakter-karakter yang diamati memiliki nilai heritabilitas tinggi, sedang, dan rendah. Karakter yang tergolong memiliki nilai heritabilitas tinggi yaitu tinggi tanaman, jumlah cabang, kadar klorofil, jumlah polong cipo, bobot polong cipo, bobot 100 biji dan bobot brangkasan. Hal ini menggambarkan bahwa keragaman untuk karakter-karakter tersebut lebih disebabkan oleh keragaman genetik tanaman. Hanya persentase batang yang masih hijau dengan nilai 0.42 yang tergolong heritabilitas sedang.
Karakter yang tergolong memiliki nilai heritabilitas rendah yaitu jumlah polong total, jumlah polong bernas, bobot biji, dan indeks panen kering. Keadaan ini menunjukkan bahwa keragaman karakter-karakter tersebut lebih disebabkan oleh lingkungan tumbuh dimana tanaman itu dibudidayakan. Sebagian besar karakter yang memiliki nilai heritabilitas rendah yaitu karakter daya hasil. Karakter daya hasil merupakan karakter yang dipengaruhi oleh beberapa gen. Masing-masing memberikan pengaruh yang lebih kecil terhadap penampakan fenotipe dibandingkan pengaruh lingkungan, sehingga dapat dilihat pada Tabel 7 bahwa nilai heritabilitas yang diperoleh tergolong rendah.
Nilai heritabilitas yang tinggi menunjukkan bahwa seleksi terhadap karakter tersebut dapat dilakukan pada generasi awal, sedangkan nilai heritabilitas yang rendah menunjukkan besarnya pengaruh lingkungan terhadap penampilan fenotipe sehingga seleksi akan lebih efektif jika dilakukan terhadap generasi lanjut. Bahan genetik yang digunakan dalam penelitian ini merupakan galur-galur generasi lanjut dimana sebagian besar gen yang diharapkan telah terfiksasi dan hampir seragam (Poespodarsono, 1988).
Koefisien keragaman genetik menunjukkan besaran ragam genetik dalam populasi. Nilai KKG dapat digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu sempit (0-10 %), sedang (10-20 %), dan luas (> 20 %). Karakter dengan nilai KKG luas yaitu kadar klorofil, jumlah polong cipo, dan bobot polong cipo, sedangkan karakter dengan nilai KKG sedang yaitu tinggi tanaman, jumlah cabang, persentase batang masih hijau, dan bobot brangkasan. Ruchjaniningsih et al. (2000), menyatakan
27 nilai KKG yang luas memberikan peluang seleksi untuk karakter tersebut akan berlangsung efektif.
Karakter jumlah polong total, jumlah polong bernas, bobot polong total, bobot polong bernas, bobot biji, bobot 100 biji, dan indeks panen kering memiliki nilai KKG rendah. Nilai KKG yang rendah menyatakan bahwa terdapat pengaruh lingkungan yang lebih dominan dibandingkan pengaruh genetik.
Korelasi dan Sidik Lintas
Korelasi antar karakter diperlukan untuk mengetahui pengaruh karakter yang satu dengan yang lainnya. Korelasi merupakan tingkat keeratan karakter yang digambarkan dari nilai koefisien korelasinya. Korelasi antar karakter disajikan dalam Tabel 8. Bobot biji per tanaman sebagai karakter hasil utama, berkorelasi nyata dan positif terhadap karakter jumlah cabang, jumlah polong total, jumlah polong bernas, bobot polong total, bobot polong bernas, dan indeks panen kering. Perbaikan terhadap karakter yang berkorelasi nyata tersebut akan meningkatkan bobot biji per tanaman kacang tanah.
Bobot polong bernas dan bobot polong total menunjukkan korelasi tertinggi dengan nilai korelasi 0.981 dan 0.980. Semakin tinggi bobot polong bernas dan bobot polong total maka bobot biji per tanamannya pun akan semakin tinggi. Jumlah polong total dan jumlah polong bernas memiliki nilai korelasi yang tinggi juga yaitu sebesar 0.819 dan 0.804. Keempat karakter tersebut sangat erat kaitannya dengan bobot biji per tanaman karena memiliki nilai korelasi yang semakin mendekati nilai 1. Mattjik dan Sumertajaya, 2002 menyatakan bahwa nilai korelasi dapat bernilai positif atau negatif dengan rentang nilai antara -1 sampai +1. Nilai koefisien korelasi semakin mendekati -1 atau +1 maka tingkat keeratan antara dua karakter semakin tinggi dan semakin mendekati nol maka tingkat keeratannya semakin rendah.
Indeks panen kering dan jumlah cabang memiliki nilai korelasi yang tergolong sedang yaitu 0.628 dan 0.490. Peningkatan kedua karakter ini akan meningkatkan bobot biji per tanaman akan tetapi pengaruhnya tidak sebesar empat karakter sebelumnya. Jumlah cabang berpengaruh dalam peningkatan jumlah polong dan akhirnya akan mempengaruhi bobot biji per tanaman.
Tabel 8. Hasil Uji Korelasi Pearson Antar Karakter pada Galur-galur kacang Tanah tahan penyakit Bercak Daun TT PRS JPT JPC JPB BPT BPC BPB BB BSR BBR IP KL JC 0.13tn -0.037tn 0.604 ** 0.426tn 0.550 * 0.536* 0.251tn 0.524* 0.490* 0.198tn 0.373tn 0.065tn -0.042tn 0.587 0.877 0.005 0.061 0.012 0.015 0.286 0.018 0.029 0.403 0.106 0.784 0.859 TT 0.094 tn -0.128tn 0.049tn - 0.134tn -0.051tn -0.065tn -0.049tn -0.096tn 0.030tn 0.457* -0.402tn -0.048tn 0.695 0.590 0.837 0.573 0.831 0.785 0.839 0.687 0.901 0.043 0.079 0.841 PRS -0.247tn 0.019tn - 0.249tn -0.208tn 0.018tn -0.207tn -0.226tn 0.090tn 0.629** -0.72** -0.166tn 0.293 0.938 0.290 0.379 0.940 0.381 0.337 0.705 0.003 <.001 0.483 JPT 0.034tn 0.993** 0.768 ** -0.103tn 0.768** 0.819** -0.254tn -0.014tn 0.618** -0.071tn 0.887 <.0001 <.0001 0.665 <.0001 <.0001 0.279 0.955 0.004 0.766 JPC - 0.087tn -0.024tn 0.961** -0.060tn -0.059tn -0.044tn 0.151tn -0.222tn 0.332tn 0.715 0.920 <.0001 0.800 0.804 0.855 0.526 0.347 0.153 JPB 0.768** -0.219tn 0.773** 0.823** -0.248tn -0.032tn 0.643** -0.110tn <.0001 0.353 <.0001 <.0001 0.292 0.894 0.002 0.643 BPT -0.106tn 0.999** 0.980** 0.102tn 0.228tn 0.544** 0.028tn 0.656 <.0001 <.0001 0.670 0.335 0.013 0.907 BPC -0.144tn -0.154tn -0.060tn 0.078tn -0.229tn 0.339tn 0.546 0.518 0.803 0.744 0.331 0.143 BPB 0.981** 0.103tn 0.224tn 0.550** 0.015tn <.0001 0.665 0.342 0.012 0.950 BB 0.010tn 0.111tn 0.628** 0.035tn 0.968 0.641 0.003 0.884 BSR 0.339tn -0.175tn -0.144tn 0.144 0.461 0.545 BBR -0.64** -0.059tn 0.002 0.805 IP 0.056tn 0.814
Keterangan : JC=jumlah cabang, TT=tinggi tanaman, PRS=persentase panjang batang berdaun hijau, JPT=jumlah polong total, JPC=jumlah polong cipo, JPB=jumlah