• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji daya hasil galur-galur generasi lanjut kacang tanah (Arachis Hypogaea L.) tahan penyakit bercak daun

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Uji daya hasil galur-galur generasi lanjut kacang tanah (Arachis Hypogaea L.) tahan penyakit bercak daun"

Copied!
106
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

RINGKASAN

WAHYU JUNAEDI. Uji Daya Hasil Galur-galur Generasi Lanjut Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.) Tahan Penyakit Bercak Daun (Dibimbing oleh YUDIWANTI WAHYU E.K.)

Kacang tanah merupakan palawija penting kedua setelah kedelai di

Indonesia. Permintaan terhadap kacang tanah selalu meningkat tiap tahun, akan

tetapi produksi dalam negeri tidak dapat menyuplai semua kebutuhan tersebut

sehingga sebagian harus mengimpor. Rendahnya produksi kacang tanah di

Indonesia salah satunya disebabkan oleh penyakit bercak daun yang apabila tidak

dikendalikan dapat menurunkan produktivitas.

Salah satu upaya untuk menekan serangan penyakit bercak daun yaitu

dengan merakit varietas kacang tanah yang tahan terhadap penyakit bercak daun

melalui metode pemuliaan tanaman. Penelitian ini sudah sampai pada tahap

pengujian untuk mempelajari daya hasil dari galur-galur generasi lanjut kacang

tanah tahan penyakit bercak daun.

Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan Cikarawang IPB dari bulan

Maret sampai Juli 2010. Penelitian bertujuan untuk mengevaluasi daya hasil 16

galur generasi lanjut kacang tanah tahan penyakit bercak daun hasil pemuliaan

Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB.

Bahan yang digunakan adalah 16 galur GWS hasil persilangan varietas

Gajah dengan galur introduksi GP-NCWS4 yang tahan penyakit bercak daun serta

empat varietas pembanding yaitu Gajah, Jerapah, Zebra Putih, dan Sima.

Penelitian menggunakan rancangan kelompok lengkap teracak satu faktor dengan

tiga ulangan. Analisis data menggunakan sidik ragam atau uji F pada 5 % dan

apabila berpengaruh nyata dilanjutkan dengan uji t-Dunnett. Selain itu dilakukan

analisis ragam genetik (σ²g), ragam fenotipik (σ²p), koefisien keragaman genetik (KKG), nilai heritabilitas arti luas (h²), koefisien korelasi, dan analisis lintas.

Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan keragaan pada

galur-galur generasi lanjut yang diuji untuk karakter tinggi tanaman, jumlah cabang,

kadar klorofil, jumlah polong cipo, bobot polong cipo, dan bobot 100 biji,

(3)

hasil analisis lintasan, karakter jumlah polong total dan bobot polong bernas

memiliki pengaruh langsung terhadap bobot biji per tanaman. Karakter jumlah

polong bernas berpengaruh tidak langsung terhadap bobot biji per tanaman

melalui jumlah polong total, sedangkan bobot polong total berpengaruh tidak

langsung terhadap bobot biji per tanaman melalui bobot polong bernas.

Seleksi dilakukan dengan menggunakan karakter jumlah polong total,

jumlah polong bernas, dan persentase panjang batang berdaun hijau. Terseleksi

sembilan galur yang berdaya hasil tinggi dan cenderung lebih tahan penyakit

bercak daun dibandingkan varietas pembanding yaitu GWS134D, GWS39D,

GWS79A, GWS110A2, GWS39B, GWS134A1, GWS73D, GWS110D, dan

(4)

UJI DAYA HASIL GALUR-GALUR GENERASI LANJUT

KACANG TANAH (

Arachis hypogaea

L.)

TAHAN PENYAKIT BERCAK DAUN

Skripsi sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

WAHYU JUNAEDI

A24061238

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

LANJUT KACANG TANAH (

Arachis hypogaea

L.)

TAHAN PENYAKIT BERCAK DAUN

Nama

: WAHYU JUNAEDI

NIM

: A24061238

Menyetujui,

Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Yudiwanti Wahyu E.K., MS. NIP. 19631107 198811 2 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB

Dr. Ir Agus Purwito, MSc.Agr. NIP. 19611101 198703 1 003

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Wahyu Junaedi, dilahirkan di Sumedang, Jawa

Barat pada tanggal 18 Januari 1988. Penulis merupakan anak pertama dari dua

bersaudara dari pasangan Bapak Udin Tahyudin dan Ibu Juju.

Penulis memulai jenjang pendidikan di TK PGRI Kabupaten Sumedang,

selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan dasarnya di SD Negeri Darongdong

Buahdua Kabupaten Sumedang dan lulus pada tahun 2000, setelah itu penulis

melanjutkan pendidikannya di SLTP Negeri 1 Buahdua Kabupaten Sumedang dan

lulus pada tahun 2003. Pendidikan menengah atas ditempuh di SMA Negeri 21

Kota Bandung dan lulus pada tahun 2006. Pada tahun yang sama, penulis diterima

di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI dan pada tahun 2007 penulis

diterima di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian.

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam organisasi Forum

Komunikasi Rohis Departemen (FKRD) periode (2007-2009). Selain itu, penulis

juga menjadi asisten praktikum mata kuliah Dasar-dasar Pemuliaan Tanaman

(7)

Puji serta syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah

memberikan rahmat dan hidayat-Nya sehingga penelitian dan penulisan skripsi ini

dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini berjudul Uji Daya Hasil Galur-Galur

Kacang Tanah (Arachis hypogaeaL.) Tahan Penyakit Bercak Daun. Penulis menyampaikan terimakasih kepada :

1. Dr. Ir. Yudiwanti Wahyu EK. MS, selaku pembimbing skripsi yang telah

memberikan arahan, masukan, dan nasehat dari awal penelitian hingga skripsi

selesai.

2. Dr. M. Syukur SP. MSi, selaku pembimbing akademik yang telah membimbing

penulis selama menjalani studi.

3. Ayah dan Ibu beserta keluarga besar yang selalu mendukung dalam segala

aktivitas penulis.

4. Teman-teman Agronomi dan Hortikultura angkatan 43 yang telah memberikan

motivasi dan saran.

5. Seluruh pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini.

Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukanya.

Bogor, Desember 2011

(8)

DAFTAR ISI

Pemuliaan Kacang Tanah untuk Ketahanan Terhadap Penyakit ... 4

Penyakit Bercak Daun ... 6

Heritabilitas, Korelasi, dan Sidik Lintas ... 7

BAHAN DAN METODE... 10

Keragaan Karakter Genotipe-Genotipe yang Diuji ... 17

Karakter Vegetatif dan Ketahanan Terhadap Penyakit Bercak Daun 18 Hasil dan Komponen Hasil ... 21

Pendugaan Parameter Genetik ... 25

Korelasi dan Sidik Lintas... 27

Seleksi Galur-Galur Terbaik Kacang Tanah ... 32

KESIMPULAN DAN SARAN... 34

Kesimpulan ... 34

Saran ... 34

DAFTAR PUSTAKA... 35

(9)

Nomor Halaman

1. Analisis Komponen Ragam... 13

2. Data Cuaca Daerah Dramaga Bogor ... 15

3. Rekapitulasi Uji F, Nilai Tengah, Nilai Maksimum dan Nilai

Minimum Beberapa Karakter Genotipe Kacang Tanah yang Diuji ... 18

4. Rataan Karakter Tinggi Tanaman, Jumlah Cabang, Panjang Batang

Berdaun Hijau, Bobot Brangkasan dan Kadar Klorofil Daun... 19

5. Rataan Nilai Tengah Karakter Jumlah Polong Total, Jumlah Polong

Bernas, Bobot Polong Total, dan Bobot Polong Bernas... 22

6. Rataan Nilai Tengah Karakter Bobot Biji per Tanaman, Hasil

Konversi Bobot Biji/ha, Bobot 100 Biji, dan Indeks Panen Kering... 24

7. Heritabilitas Beberapa Karakter Kuantitatif Kacang Tanah ... 25

8. Hasil Uji Korelasi Pearson Antar Karakter pada Galur-galur kacang

Tanah tahan penyakit Bercak Daun... 28

9. Koefisien Lintas pada Karakter yang Diamati terhadap Bobot Biji

per Tanaman... 29

10. Urutan Genotipe Berdasarkan Jumlah Polong Total, Jumlah Polong

(10)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Fenotipe Tanaman Peka Dan Tahan Terhadap Serangan Penyakit Bercak Daun : A. varietas Gajah (peka), B. Varietas Zebra Putih

(toleran), C. galur GWS134D (tahan), D. galur GWS39D (tahan) ... 16

2. Diagram Lintasan Beberapa Karakter Kacang Tanah dengan Bobot

(11)

Nomor Halaman

1. Sidik Ragam Karakter Tinggi Tanaman ... 39

2. Sidik Ragam Karakter Jumlah Cabang... 39

3. Sidik Ragam Karakter Persentase Panjang Batang Berdaun Hijau... 39

4. Sidik Ragam Karakter Kadar Klorofil ... 39

5. Sidik Ragam Karakter Jumlah Polong Total... 40

6. Sidik Ragam Karakter Jumlah Polong Cipo ... 40

7. Sidik Ragam Karakter Jumlah Polong Bernas ... 40

8. Sidik Ragam Karakter Bobot Polong Total ... 40

9. Sidik Ragam Karakter Bobot Polong Cipo ... 41

10. Sidik Ragam Karakter Bobot Polong Bernas... 41

11. Sidik Ragam Karakter Bobot Biji per Tanaman ... 41

12. Sidik Ragam Karakter Bobot 100 Biji... 41

13. Sidik Ragam Karakter Bobot Brangkasan ... 42

14. Sidik Ragam Karakter Indeks Panen kering ... 42

15. Deskripsi Kacang Tanah Varietas Gajah ... 43

16. Deskripsi Kacang Tanah Varietas Jerapah... 44

17. Deskripsi Kacang Tanah Varietas Sima ... 45

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan palawija penting kedua setelah kedelai di Indonesia. Tanaman ini berasal dari Amerika Selatan, namun

saat ini telah menyebar ke seluruh dunia yang beriklim tropis atau subtropis.

Kacang tanah merupakan bahan pangan dan pakan ternak yang benilai gizi tinggi.

Permintaaan terhadap produk kacang tanah tetap tinggi tiap tahunnya.

Peningkatan kebutuhan kacang tanah nasional berkaitan erat dengan

meningkatnya industri pangan dan pakan (Kasno, 2006). Balitan (2010)

melaporkan hingga saat ini kebutuhan nasional kacang tanah masih harus

dipenuhi dari impor sekitar 200 000 ton per tahun karena konsumsi yang terus

meningkat. Di samping itu terjadi kesenjangan hasil kacang tanah antara di tingkat

petani dengan tingkat penelitian masih cukup tinggi yaitu 1.2 ton/ha berbanding

dengan 2 ton/ha.

Produksi kacang tanah di Indonesia dalam lima tahun terakhir (tahun 2005

sampai 2010) terus menurun dari 0.84 juta ton menjadi 0.77 juta ton, begitu juga

luas area panennya yaitu 0.72 juta ha menjadi 0.63 juta ha, sedangkan

produktivitas kacang tanah naik dari 1.16 ton/ha menjadi 1.21 ton/ha (BPS, 2011).

Produktivitas ini masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan potensi

hasilnya. Produksi kacang tanah yang menurun dan rendahnya produktivitas

disebabkan oleh teknik budidaya yang belum memadai, minimnya penggunaan

benih unggul serta serangan hama dan penyakit.

Salah satu penyakit utama pada kacang tanah di Indonesia adalah bercak

daun. Penyakit ini disebabkan oleh fungi yaitu Cercospora arachidicola dan

Cercosporidium personatum(Berk. and Curt). Serangan yang parah menyebabkan daun mengering dan rontok sehingga dapat menurunkan hasil lebih dari 50 % jika

tidak dikendalikan dengan baik dan benar (Adisarwanto, 2001).

Peningkatan produksi kacang tanah tidak terlepas dari penggunaan varietas

unggul. Pemuliaan tanaman ditujukan untuk memperbaiki potensi genetik

(13)

tinggi dan sesuai selera konsumen. Perakitan varietas baru dengan daya hasil

tinggi dan tahan penyakit merupakan salah satu contohnya.

Salah satu tahapan dalam pemuliaan tanaman yaitu uji daya hasil. Galur

yang terbukti mempunyai daya hasil tinggi dapat diajukan untuk dilepas sebagai

varietas baru. Hasil evaluasi ini berguna untuk mengetahui manfaat suatu genotipe

sehingga diketahui genotipe yang dapat dijadikan varietas budidaya,

genotipe-genotipe yang perlu diseleksi lebih lanjut, dan genotipe-genotipe yang dapat dijadikan tetua

dalam hibridisasi selanjutnya (Allard, 1960). Pembentukan varietas unggul

dilengkapi dengan teknik budidaya yang baik, akan menghasilkan peningkatan

produksi dan produktivitas kacang tanah.

Genotipe yang diuji merupakan hasil pemuliaan Departemen Agronomi

dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB. Genotipe ini berasal dari persilangan

antara varietas Gajah dengan galur introduksi tahan penyakit bercak daun

GP-NCWS4. Seleksi untuk ketahanan terhadap penyakit bercak daun dan daya hasil

tinggi telah dilakukan sebelumnya dan dalam penelitian ini 16 galur terseleksi

dilakukan pengujian untuk daya hasil.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi daya hasil 16 galur generasi

lanjut kacang tanah (Arachis hypogaea L.) tahan penyakit bercak daun hasil pemuliaan Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB.

Hipotesis

Terdapat paling sedikit satu galur generasi lanjut yang lebih unggul dan

(14)

TINJAUAN PUSTAKA

Botani

Kacang tanah termasuk ke dalam Famili Fabaceae, Genus Arachis, dan

spesies Arachis hypogaea. Kacang tanah lebih cocok ditanam pada musim kemarau, dengan kecukupan air irigasi. Jenis tanah yang ideal yaitu lempung

berpasir, liat berpasir, atau lempung liat berpasir. Kemasaman (pH) tanah yang

optimal adalah sekitar 6.5 - 7.0 (Pitojo, 2005).

Bunga kacang tanah mulai muncul dari ketiak daun pada bagian bawah

tanaman yang berumur antara 4 - 5 minggu dan berlangsung hingga umur sekitar

80 hari setelah tanam. Bunga berbentuk kupu-kupu, berukuran kecil, dan terdiri

atas empat daun tajuk. Bunga kacang tanah pada umumnya melakukan

penyerbukan sendiri. Penyerbukan terjadi menjelang pagi, sewaktu bunga masih

kuncup (kleistogami). Penyerbukan silang dapat terjadi, namun persentasinya sangat kecil, sekitar 0.5 %. Bunga yang berhasil menjadi polong biasanya hanya

bunga yang terbentuk pada sepuluh hari pertama sejak bunga pertama muncul.

Bunga yang muncul selanjutnya sebagian besar akan gugur sebelum menjadi

ginofor (Pitojo, 2005).

Iklim berpengaruh besar terhadap pertanaman kacang tanah. Cahaya,

curah hujan, dan suhu mempunyai efek langsung terhadap tanaman. Kacang tanah

berdasarkan tipe fotosintesisnya merupakan tanaman C3 dan cahaya

mempengaruhi fotosintesis serta respirasi. Kanopi kacang tanah responsif

terhadap peningkatan intensitas cahaya matahari terutama saat pembungaan.

Intensitas cahaya yang rendah pada saat pembungaan akan menghambat

pertumbuhan vegetatif (Adisarwantoet al., 1993). Intensitas cahaya yang rendah pada saat pembentukan ginofor akan mengurangi jumlah ginofor. Disamping itu

rendahnya intensitas penyinaran pada masa pengisian polong akan menurunkan

jumlah dan berat polong serta meningkatkan jumlah polong hampa (Adisarwanto

et al., 1993).

Keragaman dalam jumlah dan distribusi curah hujan sangat berpengaruh

atau dapat menjadi kendala hasil kacang tanah. Hujan yang cukup pada saat tanam

(15)

curah hujan yang merata selama periode tumbuh akan menjamin pertumbuhan

vegetatif. Jika curah hujan terlau tinggi pada fase vegetatif maka akan

menurunkan hasil. Demikian pula apabila hujan turun agak banyak pada saat

panen akan menyebabkan biji berkecambah. Kelembaban tanah yang cukup pada

awal pertumbuhan, saat berbunga dan saat pembentukan polong sangat penting

untuk mendapatkan produksi tinggi (Adisarwantoet al., 1993).

Suhu tanah merupakan faktor penting yang dapat mempengaruhi

perkecambahan biji dan pertumbuhan awal. Pada suhu tanah kurang dari 18 °C,

kecepatan perkecambahan akan lambat. Suhu tanah > 40 °C akan mematikan

benih yang baru ditanam. Respon varietas terhadap suhu berbeda-beda. Kecepatan

tumbuh tanaman kacang tanah akan meningkat dengan meningkatnya suhu dari

20 °C menjadi 30 °C. Suhu untuk pertumbuhan optimum berkisar antara 27 °C

dan 30 °C tergantung pada masing-masing varietas. Suhu udara berpengaruh pula

terhadap masalah pembungaan. Pada fase generatif suhu maksimum terletak

antara 24 °C dan 27 °C. Suhu udara diatas 33 °C akan mempengaruhi benang sari.

Inisiasi ginofor akan naik apabila suhu udara naik dari 19 °C menjadi 23 °C. Suhu

tanah maksimum untuk perkembangan ginofor adalah 30 - 34 °C. Bentuk polong

menjadi kecil dan keras apabila suhuudara dan suhu tanah tinggi (Adisarwantoet al., 1993).

Pemuliaan Kacang Tanah untuk Ketahanan Terhadap Penyakit

Pemuliaan kacang tanah di Indonesia dimulai sejak tahun 1930-an oleh

para pemulia Belanda, setelah Indonesia merdeka diteruskan oleh pemulia

Indonesia. Pemuliaan tanaman untuk menghasilkan varietas baru harus

memperbaiki stabilitas produksi, memenuhi standar mutu, sesuai dengan pola

tanam setempat, dan sesuai dengan keinginan pengguna (Kasno, 1993).

Program pemuliaan tanaman yang ditujukan untuk merakit varietas yang

tahan penyakit harus dimulai dengan gen yang memberikan resistensi. Resistensi

yang paling berguna yaitu jika gen donor berasal dari spesies yang sama. Selain

itu bisa juga dari spesies lain yang memiliki kekerabatan cukup dekat atau melalui

(16)

5

Metode pemuliaan untuk resistensi terhadap penyakit tidak berbeda secara

mendasar dari pemuliaan untuk karakteristik lain. Sehingga beberapa macam

metode pemuliaan yang cocok untuk tanaman yang bersangkutan dapat digunakan

dalam mengembangkan varietas tahan penyakit dan hama, dengan syarat gen

pemberi resistensi telah ditemukan. Apabila gen untuk resistensi terdapat pada

varietas komersil, seleksi di dalam varietas ini hampir selalu memberi metode

yang paling mudah dan paling memuaskan dalam mengembangkan strain resisten

(Allard, 1989).

Allard (1989) menambahkan jika tidak ditemukan resistensi pada varietas

komersil, tetapi hanya terdapat pada tipe yang tidak unggul secara komersil

karena sifat agronominya yang tidak cocok maka metode backcrossatau metode

pedigree biasanya digunakan. Metode backcross digunakan jika tetua yang resisten hanya menyumbangkan gen resisten dan tidak unggul dalam sifat

agronomi lainnya. Sedangkan jika tetua resisten tidak hanya memiliki gen resisten

tetapi dapat memperbaiki sifat agronomi lainnya maka metode pedigree dapat dipilih.

Adisarwanto (2004) menambahkan bahwa prinsip dasar kegiatan

persilangan pada kacang tanah dapat dilakukan jika sudah diketahui dengan pasti

periode berbunga yang bersamaan antara tetua jantan dan betina dari induk yang

akan disilangkan. Periode persilangan yang efektif untuk mencapai persentase

keberhasilan yang tinggi adalah selama dua minggu sejak bunga pertama.

Beberapa kegiatan secara simultan dalam mengevaluasi varietas atau galur

introduksi, galur hasil persilangan (hibridisasi), maupun galur hasil mutasi buatan

pada akhirnya akan diperoleh beberapa galur harapan sebagai calon varietas baru.

Dari galur-galur harapan tersebut kemudian diuji atau dievaluasi mengenai

potensi daya hasil. Pengujian atau evaluasi potensi daya hasil dan persyaratan

kriteria yang lain merupakan tahapan lanjutan dari proses pembentukan varietas

unggul. Adapun yang dilakukan pada tahap ini adalah uji daya hasil pendahuluan,

(17)

Penyakit Bercak Daun

Penyakit bercak daun selalu terdapat pada daun kacang tanah yang

menjelang masak. Hal ini sedemikian lazimnya sehingga dianggap sebagai

keadaan yang biasa, bahkan banyak petani yang berpendapat bahwa datangnya

penyakit ini menandakan tanaman sudah hampir masak. Penyakit bercak daun

disebabkan oleh dua macam jamur, yaitu Cercosporidium personatum (Berk. Et Curt.) Deighton danCercospora arachidicolaHori. C. personatummenyebabkan penyakit bercak daun hitam sedangkan C. arachidicola menyebabkan penyakit bercak daun cokelat (Semangun, 1991)..

C. arachidicolaHori membentuk konidium pada kedua permukaan daun, meskipun lebih banyak pada permukaan atas. Stroma kecil, dengan garis tengah

25–100 µm, coklat tua. Rumpun konidiofor jamur ini kecil-kecil, sehingga tidak terllihat dengan mata biasa. Rumpun konidiofor terdapat pada kedua sisi daun,

bahkan banyak yang terdapat pada sisi atas (Semangun, 1991).

Semangun (1991) juga mengemukakan bahwa serangan C. arachidicola

datang lebih awal daripadaC. personatum, sehingga penyakit yang disebabkannya disebut bercak daun awal (early leaf spot). Hardiningsih (1993) menambahkan bahwa gejala bercak daun awal berupa bercak-bercak berbentuk bulat kadang

tidak teratur dengan diameter 1–10 mm, berwarna cokelat tua sampai hitam pada permukaan bawah daun dan cokelat kemerahan sampai hitam pada permukaan

atas. Selalu terdapat halo berwarna kuning yang jelas.

C. personatum lebih banyak ditemui dan lebih merugikan daripada C. arachidicola. Selain itu, timbulnya gejala juga lebih lambat sehingga sering disebut sebagai bercak daun lambat (late leaf spot). Pada daun kacang tanah jamur membentuk bercak-bercak yang umumnya bulat, dengan garis tengah 1 - 5

mm, meskipun kadang-kadang sampai 15 mm. Bercak mempunyai halo kuning

yang tipis. Dari sisi atas bercak berwarna coklat dan dari sisi bawah tampak hitam

dengan titik-titik hitam yang terdiri dari rumpun-rumpun konidiofor. Jamur dapat

juga menyerang tangkai daun, daun penumpu, batang, dan ginofor (Semangun,

1991).

Hardiningsih (1993) menyatakan siklus hidup dan epidemologi patogen

(18)

7

pada sisa tanaman dalam tanah merupakan sumber inokulum pertama. Selain itu

askuspora, klamidospora, dan potongan miselium juga merupakan inokulum yang

potensial. Konidia C. arachidicola berkecambah membentuk satu atau beberapa tabung kecambah kemudian masuk ke dalam stomata yang terbuka atau

menembus sel epidermis secara langsung.C. personatummenghasilkan haustoria interseluler, sedangkanC. arachidicolatidak demikian.

Daun kacang tanah yang dalam keadaan basah dengan suhu berkisar antara

25 – 31 °C, bercak dapat berkembang dalam waktu 10 – 14 hari. Konidia disebarkan oleh angin, percikan air, dan serangga. Puncak penyebaran konidia

terjadi bersama waktu turunnya embun (pagi hari) dan waktu turun hujan.

Penyebaran konidia C. arachidicola mencapai 2.7 m di atas permukaan tanah (Hardiningsih, 1993).

Penyakit bercak daun kacang tanah terdapat pada setiap pertanaman

kacang tanah. Daerah penyebarannya sangat luas meliputi Asia, Afrika, Amerika,

dan Australia. Tanaman kacang tanah yang terserang bercak daun dan tidak

disemprot dengan fungisida, akan menderita kehilangan hasil polong hingga lebih

dari 50 %. Dari percobaan-percobaan diketahui bahwa produksi tanaman kacang

tanah meningkat 50–100 % jika kedua penyakit ini dikendalikan. Tanaman yang terserang penyakit bercak daun akan bertambah parah kondisinya jika diikuti oleh

infeksi karat daun (Hardiningsih, 1993).

Konidium kedua macam jamur penyebab penyakit bercak daun sebagian

besar dipencarkan oleh angin dan serangga. C. personatum memencar sangat cepat, sehingga dalam waktu 7 hari intensitas penyakit dapat meningkat 10 kali,

sedangkan untuk C. arachidicola diperlukan waktu 23 hari. Penyakit ini sangat dipengaruhi oleh kelembaban. Dalam cuaca kering penyakit baru berkembang

banyak jika tanaman berumur 70 hari, sedang dalam cuaca lembab hal ini terjadi

pada umur 40–45 hari (Semangun, 1991).

Heritabilitas, Korelasi, dan Sidik Lintas

Kemajuan seleksi yang dilakukan dapat dilihat dari nilai heritabilitasnya.

Heritabilitas menyatakan perbandingan atau proporsi varian genetik terhadap

(19)

1960). Menurut Poehlman dan Sleeper (1995) heritabilitas adalah parameter

genetik yang digunakan untuk menduga variabilitas penampilan suatu genotip

dalam populasi yang disebabkan oleh peranan faktor genetik.

Nilai heritabilitas dapat diduga dengan menggunakan beberapa metode,

antara lain dengan menggunakan metode analisis komponen ragam. Analisis

komponen ragam digunakan untuk menduga nilai heritabilitas arti luas. Metode

lain yang dapat digunakan untuk menduga nilai heritabilitas adalah metode

parent-offspring. Metode parent-offspring digunakan untuk menduga nilai heritabilitas arti sempit pada karakter kualitatif. Nilai heritabilitas diduga dengan

meregresikan nilai rata-rata turunan terhadap tetuanya.

Nilai heritabilitas dinyatakan dalam bilangan pecahan atau persentase yang

berkisar antara 0 sampai 1. Nilai heritabilitas nol artinya keragaman fenotipe

hanya disebabkan oleh keragaman lingkungan, sedangkan nilai heritabilitas satu

artinya keragaman fenotipe hanya disebabkan oleh keragaman genotipe itu

sendiri. Semakin mendekati nilai satu, nilai heritabilitasnya semakin tinggi,

sebaliknya semakin mendekati nol nilai heritabilitasnya semakin rendah

(Poespodarsono, 1988). Heritabilitas suatu karakter yang tinggi menandakan

bahwa ekspresi genetik karakter tersebut relatif kurang dipengaruhi lingkungan,

sedangkan nilai heritabilitas yang rendah menandakan keragaman genotipe

dipengaruhi lingkungan (Rachmadiet al., 1996).

Korelasi merupakan tingkat keeratan karakter yang digambarkan dari nilai

koefisien korelasinya. Nilai korelasi dapat bernilai positif atau negatif dengan

rentang nilai antara -1 sampai +1. Nilai koefisien korelasi semakin mendekati -1

atau +1 maka tingkat keeratan antara dua karakter semakin tinggi dan semakin

mendekati nol maka tingkat keeratannya semakin rendah (Mattjik dan

Sumertajaya, 2002). Budiarti et al. (2004) mengemukakan nilai korelasi merupakan gambaran tingkat keeratan antar karakter yang satu dengan yang

lainnya, namun nilai korelasi tidak dapat menjelaskan hubungan sebab akibat dari

tingkat keeratan antar karakter tersebut. Maka untuk menguraikan koefisien

korelasi agar lebih bermakna dilakukan analisis lintas.

Penggunaan analisis lintas dapat menguraikan koefisien korelasi menjadi

(20)

9

menyatakan bahwa penentuan karakter-karakter yang akan dijadikan kriteria

seleksi yang efektif dapat dilihat dari besarnya pengaruh langsung terhadap hasil,

korelasi antara karakter dengan hasil, dan selisih antara korelasi antar karakter dan

(21)

Tempat dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikarawang dan analisis

klorofil dilakukan di Laboratorium RGCI IPB, Dramaga, Bogor. Lokasi penelitian

terletak pada ketinggian 250 m di atas permukaan laut dengan jenis tanah latosol

dan suhu udara rata-rata harian 25.9 °C. Penelitian dilaksanakan dari bulan Maret

sampai Juli 2010.

Bahan dan Alat

Bahan tanaman yang digunakan adalah 16 galur generasi lanjut kacang

tanah hasil pemuliaan Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian

IPB sebagai galur yang diuji, serta 4 varietas komersial sebagai pembandingnya.

Galur yang diuji yaitu 16 galur GWS hasil persilangan varietas Gajah dengan

galur introduksi GP-NCWS4 yang tahan penyakit bercak daun dengan empat

varietas pembanding yaitu Gajah, Jerapah, Zebra Putih, dan Sima. Pupuk yang

digunakan adalah Urea, SP-18, dan KCL. Furadan digunakan sebagai pestisida.

Asetontrisdan aquades digunakan untuk mengukur kadar klorofil.

Peralatan yang digunakan adalah peralatan yang biasa digunakan dalam

budidaya kacang tanah dan seperangkat alat untuk mengukur kadar klorofil daun.

Peralatan untuk mengukur kadar klorofil daun antara lain boks es, mortar,micro tube, sentrifuge,danUnispec spectrophotometer.

Metode

Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Kelompok

Lengkap Teracak satu faktor yaitu genotipe (20 genotipe) dengan tiga ulangan.

Jumlah satuan percobaan yaitu 60 petak. Model rancangan yang digunakan

adalah:

Yij =μ+iβj +ij ; (i=1,....t, j=1,....r)

Keterangan :

Yij = pengamatan pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j

(22)

11

i = pengaruh perlakuan ke-i

βj = pengaruh kelompok ke-j

ij = pengaruh galat pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j

Pengolahan data dilakukan dengan uji F, perlakuan yang berpengaruh nyata diuji

dengan uji lanjut Dunnet pada taraf nyata 5% (Gomez dan Gomez, 1995).

Pelaksanaan

Lahan dibersihkan dari gulma dan anak kayu lalu digemburkan. Setelah

itu, dibuat petakan sebanyak 60 petak dengan ukuran 4 m x 3 m dan jarak antar

petak 50 cm. Lalu diberikan kaptan (500 kg/ha ) dan pupuk kandang (1.5 ton/ha)

secara merata pada tiap petakan. Tanah dibiarkan selama kurang lebih satu

minggu agar kaptan dan pupuk kandang menyatu dengan tanah.

Penanaman dilakukan pada pagi hari dengan menggunakan jarak tanam 40

cm x 15 cm dan satu benih per lubang tanam sehingga total populasi per petak

adalah 200 tanaman. Furadan diberikan pada lubang tanam saat penanaman

dengan dosis 12 kg/ha. Pemupukan dilakukan sekali saat penanaman dengan

mencampur tiga jenis pupuk. Pemberiannya dengan cara dialur di samping barisan

tanaman dengan dosis 50 kg Urea/ha, 200 kg SP-18/ha, dan 100 kg KCL/ha.

Pemeliharaan meliputi penyulaman, pembersihan gulma, dan

pembumbunan. Penyulaman dilakukan pada satu minggu setelah tanam (MST).

Pembersihan gulma dilakukan setiap minggu sampai 4 MST dan pembumbunan

pada 4 MST. Pembumbunan dilakukan untuk mempercepat dan mempermudah

ginofor mencapai tanah.

Pemanenan dilakukan pada 14 MST atau 100 hari setelah tanam (HST)

disaat pengisian polong sudah maksimal dengan ciri kulit polong bagian dalam

berwarna agak gelap, kulit polong terlihat berurat. Pengeringan dilakukan dengan

dijemur di lantai selama 5-6 hari pada cuaca cerah. Pengupasan atau pembijian

dilakukan dengan cara sederhana (polong dikupas dengan tangan). Selanjutnya

(23)

Pengamatan

Pengamatan dilakukan dengan menggunakan sepuluh tanaman contoh

kompetitif yang berada dalam satu baris pada masing-masing petak percobaan.

Peubah yang diamati adalah :

1. Tinggi tanaman saat panen, diukur dari permukaan tanah sampai dengan titik

tumbuh pada batang utama.

2. Jumlah cabang yang tumbuh pada tiap tanaman saat panen.

3. Persentase panjang batang utama berdaun hijau pada saat panen. Dihitung

dengan rumus : (panjang batang utama berdaun hijau/ tinggi tanaman saat

panen) x 100%.

4. Indeks panen kering. Dihitung dengan rumus : Bobot polong bernas/Bobot

brangkasan.

5. Jumlah polong total, bernas, cipo per tanaman. Dilakukan setelah tanaman

contoh dikeringkan di bawah sinar matahari langsung sampai kadar air benih

mencapai kurang lebih 14%.

6. Bobot polong total, bernas, dan cipo per tanaman. Dilakukan setelah tanaman

contoh dikeringkan di bawah sinar matahari langsung sampai kadar air benih

mencapai kurang lebih 14%.

7. Bobot biji per tanaman, bobot biji dari tanaman contoh yang sudah

dikeringkan. Dilakukan setelah tanaman contoh dikeringkan di bawah sinar

matahari langsung sampai kadar air benih mencapai kurang lebih 14%.

8. Bobot 100 biji kering per tanaman.

9. Kadar klorofil daun pada 8 MST, menggunakan sampel daun yang ke 8 dari

daun termuda.

Daun yang digunakan sebagai sampel adalah daun ke 8 dari daun termuda.

Pengambilan daun dilakukan pagi hari sebelum sinar matahari terik. Daun

dimasukan ke dalam boks yang berisi es batu untuk mencegah respirasi yang

terlalu tinggi. Anak daun yang paling ujung dipilih dari daun tetrafoliet untuk

diambil sampelnya.

Daun dilubangi dengan pelubang khusus yang berdiameter 0.92 cm dan

diusahakan tidak mengenai urat daun. Daun yang terpotong digerus dan dilarutkan

(24)

13

ke dalam mikro tube. Mikro tube dimasukkan ke mesin sentrifuge untuk memisahkan supernatan dengan ampas daun. Setelah terpisah, supernatan diambil

dengan pipet volumetrik sebanyak 1 ml dan diencerkan dengan 2 ml asetontris.

Selanjutnya masing-masing sampel dihitung panjang gelombangnya dengan

mesinUnispec spectrofotometer. Nilai dari panjang gelombang yang tercatat lalu dikonversi ke dalam jumlah klorofil per luas area sampel. Selanjutnya kadar

klorofil dapat diketahui dan dibandingkan antar genotipe.

Analisis Data

Data yang dianalisis untuk masing-masing karakter pengamatan adalah

rataan dari sepuluh tanaman contoh tiap petak percobaan. Data dianalisis

menggunakan sidik ragam atau uji F pada taraf nyata (α) 5 % dan apabila berbeda

nyata dilanjutkan dengan uji t-Dunnet. Selain itu, dilakukan analisis untuk

menentukan ragam genetik (σ²g), ragam fenotipik (σ²p), koefisien keragaman genetik (KKG), nilai heritabilitas arti luas (h²bs), dan analisis lintasan.

Tabel 1. Analisis Komponen Ragam

Sumber Keragaman Derajat Bebas

(DB) Kuadrat Tengah (KT) E (KT)

Ulangan r-1 M1

Perlakuan g-1 M2 σ²e+ rσ²g

Galat (r-1) (g-1) M3 rσ²e

Keterangan : E (KT) = harapan kuadrat tengah, r = banyaknya ulangan, g = banyaknya galur

Berikut ini merupakan pendugaan komponen ragam :

Ragam lingkungan (σ²e) = M3/r Ragam genetik(σ²g) = (M2 –M3)/r

Ragam fenotipik (σ²p) = σ²e+ σ²g

Nilai heritabilitas h²bs= σ²g/ σ²p

(25)

Penghitungan analisis lintasan menggunakan metode matriks Singh dan

Chaudhary (1979) :

r1y X11 X12 X13…. X19 P1y

r2y X21 X22 X23…. X29 P2y

r3y = X31 X32 X33…. X39 P3y

: : :

: : :

r9y X91 X92 X93…. X99 P9y

A = B C

Vektor A merupakan korelasi antara karakter X1 dengan (y) (riy), unsur matriks B

terdiri dari korelasi peubah Xi (rij),

Vektor C adalah unsur-unsur pengaruh langsung peubah X1 terhadap y (Pij).

Vektor C didapatkan dengan rumus :

C = B¯¹ A

Koefisien residu (CS) : =∑ C

(26)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum

Tanah pada lokasi yang digunakan untuk penelitian berjenis latosol.

Penelitian dilaksanakan pada akhir musim hujan dengan data cuaca selama

penelitian dapat dilihat pada Tabel 2. Rataan curah hujan, jumlah hari hujan, dan

suhu selama penanaman yaitu berturut-turut 458.92 mm, 21.2 hari hujan, dan

25.88 °C. Suhu rata-rata selama penelitian berkisar antara 25.1 – 26.7 °C/bulan. Adisarwanto et al. (1993) menyatakan bahwa suhu optimal untuk pertumbuhan kacang tanah yaitu berkisar antara 27 – 30 °C. Oleh karena itu, suhu lingkungan penelitian kurang optimal untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan

tanaman kacang tanah. Sumarno dan Punarto (1993) menambahkan bahwa suhu

berpengaruh terhadap semua aspek pertumbuhan kacang tanah terutama berkaitan

dengan laju fotosintesis. Dengan suhu yang tidak optimal laju fotosintesis hanya

dapat mencapai 75 %.

Tabel 2. Data Cuaca Daerah Dramaga Bogor

Bulan Curah hujan (mm) Jumlah hari

hujan Suhu (°C)

Maret 672.6 26 25.1

April 527.0 21 25.8

Mei 330.9 18 26.7

Juni 303.4 18 25.9

Jumlah 2294.6 106 129.4

Rataan 458.9 21.2 25.9

Sumber : Badan Meteorologi dan Geofisika, Stasiun Klimatologi Darmaga Bogor

Hama yang menyerang selama fase perkecambahan yaitu hama semut

yang memakan benih. Selain itu terdapat juga patogen berupa cendawan dari jenis

Aspergillus niger dengan tanda penyakit berupa hifa berwarna hitam yang menyelimuti benih, Aspergillus flavus dengan tanda penyakit berupa hifa berwarna hijau, dan Curvularia brachyspora dengan tanda penyakit berupa miselia yang berwarna putih keabuan.

Pertumbuhan tanaman dari mulai fase perkecambahan sampai 4 MST

belum menunjukkan adanya gejala serangan penyakit bercak daun yang

(27)

memasuki umur 5 MST, gejala serangan mulai tampak pada daun yang paling

bawah yang ditandai bercak coklat kehitaman kecil. Semakin lama, gejala

serangan semakin berat yang ditandai dengan rotoknya daun mulai dari daun

terbawah. Kondisi ini terjadi karena kelembaban lingkungan pada daun terbawah

lebih tinggi dibandingkan dengan daun yang lebih atasnya. Semangun (1991)

menyatakan bahwa penyebaran penyakit bercak daun sangat dipengaruhi oleh

kelembaban udara dan dalam kodisi yang lembab, penyakit dapat berkembang

biak pada umur 40–45 hari.

Gambar 1. Fenotipe Tanaman Peka Dan Tahan Terhadap Serangan Penyakit Bercak Daun : A. varietas Gajah (peka), B. varietas Zebra Putih (toleran), C. galur GWS134D (tahan), D. galur GWS39D (tahan)

Berdasarkan pengamatan secara visual di lapangan, intensitas serangan

yang paling berat diperlihatkan oleh varietas Gajah sebagai kontrol yang peka

terhadap penyakit bercak daun (Gambar 1). Hal ini terlihat dari rendahnya

proporsi bagian tanaman yang masih tampak hijau jika dibandingkan dengan

genotipe lainnya. Serangan terhadap varietas Jerapah, Zebra Putih, dan Sima

sebagai kontrol yang toleran tidak terlalu berat dibandingkan varietas Gajah.

A B

(28)

17

Begitu juga dengan sebagian besar galur-galur yang diuji memiliki proporsi

bagian tanaman yang masih tampak hijau cenderung lebih tinggi dari varietas

Gajah.

Penyakit lainnya yang menyerang selama pertumbuhan tanaman yaitu

layu bakteri (Pseudomonas solanacearum), karat (Puccinia arachidis), sapu setan (Mikoplasma), belang kacang tanah oleh virus (Groundnut Mottle Virus) dan penyakit bilur oleh virus (Peanut Stripe Virus/PStV).

Hama yang menyerang secara umum yaitu rayap, belalang (Oxya spp.), ulat grayak (Spodoptera lituraFabricus), ulat penggulung daun (Omiodes indicate

Fabricus). Rayap menyerang pangkal batang sehingga mengakibatkan tanaman

layu kemudian mati. Ulat penggulung daun merupakan hama dengan serangan

paling berat pada lahan penelitian. Hama ini menyerang pucuk tanaman pada 8

-10 MST sehingga pucuk daun menggulung. Serangan hama lainnya memiliki

intensitas yang rendah dan tidak membahayakan.

Gulma yang tumbuh di sekitar pertanaman kacang tanah yaitu Mimosa pudica, Mimosa pigra, Boreria alata, Croton hirtus. Pengendalian gulma dilakukan secara manual tiap minggu sampai 4 MST, setelah itu tidak dilakukan

pengendalian karena tajuk kacang tanah sudah mulai menutup permukaan tanah

sehingga menekan pertumbuhan gulma. Selain itu, pengendalian gulma pada fase

berbunga dan pengisian polong dapat mengganggu keberhasilan terbentuknya

bunga dan polong.

Keragaan Karakter Genotipe-Genotipe yang Diuji

Galur-galur yang diuji memperlihatkan perbedaan keragaan pada beberapa

karakter daya hasil dan ketahanan terhadap penyakit bercak daun. Hasil sidik

ragam dari 20 genotipe yang diamati menunjukan adanya pengaruh nyata pada

taraf 1 % untuk karakter tinggi tanaman, jumlah cabang, kadar klorofil, jumlah

polong cipo, bobot polong cipo, dan bobot 100 butir, sedangkan karakter lainnya

tidak menunjukan perbedaan nyata. Selain itu rataan dan kisaran dari

(29)

Tabel 3. Rekapitulasi Uji F, Nilai Tengah, Nilai Maksimum dan Nilai Minimum Beberapa Karakter Genotipe Kacang Tanah yang Diuji

Keterangan : tn : tidak nyata, ** : berpengaruh nyata pada taraf 1 %

Karakter Vegetatif dan Ketahanan Terhadap Penyakit Bercak Daun

Tinggi tanaman memiliki rataan sebesar 52.5 cm dengan kisaran 38.5 cm

(GWS138A) - 79.1 cm (Sima). Varietas Sima memiliki tinggi tanaman tertinggi

diantara varietas pembanding lainnya sehingga digunakan sebagai pembanding

untuk karakter tinggi tanaman. Berdasarkan uji t-Dunnett (Tabel 4) semua galur

yang diuji memiliki tinggi tanaman yang nyata lebih rendah dari varietas

Tinggi tanaman (cm) 5.78** 52.5 79.1

(Sima)

Indeks panen kering 1.11tn 0.8 1.1

(Gajah)

(30)

19

pembanding Sima. Selain itu, galur-galur yang diuji dibandingkan juga dengan

varietas Gajah dan hasilnya tidak berbeda nyata untuk karakter tinggi tanaman.

Berdasarkan pengamatan di lapangan, habitus tanaman yang tinggi lebih

mudah rebah dibandingkan dengan habitus tanaman yang lebih pendek, sehingga

menimbulkan kelembaban yang tinggi di sekitar tajuk. Tanaman yang rebah juga

menyulitkan dan memperlama saat pemanenan, karena cabang tanaman saling

melilit.

Tabel 4. Rataan Karakter Tinggi Tanaman, Jumlah Cabang, Panjang Batang Berdaun Hijau, Bobot Brangkasan dan Kadar Klorofil Daun

Galur

GWS18A1 56.4 h 5.1 5.6 12.7 0.053

GWS27C 56.7 h 5.4 5.6 15.1 0.068a

GWS39B 43.3 h 6.0 6.5 15.6 0.061

GWS39D 49.8 h 4.7 4.3 11.8 0.062

GWS72A 51.9 h 5.2 4.3 13.1 0.055

GWS73D 52.7 h 5.4 6.4 18.7 0.055

GWS74A1 61.0 h 5.2 8.4 19.6 0.053

GWS74D 56.2 h 5.0 7.1 17.9 0.056

GWS79A 53.8 h 7.1a 6.1 18.0 0.052

GWS110A1 50.9 h 4.8 7.3 14.7 0.054

GWS110A2 46.4 h 5.5 6.7 12.6 0.051

GWS110D 54.4 h 5.2 4.7 12.6 0.054

GWS134A 48.1 h 5.0 6.9 12.3 0.062

GWS134A1 49.7 h 5.8 5.5 13.3 0.055

GWS134D 61.0 h 6.8a 4.9 17.4 0.058

GWS138A 38.5 h 4.8 5.5 13.1 0.056

Gajah 45.8 5.1 2.3 10.8 0.057

Jerapah 53.7 5.1 5.6 14.3 0.055

Zebra Putih 39.9 5.0 7.4 16.9 0.060

Sima 79.1 5.1 6.2 17.7 0.059

Keterangan: Indeks huruf pada kolom yang sama diolah lanjut dari hasil uji t-Dunnett taraf 5%, menunjukkan bahwa :

a : nyata > Gajah e : nyata < Gajah b : nyata > Jerapah f : nyata < Jerapah c : nyata > Zebra Putih g : nyata < Zebra Putih d : nyata > Sima h : nyata < Sima

Semua genotipe yang diuji merupakan tanaman kacang tanah tipe tegak.

(31)

buku produktif pada batang utama, cabang primer, dan cabang sekunder,

tumbuhnya tegak, cabang sedikit (3-8 cabang). Jumlah cabang yang banyak akan

menghasilkan bunga yang banyak juga, tetapi hal ini akan ditentukan oleh jumlah

cabang yang produktif dan keberhasilan bunga yang membentuk polong.

Jumlah cabang memiliki rataan sebesar 5.4 cabang dengan kisaran 4.7

(GWS39D) – 7.1 (GWS79A) cabang. Varietas Gajah memiliki jumlah cabang terbanyak diantara pembanding lainnya sebesar 5.1 cabang sehingga digunakan

sebagai pembanding. Hasil uji t-Dunnett menunjukkan galur GWS79A dan

GWS134D yang nyata lebih banyak jumlah cabangnya dari varietas Gajah yaitu

sebesar 7.1 dan 6.8 cabang.

Daun tanaman yang terkena penyakit bercak daun akan timbul bercak

kuning kecokelatan dan jika semakin parah, daun akan kehilangan fungsinya

sebagai penghasil fotosintat. Serangan dimulai dari daun terbawah lalu menyebar

ke atas, sehingga yang tersisa biasanya daun-daun sebelah atas. Kusumo (1996)

menyatakan bahwa persentase panjang batang berdaun hijau berkorelasi dengan

ketahanan terhadap penyakit bercak daun. Semakin tinggi persentasenya maka

tingkat ketahanannya semakin tinggi.

Karakter panjang batang berdaun hijau memiliki rataan 5.9 % dengan

kisaran 2.3 % (Gajah) – 8.4 % (GWS74A1). Hasil uji t-Dunnett untuk karakter panjang batang berdaun hijau tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata dari

semua galur yang diuji. Hanya galur GWS74A1 yang cenderung memiliki

panjang batang berdaun hijau lebih tinggi dibandingkan pembandingnya. Hasil ini

sama dengan penelitian Oktafiani (2009) bahwa persentase panjang batang

berdaun hijau tidak memiliki perbedaan yang nyata. Meskipun tidak berbeda

nyata, varietas Gajah sebagai pembanding yang peka terbukti memiliki persentase

panjang batang berdaun hijau teredah. Hal ini menunjukkan galur-galur yang diuji

memang lebih tahan terhadap serangan penyakit bercak daun.

Bobot brangkasan menandakan efisiensi hasil fotosintat yang disimpan di

dalam jaringan tanaman. Hasil uji lanjut tidak memperlihatkan perbedaan yang

nyata antara galur yang diuji dengan varietas pembandingnya. Bobot brangkasan

memiliki kisaran 10.8 (Gajah) - 19.6 (GWS74A1) gram dengan rataan 14.9 gram.

(32)

21

yang paling rendah, hal ini juga sejalan dengan rendahnya persentase panjang

batang berdaun hijau. Rendahnya bobot brangkasan varietas Gajah disebabkan

sebagian besar daun rontok karena terserang penyakit bercak daun.

Kloroplas merupakan organel dalam sel tanaman yang berperan dalam

proses fotosintesis. Di dalam kloroplas terdapat klorofil yang berfungsi sebagai

penangkap energi matahari untuk dijadikan sumber energi dalam proses

fotosintesis selanjutnya. Semakin tinggi kadar klorofil dalam daun maka secara

fenotipe, warna daun akan semakin hijau. Sumarno dan Slamet (1993)

menyatakan kadar klorofil daun pada 10 MST berada pada akhir tahap pemacuan

pertumbuhan yang ditandai oleh tidak terjadinya penambahan bobot tajuk

tanaman. Oleh karena itu, analisis klorofil daun dilakukan antara 8 – 10 MST. Kadar klorofil dapat digunakan untuk menduga ketahanan kacang tanah terhadap

penyakit bercak daun. Yudiwantiet.al(2006) menyatakan bahwa galur-galur yang memilki tingkat ketahanan lebih baik ditandai dengan kandungan klorofilnya yang

lebih tinggi.

Karakter kadar klorofil daun memiliki rataan sebesar 0.057 µ mol/cm²

dengan kisaran 0.051 (GWS110A2) – 0.068 (GWS27C) µ mol/cm². Varietas Zebra Putih digunakan sebagai pembanding karena memiliki kadar klorofil

tertinggi diantara pembanding lainnya. Hasil uji t-Dunnett menunjukkan hasil

yang tidak berbeda nyata dari pembanding varietas Zebra Putih, sedangkan galur

GWS27C nyata lebih tinggi dari varietas Gajah. Hasil yang hampir sama

ditunjukkan dalam penelitian Prasetiyo (2008) yang mengevaluasi galur-galur

kacang tanah generasi sebelumnya bahwa tidak terdapat perbedaan kadar klorofil

daun antara galur yang diuji dengan varietas pembanding Gajah.

Hasil dan Komponen Hasil

Karakter jumlah polong total memiliki rataan sebesar 9.7 polong dengan

kisaran 7.3 (GWS134A) - 12.3 (GWS134D) polong. Galur-galur yang diuji

sebagian besar memiliki jumlah polong total yang lebih tinggi dari varietas

pembanding meskipun tidak berbeda nyata (Tabel 3). Trustinah (1993)

mengemukakan bahwa jumlah polong dipengaruhi oleh keberhasilan pembungaan

(33)

yang menjadi ginofor dan ginofor yang dihasilkan setelah pembungaan

maksimum sampai akhir pembungaan tidak mempengaruhi hasil.

Pembentukan biji dimulai setelah polong mencapai ukuran maksimum,

yaitu antara hari ke-52 hingga hari ke-57 setelah tanam, atau tiga minggu setelah

ginofor menembus tanah (Trustinah, 1993). Biji yang terisi penuh akan

menghasilkan polong bernas, sedangkan yang tidak terisi akan menjadi polong

cipo.

Hasil uji t-Dunnett pada jumlah polong bernas memperlihatkan bahwa

tidak terdapat genotipe yang berbeda nyata dari semua varitas pembandingnya.

Jumlah polong bernas memiliki rataan sebesar 9.4 polong dengan kisaran 6.6

(GWS134A) - 11.8 (GWS134D ) polong bernas (Tabel 5).

Tabel 5. Rataan Nilai Tengah Karakter Jumlah Polong Total, Jumlah Polong Bernas, Bobot Polong Total, dan Bobot Polong Bernas

Galur Jumlah polong

Zebra Putih 9.9 9.4 12.6 12.4

Sima 8.1 7.8 10.9 10.8

Bobot polong total dari galur-galur yang dievaluasi tidak menunjukkan

hasil yang berbeda nyata dengan varietas pembanding akan tetapi sebagian besar

(34)

23

memiliki rataan sebesar 10.6 gram dengan kisaran 7.3 (GWS134A) - 13.3

(GWS134D) gram. Bobot polong sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan saat

fase pengisian polong. Kasnoet al. (1987), mengemukakan karakter bobot polong memilki keragaman yang disebabkan oleh faktor-faktor bukan genetik.

Bobot polong bernas berkaitan dengan bobot polong total. Semakin tinggi

bobot polong total maka peluang bobot polong bernas yang tinggi semakin besar.

Bobot polong bernas memilki rataan sebesar 10.5 gram dengan kisaran 7.0

(GWS134A) – 13.20 (GWS73D) gram. Hasil uji t Dunnett menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata dengan varietas pembanding. Dengan hasil bobot polong

yang tidak berbeda nyata maka galur-galur generasi lanjut yang diuji sebenarnya

sudah dapat mengimbangi potensi hasil dari varietas-varitas unggul nasional.

Bobot biji per tanaman pada galur-galur yang diuji berkisar antara 4.6

(GWS134A) –9.8 (GWS134A1) gram dengan nilai nilai tengah 7.2 gram (Tabel 3). Diantara tiga varietas pembanding tahan, varietas Zebra Putih memiliki bobot

biji per tanaman paling tinggi sehingga dijadikan varietas pembanding tahan

untuk karakter bobot biji per tanaman. Berdasarkan uji Dunnet, tidak ada galur

yang berbeda nyata dengan varietas pembandingnya. Bobot biji yang dihasilkan

tergolong rendah jika dilihat dari potensinya. Rendahnya bobot biji ini diduga

dipengaruhi oleh curah hujan yang tinggi selama akhir penelitian. Sumarno dan

Slamet (1993) menyampaikan bahwa rendahnya produktivitas kacang tanah pada

musim hujan di Indonesia karena pengaruh penghambatan radiasi yang cukup

tinggi, sehingga proses fotosintesis terhambat dan berakibat pada hasil biji yang

rendah.

Bobot biji/ha mencerminkan potensi hasil dari masing-masing genotipe.

Nilai tengah tiap genotipe berkisar antara 0.78 ton/ha - 1.67 ton/ha, sedangkan

untuk varietas pembanding berkisar antara 1.05 ton/ha - 1.50 ton/ha. Genotipe

yang cenderung memiliki bobot biji lebih besar dari pembanding yaitu

GWS134A, GWS134A1, GWS134D, dan GWS73D dengan nilai berikut 1.78,

1.67, 1.58, dan 1.55 ton/ha.

Bobot 100 biji merupakan salah satu karakter yang mempengaruhi daya

hasil. Bobot 100 biji memiliki nilai tengah 47.2 gram dengan kisaran terendah

(35)

memiliki bobot tertinggi diantara pembanding lainnya sehingga dijadikan sebagai

varietas pembanding. Hasil uji t-Dunnett memperlihatkan perbedaan nyata dari

galur-galur yang diuji. Bobot 100 biji galur GWS18A1, GWS27C, GWS39B,

GWS39D, GWS110A1, GWS110A2, GWS110D, GWS134A, dan GWS134D

nyata lebih rendah dari varietas Jerapah, sedangkan galur GWS72A, GWS73D,

GWS74A1, GWS74D, GWS79A, GWS134A1, dan GWS138A.

Tabel 6. Rataan Nilai Tengah Karakter Bobot Biji per Tanaman, Hasil Konversi Bobot Biji/ha, Bobot 100 Biji, dan Indeks Panen Kering

Galur

Zebra Putih 8.8 1,50 41.7 0.77

Sima 7.2 1,22 45.9 0.64

Keterangan: Indeks huruf pada kolom yang sama diolah lanjut dari hasil uji t-Dunnett taraf 5%, menunjukan bahwa :

a : nyata > Gajah e : nyata < Gajah b : nyata > Jerapah f : nyata < Jerapah c : nyata > Zebra Putih g : nyata < Zebra Putih d : nyata > Sima h : nyata < Sima

Indeks panen merupakan pembagian hasil panen ekonomis kacang tanah

yaitu bobot polong terhadap brangkasannya. Indeks panen tertinggi dimiliki oleh

varietas Gajah (1.13) dan terendah galur GWS74A1 (0.46), sedangkan rataannya

(36)

25

panjang batang berdaun hijau terendah tetapi memiliki nilai indeks panen

tertinggi. Karakter ini merupakan salah satu kelebihan dari varietas Gajah

disamping rasa dan penampilan bijinya yang menarik.

Pendugaan Parameter Genetik

Berhasilnya suatu program pemuliaan tanaman sangat ditentukan oleh

adanya ragam genetik yang diturunkan dari suatu populasi, karena tanpa adanya

ragam genetik tidak akan terjadi perbaikan karakter tanaman (Poehlman, 1983).

Parameter genetik yang dianalisis meliputi ragam genotipe, fenotipe, koefisien

keragaman genetik (KKG), dan heritabilitas arti luas (h²bs) (Tabel 7).

Tabel 7. Heritabilitas Beberapa Karakter Kuantitatif Kacang Tanah

Peubah s²G s²P h²bs (%) KKG (%)

Tinggi tanaman (cm) 63.66 76.98 82.70 15.20

Jumlah cabang 0.33 0.40 83.27 10.64

Persentase batang utama bebas bercak daun (%)

0.78 1.87 41.52 14.94

Kadar klorofil (µmol/cm²) <0.01 <0.01 63.03 5.84

Jumlah polong total 0.22 2.53 8.56 4.79

Jumlah polong cipo 0.02 0.04 62.56 50.71

Jumlah polong bernas 0.37 2.54 14.60 6.48

Bobot polong total (gram) 0* 3.05 0 0

Bobot polong cipo (gram) <0.01 <0.01 64.63 53.17

Bobot polong bernas (gram) 0* 3.08 0 0

Bobot biji (gram) 0.17 2.07 8.08 5.68

Bobot 100 butir (gram) 15.72 16.53 95.11 8.40

Bobot brangkasan (gram) 3.68 6.87 53.51 12.87

Indeks panen kering <0.01 0.04 9.00 7.31

Keterangan : s² P : ragam fenotipe, s² G : ragam genotipe, h² bs : heritabilitas arti luas, KKG : koefisien keragaman genetic, *diperoleh dengan menolkan ragam genetik yang bernilai negatif

Nilai heritabilitas diperlukan untuk mendapatkan informasi tentang

pengaruh dari masing-masing genotipe yang diuji yang menggambarkan apakah

keragaman fenotipe disebabkan oleh lingkungan atau genetik tanaman itu sendiri.

Heritabilitas menyatakan proporsi ragam genetik terhadap ragam fenotipe yang

nilainya berkisar antara 0 – 1 (Allard, 1960). Nilai heritabilitas digolongkan menjadi nilai heritabilitas tinggi (h²>0.5), heritabilitas sedang (0.2<h²<0.5), dan

(37)

bahwa ekspresi genetik karakter tersebut relatif kurang dipengaruhi lingkungan,

sedangkan nilai heritabilitas yang rendah menandakan keragaman fenotipe

dipengaruhi lingkungan (Rachmadiet al., 1996).

Karakter-karakter yang diamati memiliki nilai heritabilitas tinggi, sedang,

dan rendah. Karakter yang tergolong memiliki nilai heritabilitas tinggi yaitu tinggi

tanaman, jumlah cabang, kadar klorofil, jumlah polong cipo, bobot polong cipo,

bobot 100 biji dan bobot brangkasan. Hal ini menggambarkan bahwa keragaman

untuk karakter-karakter tersebut lebih disebabkan oleh keragaman genetik

tanaman. Hanya persentase batang yang masih hijau dengan nilai 0.42 yang

tergolong heritabilitas sedang.

Karakter yang tergolong memiliki nilai heritabilitas rendah yaitu jumlah

polong total, jumlah polong bernas, bobot biji, dan indeks panen kering. Keadaan

ini menunjukkan bahwa keragaman karakter-karakter tersebut lebih disebabkan

oleh lingkungan tumbuh dimana tanaman itu dibudidayakan. Sebagian besar

karakter yang memiliki nilai heritabilitas rendah yaitu karakter daya hasil.

Karakter daya hasil merupakan karakter yang dipengaruhi oleh beberapa gen.

Masing-masing memberikan pengaruh yang lebih kecil terhadap penampakan

fenotipe dibandingkan pengaruh lingkungan, sehingga dapat dilihat pada Tabel 7

bahwa nilai heritabilitas yang diperoleh tergolong rendah.

Nilai heritabilitas yang tinggi menunjukkan bahwa seleksi terhadap

karakter tersebut dapat dilakukan pada generasi awal, sedangkan nilai heritabilitas

yang rendah menunjukkan besarnya pengaruh lingkungan terhadap penampilan

fenotipe sehingga seleksi akan lebih efektif jika dilakukan terhadap generasi

lanjut. Bahan genetik yang digunakan dalam penelitian ini merupakan galur-galur

generasi lanjut dimana sebagian besar gen yang diharapkan telah terfiksasi dan

hampir seragam (Poespodarsono, 1988).

Koefisien keragaman genetik menunjukkan besaran ragam genetik dalam

populasi. Nilai KKG dapat digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu sempit (0-10

%), sedang (10-20 %), dan luas (> 20 %). Karakter dengan nilai KKG luas yaitu

kadar klorofil, jumlah polong cipo, dan bobot polong cipo, sedangkan karakter

dengan nilai KKG sedang yaitu tinggi tanaman, jumlah cabang, persentase batang

(38)

27

nilai KKG yang luas memberikan peluang seleksi untuk karakter tersebut akan

berlangsung efektif.

Karakter jumlah polong total, jumlah polong bernas, bobot polong total,

bobot polong bernas, bobot biji, bobot 100 biji, dan indeks panen kering memiliki

nilai KKG rendah. Nilai KKG yang rendah menyatakan bahwa terdapat pengaruh

lingkungan yang lebih dominan dibandingkan pengaruh genetik.

Korelasi dan Sidik Lintas

Korelasi antar karakter diperlukan untuk mengetahui pengaruh karakter

yang satu dengan yang lainnya. Korelasi merupakan tingkat keeratan karakter

yang digambarkan dari nilai koefisien korelasinya. Korelasi antar karakter

disajikan dalam Tabel 8. Bobot biji per tanaman sebagai karakter hasil utama,

berkorelasi nyata dan positif terhadap karakter jumlah cabang, jumlah polong

total, jumlah polong bernas, bobot polong total, bobot polong bernas, dan indeks

panen kering. Perbaikan terhadap karakter yang berkorelasi nyata tersebut akan

meningkatkan bobot biji per tanaman kacang tanah.

Bobot polong bernas dan bobot polong total menunjukkan korelasi

tertinggi dengan nilai korelasi 0.981 dan 0.980. Semakin tinggi bobot polong

bernas dan bobot polong total maka bobot biji per tanamannya pun akan semakin

tinggi. Jumlah polong total dan jumlah polong bernas memiliki nilai korelasi yang

tinggi juga yaitu sebesar 0.819 dan 0.804. Keempat karakter tersebut sangat erat

kaitannya dengan bobot biji per tanaman karena memiliki nilai korelasi yang

semakin mendekati nilai 1. Mattjik dan Sumertajaya, 2002 menyatakan bahwa

nilai korelasi dapat bernilai positif atau negatif dengan rentang nilai antara -1

sampai +1. Nilai koefisien korelasi semakin mendekati -1 atau +1 maka tingkat

keeratan antara dua karakter semakin tinggi dan semakin mendekati nol maka

tingkat keeratannya semakin rendah.

Indeks panen kering dan jumlah cabang memiliki nilai korelasi yang

tergolong sedang yaitu 0.628 dan 0.490. Peningkatan kedua karakter ini akan

meningkatkan bobot biji per tanaman akan tetapi pengaruhnya tidak sebesar

empat karakter sebelumnya. Jumlah cabang berpengaruh dalam peningkatan

(39)

Tabel 8. Hasil Uji Korelasi Pearson Antar Karakter pada Galur-galur kacang Tanah tahan penyakit Bercak Daun

TT PRS JPT JPC JPB BPT BPC BPB BB BSR BBR IP KL

JC 0.13tn -0.037tn 0.604 ** 0.426tn 0.550 * 0.536* 0.251tn 0.524* 0.490* 0.198tn 0.373tn 0.065tn -0.042tn

0.587 0.877 0.005 0.061 0.012 0.015 0.286 0.018 0.029 0.403 0.106 0.784 0.859

TT 0.094 tn -0.128tn 0.049tn - 0.134tn -0.051tn -0.065tn -0.049tn -0.096tn 0.030tn 0.457* -0.402tn -0.048tn

0.695 0.590 0.837 0.573 0.831 0.785 0.839 0.687 0.901 0.043 0.079 0.841

PRS -0.247tn 0.019tn - 0.249tn -0.208tn 0.018tn -0.207tn -0.226tn 0.090tn 0.629** -0.72** -0.166tn 0.293 0.938 0.290 0.379 0.940 0.381 0.337 0.705 0.003 <.001 0.483 JPT 0.034tn 0.993** 0.768 ** -0.103tn 0.768** 0.819** -0.254tn -0.014tn 0.618** -0.071tn

0.887 <.0001 <.0001 0.665 <.0001 <.0001 0.279 0.955 0.004 0.766 JPC - 0.087tn -0.024tn 0.961** -0.060tn -0.059tn -0.044tn 0.151tn -0.222tn 0.332tn

0.715 0.920 <.0001 0.800 0.804 0.855 0.526 0.347 0.153

JPB 0.768** -0.219tn 0.773** 0.823** -0.248tn -0.032tn 0.643** -0.110tn

<.0001 0.353 <.0001 <.0001 0.292 0.894 0.002 0.643

BPT -0.106tn 0.999** 0.980** 0.102tn 0.228tn 0.544** 0.028tn

0.656 <.0001 <.0001 0.670 0.335 0.013 0.907

BPC -0.144tn -0.154tn -0.060tn 0.078tn -0.229tn 0.339tn

0.546 0.518 0.803 0.744 0.331 0.143

BPB 0.981** 0.103tn 0.224tn 0.550** 0.015tn

<.0001 0.665 0.342 0.012 0.950

BB 0.010tn 0.111tn 0.628** 0.035tn

0.968 0.641 0.003 0.884

BSR 0.339tn -0.175tn -0.144tn

0.144 0.461 0.545

BBR -0.64** -0.059tn

0.002 0.805

IP 0.056tn

0.814

Keterangan : JC=jumlah cabang, TT=tinggi tanaman, PRS=persentase panjang batang berdaun hijau, JPT=jumlah polong total, JPC=jumlah polong cipo, JPB=jumlah polong bernas, BPT=bobot polong total, BPC=bobot polong cipo, BPB=bobot polong bernas, BB=bobot biji per tanaman, BSR=bobot 100 butir, BBR=bobot brangkasan, IP=indeks panen, Kl=kadar klorofil

2

(40)

29

Karakter persentase panjang batang berdaun hijau menandakan tingkat

ketahanan terhadap penyakit bercak daun. Bobot berangkasan berkorelasi nyata

dan positif terhadap persentase panjang batang berdaun hijau dengan nilai 0.629.

Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi bobot berangkasan maka tingkat

ketahanan terhadap penyakit bercak daun semakin tinggi.

Persentase panjang batang berdaun hijau nyata berkorelasi negatif dengan

indeks panen kering dengan nilai korelasi 0.72. Hal ini menunjukkan semakin

tahan terhadap penyakit bercak daun maka indeks panennya semakin rendah.

Selain itu, karakter ketahan ini juga berkorelasi negatif dengan karakter hasil

walaupun tidak nyata. Yudiwati et al. (1998) meneliti korelasi genotipik antara hasil dengan tingkat ketahanan terhadap penyakit bercak daun. Hasilnya

menunjukkan bahwa tingkat ketahanan terhadap penyakit bercak daun nyata

berkorelasi negatif terhadap karakter hasil.

Tabel 9. Koefisien Lintas pada Karakter yang Diamati terhadap Bobot Biji per Tanaman

JC -0.197 0 2.275 -1.997 -4.113 4.519 0.005 0.490

JPT 3.766 -0.119 0 -3.063 -5.896 6.622 0.050 0.819

JPB -3.630 -0.108 3.738 0 -5.899 6.664 0.052 0.823

BPT -7.678 -0.105 2.892 -2.789 0 8.616 0.044 0.980

BPB 8.623 -0.103 2.892 -2.805 -7.672 0 0.045 0.981

IP 0.082 -0.013 2.327 -2.333 -4.179 4.740 0 0.628

Nilai sisa 0.116

Keterangan : JC=jumlah cabang, JPT=jumlah polong total, JPB=jumlah polong bernas, BPT=bobot polong total, BPB=bobot polong bernas, BB=bobot biji per tanaman, IP=indeks panen

Koefisien korelasi hanya membandingkan tingkat keeratan dua karakter

yang dipasangkan tanpa melihat pengaruh karakter lainnya terhadap karakter yang

dipasangkan tersebut. Rohaeni (2010) mengemukakan nilai korelasi merupakan

gambaran tingkat keeratan antar karakter yang satu dengan yang lainnya, akan

(41)

keeratan antar karakter terse

lebih bermakna dilakukan an

Keterangan : Y= karakter bobot terhadap bobot biji

kemajuan seleksi jika meng

tinggi dan berkorelasi positif

Karakter yang dima

mempunyai korelasi yang

rsebut. Maka untuk menguraikan koefisien korelasi

analisis lintasan.

intasan Beberapa Karakter Kacang Tanah dengan B naman Kacang Tanah

njelaskan seberapa besar pengaruh langsung dan

erhadap bobot biji per tanaman. Bobot biji per tan

titatif yang sangat dipengaruhi oleh berbagai kar

kan informasi karakter mana yang memilki peng

rlukan untuk menentukan karakter yang akan dijad

ng. Falconer dan MackaydalamYudiwantiet al.(1 eleksi secara tidak langsung akan memaksim

nggunakan karakter yang mempunyai nilai heritab

itif dengan daya hasil.

asukkan dalam analisis lintasan adalah karakter

(42)

31

Rekapitulasi analisis lintas disajikan pada Tabel 9. Menurut Hutagalung (1988)

koefisien lintas yang kurang dari 0.05 dapat diabaikan. Apabila nilai koefisien

korelasi antara faktor penyebab dan akibat hampir sama dengan pengaruh

langsungnya (perbedaan tidak lebih dari 0.05), maka koefisien tersebut

menjelaskan hubungan yang sebenarnya dan seleksi langsung terhadap variabel

tersebut akan sangat efektif.

Terdapat enam karakter yang dianalisis pengaruh langsung dan tidak

langsungnya terhadap bobot biji per tanaman. Hasilnya menunjukkan tidak semua

karakter tersebut memberikan pengaruh langsung yang besar terhadap bobot biji

per tanaman. Pengaruh langsung yang besar terdapat pada karakter jumlah polong

total (3.766) dan bobot polong bernas (8.623). kedua karakter tersebut merupakan

karakter yang mempengaruhi bobot bji per tanaman secara langsung. Artinya

semakin besar nilai dari kedua karakter tadi, akan semakin besar pula bobot biji

per tanaman yang dihasilkan.

Indeks panen kering memiliki pengaruh langsung sebesar 0.082. pengaruh

langsung indeks panen kering memiliki nilai yang lebih kecil dibandingkan

dengan pengaruh total. Hal ini mengindikasikan bahwa korelasi yang nyata antara

indeks panen dengan bobot polong per tanaman lebih disebabkan pengaruh tidak

langsungnya.

Jumlah cabang, jumlah polong bernas, dan bobot polong total memiliki

pengaruh langsung yang bernilai negatif yaitu -0.197, -3.630, dan -7.678. Hal ini

menunjukkan bahwa pengaruh tidak langsung lebih berperan terhadap korelasi

antara karakter-karakter tersebut dengan bobot biji per tanaman.

Karakter yang memiliki pengaruh tidak langsung paling tinggi terhadap

bobot biji per tanaman adalah karakter jumlah polong bernas melalui karakter

jumlah polong total dengan nilai 8.616. Semakin tinggi jumlah polong bernas

akan semakin tinggi pula jumlah polong totalnya dan semakin tinggi bobot polong

total akan semakin tinggi pula bobot polong bernasnya sehingga bobot biji per

tanaman akan meningkat.

Nilai sisa dari analisis lintas sebesar 0.116. Hal ini menunjukkan bahwa

analisis lintas tidak dapat menjelaskan hubungan antar karakter yang

(43)

residual maka semakin baik informasi yang didapatkan karena sebagian besar

pengaruh langsung dan tidak langsung terhadap bobot biji per tanaman dapat

dijelaskan dengan karakter yang diamati.

Seleksi Galur-Galur Terbaik Kacang Tanah

Seleksi terhadap galur-galur generasi lanjut kacang tanah tahan penyakit

bercak daun menggunakan karakter yang secara langsung dan tidak langsung

mempengaruhi bobot biji per tanaman. Hasil analisis lintas memperlihatkan

bahwa jumlah polong total dan bobot polong bernas memberikan pengaruh

langsung terhadap bobot biji per tanaman. Akan tetapi hanya jumlah polong total

yang digunakan sebagai karakter seleksi karena jumlah polong total

mencerminkan potensi genetik dari galur-galur tersebut. Selain itu jumlah polong

bernas juga digunakan untuk karakter seleksi karena memiliki pengaruh tidak

langsung yang tinggi terhadap jumlah polong total.

Tabel 10. Urutan Genotipe Berdasarkan Jumlah Polong Total, Jumlah Polong Bernas, dan Persentase Batang Berdaun Hijau

Genotipe

GWS134D 12.3 GWS134D 11.8 GWS74A1 8.4

GWS39D 12.0 GWS39D 11.8 ZebraPutih 7.4

GWS79A 11.7 GWS110A2 11.4 GWS110A1 7.3

GWS110A2 11.7 GWS39B 11.2 GWS74D 7.1

GWS39B 11.3 GWS79A 10.9 GWS134A 6.9

GWS134A1 10.9 GWS134A1 10.6 GWS110A2 6.7

GWS73D 10.5 GWS73D 10.3 GWS39B 6.5

GWS110D 10.2 GWS110D 10.1 GWS73D 6.4

GWS18A1 10.2 GWS18A1 9.9 Sima 6.2

Gajah 10.0 Gajah 9.5 GWS79A 6.1

Zebra Putih 9.9 Zebra Putih 9.4 GWS27C 5.6

GWS27C 9.0 GWS110A1 8.6 GWS18A1 5.6

GWS110A1 8.8 GWS27C 8.3 Jerapah 5.6

GWS74A1 8.7 GWS72A 8.3 GWS138A 5.5

GWS72A 8.6 GWS74A1 8.3 GWS134A1 5.5

Sima 8.1 GWS74D 7.8 GWS134D 4.9

GWS74D 8.0 Sima 7.8 GWS110D 4.7

Jerapah 7.9 Jerapah 7.6 GWS72A 4.3

GWS138A 7.7 GWS138A 7.5 GWS39D 4.3

(44)

33

Yudiwanti et al. (1998) menyatakan bahwa karakter jumlah polong total dan jumlah polong isi lebih mencerminkan potensi genetik daya hasil genotipe

kacang tanah berkaitan dengan penyakit bercak daun hitam. Hal ini dikarenakan

polong terbentuk sebelum penyakit bercak daun menyerang sehingga jumlah

polong yang terbentuk lebih disebabkan potensi genetik tanaman itu sendiri. Di

lain pihak karakter bobot biji lebih dipengaruhi kondisi lingkungan tumbuh saat

fase pengisian polong, sehingga tidak digunakan sebagai karakter seleksi.

Seleksi untuk ketahanan terhadap penyakit bercak daun dilihat

berdasarkan persentase persentase batang berdaun hijau. Semakin tinggi

persentasenya maka tingkat ketahanannya semakin tinggi. Tingkat ketahanan

penyakit dari semua galur yang diuji berada di atas varietas Gajah sebagai

pembanding yang peka terhadap penyakit bercak daun. Oleh karena itu dapat

dikatakan galur-galur tersebut tahan terhadap penyakit bercak daun. Terdapat

sembilan galur generasi lanjut yang memiliki jumlah polong total, jumlah polong

bernas, dan ketahan terhadap penyakit bercak daun yang lebih tinggi dari varietas

pembanding yaitu GWS134D, GWS39D, GWS79A, GWS110A2, GWS39B,

Gambar

Tabel 1. Analisis Komponen Ragam
Tabel 2. Data Cuaca Daerah Dramaga Bogor
Gambar 1. Fenotipe  Tanaman Peka Dan Tahan Terhadap Serangan PenyakitBercak Daun : A. varietas Gajah (peka), B
Tabel 3. Rekapitulasi Uji F, Nilai Tengah, Nilai Maksimum dan NilaiMinimum Beberapa Karakter Genotipe Kacang Tanah yang Diuji
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pengujian lapangan telah dilakukan untuk mempelajari korelasi antara tingkat ketahanan terhadap penyakit bercak daun hitam dan daya hasil pada kacang tanah. Percobaan dilakukan

Pada Tabel 19 terlihat bahwa genotipe AH1993SI memiliki kandungan klorofil total tertinggi di antara genotipe lain dalam kelompok tersebut, akan tetapi bobot biji per tanaman,

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: terdapat plasma nutfah yang memiliki ketahanan terhadap penyakit bercak daun, berpotensi hasil tinggi,

Berdasarkan analisis lintas, karakter bobot polong isi, bobot biji tanaman dan bobot polong kering merupakan karakter-karakter yang dapat digunakan sebagai kriteria

Dari seleksi terakhir dengan kriteria ketahanan galur penyakit layu, umur genjah, cukup tahan terhadap penyakit bercak dan karat daun, serta batas seleksi hasil sedikitnya 2

Lebar pembukaan stomata nyata berkorelasi negatif dengan tingkat ketahanan kacang tanah terhadap penyakit bercak daun, dan sebaliknya berkorelasi positif dengan daya hasil,

Pada Tabel 19 terlihat bahwa genotipe AH1993SI memiliki kandungan klorofil total tertinggi di antara genotipe lain dalam kelompok tersebut, akan tetapi bobot biji per tanaman,

Lebar pembukaan stomata nyata berkorelasi negatif dengan tingkat ketahanan kacang tanah terhadap penyakit bercak daun, dan sebaliknya berkorelasi positif dengan daya hasil,