• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil

Kondisi Kolam Tempat Pengambilan Contoh Air dan Sedimen Secara umum keadaan parameter fisika dan kimia kualitas air pada kolam pengambilan sampel air dan sedimen cukup baik. Parameter kualitas air seperti pH, oksigen terlarut, konsentrasi amonia, nitrit dan nitrat pada kolam kondisinya masih relatif baik untuk pertumbuhan budidaya ikan lele. Nilai pH dari kolam pengambilan sampel berkisar antara 7-7,4, oksigen terlarut antara 5,0 – 5,5 mg/l, konsentrasi amonia tidak terionisasi antara 0,05 – 0,15 mg/l, konsentrasi nitrit antara 0,01 – 0,06 mg/l dan konsentrasi nitrat antara 0,81 – 1,35 mg/l. Nilai parameter tersebut masih dapat dianggap layak dalam budidaya perikanan. Gambaran fisik dan pola budidaya kolam dapat dilihat pada Lampiran 4 dan 5.

Isolasi dan Karakterisasi Bakteri

Dari sampel air, akar tanaman air dan sedimen yang diperiksa, hanya pada sampel sedimen diperoleh tujuh isolat yang diduga merupakan jenis bakteri

Bacillus sp. pendegradasi amonia, nitrit dan nitrat. Isolat yang telah berhasil diseleksi dimurnikan kembali dengan metoda cawan gores kuadran untuk mendapatkan biakan murni bakteri. Morfologi sel dan koloni bakteri hasil isolasi dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Morfologi koloni dan sel isolat bakteri hasil isolasi dari kolam ikan air tawar

No Kode Isolat

Kenampakan Koloni Bentuk

sel

1 S1 bulat, diameter 2 mm, tepian tidak beraturan, krem batang panjang

2 S2 bulat, diameter 1 mm, tepian rata, oranye bening batang pendek

3 S3 bulat, diameter 1.5 mm, tepian rata, putih bening

transparan

batang panjang

4 S4 bulat, diameter 3,5 mm, tepian rata, krem bulat

5 S5 bulat, diameter 1 mm, tepian rata, krem tua, berinti batang pendek

6 S6 bulat, diameter 1,5 mm, tepian rata, putih bening batang pendek

7 S7 bulat, diameter 1,5 mm, tepian rata, putih susu batang panjang

Seleksi Aktivitas Bakteri dalam Media Basal Heterotrof untuk Nitrifikasi

Setelah dikultur dalam media basal heterotrof untuk nitrifikasi, terlihat bahwa semua isolat dapat memanfaatkan TAN (total amonia nitrogen) untuk aktivitas metabolismenya, baik sebagai sumber energi maupun sebagai sumber nitrogen untuk pembentukan biomassa sel. Hal ini dapat terlihat dari penurunan konsentrasi TAN pada media nitrifikasi menjadi nitrit, nitrat dan peningkatan biomassa bakteri.

Pertumbuhan isolat bakteri memperlihatkan pola yang hampir seragam. Fase eksponensial dicapai pada inkubasi hari ke dua sampai ke empat. Pada inkubasi

hari ke enam, pertumbuhannya sudah masuk pada fase kematian. Pada hari ke enam diduga nutrien yang tersedia pada media sudah mengalami penurunan, sedangkan keberadaan nutrien merupakan faktor pembatas dalam pertumbuhan. Pertumbuhan isolat bakteri dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Pertumbuhan isolat bakteri pada media basal heterotrof untuk nitrifikasi

Dari tujuh isolat bakteri yang diisolasi, terdapat dua isolat bakteri yang mampu mengoksidasi TAN dengan nilai tertinggi (isolat S1 dan S3). Pertumbuhan kedua isolat bakteri tersebut disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4 Pertumbuhan isolat bakteri S1 dan S3 pada media basal heterotrof untuk nitrifikasi

Semua isolat bakteri mampu mengoksidasi TAN dengan kisaran antara 22,89 – 63,18% dari TAN yang ditambahkan ( 131 mg/l TAN) (Gambar 5). Isolat S1 dan S3 menunjukkan aktivitas oksidasi TAN tertinggi, yaitu masing-masing sebesar 56,60% dan 63,18% (Gambar 6 ).

Gambar 5 Penurunan TAN oleh isolat bakteri pada media basal heterotrof untuk nitrifikasi

Gambar 6 Penurunan TAN oleh isolat bakteri S1 dan S3 pada media basal heterotrof untuk nitrifikasi

TAN yang dioksidasi oleh isolat bakteri diubah menjadi senyawa nitrit dan nitrat (Gambar 7 dan 8) dan kemungkinan ada juga yang dikonversi menjadi gas nitrogen. Nitrit yang dihasilkan oleh semua isolat berkisar antara 0,016 – 0,209 mg/l. Nitrat yang dihasilkan berkisar antara 10,22-57,15 mg/l. Nitrit dan nitrat yang dihasilkan oleh isolat S1 dan S3 disajikan pada Gambar 9 dan 10.

Gambar 7 Nitrit yang dihasilkan oleh isolat bakteri pada media basal heterotrof untuk nitrifikasi

Gambar 8 Nitrat yang dihasilkan oleh isolat bakteri pada media basal heterotrof untuk nitrifikasi

Gambar 9 Nitrit yang dihasilkan oleh isolat bakteri S1 dan S3 pada media basal heterotrof untuk nitrifikasi

Gambar 10 Nitrat yang dihasilkan oleh isolat bakteri S1 dan S3 pada media basal heterotrof untuk nitrifikasi

Seleksi Aktivitas Bakteri dalam Media Denitrifikasi

Hampir semua isolat bakteri yang dikultur dalam media basal untuk denitrifikasi dapat mereduksi nitrat. Hal ini menunjukkan bahwa isolat- isolat bakteri yang terseleksi tersebut selain dapat mengoksidasi amonia juga mampu mereduksi senyawa nitrat dalam aktivitas metabolismenya. Pertumbuhan isolat bakteri dapat dilihat pada Gambar 11, sedangkan pertumbuhan isolat bakteri dengan reduksi nitrat tertinggi (isolat S1 dan S3) disajikan pada Gambar 12.

Gambar 11 Pertumbuhan isolat bakteri hasil isolasi padamedia basal untuk denitrifikasi

Gambar 12 Pola pertumbuhan isolat bakteri S1 dan S3 pada media basal untuk denitrifikasi

Kemampuan isolat bakteri dalam mereduksi senyawa nitrat berkisar antara 0,11-40,97% (Gambar 13) dari nitrat yang ditambahkan ke dalam media (530 mg/l nitrat). Isolat S1 dan S3 selain dapat mengoksidasi amonia, ternyata juga mampu mereduksi nitrat masing-masing sebesar 40,97% dan 26,51% (Gambar 14).

Gambar 13 Penurunan nitrat pada isolat bakteri pada media basal untuk denitrifikasi

Gambar 14 Penurunan nitrat oleh isolat bakteri S1 dan S3 pada media Basal untuk denitrifikasi

Nitrit yang dihasilkan oleh isolat bakteri menunjukkan kisaran 0,03-8,39 mg/l (Gambar 15), sedangkan nitrit pada isolat S1 dan S3 masing masing sebesar 0,87 mg/l dan 0,55 mg/l (Gambar 16).

Gambar 15 Nitrit yang dihasilkan oleh isolat bakteri pada media basal untuk denitrifikasi

Gambar 16 Nitrit yang dihasilkan oleh isolat bakteri S1 dan S3 pada media basal untuk denitrifikasi

Selain mengkoversi nitrat menjadi nitrit dan biomassa, isolat bakteri juga memproduksi gas N2 (Tabel 3). Produksi gas N2 ini membuktikan bahwa isolat terlibat dalam proses denitrifikasi aerobik seperti yang telah dikemukakan oleh Kim et al. (2005).

Tabel 3 Kemampuan isolat bakteri dalam mereduksi nitrat serta nitrit dan gas N2 yang dihasilkan selama inkubasi 16 hari

No Kode Isolat

Nitrat tereduksi NitritTerbentuk TAN Terbentuk Gas nitrogen Terbentuk mg/L % mg/L % mg/L mg/L % 1 S1 21.65 40.97 0.87 0.40 0 216.26 99.60 2 S2 1.20 1.57 2.67 8.04 0 5.66 67.95 3 S3 10.72 26.51 0.55 0.29 1.53 138.43 98.52 4 S4 1.33 2.93 1.42 9.16 0 14.09 90.84 5 S5 6.50 22.12 4.74 4.04 1.99 110.53 94.26 6 S6 0.18 0.11 0.03 5.26 0 0.54 94.74 7 S7 10.07 15.97 8.39 9.91 2.43 73.82 87.22 Identifikasi Bakteri S1 dan S3

Bakteri S1 dan S3 yang telah diseleksi dan diuji secara in vitro diidentifikasi dengan menggunakan KIT API 20E dan API 50CHB. Sebelumnya bakteri diwarnai dengan pewarnaan Gram dan spora. Baik bakteri S1 maupun S3

merupakan bakteri gram positif dan menghasilkan spora. Hasil pewarnaan spora pada isolat S1 memperlihatkan letak spora berada di tengah (sentral) atau parasentral, sedangkan pada S3 letak spora berada di bagian ujung (terminal) sel. Identifikasi dengan menggunakan KIT API ini menunjukkan bakteri S1 adalah

Bacillus cereus, sedangkan bakteri S3 diidentifikasi sebagai Bacillus subtilis. Hasil identifikasi bakteri dapat dilihat pada Lampiran 14.

Gambar 17 Pewarnaan spora isolat S1 (Bacillus cereus)

Gambar 18 Pewarnaan spora isolat S3 (Bacillus subtilis) Seleksi Aktivitas Nitrifikasi dan Denitrifikasi Bakteri dalam

Synthetic Pond Water

Percobaan ini terdiri tiga perlakuan yaitu media synthetic pond water yang masing-masing diinokulasikan oleh bakteri S1 (Bacillus cereus), S3 (Bacillus subtilis) dan campuran S1 (Bacillus cereus) dan S3 (Bacillus subtilis). Pertumbuhan populasi bakteri dapat dilihat pada Gambar 19. Pertumbuhan populasi bakteri pada media synthetic pond water lebih rendah dibandingkan

pada saat dikultur dalam media basal untuk nitrifikasi dan denitrifikasi. Hal ini disebabkan nutrien yang terdapat pada synthetic pond water tidak sebanyak pada media basal untuk nitrifikasi dan denitrifikasi.

Hasil seleksi bakteri pada synthetic pond water menunjukkan bahwa campuran bakteri B. cereus dan B. subtilis dapat mengoksidasi TAN lebih besar dibandingkan dengan inokulasi tunggal (66,32%) dari TAN yang ditambahkan (30,2 mg/l) (Gambar 20). Demikian pula konsentrasi nitrat dan nitrat pada media yang diinokulasi campuran B. cereus dan B. subtilis lebih rendah dibandingkan pada inokulasi tunggal (Gambar 21 dan 22).

Gambar 19 Data pertumbuhan populasi isolat bakteri pada media synthetic pond water

Gambar 20 Profil TAN oleh isolat bakteri dalam media synthetic pond water

Gambar 22 Profil nitrat oleh isolat bakteri dalam media synthetic pond water

Dari hasil seleksi isolat bakteri pada media synthetic pond water

menunjukkan bahwa campuran bakteri B. cereus dan B. subtilis memiliki kemampuan tertinggi dalam mengurangi konsentrasi amonia, nitrit dan nitrat sehingga dapat digunakan untuk uji in vivo.

Uji Kemampuan Isolat Terpilih secara In Vivo

Hasil pada uji coba secara in vivo menunjukkan konsentrasi TAN pada kontrol (tanpa inokulasi bakteri) lebih tinggi dibandingkan perlakuan (dengan inokulasi bakteri) baik pada ikan mas maupun ikan lele (Gambar 23). Hal ini menunjukan bahwa penambahan B. cereus dan B. subtilis ke dalam media dapat menurunkan konsentrasi TAN.

Gambar 23 Perbandingan konsentrasi TAN antara kontrol dengan perlakuan pada ikan mas dan lele

Nitrit pada kontrol ikan mas dan ikan lele berkisar antara 0,07-0,12 mg/l,sedangkan pada perlakuan ikan mas dan ikan lele berkisar antara 0,04-0,12. Konsentrasi nitrit pada kontrol dan perlakuan baik pada ikan mas dan lele berfluktuasi (Gambar 24), hal ini disebabkan nitrit merupakan bentuk yang tidak stabil, sehingga mudah bergeser menjadi amonia atau menjadi nitrat. Sedangkan kadar nitrat pada kontrol (0,26-0,69) nampak sedikit lebih tinggi dibandingkan perlakuan (0,26 -0,56) baik pada ikan mas maupun ikan lele (Gambar 25).

Gambar 24 Perbandingan konsentrasi nitrit antara kontrol dengan perlakuan pada ikan mas dan lele

Gambar 25 Perbandingan konsentrasi nitrat antara kontrol dengan perlakuan pada ikan mas dan lele

Populasi bakteri selama percobaan in vivo pada perlakuan (ikan mas dan ikan lele) menunjukkan bakteri mencapai fase stationer pada hari ke dua dan mulai menurun pada hari ke tiga (Gambar 26).

Gambar 26 Pertumbuhan populasi Bacillus cereus dan Bacillus subtilis pada perlakuan ikan mas dan lele

Data kelangsungan hidup ikan menunjukkan bahwa kelangsungan hidup ikan pada perlakuan dengan inokulasi bakteri lebih tinggi dibandingkan kontrol. Sedangkan jika dibandingkan antar jenis ikan, dapat dilihat bahwa kelangsungan hidup ikan lele lebih tinggi dibandingkan ikan mas (Gambar 27).

Gambar 27 Kelangsungan hidup ikan antara kontrol dengan perlakuan pada ikan mas dan lele

Pembahasan

Pengamatan morfologi sel dari ke tujuh isolat bakteri yang telah diseleksi memperlihatkan ciri yang berbeda. Hampir semua isolat berbentuk batang kecuali pada isolat S4. Hasil pewarnaan Gram menunjukkan semua isolat bersifat Gram

positif, hal ini dikarenakan adanya penambahan antibiotik polimiksin B pada media TSA sehingga mampu mengeliminir semua bakteri Gram negatif. Penambahan etanol analis 50% dan pemanasan pada suhu 1050C dalam tahap seleksi bakteri juga bertujuan untuk membunuh sel vegetatif bakteri dan mengeliminir bakteri yang tidak dapat membentuk spora. Errington (2003) menyatakan s

Menurut Earl et al. (2008), Bacillus sp. adalah spesies bakteri yang mampu tumbuh dalam berbagai lingkungan dan bersifat saprofitik (Hong et al. 2004). Genus Bacillus dapat membentuk endospora aktif yang sangat tahan dalam menghadapi kekurangan nutrisi dan tekanan lingkungan lainnya. (Hong et al.

2004 dan Earl et al. 2008).

pora dapat bertahan hidup termasuk tahan terhadap suhu tinggi (bahkan 100°C) dan penambahan alkohol.

Errington (2003) menambahkan s

Setelah dilakukan pengujian kemampuan isolat bakteri dalam media basal heterotrof untuk nitrifikasi, maka diperoleh dua isolat bakteri yaitu B. cereus dan

B. subtilis yang dapat mengoksidasi total amonia nitrogen (TAN) dalam jumlah yang paling tinggi, yaitu masing-masing sebesar 56,60% dan 63,18%. TAN yang dioksidasi oleh isolat bakteri diubah menjadi biomassa bakteri, senyawa nitrit dan nitrat dan kemungkinan ada juga yang dikonversi menjadi gas nitrogen. Isolat bakteri B. cereus dan B. subtilis menghasilkan nilai konsentrasi nitrat yang paling rendah yaitu masing- masing sebesar 10,22 mg/l dan 17,43 mg/l. Tingginya TAN yang teroksidasi dan rendahnya konsentrasi nitrat pada isolat B. cereus dan B. subtilis disebabkan kedua bakteri tersebut melakukan nitrifikasi dan denitrifikasi sehingga mampu mengubah TAN menjadi N

pora Bacillus sp. bisa tetap aktif untuk periode waktu yang lama, bahkan jutaan tahun sehingga sangat cocok digunakan sebagai probiotik karena lebih efisien dan ekonomis (Hong et al.

2004).

2. Hal ini sejalan dengan penelitian Kim et al. (2005) dan Yang et al. (2010) yang menyatakan bahwa Bacillus sp. mampu mengubah NH4 menjadi biomassa dan sebagian lagi dikonversi menjadi

produk nitrifikasi berupa NO2, NO3 atau dengan hasil akhir berupa gas nitrogen. Dengan demikian, dalam oksidasi amonia, Bacillus sp. heterotrofik memiliki metabolisme yang tidak terlalu kompleks dibanding bakteri autotrof. Kemampuan untuk melakukan proses nitrifikasi dan denitrifikasi membuat Bacillus sp. menjadi kandidat yang menarik untuk mengurangi amonia nitrogen dari air limbah

Pada uji aktivitas bakteri dalam media basal untuk nitrifikasi menunjukkan adanya penambahan populasi bakteri selama masa inkubasi. Hal ini membuktikan bahwa bakteri dapat memanfaatkan nitrogen anorganik untuk pertumbuhan dan multiplikasi sel. Menurut Kim et al. (2005), sebanyak 12,4% nitrogen yang terdapat dalam amonium akan dimanfaatkan untuk penambahan biomassa bakteri. Ebeling et al. (2006) menyatakan amonia oleh bakteri heterotrof disintesis menjadi protein karena adanya senyawa karbon organik (seperti gula dan molase,). Reaksi oksidasi amonia pada bakteri heterotrof adalah sebagai berikut:

.

NH4+ + 1.18C6H12O6 + HCO3- + 2.06O2 → C5H7O2N (biomassa) + 6.06H2O + 3.07CO2.

Pertumbuhan B. cereus dan B. subtilis pada media basal untuk nitrifikasi mencapai fase stationer pada hari ke empat, di mana pada saat yang sama jumlah amonia yang teroksidasi juga mencapai puncaknya. Pada hari ke enam bakteri mulai memasuki fase kematian yang ditandai dengan menurunnya populasi bakteri. Menurut Yang et al. (2010) serta Liu dan Han (2004), bakteri heterotrof seperti Bacillus sp. dapat memanfaatkan energi dari sumber karbon (glukosa) dan amonia untuk pertumbuhan biomassanya. Dengan semakin menipisnya sumber karbon dan amonia pada media nitrifikasi menyebabkan menurunnya proses nitrifikasi dan populasi bakteri. Kim et a.l (2005) menambahkan ketika konsentrasi nitrogen organik menurun, produksi sel akan berhenti dan pengurangan NH4+

Pengujian isolat bakteri dalam media denitrifikasi juga menunjukkan bakteri

B. cereus dan B. subtilis memiliki kemampuan untuk mereduksi nitrat, masing- masing sebesar 40,97% dan 26,51%. Nitrat yang tereduksi diubah menjadi biomasa bakteri, nitrit dan gas N

tidak dilanjutkan. Detsch dan lke (2003) menjelaskan amonium merupakan salah satu sumber utama nitrogen untuk bakteri. Pada konsentrasi amonium tinggi, sebagian besar dari amonium hadir sebagai amonia, yang dapat masuk ke dalam sel melalui difusi. Asimilasi amonium dapat diatur pada berbagai tingkat, yaitu ekspresi dari gen yang sesuai dan kegiatan oleh enzim. Detsch dan lke (2003) juga mengungkapkan terdapat dua protein yang dikodekan oleh sebagai gen Nrg A dan Nrg B untuk transportasi dan pemanfaatan amonium pada Bacillus sp.

2. Ogawa et al (1994) dan Marazioti et al. (2003) menyatakan Bacillus subtilis dapat menggunakan nitrat atau nitrit sebagai satu-satunya sumber nitrogen. Bakteri ini memiliki gen nas A dan nas B yang menghasilkan enzim nitrat /nitrit reduktase. Pada proses denitrifikasi, bakteri akan mereduksi senyawa nitrat menjadi nitrit, nitrit oksida (NO), nitrous oksida (N2O) dan dinitrogen (N2) dengan bantuan enzim nitrat dan nitrit reduktase (Richardson dan Watmough 1999). Kalkowski dan Conrad (1991) juga mengungkapkan bahwa

Bacillus cereus dapat menggunakan nitrat dan mengeluarkan produk gas N2. Namun perlu diingat bahwa faktor yang membatasi pertumbuhan bakteri bukan

hanya sumber nitrogen. Marazioti et al. (2003) menyatakan pertumbuhan B. subtilis akan berhenti setelah glukosa

Yan et al. (2006) menyatakan Bacillus sp. LY. bisa memanfaatkan karbon organik sebagai sumber asimilasi ketika itu ditumbuhkan pada glukosa dan amonium klorida. Setelah 24 hari inkubasi, efisiensi penghapusan TAN oleh

Bacillus sp. LY. sebesar 71,7%. T

dalam media telah habis digunakan

idak adanya akumulasi produk nitrifikasi yang jelas menunjukkan adanya kemampuan denitrifikasi pada kondisi aerob oleh Bacillussp. LY

Seleksi aktivitas nitrifikasi/denitrifikasi isolat tunggal B. cereus, B. subtilis

dan campuran B. cereus dan B. subtilis pada synthetic pond water menunjukkan bahwa campuran isolat B. cereus dan B. subtilis dapat menurunkan konsentrasi TAN, nitrit dan nitrat lebih besar dibandingkan pada isolat tunggal. Campuran isolat B. cereus dan B. subtilis dapat mengoksidasi TAN sebesar 66,32%, mereduksi nitrit sebesar 19,77% serta nitrat 28,37%. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Lalloo et al. (2007) yang menyatakan bahwa campuran dari beberapa spesies Bacillus sp. lebih cepat menurunkan konsentrasi ion amonia, nitrit dan nitrat dalam synthetic pond water secara signifikan dibandingkan dengan satu spesies.

.

Dalam percobaan in vivo, konsentrasi TAN awal pada akuarium adalah sekitar 6,12 mg/l, dengan pH berkisar 7,39-7,44, suhu 280C dan oksigen terlarut antara 3,5-4 mg/l. Baik pH maupun suhu dalam uji coba in vivo ini tidak terlalu berfluktuasi dan cenderung stabil. Toksisitas amonia terhadap organisme akuatik meningkat dengan penurunan kadar oksigen terlarut serta peningkatan pH dan suhu (Novotny dan Olem 1994). Peningkatan pH menyebabkan peningkatan NH3 dan penurunan NH4+, sehingga pada air dengan nilai pH rendah maka yang dominan adalah amonium (NH4+), sebaliknya bila nilai pH tinggi yang dominan adalah amonia (NH3

Kesadahan pada kontrol berkisar antara 104,40-111,50 mg CaCO ). Selain pH, suhu juga dapat berpengaruh terhadap daya racun amonia. Semakin tinggi suhu maka semakin tinggi pula konsentrasi amonia yang tidak terionisasi.

3/l sedangkan pada perlakuan berkisar antara 101,0-112.10 mg CaCO3/l (Lampiran 9). Nilai kesadahan tersebut termasuk ke dalam kategori kesadahan menengah dan memadai untuk pertumbuhan bakteri probiotik. Hal ini sesuai dengan penelitian Kim et al. (2005) yang menyatakan bahwa penambahan ion logam Mg2+, Fe 2+ dan Ca2+ dapat meningkatkan pertumbuhan Bacillus sp. dan meningkatkan pengurangan NH

Pada kontrol (tanpa inokulasi bakteri) terjadi peningkatan amonia air sampai 7,07 mg/ l baik pada akuarium ikan mas maupun ikan lele. Pada akuarium ikan mas dan lele yang diinokulasi bakteri menunjukkan adanya penurunan TAN sampai dengan konsentrasi 4,31 mg/l pada akuarium ikan lele dan 4,63 mg/l pada akuarium ikan mas dimulai hari ke dua, ke tiga dan ke empat, namun selanjutnya konsentrasi TAN kembali meningkat. Hal ini sejalan dengan penelitian Yang et al. (2010) yang menyatakan dalam air limbah yang tidak diinokulasi Bacillus sp., NH

4.

4 dalam limbah meningkat sebesar 5-7 mg /l, sedangkan konsentrasi amonium dalam limbah yang diinokulasi berkurang menjadi hampir 0 mg /l. Peningkatan kadar TAN pada hari ke lima dan ke enam pada perlakuan (dengan inokulasi bakteri) disebabkan menurunnya populasi bakteri probiotik karena terbatasnya sumber nutrisi yang dibutuhkan bakteri untuk pertumbuhannya dan terjadi

akumulasi bahan organik dari sisa pakan dan eksresi ikan. Liu dan Han (2004) menambahkan bahwa Bacillus sp. selain dapat memanfaatkan amonium, juga dapat menggunakan nitrogen organik terlarut yang berasal dari kotoran ikan dan pakan terutama terdiri dari urea, amina primer terlarut dan peptida atau gabungan amino asam untuk pertumbuhannya

Nilai nitrit pada kontrol (tanpa inokulasi bakteri) dan perlakuan (dengan inokulasi bakteri) baik pada ikan lele maupun ikan mas berfluktuasi. Nitrit dalam air merupakan bentuk yang tidak stabil sehingga konsentrasinya tidak terlalu besar. Menurut Novotny dan Olem (1994), nitrit (NO

.

2

Kadar nitrat pada kontrol (tanpa inokulasi bakteri pada ikan lele dan ikan mas) maupun perlakuan (dengan inokulasi bakteri pada ikan lele dan ikan mas), masih berada jauh di bawah ambang batas toleransi ikan. Hamlin (2005) menjelaskan bahwa mayoritas populasi ikan dapat mentoleransi nitrat dari tingkat 1000 mg/l nitrat atau lebih tanpa mencapai 50% kematian, ketika natrium nitrat digunakan sebagai sumber nitrat.

) biasanya ditemukan dalam jumlah yang sangat sedikit di perairan alami, kadarnya lebih kecil daripada nitrat karena nitrit bersifat tidak stabil jika terdapat oksigen.

Berdasarkan uji statistik (p<0.05), pada konsentrasi amonia dan nitrat terdapat perbedaan yang nyata antar kontrol pada ikan mas (tanpa inokulasi bakteri) dengan perlakuan pada ikan mas(dengan inokulasi bakteri), demikian pula halnya pada ikan lele. Sedangkan konsentrasi nitrit pada kontrol dan perlakuan baik pada ikan mas dan lele tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (Lampiran 10, 11, 12 dan 13).

Tingkat kelangsungan hidup ikan lele dengan perlakuan inokulasi bakteri pada jam ke 12 lebih tinggi 50% dibandingkan kontrol (tanpa inokulasi bakteri) dan jam pada ke 24 lebih lebih tinggi 36,67% dibandingkan kontrol. Pada ikan mas, kelangsungan hidup ikan dengan perlakuan inokulasi bakteri pada jam ke 12 lebih tinggi 33,33% dibandingkan kontrol (tanpa inokulasi bakteri) dan jam pada ke 24 lebih tinggi 31,11% dibandingkan kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa inokulasi bakteri B. cereus dan B. subtilis pada media dengan konsentrasi amonia yang tinggi terbukti mampu mempertahankan kelangsungan hidup dan menunda kematian pada ikan mas dan ikan lele. Walaupun pemberian probiotik telah berhasil menurunkan konsentrasi amonia sampai 30%, namun masih tingginya konsentrasi amonia pada air menyebabkan kematian ikan juga cukup tinggi. Untuk itu frekuensi pemberian probiotik harus lebih sering dilakukan pada air dengan kadar amonia yyang tinggi. Selain itu dapat juga dilakukan treatment air dengan probiotik sebelum digunakan untuk kegiatan budidaya ikan.

Dari percobaan in vivo terlihat mortalitas lele lebih rendah dibandingkan ikan mas. Hal ini dikarenakan lele dumbo (Clarias gariepinus) lebih toleran terhadap racun amonia. Lele dapat mengekskresikan NH4+ secara aktif dan mengurangi produksi amonia dengan mengurangi katabolisme asam amino. Jaringan dan sel pada lele juga memiliki toleransi yang tinggi terhadap amonia. Selain itu, lele juga mengurangi permeabilitas kulit dan membran terhadap NH3

Sebagian besar ikan umumnya adalah hewan amoniotelik, namun terdapat beberapa jenis ikan yang mampu mensintesa urea dalam jumlah yang tidak umum dan memproduksi urea sebagai respon terhadap konsentrasi amonia air yang tinggi. Amonia disekresikan melalui epitelium insang juga melalui difusi secara pasif dalam bentuk amonia tak terionisasi (Hargreaves dan Kucuk 2000).

melalui ornithine urea cycle (OUC) pada kondisi tertentu. Menurut Hagopian dan Riley (1998), urea merupakan senyawa netral, tidak beracun dan larut di dalam air. Akan tetapi, kapasitas untuk membuat dan mengeluarkan urea memerlukan tenaga dalam bentuk energi ATP. Beberapa jenis ikan bertulang ketika dalam kondisi kelaparan, dan stress lingkungan (naiknya kadar amonia di perairan, dalam kurungan, kepadatan tinggi, pH tinggi ataupun terekspose udara) akan terpicu untuk mensintesa urea (Saha dan Ratha 2007; Monzani dan Moraes 2008). Perbedaan fisiologis dan anatomi masing-masing spesies ikan dapat

Dokumen terkait