• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bagian pohon yang dimakan oleh larva X. festiva adalah kayu gubal bagian

luar dan kulit bagian dalam. Kulit bagian luar (yang tampak dari luar) tidak dimakan, demikian pula serbuk gerek yang menempel pada permukaan kulit batang pohon sengon.

Serangga X. festiva membutuhkan makanan untuk hidup sama halnya

seperti manusia yang membutuhkan karbohidrat sebagai sumber energi. Karbohidrat yang dibutuhkan untuk serangga berasal dari selulosa, hemiselulosa, protein dan pati yang merupakan komponen struktural pada kayu. Selulosa merupakan sumber karbohidrat yang nantinya sebagai sumber energi bagi serangga.

Hasil analisis kandungan kimia pohon sengon yang dimakan X. festiva dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Kandungan kimia pohon sengon yang dimakan X. festiva

No Bagian pohon

Kandungan kimia pohon dalam persen berat kering Holose- lulosa Selu-losa Hemi- selu-losa Pati Protein

1 Kayu gubal utuh (tidak dimakan)

77,06 38,47 38,59 2,67 5,28 2 Serbuk gerek di

permu-kaan kulit

76,45 36,15 40,3 3,00 5,57 3 Kulit utuh (kulit luar dan

dalam)

63,19 27,45 35,74 3,53 8,77 4 Sisa, kulit luar yang

ti-dak dimakan

54,41 19,35 35,06 2,88 6,59 5 Rata-rata kandungan

ki-mia kayu dan kulit: (1 + 3) : 2

70,12 32,96 37,16 3,10 7,02 6 Serbuk gerek di dalam

kulit

32,07 9,07 23 2,27 2,35 7 Rata-rata kandungan

ki-mia kayu dan kulit yang tidak dimakan: (4 + 6) : 2

43,24 14,21 29,03 2,57 4,47

8 Kandungan kimia kayu dan kulit yang dimakan (5 – 7)

Berdasarkan Tabel 4, Hasil analisis kimia kayu tersebut menunjukkan bahwa semua komponen kimia kayu dan kulit bagian dalam (holoselulosa, selulosa, hemiselulosa, pati dan protein) dimakan oleh larva X. festiva. Serbuk gerek yang menempel dipermukaan kulit (dengan kadar holoselulosa 76,45 %) tampaknya tidak dimakan bila dibandingkan dengan holoselulosa pada kayu gubal utuh (77,06 %). Ternyata serbuk gerek yang menempel didalam kulit semuanya berasal dari dalam kayu gubal. Kulit yang dimakan tampaknya hanya sedikit, dilihat dari holoselulosa pada kulit utuh (63,19 %) dibandingkan dengan holoselulosa kulit luar yang tidak dimakan (54,41 %). Namun untuk pati dan protein pada seluruh bagian pohon yang dianalisis tampaknya tidak dimakan, dilihat dari kadar kimia kayunya hampir sama dengan kayu gubal.

Hemiselulosa merupakan bahan yang paling banyak dicerna (91,06 %) (Lampiran 1) dibandingkan dengan selulosa (76,75 %) dikarenakan hemiselulosa memiliki serat yang lebih pendek sehingga lebih mudah untuk dicerna. Namun bahwa bahan-bahan itu tidak semuanya dapat dicerna oleh larva X. festiva, yaitu lignin, kandungan kimia pohon yang kemungkinan tidak dicerna oleh larva. Dikarenakan unit penyusun lignin bukanlah glukosa seperti komponen kayu lainnya, maka lignin tidak memiliki kandungan nutrisi untuk larva X. festiva, diikuti oleh pati (93,01 %) yang lebih banyak dicerna bila dibandingkan dengan protein (85,16 %). Besarnya persen yang dicerna dapat dijelaskan pada lampiran 1.

Berdasarkan analisis kimia kayu tersebut tampak bahwa makanan larva X. festiva yang penting adalah selulosa dan hemiselulosa. Dalam usus larva, selulosa tersebut harus dicerna oleh enzym selulase. Dalam penelitian ini enzym selulase tersebut tidak dianalisis. Ada kemungkinan bahwa larva X. festiva menghasilkan enzym tersebut atau kemungkinan lain larva tersebut mengadakan simbiosis dengan organisme lain. Pada rayap Neotermes tectonae yang menyerang pohon jati selulosa adalah makanan utama rayap ini. Akan tetapi rayap ini tidak mampu mencerna selulosa yang dimakannya tanpa bantuan sejumlah protozoa yang hidup di bagian usus belakang. Protozoa yang berasosiasi dengan N. tectonae adalah Ceducela monile, Foania solita, F. nana, Oxymonas grandis dan Devescovina

25

parasoma, semuanya tergolong ordo Polymastigina, kelas Mastigophora (protozoa flagelata) (Steinhaus, 1947, dalam Tarumingkeng, 1973).

Pemeliharaan serangga banyak dilakukan di dalam laboratorium dengan menggunakan makanan buatan. Tujuan pemeliharaannya bermacam-macam, antara lain untuk mempelajari morfologi serangga, perilaku, siklus hidup dan perkembangan populasi serangga. Menurut Ishii (1959) dalam Singh (1977), makanan buatan adalah suatu makanan yang tidak alami atau asing bagi serangga yang dibuat dengan suatu proses tertentu. Proses pembuatannya mengacu pada pendekatan kimia. Di dalam makanan buatan ini terdapat komponen-komponen yang dibutuhkan serangga untuk kehidupannya. Komponen yang ada didalamnya terbagi atas dua bagian, yaitu komponen kimia dan komponen alami. Komponen alami dapat dipenuhi oleh bagian tanaman seperti serbuk kayu, ekstrak biji, ekstrak daun, dan bunga sedangkan komponen kimia dapat dipenuhi dengan asam askorbik (vitamin C), ekstrak ragi dan bahan-bahan kimia lainnya. Hsiao dan

Fraenker (1968) dalam Singh (1977) mengatakan bahwa keberadaan agar dan

selulosa mutlak diperlukan dalam pembuatan makanan buatan.

Pemeliharaan X. festiva dengan menggunakan makanan buatan pernah

dilakukan oleh Suharti et al. (1994) dan juga Matsumoto (1994). Tujuan

pemeliharaannya adalah untuk mempelajari siklus hidup serangga tersebut. Para peneliti tersebut menggunakan makanan buatan yang sama, yaitu Insecta LF Nihon Nosan dengan komposisi air 23,95 %, protein 16,17 %, asam amino 12 macam, lemak 1,06 %, abu 4,29 %, mineral Na, K, Mg, Ca, Fe, Si, Cl2, P serat kasar 0,81 %, karbohidrat 53,72 % dan vitamin A 305,97 ppm. Bentuk makanan buatannya itu seperti terasi dan dapat diiris-iris. Larva dapat segera menerima makanan tersebut dan berkembang sampai instar terakhir. Tetapi, laju pengepompongan (pupasi) agak lambat dan ukuran serangga dewasanya agak kecil. Hanya tiga individu yang mencapai tahap serangga dewasa. Sedikitnya serangga yang menjadi dewasa mungkin disebabkan karena makanan buatan tersebut bukan khusus untuk X. festiva tetapi untuk semua serangga dari famili Cerambycidae.

Wibisono (1999), Marta (2005), dan Carvallo (2008) juga telah melakukan

pemeliharaan X. festiva dengan menggunakan makanan buatan yang

komposisinya seperti pada Tabel 5.

Tabel 5 Komposisi untuk makanan buatan X. festiva Komposisi

Dosis yang dibuat masing-masing peneliti Wibisono, (1999) Marta,

(2005)

Carvallo, (2008) Ransum 1 Ransum 2 Ransum 3

Aquades 600 ml 600 ml 600 ml 450 ml 30 ml

Sukrosa 20 g 20 g 20 g 5 g 1,5 g

Streptomycin 1 g 1 g 1 g 0,5 g 0.15 g

Tepung selulosa 20 g 20 g 20 g 5 g 0

Serbuk kayu sengon segar, kering 20 g 20 g 20 g 5 g 4,5 g Agar 7 g 7 g 7 g 1,75 g 0,525 g Asam askorbik 0 2 g 0 0,25 g 0,1 g Ekstrak ragi 0 0 6 g 1,5 g 0,25 g Benzoat 0 0 0 0,5 g 0,15 g Dolomit 0 0 0 0 0,27 mg NaCl 0 0 0 0 0,09 g Minyak Zaitun 0 0 0 0 1,2 ml Vitamin B kompleks 0 0 0 0 0,6 mg

Tujuan penelitiannya adalah untuk mengetahui komposisi makanan buatan yang terbaik dan perkembangan larvanya dengan pertambahan berat tubuh dan ukuran. Larva yang digunakan adalah larva instar tertentu yang diambil dari lapangan. Penelitian-penelitian ini tidak dilangsungkan sampai larva menjadi serangga dewasa (kumbang). Hal ini berbeda dengan Suharti et al. (1994) dan Matsumoto (1994) yang menggunakan larva yang ditetaskan dari telur dan pemeliharaannya berlangsung sampai larva menjadi kumbang. Oleh karena itu belum dapat disimpulkan komposisi makanan mana yang paling baik untuk perkembangan larva sampai menjadi serangga dewasa.

Farashiani et al., (2001) memelihara Aeolesthes serta Solsky yang sama

familinya dengan X. festiva (Cerambycidae) dengan menggunakan makanan

buatan yang terdiri dari 16 gram tepung batang pohon elm (Ulmus sp)., 70 cc akuades, 0,3 gram benzoic acid (asam benzoate), 0,4 gram hydroxy benzoate, 0,3 gram nipagin, 5 gram agar, dan 4 gram ekstrak ragi. Bahan-bahan tersebut dibuat menjadi pasta. Ternyata larva instar pertama A. sarta dapat berkembang dengan baik menjadi serangga dewasa. Tampaknya komposisi makanan buatan yang dibuat Farashiani et al. tersebut dapat dicoba untuk pemeliharaan X. festiva

27

dengan hanya mengganti tepung batang pohon elm (Ulmus sp.) dengan tepung batang pohon sengon (Paraserianthes falcataria).

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Komponen kimia kayu bagian pohon sengon yang paling banyak dicerna oleh larva X. festiva adalah hemiselulosa (91,05 %) dan selulosa (76,75 %) dan diikuti protein (93,01 %) serta sedikit pati (85,15 %).

2. Tidak semua komponen kayu tersebut yang dapat dicerna oleh larva X. festiva seperti lignin dikarenakan unit penyusun lignin bukanlah glukosa seperti komponen kayu lainnya.

5.2 Saran

Adapun saran yang dapat diberikan antara lain:

1. Perlu diteliti apakah larva X. festiva menghasilkan enzim selulase atau mengandung organisme lain yang membantu merombak selulosa, seperti halnya protozoa pada Neotermes tectonae atau rayap yang menyerang batang pohon jati. 2. Untuk membuat makanan buatan, komponen-komponen yang dimakan oleh larva

X. festiva tersebut harus ada. Untuk sementara dapat dicoba komponen makanan buatan yang dibuat oleh Farashiani et al. (2001) dengan mengganti tepung kayu elm (Ulmus sp.) dengan tepung kayu sengon (Paraserianthes falcataria).

Dokumen terkait