• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil

Persentase Setek Hidup

Data pengamatan dan sidik ragam terhadap parameter persentase setek hidup jerukpurut pada berbagai bahan tanam dan konsentrasi IBA umur 12 MST dapat dilihat pada (Lampiran 5 dan 6). Berdasarkan tabel sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan bahan tanam dan konsentrasi IBA serta interaksi keduanya tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap persentase setek hidup. Rataan persentase setek hidup jeruk purut pada berbagai bahan tanam dan konsentrasi IBA dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Persentase setek hidup jeruk purut pada berbagai bahan tanam dan rataan 30.00 yang berbeda tidak nyata dengan setek cabang tengah (B2) dan setek cabang pangkal (B3).

Tabel 1 juga menunjukkan bahwa persentase setek hidup jeruk purut pada umur 12 MST tertinggi diperoleh pada perlakuan konsentrasi IBA 150 ppm (I1) yaitu 37.78 yang berbeda tidak nyata dengan perlakuan lainnya.

39

Jumlah Daun

Data pengamatan dan sidik ragam terhadap parameter jumlah daun bibit tanaman jeruk purut pada berbagai bahan tanam dan konsentrasi IBA umur 12 MST dapat dilihat pada (Lampiran 9 dan 10). Berdasarkan tabel sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan bahan tanam dan konsentrasi IBA serta interaksi keduanya tidak memberikan pengaruh yang nyata pada jumlah daun bibit tanaman jeruk purut. Rataan jumlah daun dari perlakuan bahan tanam dan konsentrasi IBA dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 menunjukkan bahwa jumlah daun bibit tanaman jeruk purut pada berbagai bahan tanam dan konsentrasi IBA umur 12 MST tertinggi diperoleh pada perlakuan bahan tanam setek pucuk (B1) yaitu 1.42 yang berbeda tidak nyata dengan setek cabang tengah (B2) dan setek cabang pangkal (B3).

Tabel 2 juga menunjukkan bahwa jumlah daun bibit tanaman jeruk purut pada berbagai bahan tanam dan konsenttrasi IBA umur 12 MST tertinggi diperoleh pada perlakuan konsentrasi IBA 150 ppm (I1) yaitu 2.67 yang berbeda tidak nyata dengan perlakuan lainnya.

39

Jumlah Akar

Data pengamatan dan sidik ragam terhadap parameter jumlah akar bibit tanaman jeruk purut pada berbagai bahan tanam dan konsentrasi IBA umur 12 MST dapat dilihat pada (Lampiran 13 dan 14). Berdasarkan tabel sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi IBA memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah akar bibit tanaman jeruk purut, sedangkan interaksi dari bahan tanam dan konsentrasi IBA tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah akar. Rataan jumlah akar dari perlakuan bahan tanam dan konsentrasi IBA dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Jumlah akar bibit tanaman jeruk purutpada berbagai bahan tanam

Keterangan:Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada baris yang samamenunjukkantidak berbeda nyata pada Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%.

Tabel 3 menunjukkan jumlah akar bibit tanaman jeruk purut pada umur 12 MST tertinggi diperoleh pada perlakuan bahan tanam setek pucuk (B1) yang berbeda tidak nyata dengan setek cabang tengah (B2) dan setek cabang pangkal (B3).

Tabel 3 menunjukkan bahwa jumlah akar bibit tanaman jeruk purut pada umur 12 MST tertinggi diperoleh pada perlakuan konsentrasi IBA150 ppm (I1) dengan rataan 2.33. Sedangkan jumlah akar bibit tanaman jeruk purut terendah terdapat

39

pada konsentrasi IBA 450 ppm (I3) yang berbeda tidak nyata dengan perlakuan tanpa IBA (I0).

dan semakin menurun dengan meningkatnya konsentrasi IBA.

Panjang Akar

Data pengamatan dan sidik ragam terhadap parameter panjang akar bibit tanaman jeruk purut pada berbagai bahan tanam dan konsentrasi IBA umur 12 MST dapat dilihat pada (Lampiran 17 dan 18). Berdasarkan tabel sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan bahan tanam dan konsentrasi IBA serta interaksi keduanya tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap panjang akar bibit tanaman jeruk purut. Rataan panjang akar bibit tanaman jeruk purut pada berbagai bahan tanam dan konsentrasi IBA umur 12 MST dapat dilihat pada Tabel 4

Tabel 4. Panjang akar bibit tanaman jeruk purut pada berbagai bahan tanam

Tabel 4 menunjukkan bahwa jumlah akar bibit tanaman jeruk purut pada umur 12 MST tertinggi diperoleh pada perlakuan bahan tanam setek pucuk (B1) yaitu 4.56 yang berbeda tidak nyata dengan setek cabang tengah (B2) dan setek cabang pangkal (B3).

Tabel 4 juga menunjukkan bahwa panjang akar jeruk purut pada umur 12 MST tertinggi diperoleh pada perlakuan konsentrasi IBA 300 ppm (I2) yang berbeda

39

Persentase Bertunas

Data pengamatan dan sidik ragam terhadap parameter persentase bertunas setek jeruk purut pada berbagai bahan tanam dan konsentrasi IBA umur 12 MST dapat dilihat pada (Lampiran 21 dan 24). Berdasarkan tabel sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi IBA dan interaksi antara bahan tanam dan konsentrasi IBA memberikan pengaruh yang nyata terhadap persentase bertunas (Tabel 5). samamenunjukkantidak berbeda nyata pada Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%.

Tabel 5 menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi IBA 150 ppm (I1) berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.Sementara interaksi antara B1I1 (setek pucuk dengan konsentrasi IBA 150 ppm) berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.

Persentase bertunas setek jeruk purut pada umur 12 MST tertinggi diperoleh pada kombinasi perlakuan B1I1 (setek pucuk dengan konsentrasi IBA 150 ppm) yaitu dengan rataan 80.00 yang berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Sedangkan persentase bertunas terendah terdapat pada kombinasi perlakuan B1I3 (setek pucuk dengan konsentrasi IBA 300 ppm) dan B2I0 (setek cabang tengah dengan

konsentrasi 30 0ppm) dengan rataan 0.07

39

Grafik persentase bertunas setek jeruk purut dengan berbagai bahan tanam konsentrasi IBA dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Hubungan persentase bertunas setek tanaman jeruk purut dengan berbagai bahan tanam dan konsentrasi IBA

Gambar 1 juga menunjukkan terdapat perpotongan dibeberapa titik. Hal ini menunjukkan adanya interaksi antara bahan tanam dan konsentrasi IBA. Pada B1 persentase setek bertunas menurun pada konsentrasi 300 ppm. Pada perlakuan B2 terjadi peningkatan persentase bertunas pada konsentasi 150 ppm (I1) dan 300 ppm (I2) namun menurun pada konsentrasi 450 ppm (I3). Sementara pada perlakuan B3 terjadi peningkatan pada konsentrasi IBA 0 ppm (I0) dan 300 ppm (I2).

Panjang Tunas

Data pengamatan dan sidik ragam terhadap parameter panjang tunas setek jeruk purut pada berbagai bahan tanam dan konsentrasi IBA umur 12 MST dapat dilihat pada (Lampiran 25 dan 26). Berdasarkan tabel sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan bahan tanam dan konsentrasi IBA serta interaksi keduanya tidak

0,00

39

Rataan panjang tunas setek jerukpurut pada berbagai bahan tanam dan konsentrasi IBA umur 12 MST dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Panjang tunas bibit tanaman jeruk purutpada berbagai bahan tanam dan konsentrasi IBA umur 12 MST

Tabel 6 menunjukkan bahwa panjang tunas bibit tanaman jeruk purut pada umur 12 MST tertinggi diperoleh pada perlakuan bahan tanam setek cabang pangkal (B3) yaitu 0.57 yang berbeda tidak nyata dengan perlakuan setek pucuk (B1) dan setek cabang tengah (B2).

Tabel 6 juga menunjukkan bahwa panjang tunas bibit tanaman jeruk purut pada umur 12 MST tertinggi diperoleh pada perlakuan konsentrasi IBA 450 ppm (I3) sebesar 0.51 yang berbeda tidak nyata dengan perlakuan lainnya.

Diameter Tunas

Data pengamatan dan sidik ragam terhadap parameter diameter tunas bibit

tanaman jeruk purut pada berbagai bahan tanam dan konsentrasi IBA umur 12 MST dapat dilihat pada (Lampiran 29 dan 30). Berdasarkan tabel sidik ragam

menunjukkan bahwa interaksi perlakuan bahan tanam dan konsentrasi IBA memberikan pengaruh yang nyata terhadap diameter tunas bibit tanaman jeruk purut. Rataan diameter tunas bibit tanaman jeruk purut pada berbagai bahan tanam dan konsentrasi IBA umur 12 MST dapat dilihat pada Tabel 7.

39 samamenunjukkantidak berbeda nyata pada Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%.

Tabel 7 menunjukkan bahwa diameter tunas jeruk purut pada umur 12 MST tertinggi diperoleh pada kombinasi perlakuan B2I1 (setek cabang tengah dengan konsentrasi IBA 150 ppm) yaitu sebesar 2.13 yang berbeda tidak nyata dengan perlakuan lainnya. Sedangkan diameter tunas terendah terdapat pada kombinasi perlakuan B1I2 (setek pucuk dengan konsentrasi IBA 300 ppm) dan B2I0 (setek cabang tengah dengan konsentrasi 300ppm) dengan rataan 0.23 dan 0.00.

Grafik diameter tunas setek jeruk purut dengan berbagai bahan tanam konsentrasi IBA dapat dilihat pada Gambar 2.

0,00

39

Gambar 2. Hubungan persentase bertunas setek tanaman jeruk purutdengan berbagai bahan tanam dan konsentrasi IBA

Dari gambar 2 tampak bahwa terdapat perpotongan pada beberapa titik. Hal ini menunjukkan bahwa adanya interaksi antara bahan tanam dengan konsentrasi IBA pada parameter diameter tunas. Pada perlakuan B1 dengan semakin meningkatnya konsentrasi IBA maka diameter tunas semakin menurun. Pada perlakuan B2

terjadi peningkatan diameter tunas pada konsentrasi 150 ppm (I1) dan menurun dengan bertambahnya konsentrasi IBA. Sementara pada perlakuan B3 peningkatan diameter batang terdapat pada pemberian konsentrasi IBA 300 ppm (I2).

Hari Muncul Tunas

Data pengamatan dan sidik ragam terhadap parameter hari muncul tunas setek jeruk purut pada berbagai bahan tanam dan konsentrasi IBA umur 12 MST dapat dilihat pada (Lampiran 33 dan 34). Berdasarkan tabel sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan bahan tanam dan konsentrasi IBA serta interaksi keduanya tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap hari muncul tunas setek jeruk purut.

Rataan hari muncul tunas setek jeruk purut pada berbagai bahan tanam dan konsentrasi IBA umur 12 MST dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Hari muncul tunas setek jeruk purut pada berbagai bahan tanam

39

tengah) dengan rataan sebesar 8.00, yang berbeda tidak nyata dengan perlakuan B1 (setek pucuk) dan B3 (setek cabang pangkal).

Tabel 8 menunjukkan bahwa hari muncul tunas setek jeruk purut pada umur 12 MST tertinggi diperoleh pada perlakuan konsentrasi IBA 150 ppm (I1) yaitu sebesar 8.44, yang berbeda tidak nyata dengan perlakuan lainnya.

Pembahasan

Respons Pertumbuhan Setek Jeruk Purut (Citrus hystrix) pada Berbagai Bahan Tanam

Berdasarkan hasil analisis data secara statistik dapat diketahui bahwa perlakuan bahan tanam tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap seluruh parameter pengamatan. Hal ini menunjukkan bahwa cadangan bahan makanan yang terdapat di setiap bahan tanam belum mampu untuk mendorong pertumbuhan setek jeruk purut. Hal ini sesuai dengan literatur Ashari (1995) yang menyatakan bahwa bagian tanaman yang digunakan untuk setek diambil dari cabang yang sehat, bagian tersebut terletak pada sisi yang terkena sinar matahari, sehingga cukup mengandung bahan makanan (karbohidrat) untuk menyediakan makanan pada setek.

Tabel 1 menunjukkan bahwa persentase setek hidup tanaman jeruk purut pada umur 12 MST tertinggi diperoleh pada perlakuan bahan tanam setek pucuk (B1) dengan rataan 30.00 yang berbeda tidak nyata dengan setek cabang tengah (B2) dan setek cabang pangkal (B3). Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan setek jeruk purut lebih disebabkan oleh cadangan makanan yang ada didalam bahan tanam setek, bahan setek yang memiliki cadangan makanan yang cukup akan lebih mudah dalam membentuk tunas dan akar. Hal ini sesuai dengan

39

maka cadangan makanan seperti karbohidrat dan nitrogen akan semakin banyak sehingga dapat menghasilkan tunas dan akar yang lebih baik dengan taraf persentase hidup yang tinggi.

Tabel 2 menunjukkan bahwa jumlah daun bibit tanaman jeruk purut pada berbagai bahan tanam dan konsentrasi IBA umur 12 MST tertinggi diperoleh pada perlakuan bahan tanam setek pucuk (B1) yaitu 1.42 yang berbeda tidak nyata dengan setek cabang tengah (B2) dan setek cabang pangkal (B3) yaitu 1.33 dan 1.25. Hal ini menunjukkan bahwa pada bagian pucuk tanaman terjadi proses sintesis auksin dimana salah satu fungsi auksin pada pertumbuhan daun adalah membantu perkembangan jaringan meristem calon daun. Hal ini sesuai dengan literatur Sylvia (2009) yang menyatakan bahwa selain pertumbuhan panjang akar, auksin juga dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan daun. Daun merupakan salah satu organ tanaman yang sangat penting terutama untuk fotosintesis supaya tanaman dapat menghasilkan makanan dan mengalami pertumbuhan yang optimum. Semakin bertambah jumlah daun, ukuran panjang serta lebar daun maka

semakin besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan tanaman. Menurut Fahmi (2014) jaringan yang berbeda memberikan respon yang berbeda pula

terhadap kadar auksin yang dapat merangsang atau menghambat pertumbuhan tanaman.

Tabel 3 menunjukkan jumlah akar bibit tanaman jeruk purut pada umur 12 MST tertinggi diperoleh pada perlakuan bahan tanam setek pucuk (B1) dengan rataan 1.83 yang berbeda tidak nyata dengan setek cabang tengah (B2) dan setek cabang pangkal (B3) yaitu 1.33. Hal ini menunjukkan bahwa karbohidrat yang ada didalam bahan tanam setek tidak dapat memenuhi sumber nutrisi dan energi yang

39

dapat membantu dalam perkembangan akar. Hal ini sesuai dengan literatur Pujawati (2009) yang menyatakan bahwa karbohidrat didalam bahan setek berperan penting sebagai nutrisi dan sumber energi dalam perkembangan akar dan semua kegiatan hidup sel. Tingginya kandungan dalam jaringan tanaman akan meningkatkan tekanan osmotik dalam sel sehingga ada kecenderungan sel itu untuk mengembang dan mendorong pembelahan sel. Pembelahan sel terus menerus dan berkembang menjadi primordia akar.

Tabel 4 menunjukkan bahwa jumlah akar bibit tanaman jeruk purut pada umur 12 MST tertinggi diperoleh pada perlakuan bahan tanam setek pucuk (B1) dengan rataan sebesar 4.56 yang berbeda tidak nyata dengan setek cabang tengah (B2) dan setek cabang pangkal (B3) yaitu 3.08 dan 2.63. Hal ini menunjukkan bahwa panjangnya akar yang dihasilkan pada penggunaan bahan tanam setek pucuk disebabkan oleh pada bagian pucuk tanaman merupakan tempat terjadinya sintesis auksin, dimana auksin merupakan hormon yang merangsang pembentukan akar pada tanaman. Auksin pada ujung/pucuk tanaman dialirkan ke bagian bawah batang, sehingga akan memicu terbentuknya akar yang menandakan tanaman tersebut mengalami perkembangan. Hal ini sesuai dengan literatur literatur Fanesa (2011) yang menyatakan bahwa bagian ujung cabang atau pucuk tanaman merupakan tempat sintesis auksin yang akan membantu terbentuknya akar pada setek.

Tabel 6 menunjukkan bahwa panjang tunas bibit tanaman jeruk purut pada umur 12 MST tertinggi diperoleh pada perlakuan bahan tanam setek cabang pangkal (B3) dengan rataan yaitu 0.57 yang berbeda tidak nyata dengan perlakuan setek pucuk (B1) dan setek cabang tengah (B2) yaitu 0.22 dan 0.27. Hal ini

39

menunjukkan bahwa perkembangan tunas tidak hanya dipengaruhi oleh bahan tanam, melainkan juga faktor-faktor lainnya seperti kondisi lingkungan tumbuh, kondisi bahan setek yang digunakan seperti cadangan makanan dan hormon yang ada didalam setek maupun perlakuan yang diberikan terhadap setek. Menurut Prastowo et al., (2006) tunas terbentuk karena adanya proses morfogenesis yang menyangkut interaksi pertumbuhan dan diferensiasi oleh beberapa sel yang memacu terbentuknya organ. Pertumbuhan tunas pada setek dipengaruhi oleh beberapa sel yang memacu terbentuknya organ. Pertumbuhan tunas pada setek dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berkaitan seperti bahan setek yang digunakan, lingkungan tumbuh dan perlakuan yang diberikan terhadap setek.

Tabel 8 menunjukkan bahwa hari muncul tunas bibit tanaman jeruk purut pada umur12 MST tertinggi diperoleh pada perlakuan bahan tanam B2 (setek cabang tengah) dengan rataan sebesar 8.00, yang berbeda tidak nyata dengan perlakuan B1 (setek pucuk) dan B3 (setek cabang pangkal) dengan rataan 6.92 dan 7.83. Pada dasarnya tanaman dalam pertumbuhan dan perkembangannya memiliki waktu berbeda-beda tergantung dari kemampuan tanaman tersebut untuk melakukan pertumbuhan serta faktor eksternal yang mempengaruhinya. Menurut Basri et al., (2013) faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tunas ialah kondisi lingkungan yang mendukung, seperti kelembaban yang cukup akan mempercepat tumbuhnya tunas. Menurut Harjadi (1966) yang menyatakan bahwa perbedaan awal pertumbuhan salah satunya ditunjukkan dengan saat muncul tunas yang berbeda-beda. Saat muncul tunas ini ditandai dengan pecahnya mata tunas yang terdapat pada setek batang. Sitompul dan Guritno (1995) menyatakan bahwa penggunaan cadangan bahan makanan oleh setek akan menghasilkan energi dan energi yang

39

dihasilkan dapat mendorong pecahnya tunas dan mengaktifkan jaringan meristem pada titik tumbuh tunas.

Respons Pertumbuhan Setek Jeruk Purut(Citrus hystrix) pada Berbagai Konsentrasi IBA (Indole Butyric Acid)

Berdasarkan hasil analisis data secara statistik dapat diketahui bahwa perlakuan berbagai konsentrasi IBA menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap peubah amatan jumlah akar, sedangkan pada peubah amatan lainnya tidak memberikan pengaruh yang nyata. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan IBA pada perlakuan setek tanaman jeruk purut mampu meningkatkan pertumbuhan akar dalam perbanyakan jeruk purut. Menurut Mashudi et al., (2008) yang menyatakan bahwa cadangan zat makanan yang terdapat didalam organ setek merupakan penumpukan hasil fotosintesa. Auksin eksogen mampu memicu pembelahan, pembesaran dan pemanjangan sel, apabila pemberiannya berada pada konsentrasi optimum.

Tabel 3 menunjukkan jumlah akar setek jeruk purut pada umur 12 MST terbanyakadalah 2,33 unit yang diperoleh pada perlakuan konsentrasi IBA 150 ppm (I1), sedangkan rataan jumlah akar terkecil adalah 0,56 unit yang diperoleh pada perlakuan konsentrasi IBA 450 ppm (I3). Hal ini menunjukkan bahwa pemberian zat pengatur tumbuh IBA yang mengandung auksin dapat merangsang pertumbuhan akar. Hal ini dikarena IBA memiliki kandungan kimia yang lebih stabil dan bersifat aktif dibandingkan auksin eksogen lainnya, sehingga pada konsentrasi yang tinggi tidak menyebabkan keracunan pada tanaman yang dapat menghambat saat pembentukan akar. Hal ini sesuai dengan literatur Ashari (1995) yang menyatakan bahwa IBA kemungkinan merupakan bahan yang terbaik,

39

mendorong perakaran pada kebanyakan setek tanaman. Menurut Sallisbury and Ross (1995) hormon auksin berperan sangat penting dalam proses pembentukan akar, khususnya pada praktek perbanyakan tanaman secara aseksual dengan setek.

Namun penggunaan hormon haruslah dengan konsentrasi yang tepat.

Perlakuan pemberian berbagai konsentrasi IBA pada setek tanaman jeruk purut tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap peubah amatan persentase setek hidup, jumlah daun, panjang akar, panjang tunas dan hari muncul tunas. Hal ini diduga karena konsentrasi hormon yang diberikan belum mampu untuk mendorong pertumbuhan dan perkembangan setek jeruk purut. Menurut Mashudi et al., (2008) yang menyatakan bahwa auksin eksogen mampu memicu

pembelahan sel, pembesaran dan pemanjangan sel apabila pemberiannya berada pada batas konsentrasi optimum.

Respons Pertumbuhan Setek Jeruk Purut(Citrus hystrix) pada Berbagai Bahan Tanam danKonsentrasi IBA (Indole Butyric Acid)

Berdasarkan hasil analisis data secara statistik dapat diketahui bahwa perlakuan bahan tanam dan pemberian zat pengatur tumbuh IBA memberikan pengaruh nyata pada peubah amatan persentase bertunas dan diameter tunas.

Tabel 5 menunjukkan bahwa persentase bertunas setek jeruk purut pada umur 12 MST tertinggi diperoleh pada kombinasi perlakuan B1I1 (setek pucuk dengan konsentrasi IBA 150 ppm) yaitu dengan rataan 80.00 yang berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Sedangkan persentase bertunas terendah terdapat pada kombinasi perlakuan B1I2 (setek pucuk dengan konsentrasi IBA 300 ppm) dan B2I0 (setek cabang tengah dengan konsentrasi 300 ppm) dengan rataan 0.07 dan

39

akan lebih mudah tumbuh serta dengan adanya kombinasi penambahan zat pengatur tumbuh IBA yang tepat dapat mendorong munculnya tunas. Hal ini sesuai dengan literatur Hartmann et al. (2003) yang menyatakan bahwa terdapat variasi komposisi senyawa kimia pada bahan tanaman (tunas). Komposisi kimia pada tunas sangat dipengaruhi oleh umur tunas. Tunas yang relatif muda mengandung unsur nitrogen yang relatif tinggi dan unsur karbon yang relatif rendah. Semakin bertambah umur tunas, kandungan nitrogennya semakin menurun, sedangkan kandungan karbonnya semakin bertambah, demikian juga terdapat komposisi kimia yang bervariasi mulai dari pangkal sampai ujung tunas.

Menurut Abidin (1990) pemberian konsentrasi IBA yang optimal dapat mempercepat pertumbuhan tanaman, akan tetapi jika konsentrasi dinaikkan melebihi batas optimal, maka pertumbuhan tanaman justru akan dihambat.

Tabel 7 menunjukkan bahwadiameter tunas jeruk purut pada umur 12 MST tertinggi diperoleh pada kombinasi perlakuan B2I1 (setek cabang tengah dengan konsentrasi IBA 150 ppm) yaitu sebesar 2.13 yang berbeda tidak nyata dengan perlakuan B1I0 (setek pucuk tanpa IBA), B1I1 (setek pucuk dengan konsentrasi IBA 150 ppm) dan B3I2 (setek cabang pangkal dengan konsentrasi 300 ppm). Sedangkan diameter tunas terendah terdapat pada kombinasi perlakuan B1I2 (setek pucuk dengan konsentrasi IBA 300 ppm) dan B2I0 (setek cabang tengah dengan konsentrasi 300 ppm) dengan rataan 0.23 dan 0.00. Hal ini menunjukkan bahwa kombinasi bahan tanam serta pemberian zat pengatur tumbuh yang tepat dapat merangsang pembentukan tunas. Hal ini sesuai dengan literatur Fanesa (2011) yang menyatakan bahwa bagian ujung cabang atau pucuk tanaman merupakan tempat sintesis auksin yang akan diedarkan ke bagian-bagian

39

yang ada dibawahnya termasuk tempat kedudukan tunas-tunas cabang. Pemberian konsentrasi IBA yang optimal juga dapat mempercepat pertumbuhan tunas. Hal ini sesuai dengan literatur Abidin (1990) yang menyatakan bahwa pemberian konsentrasi IBA yang optimal dapat mempercepat pertumbuhan tanaman, akan tetapi jika konsentrasi dinaikkan melebihi batas optimal, maka pertumbuhan tanaman justru akan dihambat.

Dokumen terkait