• Tidak ada hasil yang ditemukan

RESPONS PERTUMBUHAN STEK TANAMAN JERUK PURUT (Citrus hystrix) PADA BERBAGAI BAHAN TANAM DAN KONSENTRASI IBA (Indole Butyric Acid)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "RESPONS PERTUMBUHAN STEK TANAMAN JERUK PURUT (Citrus hystrix) PADA BERBAGAI BAHAN TANAM DAN KONSENTRASI IBA (Indole Butyric Acid)"

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

KONSENTRASI IBA (Indole Butyric Acid)

SKRIPSI

OLEH:

BIMO KURNIA PUTRA 110301090

BUDIDAYA PERTANIAN DAN PERKEBUNAN

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2018

(2)

KONSENTRASI IBA (Indole Butyric Acid)

SKRIPSI

OLEH:

BIMO KURNIA PUTRA 110301090

BUDIDAYA PERTANIAN DAN PERKEBUNAN

Skripsi merupakan salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2018

(3)

Judul Skripsi : Respons Pertumbuhan Stek Tanaman Jeruk Purut

(Cytrus Hystrix) pada Berbagai Bahan Tanam dan Konsentrasi

IBA (Indole Butyric Acid)

Nama : Bimo Kurnia Putra

NIM : 110301090

Program Studi : Agroekoteknologi

Minat : Budiaya Pertanian dan Perkebunan

Disetujui Oleh:

Komisi Pembimbing,

Dr. Ir Jonatan Ginting, M.S. Ir. Asil Barus, M.S.

Ketua Anggota

Mengetahui,

Dr. Ir. Sarifuddin, MP

Ketua Program Studi Agroteknologi

(4)

(Citrus hystrix) pada berbagai bahan tanam dan konsentrasi IBA (Indole Butyric Acid) dibimbing oleh JONATAN GINTING dan ASIL BARUS.

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan respons pertumbuhan setek jeruk purut (Citrus hystrix) pada penggunaan bahan tanam dan konsentrasi IBA (Indole Butyric Acid) yang berbeda serta interaksi keduanya. Penelitian dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan (±25 m dpl) pada Juni-September 2017. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial dengan 2 faktor dan 3 ulangan. Faktor pertama yaitu bahan tanam dengan 3 taraf (setek pucuk ; setek batang; dan setek pangkal) dan faktor kedua yaitu konsentrasi IBA dengan 4 taraf (0; 150; 300; dan 450 ppm).

Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan sidik ragam dan dilanjutkan dengan uji jarak berganda duncan (DMRT). Peubah amatan yaitu umur muncul tunas, persentase stek hidup, persentase stek bertunas, jumlah daun, jumlah akar, panjang akar, panjang tunas, dan diameter tunas . Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian IBA 150 ppm nyata memperbanyak jumlah akar dibandingkan tanpa menggunakan IBA. Tidak ada interaksi yang nyata antara penggunaan bahan tanam dan pemberian IBA terhadap semua parameter yang diamati.

Kata kunci: jeruk purut, setek, konsentrasi IBA

(5)

various planting materials and IBA concentration (Indole Butyric Acid) is guided by JONATAN GINTING and ASIL BARUS.

The aim of this research is to get the response of citrus hystrix cuttings growth on the use of planting materials and the different concentration of IBA (Indole Butyric Acid) and their interaction. The experiment was conducted in experimental field of Faculty of Agriculture, University of Sumatera Utara, Medan (± 25 m asl) in June-September 2017. This study used Factorial Randomized Block Design (RAK) with 2 factors and 3 replications. The first factor is planting material with 3 levels (shoot cuttings, stem cuttings and base cuttings) and second factor is IBA concentration with 4 levels (0, 150, 300, and 450 ppm). The data obtained were analyzed by using vocabulary and followed by Duncan Multiple Duncan Test (DMRT). The variables observed were shoot age, live cuttings percentage, percentage of sprout cuttings, number of leaves, root number, root length, shoot length, and shoot diameter. The results showed that giving 150 ppm IBA significantly increased the number of roots compared without using IBA. There was no significant interaction between the use of planting materials and IBA on all observed parameters.

Keywords: keffir lime, cuttings, IBA concentration

(6)

Ayah Kurniadi dan Ibu Hartati Wati. Penulis merupakan anak ke-dua dari dua bersaudara.

Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 16 Makassar dan pada tahun 2011 penulis masuk ke Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Penulis memilih program studi Agroekoteknologi minat Budidaya Pertanian dan Perkebunan.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Himpunan Mahasiswa Agroekoteknologi (HIMAGROTEK) seksi bidang minat dan bakat (2013-2014) dan Ketua bidang HUMAS Himagrotek periode (2014-2015).

Penulis juga aktif sebagai Badan Pengawas Organisasi (BPO) di Forum Mahasiswa Agroteknologi Indonesia (FORMATANI) Wilayah I periode (2015- 2017).

Penulis melaksanakan praktek kerja lapangan (PKL) di PT. Wanasari Nusantara Kabupaten Kuantan Singingi, Riau pada bulan Juli – Agustus 2014.

(7)

Nya penulis dapat menyelesaikan usulan penelitian yang berjudul “Respons Pertumbuhan Stek Tanaman Jeruk Purut (Citrus hystrix) pada Berbagai Bahan Tanam dan Konsentrasi IBA (Indole Butyric Acid)”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada ayahanda Kurniadi dan ibunda Hartati yang telah memberikan dukungan finansial

dan moril. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir Jonatan Ginting, M.S. selaku dosen ketua komisi pembimbing dan Bapak Ir. Asil Barus, M.S. selaku dosen anggota komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan masukan selama penulisan skripsi ini.

Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.

Medan, Februari 2018

Penulis

(8)

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

DAFTAR GAMBAR ... x

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 4

Hipotesis Penelitian ... 4

Kegunaan Penelitian... 4

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman ... 5

Syarat Tumbuh ... 6

Iklim ... 6

Tanah ... 7

Perbanyakan Tanaman Dengan Setek ... 7

IBA (Indole Butyric Acid) ... 10

BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ... 14

Bahan dan Alat ... 14

Metode Penelitian ... 15

PELAKSANAAN PENELITIAN ... 17

Persiapan Lahan ... 17

Persiapan Media Tanam ... 17

Persiapan Bahan Setek. ... 17

Perendaman IBA ... 17

Penanaman Setek ... 18

Pemberian Sungkup ... 18

Persiapan Media Tanam Pembibitan ... 18

Pemeliharaan Tanaman ... 18

Penyiraman ... 18

Penyiangan ... 18

Pengamatan Parameter ... 19

Umur Muncul Tunas ... 19

Persentase Bertunas ... 19

Panjang Tunas ... 19

Diameter Tunas ... 19

Persentase Stek Hidup ... 19

(9)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil ... 21 Pembahasan ... 30 KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ... 38 Saran ... 38

DAFTAR PUSTAKA ... 39

(10)

konsentrasi IBA umur 12 MST ... 21 2. Jumlah daun setek jeruk purut pada berbagai bahan tanam dan

konsentrasi IBA umur 12 MST ... 22 3. Jumlah akar setek jeruk purut pada berbagai bahan tanam dan

konsentrasi IBA umur 12 MST ... 23 4. Panjang akar setek jeruk purut pada berbagai bahan tanam dan

konsentrasi IBA umur 12 MST ... 25 5. Persentase bertunas stek jeruk purut pada berbagai bahan tanam dan

konsentrasi IBA umur 12 MST ... 26 6. Panjang tunas setek jeruk purut pada berbagai bahan tanam dan

konsentrasi IBA umur 12 MST ... 27 7. Diameter tunas setek jeruk purut pada berbagai bahan tanam dan

konsentrasi IBA umur 12 MST ... 28 8. Hari muncul tunas tunas setek jeruk purut pada berbagai bahan

tanam dan konsentrasi IBA umur 12 MST ... 30

(11)

2. Bagan penanaman pada plot ... 44 3. Jadwal kegiatan penelitian ... 45 4. Foto kegiatan penelitian ... 46 5. Data pengamatan persentase stek hidup pada berbagai bahan

tanam dan konsentrasi IBA umur 12 MST ... 49 6. Data transformasi (x + 0.5) persentase stek hidup pada berbagai

bahan tanam dan konsentrasi IBA umur 12 MST ...

7. Sidik ragam data transformasi (x + 0.5) persentase stek hidup pada berbagai bahan tanam dan konsentrasi IBA umur 14 MST ...

8. Data pengamatan jumlah daun pada berbagai bahan tanam dan

konsentrasi IBA umur 12 MST ...

9. Data transformasi (x + 0.5) jumlah daun pada berbagai bahan tanam dan konsentrasi IBA umur 12 MST ...

10. Sidik ragam data transformasi (x + 0.5) jumlah daun pada berbagai bahan tanam dan konsentrasi IBA umur 12 MST ...

11. Data pengamatan jumlah akar pada berbagai bahan tanam dan

konsentrasi IBA umur 12 MST ...

12. Data transformasi (x + 0.5) jumlah akar pada berbagai bahan tanam dan konsentrasi IBA umur 12 MST ...

13. Sidik ragam data transformasi (x + 0.5) jumlah akar pada berbagai bahan tanam dan konsentrasi IBA umur 12 MST ...

14. Data pengamatan panjang akar pada berbagai bahan tanam dan

konsentrasi IBA umur 12 MST ...

15. Data transformasi (x + 0.5) panjang akar pada berbagai bahan tanam dan konsentrasi IBA umur 12 MST ...

16. Sidik ragam data transformasi (x + 0.5) panjang akar pada

berbagai bahan tanam dan konsentrasi IBA umur 12 MST... ...

17. Data pengamatan persentase stek bertunas pada berbagai bahan

52

54

56 55 49

55 53

53 51 51 50 49

57

(12)

19. Sidik ragam data transformasi (x + 0.5) persentase stek bertunas pada berbagai bahan tanam dan konsentrasi IBA umur 14 MST ...

20. Data pengamatan panjang tunas pada berbagai bahan tanam dan

konsentrasi IBA umur 12 MST ...

21. Data transformasi (x + 0.5) panjang tunas pada berbagai bahan tanam dan konsentrasi IBA umur 12 MST ...

22. Sidik ragam data transformasi (x + 0.5) panjang tunas pada

berbagai bahan tanam dan konsentrasi IBA umur 12 MST ...

23. Data pengamatan diameter tunas pada berbagai bahan tanam dan konsentrasi IBA umur 12 MST ...

24. Data transformasi (x + 0.5) diameter tunas pada berbagai bahan tanam dan konsentrasi IBA umur 12 MST ...

25. Sidik ragam data transformasi (x + 0.5) diameter tunas pada

berbagai bahan tanam dan konsentrasi IBA umur 12 MST ...

26. Data pengamatan hari muncul tunas pada berbagai bahan tanam dan konsentrasi IBA umur 12 MST ...

27. Data transformasi (x + 0.5) hari muncul tunas pada berbagai bahan tanam dan konsentrasi IBA umur 12 MST ...

28. Sidik ragam data transformasi (x + 0.5) hari muncul tunas pada berbagai bahan tanam dan konsentrasi IBA ...

60

53

62 59

61 59

61

63 63

64 58

(13)

1. Hubungan persentase bertunas setek jeruk purut dengan berbagai

bahan tanam konsentrasi IBA ... 27 2. Hubungan diameter tunas setek jeruk purut dengan berbagai bahan

tanam konsentrasi IBA ... 30

(14)

Indonesia memiliki keragaman flora yang banyak tumbuh di hutan hujan tropis. Salah satu tanaman yang banyak dijumpai di beberapa wilayah Indonesia adalah tanaman yang termasuk dalam famili Rutaceae. Rutaceae merupakan salah satu famili tanaman genus Citrus. Tanaman genus Citrus merupakan salah satu tanaman penghasil minyak atsiri (Astarini et al., 2010).

Hampir di seluruh wilayah Indonesia dapat ditanami pohon jeruk. Jenis jeruk yang dapat ditanam di negeri kita tidak hanya satu dua jenis saja, tetapi dapat ditanami berbagai macam jenis jeruk. Keadaan ini jelas merupakan potensi yang besar dalam usaha pengembangan dan pembudidayaan tanaman jeruk secara profesional (Aak, 1994).

Jeruk purut di beberapa daerah di Indonesia dikenal dengan beberapa nama berbeda. Penyebutan itu antara lain, unte mukur atau unte pangir (Batak), lemau purut, lemau sarakan (Lampung), lemao puruik (Minangkabau), dan dema kafalo (Nias).Juga disebut limau purut, jeruk wangi, atau jeruk purut (Sunda dan Jawa), jeruk linglang dan jeruk purut (Bali), mude matang busur dan mude nelu (Flores), ahusi lepea (Seram), munte kereng, usi ela, lemo jobatai, dan wama faleela (Maluku). Nama latin tumbuhan ini adalah Citrus hystrix DC yang mempunyai beberapa nama sinonim seperti Citrus auraria, C. celebica, C.

papeda, dan C. torosa. Nama “hystrix” mempunyai arti “landak” yang mengacu pada duri-duri pada batangnya. Dalam bahasa Inggris jeruk ini dikenal sebagai kaffir lime (Alamendah, 2014).

(15)

Sesuai dengan namanya, jeruk purut mempunyai kulit buah yang berkerut hingga dinamai jeruk purut. Jeruk purut yang mempunyai nama ilmiah Citrus hystrix merupakan salah satu jenis tanaman jeruk yang percabangannya

rendah (Wiryanta, 2005).

Di Indonesia, tanaman jeruk purut masih dibudidayakan secara terbatas.

Tanaman jeruk purut biasanya dibudidayakan terbatas di area pekarangan rumah dan untuk konsumsi sendiri. Prospek agribisnis untuk komoditas jeruk purut masih terbuka lebar, namun jeruk purut belum dibudidayakan secara komersil.

Padahal tanaman jeruk purut dapat dimanfaatkan mulai dari daun, buah, bahkan batangnya.

Secara umum, perbanyakan tanaman dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu secara generatif dan vegetatif. Perbanyakan secara generatif biasa disebut dengan perbanyakan secara kawin atau seksual. Artinya, tanaman diperbanyak melalui benih atau biji yang merupakan hasil perkawinan atau penyatuan sel jantan dan sel betina dari tanaman induk. Penyatuan tersebut melalui penyerbukan antara bunga jantan dan bunga betina. Penyerbukan dapat terjadi secara alami karena bantuan angin atau serangga, tetapi saat ini bantuan penyerbukan dapat dilakukan oleh manusia (Gunawan, 2016).

Sementara itu, perbanyakan secara vegetatif merupakan perbanyakan tak kawin atau aseksual yang terjadi tanpa adanya penyatuan sel jantan dan sel betina tanaman induk melalui penyerbukan. Perbanyakan secara vegetatif banyak melibatkan regenerasi sel jaringan vegetatif tanaman. Bagian tanaman yang digunakan adalah cabang, ranting, pucuk, daun, umbi, dan akar (Gunawan, 2016).

(16)

Pada dasarnya, jeruk purut dapat diperbanyak secara generatif dengan biji.

Namun, tanaman yang berasal dari biji selalu memberikan keturunan yang berbeda dengan induknya (segregasi), sehingga cara perbanyakan ini umumnya hanya dilakukan dalam skala penelitian untuk menghasilkan varietas baru (Rukmana, 2003).

Salah satu permasalahan yang dihadapi dalam budidaya jeruk purut adalah kurang tersedianya bibit jeruk purut. Alternatif yang dapat digunakan untuk masalah tersebut ialah menggunakan bibit dari perbanyakan vegetatif yaitu setek.

Setek (cutting) atau potongan adalah menumbuhkan bagian atau potongan tanaman, sehingga menjadi tanaman baru. Keuntungan bibit dari setek adalah : 1) tanaman buah-buahan tersebut akan mempunyai sifat yang sama persis dengan induknya, terutama dalam hal bentuk buah, ukuran, warna, dan rasanya, 2) tanaman asal setek ini bisa ditanam pada tempat yang permukaan air tanahnya dangkal, karena tanaman asal setek tidak mempunyai akar tunggang, 3) perbanyakan tanaman buah dengan setek merupakan cara perbanyakan yang praktis dan mudah dilakukan, 4) setek dapat dikerjakan dengan cepat, murah, mudah, dan tidak memerlukan teknik khusus seperti pada cara cangkok dan okulasi (Prastowo et al., 2006).

Masalah yang sering timbul pada budidaya tanaman dengan cara setek adalah sulitnya tanaman untuk berakar. Untuk itu diperlukan penggunaan hormon yang mengandung auksin dan sitokinin untuk merangsang pertumbuhan akar. Zat pengatur tumbuh alami yang dapat digunakan yaitu air kelapa muda dan ekstrak bawang merah, selain itu dapat juga digunakan hormon sintetik seperti IBA (Indole Butyric Acid).

(17)

IBA mempunyai sifat yang lebih baik dan efektif daripada IAA dan NAA, karena kandungan kimianya lebih stabil dan daya kerjanya lebih lama. IBA yang diberikan kepada setek tanaman akan stabil berada di lokasi pemberiannya (Fahmi, 2014).

Untuk mendukung proses perakaran pada setek tanaman, selain memerlukan kehadiran ZPT, juga diperlukan media tanam yang baik. Banyak media tanam yang dapat digunakan untuk penanaman setek ini. Secara umum media tanam yang digunakan hendaknya gembur dan halus, sehingga akar yang baru keluar tidak terhalang pertumbuhannya (Wudianto, 2002).

Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang penggunaan IBA sebagai zat pengatur tumbuh dan jenis bahan tanam terhadap respons pertumbuhan setek jeruk purut.

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui respons pertumbuhan setek jeruk purut pada berbagai bahan tanam dan konsentrasi IBA (Indole Butyric Acid).

Hipotesis Penelitian

Ada respons yang nyata pada pertumbuhan setek jeruk purut pada berbagai bahan tanam dankonsentrasi IBAserta interaksi keduanya.

Kegunaan Penelitian

Penelitian dilakukan untuk mendapatkan data skripsi sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Pertanian di Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

(18)

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanman

Sistematika tanaman jeruk purut adalah sebagai berikut; Kingdom : Plantae, Divisi : Spermatophyta, Subdivisi : Angiospermae, Kelas : Dicotyledoneae , Ordo: Sapindales, Famili : Rutaceae, Genus : Citus, Spesies : Citrus hystrix(Sarwono, 2001).

Sistem perakaran tanaman jeruk purut adalah akar tunggang. Merupakan sistem akar tunggang sebab akar lembaga tumbuh terus menjadi akar pokok yang bercabang-cabang menjadi akar-akar yang lebih kecil. Akar tunggangnya bercabang.

Citrus hystrix merupakan salah satu jenis tanaman yang percabangannya rendah. Tanaman ini mempunyai batang yang tidak lurus (Wiryanta, 2005).

Tumbuhan dan buah jeruk purut mudah dikenali.Tumbuhannya perdu (tanaman kecil) dengan tinggi sekitar 3-6 meter.Ranting berduri (Alamendah, 2014).

Bagian batang bengkok bersudut, agak kecil, bercabang rendah dan dahan- dahannya kecil. Durinya pendek kaku, berwarna hitam, ujungnya berwarna coklat.

Arah tumbuh batangtegak lurus, merupakan batang berkayu dengan bentuk bulat.

Daun jeruk purut merupakan daun majemuk menyirip beranak daun satu.Tangkai daun sebagian melebar menyerupai anak daun. Helaian anak daun berbentuk bulat telur sampai lonjong, pangkal membundar atau tumpul, ujung tumpul sampai meruncing, tepi beringgit, panjang 8-15 cm, lebar 2-6 cm, kedua permukaan licin dengan bintik-bintik kecil berwarna jernih, permukaan atas warnanya hijau tua agak mengilap, permukaan bawah hijau muda atau hijau kekuningan, buram, jika diremas baunya harum (Joko, 2010).

(19)

Bunga tanaman jeruk purut muncul dari ketiak daun atau ujung ranting dan berwarna putih ungu kemerahan. Buah jeruk purut umumnya berwarna hijau ketika muda dan hijau kekuningan ketika tua. Bentuk buahnya bulat, bulat telur, atau elips. Daging bauh jeruk purut sering digunakan untuk sambal dan berbagai bumbu masakan (Wiryanta, 2005).

Syarat Tumbuh Iklim

Tanaman jeruk dapat tumbuh dengan baik di daerah yang memiliki kemiringan sekitar 30°. Dalam hal ketinggian tempat, untuk tanaman jenis jeruk purut ini akan dapat tumbuh baik di ketinggian 1–400 m dpl.

Kecepatan angin yang lebih dari 40-48% akan merontokkan bunga dan buah.

Untuk daerah yang intensitas dan kecepatan anginnya tinggi tanaman penahan angin lebih baik ditanam berderet tegak lurus dengan arah angin. Di Indonesia tanaman ini sangat memerlukan air yang cukup terutama di bulan Juli-Agustus.

Temperatur optimal antara 25-30°C namun ada yang masih dapat tumbuh normal pada 38°C. Semua jenis jeruk tidak menyukai tempat yang terlindung dari sinar matahari. Kelembaban optimum untuk pertumbuhan tanaman ini sekitar 70-80%

(Petani Hebat, 2014).

Selain itu, untuk melakukan budidaya tanaman jeruk purut ini, kelembapan dari tanaman tersebut juga harus terjaga dengan baik. Kelembapan tersebut sangat berfungsi untuk membuat tanaman jeruk purut dapat tumbuh dengan buah yang cukup besar.

(20)

Tanah

Jenis tanah yang cocok untuk tanaman jeruk purut adalah andosol dan latosol dengan derajat keasaman tanah (pH tanah) 5,5-6,5 dengan kandungan garam 10%. Kedalaman air tanah 150-200 cm dibawah permukaan tanah. Pada musim kemarau kedalaman air 150 cm dan pada musim hujan 50 cm. Jeruk dapat tumbuh pada ketinggian 0-1.200 meter diatas permukaan air laut (Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian, 2014).

Perbanyakan Tanaman Dengan Setek

Menurut Widiarsih et al (2008), setek merupakan cara perbanyakan tanaman secara vegetatif buatan dengan menggunakan sebagian batang, akar, atau daun tanaman untuk ditumbuhkan menjadi tanaman baru. Dari pengertian setek tersebut maka setek dapat dikelompokkan berdasarkan bagian tubuh tumbuhan yang dapat disetek yaitu setek akar, setek batang, dan setek daun.

Tanaman yang disetek, dipotong di salah satu bagiannya. Potongan tanaman bisa langsung ditanam di tanah. Setek banyak digunakan untuk memperbanyak tanaman-tanaman hias dan tanaman buah, seperti anggur, markisa, sukun, jeruk nipis, apel, lada, vanili, dan sirih (Rahardja et al., 2003).

Tanaman yang dihasilkan dari setek biasanya mempunyai sifat persamaan dalam umur, ukuran tinggi, ketahanan terhadap penyakit dan sifat-sifat lainya.Selain itu kita juga memperoleh tanaman yang sempurna yaitu mempunyai akar, batang, dan daun yang relatif singkat (Wudianto, 2002).

(21)

Dibandingkan dengan teknik perbanyakan vegetatif lainnya, setek memiliki beberapa keunggulan sebagai berikut :

1. Bagian tanaman induk yang diperoleh sebagai bahan setek relatif sedikit sehingga tidak merugikan tanaman induk.

2. Setek mudah dilakukan dan tidak meemerlukan teknik yang rumit.

3. Biaya yang dikeluarkan sedikit dalam waktu yang relatif singkat.

4. Jumlah tanaman yang dihasilkan lebih banyak daripada cangkok dan okulasi.

(Rahardja et al., 2003).

Setek batang adalah setek yang umum dipakai dalam bidang kehutanan dan perkebunan.Dalam perbanyakan vegetatif yang dimaksud dengan setek batang dan setek pucuk adalah yang menggunakan batang dan pucuk setek. Setek batang adalah pembiakan tanaman yang menggunakan bagian batang agak tua dengan memotong bagian pucuknya yang dipisahkan dari induknya. Setek batang ini diambil dari bagian tanaman yang ortotrop dan mengharapkan tumbuhnya tunas dari kuncup – kuncup tunas yang tumbuh di ketiak tanaman (Manik, 2012).

Pemilihan tanaman induk yang sehat dapat mengurangi terjadinya serangan penyakit pada saat penyetekan sehingga dapat meningkatkan persentase keberhasilan setek. Pemilihan umur bahan setek yang tepat juga dapat meningkatkan persentase keberhasilan setek. Bahan setek yang memiliki cadangan karbohidrat yang cukup akan lebih mudah dalam berakar dan bertunas karena cadangan karbohidrat tersebut diperlukan sebagai sumber energi dalam pembentukan akar dan tunas (Pratama, 2012).

Kondisi batang pada saat pengambilan (setek) berada dalam keadaan setengah tua dengan warna kulit batang biasanya coklat muda. Pada saat ini

(22)

kandungan karbohidrat dan auksin (hormon) pada batang cukup memeadai untuk menunjang terjadinya perakaran setek. Pada batang yang masih muda, kandungan karbohidrat rendah tetapi hormonnya cukup tinggi. Biasanya pada kasus ini setekan akan tumbuh tunas terlebih dahulu. Padahal setek yang harus tumbuh akar dulu. Oleh karena itu, jangan heran kalau pada setek yang batangnya muda gampang terjadi kegagalan (Prastowo et al., 2006).

Hasil pengamatan Pitojo (1992) menunjukkan bahwa setek batang dan setek pucuk dari bagian tanaman yang masih muda tidak memberikan hasil yang baik, namun setek batang yang telah berwarna hijau kecoklatan dapat tumbuh menjadi bibit.

Agar proses penyetekan berhasil, sebaiknya hindari pemakaian bahan setek yang kering akibat penguapan atau bagian tanaman yang rusak akibat terinfeksi mikroba atau jamur. Bagian tanaman yang dipilih sebaiknya yang bisa cepat menghasilkan akar dan tunas baru sehingga setek dapat segera mencari dan memproduksi makanan yang diperlukannya (Rahardja et al., 2003).

Berhasilnya perakaran setek juga sangat ditentukan iklim mikro dalam bedengan (sungkup) termasuk kelembababn media perakaran. Tanah harus lembab tapi tidak terlalu basah dan kelembaban udara disekitar setek 90% -100%.

Temperatur yang sedikit naik dalam sungkup plastik akan merangsang pertumbuhan mata tunas (Venkataramani, 1999).

Setek dikatakan hidup jika mampu mengeluarkan akar dan tunas, namun jika yang tumbuh hanya salah satunya maka tanaman tersebut tidak akan bertahan lagi karena dapat mengalami proses kematian dengan ciri-ciri fisik yaitu warna daun menguning atau batang mengering. Untuk dapat bertahan hidup maka setek

(23)

memerlukan cadangan makanan dan hormon auksin endogen yang berasal dari bahan setek tersebut.Bahan setek sangat berpengaruh terhadap besarnya persentase hidup (Pujawati, 2009).

Bagian ujung cabang atau pucuk tanaman merupakan tempat sintesis auksin yang akan membantu terbentuknya akar pada setek. Auksin yang ada pada bagian pucuk kemudian diedarkan ke bagian-bagian yang ada dibawahnya termasuk tempat kedudukan tunas-tunas cabang (Dwidjoseputro, 1994).

Hormon auksin di dalam tubuh tanaman dihasilkan oleh pucuk-pucuk batang, pucuk-pucuk cabang dan ranting yang menyebar luas ke dalam seluruh tubuh tanaman. Penyebarluasan auksin ini arahnya dari atas ke bawah sehingga sampai pada titik tumbuh akar, melalui jaringan pembuluh tapis (floem) atau jaringan parenkim (Hendaryono dan Wijayani, 1994).

Pada perbanyakan setek juga dapat menggunakan beberapa zat pengatur tumbuh atau hormon tumbuhan yang dapat membantu mempercepat pertumbuhan akar dan tunas tanaman. Hormon yang banyak digunakan adalah hormon IBA, NAA, dan keturunan hormon tersebut (Hidayat dan Wahyuni, 2009).

Penggunaan auksin IBA (Indole Butyric Acid)

Auksin sebagai salah satu hormon tumbuh bagi tanaman mempunyai peranan terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Dilihat dari segi fisiologis, hormon tumbuh ini berpengaruh terhadap pengembangan sel, fototropisme, geotropisme, dominasi apikal, pertumbuhan akar, pertenokarpi, absisi, pembentukan kalus dan respirasi (Abidin, 1990).

Zat pengatur tumbuh yang sering digunakan untuk merangsang pertumbuhan adalah indolebutyric acid (IBA), indoleacetic acid (IAA) dan

(24)

napthaleneacetic acid (NAA).IBA dan NAA lebih efektif daripada IAA, sebab keduanya lebih stabil digunakan dalam penyetekan.IBA dan NAA lebih stabil terhadap oksidase dan cahaya (Zaerr and Mapes, 1982).

Menurut Salisbury dan Ross (1992), NAA lebih efektif dari IAA karena NAA tidak dapat dirusak oleh IAA oksidase atau enzim lainnya, sehingga bertahan lebih lama.Sedangkan IBA lazim digunakan untuk memacu perakaran dibandingkan dengan NAA atau auksin lainnya.IBA bersifat aktif.

IBA (Indole Butyric Acid) adalah zat pengatur tumbuh yang digunakan oleh para pemulia untuk merangsang perakaran tanaman. Zat pengatur tumbuh merupakan suatu zat yang digunakan sebagai perangsang pertumbuhan, dalam hal ini zat pengatur tumbuh dapat digunakan untuk mempercepat tumbuhnya perakaran setek (Adjer and Otsama, 1996).

IBA merupakan hormon yang dapat memacu pembelahan sel pada bagian ujung meristematik sehingga dapat mendorong pertumbuhan perakaran pada setek. Semakin cepat dan banyak akar terbentuk akan diperoleh bibit yang kuat serta lebih tahan terhadap faktor lingkungan yang kurang menguntungkan (Sudarmi, 2008).

Mekanisme kerja IBA dalam membantu pertambahan diameter setek adalah dengan cara memacu protein tertentu yang terdapat di dalam membran plasma sel untuk memompa ion H+. Pompa ion H+ tersebut menyebabkan kondisi asam pada dinding sel tanaman sehingga mengaktifkan enzim tertentu yang mampu memutuskan ikatan silang hidrogen pada rantai selulosa dinding sel tanaman. Akibat kehilangan ikatan silang hidrogen diantara mikrofibril-

(25)

mikrofibril selulosa menyebabkan serat-serat dinding sel tanaman menjadi longar dan lentur sehingga dinding sel tanaman menjadi lebih plastis (Jinus et al., 2012).

Hasil penelitian Sulastri (2004) menunjukkan bahwa konsentrasi IBA hingga 90 ppm nyata meningkatkan volume akar dan ada tendensi konsentrasi IBA meningkatkan jumlah akar, panjang akar, dan bobot akar setek pucuk jambu air pada umur 56 HST. Konsentrasi IBA berpengaruh tidak nyata terhadap persentase setek yang hidup, pertambahan tinggi setek , dan jumlah daun setek pucuk jambu air pada semua pengamatan.

Berdasarkan hasil penelitian Nurzaman (2005), pada setek tanaman pule pandak (Rauwolfia serpentina Benth.) secara keseluruhan zat pengatur tumbuh IBA menunjukkan nilai rata-rata tertinggi pada peubah pertambahan daun dan tinggi tanaman serta persentase setek hidup dan persentase setek berakar, sedangkan NAA menunjukkan nilai rata-rata tertinggi hanya pada peubah panjang akar setek.

Menurut hasil penelitian Kusdianto (2012) pada setek tanaman jeruk nipis menunjukkan bahwa pemberian konsentrasi IBA 150 ppm memberikan hasil terbaik dengan persentase hidup 75% tumbuh sempurna (muncul akar dan tunas), jumlah akar 3, panjang akar rata-rata 24,45 cm, berat segar akar 0,258 g dan berat kering akar 0,038 g. Jumlah tunas yang terbentuk 1 sampai 2, saat muncul tunas 21 HST, panjang tunas 9,37 cm, berat segar dan kering tunas masing-masing 0,529 g dan 0,042 g.

Menurut hasil penelitian Agnes (2016) pada setek tanaman jeruk nipis menunjukkan bahwa persentase setek berakar per sampel pada umur 14 MST tertinggi adalah 80,56% diperoleh pada perlakuan bahan tanam setek pucuk tanpa

(26)

daun (B1), sedangkan persentase setek berakar per sampel terendah adalah 38,89

% diperoleh pada perlakuan setek batang tanpa daun (B3). Tingginya persentase setek hidup dan setek berakar per sampel pada penggunaan bahan tanam setek pucuk tanpa daun menunjukkan bahwa pada bagian pucuk tanaman merupakan tempat terjadinya sintesis auksin, dimana auksin merupakan hormon yang merangsang pembentukan akar pada tanaman.

(27)

Penelitian ini dilakukan di lahan percobaan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian +25 meter di atas permukaan laut, mulai bulan Junisampai bulan September 2017.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah setek tanaman jeruk purut sebagai bahan tanam yang diambil dari pohon induk, tanah top soil sebagai media tanam, kompos sebagai bahan campuran media tanam, pasir sebagai bahan campuran media tanam, IBA (Indole Butyric Acid) sebagai zat pengatur tumbuh, aquades sebagai pelarut IBA, alkohol 95 % sebagai pelarut IBA, polibag ukuran 15 cm x 10 cm sebagai wadah media tanam bambu sebagai tiang naungan, plastik bening sebagai sungkup, paranet hitam 65 % sebagai atap naungan.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul sebagai alat untuk membuat plot, timbangan analitik untuk menimbang IBA, magnetic stirrer dan hot plate untuk melarutkan IBA, gelas ukur untuk mengukur volume air aquades yang digunakan untuk melarutkan IBA beaker glass untuk tempat mencampurkan IBA dan air aquades, penggaris untuk mengukur panjang tunas, hand sprayer dan gembor sebagai alat untuk menyiram tanaman,ember sebagai

wadah merendam bahan tanam dengan IBA, ayakan untuk mengayak media tanam, gunting dan cutter untuk memotong bahan setek dan parang untuk memotong bambu.

(28)

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) Faktorial dengan dua faktor perlakuan, sebagai berikut :

Faktor 1 : Bahan Tanam (B) dengan tiga taraf, yaitu : B1 : Setek Pucuk

B2 : Setek Cabang Tengah B3 : Setek Cabang Pangkal

Faktor 2 : Konsentrasi IBA (I) dengan empattaraf, yaitu:

I0 : Tanpa IBA I1 : IBA 150 ppm I2 : IBA 300 ppm I3 : IBA 450 ppm

Diperoleh kombinasi perlakuan sebanyak 12 kombinasi, yaitu :

B1I0 B2I 0 B3I0

B1I1 B2I1 B3I1

B1I2 B2I2 B3I2

B1I3 B2I3 B3I3

Jumlah kombinasi perlakuan = 12

Jumlah ulangan = 3

Jumlah petak penelitian = 36 Jumlah tanaman/plot = 5 Jumlah sampel/plot = 3 Jumlah tanaman seluruhnya = 180 Jumlah sampel seluruhnya = 108

(29)

Jarak antar blok = 40 cm Jarak antar plot = 10 cm

Ukuran plot = 30 cm x 30 cm

Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan sidik ragam berdasarkan model linier sebagai berikut:

Yijk =  + i + j + k + ()jk + ijk

i = 1,2,3 j = 1,2,3 k = 1,2,3,4 dimana:

Yijk = Hasil pengamatan pada blok ke-i dengan bahan tanam pada taraf ke-j dan konsentrasi IBA pada taraf ke-k

 = Nilai tengah

i = Pengaruh blok ke-i

j = Pengaruh bahan tanam pada taraf ke-j

k = Pengaruh konsentrasi IBA pada taraf ke-k

()jk = Pengaruh interaksi bahan tanam pada taraf ke-j dan konsentrasi IBA pada taraf ke-k

ijk = Pengaruh galat pada blok ke-i yang mendapat perlakuan bahan tanam pada taraf ke-j dan konsentrasi IBA pada taraf ke-k

Sidik ragam yang nyata, maka dilanjutkan analisis lanjutan dengan

menggunakan Uji Jarak Berganda Duncan dengan taraf 5%

(Bangun, 1991).

(30)

Areal lahan dibersihkan dari gulma dan sampah lainnya. Lahan diukur dan

dilakukan pembuatan plot dengan luas 30 cm x 30 cm dengan jarak antar plot 10 cm dan jarak antar blok 40 cm. Paranet hitam 65 % digunakan sebagai atap

memanjang untuk mengurangi kontak langsung dengan sinar matahari dengan tinggi 2 m dengan panjang areal naungan 10 m dan lebar 4 m.

Persiapan Media Tanam

Media tanam yang digunakan adalah tanah top soil, kompos dan pasir dengan perbandingan 2:1:1 di aduk rata. Kemudian media dimasukan ke dalam polibag polibag ukuran 15 cm x 10 cm lalu ditempatkan dan diatur di lahan pertanaman.

Persiapan Bahan Setek

Bahan setek didapat dari pohon induk dan dipilih dari tanaman jeruk purut yang telah berkayu, berdiameter sekitar 0,5 cm dan memiliki mata tunas.

Kemudian dipotong bagian setek sepanjang 20 cm menggunakan pisau cutter sesuai dengan perlakuannya. Bagian pangkal setek dipotong miring.

Perendaman IBA

PemberianIBA dilakukan dengan cara direndam. Bahan setek yang sudah dipisahkan menurut perlakuan kemudian diikat dan dimasukan ke dalam wadah yang sudah berisi larutan IBA pada masing–masing dosis ZPT yaitu, larutan ZPT konsentrasi 150 ppm, 300 ppm, dan 450 ppm, kecuali pada kontrol (0 ppm) direndam dengan air aquades selama 2 jam. Pangkal setek yang terendam sedalam 2 cm.

(31)

Penanaman Setek

Penanaman bahan setek pada media tanam yang telah disiapkan terlebih dahulu disiram dengan air hingga kondisinya lembab, lalu dibuat lubang tanam agar bahan tanam tidak mengalami kerusakan akibat gesekan vertikal dengan media tanam.Bagian pangkal batang yang tertanam di dalam tanah sekitar 5 cm.

Penanaman dilakukan pada sore hari.

Pemberian Sungkup

Bahan tanam setek yang telah ditanam pada media tanam diberi sungkup secara keseluruhan pada satu areal pertanaman dengan menggunakan plastik bening untuk menjaga kelembaban media tanam dan mengurangi terjadinya transpirasi.

Persiapan Media Tanam

Media tanam yang digunakan adalah campuran tanah top soil, pasir dan

kompos dengan perbandingan 2:1:1 danmenggunakan polibag ukuran 15 cm x 10 cm. kemudian media dimasukan ke dalam polibag, lalu ditempatkan

dan diatur di lahan pertanaman.

Pemeliharaan Tanaman Penyiangan

Penyiangan dilakukan secara manual dengan mencabut rumput yang berada dalam polibag dan menggunakan cangkul untuk gulma yang berada pada plot. Penyiangan dilakukan sesuai dengan kondisi di lapangan.

(32)

Pengamatan Parameter Umur Muncul Tunas

Pengamatan muncul umur tunas diamati setiap hari yaitu dengan cara mengamati mata tunas yang muncul pada setek tanaman jeruk purut.

Persentase Bertunas

Pengamatan persentase bertunas dilakukan dengan cara mengamati tanaman yang bertunas di akhir pengamatan 12 MST dengan rumus:

Panjang Tunas

Pengamatan panjang tunas dilakukan pada akhir pengamatan umur 12 MST dengan cara mengukur panjang tunas mulai dari pangkal tunas sampai ujung tunas dengan menggunakan penggaris. Panjang tunas dari setek diukur kemudian dirata-ratakan untuk setiap sampel.

Diameter Tunas

Pengamatan diameter tunas dilakukan pada akhir penelitian dengan cara mengukur diameter tunas menggunakan jangka sorong.

Persentase Setek Hidup

Pengamatan persentase setek hidup dilakukan pada umur 12 MST. Adapun kriteria setek hidup yaitu setek berwarna hijau. Persentase setek hidup dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

(33)

Jumlah Daun

Pengamatan jumlah daun dilakukan pada akhir pengamatan umur 8 MST dengan menghitung jumlah tunas yang muncul pada setiap tanaman. Jumlah tunas dari setek dihitung kemudian dirata-ratakan untuk setiap sampel.

Jumlah Akar

Pengamatan Jumlah akar dilakukan pada akhir pengamatan dengan cara menghitung secara manual jumlah akar primer setiap sampel kemudian dirata- ratakan untuk setiap sampel.

Panjang Akar

Pengamatan panjang akar dilakukan pada akhir pengamatan yaitu dengan cara mengukur akar yang terpanjang dengan menggunakan penggaris.

(34)

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

Persentase Setek Hidup

Data pengamatan dan sidik ragam terhadap parameter persentase setek hidup jerukpurut pada berbagai bahan tanam dan konsentrasi IBA umur 12 MST dapat dilihat pada (Lampiran 5 dan 6). Berdasarkan tabel sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan bahan tanam dan konsentrasi IBA serta interaksi keduanya tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap persentase setek hidup. Rataan persentase setek hidup jeruk purut pada berbagai bahan tanam dan konsentrasi IBA dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Persentase setek hidup jeruk purut pada berbagai bahan tanam dan konsentrasi IBA umur 12 MST

Bahan Tanam

Konsentrasi IBA (ppm)

Rataan

I0 I1 I2 I3

B1 13.33 73.33 13.33 20.00 30.00

B2 20.00 13.33 13.33 26.67 18.33

B3 13.33 26.67 26.67 33.33 25.00

Rataan 15.56 37.78 17.78 26.67 24.44

Tabel 1 menunjukkan bahwa persentase setek hidup jeruk purut pada umur 12 MST tertinggi diperoleh pada perlakuan bahan tanam setek pucuk (B1) dengan rataan 30.00 yang berbeda tidak nyata dengan setek cabang tengah (B2) dan setek cabang pangkal (B3).

Tabel 1 juga menunjukkan bahwa persentase setek hidup jeruk purut pada umur 12 MST tertinggi diperoleh pada perlakuan konsentrasi IBA 150 ppm (I1) yaitu 37.78 yang berbeda tidak nyata dengan perlakuan lainnya.

(35)

39

Jumlah Daun

Data pengamatan dan sidik ragam terhadap parameter jumlah daun bibit tanaman jeruk purut pada berbagai bahan tanam dan konsentrasi IBA umur 12 MST dapat dilihat pada (Lampiran 9 dan 10). Berdasarkan tabel sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan bahan tanam dan konsentrasi IBA serta interaksi keduanya tidak memberikan pengaruh yang nyata pada jumlah daun bibit tanaman jeruk purut. Rataan jumlah daun dari perlakuan bahan tanam dan konsentrasi IBA dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Jumlah daun bibit tanaman jeruk purut pada berbagai bahan tanam dan konsentrasi IBA umur 12 MST

Bahan Tanam

Konsentrasi IBA (ppm)

Rataan

I0 I1 I2 I3

B1 0.67 3.00 1.33 0.67 1.42

B2 1.33 0.33 3.33 0.33 1.33

B3 0.33 4.67 0.33 0.33 1.25

Rataan 0.78 2.67 1.67 0.44 1.33

Tabel 2 menunjukkan bahwa jumlah daun bibit tanaman jeruk purut pada berbagai bahan tanam dan konsentrasi IBA umur 12 MST tertinggi diperoleh pada perlakuan bahan tanam setek pucuk (B1) yaitu 1.42 yang berbeda tidak nyata dengan setek cabang tengah (B2) dan setek cabang pangkal (B3).

Tabel 2 juga menunjukkan bahwa jumlah daun bibit tanaman jeruk purut pada berbagai bahan tanam dan konsenttrasi IBA umur 12 MST tertinggi diperoleh pada perlakuan konsentrasi IBA 150 ppm (I1) yaitu 2.67 yang berbeda tidak nyata dengan perlakuan lainnya.

(36)

39

Jumlah Akar

Data pengamatan dan sidik ragam terhadap parameter jumlah akar bibit tanaman jeruk purut pada berbagai bahan tanam dan konsentrasi IBA umur 12 MST dapat dilihat pada (Lampiran 13 dan 14). Berdasarkan tabel sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi IBA memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah akar bibit tanaman jeruk purut, sedangkan interaksi dari bahan tanam dan konsentrasi IBA tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah akar. Rataan jumlah akar dari perlakuan bahan tanam dan konsentrasi IBA dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Jumlah akar bibit tanaman jeruk purutpada berbagai bahan tanam dankonsentrasi IBA umur 12 MST

Bahan Tanam

Konsentrasi IBA (ppm)

Rataan

I0 I1 I2 I3

B1 0.33 4.67 1.33 1.00 1.83

B2 1.00 0.33 3.33 0.67 1.33

B3 1.33 2.00 2.00 0.00 1.33

Rataan 0.89bc 2.33a 2.22b 0.56c 1.50

Keterangan:Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada baris yang samamenunjukkantidak berbeda nyata pada Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%.

Tabel 3 menunjukkan jumlah akar bibit tanaman jeruk purut pada umur 12 MST tertinggi diperoleh pada perlakuan bahan tanam setek pucuk (B1) yang berbeda tidak nyata dengan setek cabang tengah (B2) dan setek cabang pangkal (B3).

Tabel 3 menunjukkan bahwa jumlah akar bibit tanaman jeruk purut pada umur 12 MST tertinggi diperoleh pada perlakuan konsentrasi IBA150 ppm (I1) dengan rataan 2.33. Sedangkan jumlah akar bibit tanaman jeruk purut terendah terdapat

(37)

39

pada konsentrasi IBA 450 ppm (I3) yang berbeda tidak nyata dengan perlakuan tanpa IBA (I0).

dan semakin menurun dengan meningkatnya konsentrasi IBA.

Panjang Akar

Data pengamatan dan sidik ragam terhadap parameter panjang akar bibit tanaman jeruk purut pada berbagai bahan tanam dan konsentrasi IBA umur 12 MST dapat dilihat pada (Lampiran 17 dan 18). Berdasarkan tabel sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan bahan tanam dan konsentrasi IBA serta interaksi keduanya tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap panjang akar bibit tanaman jeruk purut. Rataan panjang akar bibit tanaman jeruk purut pada berbagai bahan tanam dan konsentrasi IBA umur 12 MST dapat dilihat pada Tabel 4

Tabel 4. Panjang akar bibit tanaman jeruk purut pada berbagai bahan tanam dankonsentrasi IBA umur 12 MST

Bahan Tanam

Konsentrasi IBA (ppm)

Rataan

I0 I1 I2 I3

B1 0.33 9.23 4.67 4.00 4.56

B2 1.67 0.33 9.33 1.00 3.08

B3 3.00 5.50 2.00 0.00 2.63

Rataan 1.67 5.02 5.33 1.67 3.42

Tabel 4 menunjukkan bahwa jumlah akar bibit tanaman jeruk purut pada umur 12 MST tertinggi diperoleh pada perlakuan bahan tanam setek pucuk (B1) yaitu 4.56 yang berbeda tidak nyata dengan setek cabang tengah (B2) dan setek cabang pangkal (B3).

Tabel 4 juga menunjukkan bahwa panjang akar jeruk purut pada umur 12 MST tertinggi diperoleh pada perlakuan konsentrasi IBA 300 ppm (I2) yang berbeda

(38)

39

Persentase Bertunas

Data pengamatan dan sidik ragam terhadap parameter persentase bertunas setek jeruk purut pada berbagai bahan tanam dan konsentrasi IBA umur 12 MST dapat dilihat pada (Lampiran 21 dan 24). Berdasarkan tabel sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi IBA dan interaksi antara bahan tanam dan konsentrasi IBA memberikan pengaruh yang nyata terhadap persentase bertunas (Tabel 5).

Tabel 5. Persentase bertunas setek jeruk purut pada berbagai bahan tanam dankonsentrasi IBA umur 12 MST

Bahan Tanam

Konsentrasi IBA (ppm)

Rataan

I0 I1 I2 I3

B1 20.00c 80.00a 0.07e 20.00c 30.02

B2 0.00e 33.33b 33.33b 20.00c 21.67

B3 20.00c 13.33d 33.33b 13.33d 20.00

Rataan 13.33b 42.22a 22.24b 17.78b

Keterangan:Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada baris dan kolom yang samamenunjukkantidak berbeda nyata pada Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%.

Tabel 5 menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi IBA 150 ppm (I1) berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.Sementara interaksi antara B1I1 (setek pucuk dengan konsentrasi IBA 150 ppm) berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.

Persentase bertunas setek jeruk purut pada umur 12 MST tertinggi diperoleh pada kombinasi perlakuan B1I1 (setek pucuk dengan konsentrasi IBA 150 ppm) yaitu dengan rataan 80.00 yang berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Sedangkan persentase bertunas terendah terdapat pada kombinasi perlakuan B1I3 (setek pucuk dengan konsentrasi IBA 300 ppm) dan B2I0 (setek cabang tengah dengan

konsentrasi 30 0ppm) dengan rataan 0.07

(39)

39

Grafik persentase bertunas setek jeruk purut dengan berbagai bahan tanam konsentrasi IBA dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Hubungan persentase bertunas setek tanaman jeruk purut dengan berbagai bahan tanam dan konsentrasi IBA

Gambar 1 juga menunjukkan terdapat perpotongan dibeberapa titik. Hal ini menunjukkan adanya interaksi antara bahan tanam dan konsentrasi IBA. Pada B1 persentase setek bertunas menurun pada konsentrasi 300 ppm. Pada perlakuan B2 terjadi peningkatan persentase bertunas pada konsentasi 150 ppm (I1) dan 300 ppm (I2) namun menurun pada konsentrasi 450 ppm (I3). Sementara pada perlakuan B3 terjadi peningkatan pada konsentrasi IBA 0 ppm (I0) dan 300 ppm (I2).

Panjang Tunas

Data pengamatan dan sidik ragam terhadap parameter panjang tunas setek jeruk purut pada berbagai bahan tanam dan konsentrasi IBA umur 12 MST dapat dilihat pada (Lampiran 25 dan 26). Berdasarkan tabel sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan bahan tanam dan konsentrasi IBA serta interaksi keduanya tidak

0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 70,00 80,00 90,00

0 100 200 300 400 500

Persentase bertunas (%)

Konsentrasi IBA (ppm)

BI B2 B3

(40)

39

Rataan panjang tunas setek jerukpurut pada berbagai bahan tanam dan konsentrasi IBA umur 12 MST dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Panjang tunas bibit tanaman jeruk purutpada berbagai bahan tanam dan konsentrasi IBA umur 12 MST

Bahan Tanam

Konsentrasi IBA (ppm)

Rataan

I0 I1 I2 I3

B1 0.35 0.33 0.07 0.15 0.22

B2 0.00 0.45 0.45 0.18 0.27

B3 0.20 0.22 0.66 1.21 0.57

Rataan 0.18 0.34 0.39 0.51 0.35

Tabel 6 menunjukkan bahwa panjang tunas bibit tanaman jeruk purut pada umur 12 MST tertinggi diperoleh pada perlakuan bahan tanam setek cabang pangkal (B3) yaitu 0.57 yang berbeda tidak nyata dengan perlakuan setek pucuk (B1) dan setek cabang tengah (B2).

Tabel 6 juga menunjukkan bahwa panjang tunas bibit tanaman jeruk purut pada umur 12 MST tertinggi diperoleh pada perlakuan konsentrasi IBA 450 ppm (I3) sebesar 0.51 yang berbeda tidak nyata dengan perlakuan lainnya.

Diameter Tunas

Data pengamatan dan sidik ragam terhadap parameter diameter tunas bibit

tanaman jeruk purut pada berbagai bahan tanam dan konsentrasi IBA umur 12 MST dapat dilihat pada (Lampiran 29 dan 30). Berdasarkan tabel sidik ragam

menunjukkan bahwa interaksi perlakuan bahan tanam dan konsentrasi IBA memberikan pengaruh yang nyata terhadap diameter tunas bibit tanaman jeruk purut. Rataan diameter tunas bibit tanaman jeruk purut pada berbagai bahan tanam dan konsentrasi IBA umur 12 MST dapat dilihat pada Tabel 7.

(41)

39

Tabel 7. Diameter tunas setek jeruk purutpada berbagai bahan tanam dan konsentrasi IBA umur 12 MST

Bahan Tanam

Konsentrasi IBA (ppm)

Rataan

I0 I1 I2 I3

B1 1.93ab 1.83ab 0.23e 1.03c 1.26

B2 0.00e 2.13a 1.70b 0.77cd 1.15

B3 0.50d 0.93c 2.00ab 1.83b 1.32

Rataan 0.81 1.63 1.31 1.21 1.24

Keterangan:Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada baris dan kolom yang samamenunjukkantidak berbeda nyata pada Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%.

Tabel 7 menunjukkan bahwa diameter tunas jeruk purut pada umur 12 MST tertinggi diperoleh pada kombinasi perlakuan B2I1 (setek cabang tengah dengan konsentrasi IBA 150 ppm) yaitu sebesar 2.13 yang berbeda tidak nyata dengan perlakuan lainnya. Sedangkan diameter tunas terendah terdapat pada kombinasi perlakuan B1I2 (setek pucuk dengan konsentrasi IBA 300 ppm) dan B2I0 (setek cabang tengah dengan konsentrasi 300ppm) dengan rataan 0.23 dan 0.00.

Grafik diameter tunas setek jeruk purut dengan berbagai bahan tanam konsentrasi IBA dapat dilihat pada Gambar 2.

0,00 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50

0 100 200 300 400 500

Diameter tunas (mm)

Konsentrasi IBA (ppm)

BI B2 B3

(42)

39

Gambar 2. Hubungan persentase bertunas setek tanaman jeruk purutdengan berbagai bahan tanam dan konsentrasi IBA

Dari gambar 2 tampak bahwa terdapat perpotongan pada beberapa titik. Hal ini menunjukkan bahwa adanya interaksi antara bahan tanam dengan konsentrasi IBA pada parameter diameter tunas. Pada perlakuan B1 dengan semakin meningkatnya konsentrasi IBA maka diameter tunas semakin menurun. Pada perlakuan B2

terjadi peningkatan diameter tunas pada konsentrasi 150 ppm (I1) dan menurun dengan bertambahnya konsentrasi IBA. Sementara pada perlakuan B3 peningkatan diameter batang terdapat pada pemberian konsentrasi IBA 300 ppm (I2).

Hari Muncul Tunas

Data pengamatan dan sidik ragam terhadap parameter hari muncul tunas setek jeruk purut pada berbagai bahan tanam dan konsentrasi IBA umur 12 MST dapat dilihat pada (Lampiran 33 dan 34). Berdasarkan tabel sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan bahan tanam dan konsentrasi IBA serta interaksi keduanya tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap hari muncul tunas setek jeruk purut.

Rataan hari muncul tunas setek jeruk purut pada berbagai bahan tanam dan konsentrasi IBA umur 12 MST dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Hari muncul tunas setek jeruk purut pada berbagai bahan tanam dankonsentrasi IBA umur 12 MST

Bahan Tanam

Konsentrasi IBA (ppm)

Rataan

I0 I1 I2 I3

B1 7.67 8.00 5.00 7.00 6.92

B2 5.33 7.00 10.67 9.00 8.00

B3 5.33 10.33 8.00 7.67 7.83

Rataan 6.11 8.44 7.89 7.89

Tabel 8 menunjukkan bahwa hari muncul tunas bibit tanaman jeruk purut pada

(43)

39

tengah) dengan rataan sebesar 8.00, yang berbeda tidak nyata dengan perlakuan B1 (setek pucuk) dan B3 (setek cabang pangkal).

Tabel 8 menunjukkan bahwa hari muncul tunas setek jeruk purut pada umur 12 MST tertinggi diperoleh pada perlakuan konsentrasi IBA 150 ppm (I1) yaitu sebesar 8.44, yang berbeda tidak nyata dengan perlakuan lainnya.

Pembahasan

Respons Pertumbuhan Setek Jeruk Purut (Citrus hystrix) pada Berbagai Bahan Tanam

Berdasarkan hasil analisis data secara statistik dapat diketahui bahwa perlakuan bahan tanam tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap seluruh parameter pengamatan. Hal ini menunjukkan bahwa cadangan bahan makanan yang terdapat di setiap bahan tanam belum mampu untuk mendorong pertumbuhan setek jeruk purut. Hal ini sesuai dengan literatur Ashari (1995) yang menyatakan bahwa bagian tanaman yang digunakan untuk setek diambil dari cabang yang sehat, bagian tersebut terletak pada sisi yang terkena sinar matahari, sehingga cukup mengandung bahan makanan (karbohidrat) untuk menyediakan makanan pada setek.

Tabel 1 menunjukkan bahwa persentase setek hidup tanaman jeruk purut pada umur 12 MST tertinggi diperoleh pada perlakuan bahan tanam setek pucuk (B1) dengan rataan 30.00 yang berbeda tidak nyata dengan setek cabang tengah (B2) dan setek cabang pangkal (B3). Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan setek jeruk purut lebih disebabkan oleh cadangan makanan yang ada didalam bahan tanam setek, bahan setek yang memiliki cadangan makanan yang cukup akan lebih mudah dalam membentuk tunas dan akar. Hal ini sesuai dengan

(44)

39

maka cadangan makanan seperti karbohidrat dan nitrogen akan semakin banyak sehingga dapat menghasilkan tunas dan akar yang lebih baik dengan taraf persentase hidup yang tinggi.

Tabel 2 menunjukkan bahwa jumlah daun bibit tanaman jeruk purut pada berbagai bahan tanam dan konsentrasi IBA umur 12 MST tertinggi diperoleh pada perlakuan bahan tanam setek pucuk (B1) yaitu 1.42 yang berbeda tidak nyata dengan setek cabang tengah (B2) dan setek cabang pangkal (B3) yaitu 1.33 dan 1.25. Hal ini menunjukkan bahwa pada bagian pucuk tanaman terjadi proses sintesis auksin dimana salah satu fungsi auksin pada pertumbuhan daun adalah membantu perkembangan jaringan meristem calon daun. Hal ini sesuai dengan literatur Sylvia (2009) yang menyatakan bahwa selain pertumbuhan panjang akar, auksin juga dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan daun. Daun merupakan salah satu organ tanaman yang sangat penting terutama untuk fotosintesis supaya tanaman dapat menghasilkan makanan dan mengalami pertumbuhan yang optimum. Semakin bertambah jumlah daun, ukuran panjang serta lebar daun maka

semakin besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan tanaman. Menurut Fahmi (2014) jaringan yang berbeda memberikan respon yang berbeda pula

terhadap kadar auksin yang dapat merangsang atau menghambat pertumbuhan tanaman.

Tabel 3 menunjukkan jumlah akar bibit tanaman jeruk purut pada umur 12 MST tertinggi diperoleh pada perlakuan bahan tanam setek pucuk (B1) dengan rataan 1.83 yang berbeda tidak nyata dengan setek cabang tengah (B2) dan setek cabang pangkal (B3) yaitu 1.33. Hal ini menunjukkan bahwa karbohidrat yang ada didalam bahan tanam setek tidak dapat memenuhi sumber nutrisi dan energi yang

(45)

39

dapat membantu dalam perkembangan akar. Hal ini sesuai dengan literatur Pujawati (2009) yang menyatakan bahwa karbohidrat didalam bahan setek berperan penting sebagai nutrisi dan sumber energi dalam perkembangan akar dan semua kegiatan hidup sel. Tingginya kandungan dalam jaringan tanaman akan meningkatkan tekanan osmotik dalam sel sehingga ada kecenderungan sel itu untuk mengembang dan mendorong pembelahan sel. Pembelahan sel terus menerus dan berkembang menjadi primordia akar.

Tabel 4 menunjukkan bahwa jumlah akar bibit tanaman jeruk purut pada umur 12 MST tertinggi diperoleh pada perlakuan bahan tanam setek pucuk (B1) dengan rataan sebesar 4.56 yang berbeda tidak nyata dengan setek cabang tengah (B2) dan setek cabang pangkal (B3) yaitu 3.08 dan 2.63. Hal ini menunjukkan bahwa panjangnya akar yang dihasilkan pada penggunaan bahan tanam setek pucuk disebabkan oleh pada bagian pucuk tanaman merupakan tempat terjadinya sintesis auksin, dimana auksin merupakan hormon yang merangsang pembentukan akar pada tanaman. Auksin pada ujung/pucuk tanaman dialirkan ke bagian bawah batang, sehingga akan memicu terbentuknya akar yang menandakan tanaman tersebut mengalami perkembangan. Hal ini sesuai dengan literatur literatur Fanesa (2011) yang menyatakan bahwa bagian ujung cabang atau pucuk tanaman merupakan tempat sintesis auksin yang akan membantu terbentuknya akar pada setek.

Tabel 6 menunjukkan bahwa panjang tunas bibit tanaman jeruk purut pada umur 12 MST tertinggi diperoleh pada perlakuan bahan tanam setek cabang pangkal (B3) dengan rataan yaitu 0.57 yang berbeda tidak nyata dengan perlakuan setek pucuk (B1) dan setek cabang tengah (B2) yaitu 0.22 dan 0.27. Hal ini

(46)

39

menunjukkan bahwa perkembangan tunas tidak hanya dipengaruhi oleh bahan tanam, melainkan juga faktor-faktor lainnya seperti kondisi lingkungan tumbuh, kondisi bahan setek yang digunakan seperti cadangan makanan dan hormon yang ada didalam setek maupun perlakuan yang diberikan terhadap setek. Menurut Prastowo et al., (2006) tunas terbentuk karena adanya proses morfogenesis yang menyangkut interaksi pertumbuhan dan diferensiasi oleh beberapa sel yang memacu terbentuknya organ. Pertumbuhan tunas pada setek dipengaruhi oleh beberapa sel yang memacu terbentuknya organ. Pertumbuhan tunas pada setek dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berkaitan seperti bahan setek yang digunakan, lingkungan tumbuh dan perlakuan yang diberikan terhadap setek.

Tabel 8 menunjukkan bahwa hari muncul tunas bibit tanaman jeruk purut pada umur12 MST tertinggi diperoleh pada perlakuan bahan tanam B2 (setek cabang tengah) dengan rataan sebesar 8.00, yang berbeda tidak nyata dengan perlakuan B1 (setek pucuk) dan B3 (setek cabang pangkal) dengan rataan 6.92 dan 7.83. Pada dasarnya tanaman dalam pertumbuhan dan perkembangannya memiliki waktu berbeda-beda tergantung dari kemampuan tanaman tersebut untuk melakukan pertumbuhan serta faktor eksternal yang mempengaruhinya. Menurut Basri et al., (2013) faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tunas ialah kondisi lingkungan yang mendukung, seperti kelembaban yang cukup akan mempercepat tumbuhnya tunas. Menurut Harjadi (1966) yang menyatakan bahwa perbedaan awal pertumbuhan salah satunya ditunjukkan dengan saat muncul tunas yang berbeda- beda. Saat muncul tunas ini ditandai dengan pecahnya mata tunas yang terdapat pada setek batang. Sitompul dan Guritno (1995) menyatakan bahwa penggunaan cadangan bahan makanan oleh setek akan menghasilkan energi dan energi yang

(47)

39

dihasilkan dapat mendorong pecahnya tunas dan mengaktifkan jaringan meristem pada titik tumbuh tunas.

Respons Pertumbuhan Setek Jeruk Purut(Citrus hystrix) pada Berbagai Konsentrasi IBA (Indole Butyric Acid)

Berdasarkan hasil analisis data secara statistik dapat diketahui bahwa perlakuan berbagai konsentrasi IBA menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap peubah amatan jumlah akar, sedangkan pada peubah amatan lainnya tidak memberikan pengaruh yang nyata. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan IBA pada perlakuan setek tanaman jeruk purut mampu meningkatkan pertumbuhan akar dalam perbanyakan jeruk purut. Menurut Mashudi et al., (2008) yang menyatakan bahwa cadangan zat makanan yang terdapat didalam organ setek merupakan penumpukan hasil fotosintesa. Auksin eksogen mampu memicu pembelahan, pembesaran dan pemanjangan sel, apabila pemberiannya berada pada konsentrasi optimum.

Tabel 3 menunjukkan jumlah akar setek jeruk purut pada umur 12 MST terbanyakadalah 2,33 unit yang diperoleh pada perlakuan konsentrasi IBA 150 ppm (I1), sedangkan rataan jumlah akar terkecil adalah 0,56 unit yang diperoleh pada perlakuan konsentrasi IBA 450 ppm (I3). Hal ini menunjukkan bahwa pemberian zat pengatur tumbuh IBA yang mengandung auksin dapat merangsang pertumbuhan akar. Hal ini dikarena IBA memiliki kandungan kimia yang lebih stabil dan bersifat aktif dibandingkan auksin eksogen lainnya, sehingga pada konsentrasi yang tinggi tidak menyebabkan keracunan pada tanaman yang dapat menghambat saat pembentukan akar. Hal ini sesuai dengan literatur Ashari (1995) yang menyatakan bahwa IBA kemungkinan merupakan bahan yang terbaik,

(48)

39

mendorong perakaran pada kebanyakan setek tanaman. Menurut Sallisbury and Ross (1995) hormon auksin berperan sangat penting dalam proses pembentukan akar, khususnya pada praktek perbanyakan tanaman secara aseksual dengan setek.

Namun penggunaan hormon haruslah dengan konsentrasi yang tepat.

Perlakuan pemberian berbagai konsentrasi IBA pada setek tanaman jeruk purut tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap peubah amatan persentase setek hidup, jumlah daun, panjang akar, panjang tunas dan hari muncul tunas. Hal ini diduga karena konsentrasi hormon yang diberikan belum mampu untuk mendorong pertumbuhan dan perkembangan setek jeruk purut. Menurut Mashudi et al., (2008) yang menyatakan bahwa auksin eksogen mampu memicu

pembelahan sel, pembesaran dan pemanjangan sel apabila pemberiannya berada pada batas konsentrasi optimum.

Respons Pertumbuhan Setek Jeruk Purut(Citrus hystrix) pada Berbagai Bahan Tanam danKonsentrasi IBA (Indole Butyric Acid)

Berdasarkan hasil analisis data secara statistik dapat diketahui bahwa perlakuan bahan tanam dan pemberian zat pengatur tumbuh IBA memberikan pengaruh nyata pada peubah amatan persentase bertunas dan diameter tunas.

Tabel 5 menunjukkan bahwa persentase bertunas setek jeruk purut pada umur 12 MST tertinggi diperoleh pada kombinasi perlakuan B1I1 (setek pucuk dengan konsentrasi IBA 150 ppm) yaitu dengan rataan 80.00 yang berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Sedangkan persentase bertunas terendah terdapat pada kombinasi perlakuan B1I2 (setek pucuk dengan konsentrasi IBA 300 ppm) dan B2I0 (setek cabang tengah dengan konsentrasi 300 ppm) dengan rataan 0.07 dan

Gambar

Grafik  persentase  bertunas  setek  jeruk  purut  dengan  berbagai  bahan  tanam  konsentrasi IBA dapat dilihat pada Gambar 1
Tabel  7.  Diameter  tunas  setek  jeruk  purutpada  berbagai  bahan  tanam  dan  konsentrasi IBA umur 12 MST

Referensi

Dokumen terkait

Daun jeruk purut (Citrus hystrix D. C.) adalah tanaman dari suku jeruk yang umumnya digunakan sebagai penambah cita rasa pada makanan dan minuman. Tanaman ini merupakan tanaman

Pada penelitian ini ekstrak daun tiga jenis jeruk, yaitu jeruk purut ( Citrus hystrix ), jeruk limau ( Citrus amblycarpa ), dan jeruk bali ( Citrus maxima ) diujikan terhadap larva

Pada penelitian ini ekstrak daun tiga jenis jeruk, yaitu jeruk purut ( Citrus hystrix ), jeruk limau ( Citrus amblycarpa ), dan jeruk bali ( Citrus maxima ) diujikan terhadap larva

atau uji beda sampel berpasangan pada sampel usap alat piring sebelum dan sesudah diberikan perlakuan perendaman menggunakan larutan serbuk daun jeruk purut ( Citrus

hasil yang sama yaitu hasil pengamatan visual ekstrak daun jeruk purut ( Citrus hystrix ) terhadap Staphylococcus aureus hanya konsentrasi ekstrak daun jeruk purut

Kecenderungan pertumbuhan tanaman pada respon berat daun jeruk purut hasil sambung pucuk terendah didapat dari perlakuan kontrol atau tanpa perlakuan pupuk majemuk NPK di seluruh

Metode S/S dilakukan dengan mencampurkan ekstrak daun jeruk purut dengan reagen PbNO32 sehingga menghasilkan endapan kuning kecoklatan.. Adapun teknik ekstraksi daun jeruk purut adalah

Persentase Stek Tumbuh1 Hasil analisa uji F menunjukan bahwa perlakuan tunggal konsentrasi IBA Indole Butyric Acid K dan macam media tanam M berbeda sangat nyata terhadap persentase