• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil

Ambang Batas

Dari uji yang dilakukan diperoleh nilai konsentrasi ambang bawah (LC0-48 jam) sebesar 0,06 mg/L, yaitu konsentrasi tertinggi dari moluskisida niklosamida yang tidak mematikan ikan mas dalam waktu 48 jam dan nilai ambang atas (L100-24 jam) sebesar 0,25 mg/l, yaitu konsentrasi terendah moluskisida niklosamida yang dapat mematikan 100 % ikan mas dalam waktu 24 jam (Tabel 2)

Tabel 2. Data mortalitas (%) ikan mas pada uji ambang batas konsentrasi niklosamida Mortalitas (%/ jam) Konsentrasi (mg/L) Jumlah ikan (ekor) 0 6 12 24 36 48 0,00 10 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,06 10 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,10 10 0,00 0,00 0,00 10,00 20,00 30,00 0,20 10 0,00 40,00 60,00 60,00 70,00 80,00 0,25 10 0,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00

Waktu Letal

Dari data hasil pengukuran uji waktu letal terhadap niklosamida pada air pemeliharaan ikan mas nilai ambang atas (L100-24 jam) sebesar 0,25 mg/l diperoleh bahwa pergantian air dilakukan setelah 48 jam, karena kematian ikan sebesar 80 %. (Gambar 2).

Gambar 2. Mortalitas (%) ikan mas pada uji waktu letal untuk konsentrasi niklosamisa 0,25mg/L (LC 100-24 jam)

Toksisitas Akut

Dari nilai kisaran ambang atas-bawah dan melalui perhitungan dengan menggunakan persamaan (2 dan 3), maka uji toksisitas letal dilakukan pada konsentrasi sebagai berikut: 0,00 (kontrol); 0,08; 0,10; 0,12; 0,14; 0,17 dan 0,20 mg/L. Pengamatan gejala klinis yang timbul dan pencatatan terhadap kelangsungan hidup ikan dilakukan pada waktu 2, 4, 6 , 8, 10, 12, 24, 36, 48, 60, 72, 84 dan 96 jam setelah aplikasi.

Pada pengamatan jam ke 6 pada konsentrasi yang diberikan tidak ada kematian ikan. Kelangsungan hidup ikan pada konsentrasi 0,20 mg/L pengamatan

Selanjutnya kelangsungan hidup ikan 0% pada pengamatan jam ke 84 untuk konsentrasi 0,20 mg/L, dan untuk konsentasi 0,17mg/L terjadi pada jam ke- 96. Pada kontrol tidak terlihat gejala klinis akibat keracunan dan tidak ditemukan ikan yang mati sampai waktu pemaparan 96 jam, hal ini menunjukkan bahwa media pemeliharaan (air) dan kondisi ikan selama pengujian dalam kondisi baik. Data kelangsungan hidup ikan mas selama uji toksisitas akut moluskisida niklosamida (Lampiran 1).

Tabel 3. Nilai LC 50 moluskisida niklosamida terhadap ikan mas pada setiap waktu Pemaparan

Waktu Pemaparan (jam)

Nilai LC 50 (mg/L)

Persamaan garis probit

24 48 72 96 0,195 (0,174 – 0,220) 0,152 (0,137 – 0,169) 0,117 (0,106 – 0,128) 0,099 (0,094 – 0,104) Y =-5,220 + 4,681 X Y =-5,220 + 4,681 X Y =-5,524 + 5,086 X Y =-18,274 + 11,644 X

Data mortalitas komulatif ikan mas pada uji toksisitas akut, selanjut dianalisis dengan menggunakan analisis probit (Wallace, 1982) dengan bantuan program “probit analysis” untuk menentukan nilai LC50 pada waktu pemaparan 24, 48, 72 dan 96 jam (Lampiran 2, 3, 4 dan 5). Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai LC50 pada waktu pemaparan 24, 48, 72 dan 96 jam berturut-turut adalah 0,195; 0,152; 0,117dan 0,099 mg/L (Tabel 3). Hal ini menunjukkan bahwa semakin lama waktu pemaparan nilai LC50 moluskisida niklosamida semakin rendah terhadap ikan mas (Gambar 3).

Gambar 3. Nilai LC 50 moluskisida niklosamida terhadap ikan mas pada setiap waktu pemaparan

Toksisitas Subletal Pertumbuhan Ikan

Pengaruh subletal perlakuan moluskisida niklosamida terhadap laju pertumbuhan spesifik (SGR) ikan mas secara statistik bahwa konsentrasi 0,03 mg/L dan 0,05 mg/L beda nyata dibanding dengan konsentrasi 0,00 mg/L(kontrol) dan 0,01 mg/L(Tabel 4)

Tabel 4. Pertumbuhan ikan mas pada berbagai konsentrasi subletal moluskisida niklosamida setelah 12 minggu pemaparan

Konsentrasi (mg/L) Bobot rataan awal (g/ekor) Bobot rataan akhir (g/ekor) Laju Pertumbuhan Spesifik (%)* 0,00 0,01 0,03 0,05 2,92±0,02 2,92±0,03 2,92±0,02 2,92±0,02 12,41±0,57 11,42±0,57 9,72±0,48 8,45±0,16 1,38±0,26a 1,16±0,17a 0,62±0,14b 0,57±0,07b

*) Angka pada kolom sama yang diikuti huruf sama, menunjukkan tidak beda nyata (P>0,05)

Pertambahan bobot rata-rata ikan mas pada masing-masing perlakuan bertambah sejalan dengan waktu pemaparan (Gambar 4). Data bobot rata-rata individu ikan mas selama 12 minggu pada masing-masing perlakuan terdapat pada

natural (ln) untuk menghitung laju pertumbuhan spesifik dari masing-masing perlakuan (Lampiran 7 dan 8).

Gambar 4. Pertambahan bobot rata-rata ikan mas selama 12 minggu pemaparan niklosamida moluskisida

Gambar 5. Laju pertumbuha spesifik ikan mas selama 12 minggu pemaparan moluskisida niklosamida

Dari Gambar 5 memperlihatkan bahwa sampai minggu ke 4 belum terlihat pengaruh moluskisida niklosamida terhadap penurunan laju pertumbuhan spesifik ikan mas untuk semua perlakuan dan pengaruhnya mulai terlihat terhadap perlakuan pada minggu ke 8 untuk konsentrasi 0,05 mg/L. Selanjutnya pada minggu ke 12 penurunan laju pertumbuhan spesifik ikan mas terlihat nyata pada konsentrasi 0,03 mg/L dan 0,05 mg/L. Untuk mengetahui pengaruh antar perlakuan digunakan uji Tukey (Lampiran 13)

Kondisi Hematologi

Data hematologi yang meliputi kadar hematokrit, hemoglobin, jumlah eritrosit dan leukosit dengan konsentrasi subletal niklosamida 0,00 (kontrol); 0,01; 0,03; 0,05 mg/L yang dipaparkan selama 12 minggu dapat dilihat pada Tabel 5; dan Gambar 6, 7, 8 dan 9 serta Lampiran 9, 10, 11, dan 12. Hasil anlisa statistik (Lampiran 13) menunjukkan bahwa pengaruh subletal moluskisida niklosamida pada ikan mas berpengaruh nyata (P< 0,05) terhadap kadar hematokrit (Ht), hemoglobin (Hb), eritrosit dan leukosit.

Tabel 5. Rata-rata hematokrit, hemoglobin, eritrosit dan leukosit ikan mas setelah 12 minggu pemaparan moluskisida niklosamida

Konsentrasi (mg/L) Hematokrit (%) Hemoglobin (%) Eritrosit (x 106) Leukosit (x 103) 0,00 0,01 0,03 0,05 27,4 ± 7,4a 41,3 ± 3,3b 44,7 ± 4,7b 51,3 ± 5,2b 5,1 ± 0,29a 6,3 ± 0,39bc 7,0 ± 0,63bc 8,4 ± 0,60b 1,15 ± 0,01a 1,16± 0,01ab 1,19 ± 0,01b 1,26 ± 0,01c 5,58±0,58 a 5,27±0,38a 4,40± 0,11b 4,30± 0,07b

*) Angka pada kolom sama yang diikuti huruf sama, menunjukkan tidak beda nyata (P>0,05)

Dari hasil analisis statistik diperoleh kadar hematokrit pada konsentrasi 0,01; 0,03; 0,05 mg/L berbeda nyata (P<0,05) dengan kontrol (0,00 mg/L). Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh subletal moluskisida niklosamida pada konsentrasi 0,01 mg/L atau lebih secara nyata dapat meningkatkan prosentase hematokrit darah ikan mas.

Gambar 6. Kadar hematokrit juvenil ikan mas yang terpapar moluskisida niklosamida selama 12 minggu

Dari hasil analisis statistik diperoleh kadar hemoglobin pada konsentrasi subletal moluskisida niklosamida 0,01; 0,03; 0,05 mg/L. berbeda nyata (P< 0,05) dengan konsentrasi 0,00 mg/L (kontrol). Konsentrasi 0,01 dan 0,03 mg/L berbeda nyata (P< 0,05) dengan konsentrasi moluskisida niklosamida 0,05 mg/L. Hal ini menunjukkan bahwa pada konsentrasi subletal moluskisida niklosamida 0,01 mg/L dapat meningkatkan kadar hemoglobin dalam darah ikan mas.

Gambar 7. Kadar hemoglobin juvenil ikan mas yang terpapar moluskisida niklosamida selama 12 minggu

Gambar 8. Jumlah eritrosit juvenil ikan mas yang terpapar moluskisida niklosamida selama 12 minggu

Pengaruh subletal dari perlakuan moluskisida niklosamida terhadap jumlah eritosit darah ikan mas secara statistik menunjukkan bahwa konsentrasi 0,03mg/L dan 0,05 mg/L perpengaruh nyata (P< 0,05) terhadap peningkatan jumlah eritosit dibanding dengan konsentrasi niklosamida 0,01 mg/L dan 0,00 mg/L (kontrol). Hal ini menunjukkan bahwa pada konsentrasi niklosamida 0,03 mg/L atau lebih sudah mengakibatkan peningkatan eritrosit pada juvenil ikan mas.

Gambar 9. Jumlah leukosit juvenil ikan mas yang terpapar moluskisida niklosamida selama 12 minggu

Pengaruh subletal dari perlakuan moluskisida niklosamida terhadap jumlah leukosit darah ikan mas secara statistik menunjukkan bahwa konsentrasi 0,03 dan 0,05 mg/L berpengaruh nyata (P< 0,05) terhadap penurunan jumlah leukosit dibanding dengan konsentrasi 0,00 mg/L (kontrol) dan 0,01 mg/L. Hal ini menunjukkan bahwa pada konsentrasi subletal moluskisida niklosamida 0,03 mg/L dapat menurunkan jumlah leukosit dalam darah ikan mas.

Kondisi Histopatologi

Kondisi histopatologi insang, hati, dan ginjal akibat terpapar moluskisida niklosamida, Pengamatan histologi insang, hati, dan ginjal yang terpapar moluskisida niklosamida tertera pada Tabel 6

Tabel 6. Kondisi histopatologi insang, hati, dan ginjal juvenil ikan mas yang terpapar moluskisida niklosamida selama 12 minggu

Waktu pengamatan (Minggu ke) Konsentrasi

(mg/L)

Organ

4 8 12

Insang normal normal normal Hati normal normal normal 0,00

Ginjal normal normal normal Insang hipertropi hiperplasia - Hiperplasia

- nekrosis Hati hemoragi - hemoragi

- nekrosis - hemoragi - nekrosis 0,01 Ginjal - hemoragi - nekrosis - hemoragi - nekrosis - hemoragi - nekrosis Insang - Fusi - hiperplasia - hiperlasia - nekrosis - hiperlasia - nekrosis Hati - hemoragi - nekrosis - hemoragi - nekrosis - hemoragi - nekrosis 0,03 Ginjal - hemoragi - nekrosis - hemoragi - nekrosis - hemoragi - nekrosis Insang - Fusi - hyperplasia - nekrosis - hiperlasia - nekrosis - hiperlasia - nekrosis Hati - hemoragi - nekrosis - hemoragi - nekrosis - hemoragi - nekrosis 0,05 Ginjal - hemoragi - nekrosis - hemoragi - nekrosis - hemoragi - nekrosis

Keterangan: 1= fusi;

2= hipertropi

3= hiperplasi

4= nekrosis

Gambar 10. Kondisi histopatologi insang juvenil ikan mas yang terpapar moluskisida niklosamida selama 12 minggu

Keterangan:

1= hemoragi 2= nekrosis

Gambar 10. Kondisi histopatologi hati dan ginjal juvenil ikan mas yang terpapar moluskisida niklosamida selama 12 minggu

1 2 3 4 1 2 2 1

Kualitas air

Pengukuran sifat fisika-kimia air terdiri atas: suhu, pH, oksigen terlarut, kandungan CO2 bebas dan amonia total selama penelitian berlangsung, baik pada toksisitas akut maupun pada uji sub letal. Data fisika-kimia air tercantum pada Tabel 6. Dari data tersebut diketahui bahwa sifat fisika-kimia air selama penelitian berlangsung dalam kondisi baik dengan konsentrasi kisaran yang masih didalam nilai ambang batas (NAB) untuk perikanan.

Tabel 7. Kisaran sifat fisika-kimia air pada uji toksisitas akut dan subletal moluskisida niklosamida terhadap ikan mas

Parameter Uji Konsentrasi (mg/L) Suhu (oC) pH DO (mg/L) CO2 (mg/L) Amonia (mg/L) 0,00 26-27 7,5-8,0 6,5-7,2 1,0-8,4 0,02-0,14 0,08 26-27 7,5-8,0 6,5-7,2 1,3-8,9 0,02-0,24 0,10 26-27 7,5-8,0 6,5-7,3 1,3-8,6 0,03-0,32 0,12 26-27 7,5-8,0 6,5-7,4 1,1-8,4 0,02-0,33 0,14 26-27 7,5-8,0 6,5-7,4 1,5-7,2 0,02-0,34 0,17 26-27 7,5-8,0 6,5-7,2 1,7-6,8 0,02-0,34 Akut 0,20 26-27 7,5-8,0 6,5-7,2 2,0-6,4 0,03-0,34 0,00 26-27 7,5-8,0 6,8-7,4 1,8-6,9 0,01-0,11 0,01 26-27 7,5-8,0 6,5-6,6 1,8-6,9 0,02-0,18 0,03 26-27 7,5-8,0 6,8-7,8 1,9-6,4 0,04-0,19 Subletal 0,05 26-27 7,5-8,0 6,5-7,2 1,9-5,6 0,04-0,28 NAB 25-32 1) 6-9 3) 5-9 3) 10 2) <2,20 3)

Keterangan: NAB = Nilai Ambang Batas 1) Menurut Boyd (1982) 2) Menurut Boyd (1988)

Pembahasan

Dari uji waktu letal dapat diketahui kestabilan niklosamida berdasarkan kelangsungan hidup ikan uji yang akan digunakan sebagai acuan untuk menentukan priode pergantian air pada pengujian berikutnya. Pergantian air dimaksudkan untuk menjaga kestabilan konsentrasi larutan uji selama penelitian berlansung. Hasil uji waktu letal diperoleh bahwa pergantian konsentrasi dilakukan setiap 48 jam sebanyak 100 %. Sistim pergantian air semi statis ini merupakan alternatif yang dapat digunakan untuk meningkatkan akurasi hasil pengujian toksisitas. Menurut Kanazawa (1981), metode semi-statis merupakan pendekatan metode baku yaitu metode continuous-flow yang umumnya digunakan untuk mempertahankan konsentrasi bahan kimia agar stabil selama pengujian.

Hasil pengamatan pada uji toksisitas akut menunjukkan bahwa gejala klinis akibat keracunan kelihatan pada ikan setelah waktu pemaparan 6 jam terutama pada konsentrasi 0,20 mg/L dan 0,17 mg/L. Gejala yang timbul hampir sama dengan hasil penelitian Schoettger (1970) dimana ikan berenang tidak teratur dengan sesekali menghetak dan kejang-kejang serta mengeluarkan lendir yang berlebihan dari permukan tubuhnya, warna kulit memucat dan frekuensi pergerakkan operkulum menjadi lebih sering tetapi tidak beraturan. Gejala tersebut merupakan tanggapan yang terjadi pada saat zat-zat fisika atau kimia menggangu proses sel atau subsel dalam makhluk hidup sampai suatu batas yang menyebabkan kematian secara langsung (Connel dan Miller, 1995)

Kematian ikan mas pada uji toksisitas akut disebabkan oleh masuknya niklosamida ke dalam tubuh ikan melalui penyerapan langsung lewat kulit dan pengambilan dari air melalui membran insang. Hal ini yang menyebabkan terjadinya penghambatan ATP-ase terutama pada mitokondria akson parasinaptik dan sedikit pada endoplasmik retikulum. Menurut Tarumingkeng (1992), penghambatan ATP-ase berkaitan dengan Ca ++ yang menyebabkan peningkatan pelepasan neurotransmiter. Disamping itu, diduga kematian ikan juga disebabkan niklosamida mampu menimbulkan rangsangan pada sistem syaraf sehingga menyebabkan kejang.

Hasil analisa probit moluskisida niklosamida diketahui bahwa nilai LC50 -96 jam terhadap ikan mas sangat rendah yaitu sebesar 0,099 mg/L (0,094 – 0,104) (Tabel 3). Berdasarkan Komisi Pestisida (1983) dan Koesoemadinata, (2003), menunjukkan bahwa toksisitas moluskisida niklosamida terhadap ikan mas diklasifikasi ke dalam golongan A yaitu pestisida yang memiliki toksisitas sangat tinggi (Tabel 1). Apabila dibandingkan dengan nilai LC50 96 jam niklosamida terhadap ikan nila sebesar 0,8570 mg/L (0,7843-0,9366) (Yosmaniar, 2008) nilainya sedikit berbeda tapi masih masuk kategori yang sama.

Selanjutnya EPA (1999) menyatakan bahwa niklosamida sangat toksik terhadap ikan seperti pada ikan rainbow trout ( Oncorhyncus mykiss) dengan nilai LC 50 96 jam sebesar 0,03 mg/L dan ikan lamprey laut (Petromyzon marinus) dengan nilai LC 50 96 jam yaitu 0,049 mg/L selain itu juga toksik terhadap organisma air lainnya. Dari hal yang disebutkan di atas membuktikan bahwa pengunaan niklosamida sangat berbahaya bagi ikan.

Dari Gambar 3 memperlihatkan bahwa sampai minggu ke 4 belum terlihat pengaruh moluskisida niklosamida terhadap penurunan laju pertumbuhan spesifik ikan mas untuk semua perlakuan dan pengaruhnya mulai terlihat terhadap perlakuan pada minggu ke 8 untuk konsentrasi 0,05 mg/L. Selanjutnya pada minggu ke 12 penurunan laju pertumbuhan spesifik ikan mas terlihat nyata pada konsentrasi 0,03 mg/L dan 0,05 mg/L.

Pengaruh subletal moluskisida niklosamida mulai pada konsentrasi 0,03 mg/L dapat menurunkan laju pertumbuhan spesifik ikan mas yang merupakan tekanan lingkungan bagi ikan mas dan dapat menghambat pertumbuhan meskipun selama penelitian berjalan tidak terdapat mortalitas. Schmittou (1991) bahwa tekanan lingkungan yang disebabkan oleh pengaruh pestisida yang bersifat subletal juga merupakan faktor eksternal yang akan menyebabkan direduksinya pertumbuhan ikan.

Tereduksinya pertumbuhan ikan mas terjadi karena: (1) niklosamida yang terakumulasi menyebabkan organ tubuh ikan mengalami gangguan sehingga mengurangi nafsu makan , (2) pemanfaatan energi yang berasal dari makanan lebih banyak digunakan untuk mempertahankan diri dari tekanan lingkungan serta

mengganti bagian sel yang rusak akibat kontaminasi dengan niklosamida. Pengaruh bioakumulasi insektisida endosulfan selama 12 minggu pemaparan pada benih ikan mas mereduksi pertumbuhan (Taufik, 2005).

Darah merupakan bagian penting dari sistem transpor dan merupakan faktor internal yang secara tidak langsung berpengaruh terhadap pertumbuhan, Karena darah berfungsi untuk mengedarkan zat makanan hasil pencernaan dan oksigen ke sel-sel tubuh serta membawa hormon dan enzim ke organ yang memerlukannya. Darah ikan tersusun dari sel-sel yang tersuspensi dalam plasma dan diedarkan keseluruh jaringan tubuh melalui sistem tertutup. Cairan darah ikan antara lain mengandung nutrient dan sisa metabolisme. Sel dan cairan darah mempunyai peran fisiologis yang sangat penting. Beberapa parameter yang dapat memperlihatkankan perubahan pada darah adalah kadar hematokrit (Ht), kadar hemoglobin (Hb), jumlah sel darah merah (eritrosit) dan jumlah sel darah putih leukosit) (Lagler et al., 1977)

Pengaruh subletal dari perlakuan moluskisida niklosamida terhadap kadar hematokrit ikan mas pada konsentrasi 0,01 mg/L (41,3%) atau lebih dapat meningkatkan prosentase hematokrit darah ikan mas. Penggunaan niklosamida setelah 1 jam (minggu ke 0) dan minggu ke 4 pada Gambar 6 menunjukkan konsentrasi 0,01 dan 0,00 mg/L belum berpengaruh terhadap kadar hematokrit apabila dibandingkan dengan konsentrasi 0,03 dan 0,05 mg/L. Pada akhir penelitian pengaruh pemaparan niklosamida menunjukkan peningkatan terhadap hematokrit.

Hematokrit dalam darah ikan mas pada kondisi normal adalah sebanyak 27,1% (Peter dan Cech, 1990 dalam Affandi dan Tang, 2002). Meningkatnya kadar hematokrit menunjukkan ikan dalam keadaan stress (Wedemeyer & Yasutake, 1977 dan Anderson & Siwick, 1983).

Pengaruh subletal dari perlakuan moluskisida niklosamida terhadap kadar hemoglobin darah ikan mas nyata terhadap peningkatan kadar hemoglobin dibanding dengan konsentrasi 0,00 mg/L (kontrol). Pada konsentrasi niklosamida 0,01 mg/L (6,3%) dan 0,03 mg/L (7,0%) tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap peningkatan kadar hemoglobin. Hal ini menunjukkan bahwa pada konsentrasi subletal moluskisida

Angka (1983), kadar hemoglobin pada ikan mas dewasa adalah 8,61 ± 0,43 - 10,86 ± 48 (gram per 100 cc volume darah), sedangkan menurut Peter dan Cech, (1990)

dalam Affandi dan Tang (2002) kadar Hb dalam darah ikan mas 6,40.

Penggunaan niklosamida setelah 1 jam (minggu ke 0) pada Gambar 7 pada perlakuan konsentrasi niklosamida 0,01; 0,03 dan 0,05 mg/L memberikan berpengaruh yang relatif sama terhadap hemoglobin dibanding kontrol. Pada akhir penelitian, konsentrasi niklosamida 0,01 dan 0,03mg/L memberikan pengaruh yang hampir sama terhadap hemoglobin.

Blaxhall (1972), tingginya nilai hemoglobin berkaitan dengan kondisi ikan yang stres, begitu juga dengan nilai eritrosit dan hematokrit yang tinggi menunjukkan dalam kondisi stres (Wedemeyer dan Yasutake, 1977).

Dampak dari peningkatan nilai nilai hematokrit, hemoglobin dan ertirosit akibat terpapar niklosamida dapat dilihat dari hasil histologi yang menunjukkan pecahnya pembuluh darah pada hati dan ginjal yaitu untuk konsentrasi 0,01; 0,03; 0,05 mg/L sudah terlihat pada minggu ke 4 dan berlanjut sampai minggu ke 12 yang akhirnya mengakibatkan kematian sel.

Peningkatan kadar hematokrit dan hemoglobin eritosit dalam darah ikan mas dengan bertambahnya konsentrasi (Tabel 5) dipengaruhi oleh kontaminasi, absorbsi dan akumulasi moluskisida niklosamida yang menyebabkan stres pada ikan mas sehingga hormon-hormon stres seperti kortisol dan epinephrine masuk kedalam peredaran darah dan menyebabkan kontraksi limpa meningkat.

Fungsi utama sel darah merah adalah dalam pengangkutan oksigen. El-Deen dan Rongers (1992) peningkatan kontraksi limpa akan mengakibatkan terjadi pelepasan sel-sel darah merah sehingga nilai hematokrit, hemoglobin dan eritosit juga turut meningkat. Dengan meningkatnya nilai hematokrit, hemagolobin dan eritosit maka ikan akan memaksimalkan pengikatan oksigen yang masuk ke dalam jaringan darah

Pengaruh subletal dari perlakuan moluskisida niklosamida terhadap jumlah eritosit darah ikan mas secara statistik menunjukkan bahwa konsentrasi 0,03mg/L dan 0,05 mg/L perpengaruh nyata (P< 0,05) terhadap peningkatan jumlah eritrosit

dibanding dengan konsentrasi niklosamida 0,01 mg/L dan 0,00 mg/L (kontrol). Hal ini menunjukkan bahwa pada konsentrasi subletal moluskisida niklosamida 0,03 mg/L dapat meningkatkan jumlah eritosit dalam darah ikan mas.

Dari Gambar 4 dapat dilihat bahwa jumlah eritrosit setelah 1 jam ( 0 minggu) setelah pemaparan niklosamida relatif sama. Pada akhir penelitian konsentrasi niklosmida 0,05 menunjukkan peningkatan jumlah eritrosit yang paling besar diantara perlakuan. jumlah sel darah merah per 1cc darah ikan mas (1,61 ± 0,06) x 106 sel sampai (2,04 ± 0,09) x 106 sel. Eritrosit yang terdapat dalam darah ikan mas dalam kondisi normal adalah 1,43 sel x 106/mm3 (Peter dan Cech, 1990 dalam Affandi dan Tang 2002). Menurut Angka (1990), jumlah sel leukosit dalam 1cc darah merah ikan berkisar antara (14,70 ± 0,32) x 103 sel – (19,35 ± 0,42) x 103 sel. Affandi dan Tang (2002)

Bertambahnya jumlah eritrosit diduga berkaitan dengan kerusakan sel-sel darah akibat pengaruh radikal bebas, sebab menurut Wijaya (1976) dalam Yuda (1999) suatu bahan toksik atau racun dapat menyebabkan kerusakan jaringan yang pada gilirannya dapat menimulkan pelepasan protein heme, yang akan bereaksi dengan peroksidase dan melepaskan ion Fe++. Dengan adanya ion tersebut akan terjadi reaksi fenton dan menghasilkan radikal bebas (OH) yang sangat reaktif. Akibat akhir dari reaksi ini dapat mengakibatkan kerusakan membran sel yang parah dan membahayakan kehidupan sel.

Jumlah leukosit ikan mas berkurang secara nyata dibanding dengan kontrol seiring peningkatan konsentrasi subletal niklosamida. Pengurangan jumlah leukosit sebagai respon terhadap stres yang merupakan karakteristik semua jenis vertebrata (Heat, 1987). Respon tersebut dipengaruhi oleh hormon kortikosteroid dan bersifat non spesifk, sebagai akibat adanya suatu stressor baik yang berasal dari dalam maupun dari luar faktor lingkungan

Bertambahnya jumlah eritrosit diduga berkaitan dengan kerusakan sel-sel darah akibat pengaruh radikal bebas, sebab menurut Wijaya (1976) dalam Yudha (1999) suatu bahan toksik atau racun dapat menyebabkan kerusakan jaringan yang

dengan peroksidase dan melepaskan ion Fe++. Dengan adanya ion tersebut akan terjadi reaksi fenton dan menghasilkan radikal bebas (OH) yang sangat reaktif. Akibat akhir dari reaksi ini dapat mengakibatkan kerusakan membran sel yang parah dan membahayakan kehidupan sel.

Pengaruh subletal dari perlakuan moluskisida niklosamida terhadap jumlah leukosit darah ikan mas secara statistik menunjukkan bahwa konsentrasi 0,03 (4,40 x 106)dan 0,05 mg/L perpengaruh nyata (P< 0,05) terhadap penurunan jumlah leukosit dibanding dengan konsentrasi 0,00 mg/L (kontrol) dan 0,01 mg/L. Hal ini menunjukkan bahwa pada konsentrasi subletal moluskisida niklosamida 0,03 mg/L dapat menurunkan jumlah leukosit dalam darah ikan mas. Menurut Angka (1990), jumlah sel leukosit dalam 1cc darah merah ikan berkisar antara (14,70 ± 0,32) x 103 sel – (19,35 ± 0,42) x 103 sel. Affandi dan Tang (2002)

Dari Gambar 9 dapat dilihat bahwa pada penggunaan niklosamida setelah 1 jam (minggu ke 0) jumlah leukosit relatif sama, selanjutnya pada minggu ke 4 juga hampir sama, selanjutnya pada minggu ke 12 pengaruh perlakuan niklosamida untuk konsentrasi 0,03 dan 0,05 mg/L menunjukkan penurunan yang relatif sama. Pengurangan jumlah leukosit sebagai respon terhadap stres yang meupakan karakteristik semua jenis vertebrata (Heat, 1987). Dimana respon tersebut dipengaruhi oleh hormon kortikosteroid dan bersifat non spesifik, sebagai akibat adanya suatu stressor baik yang berasal dari dalam maupun dari luar faktor lingkungan.

Secara umum pengaruh subletal pemaparan moluskisida niklosamida selama 12 minggu terhadap hematologi menunjukkan peningkatan secara nyata pada konsentrasi niklosamida 0,01 mg/L untuk kadar hematokrit dan kadar hemoglobin dan konsentrasi niklosamida 0,03 untuk jumlah eritrosit pada ikan mas. Sedangkan pengaruh perlakuan moluskisida niklosamida pada konsentrasi 0,03 dapat menurunkan jumlah leukosit secara nyata pada ikan mas.Sedangkan pengaruh

subletal insektisida endosulfan selama 6 minggu pemaparan tidak berpengaruh terhadap kondisi hematologi (hematokrit, hemoglobin, eritrosit dan leukosit) pada ikan lele (Yudha, 1999).

Insang mudah rusak karena langsung kontak dengan air. Letak insang, struktur dan mekanisme kontak dengan lingkungan menjadikan insang sangat rentan terhadap perubahan kondisi lingkungan (Irianto, 2005). Kerusakan struktur organ insang yang ringan akan mengganggu seperti kesulitan bernafas. Berkaitan dengan hal ini dapat dilihat dari hasil histopatologi dimana pada konsentrasi 0,01 mg/L niklosamida setelah minggu ke 8 pada insang terjadi hiperplasia dan kematian sel (nekrosis), selanjutnya pada hati dan ginjal terdapat perdarahan (haemorage) dan kematian sel (nekrosis) pada miggu ke 4

Insang merupakan organ respirasi utama pada ikan, epitel insang merupakan bagian utama untuk pertukaran gas. Insang ikan mas yang terpapar niklosamida akan menghalangi penerimaan oksigen. Perubahan yang umum terjadi pada insang ikan mas adalah fusi, hipertropi, hiperplasia, dan nekrosis sel-sel epitel lamela insang seperti pada Gambar 6 kerusakan struktur yang sangat ringan sekalipun dapat menganggu osmoregulasi pada ikan mas.

Robert (2001), hiperplasia pada insang terjadi pada tingkat iritasi yang lebih rendah dan biasanya disertai peningkatan jumlah sel-sel mukus di dasar lamela dan mengakibatkan fusi dari lamela. Ruang interlamela yang merupakan saluran air dan ruang produksi mukus dapat tersumbat akibat hiperplasia Hiperplasia mengakibatkan penebalan jaringan epitelium yang terletak di ujung filamen. Hiperplasia dan fusi merupakan hal yang umum akibat terpapar oleh pestisida (termasuk niklosmida). Hal ini biasanya memperlihatkan pemishan antara sel epitelium dan sistim yang mendasari sel tiang yang dapat mengarah kepada hancurnya keutuhan dari struktur lamela sekunder dan dapat menyebabkan peningkatan sel klorid. (Olurin et al, 2006). Nekrosis ditandai oleh infiltrasi sel-sel granuler eosinofilik dan kondisi ini dapat mengurangi efisiensi difusi gas (Hoole et al, 2001)

Hati merupakan organ yang mudah mengalami kerusakan terkena polutan karena hati menerima 89 % suplai darah dari vena porta yang mengalirkan darah dari sistem gastrointestinal. Hal ini tercermin dari histopatologi hati dimana kematian sel (nekrosis) pada perlakuan niklosamida 0,01 mg/L pada minggu ke 8, perlakuan 0,03

Ginjal ikan menerima sebagian besar darah postbranchial dan luka yang terjadi pada organ ginjal sebagai indikator polusi lingkungan. Selanjutnya hasil histopatologi pada ginjal ditemukan nekrosis terjadi pada semua perlakuan konsentrasi niklosamida (0,01; 0,03; 0,05mg/L) mulai mingu ke 4, ke 8 dan ke 12.

Suhu air sangat penting karena tidak hanya mempengaruhi aktivitas metabolik dan tingkah laku organisme dan pemaparan polutan (bahan pencemar). Secara umum toksisitas dari polutan akan meningkat sejalan dengan peningkatan suhu air (Mason, 1992). Selama penelitian dilaksanakan, baik pada uji akut maupun uji subletal, suhu air relatif stabil yang berkisar antara 26-270C (Tabel 6). Nilai ini masuk dalam kisaran Nilai Ambang Batas (NAB) untuk kehidupan ikan mas. Kestabilan suhu air pada penelitian ini juga memenuhi kriteria yang ditetapkan oleh Komisi Pestisida (1983) yaitu fluktuasinya tidak lebih dari 20C selama penelitian.

Nilai pH akan berpengaruh terhadap degradasi pestisida, yaitu laju degradasi akan lambat pada pH di bawah 6,0. Nilai pH air selama penelitian adalah antara 7,5- 8,0 (Tabel 6). Kondisi ini sangat mendukung karena menurut pH air yang baik untuk

Dokumen terkait