• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Sekolah Negeri Atlet Ragunan Jakarta adalah sekolah yang didirikan sebagai tempat pembinaan dan pelatihan berbagai cabang olahraga untuk atlet remaja. Sekolah ini didirikan pada tanggal 15 Januari 1977 dan terletak di Jalan HR Harsono Komplek Gelora Ragunan Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Atlet remaja ini diberikan pembinaan dengan berbagai macam progam pendidikan khusus dengan tujuan agar kelak para atlet remaja ini akan mampu menjadi seorang atlet nasional yang nantinya akan dapat mengharumkan nama Indonesia di pentas dunia seperti ASIAN Games, SEA Games, olimpiade, dan kejuaraan-kejuaraan lainnya.

Sekolah Negeri Atlet Ragunan ini terletak di dalam komplek gelanggang olahraga Ragunan yang cukup luas. Bangunan sekolah terdiri dari 8 kelas dan 6 kamar mandi. Selain itu, sekolah ini dilengkapi dengan asrama baik asrama putra maupun putri, ruang makan yang disebut dengan menza, ruang fitness, dan beberapa sarana penunjang olahraga seperti kolam renang, lapangan basket, volley, senam, tenis lapangan, lapangan sepakbola, panahan, track atau lapangan untuk cabang atletik. Fasilitas lain yang berada dalam komplek gelanggang olahraga Ragunan berupa gedung serbaguna, rumah guru, rumah para pelatih dan Pembina olahraga setiap cabang, poliklinik, masjid, gedung sekolah, aula, kantin, wisma tamu, asrama atlet dari institusi lain, serta perkantoran dan Graha Wisata Pemuda.

Berbeda dengan sekolah umum lainnya, untuk dapat masuk dan menjadi siswa di sekolah atlet Ragunan cukup terbilang sulit. Selain memperhatikan nilai akademik, syarat lain yang menjadi pertimbangan agar dapat diterima di sekolah ini adalah persyaratan khusus untuk berbagai cabang olahraga. Banyak rangkaian tes yang harus dijalani oleh para calon siswa untuk dapat diterima di sekolah ini, salah satunya berupa tes psikologi, tes kesehatan, dan tes kemampuan fisik serta tes keahlian dalam setiap cabang olahraga. Banyaknya calon siswa yang akan diterima di setiap cabang olahraga adalah berbeda satu sama lainnya. Syarat lain yang juga harus dipertimbangkan untuk tiap cabang olahraga adalah batan usia, batasan tinggi badan (hanya untuk beberapa cabang olahraga tertentu), dan sudah pernah sebelumnya mengikuti kejuaraan junior/pelajar tingkat provinsi/nasional. Bagi calon siswa yang sudah mempunyai prestasi sebelumnya baik di tingkat daerah maupun di tingkat nasional akan

menjadi pertimbangan dan mempunyai nilai yang lebih baik bagi pihak sekolah, pelatih maupun Pembina olahraga.

Siswa Sekolah Atlet Ragunan Jakarta ini terbagi menjadi lima kelompok, yaitu siswa Menpora, PPLP DKI, PB/Pelatda, titipan/Pengda, dan Jaya Raya. Kelompok tersebut dibedakan menurut sumber pembiayaan sekolah dan pelatihan para siswa tiap cabang olahraga. Siswa Menpora dibiayaai oleh pemerintah Negara Republik Indonesia, siswa PPLP DKI dibiayai oleh pemerintah DKI Jakarta, sedangkan siswa PB/Pelatda, titipan/Pengda, dan Jaya Raya dibiayai oleh institusi masing-masing. Biaya yang ditanggung oleh pemerintah maupun institusi meliputi biaya sekolah, biaya asrama, biaya makan dan minum, serta biaya untuk kehidupan sehari-hari atau yang disebut juga dengan uang saku yang diterima setiap bulannya.

Siswa Menpora terdiri dari 13 cabang olahraga yaitu atletik, basket, volley, bulutangkis, sepakbola, renang, loncat indah, tenis meja, senam, panahan, tenis lapangan, taekwondo dan pencak silat. Siswa PPLP DKI terbagi menjadi 9 cabang olahraga yaitu angkat besi, yudo, guat, panahan, atletik, tenis meja, volley, takraw dan pencak silat. Siswa PB/Pelatda merupakan perwakilan dari Pengurus Besar yang ada di Indonesia, seperti PBSI, PSSI, PASI, PB. Squash, PB. Sepatu Roda, PB. Jarum, Bulutangkis di Cendrawasih, Atletik (APBN) Dinas OR DKI dan LAPIS 2 Bulutangkis RAG. Siswa titipan/Pengda yang merupakan perwakilan dari Pengurus Daerah terdiri dari 6 cabang olahraga yudo, tenis meja, basket, sepakbola, balap sepeda dab gulat. Siswa Jaya Raya hanya terdapat cabang olahraga bulutangkis.

Sebagaian besar siswa tinggal di asrama selama menjalani masa pendidikan dan pelatihan. Asrama putra dan putri terpisah sekitar 200-300 meter. Asrama putri terletak di belakang tempat makan bersama (menza), sedangkan asrama putra terletak agak jauh dari menza. Asrama putri memiliki 5 gedung yang tidak bertingkat dan jumlah kamar keseluruhan ada 44 kamar. Asrama putra terdiri dari 2 gedung dengan tingkat tiga dan dengan jumlah kamar keseluruhannya adalah 120 kamar. Pembagian kamar asrama dibagi berdasarkan jenis dari cabang olahraganya. Setiap kamar dihuni oleh 2 siswa.

Karakteristik Sampel

Karakteristik sampel merupakan suatu gambaran umum mengenai atlet meliputi sifat maupun ciri-ciri baik secara fisik maupun sosial seorang atlet. Karakterisitik ini dibutuhkan untuk mengetahui lebih jelas mengenai gambaran

atlet dalam penelitian. Karakteristik sampel yang diteliti meliputi jenis kelamin, usia atlet, berat badan atlet, serta tinggi badan atlet.

Jenis Kelamin

Atlet yang dijadikan sampel dalam penelitian ini adalah atlet yang terdaftar sebagai siswa di sekolah atlet Ragunan Jakarta. Atlet yang terlibat dalam penelitian ini berasal dari 3 cabang olahraga yang berbeda-beda yaitu atlet cabang olahraga atletik, bulutangkis, dan gulat dengan masing-masing jumlah populasinya sebesar 16 orang dari atlet cabang olahraga atletik, 16 orang dari atlet cabang olahraga bulutangkis dan 9 orang atlet dari cabang olahraga gulat. Sehingga diperoleh total popolasi dari ketiga cabang olahraga tersebut adalah 41 orang. Akan tetapi, beberapa diantara atlet dari ketiga cabang olahraga tersebut tidak bersedia untuk dijadikan sebagai sampel sehingga total sampel pada penelitian ini adalah 33 orang. Siswa-siswa ini adalah calon atlet Indonesia binaan Menpora yang sedang menerima pendidikan dan pembinaan, sampel ditentukan secara purposive sampling dengan kriteria atau persyaratan bahwa sampel merupakan siswa Sekolah Atlet Ragunan Jakarta baik kelas I, II, dan III. Selain itu, sampel tidak mengalami cidera dan tidak mempunyai masalah dengan pihak-pihak tertentu terutama institusi sekolah. Berdasarkan kriteria tersebut diperoleh jumlah sampel sebanyak 33 atlet dari 3 cabang olahraga yang berbeda.

Gambar 2 Sebaran sampel berdasarkan jenis kelamin

Berdasarkan gambar diatas dapat diketahui bahwa sebagian besar atlet yang dijadikan sebagai sampel pada penelitian ini adalah berjenis kelamin perempuan dengan persentase sebesar 57.6% (19 orang) dan yang berjenis kelamin laki-laki yaitu sebesar 42.4% (14 orang). Tingginya persentase atlet yang

Laki-Laki Perempuan 42,4 57,6 P e rs e n ta se (% ) Jenis Kelamin

berjenis kelamin perempuan dibandingkan dengan atlet yang berjenis kelamin laki-laki sebenarnya tidak memiliki pengaruh yang nyata dalam program latihan. Hal ini dikarenakan atlet-atlet yang dipilih untuk masuk ke Sekolah Atlet Ragunan ini adalah atlet-atlet yang berprestasi dan yang telah direkomendasikan untuk mengikuti program latihan khusus di sekolah ini.

Usia

Rata-rata atlet yang berasal di sekolah Atlet Ragunan Jakarta memiliki usia yang masih dapat dikatagorikan ke dalam usia remaja. Pada penelitian ini, rata-rata usia sampel yaitu 16.33 ± 1.242 tahun. Berdasarkan usia tersebut dapat diketahui bahwat sampel pada penelitian ini tergolong ke dalam usia remaja (Hardinsyah & Tambunan 2004).

Berat Badan

Pengukuran antropometri yang dilakukan kepada sampel salah satunya adalah pengukuran terhadap berat badan. Pengukuran ini dilakukan secara langsung dengan menggukan timbangan injak digital dengan ketelitian pengukuran 0.1 kg.

Tabel 6 Sebaran sampel menurut berat badan Berat Badan (kg) N Persentase (%) <50 3 9.09 51-60 20 60.61 61-70 7 21.21 71-80 1 3.03 >80 2 6.06 Total 33 100

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa rata-rata berat badan tiap sampel adalah bervariasi. Akan tetapi, sebagian besar sampel memiliki berat badan antara 51-60 kg yaitu dengan persentase sebesar 60.61% (20 orang), sedangkan yang memiliki berat badan antara 61-70 kg yaitu ada 7 orang dengan persentase sebesar 21.21%. Selebihnya ada beberapa atlet yang memiliki berat badan kurang dari 50 kg, antara 71-80 kg dan bahkan ada yang memiliki berat badan lebih dari 80 kg yaitu masing-masing sebanyak 3 orang, 2 orang, dan 1 orang dengan persentase 9.09 %, 6.06% dan 3 .03%.

Sedangkan menurut penggolongan jenis kelamin, diketahui bahwa rata-rata sampel yang berjenis kelamin laki-laki memiliki berat badan antara 51-60 Kg yaitu dengan persentase sebesar 64.29%. Begitu pun dengan sampel yang berjenis kelamin perempuan, rata-rata memiliki berat badan yang berkisar antara

51-60 Kg dengan persentase sebesar 57.89%. Pada gambar 2 dibawah ini juga terlihat bahwa berat badan sampel laki-laki lebih besar bila dibandingkan dengan sampel yang berjenis kelamin perempuan.

Gambar 3 Sebaran berat badan sampel berdasarkan jenis kelamin

Berdasarkan hasil pengukuran terhadap sampel diketahui bahwa rata-rata berat badan sampel setelah pengukuran yaitu 59.89 ± 11.016 kg. Rata-rata-rata berat badan sampel tersebut sudah memenuhi rata-rata berat badan standar untuk tingkat remaja menurut Widya Karya Pangan dan Gizi (WKNPG) tahun 2004 yaitu 55 kg (Hardinsyah & Tambunan 2004).

Tinggi Badan

Tinggi badan merupakan suatu ukuran antropometri yang menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal. Dalam keadaan normal, tinggi badan tumbuh bersamaan dengan pertambahan umur (Riyadi 2003). Pengukuran tinggi badan ini dilakukan dengan menggunakan microtouise yang ditempelkan pada dinding. Menurut Arisman (2004) tinggi badan seseorang diukur dalam keadaan berdiri tegak lurus, tanpa alas kaki, posisi kedua tangan merapat ke badan, punggung dan bokong menempel pada dinding, dan dengan pandangan diarahkan lurus ke depan.

Tabel 7 Sebaran sampel menurut tinggi badan Tinggi Badan (cm) N Persentase (%) <155 1 3.03 156-160 7 21.21 161-165 9 27.27 166-170 11 33.33 171-175 5 15.15 Total 33 100

Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat hasil pengukuran terhadap tinggi badan sampel dengan menggunakan microtoice. Hasil tersebut menjelaskan bahwa rata-rata tinggi badan sampel yaitu berada dalam rentang antara 166-170 cm yaitu sebanyak 11 orang dengan persentase 33.33%. Selanjutnya terdapat 9 orang sampel yang memiliki tinggi badan dalam rentang 161-165 cm dengan persentase 27.27%. selanjutnya terdapat 7 orang sampel dengan persentase sebesar 21,21% yang memiliki tinggi badan dalam rentang 156-160 cm dan selebihnya 5 orang (15.15%) sampel yang memiliki tinggi badan dalam rentang 171-175 cm.

Gambar 3 dibawah ini menunjukkan hasil pengukuran terhadap tinggi badan sampel berdasarkan penggolongan jenis kelamin. Terlihat bahwa rata-rata sampel yang berjenis kelamin laki-laki memiliki postur tubuh atau tinggi badan yang lebih tinggi bila dibangdingkan dengan sampel yang berjenis kelamin perempuan. Tinggi badan pada sampel yang berjenis kelamin laki-laki, sebagian besar berada dalam kisaran antara 166-170 cm yaitu dengan persentase sebesar 42.86%. Sedangkan postur tubuh atau tinggi badan sampel yang berjenis kelamin perempuan sebagian besar berada dalam kisaran antara 160-165 cm yaitu dengan persentase sebesar 36.84%.

Gambar 4 Sebaran tinggi badan sampel berdasarkan jenis kelamin

Pengetahuan Gizi

Pengetahuan gizi diberikan untuk mengetahui sejauh mana sampel mengetahui mengenai masalah makan dan gizi khususnya mengenai gizi olahraga itu sendiri. Pertanyaan yang diajukan dalam variabel pengetahuan gizi yang ini yaitu sebanyak 15 buah pertanyaan. Jawaban dari soal pengetahuan gizi yang diberikan diberi nilai dengan menggunakan sistem angka yang kemudian dipersentasekan dengan skor jawaban total. Persentase ini

dibandingkan dengan persentase skor tingkat pengetahuan gizi yaitu rendah jika pengetahuan gizi kurang dari 60% (<60%), tingkat pengetahuan gizi sedang jika skor pengetahuan gizi 60-80%, dan baik jika skor pengetahuan gizi lebih dari 80% (>80%).Berdasarkan hasil pengukuran pengukuran, dapat diketahui pengetahuan gizi sampel sebagai berikut.

Kurang Sedang Baik

36,36 51,52 12,12 Pe rs en ta se (% )

Gambar 5 Sebaran tingkat pengetahuan gizi sampel

Gambar 5 diatas menunjukkan hasil pengukuran terhadap tingkat pengetahuan gizi khususnya gizi olahraga sampel. Sebagian besar sampel memiliki tingkat pengetahuan gizi sedang yaitu sebanyak 51.52%. Selain itu, ada juga beberapa sampel yang memiliki tingkat pengetahuan gizi yang masih tergolong kurang dan bahkan ada juga beberapa sampel yang memiliki tingkat pengetahuan gizi yang baik yaitu dengan persentase masing-masing sebesar 36.36% dan 12.12%.

Gambar 6 Sebaran tingkat pengetahuan gizi berdasarkan jenis kelamin

Berdasarkan gambar 6 diatas, terlihat bahwa terjadi perbedaan antara tingkat pengetahuan gizi sampel yang berjenis kelamin laki-laki dan perempuan.

Sampel yang berjenis kelamin laki-laki rata-rata memiliki tingkat pengetahuan gizi yang masih tergolong kurang yaitu dengan persentase sebesar 64.29%. Sedangkan tingkat pengetahuan gizi sampel yang berjenis kelamin perempuan rata-rata tergolong dalam kategori sedang yaitu dengan persentase sebesar 68.42%. Selain itu, pada gambar diatas juga terlihat bahwa sampel yang berjenis kelamin perempuan lebih banyak jumlahnya yang memiliki tingkat pengetahuan gizi baik bila dibandingkan dengan sampel yang berjenis kelamin laki-laki yaitu masing-masing dengan persentase sebesar 15.79% dan 7.14%.

Pengetahuan gizi khususnya tentang pengaturan makanan untuk atlet sangat bermanfaat karena memberikan beberapa keuntungan bagi atlet. Keuntungan itu antara lain: 1) memberikan pengetahuan tentang makanan yang dapat mencapai atau mempertahankan kondisi tubuh yang telah diperoleh dalam latihan, 2) memberikan informasi mengenai makanan yang dapat menyediakan energi yang diperlukan untuk melakukan aktivitas fisik dan olahraga, 3) menentukan bentuk makanan dan frekuensi makan yang tepat pada waktu latihan intensif sebelum, selama, dan sesudah pertandingan, 4) menggunakan prinsip gizi dalam menurunkan dan menaikkan berat badan sesuai yang diinginkan, 5) menggunakan prinsip gizi untuk mengembangkan atau membuat rencana diet individu sesuai dengan aturan tubuh, keadaan fisiologi dan metabolismenya serta mempertimbangkan selera serta kebiasaan dan daya cerna atlet (Napu 2005).

Persentase Lemak Tubuh

Olahraga endurance merupakan olahraga yang dilakukan dengan intensitas rendah sampai sedang dan berlangsung dalam waktu yang lama. Lemak merupakan sumber energi yang penting untuk kontraksi otot selama olahraga endurance (Primana 2000). Lemak sangat dibutuhkan untuk cadangan zat gizi tertentu dan mengubahnya dalam bentuk energi. Selain itu, lemak juga berfungsi sebagai penyekat panas, penyerap guncangan, dan berbagai fungsi lainnya. Ini yang menyebabkan lemak juga dibutuhkan tubuh (Macmillan 1995).

Tabel 8 Persentase lemak tubuh berdasarkan jenis kelamin Jenis kelamin Jumlah

(atlet)

Persentase Lemak Tubuh (%)

Laki-laki 14 10.02 ± 4.70

Perempuan 19 18.53 ± 5.68

Berdasarkan tabel diatas, terlihat bahwa terdapat perbedaan terhadap hasil pengukuran persentase lemak tubuh sampel berdasarkan jenis kelamin

sampel. Menurut Wilmore and Costill (1994) pada umumnya kisaran persentase lemak pada laki-laki non atlet adalah sebesar 15-17% sedangkan pada perempuan non atlet adalah sekitar 18-22%. Akan tetapi menurut Macmillan (1995) pada umumnya kisaran persentase lemak tubuh yang terdapat pada laki-laki yang berprofesi sebagai atlet adalah sekitar 5% dari total berat badan. Sedangkan kisaran persentase lemak tubuh pada perempuan yang berprofesi sebagai atlet adalah sekitar 12%. Pada hasil pengukuran menunjukkan bahwa kisaran persentase lemak tubuh pada laki-laki lebih kecil bila dibandingkan dengan perempuan. Rata-rata persentase lemak untuk sampel laki-laki dan perempuan berada diatas karegori normal atau berlebih dari yang dianjurkan menurut Macmillan (1995).

Berdasarkan hasil uji T-Test ( Independent-Sampel T Test) antara variabel persentase lemak tubuh dengan jenis kelamin menunjukkan bahwa p value (Sig.(2-tailed)) < 0.05. Hal tersebut menunjukkan bahwa antara variabel persentase tubuh dengan variabel jenis kelamin memiliki perbedaan yang nyata antara hasil yang diperoleh.

Tabel 9 Persentase lemak tubuh berdasarkan cabang olahraga

Cabang Olahraga Jumlah Persentase Lemak Tubuh (%)

Atletik L = 6 10.5 ± 0.0

P = 7 20.17 ± 5.03

Bulutangkis 12 17.58 ± 6.03

Gulat 8 12.29 ± 2.52

Sedangkan hasil pengukuran persentase lemak tubuh berdasarkan cabang olahraga menunjukkan bahwa pada cabang olahraga atletik, rata-rata sampel memiliki kisaran lemak tubuh sebesar 10.5 ± 0.0 % (sampel laki-laki) dan 20.17 ± 5.03 % (sampel perempuan). Pada cabang olahraga bulutangkis dan gulat masing-masing memiliki kisaran lemak 17.58 ± 6.03 % dan 12.29 ± 2.52 %. sehingga dapat dikatakan bahwa angka kisaran persentase lemak tubuh seluruh atlet masih tergolong berlebih untuk kategori seorang atlet. Berdasarkan hasil uji ANOVA menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara variabel persentase lemak tubuh terhadap penggolongan cabang olahraganya (p > 0.05). Menurut Huda (2007) lemak dalam tubuh harus terdapat dalam persentase yang normal karena kalau berlebih dapat mengakibatkan terjadinya kelainan-kelainan pada tubuh baik yang dapat terlihat maupun yang tidak, seperti terjadinya kegemukan, aterosklerosis (penebalan dinding pembulu darah), peningkatan tekanan darah, stroke, dan serangan jantung. Selain itu, kelebihan

lemak tubuh (obese) atau berkurangnya berat badan akibat hilangnya jaringan otot akan dapat mempengaruhi performance atlet (Mihardja 2000).

Status Gizi

Status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorbsi), dan utilisasi (utilization) zat gizi makanan. Penilaian terhadap status gizi seseorang atau sekelompok orang akan menentukan apakah orang atau sekelompok orang tersebut memiliki status gizi yang baik atau tidak (Riyadi 2001). Supariasa et al. (2001) menyatakan status gizi adalah keadaan seseorang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan, dan penggunaan zat gizi dari makanan dalam jangka waktu yang lama. Beberapa cara untuk mengukur status gizi adalah dengan konsumsi, biokimia/laboratorium, antropometri dan secara klinis. Pengukuran status gizi yang dilakukan yaitu dengan menggunakan metode antropometri. Untuk menentukan status gizi sampel terlebih dahulu ditentukan IMT sampel.Penentuan status gizi sampel dilakukan dengan menggunakan indicator IMT/Umur yang direkomendasikan sebagai indicator penentuan status gizi untuk remaja (Riyadi 2003).Berdasarkan perhitungan status gizi, dapat diketahui status gizi sampel sebagai berikut.

kurus normal at risk gemuk obesitas

0,00 84,85 6,06 3,03 6,06 P e rs e nt as e (% ) Status Gizi

Gambar 7 Sebaran status gizi sampel

Berdasarkan gambar diatas, terlihat bahwa rata-rata atlet yang dijadikan sampel dalam penelitian ini memiliki status gizi normal yaitu dengan persentase sebesar 84.85%. Sedangkan sebanyak 6,06% sampel memiliki status gizi at risk serta obesitas dan selebihnya sebanyak 3.03% memiliki status gizi gemuk. Dalam hal ini status gizi yang baik sangat diperlukan bagi seorang atlet karena

dapat meningkatkan kemampuan serta performa atlet baik saat latihan ataupun saat bertanding (Williams 1983).

Gambar 8 Sebaran status gizi sampel berdasarkan jenis kelamin

Status gizi sampel berdasarkan jenis kelamin ditunjukkan pada gambar 8 diatas. Pada gambar diatas terlihat bahwa baik sampel yang berjenis kelamin laki-laki maupun perempuan sama-sama memiliki status gizi yang tergolong dalam kategori normal yaitu masing-masing dengan persentase sebesar 85.71% dan 84.21%. Selain itu juga terlihat bahwa sampel yang berjenis kelamin laki-laki juga memiliki status gizi yang tergolong dalam kategori gemuk dan obese lebih banyak jumlahnya bila dibandingkan dengan sampel yang berjenis kelamin perempuan. Hal ini disebabkan karena massa otot pada laki-laki lebih besar bila dibandingkan dengan perempuan.

Konsumsi Pangan

Konsumsi pangan adalah jumlah pangan (tunggal atau beragam) yang dimakan seseorang atau kelompok orang dengan tujuan tertentu. Tujuan seseorang mengkonsumsi pangan dalam aspek gizi adalah untuk memperoleh sejumlah zat gizi yang diperlukan oleh tubuh. Konsumsi pangan meliputi informasi mengenai jenis pangan dan jumlah pangan yang dimakan seseorang atau kelompok orang (sekeluarga atau rumah tangga) pada waktu tertentu (Hardinsyah & Martianto 1992).

Kebiasaan makan

Menurut Suhardjo (1989), kebiasaan makan adalah suatu istilah untuk menggambarkan kebiasaan dan perilaku yang berhubungan dengan makanan dan makan, seperti tata krama makan, frekuensi makan seseorang, pola

makanan yang dimakan, kepercayaan tentang makanan (misalnya pantangan), distribusi makanan diantara anggota keluarga, penerimaan terhadap makanan (misalnya suka atau tidak suka) dan cara pemilihan bahan makanan yang hendak dimakan. Karena itu, kebiasaan makan adalah sesuatu yang dinamis dan dapat berubah. Besar kecilnya perubahan tersebut tergantung pada intensitas dan kekuatan faktor-faktor yang mempengaruhi atau berhubungan dengan kebiasaan makan. Khumaidi (1994) menyatakan, bahwa kebiasaan erat kaitannya dengan penyediaan makanan, karena akan mempengaruhi pemilihan bahan makanan yang dikonsumsi untuk mencukupi kebutuhan zat gizi.

Frekuensi Makan

Menurut berbagai kajian, frekuensi makan yang baik adalah tiga kali sehari. Secara kuantitas dan kualitas rasanya sulit untuk memenuhi kebutuhan gizi apabila kita hanya makan satu atau dua kali sehari. Keterbatasan volume lambung menyebabkan kita tidak bisa makan sekaligus dalam jumlah banyak. Itulah sebabnya makan dilakukan secara frekuentif yakni tiga kali sehari termasuk sarapan pagi (Khomsan 2002).

Tabel 10 Frekuensi makan sampel

Frekuensi makan (kali/hari) Sebaran N % 1-2 kali sehari 3 9.09 2-3 kali sehari 23 69.70 3-4 kali sehari 7 21.21 Total 33 100

Berdasarkan tabel diatas, terlihat bahwa sebagian besar sampel memiliki frekuensi makan antara 2-3 kali sehari yaitu sebanyak 23 orang dengan persentase sebesar 69.70%. Sedangkan jumlah sampel yang memiliki frekuensi makan antara 1-2 kali sehari adalah sebanyak 3 orang dengan persentase sebesar 9.09%. Bahkan ada 7 orang sampel yang frekuensi makannya sehari dapat mencapai 3-4 kali yaitu dengan persentase sebesar 21.21%. Dapat dikatakan bahwa sebagian besar sampel telah mampu untuk memenuhi kebutuhan gizinya baik secara kualitas maupun kuantitas dengan baik.

Kebiasaan Sarapan

Khomsan (2002) menyatakan bahwa makan pagi adalah suatu kegiatan yang penting sebelum melakukan aktivitas fisik pada hari itu. Paling tidak ada dua manfaat yang bisa diambil kalau kita melakukan sarapan pagi. Pertama, sarapan pagi dapat menyediakan karbohidrat yang siap digunakan untuk

meningkatkan gula darah. Dengan kadar gula darah yang terjamin normal, maka gairah dan konsentrasi kerja bisa lebih baik sehingga berdampak positif untuk meningkatkan produktivitas. Kedua, pada dasarnya sarapan pagi akan memberikan kontribusi penting akan beberapa zat gizi yang diperlukan tubuh seperti protein, lemak, vitamin, dan mineral. Ketersediaan zat gizi ini bermanfaat untuk berfungsinya proses fisiologi dalam tubuh.

Sarapan pagi menyumbang gizi sekitar 25%. Ini jumlah yang cukup signifikan. Apabila kecukupan energi adalah sekitar 2000 Kalori dan protein 50 g sehari untuk orang dewasa, maka sarapan pagi menyumbangkan 500 Kalori dan 12,5 g protein. Sisa kebutuhan energi dan protein lainnya dipenuhi oleh makan siang, makan malam, dan makanan selingan diantara waktu makan (Khomsan 2002).

Tabel 11 Kebiasaan sarapan sampel

Kebiasaan sarapan Sebaran

N %

Selalu 24 72.73

Kadang-kadang 9 27.27

TOTAL 33 100

Makanan yang biasa

Dokumen terkait