• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA ASUPAN ZAT GIZI DAN KOMPOSISI LEMAK TUBUH DENGAN KAPASITAS DAYA TAHAN TUBUH ATLET DI SEKOLAH ATLET RAGUNAN JAKARTA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA ASUPAN ZAT GIZI DAN KOMPOSISI LEMAK TUBUH DENGAN KAPASITAS DAYA TAHAN TUBUH ATLET DI SEKOLAH ATLET RAGUNAN JAKARTA"

Copied!
100
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA ASUPAN ZAT GIZI DAN KOMPOSISI

LEMAK TUBUH DENGAN KAPASITAS DAYA TAHAN TUBUH

ATLET DI SEKOLAH ATLET RAGUNAN JAKARTA

RIZKY AGNESTYA ANDHINI

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011

(2)

ABSTRACT

RIZKY AGNESTYA ANDHINI. The Relationship Between Nutrients Intake and Body Fat Composition with The Capacity of Endurance Athletes at School Athletes Ragunan Jakarta. Under Direction of HADI RIYADI.

Purpose of this study is to analyze the relationship between nutrients intake and body fat composition with the capacity of endurance athletes Ragunan jakarta school athletes. The study was conducted in March to May 2011 by using cross sectional study design. number of samples in this study were 33 athletes who come from three types of sport that vary by level of exercise intensity that is bultangkis sport athletes, wrestling, and athletics. data used are primary and secondary data. Primary data includes measurements of anthropometric data (weight, height, nutritional status, and body fat composition), nutrition knowledge and food consumption. While for the secondary data includes a fitness test result data as well as an overview of the school. The data were analyzed using Pearson correlation test, Spearman correlation test, Independent Sampel T-test, and ANOVA test. The results of this study include statistical test between gender with fitness level (VO2max) is the relationship (r =-0.65 , p < 0.05). Pearson test

results showed the relationship between weight with a level of fitness (VO2Max)

(r = -0.397, p < 0.05). spearman test results showed no significant relationship between nutritional status variable with the level of fitness (r = -0.031 ,p > 0.05). Statistical test results between a variable percentage of body fat and fitness levels showed a significant relationship (r = -0.651 ,p < 0.05). while for the test analysis between variables with sufficient levels of nutrients that athletes fitness

levels showed a significant association was sufficient levels of iron (r = 0.612 ,p < 0.05).

Based on sufficient levels of energy and other nutrients, almost all samples have a relatively normal level of adequacy. As for the level of adequacy of protein and fat from nearly all samples have sufficient levels that are categorized as excess. In addition to sufficient levels of carbohydrates, as much as 57.58% of the sample adequacy levels are still relatively less than the amount that was recommended (<60% of the total energy requirements).

(3)

RINGKASAN

Rizky Agnestya Andhini. Hubungan Antara Asupan Zat Gizi dan Komposisi Tubuh dengan Kapasitas Daya Tahan Tubuh Atlet di Sekolah Atlet Ragunan Jakarta. Dibimbing oleh Hadi Riyadi

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara asupan zat gizi dan komposisi tubuh dengan kapasitas daya tahan tubuh atlet di SMA Negeri Ragunan Jakarta. Tujuan khusus dari penelitian ini : 1) Menganalisis karakteristik responden berdasarkan pengukuran antropometri, status gizi dan komposisi tubuh 2). Menganalisis tingkat konsumsi energi, protein, lemak dan karbohidrat para atlet di Sekolah Atlet Ragunan Jakarta 3). Menganalisis hubungan antara asupan zat gizi dengan kapasitas daya tahan tubuh atlet 4). Menganalisis hubungan antara komposisi tubuh dengan kapasitas daya tahan tubuh atlet.

Penelitian ini menggunakan desain Cross Sectional Study yaitu pengumpulan data pada satu waktu. Penelitian ini dilakukan di Sekolah Atlet Ragunan Jakarta pada bulan Maret-April 2011. Sampel pada penelitian ini adalah siswa yang terdaftar sebagai atlet dari 3 cabang olahraga yang berbeda di Sekolah Atlet Ragunan Jakarta. Cabang-cabang olahraga yang dipilih berdasarkan tingkat intensitas yang berbeda (intensitas sedang, endurance dan

strength) yaitu dari cabang bulutangkis sebanyak 12 orang, cabang atletik

sebanyak 13 orang, dan cabang gulat sebanyak 8 orang. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 33 sampel. Siswa-siswa ini adalah calon atlet Indonesia binaan Menpora yang sedang menerima pendidikan dan pembinaan, sampel ditentukan secara purposive sampling.

Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan sampel dan penyebaran kuesioner. Data primer ini meliputi, karakteristik sampel (jenis kelamin, usia, dan status gizi, pengukuran antropometri, serta komposisi tubuh. Sedangkan data sekundernya meliputi data hasil tes kebugaran (tes balke) dan gambaran umum mengenai profil sekolah. Data yang diperoleh kemudian diolah secara statistik. Analisis data diolah dengan program Microsoft Excell dan Statistical Program for

Social Science (SPSS) versi 16.0 for windows. Hubungan antar variabel diuji

dengan menggunakan uji korelasi Pearson dan Spearman.

Sebagian besar sampel berjenis kelamin perempuan yaitu dengan persentase sebesar 57.6% dan sisanya sebanyak 42.4% sampel berjenis kelamin laki-laki. Rata-rata usia sampel yaitu sekitar 16.33 ± 1.242 tahun. Berat badan sampel sebagian besar baik yang berjenis kelamin laki-laki maupun perempuan berada dalam rentang 50-61 Kg dengan persentase masing-masing sebesar 64.29% dan 57.89%. Tinggi badan sampel terbanyak berada dalam rentang 166-170 cm yaitu dengan persentase sebesar 42.86% untuk sampel laki-laki dan pada sampel perempuan terbanyak berada dalam rentang 160-165 cm (36.84%). Hampir seluruh sampel memiliki status gizi yang tergolong normal baik sampel laki-laki maupun perempuan dengan persentase masing-masing sebesar 85.71% dan 84.21%. Tingkat pengetahuan gizi yang masih sampel yang berjenis kelamin laki-laki tergolong kurang (64.29%) dan tergolong sedang untuk sampel yang berjenis kelamin perempuan (68.42%). Hasil pengukuran terhadap persentase lemak tubuh sampel berdasarkan jenis kelaminnya, menunjukkan bahwa persentase lemak tubuh sampel yang berjenis kelamin laki-laki lebih rendah bila dibandingkan dengan sampel yang berjenis kelamin perempuan yaitu sebesar 10.02 ± 4.70 % dan 18.53 ± 5.68%. Sedangkan menurut cabang olahraganya, sampel yang berasal dari cabang olahraga gulat yang memiliki

(4)

persentase lemak tubuh yang lebih kecil yaitu sebesar 12.288 ± 2.522% bila dibandingkan dengan cabang olahraga atletik maupun bulutangkis (14.09 ± 8.46% dan 17.575 ± 6.026 %).

Berdasarkan tingkat kecukupan energi serta zat gizi lainnya, sebagian besar sampel memiliki tingkat kecukupan yang tergolong normal. Sedangkan untuk tingkat kecukupan protein hampir dari sampel laki-laki memiliki tingkat kecukupan protein yang tergolong normal (50%) sedangkan untuk sebagian besar sampel perempuan memiliki tingkat kecukupan protein yang tergolong berlebih (52.63%). Tingkat kecukupan lemak baik pada sampel laki-laki maupun perempuan sama-sama tergolong berlebih. Selain itu untuk tingkat kecukupan karbohidrat, baik pada sampel laki-laki maupun perempuan memiliki tingkat kecukupan yang masih tergolong kurang dari jumlah yang telah dianjurkan (<60% dari total kebutuhan energi). Untuk tingkat kecukupan vitamin A baik pada sampel laki-laki maupun perempuan sudah tergolong normal. Sedangkan untuk tingkat kecukupan vitamin C dan Fe pada sampel laki-laki lebih banyak yang tergolong normal bila dibandingkan dengan sampel perempuan. Sedangkan untuk tingkat kecukupan Ca, pada sampel perempuan lebih banyak yang tingkat kecukupan Ca yang normal bila dibandingkan dengan sampel yang berjenis kelamin laki-laki.

Pengukuran terhadap tingkat kebugaran sampel digolongkan menjadi 2 yaitu berdasarkan jenis kelamin dan jenis cabang olahraganya. Pada penggolongan berdasarkan jenis kelamin diketahui bahwa nilai Vo2max laki-laki lebih besar dibandingkan dengan perempuan yaitu sebesar 49.47 ± 3.39 ml/kg/menit. Sedangkan nilai Vo2max pada sampel perempuan adalah 43.59 ± 3.57 ml/kg/menit. Berdasarkan penggolongan menurut cabang olahraganya terjadi perbedaan antara perhitungan terhadap nilai Vo2max sampel. Dari ketiga cabang olahraga tersebut, terlihat bahwa atlet yang berasal dari cabang olahraga gulat memiliki nilai Vo2max yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan cabang olahraga atletik dan bulutangkis yaitu sebesar 48.79 ± 4.11 ml/kg/menit. sedangkan untuk cabang olahraga yang memiliki nilai Vo2max terendah adalah pada cabang olahraga bulutangkis yaitu sebesar 44.23 ± 2.78 ml/kg/menit.

Uji analisis antar variabel yang dilakukan menunjukkan bahwa antara variabel jenis kelamin dengan tingkat kebugaran (Vo2max) menunjukkan adanya hubungan yang signifikan (p < 0.05, r = -0.651). Hubungan antara variabel usia dengan tingkat kebugaran (Vo2max) menunjukkan adanya hubungan yang tidak signifikan (p > 0.05, r = 0.152). Hubungan antara variabel berat badan dengan tingkat kebugaran (Vo2max) menunjukkan hubungan negatif yang signifikan (p < 0.05, r = -0.397). Hubungan antara variabel tinggi badan sampel dengan tingkat kebugaran atlet (VO2 max) menunjukkan hubungan yang tidak signifikan (p > 0.05, r= 0.166). Hubungan antara variabel status gizi sampel dengan tingkat kebugaran (Vo2max) menunjukkan adanya hubungan yang tidak signifikan (p > 0.05, r = -0.145). Hubungan antara variabel persentasi lemak tubuh atlet dengan tingkat kebugaran atlet (VO2 max) menunjukkan hubungan negatif yang signifikan (p < 0.05, r = -0.651). Hubungan antara variabel tingkat kecukupan energi sampel dengan tingkat kebugaran atlet (VO2 max) menunjukkan hubungan yang tidak signifikan (p > 0.05, r = 0.275). Hubungan antara variabel pengetahuan gizi sampel dengan tingkat kecukupan energi yaitu menunjukkan adanya hubungan yang signifikan (p < 0.05, r = 0.860). Hubungan antara variabel tingkat kecukupan energi (TKE) dengan status gizi menunjukkan suatu hubungan yang signifikan (p < 0.05, r = -0.676).

(5)

HUBUNGAN ANTARA ASUPAN ZAT GIZI DAN KOMPOSISI

LEMAK TUBUH DENGAN KAPASITAS DAYA TAHAN TUBUH

ATLET DI SEKOLAH ATLET RAGUNAN JAKARTA

RIZKY AGNESTYA ANDHINI

Skripsi

Sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011

(6)

Judul : Hubungan Antara Asupan Zat Gizi dan Komposisi Lemak Tubuh dengan Kapasitas Daya Tahan Tubuh Atlet di Sekolah Atlet Ragunan Jakarta

Nama : Rizky Agnestya Andhini NIM : I14070065

Disetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Hadi Riyadi, MS NIP. 19610615 198603 1 004

Diketahui,

Ketua Departemen Gizi Masyarakat

Dr. Ir. Budi Setiawan, MS NIP. 19621218 198703 1 001

(7)

PRAKATA

Puji syukur penulis ucapkan atas Kehadirat Allah SWT karena atas berkat dan rahmat dari-NYA penulis dapat menyelesaikan skripsi sarjana yang berjudul “Hubungan Antara Asupan zat gizi dan Komposisi Lemak Tubuh Terhadap Peningkatan Kapasitas Daya Tahan Tubuh Atlet di Sekolah Atlet Ragunan Jakarta ”. Skripsi ini tidak dapat terselesaikan dengan baik tanpa bantuan, doa, semangat, bimbingan, serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, khususnya kepada:

1. Kedua orang tua penulis, Papa Andika dan Mama Ramayani yang telah memberikan doa, semangat, nasihat, motivasi ,dukungan dan pengorbanan serta kasih sayangnya kepada penulis. Selain itu juga kepada Kakek, Nenek, Om (Jali, Buyung, Ade, Darmadi, Wisnu, Alm. Pak ilih), Tante (Niza, Im, Ade, Ma Wowo, Mama Ita, Tante In, Mama Is, Tante Cus), Adik (Aldi dan Astrid). 2. Dr. Ir. Hadi Riyadi, MS selaku dosen pembimbing skripsi yang senantiasa

sabar dalam memberikan bimbingan, motivasi, dukungan, perhatian serta semangat kepada penulis.

3. Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, MS selaku dosen pembimbing akademik sekaligus sebagai dosen penguji dan pemandu seminar.

4. Teman-teman seperjuangan (Hanum, Tamia, Imam, Dedol, Zizul) dan seluruh keluarga besar “LUMINAIRE”, khususnya Puput, Elfrida, Icha, Ayuning, Gustam, Deviani, Anita, Lutfhi, Fitri, Debby atas semangat, bantuan, motivasi dan dukungannya untuk perjuangan yang sangat luar biasa ini.

5. Sahabat-sahabatku di Pondok Sabrina “AGGS” (Khusnul, Umu, Chemy, Rima, Azi, Noja, Almh. Rina, Yuyu).

6. Ardi Ferdiansyah dan Dessy Febrianti atas inspirasi, semangat dan dukungannya kepada penulis.

7. Pihak sekolah Atlet Ragunan Jakarta Selatan, atlet dan pelatih Atletik, Bulutangkis, Gulat, Pak Yayan, Pak Nugroho dan seluruh pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Bogor, Oktober 2011

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Yogyakarta, pada tanggal 8 Oktober 1988 silam dan diberi nama Rizky Agnestya Andhini. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan bapak Andika dan ibu Ramayani. Penulis mengawali pendidikan pada tahun 1995 sampai dengan tahun 2001 di SD Negeri Kramat Pela 03 Pagi, Jakarta. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan ke tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMP Negeri 13, Jakarta dan lulus pada tahun 2004. Penulis kemudian melanjutkan ke pendidikan menengah umum di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 60, Jakarta,dan lulus pada tahun 2007.

Penulis mengawali pendidikan sebagai mahasiswa pada tahun 2007 di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis di IPB terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Ekologi Manusia (FEMA), Departemen Gizi Masyarakat, dengan program studi Ilmu Gizi. Penulis juga pernah melakukan Internship Dietetik (ID) di Rumah Sakit Islam Pondok Kopi Jakarta serta Kuliah Kerja Profesi (KKP) di Kalimantan Selatan pada tahun 2010.

Tahun 2011 Penulis melakukan penelitian mengenai “Hubungan Antara Asupan Zat Gizi dan Komposisi Lemak Tubuh dengan Kapasitas Daya Tahan Tubuh Atlet di Sekolah Atlet Ragunan Jakarta” di bawah bimbingan Dr. Ir. Hadi Riyadi,MS untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi di Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

PENDAHULUAN ... 1 Latar Belakang ... 1 Perumusan Masalah ... 3 Tujuan ... 3 Tujuan Umum ... 3 Tujuan Khusus ... 3 Kegunaan Penelitian ... 4 TINJAUAN PUSTAKA ... 5

Olahraga (Endurance & Strength) ... 5

Klasifikasi Olahraga ... 5

Komposisi Tubuh dan Kesegaran Jasmani ... 6

Kecukupan Zat Gizi Atlet ... 6

Kecukupan Energi ... 7

Kecukupan Protein ... 8

Kecukupan Karbohidrat ... 9

Kecukupan Lemak ... 10

Kecukupan Vitamin dan Mineral ... 11

Kecukupan Vitamin A ... 11

Kecukupan Vitamin C ... 12

Kecukupan Kalsium ... 12

Kecukupan Zat Besi ... 13

Kecukupan Air ... 13

Pengaturan Makan Pada Atlet ... 14

Makanan Menjelang Latihan ... 14

Makanan Menjelang Pertandingan ... 14

Makanan Saat Pertandingan ... 14

Efek Tidak Terpenuhinya Kalori ... 15

Peranan Gizi Terhadap Prestasi Oalhraga ... 15

Metode Pengukuran Recall 2x24 jam ... 15

(10)

VO2Max ... 17

Tes Balke ... 18

KERANGKA PEMIKIRAN ... 20

METODE PENELITIAN ... 22

Desain, Tempat dan Waktu ... 22

Jumlah dan Cara Penarikan Sampel ... 22

Jenis dan Cara Pengumpulan Data ... 22

Pengolahan dan Analisis Data ... 23

Kelemahan Penelitian... 26

Definisi Operasional ... 27

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 29

Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 29

Karakteristik Sampel ... 30 Jenis Kelamin ... 31 Usia ... 32 Berat Badan ... 32 Tinggi Badan ... 33 Pengetahuan Gizi ... 34

Persentase Lemak Tubuh ... 36

Status Gizi ... 38

Konsumsi Pangan ... 39

Frekuensi Makan ... 40

Kebiasaan Sarapan ... 40

Kebiasaan Jajan ... 42

Kebiasaan Minum Air Putih ... 43

Tingkat Kecukupan Gizi ... 44

Energi ... 44 Protein ... 46 Lemak ... 48 Karbohidrat ... 49 Vitamin A ... 51 Vitamin C ... 52 Kalsium ... 53 Zat Besi ... 55 Tingkat Kebugaran ... 56

(11)

VO2Maksimum ... 57

Uji Antar Variabel ... 59

Karakteristik atlet dengan Tingkat Kebugaran ... 59

Jenis Kelamin dengan Tingkat Kebugaran ... 59

Usia dengan Tingkat Kebugaran ... 59

Berat Badan dengan Tingkat Kebugaran ... 59

Tinggi Badan dengan Tingkat Kebugaran ... 59

Status gizi dengan Tingkat Kebugaran ... 60

Persentase Lemak Tubuh dengan Tingkat Kebugaran ... 60

Tingkat Kecukupan Energi dengan Tingkat Kebugaran ... 60

Tingkat Kecukupan Protein dengan Tingkat Kebugaran ... 60

Tingkat Kecukupan Vitamin A dengan Tingkat Kebugaran ... 61

Tingkat Kecukupan Vitamin C dengan Tingkat Kebugaran ... 61

Tingkat Kecukupan Kalsium dengan Tingkat Kebugaran ... 61

Tingkat Kecukupan Zat Besi dengan Tingkat Kebugaran ... 61

KESIMPULAN DAN SARAN ... 62

Kesimpulan ... 62

Saran ... 63

DAFTAR PUSTAKA ... 64

(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Normatif nilai VO2Max minimum atlet (Wanita) ... 18

Tabel 2 Normatif nilai VO2Max minimum atlet (Pria) ... 18

Tabel 3 Normatif nilai VO2Max minimum atlet (Jenis Olahraga) ... 18

Tabel 4 Jenis dan cara pengumpulan data ... 23

Tabel 5 Nilai titik kritis batas yang direkomendasi untuk remaja (IMT/U) .... 24

Tabel 6 Sebaran sampel menurut berat badan ... 32

Tabel 7 Sebaran sampel menurut tinggi badan ... 33

Tabel 8 Persentase lemak tubuh berdasarkan jenis kelamin ... 36

Tabel 9 Persentase lemak tubuh berdasarkan cabang olahraga ... 37

Tabel 10 Frekuensi makan sampel ... 40

Tabel 11 Kebiasaan sarapan sampel ... 41

Tabel 12 Kebiasaan jajan sampel ... 42

Tabel 13 Kebiasaan minum air putih sampel ... 43

Tabel 14 Nilai VO2Max sampel berdasarkan jenis kelamin ... 57

(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Kerangka pemikiran ... 20

Gambar 2 Sebaran sampel berdasarkan jenis kelamin ... 31

Gambar 3 Sebaran berat badan sampel berdasarkan jenis kelamin ... 33

Gambar 4 Sebaran tinggi badan sampel berdasarkan jenis kelamin ... 34

Gambar 5 Sebaran tingkat pengetahuan gizi sampel ... 35

Gambar 6 Sebaran tingkat pengetahuan gizi sampel (jenis kelamin) ... 35

Gambar 7 Sebaran status gizi sampel ... 38

Gambar 8 Sebaran status gizi sampel berdasarkan jenis kelamin ... 39

Gambar 9 Sebaran tingkat kecukupan energi sampel ... 44

Gambar 10 Sebaran tingkat kecukupan energi sampel (jenis kelamin) ... 45

Gambat 11 Sebaran tingkat kecukupan protein sampel ... 47

Gambar 12 Sebaran tingkat kecukupan protein sampel (jenis kelamin) ... 47

Gambar 13 Sebaran tingkat kecukupan lemak sampel ... 49

Gambar 14 Sebaran tingkat kecukupan karbohidrat sampel ... 50

Gambar 15 Sebaran tingkat kecukupan karbohidrat sampel (jenis kelamin) . 50 Gambar 16 Sebaran tingkat kecukupan vitamin A sampel ... 52

Gambar 17 Sebaran tingkat kecukupan vitamin C sampel ... 52

Gambar 18 Sebaran tingkat kecukupan vitamin C sampel (jenis kelamin) .... 53

Gambar 19 Sebaran tingkat kecukupan kalsium sampel... 54

Gambar 20 Sebaran tingkat kecukupan kalsium sampel (jenis kelamin) ... 54

Gambar 21 Sebaran tingkat kecukupan zat besi sampel ... 55

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Olahraga merupakan aktivitas untuk meningkatkan stamina tubuh, yang mempunyai dampak positif terhadap derajat kesehatan, oleh karena itu olahraga dianjurkan untuk dilaksanakan secara teratur sesuai dengan kondisi seseorang. Bagi atlet asupan gizi yang terkait dengan olahraga mempunyai arti penting selain untuk mempertahankan stamina, kebugaran atlet serta untuk meningkatkan prestasi atlet tersebut dalam cabang olahraga yang diikutinya.

Dalam hal ini meningkatkan daya tahan aerobik atau endurance dikenal pula prinsip penambahan beban latihan atau overload principle yang dalam hal ini terdiri dari: 1) Intensitas; 2) Frekwensi; 3) Lama program latihan yang dilakukan (Sajoto 1988). Menurut Robergs dan Robert (1997), untuk meningkatkan daya tahan dibutuhkan latihan-latihan yang meningkatkan daya tahan jantung-paru serta daya tahan jantung-pembuluh darah, karena dari hasil penelitian menunjukkan bahwa 0%-10% peningkatan daya tahan dipengaruhi oleh proses adaptasi kardiovaskuler dan transfer kardiorespirasi. Sehingga peningkatan daya tahan akan memberikan hasil yang signifikan dengan cara meningkatkan kerja sistem kardiovaskuler dan kardiorespirasi melalui program latihan yang berinterval dan continue (terus menerus).

Peningkatan daya tahan kardiorespirasi dapat terlihat dengan mengukur VO2max (ambilan oksigen maksimal), selain itu peningkatan daya tahan kardiorespirasi dapat terlihat dengan mengukur nilai kapasitas vital paru yang lebih mudah dan lebih praktis daripada mengukur VO2 max. Nilai kapasitas vital pria dewasa lebih tinggi 20-25% daripada wanita dewasa. Hal ini antara lain disebabkan oleh perbedaan kekuatan otot pria dan wanita. Nilai kapasitas vital paru juga sangat dipengaruhi oleh karakteristik fisik, seperti umur, tinggi badan dan berat badan (Yunus 1997; Guyton & Hall 1996). Atlet cabang olahraga yang banyak menggunakan otot tubuh bagian atas, nilai kapasitas vital parunya juga lebih tinggi daripada atlet cabang olahraga yang banyak menggunakan otot tubuh bagian bawah.

Pengetahuan gizi olahraga bagi masyarakat secara umum serta atlet yang berprestasi sangat penting. Seperti yang telah diketahui bahwa dalam masa pertumbuhan serta perkembangan, proses kehidupan seseorang dipengaruhi oleh banyak faktor salah satunya masukan zat gizi. Disamping itu gizi juga berpengaruh dalam mempertahankan dan memperkuat daya tahan

(15)

tubuh. Derajat kesehatan yang baik akan mampu menciptakan kondisi tubuh yang sehat dan menjadi sumberdaya manusia (SDM) yang berkualitas. Dengan SDM yang baik maka para atlet olahraga diharapkan akan mampu menciptakan prestasi yang baik pula. Salah satu faktor yang penting untuk mewujudkannya adalah melalui pembinaan atlet disetiap cabang olahraga dan pemenuhan zat gizi yang seimbang sesuai dengan kebutuhan para atlet sendiri, pembina olahraga, dan penyediaan makanan yang telah sadar gizi (Napu 2005).

Makanan mempunyai arti penting bagi kehidupan manusia dan sangat berpengaruh dalam perilaku sehari-hari. Manusia pada hakekatnya telah mengenal akan arti dan guna makanan secara harfiah, tetapi pada dasarnya manusia belum menyadari sepenuhnya kepentingan makanan dalam menyusun pertumbuhan dan perkembangan fisiknya (Mukrie et al. 1990).

Tidak ada perbedaan yang mencolok dalam hal makan antara atlet dan non atlet, akan tetapi mengingat bahwa sebagian atlet masih dalam usia pertumbuhan, kegiaatan fisik atlet rata–rata lebih besar dibandingkan non atlet sehingga pengaruh makanan akan lebih langsung terlihat pada penampilan atau prestasi atlet maka di samping jumlahnya harus lebih besar, pengaturan makanan bagi atlet harus lebih cermat dibandingkan makanan bagi non atlet. Pengertian cukup dalam hal makanan adalah bukan semata–mata dapat diartikan dengan “tidak boleh kurang“ terutama bagi atlet. Pengertian cukup disini harus diartikan “tidak boleh berlebihan” disamping boros kelebihan makanan pada atlet akan menjadikan beban yang dapat menurunkan prestasi, inilah sebabnya dalam setiap penyelengaraan makanan bagi atlet sedapat mungkin dikelola atau diawasi oleh seorang ahli gizi (Dirham 1987).

Pengaturan keseimbangan zat gizi antara asupan dan kebutuhan tubuh sangat penting karena kekurangan atau kelebihan zat gizi sangat berpengaruh terhadap kondisi kesehatan dan status gizi. Pengaturan makanan terhadap seorang atlet harus bersifat individual. Pemberian makanan harus memperhatikan jenis kelamin, umur, berat badan, serta jenis olahraga. Selain itu, pemberian makanan juga harus memperhatikan periodisasi latihan, masa kompetisi, dan masa pemulihan. Untuk mendapatkan atlet yang berprestasi, faktor gizi merupakan salah satu faktor yang sangat perlu diperhatikan sejak pembinaan di tempat pelatihan sampai pada saat pertandingan.

Salah satu syarat mutlak yang harus dipenuhi oleh olahragawan untuk meraih prestasi adalah ketahanan fisik yang prima. Kondisi tersebut hanya dapat

(16)

dicapai apabila didukung oleh komposisi atau stuktural tubuh yang menguntungkan, latihan yang intensif, teratur dan diet yang kuat. Kesepakatan internasional yang dicetuskan di lausane pada tahun 1992 menyatakan bahwa diet terbukti secara bermakna mempengaruhi prestasi atlet.

SMA Ragunan di Jakarta Selatan merupakan salah satu institusi atau tempat pembinaan atlet berbagai cabang olahraga. SMA Ragunan Jakarta membina atlet-atlet yang masih berada pada usia pertumbuhan, dimana usia tersebut memerlukan asupan gizi dan makanan yang cukup yang sesuai dengan aktivitas yang mereka lakukan. Selain ada pembinaan dan pelatihan bagi para atletnya, sekolah ini juga menyediakan sistem penyelenggaraan makanan bagi para atletnya. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengetahui sejauh mana peranan asupan makanan serta komposisi lemak tubuh terhadap aktivitas daya tahan tubuh atlet di sekolah atlet Ragunan ini.

Perumusan Masalah

Perumusan masalah dalam penelitian Hubungan Antara Asupan Zat Gizi dan Komposisi Lemak Tubuh dengan Kapasitas Daya Tahan Tubuh Atlet di SMA Negeri Ragunan Jakarta adalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah karakteristik sampel berdasarkan pengukuran antropmetri, status gizi dan komposisi lemak tubuh?

2. Berapakah sumbangan konsumsi energi dan zat gizi (protein, karbohidrat dan lemak) dari makanan yang telah disediakan oleh pihak sekolah?

3. Bagaimanakah peranan asupan makanan dengan kapasitas daya tahan tubuh atlet?

4. Bagaimanakah peranan komposisi lemak tubuh dengan kapasitas daya tahan tubuh atlet?

Tujuan Penelitian Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara asupan zat gizi dan komposisi lemak tubuh dengan kapasitas daya tahan tubuh atlet di SMA Negeri Ragunan Jakarta.

Tujuan Khusus

1. Menganalisis karakteristik sampel berdasarkan pengukuran antropometri, status gizi dan komposisi lemak tubuh.

2. Menganalisis tingkat konsumsi energi dan zat gizi para atlet di Sekolah Atlet Ragunan Jakarta.

(17)

3. Menganalisis hubungan antara asupan makanan dengan kapasitas daya tahan tubuh atlet.

4. Menganalisis hubungan antara komposisi lemak tubuh dengan kapasitas daya tahan tubuh atlet.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran serta informasi tentang tingkat kecukupan kalori atlet di Sekolah Atlet Ragunan Jakarta melalui sistem penyelenggaraan makanan. Hal ini penting agar atlet mampu mengatur konsumsi makanan yang baik sesuai dengan kebutuhan zat gizi masing-masing atlet. Selain itu, juga dapat memberikan gambaran serta informasi mengenai hubungan antara tingkat kecukupan kalori dan komposisi lemak tubuh atlet dengan kapasitas daya tahan tubuh atlet. Karena dangan pengaturan makanan yang baik dapat membuat atlet mampu memenuhi kebutuhan gizinya menjadi lebih baik sehingga mempunyai status gizi yang baik pula serta dapat meningkatkan prestasi. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam menetapkan kebijakan konsumsi pangan bagi atlet dalam rangka peningkatan kualitas gizinya serta kapasitas daya tahan tubuhnya.

(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Olahraga endurance

Olahraga yang ditujukan untuk melatih ketahanan jantung dan paru-paru. Latihan-latihan pada kategori ini bermanfaat membakar kalori yang disertai dengan peningkatan aktivitas kerja jantung memompa darah, dan meningkatkan aktivitas paru-paru dalam menyuplai oksigen. Olah raga yang termasuk kategori ini antara lain: senam aerobik, joging, dan jalan kaki.

Strength training

Olahraga yang ditujukan untuk melatih otot-otot bagian tubuh tertentu sehingga bagian tubuh yang dilatih akan menjadi kuat. Yang termasuk kategori olahraga ini latihan mengangkat dumbel. Otot yang dilatih adalah otot-otot lengan.

Klasifikasi Olahraga

Untuk mempermudah perhitungan dalam menentukan kebutuhan energi seorang olahragawan, maka dilakukan penggolongan terhadap macam-macam olahraga menjadi 4 kelompok, berdasarkan berat ringannya olahraga tersebut, dengan memperhitungkan kedua macam bentuk latihan (latihan kondisi fisik dan latihan keterampilan teknik) juga jumlah waktu dari masing-masing latihan yang dijalankannya (Wolinsky 1994).

Pengelompokan Cabang Olahraga: 1. Olahraga ringan:

Menembak Golf Bowling Panahan 2. Olahraga sedang:

Atletik Bulutangkis Bola basket Hockey Soft ball Tenis meja Tenis Senam Sepak bola 3. Olahraga berat:

Renang Balap sepeda Tinju Gulat Kempo Judo 4. Olahraga berat sekali:

Rowing Balap sepeda jarak jauh ( > 130 km ) Angkat besi Marathon/atletik

(19)

Catatan: Daftar yang resmi tentang pembagian ini belum ada, dan ini masih bisa mengalami perubahan. Apabila ada suatu cabang olahraga yang belum tercantum pada daftar ini, penggolongannya supaya disesuaikan dengan cabang yang kira-kira sama aktivitasnya dengan yang ada di daftar .

Komposisi tubuh dan Kesegaran Jasmani

Komposisi tubuh seseorang dapat di ukur melalui berbagi cara misalnya dengan mengukur berat jenis tubuh. Tubuh yang mempunyai berat jenis yang tinggi berarti massa ototnya banyak sedangkan kadar lemak relatif kecil. Jumlah cadangan lemak dibawah kulit dapat diukur menggunakan suatu alat yang di sebut Skinfold calipers. Bagi seorang atlet, Komposisi tubuh jauh lebih penting dari berat badan sendiri karena ketahanan jasmani atlet ditentukan oleh massa otot yang membentuk tubuhnya. Karena itu dalam pembinaan ketahanan jasmani seorang atlet baik dipusat-pusat latihan maupun diluar pusat latihan, haruslah terdapat perpaduan yang serasi antara pengaturan makanan dengan latihan fisik yang diberikan. Pemberian makanan yang melebihi kebutuhan akan mengakibatkan bertambahnya cadangan lemak, sehingga tidak mencapai komposisi tubuh yang sesuai. Sebaliknya jika makanan yang kurang dari kebutuhan akan mengakibatkan terhambatnya proses perkembangan pada otot-otot tubuh (Moehji 2003).

Persentasi lemak tubuh dari atlet berbeda tergantung dari jenis kelamin dari tubuh atlet dan olahraganya. Estimasi tingkat minimum dari lemak tubuh sesuai dengan kesehatan adalah 5% untuk pria dan 12% untuk wanita. Namun demikian, persentasi dari lemak tubuh yang optimum untuk seorang individu atlet kemungkinan jauh lebih tinggi daripada minimum ini dan harus ditentukan pada dasar dari seorang individu (Macmillan 1995).

Kecukupan Zat Gizi Atlet

Seorang atlet yang kondisi fisiknya baik, dengan mudah dapat mengkonsumsi kalori antara 4000 sampai 5000 kalori sehari. Memang sulit untuk menentukan intake kalori atlet setiap hari oleh karena kebutuhan kalori bagi setiap orang dipengaruhi oleh banyak faktor yang diantaranya, tinggi badan, berat badan, kondisi fisik seseorang, serta jenis-jenis pekerjaan yang dilakukan selain olahraga dan sebagainya. Kebutuhan tenaga untuk masing–masing jenis cabang olahraga tidak sama. Jika intake kalori kurang dari jumlah yang diperlukan akan mengakibatkan terjadinya penurunan berat badan. Akan tetapi jika intake kalori melebihi kebutuhan, maka akan terjadi perubahan pada

(20)

komposisi lemak tubuhnya, dimana kelebihan kalori akan diubah menjadi cadangan lemak tubuh, jika hal demikian terjadi maka akan mempengaruhi

performance atlet yang bersangkutan, karena cadangan lemak yang berlebihan

akan menyebabkan atlit menjadi lamban. Hal ini penting sekali diperhatikan terutama bagi atlet yang memerlukan reaksi cepat (Depkes RI & KONI Pusat 1997).

Aktivitas olahraga membutuhkan metabolisme optimal dan makronutrien tergantung dari adanya dan ketersediaannya mikronutrien. Makronutrien dan Mikrronutrien sangat dibutuhkan untuk menghasilkan energi sehingga atlet dapat tampil maksimal dalam setiap aktivitas olahraga. Nilai protein yang dihasilkan dari penguraian sempurna zat-zat gizi tersebut adalah 1 gram karbohidrat menghasilkan 4 kalori, 1 gram lemak menghasilkan 9 kalori, 1 gram protein menghasilkan 4 kalori (deVries & Housh 1994).

Menu atlet harus disusun berdasarkan jumlah kebutuhan energi dan komposisi gizi penghasil energi yang seimbang. Menu makan harus mengandung karbohidrat sebanyak 60-70%, lemak 20-25% dan protein sebanyak 10-15% dari total kebutuhan energi seorang atlet. Menu yang disusun berdasarkan kebutuhan jumlah energi dan komposisi gizi penghasil energi seimbang , serta dibuat dari bahan makanan yang mengandung kriteria 4 sehat 5 sempurna umumnya sudah mengandung vitamin dan mineral sesuai dengan kebutuhan atlet (Depkes RI & KONI Pusat 1997).

Kecukupan Energi

Gerakan tubuh saat melakukan olahraga dapat terjadi karena otot berkontraksi. Olahraga aerobik dan anaerobik, keduanya memerlukan asupan energi. Namun, penetapan kebutuhan energi secara tepat tidak sederhana dan sangat sulit. Perkembangan ilmu pengetahuan sekarang hanya dapat menghitung kebutuhan energi berdasarkan energi yang dikeluarkan (Primana 2000).

Besarnya kebutuhan energi tergantung dari energi yang digunakan setiap hari. Kebutuhan energi dapat dihitung dengan memperhatikan beberapa komponen penggunaan energi. Komponen-komponen tersebut yaitu basal

metabolic rate (BMR), specific dynamic action (SDA), aktifitas fisik dan faktor

pertumbuhan (Primana 2000).

Menurut Angka Kecukupan Gizi yang tercantum dalam Widyakarya Pangan dan Gizi tahun 1998, rata-rata tingkat kecukupan energi yang harus

(21)

dipenuhi oleh seorang laki-laki yang berumur 16-19 tahun yang berprofesi bukan sebagai atlet adalah 2500 kkal, sedangkan kebutuhan energi orang yang berprofesi sebagai atlet akan lebih besar daripada non atlet. Oleh karena itu penyusunan menu untuk memenuhi kebutuhan gizi seorang atlet harus dimulai dengan menentukan kebutuhan energi terlebih dahulu.

Kebutuhan energi pada saat berolahraga dapat dipenuhi melalui sumber-sumber energi yang tersimpan di dalam tubuh yaitu melalui pembakaran karbohidrat, pembakaran lemak, serta kontribusi sekitar 5% melalui pemecahan protein. Diantara ketiganya, simpanan protein bukanlah merupakan sumber energi yang langsung dapat digunakan oleh tubuh dan protein baru akan terpakai jika simpanan karbohidrat ataupun lemak tidak lagi mampu untuk menghasilkan energi yang dibutuhkan oleh tubuh. Penggunaan lemak maupun karbohidrat oleh tubuh sebagai sumber energi untuk dapat mendukung kerja otot akan ditentukan oleh 2 faktor yaitu intensitas serta durasi olahraga yang dilakukan (Irawan 2007).

Kecukupan Protein

Protein dari makanan yang kita konsumsi sehari-hari dapat berasal dari hewani maupun nabati. Protein yang berasal dari hewani seperti daging, ikan, ayam, telur, susu, dan lain-lain disebut protein hewani, sedangkan protein yang berasal dari tumbuh-tumbuhan seperti kacang-kacangan, tempe, dan tahu disebut protein nabati. Protein dibutuhkan untuk pertumbuhan, perkembangan, pembentukan otot, pembentukan sel-sel darah merah, pertahanan tubuh terhadap penyakit, enzim dan hormon, dan sintesa jaringan-jaringan tubuh lainnya. Protein dicerna menjadi asam-asam amino, yang kemudian dibentuk protein tubuh di dalam otot dan jaringan lain. Protein dapat berfungsi sebagai sumber energi apabila karbohidrat yang dikonsumsi tidak mencukupi seperti pada waktu berdiit ketat atau pada waktu latihan fisik intensif. Sebaiknya, kurang lebih 10-15 % dari total kalori yang dikonsumsi berasal dari protein (Depkes 1993).

Penelitian membuktikan bahwa kegiatan olahraga yang teratur akan meningkatkan kebutuhan protein bagi atlet dari cabang olahraga yang mengkonsumsi protein antara 1,2–1,7 gram protein/kg BB/hari (±100–212 % dari yang di anjurkan) dan atlet “endurence” antara 1,2–1,4 gram/kg BB/hari (±100 – 175 % dari yang dianjurkan) jumlah protein tersebut dapat diperoleh dari diit yang mengandung 10-15% dari total kebutuhan energi, dimana jumlah tersebut tidak akan berbahaya bagi kesehatan. Proporsi protein berubah sesuai dengan jumlah

(22)

energi total perhari yang meningkat dan sebaiknya separuhnya berasal dari protein hewani komposisi protein terdiri dari protein hewani dan protein nabati dengan perbadingan 1:1 (Primana 2000).

Menurut Husaini (2000) untuk atlet remaja yang sedang dalam proses pertumbuhan membutuhkan protein yaitu 1.5 gram/kg BB/hari. Peningkatkan kebutuhan protein bagi atlet ini disebabkan oleh karena atlet lebih beresiko untuk mengalami kerusakan jaringan otot terutama saat menjalani latihan atau pertandingan olahraga yang berat (Irawan 2007).

Walaupun protein merupakan zat pembangun jaringan tubuh namun tidak berarti makin tinggi konsumsi protein makin besar pembentukan otot. Pembentukan massa otot dan kekuatanya ditentukan oleh latihan yang terprogram dengan baik yang harus di tunjang oleh makanan yang cukup. Pada prakteknya atlet harus mengutamakan makanan lebih banyak karbohidrat dari pada lebih banyak protein (Husaini 2000).

Terlalu banyak mengkonsumsi protein, akan lebih sering mengalami buang air kecil karena protein di dalam tubuh dicerna menjadi urea. Urea merupakan suatu senyawa dalam bentuk sisa yang harus dibuang melalui urine. Terlalu sering ke toilet akan kurang menyenangkan karena dapat mengganggu latihan, apalagi kalau sedang dalam kompetisi. Terlalu banyak atau sering mengalami buang air kecil dapat juga memperberat kerja ginjal dan meningkatkan resiko terhadap dehidrasi atau kekurangan cairan buat atlet (Husaini 2000).

Selain itu, bahan makanan tinggi protein biasanya mengandung pula tinggi lemak. Untuk kesehatan jantung, pencegahan kegemukan, dan peningkatan performa, sebaiknya tidak terlalu banyak mengkonsumsi makanan sumber lemak, terutama lemak hewani yang seringkali banyak terdapat dalam bahan makanan berprotein tinggi (Husaini 2000).

Kecukupan Karbohidrat

Karbohidrat merupakan sumber energi utama dan memegang peranan sangat penting untuk seorang atlet dalam melakukan olahraga. Untuk berolahraga, energi berupa ATP dapat diambil dari karbohidrat yang terdapat dalam tubuh berupa glukosa dan glikogen yang disimpan dalam otot dan hati. Selama beberapa menit, permulaan kerja glukosa darah merupakan sumber energi utama, selanjutnya tubuh menggunakan glikogen otot dan glikogen hati. Glikogen otot dipergunakan secara langsung oleh otot untuk pembentukan

(23)

energi, sedangkan glikogen hati mengalami perubahan menjadi glukosa yang akan masuk ke peredaran darah untuk selanjutnya dipergunakan oleh otot (Depkes 1993).

Menurut Almatsier (2004) kebutuhan karbohidrat untuk orang yang bukan berprofesi sebagai atlet adalah 55-75% berasal dari karbohidrat kompleks dan 10% berasal dari gula sederhana. Pemberian karbohidrat bagi seorang atlet bertujuan untuk mengisi kembali simpanan glikogen otot dan glikogen hati yang telah dipakai pada kontraksi otot. Pada atlet yang mempunyai simpanan glikogen sangat sedikit, akan lebih cepat mengalami kelelahan dan kurang dalam mencetak prestasi. Oleh karena itu, sebaiknya karbohidrat diberikan 60-70% dari total energi yang dibutuhkan atau sama dengan 6-10 gram/kg BB/hari. Karbohidrat dalam makanan sebagian besar harus dalam bentuk karbohidrat kompleks, sedangkan karbohidrat sederhana hanya sebagian kecil saja (Depkes 1993). Ilyas (2007) di negara maju kebutuhan karbohidrat orang aktif atau atlet yang melakukan latihan berat dan intensif adalah 60% dari kebutuhan energi total (400-600 gram) sehari yang diberikan dalam bentuk karbohidrat kompleks.

Kebutuhan Lemak

Lemak merupakan zat gizi penghasil energi terbesar, besarnya lebih dari dua kali energi yang dihasilkan karbohidrat dan protein. Namun, lemak merupakan sumber energi yang tidak ekonomis pemakaiannya. Oleh karena metabolisme lemak menghabiskan oksigen lebih banyak dibanding karbohidrat. Lemak atau trigliserida di dalam tubuh diubah menjadi asam lemak dan gliserol. Selain penghasil energi, lemak merupakan alat pengangkut vitamin yang larut dalam lemak dan sebagai sumber asam lemak yang esensial, misalnya asam lemak linoleat. Olahraga endurance merupakan olahraga yang dilakukan dengan intensitas rendah sampai sedang (submaksimal) dan berlangsung dalam waktu lama. Lemak merupakan sumber energi yang penting untuk kontraksi otot selama olahraga endurance (Primana 2000).

Atlet olahraga endurance, penggunaan energi sebagian besar berasal dari lemak. Akan tetapi pada awal dan akhir melakukan olahraga endurance kebanyakan energi berasal dari glukosa dan glikogen. Hal ini mengakibatkan cadangan glikogen di dalam otot dan juga hati berkurang. Glikogen dalam otot dan hati yang telah berkurang harus diisi kembali. Zat gizi dalam makanan yang dapat mengisi kembali glikogen berasal dari karbohidrat. Sedangkan lemak

(24)

dalam tubuh selain dapat diganti kembali oleh lemak, juga dapat diganti oleh karbohidrat dan protein dalam makanan.

Walaupun atlet olahraga endurance pembentukan energi sebagian besar berasal dari lemak, namun atlet tidak boleh mengkonsumsi lemak secara berlebihan. Diet tinggi lemak oleh atlet sering mengakibatkan peningakatan trigliserida, kolesterol total dan LDL kolesterol. Risiko kesehatan seperti aterosklerosis, penyakit jantung, penyakit kanker dapat timbul pada seorang atlet akibat konsumsi lemak yang tinggi (Primana 2000).

Anjuran untuk seorang atlet dalam konsumsi lemak yaitu kurangi konsumsi lemak secara berlebihan dan tidak lebih dari 30% total energi. Setiap makanan tidak harus digoreng, tetapi dibakar atau direbus. Atlet juga dianjurkan untuk mengkonsumsi kolesterol tidak melebihi 300 mg per hari (Primana 2000).

Kecukupan Vitamin dan Mineral

Vitamin dan mineral memainkan peranan penting dalam mengatur dan membantu reaksi kimia zat gizi penghasil energi, sebagai koenzim dan ko faktor. Pada keadaan defisiensi satu atau lebih dapat mengganggu kapasitas latihan. Kebutuhan vitamin terutama vitamin yang larut air (vitamin B dan C) meningkat sesuai dengan meningkatnya kebutuhan energi. Penelitian menunjukkan bahwa deplesi besi tingkat moderate dihubungkan dengan berkurangnya performance latihan. Tambahan beberapa vitamin dan mineral yang penting diperhatikan dalam kaitannya dengan olahraga seperti vitamin A, B, C, D, E dan K, mineral seperti Ca, Fe, Na, K, P, Mg, Cu, Zn, Mn, J, Cr, Se dan F. Kecukupan vitamin dan mineral bagi atlet yang melakukan olahraga berat akan meningkat seperti hal nya zat-zat gizi sumber energi dan protein. Pemenuhan kecukupan vitamin dan mineral dari bahan makanan sering sulit dipenuhi oleh karena tidak mudah mengkonsumsi sayur dan buah-buahan dalam jumlah yang dapat memenuhi kebutuhannya (Clark 1996 dalam Minhardja 2000) Vitamin A

Vitamin A merupakan vitamin larut lemak yang pertama ditemukan dan merupakan nama generik yang menyatakan semua retinoid dan prekursor/provitamin, A/karotenoid yang mempunyai aktivitas bilogik seperti retinol. Fungsi utama dari Vitamin A adalah sebagai bagian yang vital pada sistem penglihatan (Wolinsky & Driskell 2006). Selain berperan dalam proses penglihatan, vitamin A juga berperan dalam kekebalan tubuh, pertumbuhan dan

(25)

perkembangan reproduksi, dan pencegahan penyakit kanker dan penyakit degeneratif seperti penyakit jantung (Almatsier 2004).

Bagi atlet, vitamin A sangat berperan penting dalam differensiasi sel, oleh sebab itu intake vitamin A yang cukup sangat diperlukan dalam peningkatan performa atlet dan pemulihan latihan. Menurut Wolinsky dan Driskell (2006) intake vitamin A yang dianjurkan bagi atlet yang berumur diantara 14-18 tahun sebaiknya lebih dari 900 µg dan tidak melebihi 2800 µg. Kelebihan konsumsi vitamin A menurut Sulaeman dan Muhilal (2004) dapat memberikan efek teratogenik, kelainan jantung, kelainan saluran kemih, mengganggu sistem saraf pusat dan tulang otot.

Vitamin C

Vitamin C atau yang biasa dikenal dengan nama asam askorbat merupakan salah satu vitamin larut air yang berfungsi dalam sintesis kolagen, katekolamin, serotonin dan karnitin di dalam tubuh. Vitamin C merupakan antioksidan yang sangat kuat dalam menangkal radikal bebas. Vitamin C juga berguna dalam absorbsi zat besi, peredaran, dan juga cadangannya. Dalam aktivitas, vitamin C berguna dalam stimulasi sistem imun, mengurangi kelelahan dan kelemahan otot, meningkatkan performa, dan melindungi sel dari ancaman radikal bebas (Chen 2000).

Kecukupan vitamin C yang dianjurkan untuk individu adalah sebanyak 60 mg per hari (Setiawan & Rahayuingsih 2004). Namun jumlah tersebut dapat melebihi anjuran, hal ini dikarenakan terdapat beberapa aktivitas fisik yang terkadang menurunkan kadar vitamin C di dalam tubuh. Menurut Wolinsky dan Driskell (2006) intake vitamin C bagi atlet dapat bervariasi dari 100 mg hingga 1000 mg per hari bergantung kepada aktivitas yang dilakukan.

Kalsium

Atlet yang masih remaja memerlukan kalsium yang jumlahnya relatif lebih tinggi untuk pertumbuhan tulangnya. Menurut Kartono dan Soekatri (2004) anak yang masih tumbuh dan kembang seperti remaja memerlukan pembentukan tulang yang lebih banyak daripada orang tua. Oleh sebab itu atlet remaja masih sangat dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan tinggi kalsium dalam mencapai pertumbuhan yang optimal. Kecukupan kalsium yang dianjurkan oleh WKNPG tahun 2004 untuk remaja baik pria maupun wanita yang berumur 15-16 tahun adalah sebanyak 1000 mg setiap harinya.

(26)

Zat Besi

Zat besi merupakan mineral mikro yang paling banyak terdapat di dalam tubuh manusia dan hewan, yaitu sebanyak 3-5 gram di dalam tubuh manusia dewasa. Zat besi mempunyai beberapa fungsi essensial di dalam tubuh, yaitu sebagai alat angkut elektron di dalam sel dan sebagai bahan terpadu berbagai reaksi enzim di dalam jaringan tubuh (Almatsier 2004). Zat besi ada dihampir semua bentuk makanan dan minuman serta wadah yang digunakan baik untuk menyimpan maupun untuk tempat makanan. Dalam bentuk padat, besi dikenal sebagai metal atau senyawa besi. Sedangkan dalam larutan, besi ada dalam bentuk ferro maupun ferri (Kartono & Soekatri 2004).

Kecukupan zat besi yang dianjurkan oleh WKNPG tahun 2004 untuk remaja pria berumur 13-15 tahun adalah sebanyak 19 mg, sedangkan untuk remaja pria berumur 16 tahun sebanyak 15 mg. Kecukupan besi untuk remaja wanita berumur 15 dan 16 tahun sebanyak 26 mg.

Kebutuhan Air

Air tidak mengandung energi, tetapi sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Kebutuhan tubuh manusia akan air dalam sehari sesuai dengan banyaknya air yang keluar atau yang hilang dari tubuh. Pada keadaan normal dan ideal yaitu diet rendah cairan, aktifitas fisik minimal serta tidak ada keringat yang keluar, orang dewasa membutuhkan air sebanyak 1500 –2000 ml sehari. Saat berolahraga kebutuhan air tentu akan lebih banyak dibanding dalam keadaan istirahat. Oleh karena saat berolahraga suhu tubuh meningkat dan tubuh menjadi panas. Tubuh yang panas berusaha untuk menjadi dingin dengan cara berkeringat (Williams 1995).

Asupan air bagi atlet harus mencukupi untuk dapat mempertahankan keseimbangan air dan elektrolit dalam tubuh. Banyaknya jumlah air yang komponen terbesar dimana proporsinya mencapai 60 – 70% berat badan orang dewasa. Selama pertandingan yang memerlukan ketahanan seperti maraton atau jalan cepat harus diperhatikan pengisian cadangan zat cair. Keadaan dehidrasi, gangguan keseimbangan air dan elektrolit serta pengaturan suhu tubuh dapat menimbulkan kelelahan dan membahayakan. Kehilangan air yang melebihi 4 – 5% dari berat badan dapat mengganggu penampilan atlet. Dehidrasi berat secara potensial dapat menyebabkan temperatur tubuh meningkat dan mengarah ke heat stroke serta dapat berakibat fatal. Karena itu para atlet khususnya yang melakukan kegiatan endurance harus menyadari pentingnya

(27)

minum cairan selama latihan maupun sesudahnya, walaupun belum terasa haus (Primana 2000).

Pengaturan Makan Pada Atlet Makanan Selama Latihan

Tujuan dari pemusatan latihan adalah meningkatkan ketrampilan teknik, taktik dan meningkatkan kesegaran jasmani termasuk ketrampilan atlet bagi yang status gizinya sudah baik, latihan dan pembinaan langsung bisa dilakukan tetapi bila status gizinya kurang, anemia dan sebagainya maka status gizinya harus diperbaiki terlebih dahulu disamping melakukan serangkaian latihan rutin. Sedangkan yang bergizi lebih, berat badan diturunkan terlebih dahulu tanpa mengganggu latihan rutin, kebutuhan kalori antara 3000–5000, volume makanan dipilih bahan makanan yang mengandung kalori tinggi tetapi volumenya kecil, lemak perlu ditambahkan untuk melezatkan makanan dan pelarut beberapa vitamin terutama B Kompleks. Disamping itu, mineral yang terdiri dari kalsium dan ferum terutama untuk atlet wanita (Sedyanti 2000).

Makanan Menjelang Pertandingan

Air adalah nutrient yang paling penting karena sewaktu melakukan latihan berat selalu disertai dengan pengeluaran keringat yang banyak. Tubuh manusia terdiri dari kurang lebih 55% dari cairan dalam pertandingan-pertandingan, seorang atlet bisa kehilangan keringat 2-4 liter perjam dalam keadaan biasa hanya 1.5 liter perjamnya. Makan yang dianjurkan 3 atau 4 jam sebelum pertandingan atlet makan menu ringan, dengan tujuan agar pada waktu pertandingan lambung sudah kosong. Menu hendaknya terdiri dari makanan yang telah terbiasa dikonsumsi oleh atlet. Dan menjelang pertandingan makanan yang paling penting menurut kepentingan kepercayaan atlet masing-masing, karena sangat penting artinya secara psikologis akan memberikan kepercayaan pada dirinya. 2 jam sebelum pertandingan dianjurkan minum sebanyak 3 gelas (600cc) (Sedyanti 2000).

Makanan Saat Pertandingan

Untuk mempertahankan status hidrasi dan keseimbangan maka selama pertandingan harus diselingi minum dengan interval 10 -15 menit minum cairan 100 – 200cc (1 gelas). Penggunaan larutan yang lebih pekat atau tablet garam tidak dianjurkan karena bisa menimbulkan mual dan muntah. Pengosongan lambung ditentukan oleh volume dan konsentrasi cairan yang diberikan. Larutan dengan konsentrasi tinggi merupakan larutan yang hipertonis dengan efek

(28)

osmotis yang menarik air masuk lambung menjadi isotonis (kosong). Akibat lain yang bisa terjadi dehidrasi tubuh yang bertambah karena sebagian cairan masuk Lambung (Dirham 1987).

Efek Tidak Terpenuhinya Kalori

Kekurangan energi atau tidak terpenuhinya kalori terjadi bila konsumsi kalori dalam makanan kurang dari kalori yang dikeluarkan. Tubuh bahkan mengalami keseimbangan energi negatif. Akibatnya, berat badan kurang dari berat badan seharusnya (ideal) bila terjadi pada bayi dan anak-anak akan menghambat pertumbuhan dan pada orang dewasa menyebabkan penurunan berat badan dan kerusakan jaringan tubuh (Almatsier 2004).

Peranan Gizi terhadap Prestasi Olahraga

Semua atlet menginginkan untuk meningkatkan performa mereka, dan banyak atlet yang memang serius untuk meningkatkan kariernya dalam olahraga, meluangkan banyak waktu untuk berlatih. Sehingga prestasi olahraga yang tinggi perlu terus menerus dipertahankan dan ditingkatkan lagi. Salah satu faktor yang penting untuk mewujudkannya adalah melalui gizi seimbang yaitu energi yang dikeluarkan untuk olahraga harus seimbang atau sama dengan energi yang masuk dari makanan. Makanan untuk seorang atlet harus mengandung zat gizi sesuai dengan yang dibutuhkan untuk aktifitas sehari-hari dan olahraga. Makanan harus mengandung zat gizi penghasil energi yang jumlahnya tertentu. Disamping itu harus jadi pengganti sel-sel yang rusak (Suharjo, Clara M.Kusharto 1999)

Metode Pengukuran Recall 2 x 24 Jam

Metode pengukuran konsumsi makanan untuk individu dapat dilakukan dengan metode recall 24 jam. Prinsip dari metode ini adalah mencatat jenis dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi pada periode 24 jam yang lalu. Dalam metode ini, responden diminta menceritakan semua yang dimakan dan diminum selama 24 jam yang lalu. Data konsumsi yang dicatat mulai bangun pagi di hari kemarin sampai istirahat tidur malam harinya. Selain itu juga, pengambilan data

recall yang dicatat dapat dimulai saat dilakukan wawancara mundur ke belakang

sampai 24 jam (Supariasa et al 2001) .

Data yang diperoleh dari recall 24 jam bersifat kualitatif. Oleh karena itu, untuk mendapatkan jumlah konsumsi makanan individu ditanyakan secara teliti dengan menggunakan alat ukuran rumah tangga (sendok, gelas, piring dan

(29)

lain-lain) atau ukuran lainnya yang biasa dipergunakan sehari-hari. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa data recall minimal dua kali 24 jam, dapat menghasilkan gambaran asupan zat gizi yang optimal dalam memberikan variasi yang lebih besar tentang intake harian individu

Kelebihan metode recall 24 jam adalah mudah melaksanakannya, murah, cepat, dapat digunakan untuk responden yang buta huruf dan dapat memberikan gambaran nyata mengenai apa yang benar-benar dikonsumsi individu sehingga dapat dihitung intake zat gizi sehari. Sementara itu, kekurangan metode recall 24 jam yaitu tidak dapat menggambarkan asupan makanan sehari-hari, bila hanya dilakukan recall untuk satu hari, ketepatannya sangat tergantung pada daya ingat responden dan lain-lain (Supariasa et al 2001).

Kebugaran Jasmani

Kebugaran jasmani atau kebugaran fisik merupakan kemampuan tubuh seseorang untuk melakukan tugas dan pekerjaan sehari-hari, kegiatan rekreasi atau kegiatan lainnya yang bersifat mendadak tanpa mengalami kelelahan yang berarti (Riyadi 2007). Menurut Giriwijoyo dan Ali (2005) kebugaran jasmani sesungguhnya adalah derajat sehat dinamis tertentu yang dapat menanggulangi tuntutan jasmani dalam menjalankan tugas hidup sehari-hari dengan selalu masih mempunyai cadangan kemampuan untuk melakukan kegiatan aktivitas fisik ekstra serta pulih kembali sebelum menjalani tugasnya sehari-hari. Kebugaran fisik atau jasmani adalah suatu kualitas atau kondisi fisiologis dan karena itu jelas berbeda dengan aktifitas fisik serta latihan fisik yang merupakan tipe perilaku lainnya. Umumnya dianggap bahwa kebugaran fisik dapat diklasifikasikan sebagai kebugaran yang berkaitan dengan kesehatan dan kebugaran yang berkaitan dengan kinerja. Kebugaran yang berkaitan dengan kesehatan meliputi kebugaran kardiorespiratori, kekuatan dan ketahan otot, komposisi lemak tubuh dan kelenturan (fleksibiltas). Sedangkan kebugaran yang berkaitan dengan kinerja meliputi kebugaran kardiorespiratori, kekuatan dan ketahanan otot, komposisi lemak tubuh, kelenturan (fleksibilitas), tenaga otot (muscle power), kecepatan (speed), agilitas dan keseimbangan (Gibney J et al . 2008).

Kebugaran dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu, umur jenis kelamin, keturunan, makanan dan gizi yang seimbang, serta kebiasaan merokok. Ciri-ciri kebugaran jasmani yang baik yaitu, tahan jika bekerja dalam waktu yang

(30)

lama, tidak lekas capai, tidak mudah terkena stress, tidak mudah terserang penyakit, dan produktivitas kerja yang tinggi (Riyadi 2007).

VO2 Max

Kebugaran dapat diukur dengan cara mengukur volume oksigen yang dapat dikonsumsi selama berolahraga pada kapasitas maksimum. VO2max adalah jumlah maksimum oksigen dalam satu mililiter dapat digunakan dalam satu menit per kilogram berat badan. Individu yang berada dalam kondisi sehat memiliki nilai VO2max yang lebih tinggi dan dapat melaksanakan aktivitas lebih baik daripada individu yang berada dalam kondisi tidak sehat. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa seorang individu dapat meningkatkan VO2max dengan melakukan aktivitas yang intensitasnya dapat meningkatkan denyut jantung menjadi antara 65 dan 85% dari keadaan maksimum (pada keadaan normal) setidaknya selama 20 menit tiga sampai lima kali seminggu. Nilai rata-rata VO2max untuk atlet laki-laki adalah sekitar 3,5 liter/menit dan untuk atlet perempuan itu adalah sekitar 2,7 liter/menit (Anonim 1997).

Salah satu cara untuk mengukur Vo2Max adalah dengan metode Cooper Test , metode ini cukup sederhana. Dimana atlet melakukan lari atau jalan selama 12 menit pada lintasan lari sepanjang 400 meter. Setelah waktu habis jarak yang dicapai oleh atlet tersebut dicatat. Selain itu dapat juga dengan menggunakan metode Havard Step Test, tes ini adalah pengukuran yang paling tua untuk mengetahui kemampuan aerobik yang dibuat oleh Brouha pada tahun 1943. Ada beberapa istilah seperti kemampuan jantung-paru, daya tahan jantung-paru, aerobic power, cardiovascular endurance, cardiorespiration

endurance, dan kebugaran aerobik yang mempunyai arti yang kira-kira sama.

Penelitian ini dilakukan di Universitas Harvard, USA, jadi nama tes ini dimulai dengan nama Harvard. Inti dari pelaksanaan tes ini adalah dengan cara naik turun bangku selama 5 (lima) menit. Disamping dari kedua tes diatas, beberapa cara juga dapat dilakukan untuk mengetahui kapasitas VO2Max, seperti : tes lari 2.4 Km, bersepedah statis selama 6 menit, Bakle test, Treadmill, serta Conconi

Test.

Faktor-faktor yang mempengaruhi VO2max

Pengeluaran energi pada aktivitas aerobik dapat dipengaruhi oleh:

 Kemampuan kimia dari sistem jaringan otot selular untuk menggunakan oksigen dalam mengurangi bahan bakar.

(31)

 Kemampuan gabungan sistem jantung dan paru untuk mengangkut oksigen ke sistem jaringan otot.

Nilai VO2 maximum seorang atlet dan non atlet dapat dikategorikan berdasarkan umur dan jenis kelamin.

Tabel 1 Normatif nilai VO2 maximum atlet dan non atlet Wanita (ml/kg/min)

Age Very Poor Poor Fair Good Excellent Superior

13-19 <25.0 25.0 - 30.9 31.0 - 34.9 35.0 - 38.9 39.0 - 41.9 >41.9 20-29 <23.6 23.6 - 28.9 29.0 - 32.9 33.0 - 36.9 37.0 - 41.0 >41.0 30-39 <22.8 22.8 - 26.9 27.0 - 31.4 31.5 - 35.6 35.7 - 40.0 >40.0 40-49 <21.0 21.0 - 24.4 24.5 - 28.9 29.0 - 32.8 32.9 - 36.9 >36.9 50-59 <20.2 20.2 - 22.7 22.8 - 26.9 27.0 - 31.4 31.5 - 35.7 >35.7 60+ <17.5 17.5 - 20.1 20.2 - 24.4 24.5 - 30.2 30.3 - 31.4 >31.4

Tabel 2 Normatif nilai VO2 maximum atlet dan non atlet Laki-laki (ml/kg/min)

Age Very Poor Poor Fair Good Excellent Superior

13-19 <35.0 35.0 - 38.3 38.4 - 45.1 45.2 - 50.9 51.0 - 55.9 >55.9 20-29 <33.0 33.0 - 36.4 36.5 - 42.4 42.5 - 46.4 46.5 - 52.4 >52.4 30-39 <31.5 31.5 - 35.4 35.5 - 40.9 41.0 - 44.9 45.0 - 49.4 >49.4 40-49 <30.2 30.2 - 33.5 33.6 - 38.9 39.0 - 43.7 43.8 - 48.0 >48.0 50-59 <26.1 26.1 - 30.9 31.0 - 35.7 35.8 - 40.9 41.0 - 45.3 >45.3 60+ <20.5 20.5 - 26.0 26.1 - 32.2 32.3 - 36.4 36.5 - 44.2 >44.2

Tabel 3 Normatif nilai VO2 maximum atlet dan non atlet (Jenis Olahraga)

Jenis Olahraga Umur Laki-laki Perempuan

Bolabasket 18-30 40-60 43-60 Bersepeda 18-26 62-74 47-57 Senam 18-22 52-58 35-50 Sepakbola 22-28 54-64 50-60 Skating 18-24 56-73 44-55 Berenang 10-25 50-70 40-60 Atletik 18-39 60-85 50-75 Atletik 40-75 40-60 35-60 Bola voli 18-22 40-56 Angkat berat 20-30 38-52 Gulat 20-30 52-65 Sumber: Mackenzie 1997 Tes Balke

Tes Balke merupakan salah satu metode untuk mengukur VO2 maksimum atau kebugaran aerobik yang dilakukan dengan cara atlet berlari selama 15

(32)

menit kemudian diukur jarak yang mampu ditempuh selama selang waktu tersebut. Untuk menghitung berapa VO2 maksimum atlet tersebut maka digunakan perhitungan berdasarkan jarak yang telah ditempu oleh atlet tersebut. Total VO2 maksimum = (((Total jarak yang ditempuh ÷ 15) - 133) × 0.172) + 33.3 Hasil uji yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan hasil uji balke yang telah dilakukan sebelum-sebelumnya. Hal ini digunakan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh latihan seorang atlet untuk meningkatkan VO2 maksimum atlet tersebut (Anonim 1997).

Hasil pengukuran tes balke dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:

 Suhu, tingkat kebisingan dan kelembaban  Waktu tidur atlet sebelum melaksanakan tes  Emosi atlet

 Obat-obatan yang sedang dikonsumsi oleh atlet  Waktu pelaksanaan tes

 Asupan kafein atlet

 Waktu makan terakhir atlet

 Lingkungan pelaksanaan tes (rumput, track, jalanan, gym)  Pengetahuan atlet

 Akurasi pengukuran

 Apakah atlet benar benar menggunakan usaha maksimal untuk melakukan tes

 Kepribadian, pengetahuan dan kemampuan penguji.

(33)

KERANGKA PEMIKIRAN

Sekolah Atlet Ragunan Jakarta merupakan salah satu pusat pendidikan untuk melatih para atlet yang membutuhkan kesehatan dan status gizi yang baik. Hal ini bertujuan untuk mendukung aktivitas belajar dan aktifitas fisik baik di sekolah, lapangan maupun di asrama. Kualitas makanan yang dikonsumsi oleh siswa SMA Ragunan Negeri Jakarta berpengaruh terhadap prestasi olahraga mereka. Menurut Moeloek dan Arjatmo (1984), keadaan gizi dan prestasi olahraga mempunyai hubungan yang sangat erat. Oleh karena itu, pihak asrama harus menyediakan makanan yang dapat memenuhi kebutuhan energi zat gizi sampel melalui penyelenggaraan makanan di asrama. Penyelenggaraan makanan yang baik dari segi kualitas dan kuantitas akan menghasilkan makanan yang berkualitas dan dapat memenuhi kebutuhan gizi masing-masing sampel. Selain itu, setiap makanan yang dikonsumsi oleh atlet juga erat kaitannya dengan seberapa besarnya daya tahan tubuh dari atlet tersebut. Kapasitas daya tahan tubuh atlet dapat dilihat dari status gizi maupun dari derajat kesehatan tiap atletnya. Dimana setiap atlet juga memiliki tingkat preferensi yang berbeda-beda terhadap menu makanan yang disajikan oleh pihak asrama. Karena selama tinggal di asrama, para atlet tidak hanya mengkonsumsi makanan dari dalam asrama saja, namun juga sering mengkonsumsi makanan dari luar asrama (kantin, warung, dan pedagang kaki lima). Total konsumsi energi dan zat gizi sampel diperoleh dari konsumsi makanan yang disediakan oleh asrama dan makanan dari luar asrama. Konsumsi pangan setiap sampel dipengaruhi oleh preferensi, kebiasaan makan dan sosial budaya asal daerah masing-masing sampel.

Makanan yang dikonsumsi baik makanan yang disediakan oleh pihak sekolah maupun makanan yang diperoleh dari luar sekolah secara tidak langsung akan mempengaruhi tingkat kecukupan energi serta zat gizi lain seperti karbohidrat, lemak, protein, vitamin, dan mineral sampel. Apabila tingkat kecukupan akan zat gizi baik maka akan berpengaruh langsung terhadap status gizi sampel. Status gizi yang baik pun akan berdampak pada tingkat kesehatan sampel yang nantinya akan dapat mementukan dalam pencapaian prestasi sampel.

(34)

Gambar 1 Kerangka pemikiran hubungan anatara asupan zat gizi dan komposisi lemak tubuh dengan kapasitas daya tahan tubuh atlet di sekolah atlet Ragunan Jakarta

Keterangan :

= variabel yang diteliti = variabel yang tidak diteliti

Sistem Penyelenggaraan Makanan Preferensi Atlet Terhadap Penyelenggaraan Makanan Makanan Pelatnas Konsumsi Pangan Makanan Luar Kebiasaan Makan Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi

Status Gizi

Prestasi

Kesehatan

Kapasitas Daya Tahan Tubuh

(35)

METODOLOGI

Desain, Tempat, dan Waktu

Penelitian ini menggunakan desain cross sectional yang menggambarkan hubungan antara asupan makanan dan komposisi lemak tubuh terhadap kapasitas daya tahan tubuh atlet. Penelitian ini mengambil sampel dari suatu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok. Penelitian ini dilaksanankan di Sekolah Atlet Ragunan Jakarta pada bulan Maret - April 2011.

Jumlah dan Cara Penarikan Sampel

Sampel pada penelitian ini adalah siswa yang terdaftar sebagai atlet dari 3 cabang olahraga yang berbeda di Sekolah Atlet Ragunan Jakarta sebagai. Cabang-cabang olahraga yang dipilih berdasarkan tingkat intensitas yang berbeda (intensitas sedang, berat dan berat sekali) yaitu dari cabang bulutangkis sebanyak 12 orang, cabang atletik sebanyak 13 orang, dan cabang gulat sebanyak 8 orang. Siswa-siswa ini adalah calon atlet Indonesia binaan Menpora yang sedang menerima pendidikan dan pembinaan, sampel ditentukan secara

purposive sampling dengan kriteria atau persyaratan bahwa sampel merupakan

siswa Sekolah Atlet Ragunan Jakarta baik kelas I, II, dan III. Selain itu, sampel tidak mengalami cidera dan tidak mempunyai masalah dengan pihak-pihak tertentu terutama institusi sekolah. Berdasarkan kriteria tersebut diperoleh jumlah sampel sebanyak 33 atlet dari 3 cabang olahraga yang berbeda.

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan sampel dan penyebaran kuesioner. Data primer ini meliputi, karakteristik sampel (jenis kelamin, usia, dan status gizi, pengukuran antropometri, serta komposisi lemak tubuh. Sedangkan data sekundernya meliputi data hasil tes kebugaran (tes balke) dan gambaran umum mengenai profil sekolah.

Faktor-faktor yang dianalisis terdiri dari : pengukuran antropometri sampel, komposisi lemak tubuh yang diwakili oleh pengukuran lemak tubuh menggunakan skinfold thickness, tingkat kecukupan kalori sampel terhadap makanan yang disediakan oleh menza, dan pengukuran VO2max.

(36)

Tabel 4 Jenis dan cara pengumpulan data penelitian

No Jenis data Variabel Cara pengumpulan data

1. Karakteristik sampel Jenis kelamin Melalui pengisian kuesioner Usia

2. Antropometri sampel dan status gizi

Berat badan Berat badan diukur dengan menggunakan timbangan injak

Tinggi badan Tinggi badan diukur dengan menggunakan microtouise dengan ketelitian 0.1 cm

IMT/U IMT dihitung dengan

menggunakan rumus IMT/U 3. Pengetahuan gizi Pertanyaan

mengenai gizi dan gizi olahraga

Pengisian kuesioner oleh sampel

4. Konsumsi pangan Kebiasaan makan Pengisian kuesioner oleh sampel

Konsumsi makan Metode Recall 2 x 24 jam 5. Komposisi lemak tubuh % total lemak tubuh Pengukuran langsung

menggunakan Skinfold

Thickness

6. Tingkat kebugaran Nilai VO2 max Hasil tes balke Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh kemudian diolah secara statistik. Pengolahan data dimulai dari pengkodean (coding), pemasukan data (entry), pengecekan ulang (cleaning), dan analisis data. Tahapan pengkodean dimulai dengan cara menyusun kode-kode tertentu sebagai panduan dalam mengentri dan pengolahan data. Kemudian data dientri ke tabel yang sudah ada. Setelah itu dilakukan pengecekan ulang untuk memastikan tidak ada kesalahan dalam memasukkan data. Tahapan terakhir adalah analisis data yang diolah dengan program Microsoft Excell dan Statistical Program for Social Science (SPSS) versi 16.0 for windows. Hubungan antar variabel diuji dengan menggunakan uji korelasi Pearson dan Spearman.

Data karakteristik sampel diperoleh dengan cara menggunakan pertanyaan yang ada pada kuesioner. Data karakteristik ini pada akhirnya akan memberikan gambaran mengenai atlet yang dijadikan sebagai sampel.

Data antropometri sampel yang diukur berupa data tinggi badan, berat badan yang pada akhirnya digunakan untuk mengukur data status gizi. Indikator status gizi contoh yang tergolong sebagai kelompok remaja dihitung menggunakan rumus Indeks Massa Tubuh. Nilai IMT diperoleh dari nilai berat badan dan tinggi badan, dengan rumus:

Gambar

Tabel 1  Normatif nilai VO 2  maximum atlet dan non atlet  Wanita (ml/kg/min)
Gambar 1 Kerangka pemikiran hubungan anatara asupan zat gizi dan komposisi lemak  tubuh dengan kapasitas daya tahan tubuh atlet di sekolah atlet Ragunan Jakarta
Tabel 4  Jenis dan cara pengumpulan data penelitian
Tabel 5  Nilai titik batas yang direkomendasikan untuk remaja berdasarkan IMT/U
+7

Referensi

Dokumen terkait

AICS - Inventarisasi Bahan Kimia Australia; ASTM - Masyarakat Amerika untuk Pengujian Bahan; bw - Berat badan; CERCLA - Undang-Undang Tanggapan, Kompensasi, dan Tanggung Jawab

[r]

Berdasarkan hasil penelitian (2017) yang sebelumnya telah dilakukan pada beberapa taman , sebagian besar taman tidak dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas umum

Mencermati budaya Masangin di alun-alun kidul dari aspek sosial, maka budaya tersebut mempunyai arti yang amat penting untuk masyarakat di lingkungan Kraton Yogyakarta

Bahwa dalam rangka mewujudkan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah serta dalam rangka

Konsep Pariwisata “dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat” merupakan upaya memberdayakan insan pariwisata dan meningkatkan ekonomi rakyat dengan multyplier effect yang timbul

1) Bumdes dapat melakukan kerjasama usaha antar 2 (dua) desa atau lebih dengan pihak ketiga. 2) Kerjasama usaha antar 2 (dua) desa atau lebih sebaimana dimaksud pada

Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yang dimaksud dengan badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang