Gambaran Umum Lokasi Penelitian
UKM Karate mempunyai jadwal latihan tiga kali dalam seminggu, yaitu hari Selasa, Sabtu, dan Minggu. UKM ini mempunyai 50 orang anggota dan lima pelatih. Kegiatan yang dilakukan setiap latihan adalah pemanasan 30 menit,
13 latihan fisik 30 menit, latihan inti 60 menit dengan pembagian 45 menit latihan Kata dan 15 menit latihan Kumite, selain itu dilakukan juga pendinginan selama lima menit di akhir latihan. Gerakan-gerakan yang dilatih pada Karate adalah pukulan, tangkisan, dan tendangan. UKM Karate juga melakukan kegiatan lainnya selain latihan rutin, yaitu Ujian Kenaikan Tingkat (UKT), Ujian Sabuk Hitam (USH), pertandingan, pendakian (minimal satu tahun sekali), futsal (selingan sebulan sekali), dan Latihan Dasar Kepemimpinan Karate (LDKK).
UKM Merpati Putih melakukan latihan rutin dua kali dalam satu minggu yaitu pada hari Selasa dan Kamis. UKM ini mempunyai 20 orang anggota dan dua orang pelatih. Kegiatan yang dilakukan setiap latihannya meliputi tradisi berupa hormat perguruan, pembacaan janji anggota dan berdoa, pemanasan 10 menit, latihan inti 90 menit, pendinginan 10 menit dan diakhiri dengan tradisi do’a, pembacaan janji anggota, diakhiri dengan hormat perguruan. Materi latihan inti yang diberikan disesuaikan dengan tujuan latihan yaitu pembentukan gerakan serangan, latihan pernafasan, dan tata gerak (gerakan dasar Merpati Putih).
Karakteristik Subjek Usia
Usia merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kebugaran jasmani. Mulai dari anak-anak hinga usia 20 tahun daya tahan kardiovaskuler akan meningkat dan maksimal pada usia 20-30 tahun. Setelah 30 tahun daya tahan kardiovaskuler semakin lama semakin menurun (Moeloek 1984). Berdasarkan Tabel 6 sebanyak 50.0% subjek pada UKM Karate berusia 18 tahun, sedangkan pada UKM Merpat Putih 37.50% berusia 18 tahun dan 19 tahun. Hasil uji beda
Mann Whitney menunjukkantidak terdapat perbedaan yang nyata antara usia pada UKM Karate dan Merpati Putih.
Hasil Penelitian Moeloek et al. (2001) pada responden usia 14-17 tahun menunjukkan tidak ada hubungan signifikan (p>0.05) yang bersifat positif antara usia dengan skor total kebugaran jasmani. Hal ini berarti semakin tinggi usia maka belum tentu meningkatkan skor kesegaran jasmani. Secara teori, ketahanan dan kekuatan masih dapat ditingkatkan hingga usia 24 tahun. Subjek pada penelitian ini berusia dibawah 24 tahun, sehingga kondisi fisiknya dapat ditingkatkan. Tingkat kebugaran jasmani dapat ditingkatkan dengan melakukan aktivitas olahraga secara benar dan teratur dengan porsi yang tepat.
Tabel 6 Sebaran subjek berdasarkan usia
Usia Karate Merpati Putih
n % n % 17 tahun 2 12.50 0 0 18 tahun 8 50.00 6 37.50 19 tahun 5 31.25 6 37.50 20 tahun 1 6.25 4 25.00 Total 16 100 16 100
14
Berat badan
Berat badan yang dianjurkan untuk usia 16-18 tahun dan 19-29 tahun adalah 50 kg dan 54 kg (AKG 2013). Sebanyak 43.75% subjek memiliki berat badan ≤50 kg pada UKM Karate dan 37.50% pada UKM Merpati Putih memiliki berat badan ≤50 kg dan ≥54 kg. Rata-rata berat badan pada UKM Karate adalah 51.8±5.1 kg, sedangkan pada UKM Merpati Putih 54.1±9.0 kg. Hasil uji beda Mann Whitney
menunjukkantidak terdapat perbedaan nyata berat badan antara UKM Karate dan UKM Merpati Putih.
Tabel 7 Sebaran subjek berdasarkan berat badan
Berat Badan Karate Merpati Putih
n % n % ≤ 50 kg 7 43.75 6 37.50 50-54 kg 6 37.50 4 25.00 ≥54 kg 3 18. 25 6 37.50 Total 16 100 16 100 Tinggi Badan
Tinggi badan yang dianjurkan untuk perempuan usia 16-18 tahun dan 19-29 tahun adalah 158 cm dan 159 cm. Berdasarkan Tabel 8, sebanyak 43.75% subjek pada UKM Karate dan UKM Merpati Putih mempunyai tinggi badan 152-156 cm dan >156 cm. Tinggi badan dikategorikan berdasarkan nilai kuartil sebaran data. Rata-rata tinggi badan subjek UKM Karate dan Merpati Putih yaitu 152.6±5.1 cm dan 155.3±6.8 cm. Hasil uji beda Independent T-test menunjukkantidak terdapat perbedaan yang nyata tinggi badan antara UKM Karate dan Merpati Putih.
Tabel 8 Sebaran subjek berdasarkan tinggi badan
Tinggi Badan Karate Merpati Putih
n % n % ≤152 cm 6 37.50 3 18.75 152-156 cm 7 43.75 6 37.50 ≥156 cm 3 18.75 7 43.75 Total 16 100 16 100 Pendapatan
Pendapatan yang dimaksud pada penelitian ini adalah uang saku yang dimiliki setiap bulannya. Secara umum baik responden UKM Karate (56.25%) maupun UKM Merpati Putih (43.75%) memiliki pendapatan sebesar Rp 725 000 – Rp 1 337 500. Pendapatan dikategorikan berdasarkan nilai kuartil sebaran data. Rata-rata pendapatan pada UKM Karate Rp 1 221 875±565 970.8 dan UKM Merpati Putih Rp 1 043 750±565 943.2 Pendapatan yang dimiliki contoh bersumber dari orang tua, beasiswa dan gaji pekerjaan. Hasil uji beda Mann Whitney menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata pendapatan antara UKM Karate dan UKM Merpati Putih. Menurut UNICEF (1998) ekonomi adalah salah satu masalah dasar yang dapat mempengaruhi status gizi. Seseorang yang mempunyai pendapatan rendah akan mengalami keterbatasan untuk memperoleh pangan sehingga asupan energi dan zat gizi menurun dan status gizi tidak normal. Sebaran pendapatan subjek dapat dilihat pada Tabel 9.
15 Tabel 9 Sebaran subjek berdasarkan pendapatan perbulan
Pendapatan Karate Merpati Putih
n % n % ≤ 725 000 2 12.50 6 37.50 725 000-1 337 500 9 56.25 7 43.75 ≥1 337 500 5 31.25 3 18.75 Total 16 100 16 100 Pengeluaran total
Pengeluaran yang disajikan adalah biaya yang dikeluarkan subjek dalam satu bulan yang terdiri dari biaya pangan dan non pangan. Tabel 10 menyajikan sebaran subjek berdasarkan pengeluaran total. Sebanyak 50.00% subjek pada UKM Karate dan 43.75% subjek pada UKM Merpati Putih mempunyai pengeluaran total Rp 635 000–1 000 000. Pengeluaran total dikategorikan berdasarkan nilai kuartil sebaran data. Secara umum subjek mengalokasikan 80.00% dananya untuk pangan dengan rata-rata Rp 648 125±196 705.7 dan 20.00% untuk non pangan dengan rata-rata Rp 187 968±131 332.3. Hasil uji beda
Mann Whitney menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata pengeluaran total antara UKM Karate dan Merpati Putih.
Tabel 10 Sebaran subjek berdasarkan pengeluaran total
Pengeluaran Karate Merpati Putih
n % n % ≤635 000 3 18.75 5 31.25 635 000-1 000 000 8 50.00 7 43.75 ≥1 000 000 5 31.25 4 25.00 Total 16 100 16 100 Konsumsi Suplemen
Suplemen adalah produk kesehatan yang mengandung satu atau lebih zat yang bersifat zat gizi atau obat. Vitamin, mineral, dan asam-asam amino merupakan zat gizi yang terkandung dalam suplemen. Suplemen hanya bersifat menambahkan atau melengkapi zat gizi dari makanan (DIRJENPOM 1996). Mayoritas subjek di kedua UKM tidak mengkonsumsi suplemen, namun 12 dari 32 subjek mengkonsumsi suplemen. Suplemen yang mereka konsumsi adalah vitamin C dan vitamin E. Tujuan subjek mengkonsumsi vitamin C untuk menjaga daya tahan tubuh, sedangkan subjek mengkonsumsi vitamin E untuk menjaga kesehatan kulit.
Vitamin C berfungsi untuk sintesis kolagen, sintesis L-carnitine, penyerapan zat besi, konversi dopamine menjadi norepineprine dan sebagai antioksidan Selama latihan radikal bebas yang dihasilkan meningkat. Adanya vitamin C ini dapat menetralisir radikal bebas yang terbentuk selama latihan (Driskell 2008). Hasil penelitian Nurwidyastuti (2012) menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara konsumsi vitamin C dengan kebugaran, namun ada kecenderungan bahwa orang yang tidak bugar memiliki konsumsi vitamin C yang kurang (90.4%). Penelitian lain yang dilakukan Halimah et al. (2014) pada atlet sepakbola di pusat pendidikan dan latihan olahraga pelajar Jawa Tengah juga
16
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara tingkat konsumsi vitamin C dengan tingkat kebugaran.
Tabel 11 Sebaran subjek berdasarkan konsumsi suplemen Konsumsi
Suplemen
Karate Merpati Putih
n % n %
Ya 7 43.75 5 31.25
Tidak 9 56.25 11 68.75
Total 16 100 16 100
Konsumsi vitamin C tidak meningkatkan kebugaran secara langsung. Vitamin C akan membantu penyerapan zat besi, dimana zat besi dibutuhkan untuk pembentukan hemoglobin. Hemoglobin berfungsi untuk mengikat oksigen. Rendahnya kadar hemoglobin, membuat oksigen yang dibawa sel darah merah ke seluruh tubuh juga sedikit. Oksigen dibutuhkan dalam metabolisme energi. Kurangnya suplai oksigen akan menimbulkan kelelahan (Anwar dan Sugiarto 2013).
Lama Mengikuti UKM
Sebagian besar subjek UKM Karate dan UKM Merpati Putih mengikuti UKM lebih dari 12 bulan. Hasil uji beda Mann Whitney menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata antara lama mengikuti UKM pada UKM Karate dan UKM Merpati Putih. Dilihat dari distribusi data yang ada, subjek yang mengikuti UKM lebih dari 12 bulan memiliki kebugaran yang lebih baik dibandingkan subjek yang mengikuti UKM kurang dari 12 bulan. Menurut Putra dan Amalia (2014) semakin rutin seseorang melakukan olahraga maka daya tahan kardiorespirasinya akan semakin baik.
Tabel 12 Sebaran subjek berdasarkan lama mengikuti UKM Lama mengikuti
UKM
Karate Merpati Putih
n % n %
≤ 12 bulan 4 25.00 7 43.75
≥ 12 bulan 12 75.00 9 56.25
Total 16 100 16 100
Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik atau disebut juga aktivitas ekternal merupakan suatu rangkaian gerak tubuh yang mengunakan tenaga atau energi. Jenis aktivitas fisik yang dilakukan sehari-hari antara lain berjalan, berlari, berolahraga, mengayuh sepeda, dan lain-lain (Mahardikawati dan Roosita 2008). Berdasarkan Tabel 13 nilai PAL subjek di kedua kelompok tergolong ringan yaitu, 56.25% pada UKM Karate dan 68.8% pada UKM Merpati Putih. Rata-rata nilai PAL UKM Karate dan UKM Merpati Putih yaitu 1.67±0.16 dan 1.67±0.13. Menurut Fani (2013) sebagian besar mahasiswa menghabiskan waktunya untuk kuliah dan tidur, sehingga aktivitasnya menjadi ringan. Secara umum aktivitas fisik yang dilakukan subjek yaitu tidur 6.4±0.08 jam, kuliah 2.8±1.39, mengerjakan tugas 2.9±1.02,
17 berjalan 1.64±0.31, ngobrol/diskusi/rapat 1.37±0.44, dan makan 1.03±0.08. Hasil uji beda Independent T-test menunjukkantidak terdapat perbedaan antara aktivitas fisik pada UKM Karate dan Merpati Putih.
Tabel 13 Sebaran subjek berdasarkan aktivitas fisik
Kategori Karate Merpati Putih
n % n %
Ringan 9 56.25 11 68.75
Sedang 7 43.75 5 31.25
Berat 0 0 0 0
Total 16 100 16 100
Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0.05) antara aktivitas fisik dengan tingkat kebugaran. Hal ini diduga karena aktivitas fisik yang dilakukan subjek belum mewakili aktivitas yang sebenarnya. Pengambilan data dilakuan mendekati UAS sehingga aktivitas yang dilakukan mayoritas adalah belajar sehingga kurang beraktivitas fisik. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Trieyani (2014) pada mahasiswi IPB yaitu tidak terdapat hubungan yang signifikan antara aktivitas fisik dengan kebugaran (p=0.210, r=0.224).
Penelitian diana et al (2013) menunjukkan bahwa Perempuan usia 19-55 tahun yang mempunyai aktivitas fisik yang rendah beresiko 1.2 kali mengalami kegemukan. Hal tersebut dapat terjadi karena aktivitas fisik berkorelasi negatif dengan persen lemak tubuh (p=0.005, r= -0.357). Hal ini berarti semakin tinggi aktivitas fisik maka semakin rendah persen lemak tubuh, begitu pula sebaliknya semakin rendah aktifitas fisik maka semakin tinggi persen lemak tubuh (Amelia dan Syauqy 2014). Aktivitas fisik dapat meningkatkan oksidasi lemak tubuh sehingga menurunkan lemak tubuh di jaringan adiposa (Thompson et al. 2012). Hasil penelitian Amelia dan Syauqy (2014) pada wanita usia 20-40 tahun yang mengikuti latihan aerobik ≥ tiga bulan menunjukkan bahwa setiap pengeluaran satu kkal energi dari aktivitas fisik maka akan mengurangi persen lemak tubuh sebesar 0.011.
Intensitas Latihan
Latihan adalah aktivitas fisik yang terencana dan terstruktur dan dilakukan berulang-ulang untuk menyempurnakan atau mempertahanakan satu komponen kebugaran atau lebih (Wiarto 2013). Latihan dapat meningkatkan kebugaran jasmani apabila frekuensi, durasi/lama latihan, dan intensitas latihan berada pada masuk zona latihan (Depkes 1990 dalam Susilowati 2007). Intensitas latihan untuk meningkatkan kesegaran jasmani sebaiknya 72%-87% dari denyut nadi maksimal. Intensitas latihan dilihat dari proporsi denyut nadi latihan dalam satu menit terhadap denyut nadi maksimalnya. Meningkatnya usia akan menurunkan denyut nadi maksimal seseorang (Moeloek 1984).
Berdasarkan Tabel 14 sebanyak 81.25% subjek UKM Karate mempunyai intensitas latihan rendah dan sebanyak 37.50% subjek pada UKM Merpati Putih mempunyai kategori intensitas rendah hingga sedang. Rata-rata intensitas latihan
18
pada UKM Karate dan UKM Merpati Putih secara berturut-turut yaitu 54.29±10.99 persen dan 70.00±15.56 persen. Hasil uji beda Independent T-test
menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata intensitas latihan antara UKM Karate dan Merpati Putih. Uji korelasi Pearson menunjukkan tidak ada hubungan antara intensitas latihan dengan tingkat kebugaran (p>0.05). Menurut Guntin et al
(2005) peningkatan intensitas aktivitas fisik dapat mengarahkan daya tahan kardiorespiratori menjadi lebih baik dan lemak tubuh menjadi lebih sedikit. Meningkatnya aktivitas fisik membuat aliran darah yang melalui paru-paru meningkat hingga tujuh kali lipat. Orang yang terlatih memiliki denyut jantung yang lebih sedikit, namun volume darah yang dipompa keluar kantung lebih banyak, sehingga kerja jantung lebih efektif (Sandi 2013).
Tabel 14 Sebaran subjek berdasarkan intensitas latihan
Intensitas Latihan Karate Merpati Putih
n % n % Rendah 13 81.25 6 37.50 Sedang 2 12.50 6 37.50 Sub Maksimal 1 6.25 4 25.00 Total 16 100 16 100 Durasi latihan
Latihan dengan intensitas di bawah zona latihan akan memberikan hasil yang kurang efektif jika tidak diimbangi dengan durasi latihan yang tepat. Durasi mengukur berapa lama seseorang melakukan latihan dalam satu waktu (Wiarto 2013). Lebih dari 50.00% subjek pada kedua UKM melakukan latihan selama 120 menit. Hasil uji beda Mann Whitney menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata durasi latihan antara UKM Karate dan UKM Merpati Putih. Hal ini diduga karena waktu latihan pada kedua UKM sama yaitu 120 menit.
Tabel 15 Sebaran subjek berdasarkan durasi latihan
Durasi Latihan Karate Merpati Putih
n % n %
120 menit 14 87.50 12 75.00
150 menit 2 12.50 4 25.00
Total 16 100 16 100
Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara durasi latihan dengan tingkat kebugaran (p>0.05). Zona latihan yang dianjurkan agar mendapat efek yang baik tanpa terjadi cidera adalah 15-25 menit dengan mempertahankan intensitas 72-87% (Wiarto 2013). Durasi latihan memiliki hubungan terbalik dengan intensitas latihan. Semakin lama durasi latihan, semakin rendah intensitas yang dilakukan (Bafirman 2013). Intensitas Kedua UKM rendah sehingga sesuai jika dilakukan dengan durasi yang lama.
19 Frekuensi Latihan
Frekuensi latihan juga perlu dipertimbangkan agar mendapatkan hasil yang efisien. Frekuensi latihan adalah jumlah ulangan latihan yang dilakukan dalam jangka waktu satu minggu. Sebanyak 75.00% responden Karate dan 100% responden Merpati Putih melakukan latihan UKM dua kali dalam satu minggu. Hasil uji beda Mann Whitney menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata frekuensi latihan antara UKM Karate dan UKM Merpati Putih. Hal ini diduga karena pada UKM Karate latihan dilakukan dengan frekuensi 2-3 kali sedangkan pada UKM Merpati Putih latihan dilakukan selama dua kali dalam seminggu. Tabel 16 Sebaran subjek berdasarkan frekuensi latihan
Frekuensi Latihan Karate Merpati Putih
n % n %
2 kali 12 75.00 16 100
3 kali 4 25.00 0 0
Total 16 100 16 100
Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara frekuensi latihan dengan tingkat kebugaran (p>0.05). Menurut Moeloek (1984) frekuensi optimal latihan adalah tiga kali dalam satu minggu. Frekuensi mempunyai hubungan dengan intensitas dan lamanya latihan. Makin tinggi intensitas latihan dan makin lama durasi tiap latihan maka frekuensi latihan per minggu semakin sedikit. Penelitian yang dilakukan Putra dan Amalia (2014) menunjukkan bahwa subjek yang melakukan kegiatan olahraga satu sampai tiga kali dalam seminggu memiliki daya tahan kardiorespirasi yang baik. Selain itu menurut Ramayulis et al. (2013) subjek dengan frekuensi latihan cukup mempunyai rata-rata Bone Mineral Density (BMD) lebih tinggi 0.56 poin dibandingkan subjek dengan frekuensi latihan kurang.
Kebiasaan Olahraga selain UKM
Kebiasaan olahraga selain UKM adalah olahraga yang dilakukan diluar jadwal latihan UKM. Secara umum lebih dari 50% subjek melakukan olahraga diluar kegiatan UKM yang diikuti. Olahraga yang dilakukan meliputi jogging,
dance, basket, sit up, dan push up. Olahraga tersebut dilakukan satu kali dalam seminggu dengan durasi 30 menit. Hasil uji beda Mann Whitney menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata kebiasaan olahraga selain UKM antara UKM Karate dan Merpati Putih.
Tabel 17 Sebaran subjek berdasarkan kebiasaan olahraga selain UKM
Kebiasaan Olaharaga Karate Merpati Putih
n % n %
Ya 8 50.00 9 56.25
Tidak 8 50.00 7 43.75
20
Hasil uji Spearman menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara kebiasaan olahraga diluar UKM dengan tingkat kebugaran. Namun, subjek yang melakukan olahraga diluar UKM memiliki kebugaran sangat baik yang lebih tinggi dibandingkan yang tidak melakukan latihan diluar UKM. Olahraga yang dilakukan secara rutin dapat memanfaatkan oksigen yang berguna untuk memperkuat otot jantung sehingga dapat memompa darah lebih banyak keseluruh tubuh, memperlebar pembuluh nadi sehingga kapasitas pengangkutan oksigen darah menjadi meningkat, dan dapat meningkatkan jumlah sel darah merah sehingga kapasitas pengangkutan oksigen darah untuk menghasilkan energi menjadi meningkat (Wiarto 2013).
Status Gizi
Secara umum subjek di kedua UKM mempunyai status gizi yang normal, namun ada lima responden yang memiliki status gizi overweight. Status gizi IMT/U berhubungan dengan persen lemak tubuh, artinya semakin tinggi IMT/U maka semakin tinggi persen lemak tubuh seseorang (Handayani et al. 2007). Hal tersebut menunjukkan bahwa subjek yang mempunyai status gizi overweight
memiliki persen lemak tubuh yang tinggi (Amelia dan Syauqy 2014). Overweight
pada subjek diduga karena persen kontribusi lemak lebih dan aktivitas fisik yang rendah. Hasil uji beda Independent T-test menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata status gizi (IMT) antara UKM Karate dan Merpati Putih.
Tabel 18 Sebaran subjek berdasarkan status gizi
Kategori Karate Merpati Putih
n % n % Underweight 0 0 0 0.0 Normal 14 87.50 13 81.25 Overweight 2 12.50 3 18.75 Obese 0 0 0 0.0 Total 16 100 16 100
Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara status gizi dengan tingkat kebugaran (p<0.05). Nilai korelasi
Pearson -0.452 menunjukkan adanya korelasi yang sangat kuat antara status gizi dengan kebugaran. Hal ini berarti semakin meningkat status gizi (IMT) subjek maka semakin menurun tingkat kebugaran subjek. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Imadudin (2012) pada atlet Taekwondo yang menunjukkan tingkat kebugaran berhubungan dengan status gizi. Tingginya persen lemak tubuh membuat energi yang diperlukan untuk melakukan gerakan lebih banyak dan juga akan menghambat kecepatan dalam melakukan suatu gerakan. Sebaliknya, apabila persen lemak tubuh seseorang terlalu rendah dapat meningkatkan resiko trauma (Widiastuti et al. 2009).
21 Tingkat Kecukupan Zat Gizi
Tingkat Kecukupan Energi
Energi merupakan hasil metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak yang terkandung dalam makanan yang diasup seseorang (Thompson et al. 2011). Berbagai faktor yang mempengaruhi kecukupan energi adalah berat badan, tinggi badan, usia, jenis kelamin, energi cadangan bagi anak dan remaja, serta Thermic Effect of Food (TEF) (Hardinsyah et al. 2012). Pada penelitian ini tingkat kecukupan energi UKM Karate dan UKM Merpati Putih tergolong normal yaitu sebesar 31.25%. Rata-rata asupan energi UKM Karate dan UKM Merpati Putih yaitu 2 031±417.8 kkal dan 1 888±304.2 kkal. Hasil uji beda Independent T-test
menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata tingkat kecukupan energi antara UKM Karate dan Merpati Putih.
Secara umum 19 dari 32 subjek memiliki tingkat kecukupan energi yang kurang. Tingkat kecukupan energi yang kurang ini diduga karena padatnya jadwal kuliah yang membuat waktu makan subjek berkurang. Kurangnya asupan energi akan menyebabakan energi yang tersedia untuk melakukan aktivitas tidak tercukupi. Selain itu, Asupan energi yang kurang akan menyebabkan berkurangnya kemampuan otot, penurunan berat badan dan menurunnya kemampuan pada saat melakukan olahraga atau aktivitas yang berat (Putri 2010). Hasil penelitian Putra dan Amalia (2014) menunjukkan bahwa sebagian besar subjek yang memiliki tingkat kecukupan energi yang normal mempunyai daya tahan kardiorespirasi cukup (45.4%), sedangkan pada tingkat kecukupan energi defisit berat memiliki daya tahan kardiorespirasi yang kurang (38.4%).
Selain tingkat kecukupan energi yang kurang, tiga dari 32 subjek mempunyai tingkat kecukupan energi yang lebih. Tingkat kecukupan energi yang lebih diduga karena mengkonsumsi makanan jajanan kemasan dan kue-kue tinggi energi. Energi yang berlebih dalam tubuh akan diubah menjadi trigliserida dan akan disimpan di jaringan adiposa sebagai lemak tubuh. Penelitian di Amerika menunjukkan bahwa peningkatan rata-rata asupan energi sebesar 341 kkal/hari berdampak pada peningkatan prevalensi obesitas pada wanita dari 16% menjadi 36,5% (Austin et al. 2011).
Tabel 19 Sebaran subjek berdasarkan tingkat kecukupan energi
Kategori Karate Merpati Putih
n % n % Defisit berat 1 6.25 4 25.00 Defisit sedang 4 25.00 1 6.25 Defisit ringan 4 25.00 5 31.25 Normal 5 31.25 5 31.25 Lebih 2 12.50 1 6.25 Total 16 100 16 100
Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0.05) antara tingkat kecukupan energi dengan tingkat kebugaran. Hal ini sejalan dengan penelitian Pertiwi dan Murbawani (2012) yaitu asupan energi tidak berpengaruh terhadap daya tahan jantung paru atlet sepak bola. Penelitian yang dilakukan pada atlet Panjat Tebing PUSLATDA Jawa timur juga
22
menunjukkan tidak ada hubungan antara konsumsi energi dengan VO2maks (p>0.05) (Ramadhan 2013). Sementara itu hasil penelitian Nurwidyastuti (2012) menunjukkan bahwa subjek yang mempunyai konsumsi energi yang kurang memiliki resiko 4.32 kali menjadi tidak bugar dibandingkan dengan subjek yang cukup mengkonsumsi energi. Energi dibutuhkan tubuh untuk memelihara fungsi dasar tubuh yang disebut energi basal sebesar 60-70% dari kebutuhan energi total. Energi basal diperlukan untuk fungsi tubuh seperti mencerna, mengolah dan menyerap makanan dalam alat pencernaan, serta untuk bergerak, berjalan, bekerja dan beraktivitas lainnya (Almatsier 2004).
Tingkat Kecukupan Protein
Protein berfungsi membentuk ikatan-ikatan esensial tubuh, pertumbuhan dan pemeliharaan sel-sel tubuh, mengatur keseimbangan air, pembentuk energi, mengangkut zat-zat gizi dan sumber energi (Almatsier 2004). Tingkat kecukupan protein subjek UKM Karate (81.25%) dan UKM Merpati Putih (75.00%) tergolong defisit berat. Rata-rata konsumsi protein UKM Karate dan UKM Merpati Putih yaitu 52.25±30.94 gram dan 47.70±12.46 gram. Hasil uji beda
Mann Whitney menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata tingkat kecukupan protein antara UKM Karate dan Merpati Putih.
Tabel 20 Sebaran subjek berdasarkan tingkat kecukupan protein
Kategori Karate Merpati Putih
n % n % Defisit berat 13 81.25 12 75.00 Defisit sedang 0 0 2 12.50 Defisit ringan 2 12.50 2 12.50 Normal 0 0 0 0 Lebih 1 6.25 0 0 Total 16 100 16 100
Tingkat kecukupan protein berkaitan dengan konsumsi protein. Rendahnya konsumsi protein maka rendah pula tingkat kecukupan proteinnya. Menurut Soeditama (1996), faktor-faktor yang mempengaruhi asupan energi dan protein adalah jumlah (porsi) makanan, jenis makanan, dan frekuensi makan. Tidak tercukupinya asupan protein diduga karena protein yang diasup tidak sesuai dengan kebutuhan subjek. Konsumsi subjek kurang seimbang yaitu hanya ada satu jenis lauk yang dikonsumsi, lauk hewani atau nabati, lalu subjek juga menjadikan sumber karbohidrat seperti bihun, mie dan kentang sebagai lauk. Selain itu subjek sering mengkonsumsi makanan jajanan yang tinggi energi namun rendah zat gizi.
Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0.05) antara tingkat kecukupan protein dengan tingkat kebugaran, namun berdasarkan hasil analisis yang didapat, subjek yang mempunyai kecukupan protein yang kurang cenderung memiliki tingkat kebugaran yang kurang. Hal ini sejalan dengan penelitian Nurwidyastuti (2012) tidak ada hubungan yang bermakna antara konsumsi protein dengan kebugaran. Protein pada olahraga dibutuhkan sebagai zat pembangun komponen dan struktur tubuh, mengganti komponen atau struktur tubuh yang rusak seperti otot, serta berperan