• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

SMA Negeri 9 adalah salah satu dari beberapa SMA Negeri yang ada di Kota Bogor. Peran serta dari SMA 9 didalam memajukan pendidikan masyarakat Kota Bogor terlihat dari konsistensinya dalam meluluskan siswa di atas 200 siswa setiap tahun nya. Tidak kurang dari 210 siswa diterima di sekolah tersebut dengan rasio anak yang diterima sebesar 1 : 2,5. Terdapat 2 jurusan di SMA 9 yaitu IPA dan IPS, peneliti mengambil contoh siswi sebesar 90 anak dari kelas 2 dari jurusan IPA dan IPS. Perbandingan antara siswa dan siswi pada SMA 9 pada tahun 2007/2008 adalah 274 : 405 anak. Perkembangan jumlah tenaga pengajar mengalami peningkatan yang drastis, hal ini terlihat dari tenaga pengajar PNS yang semula hanya 3 orang sekarang pada tahun 2014 sudah mencapai 48 orang tenaga pengajar PNS. Perluasan ruang kelas juga mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Ruang kelas yang pada awalnya hanya sebanyak 8 kelas, sekarang sudah menjadi 12 kelas.

12

Karakteristik Keluarga Contoh

Keluarga adalah tempat pertama dan utama dimana seorang anak dididik dan dibesarkan (BKKBN 2009). Karakteristik keluarga remaja putri dalam penelitian ini terdiri dari: besar keluarga, pendidikan orangtua, pekerjaan orangtua, dan pendapatan orangtua. Data karakteristik keluarga dapat dilihat pada Tabel 8. Usia contoh pada penelitian ini berada pada rentang 15 tahun sampai 17

tahun dan termasuk ke dalam remaja pertengahan (Mar’at 2009). Sebaran umur contoh ditunjukan pada Tabel 7. Hasil pengolahan data menunjukan bahwa sebagian besar contoh berumur 16 tahun (71.1%) dan sebagian kecil berusia 15 tahun (6.7%).

Tabel 7 Tabel sebaran contoh menurut umur Umur contoh (dalam tahun) SMA 9 n % 15 6 6.7 16 64 71.1 17 20 22.2 Total 90 100.0 Rata-rata±SD 16.6 ± 0.5

Besar keluarga menurut BKKBN (2009) digolongkan menjadi tiga, yaitu keluarga kecil (≤4 orang), sedang (5-6 orang) dan besar (≥ 7 orang). Besar keluarga contoh berada pada rentang 2 sampai 9 orang. Rata-rata jumlah anggota keluarga contoh adalah sebesar 4.81 orang. Data kategori besar keluarga menunjukan distribusi contoh sebagian besar dalam kategori keluarga sedang (57.8%) dan hanya sebagian kecil (4.4%) dalam kategori keluarga besar.

Tingkat pendidikan orangtua yang baik akan memungkinkan orangtua menerima informasi dan mengatur kesehatan anaknya. Menurut Isnaini (2011) semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang berpengaruh terhadap kemampuan dalam mengakses dan menyerap informasi serta menerima suatu inovasi menjadi semakin baik. Tingkat pendidikan orangtua contoh dibagi menjadi tingkat pendidikan ayah dan ibu. Tingkat pendidikan ayah contoh sebagian besar (47.8%) tamat perguruan tinggi/sederajat. Pendidikan ibu contoh sebagian besar (43.4%) tamat SMA/sederajat, Pendidikan dan pekerjaan adalah dua karakteristik seseorang yang saling berhubungan.

Pendidikan akan menentukan jenis pekerjaan seseorang dan mempengaruhi pendapatan yang diterimanya (Suwarman 2004). Pekerjaan ayah contoh sebagian besar (41.1%) adalah pegawai BUMN/Swasta, kemudian TNI/POLRI sebanyak 32.2%. Pekerjaan lainnya yaitu wiraswasta/pedagang/jasa sebanyak 5.6%, petani/buruh sebanyak 4.4%, dan lainnya sebanyak 16.4%. Pekerjaan ibu contoh sebagian besar (67.8%) tidak bekerja atau sebagai ibu rumah tangga, dan sebagian (20%) bekerja sebagai PNS/TNI.

Pendapatan keluarga contoh dikategorikan menjadi kurang dari 2 juta rupiah sampai lebih dari 5 juta rupiah. Rata-rata pendapatan keluarga contoh adalah sebesar Rp4 616 022. Sebagian besar pendapatan contoh (36.0%) termasuk kedalam kategori lebih dari 5 juta rupiah. Pendapatan keluarga contoh sebagian kecil pada kategori pendapatan kurang dari 2 juta rupiah yaitu sebesar 12.2%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa besar pendapatan orangtua contoh

berada pada rentang menengah ke atas. Pendapatan merupakan faktor yang menentukan kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi (Sukandar 2007).

Tabel 8 Karakteristik keluarga contoh

Karakteristik keluarga SMA 9

n % Besar keluarga Kecil (≤4 orang) 34 37.8 Sedang (5-6 orang) 52 57.8 Besar (≥7 orang) 4 4.4 Tingkat Pendidikan - Ayah Tamat SD/sederajat 5 5.6 Tamat SMP/sederajat 5 5.6 Tamat SMA/sederajat 37 41.1 Tamat PT/sederajat 43 47.8 - Ibu Tamat SD/sederajat 9 10.0 Tamat SMP/sederajat 11 12.2 Tamat SMA/sederajat 39 43.3 Tamat PT/sederajat 31 34.4 Pekerjaan - Ayah PNS 0 0.0 TNI/POLRI 29 32.2 Pegawai BUMN/swasta 37 41.1 Wiraswasta/pedagang/jasa 5 5.6 Petani/nelayan/buruh 4 4.4 Lainnya 15 16.7 - Ibu PNS 61 67.8 TNI/POLRI 18 20.0 Pegawai BUMN/swasta 6 6.7 Wiraswasta/pedagang/jasa 0 0.0 Petani/nelayan/buruh 0 0.0 Lainnya 5 5.6

Pendapatan keluarga (per bulan)

< Rp2 000 000 11 12.2 Rp2 000 000 – Rp3 000 000 14 15.6 Rp3 000 000 – Rp5 000 000 29 32.2 ≥ p5 000 000 36 40.0 Rata-rata±SD Rp4 616 022 ± Rp3 476 019 Status Gizi

Status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorpsi), dan utilisasi (utilization) zat gizi dalam makanan. Faktor yang secara langsung mempengaruhi status gizi adalah konsumsi pangan dan status kesehatan (Riyadi 2001). Sebaran status gizi contoh pada Tabel 9 menunjukkan sebagian besar (87.2%) contoh

14

tergolong beresiko, 14.4% contoh normal, 3.3% contoh gemuk, dan tidak ada contoh yang tergolong kurus dan obesitas.

Hasil data Riskesdas 2013 menunjukkan prevalensi status gizi remaja yang berumur 16-18 tahun berdasarkan IMT/U di Jawa Barat, yaitu 1.4% sangat kurus, 7.7% kurus, 83.4% normal, 6.2% berat badan lebih, dan 1.4% obese. Prevalensi remaja gemuk di Indonesia meningkat dari 1,4 persen pada tahun 2007 menjadi 7,3 persen pada tahun 2013. Kegemukan dan obesitas pada remaja (12-17 tahun) menyebabkan penurunan tingkat kebugaran kardiorespirasi (Ferreira 2013; Ortega

et al. 2012).

Tabel 9 Sebaran contoh menurut status gizi Kategori Status Gizi n SMA 9 %

Kurus 0 0

Normal 13 14.4

Beresiko 74 87.2

Gemuk 3 3,3

Obesitas 0 0

Aktifitas Fisik (PAL)

Aktifitas fisik adalah gerakan yang dilakukan oleh otot dalam tubuh dan sistem penunjangnya. Selama aktifitas fisik berlangsung, otot membutuhkan energi di luar metabolisme untuk bergerak, sedangkan jantung dan paru-paru memerlukan tambahan energi untuk mengantarkan zat-zat gizi dan oksigen ke seluruh tubuh dan untuk mengeluarkan sisa-sisa dari tubuh (Almatsier 2006). Temuan pada penelitian Malinauskas et al. (2006) bahwa sebagian besar (80%) dari peserta melaporkan bahwa aktifitas fisik dapat mengendalikan berat badan mereka.

Besarnya aktifitas fisik yang dilakukan seseorang selama 24 jam dinyatakan dalam PAL (Physical Activity Level) atau tingkat aktifitas fisik. PAL merupakan besarnya energi yang dikeluarkan per kilogram berat badan dalam 24 jam. Berdasarkan data yang telah diperoleh, nilai PAL contoh berkisar antara 1.25 sampai 2.34. Rata-rata nilai PAL contoh adalah sebesar 1.39. Sebaran contoh berdasarkan nilai PAL dapat dilihat pada Tabel 10. Data nilai PAL contoh menunjukkan tingkat aktifitas fisik contoh sebagian besar (67.8%) dalam kategori sangat ringan dan hanya sebagian kecil (2.2%) dalam kategori berat. Data Riskesdas 2013 menyebutkan proporsi nasional kurang aktifitas fisik pada penduduk yang berusia 10 tahun ke atas adalah 26.1 persen.

Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan nilai PAL Kategori Nilai PAL SMA 9

n %

Sangat Ringan 61 67.8

Ringan 27 30.0

Sedang 0 0.0

Kebiasaan Olahraga

Olahraga merupakan aktivitas untuk meningkatkan stamina tubuh yang dapat memberikan dampak positif terhadap derajat kesehatan, sehingga dianjurkan untuk dilakukan secara teratur sesuai dengan kondisi seseorang. (Latief 2000 dalam Mustamin, Kunaepah, & Ayu 2010). Kebiasaan olahraga pada penelitian ini dinilai dari frekuensi olahraga dalam periode waktu seminggu. Tabel 11 menunjukkan bahwa contoh paling banyak (75.6%) melakukan olahraga sebanyak 1-2 kali dalam seminggu, sebagian contoh (23.3%) melakukan olahraga lebih dari tiga kali dalam seminggu, serta ada 1.1% contoh yang tidak rutin melakukan olahraga tiap minggu.

Durasi olahraga mengukur seberapa lama seseorang melakukan olahraga dalam satu waktu. Durasi olahraga pada sebagian besar contoh (73.3%) dilakukan selama 1-2 jam dan sebanyak 25.6% contoh melakukan olahraga selama lebih dari 3 jam. Dismenore terjadi secara signifikan pada remaja putri yang tidak berolahraga (Thing 2011).

Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan olahraga

Kebiasaan Olahraga SMA 9

n %

Frekuensi olahraga (per minggu)

<1 kali 1 1.1

1-2 kali 68 75.6

≥ 3 kali 21 23.3

Total 90 100.0

Rata-rata±SD 1.7±0.7

Durasi Olahraga (jam per minggu)

< 1 jam 1 1.1

1-2 jam 66 73.3

> 3 jam 23 25.6

Total 90 100.0

Rata-rata±SD 1.5±0.7

Daya Tahan Kardiorespirasi

Daya tahan kardiorespirasi merupakan kemampuan fungsi organ paru-paru dan jantung dalam mensuplai oksigen yang bertujuan untuk kerja otot dalam waktu yang lama. Kualitas ketahanan kardiorespirasi dinyatakan dengan VO2max (Irianto 2001). Menurut Wiarto (2013) VO2max adalah volume maksimal oksigen yang diproses oleh tubuh manusia pada saat melakukan kegiatan yang intensif. Sebaran contoh berdasarkan daya tahan kardiorespirasi dapat dilihat pada Tabel 12.

Daya tahan kardiorespirasi contoh berkisar antara 22.35 sampai 38.75. Rata-rata VO2max contoh adalah sebesar 30.25. Berdasarkan data daya tahan kardiorespirasi yang telah diperoleh, sebagian besar contoh (46.7%) berada pada kategori kurang, 40.0% pada kategori cukup, dan 8.9% berada pada kategori sangat kurang. Hanya sebagian kecil (4.4%) contoh yang memiliki daya tahan kardiorespirasi kategori baik. Hasil ini tidak berbeda jauh dengan studi Ortega

16

(2012) yang mengungkapkan daya tahan kardiorespirasi remaja putri sebagian besar berada pada kategori rendah sebesar 34,3 persen.

Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan daya tahan kardiorespirasi Kategori Daya Tahan Kardiorespirasi SMA 9

n % Sangat kurang 8 8.9 Kurang 42 46.7 Cukup 36 40.0 Baik 4 4.4 Total 90 100

Asupan Zat Gizi

Konsumsi pangan merupakan kumpulan informasi mengenai jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi oleh seseorang atau sekelompok orang pada waktu tertentu (Madanijah 2006), Menurut Sediaoetama (2008) Bahan pangan yang telah dikonsumsi dan diserap dalam tubuh akan dicerna menjadi berbagai zat gizi. Zat gizi memiliki fungsi antara lain: sebagai sumber energi, pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan, mengatur metabolisme dan keseimbangan tubuh, serta berperan dalam sisten imun.

Tabel 13 Rata-rata asupan gizi contoh

Asupan zat gizi Rata –rata Sd TKG (%) Energi (kkal) 1259.22 ±127.00 59.26 Protein (g) 42.92 ±9.65 72.75 Lemak (g) 46.32 ±11.00 65.24 Karbohidrat (g) 165.57 ±22.99 56.70 Vit. A (µg) 3501.45 ±340.40 58.57 Vit. B12 (µg) 1.13 ±0.29 46.92 Vit. C (mg) 14.99 ±17.08 19.99 Kalsium (mg) 240.02 ±155.66 20.00 Magnesium (mg) 130.80 ±28.50 59.46 Fosfor (mg) 574.22 ±143.68 47.85 Besi (mg) 4.13 ±1.16 15.90 Seng (mg) 5.02 ±1.20 35.88

Penentuan kebutuhan zat gizi remaja secara umum didasarkan pada Angka Kecukupan Gizi (AKG) (Arisman, 2004). Rata-rata asupan zat gizi contoh ditunjukkan pada Tabel 13. Rata rata tingkat kecukupan zat gizi untuk energi, lemak dan karbohidrat contoh masih dibawah 70% dan termasuk ke dalam kategori defisit berat. Tingkat kecukupan protein (TKP) termasuk ke dalam kategori cukup yaitu sebesar 72.75% dari Angka kecukupan protein remaja wanita sebesar 59 gram. Seluruh rata rata tingkat kecukupan zat gizi mikro tergolong dalam kategori kurang yaitu dibawah 77%.

Energi merupakan salah satu hasil metabolisme karbohidrat, protein dan lemak (Hardinsyah & Tambunan 2004). Asupan energi contoh berkisar antara 1028 kkal sampai 1741 kkal. Rata-rata asupan energi contoh adalah sebesar 1259.22 kkal. Sebaran data asupan energi menunjukkan bahwa sebagian besar contoh (95.6%) termasuk ke dalam kategori defisit berat. Hanya sebagian kecil contoh (1.1%) tergolong kategori normal. Konsumsi karbohidrat yang dianjurkan menurut Depkes (2002) adalah sebesar 50-60% dari kecukupan energi yang dianjurkan. Tabel 14 menunjukan data sebaran tingkat kecukupan energi contoh.

Tabel 14 Sebaran contoh menurut tingkat kecukupan energi (TKE)

TKE Kategori n % <70 Defisit Berat 86 95.6 70-79 Defisit Sedang 3 3.3 80-89 Defisit Ringan 0 0.0 90-119 Normal 1 1.1 >120 Kelebihan 0 0.0 Total 90 100

Menurut Almatsier (2004), protein berfungsi untuk pertumbuhan dan pemeliharaan, pembentukan ikatan-ikatan esensial tubuh, mengatur keseimbangan air, memelihara netralitas tubuh, mengangkat zat-zat gizi, dan pembentukan antibodi. Asupan protein contoh berkisar antara 24 gr hingga 70.5 gr. Rata-rata asupan protein contoh adalah sebesar 42.92 gr. Data sebaran asupan protein menunjukkan bahwa sebagian besar contoh (51.1%) termasuk ke dalam kategori cukup dan hanya sebagian kecil contoh (7.8%) tergolong kategori lebih. Tingkat kecukupan protein remaja menurut Depkes (2011) berkisar antara 88,3% sampai 129,6% dan yang asupannya dibawah AKG adalah sebanyak 35,6%. Tabel 15 menunjukan data sebaran tingkat kecukupan protein contoh.

Tabel 15 Sebaran contoh menurut tingkat kecukupan protein (TKP)

TKP Kategori n %

<66.7 Kurang 37 41.1

66.7-100 Cukup 46 51.1

>100 Lebih 7 7.8

Total 90 100.0

Data asupan zat gizi mikro untuk vitamin menunjukan bahwa sebagian besar contoh termasuk kedalam kategori defisit berat untuk asupan vitamin A, B12, dan C. Sebagian kecil contoh termasuk kategori cukup hanya pada asupan vitamin A (16.6%) dan vitamin C (4.4%). Sebaran contoh berdasarkan tingkat konsumsi vitamin dan mineral ditunjukkan pada Tabel 16 dan 17. Data asupan zat gizi mikro untuk mineral menunjukan bahwa sebagian besar contoh (100%) termasuk kedalam kategori defisit berat untuk asupan mineral kalsium, magnesium, fosfor, besi dan zinc. Bowman & Russell (2001) menemukan bahwa banyak remaja tidak memenuhi rekomendasi diet yang sesuai untuk kelompok usia mereka dan memiliki asupan makanan yang kurang kalsium, besi, riboflavin, vitamin A dan vitamin C.

18

Tabel 16 Sebaran contoh berdasarkan Tingkat konsumsi vitamin Tingkat konsumsi Kategori

Vitamin A B12 C n % n % n % <77% Kurang 75 83.33 90 100 86 95.56 >77% Cukup 15 16.67 0 0 4 4.44 Total 90 100 90 100 90 100

Tabel 17 Sebaran contoh berdasarkan tingkat konsumsi mineral Tingkat konsumsi Kategori

Mineral

Kalsium Besi Zinc

n % n % n %

<77% Kurang 90 100 90 100 90 100

>77% Cukup 0 0 0 0 0 0

Total 90 100 90 100 90 100

Hubungan Sosio Ekonomi Keluarga dengan Daya Tahan Kardiorespirasi Hubungan uji korelasi pearson menunjukan pendapatan keluarga yang dinilai dengan pendapatan per bulan tidak berhubungan terhadap daya tahan kardiorespirasi (p=0.816, r=-0,025). Hal ini sejalan dengan penelitian Ariawan dan Appe (2013) yang mengungkapkan bahwa kebugaran bukan dipengaruhi oleh faktor ekonomi melainkan dari kemauan seseorang melakukan olahraga atau aktifitas yang bisa menghasilkan gerak. Tabel 18 menunjukan sebaran subjek dengan kategori pendapatan keluarga terhadap daya tahan kardiorespirasi. Sebagian besar contoh (17.8%) dengan pendapatan keluarga 2 juta rupiah sampai 3 juta rupiah memiliki kategori VO2max cukup.

Tabel 18 Sebaran contoh menurut pendapatan keluarga dan daya tahan kardiorespirasi

Pendapatan Sangat kurang Status VO2max Kurang Cukup Baik

n % n % n % n % <2.000.000 2 2.2 6 6.7 3 3.3 0 0 2.000.000-3.000.000 2 2.2 9 10 16 17.8 2 2.2 3.000.000-4.000.000 2 2.2 13 14.4 9 10 1 1.1 >5.000.000 2 2.2 14 15.6 8 8.9 1 1.1 Total 8 8.9 42 46.7 36 40 4 4.4

Menurut Sumarwan (2003) semakin tinggi pengahasilan maka semakin menurun bagian dari penghasilan yang digunakan untuk membeli pangan. Apabila penghasilan keluarga semakin meningkat, maka jumlah uang yang digunakan untuk pembelian pangan meningkat, sampai tingkat tertentu dimana uang pembeli pangan tersebut tidak bertambah secara berarti atau dianggap tetap dan tidak

banyak berubah. Hal ini sejalan dengan teori Engel yang menyatakan bahwa semakin sejahtera seseorang maka semakin kecil persentase pendapatannya untuk membeli pangan.

Hubungan uji korelasi pearson menunjukan pendidikan orangtua yang dinilai dengan pendidikan terakhir ibu tidak berhubungan terhadap daya tahan kardiorespirasi (p=0.540, r=0,065). Hal ini menunjukan bahwa semakin baik pendidikan ibu seseorang belum tentu semakin baik daya tahan kardiorespirasinya Tabel 19 menunjukan sebaran subjek dengan kategori pendidikan ibu terhadap daya tahan kardiorespirasi. Sebagian besar contoh (17.8%) dengan pendidikan ibu tamat SMA dan perguruan tinggi memiliki kategori VO2max kurang.

Tabel 19 Sebaran contoh menurut pendidikan ibu dan daya tahan kardiorespirasi

Pendidikan ibu

Status VO2max

Sangat kurang Kurang Cukup Baik

n % n % n % n % Tamat SD 2 2.2 4 4.4 4 4.4 0 0 Tamat SMP 0 0 6 6.7 4 4.4 1 1.1 Tamat SMA 5 5.6 16 17.8 15 16.7 2 2.2 Tamat PT 1 1.1 16 17.8 13 14.4 1 1.1 Total 8 8.9 42 46.7 36 40.0 4 4.4

Hubungan Asupan Gizi Dengan Daya Tahan Kardiorespirasi

Sebagian besar contoh (43,3%) dengan kategori TKE defisit berat memiliki status VO2max kategori kurang. Hubungan uji korelasi pearson antara asupan gizi yang dinilai dengan TKE dengan daya tahan kardiorespirasi yang dinilai dengan VO2max menunjukan hubungan yang tidak signifikan (p=0.569, r=-0,061). Hal ini sejalan dengan penelitian Hanum (2011) yang mengemukakan bahwa hubungan tidak signifikan antara tingkat kecukupan energi dengan tingkat kebugaran pada remaja. Tabel 20 menunjukan sebaran subjek dengan kategori tingkat kecukupan energi terhadap daya tahan kardiorespirasi.

Tabel 20 Sebaran contoh menurut TKE dan daya tahan kardiorespirasi TKE

Status VO2max

Sangat kurang Kurang Cukup Baik

n % n % n % n %

Defisit berat 8 8.9 39 43.3 35 38.9 4 4.4

Defisit ringan 0 0 2 2.2 1 1.1 0 0

Normal 0 0 1 1.1 0 0 0 0

Total 8 8.9 42 46.7 36 40.0 4 4.4

Banyak faktor yang mempengaruhi konsumsi pangan, diantaranya adalah faktor ekonomi dan harga. Perubahan pendapatan secara perlahan dapat mempengaruhi perubahan konsumsi pangan. Pendapatan yang meningkat berarti

20

peluang untuk membeli pangan dengan kuantitas dan kualitas yang lebih baik semakin besar. Apabila pendapatan rendah maka akan menyebabkan penurunan kualitas dan kuantitas pangan yang dikonsumsi (Madanijah 2006).

Sebagian besar contoh (25,6%) dengan asupan protein kategori cukup memiliki status VO2max kategori kurang. Tabel 21 menunjukan sebaran subjek dengan kategori tingkat kecukupan protein terhadap daya tahan kardiorespirasi. Hubungan uji korelasi pearson antara asupan gizi yang dinilai dengan tingkat kecukupan protein dengan daya tahan kardiorespirasi yang dinilai dengan status VO2max menunjukan hubungan yang tidak signifikan (p=0.485, r=0,004). Studi yang dilakukan oleh Gutin et al. (2002) yang mengungkapkan bahwa terdapat hubungan yang negatif antara kebugaran dengan konsumsi protein. Hal ini menunjukan bahwa semakin baik asupan protein seseorang belum tentu semakin baik daya tahan kardiorespirasinya.

Tabel 21 Sebaran contoh menurut TKP dan daya tahan kardiorespirasi TKP

Status VO2max

Sangat kurang Kurang Cukup Baik

n % n % n % n %

Kurang 5 5.6 15 16.7 16 17.8 1 1.1

Cukup 3 3.3 23 25.6 18 20.0 2 2.2

Lebih 0 0 4 4.4 2 2.2 1 1.1

Total 8 8.9 42 46.7 36 40.0 4 4.4

Sebagian besar contoh (37,8%) dengan asupan vitamin A kategori kurang memiliki status VO2max kategori kurang. Hal ini menunjukan bahwa semakin baik asupan vitamin A seseorang belum tentu semakin baik daya tahan kardiorespirasinya. Hubungan uji korelasi pearson antara asupan gizi yang dinilai dengan tingkat konsumsi vitamin A dengan daya tahan kardiorespirasi yang dinilai dengan kategori VO2max menunjukan hubungan yang tidak signifikan (p=0.695, r=-0.042). Vitamin A yang cukup sangat diperlukan dalam diferensiasi dan kekebalan tubuh (Almatsier 2004). Tabel 22 menunjukan sebaran subjek dengan kategori tingkat kecukupan vitamin A terhadap daya tahan kardiorespirasi. Tabel 22 Sebaran contoh mnurut tingkat kecukupan vitamin A dan daya tahan

kardiorespirasi Vit A

Status VO2max

Sangat kurang Kurang Cukup Baik

n % n % n % n %

Kurang 7 7.8 34 37.8 30 33.3 4 4.4

Cukup 1 1.1 8 8.9 6 6.7 0 0

Total 8 8.9 42 46.7 36 40.0 4 4.4

Sebagian besar contoh (45,6%) dengan asupan vitamin C kategori kurang memiliki status VO2max kategori kurang. Hubungan uji korelasi pearson menunjukan asupan gizi yang dinilai dengan tingkat kecukupan vitamin C dengan daya tahan kardiorespirasi menunjukan hubungan yang tidak signifikan (p=0.671,

r=-0,045). Studi yang dilakukan oleh Nurwidyastuti (2012) mengungkapkan bahwa tidak terdapat hubungan antara asupan vitamin C dengan kebugaran. Terlihat pada status tidak bugar, responden yang memiliki konsumsi vitamin C kurang lebih banyak dibandingkan dengan yang memiliki asupan vitamin C cukup. Hal ini menunjukan bahwa semakin baik asupan vitamin C seseorang belum tentu semakin baik daya tahan kardiorespirasinya. Tabel 23 menunjukan sebaran subjek dengan kategori tingkat kecukupan vitamin C terhadap daya tahan kardiorespirasi. Vitamin C berguna dalam stimulasi sistem imun, mengurangi kelelahan dan kelemahan otot, meningkatkan performa, dan melindungi sel dari radikal bebas (Chen 2000).

Tabel 23 Sebaran contoh menurut tingkat kecukupan vitamin C dan daya tahan kardiorespirasi

Vit C

Status VO2max

Sangat kurang Kurang Cukup Baik

n % N % n % n %

Kurang 7 7.8 41 45.6 34 37.8 4 4.4

Cukup 1 1.1 1 1.1 2 2.2 0 0

Total 8 8.9 42 46.7 36 40.0 4 4.4

Hubungan Status Gizi dengan Daya Tahan Kardiorespirasi

Status gizi contoh tidak menunjukkan berhubungan dengan daya tahan kardiorespirasi contoh (r=-0.472; p=0.077). Sebagian besar contoh (83.3%) dengan kategori status gizi beresiko memiliki daya tahan kardiorespirasi kategori kurang yang dapat dilihat pada Tabel 23. Diantara semua kategori daya tahan kardiorespirasi, sebaran status gizi normal lebih banyak terdapat pada kategori daya tahan kardiorespirasi cukup, sedangkan untuk sebaran status gizi beresiko lebih banyak pada kategori daya tahan kardiorespirasi sangat kurang. Hubungan antara IMT dan tingkat kesegaran jasmani pada penelitian ini tidak terlihat dengan jelas. Hal ini sejalan dengan penelitian Susilowati (2007) yang mengungkapkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara IMT dengan tingkat kesegaran jasmani. Secara teoritis, semakin tinggi tingkat kesegaran jasmani, maka kemampuan melakukan aktivitas fisik juga akan meningkat, demikian pula dengan jumlah pengeluaran energi sehingga neraca energi cenderung negatif yang akan menyebabkan penurunan IMT (Ortega et al.2012; Anam 2010; Wahyu A 2008; Utari A 2007).

Tabel 24 Sebaran contoh menurut status gizi dan daya tahan kardiorespirasi Status Gizi

Daya tahan kardiorespirasi

Total Sangat kurang Kurang Cukup Baik

n % n % n % n %

Normal 1 12.5 5 11.9 6 16.7 1 25.0 13

Beresiko 7 87.5 35 83.3 29 80.6 3 75.0 74

Gemuk 0 0 2 4.8 1 2.8 0 25.0 3

22

Faktor yang Mempengaruhi Daya Tahan Kardiorespirasi

Hasil analisis regresi linear berganda terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi daya tahan kardiorespirasi ditunjukkan pada Tabel 25. Nilai R2 yang diperoleh bernilai negatif yaitu sebesar -0.047, hal ini berarti daya tahan kardiorespirasi tidak dapat dijelaskan oleh variasi dari ketujuh variabel independen, yaitu status gizi, pendidikan ibu, pendidikan ayah, pendapatan orangtua, asupan energi, protein, dan vitamin C, dan variasi variabel dependen dijelaskan oleh sebab-sebab yang lain diluar ketujuh variabel tersebut. Hasil penelitian Rachmawati (2013) mengungkapkan pada hasil uji regresi linear berganda terdapat variabel independen seperti status gizi, aktivitas fisik, asupan energi, protein, vitamin A, vitamin B, vitamin C, dan kalsium tidak menunjukkan adanya hubungan dengan kebugaran contoh.

Tabel 25 Hasil uji signifikansi variabel-variabel yang mempengaruhi daya tahan kardiorespirasi

Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients

B Std. Error Beta t Sig.

(Constant) 2.766 .776 3.565 .001 Status Gizi -.157 .198 -.090 -.797 .428 Pendapatan .007 .094 .010 .076 .939 Pendidikan Ibu .105 .110 .141 .960 .340 Pendidikan Ayah -.064 .100 -.083 -.643 .522 Energi -.191 .230 -.097 -.833 .407 Protein .125 .134 .108 .938 .351 Vitamin C -.081 .381 -.023 -.211 .833

Variabel dependent : VO2max

Hasil analisis regresi linear berganda dari ketujuh variabel tidak satupun yang menunjukan hubungan yang signifikan mempengaruhi daya tahan kardiorespirasi. Hal tersebut terlihat dari probalitas signifikansi ketujuh variabel bernilai diatas 0.05. Hal ini dapat disebabkan dari variabel-variabel independen yang diuji tidak menunjukkan adanya hubungan dengan ketahanan fisik contoh dan contoh pada penelitian ini relatif homogen. Jadi dapat disimpulkan bahwa daya tahan kardiorespirasi tidak dipengaruhi oleh status gizi, pendapatan orangtua, pendidikan ayah, pendidikan ibu, asupan energi, protein, dan vitamin C dengan rumus berikut:

Y = 2.766 – 0.157X1 + 0.007X2 + 0.105X3 – 0.064X4 – 0.191X5 + 0.125X6– 0.081X7+ ε Keterangan: X1 = Status gizi X2 = Pendapatan X3 = Pendidikan ibu X4 = Pendidikan ayah X5 = Energi X6 = Protein X7 = Vitamin C

Dokumen terkait