• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pertumbuhan Tanaman Tinggi Tanaman dan Jumlah Cabang

Hasil analisis menunjukkan bahwa interaksi genotipe jarak pagar dengan frekuensi irigasi tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman dan jumlah cabang, sedangkan masing-masing faktor tunggal berpengaruh sangat nyata (Tabel Lampiran 2). Untuk tinggi tanaman, pengaruh sangat nyata terjadi pada setiap umur pengamatan yaitu mulai umur 1 bulan setelah perlakuan (BSP) sampai dengan umur 6 BSP. Demikian halnya dengan jumlah cabang yang dianalisis pada umur 6 BSP.

Tabel 1 Tinggi tanaman dan jumlah cabang dari tiga genotipe jarak pagar

Jarak Pagar Peubah Umur

IP-1A IP-1M IP-1P …..….……… cm ……… Tinggi tanaman 1 BSP 44.99 ab 42.26 b 47.35 a 2 BSP 58.56 ab 52.97 b 61.07 a 3 BSP 78.10 a 68.55 b 77.25 a 4 BSP 94.38 a 79.96 b 91.59 a 5 BSP 109.33 a 91.22 b 104.12 a 6 BSP 122.19 a 102.83 b 116.13 a Jumlah cabang 6 BSP 0.81 b 5.58 a 2.22 b

Keterangan : Data yang diikuti oleh huruf yang sama dalam baris yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan Pembeda Nyata Terkecil Uji Tukey (0.05); BSP (bulan setelah perlakuan).

Tabel 1 menyajikan data tinggi tanaman dan jumlah cabang dari tiga genotipe jarak pagar. Pada umur 1 BSP dan 2 BSP tinggi tanaman tertinggi terjadi pada genotipe IP-1P dan terendah adalah genotipe IP-1M yang tidak berbeda nyata dengan genotipe IP-1A. Pada umur pengamatan selanjutnya yaitu 3 BSP sampai dengan 6 BSP. Tinggi tanaman tertinggi terjadi pada IP-1A yang tidak berbeda nyata dengan IP-1P namun sangat nyata dengan IP-1M. Hal ini disebabkan karena pada umur 3 BSP mulai terjadi inisiasi percabangan.

Jumlah cabang pada umur 6 BSP dari tiga genotipe jarak pagar berbeda sangat nyata (Tabel 1). Jumlah cabang tertinggi adalah genotipe IP-1M dengan rata-rata 5,58 cabang kemudian IP-1P dengan 2,22 cabang dan IP-1A cenderung tidak bercabang. Apabila dikaitkan antara jumlah cabang dan tinggi tanaman maka IP-1A lebih tinggi karena cenderung tidak bercabang. Hasil asimilat hanya terkonsentrasi pada satu tunas apikal saja. Berbeda dengan kedua klon lainnya dimana konsentrasi asimilat terbagi untuk pertumbuhan percabangan.

Tabel 2 Rata-rata tinggi tanaman dan jumlah cabang genotipe jarak pagar pada berbagai frekuensi irigasi

Irigasi Peubah Umur

7 hari 14 hari 21 hari 28 hari

…...…..…..….……… cm ..……… Tinggi tanaman 1 BSP 56.25 a 44.09 b 42.07 b 37.03 c 2 BSP 79.20 a 56.62 b 49.87 bc 44.42 c 3 BSP 108.46 a 75.49 b 60.36 c 54.09 c 4 BSP 126.7 a 90.29 b 74.31 c 63.25 c 5 BSP 141.02 a 106.74 b 86.96 c 71.51 d 6 BSP 153.79 a 118.03 b 98.29 c 84.74 c Jumlah cabang 6 BSP 5.30 a 2.03 b 2.11 b 2.03 b

Keterangan : Data yang diikuti oleh huruf yang sama dalam baris yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan Pembeda Nyata Terkecil Uji Tukey (0.05); BSP (bulan setelah perlakuan).

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa irigasi berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman dan jumlah cabang untuk semua klon jarak pagar (Tabel Lampiran 2). Frekuensi irigasi 7 hari sekali menghasilkan pertumbuhan tinggi tanaman tetinggi sejak umur 1 BSP sampai dengan umur 6 BSP (Tabel 2). Tinggi tanaman terendah terjadi pada frekuensi irigasi 28 hari sekali. Semakin lama periode antar pemberian air pertumbuhan tinggi tanaman semakin tertekan.

Pada tabel yang sama juga menunjukkan pengaruh frekuensi irigasi yang sangat nyata terhadap jumlah cabang untuk semua klon jarak pagar. Jumlah cabang tertinggi diperoleh pada frekuensi irigasi 7 hari sekali yaitu rata-rata 5,30 cabang, sedangkan pada frekuensi irigasi 14, 21 dan 28 hari sekali menghasilkan rata-rata 2 cabang.

Luas Daun

Ukuran luas daun tidak dipengaruhi oleh interaksi antara genotipe jarak pagar dan frekuensi irigasi (Tabel Lampiran 2). Faktor genotipe jarak pagar berpengaruh nyata sampai sangat nyata terhadap luas daun pada umur 2 BSP sampai dengan umur 10 BSP (Tabel 3). Pada umur 1 BSP ukuran luas daun tidak berbeda nyata antar genotipe. Selanjutnya terjadi variasi ukuran luas daun setiap periode pengamatan.

Tabel 3 Rata-rata luas daun dari tiga genotipe jarak pagar

Jarak Pagar Umur

IP-1A IP-1M IP-1P

….…..….……… cm2……… 1 BSP 85.58 a 78.89 a 81.61 a 2 BSP 76.20 ab 69.31 b 78.79 a 3 BSP 124.24 a 112.13 b 124.96 a 4 BSP 67.81 a 53.73 b 66.11 ab 5 BSP 89.2 ab 75.82 b 95.07 a 6 BSP 80.39 a 72.39 b 73.69 b 7 BSP 74.36 a 68.08 a 74.11 a 8 BSP 70.12 a 63.50 b 70.56 a 9 BSP 65.96 a 63.31 a 67.88 a 10 BSP 52.22 ab 45.28 b 57.10 a

Keterangan : Data yang diikuti oleh huruf yang sama dalam baris yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan Pembeda Nyata Terkecil Uji Tukey (0.05); BSP (bulan setelah perlakuan).

Tabel 4 menyajikan rata-rata luas daun dari berbagai frekuensi irigasi. Hasil sidik ragam untuk luas daun jarak pagar menunjukkan variasi respon dari tidak nyata sampai sangat nyata untuk setiap umur pengamatan (Tabel Lampiran 2). Pada awal pertumbuhan yaitu umur 1 dan 2 BSP belum terjadi perbedaan respon yang nyata yang disebabkan oleh perbedaan frekuensi irigasi. Hal ini disebabkan oleh kebutuhan air oleh tanaman pada awal pertumbuhan masih relatif sedikit karena perkembangan akar masih terbatas. Pada umur yang sama jumlah daun pertanaman 6 - 7 lembar sehingga kekurangan air melalui transpirasi juga masih terbatas. Kondisi ini menunjukkan bahwa pada frekuensi irigasi 28 hari sekali belum menjadi faktor pembatas bagi perkembangan luas daun.

Sejalan dengan pertumbuhan tanaman pengaruh irigasi mulai nyata sampai sangat nyata pada umur 3 BSP. Dalam setiap umur pengamatan menunjukkan respon yang bervariasi. Semakin kering atau frekuensi irigasi semakin lama perkembangan luas daun semakin lambat.

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa terdapat tiga fenomena fisiologis tanaman jarak sebagai respon terhadap kekeringan yaitu perkembangan luas daun terhambat, daun menggulung dan menggugurkan daun. Ketiga fenomena tersebut merupakan mekanisme penghindaran (avoidance) untuk mengurangi laju transpirasi. Hasil penelitian Tardieu et al (2000) membuktikan bahwa tanaman yang mengalami stres kekeringan memiliki ukuran daun lebih kecil dari ukuran normal karena perkembangan epidermis dan mesofil daun terhambat.

Tabel 4 Rata-rata luas daun jarak pagar pada berbagai frekuensi irigasi

Irigasi Umur

7 hari 14 har 21 hari 28 hari

…….….…..….……… cm2…..……… 1 BSP 84.25 a 80.90 a 82.00 a 80.95 a 2 BSP 77.18 a 71.49 a 74.13 a 76.25 a 3 BSP 132.44 a 121.97 ab 113.87 b 113.46 b 4 BSP 61.28 ab 74.14 a 56.18 b 58.58 ab 5 BSP 91.15 a 87.11 a 89.37 a 79.16 a 6 BSP 89.11 a 78.73 b 72.15 b 61.98 c 7 BSP 81.26 a 74.36 ab 70.12 bc 63.01 c 8 BSP 81.65 a 68.25 b 65.65 b 59.69 c 9 BSP 73.70 a 65.37 ab 64.11 ab 59.68 b 10 BSP 56.41 a 52.87 ab 51.08 ab 45.78 b

Keterangan : Data yang diikuti oleh huruf yang sama dalam baris yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan Pembeda Nyata Terkecil Uji Tukey (0.05); BSP (bulan setelah perlakuan).

Indeks Luas Daun

Indeks luas daun (ILD) adalah rasio antara permukaan transpirasi dengan luas permukaan evaporasi. Dalam penelitian ini ILD dihitung berdasarkan perbandingan antara luas daun total per tanaman dengan luas permukaan pot (lisimeter).

Tabel 5 Rata-rata indeks luas daun dari tiga genotipe jarak pagar

Jarak Pagar Umur

IP-1A IP-1M IP-1P

1 BSP 0.47 b 0.69 a 0.59 ab 2 BSP 0.78 b 1.13 a 1.10 a 3 BSP 2.01 b 3.06 a 2.93 a 4 BSP 1.01 a 1.25 a 1.17 a 5 BSP 0.89 b 1.23 a 1.12 ab 6 BSP 1.64 b 2.11 a 1.87 ab 7 BSP 1.45 a 1.49 a 1.79 a 8 BSP 1.43 b 1.52 b 1.90 a 9 BSP 1.69 b 1.69 b 2.34 a 10 BSP 1.26 b 1.24 b 1.68 a

Keterangan : Data yang diikuti oleh huruf yang sama dalam baris yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan Pembeda Nyata Terkecil Uji Tukey (0.05); BSP (bulan setelah perlakuan).

Indeks luas daun antar genotipe jarak pagar dari umur 1 – 10 BSP menunjukkan respon yang bervariasi (Tabel 5). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi genotipe jarak pagar dan frekuensi irigasi nyata sampai sangat terjadi pada umur 2, 3 dan 10 BSP dan selain umur pengamatan tersebut tidak terjadi interaksi (Tabel Lampiran 2). Rata-rata ILD tertinggi terjadi pada genotipe IP-1M dan secara umum tidak berbeda nyata dengan genotipe IP-1P akan tetapi berbeda sangat nyata dengan genotipe IP-1A. Perbedaan ini berkaitan dengan perbedaan jumlah cabang (Tabel 1). Jumlah cabang berhubungan dengan jumlah daun yang lebih banyak sehingga total luas daun per luas permukaan yang sama menjadi lebih besar. Hal ini menunjukkan bahwa nilai ILD menjadi sangat dinamis karena tidak saja dipengaruhi oleh karakter morfologi masing-masing genotipe dan frekuensi irigasi tetapi juga dipengaruhi oleh faktor genetik. Ada dugaan bahwa genotipe IP-1A dan IP-1M memiliki sifat-sifat genetik yang tidak terinduksi pada kondisi lingkungan penelitian.

Tabel 6 menyajikan rata-rata indeks luas daun pada berbagai frekuensi irigasi. Frekuensi irigasi berpengaruh sangat nyata terhadap indeks luas daun untuk semua genotipe jarak pagar pada semua umur pengamatan (Tabel Lampiran 2). ILD tertinggi terjadi pada irigasi 7 hari sekali dan menurun sejalan dengan semakin menurunnya frekuensi irigasi.

Semakin kering, nilai ILD semakin menurun yang disebabkan oleh semakin sempitnya luas daun. Semakin sempitnya luas daun maka permukaan transpirasi semakin kecil dan juga konduktansi stomata menurun sehingga laju transpirasi menurun. Secara bersamaan difusi CO2untuk fotosintesis juga semakin

rendah yang menyebabkan sintesis asimilat rendah sehingga pertumbuhan tanaman menjadi terhambat. Hal ini dapat diketahui melalui data komponen pertumbuhan yang lebih rendah. Hasil penelitian Lawlor dan Cornic (2002) membuktikan bahwa pada kondisi defisit air secara bertahap akan menurunkan kandungan air relatif dalam tanaman yang menyebabkan penurunan konduktansi stomata dan selanjutnya akan menurunkan laju asimilasi CO2 untuk fotosintesis.

Respon awal dari tanaman yang mengalami defisit air adalah terhambatnya perluasan daun. Luas daun akan lebih sempit dibandingkan dengan tanaman yang mendapat air cukup.

Tabel 6 Rata-rata indeks luas daun jarak pagar pada berbagai frekuensi irigasi

Irigasi Umur

7 hari 14 har 21 hari 28 hari

1 BSP 0.76 a 0.55 bc 0.6 ab 0.39 c 2 BSP 1.63 a 0.87 b 0.87 b 0.63 c 3 BSP 5.10 a 2.46 b 1.76 c 1.33 c 4 BSP 1.72 a 1.36 ab 0.88 bc 0.59 c 5 BSP 1.67 a 1.20 b 0.94 b 0.50 c 6 BSP 2.99 a 1.87 b 1.50 bc 1.11 c 7 BSP 2.29 a 1.76 ab 1.31 bc 0.94 c 8 BSP 2.77 a 1.55 b 1.22 bc 0.92 c 9 BSP 3.19 a 1.71 b 1.43 b 1.30 b 10 BSP 2.33 a 1.28 b 1.11 bc 0.85 c

Keterangan : Data yang diikuti oleh huruf yang sama dalam baris yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan Pembeda Nyata Terkecil Uji Tukey (0.05); BSP (bulan setelah perlakuan).

Bobot Kering

Bobot kering merupakan peubah yang lebih stabil untuk menggambarkan pertumbuhan tanaman. Akumulasi karbon hasil fotosintesis tanaman diketahui melalui pengukuran bobot kering tanaman.

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa interaksi genotipe jarak pagar dengan frekuensi irigasi tidak berpengaruh nyata terhadap bobot kering tanaman pada umur 2 dan 4 BSP (bulan setelah perlakuan). Pengaruh interaksi mulai nyata pada umur 6 BSP. Interaksi nyata terjadi untuk IP-1M dan sangat nyata untuk IP- 1A dan IP-1P (Tabel Lampiran 3).

Ketiga genotipe menghasilkan bobot kering tertinggi pada frekuensi irigasi 7 hari sekali namun masing-masing memberikan respon penurunan bobot kering yang berbeda ketika frekuensi irigasi diturunkan menjadi 14 hari, 21 hari dan 28 hari sekali (Tabel 7). Gambar 2 menunjukkan kurva respon bobot kering masing- masing klon terhadap berbagai frekuensi irigasi.

Hasil uji ortogonal polinomial menunjukkan bobot kering IP-1A nyata secara non linier sedangkan klon IP-1M dan IP-1P nyata secara linier (Tabel 7). Persamaan regresi untuk bobot kering IP-1A adalah y = 316.40 – 24.11x + 0.50x2, R2 = 0.98. Persamaan regresi untuk IP-1M adalah y = 148.60 – 4.38x, R2 = 0.92 dan IP-1P adalah y = 152.7 – 4.70x, R2= 0.98.

Frekuensi irigasi (hari)

7 14 21 28 B o b o t k e ri n g ta n a m a n (g ) 0 25 50 75 100 125 150 175 200

non Lin. (yBK IP-1A = 316.40 - 24.11x + 0.50x^2, R^2= 0.98)

Linier (yBK IP-1M = 148.6 - 4.38x, R^2 = 0.92) Linier (yBK IP-1P = 152.7 - 4.70x, R^2 = 0.98)

Gambar 2 Kurva tanggap bobot kering total tanaman genotipe jarak pagar akibat frekuensi irigasi pada 6 BSP

Pada irigasi 7 hari sekali, akumulasi bobot kering genotipe IP-1A lebih tinggi dibandingkan dengan genotipe IP-1M dan IP-1P. Namun ketika irigasi diturunkan terjadi penurunan bobot kering yang jauh lebih tinggi pada genotipe IP-1A, sedangkan untuk genotipe IP-1M dan IP-1P mengalami penurunan bobot kering yang konstan dan lebih rendah. Hal ini menunjukkan bahwa dari aspek efisiensi penggunaan air genotipe IP-1A lebih efisien sedangkan dari aspek toleransi terhadap kekeringan, genotipe IP-1M dan IP-1P lebih toleran. Yordanov et al (2003) mengatakan bahwa akumulasi bobot kering tanaman merupakan parameter pertumbuhan yang dapat dipakai untuk melihat respon tanaman terhadap kondisi lingkungan tumbuh.

Tabel 7 Tanggap bobot kering akar dan total tanaman 3 genotipen jarak pagar akibat frekuensi irigasi pada umur 6 BSP

Frekuensi irigasi Jarak pagar

7 hari 14 hari 21 hari 28 hari

Kurva tanggap ………….Bobot kering tanaman (g/tanaman)…….

IP-1A IP-1M IP-1P 175.12 124.35 124.70 67.15 84.40 83.62 38.82 43.53 45.31 28.36 35.81 27.71 Non Linier Linier Linier ..………..Bobot kering akar (g/tanaman)…………..

IP-1A IP-1M IP-1P 28.23 16.26 17.77 9.51 8.03 7.20 5.75 4.47 5.14 3.73 3.66 3.27 Non Linier Non Linier Non Linier

Keterangan : BSP = bulan setelah perlakuan

Pada umur yang sama interaksi antara genotipe jarak pagar dan frekuensi irigasi terjadi pada bagian akar tanaman. Ketiga genotipe menunjukkan respon yang sama terhadap perlakuan frekuensi irigasi (Gambar 3). Menurut Wu dan Cosgrove (2000) pertumbuhan akan terkonsentrasi pada akar ketika tanaman mengalami kekeringan karena akar terus tumbuh mencari zona lembab dalam tanah.

Hasil uji orthogonal polinomial menunjukkan bahwa bobot kering akar ketiga genotipe nyata secara non linier (Tabel 7). Persamaan regresi untuk IP-1A adalah y = 51.99 – 4.09x + 0.09x2, R2 = 0.97, IP-M adalah y = 27.73 – 1.92x + 0.04x2, R2 = 0.98 dan IP-1P adalah y = 30.60 – 2.20x + 0.04x2, R2 = 0.97 (Gambar 3).

Dari aspek bobot kering akar ketiga genotipe menunjukkan respon penurunan yang semakin kecil dengan semakin lamanya frekuensi irigasi. Perbedaan respon terjadi pada frekuensi irigasi 7 hari sekali dan 14 hari sekali dan mulai menunjukkan respon penurunan bobot kering yang sama pada frekuensi 21 hari sekali (Gambar 3). Hal ini menunjukkan juga bahwa genotipe IP-1A mengakumulasi bobot kering akar lebih tinggi dibandingkan dengan genotipe IP- 1M dan IP-1P. Penurunan frekuensi irigasi dari 14 hari sekali ke 21 hari sekali ketiga genotipe mulai menunjukkan nilai akumulasi yang sama. Hal ini juga berarti bahwa genotipe IP-1A lebih efisien dalam penggunaan air tetapi ketiganya menunjukkan respon penurunan bobot kering akar yang sama ketika semakin lama mengalami kekeringan.

Frekuensi irigasi (hari)

7 14 21 28 B o b o t k e ri n g a k a r (g ) 0 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30

non Lin. BKa. IP-1A, y = 51.99 - 4.09x + 0.09x^2, R^2 = 0.97 non Lin. BKa IP-1M, y = 27.73 - 1.92x + 0.04x^2, R^2 = 0.98 non Lin. BKa. IP-1P, y = 30.60 - 2.20x + 0.04x^2, R^2 = 0.97

Bobot kering total tanaman dan bobot kering akar tanaman menunjukkan perbedaan pola respon. Secara terpisah bobot kering akar mengindikasikan bahwa pada ketiga genotipe mulai memperlihatkan upaya beradaptasi terhadap kekeringan. Upaya tersebut berupa pengalihan pertumbuhan ke bagian akar dan menekan pertumbuhan bagian atas tanaman (batang dan daun) ketika mengalami kekeringan. Hasil penelitian Xu et al. (2007) menunjukkan bahwa biomas akar merupakan indikator toleransi tanaman terhadap kekeringan karena pada kondisi kekeringan pertumbuhan biomas akar lebih dominan dari pada pertumbuhan biomas bagian atas tanaman. Fan et al (2006) mempelajari pertumbuhan akar jagung pada kondisi defisit air dan membuktikan bahwa pertumbuhan panjang akar lebih tinggi dari pada keadaan normal.

Nisbah Tajuk-Akar

Interaksi antara genotipe jarak pagar dengan frekuensi irigasi tidak berpengaruh nyata terhadap nisbah bobot kering tajuk-akar (Tabel Lampiran 3). Nisbah bobot kering tajuk-akar untuk genotipe jarak pagar tidak berbeda nyata pada umur 2 BSP tetapi berbeda sangat nyata pada umur 4 dan 6 BSP (Tabel 8). Pada umur 4 BSP nisbah tertinggi pada genotipe IP-1M berbeda sangat nyata dengan genotipe IP-1A tetapi tidak nyata dengan genotipe IP-1P. Nisbah terendah adalah IP-1A yang tidak berbeda nyata dengan IP-1P. Sedangkan pada umur 6 BSP, nisbah tertinggi adalah IP-1M tidak berbeda nyata dengan IP-1P tetapi keduanya berbeda sangat nyata dengan IP-1A. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan vegetatif bagian tajuk untuk IP-1M dan IP-1P lebih tinggi dibandingkan dengan IP-1A. Artinya bahwa partisi asimilat sampai dengan umur tanaman 6 bulan lebih dominan pada bagian tajuk tanaman.

Tabel 8 Pengaruh genotipe jarak pagar terhadap nisbah bobot kering tajuk-akar

Genotipe Jarak Pagar Umur

IP-1A IP-1M IP-1P

2 BSP 9.58 11.06 11.40

4 BSP 8.31 b 10.17 a 9.50 ab

6 BSP 5.99 b 8.57 a 8.18 a

Keterangan : Data yang diikuti oleh huruf yang sama dalam baris yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan Pembeda Nyata Terkecil Uji Tukey (0.05); BSP (bulan setelah perlakuan); tn (tidak nyata); ** (beda sangat nyata).

Nisbah bobot kering tajuk-akar semakin menurun seiring dengan bertambahnya umur tanaman untuk ketiga genotipe. Hal ini berarti semakin bertambahnya umur tanaman terjadi peningkatan bobot kering akar yang tidak sebanding dengan peningkatan bobot kering tajuk. Dari ketiga genotipe jarak pagar nisbah bobot kering tajuk-akar terendah adalah genotipe IP-1A. Menurut Terzi dan Kadioglu (2006) nisbah bobot kering tajuk-akar akan cenderung menurun pada kondisi kekeringan dan perbandingan ini merupakan salah satu indikator adaptasi tanaman terhadap kekeringan.

Tabel 9 Pengaruh frekuensi irigasi terhadap nisbah bobot kering tajuk-akar

Irigasi Umur

7 hari 14 hari 21 hari 28 hari

2 BSP 9.99 10.06 13.05 9.63

4 BSP 8.52 10.08 9.24 9.46

6 BSP 8.86 a 7.84 ab 7.57 ab 6.05 b

Keterangan : Data yang diikuti oleh huruf yang sama dalam baris yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan Pembeda Nyata Terkecil Uji Tukey (0.05); BSP (bulan setelah perlakuan); tn (tidak nyata); * (beda nyata).

Frekuensi irigasi juga tidak berpengaruh nyata terhadap nisbah bobot kering tajuk-akar pada umur 2 dan 4 BSP (Tabel 9). Pada umur 2 BSP nisbah tajuk-akar tertinggi diperoleh pada frekuensi irigasi 21 hari sekali, sedangkan pada umur 4 BSP nisbah tertinggi diperoleh pada frekuensi irigasi 14 hari sekali dan nisbah kedua umur pengamatan tersebut tidak berbeda nyata dengan frekuensi irigasi lainnya. Pada umur 6 BSP mulai terjadi perbedaan pengaruh perlakuan frekuensi irigasi. Nisbah bobot kering tajuk-akar tertinggi diperoleh pada frekuensi irigasi 7 hari sekali sangat berbeda nyata dengan frekuensi 28 hari tetapi tidak berbeda dengan frekuensi 14 dan 21 hari sekali.

Kadar Air Tanah, Evapotranspirasi dan Transpirasi

Fluktuasi neraca air kadar air tanah (KAT) bergantung kepada jumlah air yang masuk melalui irigasi dan hilangnya air melalui permukaan tanah (evaporasi), hilang karena gaya gravitasi (perkolasi) dan melalui tanaman (transpirasi). Hilangnya air melalui drainase (aliran permukaan) dapat diabaikan karena penelitian menggunakan lisimeter.

Selama pengamatan mulai 1 MSP (minggu setelah perlakuan) sampai dengan 40 MSP, persen KAT baik antar genotipe jarak pagar maupun frekuensi irigasi berada di bawah kadar air titik layu permanen (Gambar Lampiran 1a dan 2a). Berdasarkan hasil analisis laboratorium tanah sebagai media tumbuh, titik layu permanen (pF 4.2 atau tekanan -15 bar) diperoleh pada KAT 14.68 % dan kapasitas lapang (pF 2.54 atau tekanan -0.33 bar) diperoleh pada KAT 25.13 % (Tabel Lampiran 1). KAT di bawah titik layu permanen untuk jenis tanaman tertentu akan menyebabkan layu secara permanen (tidak dapat balik). Hasil pengukuran, rata-rata KAT mingguan berada di bawah 14.68 % (Gambar Lampiran 1a). Pada kondisi tersebut ketiga genotipe masih terjdi pertumbuhan dan produksi. Hal ini menunjukkkan bahwa pada KAT tersebut belum menjadi titik layu permanen bagi tanaman jarak pagar.

Salah satu dampak dari kekeringan adalah perbedaan luas daun (Tabel 3 dan 4). Perkembangan luas daun semakin sempit seiring dengan semakin menurunnya frekuensi irigasi. Semakin sempit luas daun maka semakin sedikit air yang ditranspirasikan dan CO2 yang diserap untuk proses fotosintesis lebih

sedikit. Sebagai konsekuensinya asimilat yang diakumulasi akan lebih sedikit sesuai yang ditunjukkan oleh bobot kering tanaman. Terhambatnya perluasan daun, absisi daun dan penyebaran akar yang lebih dalam ke zona lembab merupakan respon awal tanaman yang mengalami cekaman kekeringan (Taiz dan Zeiger. 2002). Selain pada pertumbuhan juga akan mempengaruhi hasil tanaman. Kekeringan pada fase generatif proses pembuahan tidak sempurna yang selanjutnya akan menurunkan hasil tanaman.

Ketiga genotipe jarak pagar menunjukkan penurunan total evapotranspirasi (ET) dan total transpirasi dengan semakin lamanya frekuensi irigasi (Gambar 4 dan 5). Tabel Lampiran 5 menyajikan total ET sampai dengan umur 10 BSP masing-masing untuk IP-1A pada frekuensi irigasi 7 hari sekali adalah 1682.05 mm, 14 hari sekali adalah 1083.60 mm, 21 hari sekali adalah 542.26 mm dan pada frekuensi 28 hari sekali adalah 405.11 mm. Dengan urutan frekuensi yang sama untuk IP-1M masing-masing sebesar 1612.39 mm, 1284.61 mm, 555.90 mm dan 428.20 mm, sedangkan untuk IP-1P berturut-turut 1699.35 mm, 1251.54 mm, 550.59 mm dan 425.43 mm.

Pada frekuensi irigasi 7 hari sekali, total ET tertinggi terjadi pada IP-1P (1699.35 mm) dan terendah pada IP-1M (1612.39 mm). Ketika frekuensi irigasi diturunkan menjadi 14 hari sekali nilai tertinggi terjadi pada IP-1M (1284.61 mm)dan terendah pada IP-1A (1083.60 mm). Pola yang sama terjadi dengan semakin diturunkannya frekuensi irigasi. Perbedaan nilai ET oleh masing-masing genotipe ini disebabkan perbedaan morfologi tanaman terutama jumlah percabangan dan jumlah daun yang dihasilkan. Genotipe IP-1M menghasilkan jumlah cabang dan jumlah daun lebih tinggi dari kedua genotipe lainnya, namun dari aspek luas daun lebih sempit. Jumlah daun berhubungan dengan luas penutupan evaporasi. Nilai ET dapat dipakai sebagai indikator hasil dan ketersediaan air tanaman. Hasil penelitian Sulistyono (2003) menunjukkan bahwa hasil biji berkorelasi dengan luas daun dan ET yang juga berkorelasi dengan efisiensi penggunaan air tanaman. Selanjutnya dikatakan juga bahwa defisit ET dapat dipakai untuk menentukan saat mengairi tanaman sebelum terjadi fase cekaman yang sebenarnya.

Gambar 4 Total evapotranspirasi masing-masing genotipe jarak pagar dan frekuensi irigasi pada umur 10 BSP. 1682 .05 1612 .39 169 9.35 1083 .6 12 84.6 1 1251 .54 542. 26 555.9 550 .59 405. 11 428. 2 425 .43 0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 T o ta l e v a p o tra n s p ira s i (m m ) 7 14 21 28

Frekuensi irigasi (hari sekali)

Total transpirasi sampai dengan umur yang sama menunjukkan bahwa untuk genotipe IP-1A pada frekuensi irigasi 7 hari sekali adalah 1201.03 mm, 14 hari sekali 419.89 mm, 21 hari sekali 248.20 mm dan frekuensi 28 hari sekali sebesar 151.05 mm. Dengan urutan frekuensi irigasi yang sama berturut-turut untuk genotipe IP-1M adalah 1209.01 mm, 491.24 mm, 296.88 mm dan 172.26 mm, sedangkan untuk genotipe IP-1P berturut-turut adalah 1348.85 mm, 461.55 mm, 253.55 mm dan 166.22 mm (Gambar 5 dan Tabel Lampiran 6).

Hal yang sama terjadi untuk total transpirasi masing-masing genotipe pada berbagai frekuensi irigasi. Pada frekuensi irigasi 7 hari sekali total transpirasi tertinggi terjadi pada IP-1P (1348.85 mm) kemudian diikuti oleh IP-1M (1209.01 mm) dan IP-1A (1201.03 mm). Ketika frekuensi diturunkan menjadi 14 hari sekali penurunan total transpirasi tertinggi terjadi pada genotipe IP-1P sebesar 887.30 mm (65.78 %) kemudian IP-1A sebesar 781.14 mm (65.04 %) dan terendah pada IP-1M sebesar 717.77 mm (59.37 %), demikian seterusnya sampai pada frekuensi irigasi terendah (28 hari sekali).

Gambar 5 Total transpirasi masing-masing genotipe jarak pagar dan frekuensi irigasi pada umur 10 BSP. 1201 .03 1209 .01 1348 .85 419. 89 491. 24 461. 55 248. 2 296.88 253. 55 151. 05 172. 26 166. 22 0 200 400 600 800 1000 1200 1400 T o ta l tra n s p ir a s i (m m ) 7 14 21 28

Frekuensi irigasi (hari sekali)

Semakin rendah frekuensi irigasi maka ketersediaan air semakin rendah yang selanjutnya akan berdampak terhadap terhambatnya pertumbuhan tanaman karena tanaman mengalami defisit air. Pada kondisi defisit air tanaman akan mengalami cekaman dan berbagai respon akan terjadi baik secara fisiologis, proses metabolisme dan ensimatis (Yordanov et al. 2003; Sankar et al. 2007).

Transpirasi berkorelasi positif sangat nyata dengan bobot kering tanaman pada pengukuran 6 BSP untuk ketiga genotipe jarak pagar (Tabel 10). Artinya semakin meningkat transpirasi bobot kering tanaman semakin meningkat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa belum terdapat nilai transpirasi maksimal yang dibutuhkan untuk memperoleh bobot kering tertinggi karena masih terus menunjukkan pola yang linier. Air yang ditranspirasikan akan meningkat sangat bergantung kepada ketersediaan air dalam tanah.

Tabel 10 Korelasi antara transpirasi dengan bobot kering jarak pagar pada 6 BSP

Bobot kering Transpirasi

IP-1A IP-1M IP-1P

Dokumen terkait