• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil

Beberapa sampel yang diperoleh dari lapangan yang terdiri 19 sampel daun muda (daun tombak), 13 sampel buah muda (9 jenis virescens dan 4 jenis nigrescens), 4 sampel akar kecambah, 1 sampel pollen (serbuk sari), dan 1 sampel bunga betina tanaman kelapa sawit yang dikeluarkan oleh PT. Socfin Indonesia diperoleh identitas yang dapat dilihat pada Tabel 2.

Uji kualitas DNA dapat dilakukan untuk mengetahui hasil dari isolasi DNA sampel tanaman kelapa sawit dengan metode Orozco-Castillo et al. (1994) yang dimodifikasi dengan penambahan Polyvinilpolypirolidone (PVPP) dan

β-mercaptoethanol dapat digunakan untuk proses PCR. Sedangkan hasil dari uji

kuantitas DNA stok dapat dilihat pada Lampiran 7.

Hasil amplifikasi DNA dengan menggunakan marka molekuler terkait karakter beta karoten pada tanaman kelapa sawit (primer Beta) menunjukkan pola pita (amplikon) yang beragam dengan persentase polimorfisme yang tinggi sebesar 100%. Terdapat perbedaan pola pita pada sampel yang berasal dari individu yang sama tetapi berbeda sumber bagian tanaman yang diisolasi. Pada penelitian ini diperoleh fragmen pita polimorfik dengan ukuran berkisar ± 155 bp ‒ 3172 bp.

Berdasarkan analisis faktorial PCoA dapat diketahui bahwa keragaman dari 38 sampel DNA stok kelapa sawit sangat tinggi yaitu sebesar 56.19 % dan analisis dendogram menunjukkan 38 sampel DNA stok kelapa sawit terbagi menjadi 3 kelompok utama.

Tabel 2. Identitas sampel yang dikeluarkan oleh PT. Socfin Indonesia

No. Sampel Kode Sampel di Lapangan Origin Jenis Buah Tahun Tanam Bentuk Sampel yang diisolasi

6 133B/68/23 KAMERUN Virescens 2009 Daun/Buah

7 133B/57/18 KAMERUN Virescens 2009 Daun/Buah

9 133B/49/20 KAMERUN Virescens 2009 Daun/Buah

15 140A/92/1 OLEIFERA HYBRID Nigrescens 2008 Daun/Buah

16 140A/95/1 OLEIFERA HYBRID Nigrescens 2008 Daun/Buah

17 140A/98/5 OLEIFERA HYBRID Nigrescens 2008 Daun/Buah

18 140A/96/6 OLEIFERA HYBRID Nigrescens 2008 Daun/Buah

19 145A/54/16 WA Virescens 2005 Daun/Buah

21 145A/64/21 WA Virescens 2005 Daun/Buah

23 145A/64/14 WA Virescens 2005 Daun/Buah

25 68B/16/16 ANGOLA Virescens 2012 Daun/Buah

28 68B/17/12 ANGOLA Virescens 2012 Daun/Buah

30 68B/20/13 ANGOLA Virescens 2012 Daun/Buah

31 68B/77/19 YANGAMBI - 1998 Daun/Pollen

32 59B/166/9 DELI - 1998 Daun/Bunga Betina

33 Polybag (1) LAME - 2016 Daun/Akar

34 Polybag (2) LAME - 2016 Daun/Akar

Uji kualitas DNA

Kualitas DNA dinilai dari uji gel agarose 0.8% hasil running electrophoresis (elektroforegram). Elektroforegram untuk 38 sampel yang telah diisolasi DNA dapat dilihat pada Gambar 2 ‒ Gambar 9.

Gambar 2. Profil uji kualitas DNA sampel kelapa sawit dengan gel agarose 2.0 % Keterangan:

D = isolasi DNA berasal dari bagian daun (15, 16, 21, 23, 25, 28, 30) x = sampel lain

Gambar 3. Profil uji kualitas DNA sampel kelapa sawit dengan gel agarose 2.0 % Keterangan:

B = isolasi DNA berasal dari bagian Buah (7, 9, 15, 16) x = sampel lain

Gambar 4. Profil uji kualitas DNA sampel kelapa sawit dengan gel agarose 2.0 % Keterangan:

D = isolasi DNA berasal dari bagian daun (6 dan 9) B = isolasi DNA berasal dari bagian buah (17, 18, 19) x = sampel lain

x x x x 15D 16D 21D x 23D x 25D x x 28D x 30D

x x x x x x 7B x 9B x x x x x 15B 16B

Gambar 5. Profil uji kualitas DNA sampel kelapa sawit dengan gel agarose 2.0 % Keterangan:

D = isolasi DNA berasal dari bagian daun (15, 16, 25, 30) B = isolasi DNA berasal dari bagian buah (7, 9, 15, 17, 18) * = sampel cadangan

x = sampel lain

Gambar 6. Profil uji kualitas DNA sampel kelapa sawit dengan gel agarose 2.0 % Keterangan:

D = isolasi DNA berasal dari bagian daun ( 33, 34, 35, 36) B = isolasi DNA berasal dari bagian buah (19)

A = isolasi DNA berasal dari bagian akar (33, 34, 35, 36) P = isolasi DNA berasal dari bagian pollen (31)

x = sampel lain

Gambar 7. Profil uji kualitas DNA sampel kelapa sawit dengan gel agarose 2.0 % Keterangan:

D = isolasi DNA berasal dari bagian daun (6, 7, 9, 17, 18, 19, 31) B = isolasi DNA berasal dari bagian buah (23)

x = sampel lain

x x x 15D*16D 25D x x 30D 7B 9B x x 15B 17B*

19B x 33D 34D 35D 36D 33A 34A 35A 36A 31P 17B 18B 19B x

Gambar 8. Profil uji kualitas DNA sampel kelapa sawit dengan gel agarose 2.0 % Keterangan:

D = isolasi DNA berasal dari bagian daun (32)

B = isolasi DNA berasal dari bagian buah (6, 21, 25, 28, 30) x = sampel lain

Gambar 9. Profil uji kualitas DNA sampel kelapa sawit dengan gel agarose 2.0 % Keterangan:

D = isolasi DNA berasal dari bagian daun (9 dan 32) B = isolasi DNA berasal dari bagian buah (21, 25, 28, 30) P = isolasi DNA berasal dari bagian pollen (31)

x = sampel lain

Dari elektroforegram uji kualitas DNA yang dihasilkan di gel agarose dapat dilihat pada Gambar 2 – 9, menunjukkan bahwa DNA dari 37 sampel berhasil diisolasi dan sudah memenuhi syarat untuk dilanjutkan pada proses amplifikasi mesin PCR. Sampel yang terlihat pada elektroforegram awal memiliki kualitas yang kurang baik (smear) telah dipurifikasi dan ditunjukkan pada proses elektroforesis selanjutnya, seperti pada pola pita sampel 16D dan 30D pada Gambar 2 telah terlihat jelas pada Gambar 5.

32D 21B x x 25B x x 28B x 30B x x x x x

Keragaan primer spesifik dan ukuran pasangan basa pita

Sebanyak 38 stok sampel DNA telah diamplifikasi menggunakan mesin PCR dan diseparasi dengan elektroforesis gel agarose 1.2% yang kemudian divisualisasikan menggunakan UV Transluminator. Elektroforegram produk PCR menunjukkan bahwa tiga sampel tidak dapat teramplifikasi menggunakan primer Beta. tiga sampel tersebut adalah 34A, 35A, dan 36A. Terdapat satu sampel yang menampilkan pita yang tipis yaitu 19B. Sedangkan saat 38 stok sampel yang sama diamplifikasi menggunakan primer pembanding yaitu primer SSR-3574, semua sampel dapat teramplifikasi. Elektroforegram sampel yang diampifikasi menggunakan primer SSR-3574 dapat dilihat pada Lampiran 1 dan 2.

Gambar 10. Profil elektroforegram produk PCR primer Beta pada beberapa sampel kelapa sawit

Keterangan:

M = DNA ladder 1kb (Marker)

A = isolasi DNA berasal dari bagian akar (33, 34, 35, 36) D = isolasi DNA berasal dari bagian daun (15, 16, 33, 34, 35, 36) B = isolasi DNA berasal dari bagian buah (15 dan 16)

10.000bp 2.000bp 1.500bp 1.000bp 750bp 500bp 250bp

Tabel 3. Hasil Amplifikasi Produk PCR Primer Beta Kode

Sampel

Ukuran Pasangan Basa Amplikon Primer Beta

340 bp 428 bp 738 bp 843 bp 1060 bp 1934 bp 2248 bp 33D √ √ √ √ 33A √ 34D √ √ √ √ √ 34A 35D √ √ √ √ √ 35A 36D √ √ √ √ √ √ 36A 15D √ √ √ √ 15B √ √ 16D √ √ 16B √ √

Keterangan: A = isolasi DNA berasal dari bagian akar (33, 34, 35, 36) D = isolasi DNA berasal dari bagian daun (15, 16, 33, 34, 35, 36) B = isolasi DNA berasal dari bagian buah (15 dan 16)

Gambar 11. Profil elektroforegram produk PCR primer Beta pada beberapa sampel kelapa sawit

Keterangan:

M = DNA ladder 1kb (Marker)

D = DNA stok berasal dari bagian daun (6, 7, 9, 17, 18) B = DNA stok berasal dari bagian buah (6, 7, 9, 17, 18) P = DNA stok berasal dari bagian pollen (31)

O = DNA stok berasal dari bagian bunga betina (32) 10.000bp 2.000bp 1.500bp 1.000bp 750bp 500bp 250bp M 17D 17B 18D 18B 6D 6B 7D 7B 9D 9B 31P

Tabel 4. Hasil Amplifikasi Produk PCR Primer Beta Kode

Sampel

Ukuran Pasangan Basa Amplikon Primer Beta 340 bp 428 bp 738 bp 843 bp 991 bp 1060 bp 1756 bp 1934 bp 2248 bp 17D √ √ √ √ √ √ √ 17B √ √ √ √ 18D √ √ √ √ 18B √ √ 6D √ √ √ √ 6B √ √ 7D √ √ √ √ √ √ 7B √ √ √ √ √ 9D √ √ √ √ √ 9B √ √ √ 31P √ √ 32O √

Keterangan: D = DNA stok berasal dari bagian daun (6, 7, 9, 17, 18) B = DNA stok berasal dari bagian buah (6, 7, 9, 17, 18) P = DNA stok berasal dari bagian pollen (31)

O = DNA stok berasal dari bagian bunga betina (32)

Gambar 12. Profil elektroforegram produk PCR primer Beta pada beberapa sampel kelapa sawit

Keterangan:

M = DNA ladder 1kb (Marker)

D = DNA stok berasal dari bagian daun (19, 21, 23, 25, 28, 30, 31, 32) B = DNA stok berasal dari bagian buah (19, 21, 23, 25, 28, 30) 10.000bp 2.000bp 1.500bp 1.000bp 750bp 500bp 250bp M 19D 19B 21D 21B 23D 23B 25D 25B 28D 28B 30D 30B 31D

Tabel 5. Hasil Amplifikasi Produk PCR Primer Beta Kode

Sampel

Ukuran Pasangan Basa Amplikon Primer Beta 156 bp 340 bp 354 bp 428 bp 462 bp 501 bp 568 bp 738 bp 843 bp 991 bp 1060 bp 1146 bp 1756 bp 1934 bp 3029 bp 19D √ √ √ √ √ √ √ √ 19B √ 21D √ √ √ √ √ √ 21B √ √ √ √ √ 23D √ √ √ √ √ √ √ √ √ 23B √ √ √ √ √ √ √ √ 25D √ √ √ √ √ √ 25B √ √ √ √ √ √ √ 28D √ √ √ √ √ √ √ √ 28B √ √ √ √ 30D √ √ √ √ √ √ √ 30B √ √ √ √ √ √ √ 31D √ √ √ √ √ √ 32D √ √ √ √ √ √ √ √ √

Keterangan: D = DNA stok berasal dari bagian daun (19, 21, 23, 25, 28, 30, 31, 32) B = DNA stok berasal dari bagian buah (19, 21, 23, 25, 28, 30)

Amplifikasi terhadap 38 sampel kelapa sawit yang dilakukan dengan primer Beta menghasilkan 16 amplikon yang berukuran ± 156 bp ‒ 3029 bp. Dari Gambar 10 ‒ 12 dan Tabel 3 ‒ 4, dapat dilihat bahwa terdapat tiga sampel seperti 34A, 35A, dan 36A tidak membentuk amplikon. Sampel-sampel tersebut telah dilakukan pengulangan PCR dengan primer yang sama agar didapati amplikon namun tetap tidak teramplifikasi (Lampiran 3).

Persentase polimorfisme primer Beta berada pada 100% polimorfik yang menunjukkan bahwa keragaman genetik individu yang menjadi sampel adalah tinggi. Jumlah amplikon terbanyak ada pada sampel 19D (isolasi DNA dari daun origin WA dan jenis buah virescens), 23D (isolasi dari daun origin WA dan jenis buah virescens), dan 32D (isolasi dari daun origin DELI). Dari Lampiran 8 ‒ 10 diketahui bahwa data ukuran fragmen basa tertinggi yaitu terdapat pada sampel 19D, 21D, 21B, 23D, 23B, 28B, 30D dan 30B (3029 bp) sedangkan ukuran fragmen terendah terdapat pada sampel 32D (156 bp).

Analisis hubungan genetik

Gambar 13 menunjukkan persentase keragaman genetik berdasarkan analisis faktorial PCoA (Principal Coordinates Analysis). Melalui software DARwin 6.0.13, keragaman molekuler dari hasil analisis faktorial menunjukkan bahwa total keragaman molekuler pada aksis 1 sebesar 33.67 % dan aksis 2 sebesar 22.52 % dengan total 56.19 %. Sebaran genetik sampel-sampel terdapat pada semua bidang yang terbentuk dari aksis 1 dan 2.

Gambar 13. Faktorial analisis PCoA (Principal Coordinates Analysis) aksis 1 (horizontal) dan aksis 2 (vertikal) dengan marka primer Beta

Hasil analisis pengelompokan dengan metode Matrix Dissimilarity Simple Matching untuk 38 sampel stok DNA kelapa sawit dengan marka primer Beta menghasilkan dendogram yang menunjukkan bahwa semua sampel dapat dibedakan dengan jelas antara satu dengan yang lain (Gambar 14)

Factorial analysis: (Axes 1 / 2)

-.6 -.5 -.4 -.3 -.2 -.1 .1 .2 .3 .4 .5 .15 .1 .05 -.05 -.1 -.15 -.2 -.25 -.3 -.35 -.4 -.45 -.5 -.55 -.6 -.65 -.7 6B 6D 7B 7D 9B 9D 15B 15D 16B 16D 17B 17D 18B 18D 19B 19D 21B 21D 23B 23D 25B 25D 28B 28D 30B 30D 31D 31P 32D 32O33A 33D 34A 34D 35A 35D 36A 36D

Gambar 14. Profil filogenik Neighbor-Joining dari 38 sampel DNA stok kelapa sawit berdasarkan Matrix Dissimilarity Simple Matching dengan primer Beta

Dari Gambar 14 dapat diketahui bahwa 38 sampel DNA stok kelapa sawit terbagi menjadi 3 kelompok utama (cluster). Kelompok pertama (22 sampel) yang terdiri dari origin WA (5 sampel), origin Angola (5 sampel), origin Kamerun (4 sampel), origin Lame (4 sampel), origin Oleifera Hybrid (3 sampel), dan origin Yangambi (1 sampel). Kelompok kedua (15 sampel) yang terdiri dari origin Oleifera Hybrid (5 sampel), origin Lame (4 sampel), origin Kamerun (2 sampel),

6B 6D 7B 7D 9B 9D 15B 15D 16B 16D 17B 17D 18B 18D 19B 19D 21B 21D 23B 23D 25B 25D 28B 28D 30B 30D 31D 31P 32D 32O 33A 33D 34A 34D 35A 35D 36A 36D 45 10 18 12 40 37 32 30 22 34 16 42 7 49 35 74 4 34 5 6 14 16 6 0 0 3

I

II

III

Pita spesifik

Dari Gambar 10 ‒ 12 dan Tabel 5 dapat dilihat pada amplikon polimorfik yang dihasilkan ditemukan pita spesifik yang tidak dijumpai pada sampel yang lain. Hal ini dapat dilihat pada sampel 19D (isolasi DNA dari daun origin WA dan jenis buah virescens) dengan ukuran 462 bp, 23D (isolasi DNA dari daun origin WA dan jenis buah virescens) dengan ukuran 354 bp dan 32D (isolasi DNA dari daun origin Deli) dengan ukuran 156 bp.

Pembahasan

Berdasarkan hasil uji kualitas DNA yang dilihat secara visual dari gel agarose 2.0% yang didapat melalui proses elektroforesis pada Gambar 2 ‒ 10 diketahui bahwa 37 sampel yang diuji menunjukkan kualitas yang beragam. Sampel 7D, 6B, 16B,17D, 18D, 19D, 21D, 23D, 23B, 28D, 33D, 33A, 34D, 35D, 36D memperlihatkan kualitas pita yang baik tanpa memerlukan dilakukannya purifikasi DNA stok. Sementara itu sampel dengan pita yang terlihat smear pada awalnya seperti 15D, 15B, 16D, 21B, 25D, 25B, 28B, 30D, 30B, 7B, 9D, 9B, 17B, 18B, 19B, 6D, 31P, 32D perlu dilakukan purifikasi untuk memurnikan DNA stok agar sampel layak untuk diamplifikasi pada proses PCR selanjutnya. Hal ini dikarenakan kualitas pita yang smear menunjukkan tingkat kemurnian DNA rendah yang diakibatkan oleh kontaminasi oleh senyawa lain seperti polisakarida. Jika dibiarkan maka kontaminasi ini dapat mengganggu proses amplifikasi sampel pada proses PCR. Hal ini sesuai dengan pernyataan Padmalatha dan Prasad (2006) yang menyatakan bahwa permasalahan yang umum ditemui dalam proses isolasi dan purifikasi DNA tanaman adalah degradasi DNA oleh enzim endonuklease, tingginya kandungan polisakarida, senyawa inhibitor seperti polifenol dan

metabolit sekunder lain yang dapat mengganggu reaksi enzimatik dan didukung oleh pernyataan Puchooa (2004) yang mengatakan tingkat kemurnian DNA hasil isolasi juga menjadi salah satu faktor penentu keberhasilan proses amplifikasi DNA pada proses PCR.

Dari hasil penelitian yang diperoleh dapat dilihat bahwa banyak terdapat pola pita yang terlihat tipis, redup, maupun smear, misalnya pada Gambar 12. Hal ini diduga karena adanya senyawa-senyawa polisakarida dan metabolit sekunder yang masih tersisa pada DNA stok, sesuai dengan pernyataan Wilkins dan Smart (1996) yang mengatakan senyawa-senyawa kontaminan yang dapat mengganggu reaksi PCR seperti polisakarida dan metabolit sekunder. Struktur polisakarida yang mirip dengan asam nukleat akan menyebabkan polisakarida tersebut akan mengendap bersama dengan asam nukleat. Hal ini bisa juga disebabkan oleh faktor lain seperti yang dikatakan oleh Handoyo dan Rudiretna (2000) yang menyatakan perlu diingat bahwa di dalam proses PCR efisiensi amplifikasi tidak terjadi 100 %, hal ini disebabkan oleh target templat terlampau banyak, jumlah polimerase DNA terbatas, dan kemungkinan terjadinya reannealing untai target.

Pada Gambar 10 yang menunjukkan profil amplikon menggunakan primer Beta didapati beberapa sampel yang tidak teramplifikasi oleh mesin PCR. Sampel tersebut adalah 34A, 35A, dan 36A yang DNA-nya diisolasi langsung dari bagian akar. Dari hasil uji kuantitas yang dilakukan menggunakan nanospektrometer pada Lampiran 7 dan hasil uji kualitas pada gel agarose 2.0% (Gambar 2 ‒ 10)

Namun setelah dilakukan proses PCR ulang, ketiga sampel tersebut tetap tidak teramplifikasi. Hal ini menunjukkan bahwa kontaminasi bukanlah hal yang menghalangi DNA untuk tidak teramplifikasi menggunakan primer Beta yang menyandikan parsial fragmen gen lintasan biosintesis beta karoten. Maka dari itu dapat diambil kesimpulan bahwa hal ini diduga disebabkan oleh beta karoten yang tidak disintesis pada bagian akar tanaman. Selain itu, primer Beta yang digunakan adalah primer spesifik yang hanya dapat mengamplifikasi pita dengan sekuen DNA spesifik.

Perbedaan bagian tanaman yang diisolasi DNAnya dari satu individu yang sama juga memperlihatkan pola pita yang berbeda. Perbedaan ini terdapat pada bagian daun dengan buah, daun dengan akar, daun dengan pollen, dan daun dengan bunga betina. Salah satu contoh sampel yang menunjukkan perbedaan pola pita yang sangat nyata adalah sampel 31D dan 32D dengan sampel 31P dan 32O. Pada Sampel 31D dan 32D masing-masing membentuk enam dengan ukuran 428 bp ‒ 1934 bp dan sembilan amplikon dengan ukuran 156 bp ‒ 1756 bp. Sedangkan pada sampel 31P dan 32O pada tiap masing-masingnya hanya membentuk dua amplikon dengan ukuran 738 bp ‒ 843 bp dan satu amplikon dengan ukuran 738 bp. Seperti yang telah diduga pada paragraf sebelumnya, hal ini disebabkan oleh tiap-tiap bagian tanaman membentuk biosintesis beta karoten yang berbeda. Perbedaan tingkat kandungan metabolit sekunder yang diproduksi pada tiap bagian tanaman diduga menjadi salah satu penyebab terjadinya perbedaan amplikon yang dihasilkan. Sebab diketahui bahwa kandungan metabolit sekunder pada tanaman dapat mengganggu proses amplifikasi pada saat PCR.

Pita yang ada pada ukuran 738 bp dan 843 bp dapat teramplifikasi pada 35 sampel menunjukkan bahwa hampir setiap individu tanaman kelapa sawit secara konsisten memiliki gen yang menyandikan beta karoten pada ukuran pasangan basa tertentu. Dengan kata lain, primer Beta yang telah didesain oleh Putri et al. (2007) dapat dijadikan sebagai acuan marka molekuler genetik terhadap karakter beta karoten untuk tanaman kelapa sawit.

Tanaman kelapa sawit sebagai sampel yang memiliki jenis buah virescens dan nigrescens menghasilkan amplikon yang berbeda, dimana pada sampel dengan jenis buah virescens (6, 7, 9, 19, 21, 23, 25, 28, 30) membentuk amplikon lebih banyak yaitu rata-rata enam amplikon sedangkan sampel dengan jenis buah nigrescens (15, 16, 17, 18) terdapat sebanyak rata-rata tiga amplikon. Hal ini diduga disebabkan oleh jenis buah virescens yang memiliki kandungan karotenoid lebih tinggi dibandingkan dengan jenis buah nigrescens yang mengandung lebih banyak antosianin. Pernyataan ini didukung oleh Sambanthamurthi et al. (2000) yang menyatakan bahwa buah nigrescens mengakumulasi antosianin dalam jumlah yang besar sehingga menyebabkan warnanya ungu gelap hingga hitam pada bagian ujung buah dan kuning pada bagian dasar saat belum matang, dengan perubahan warna yang sedikit dari bagian ujungnya saat pematangan. Buah virescens berwarna hijau saat belum matang, dan menjadi oranye karena akumulasi karotenoid dan degradasi klorofil yang berhubungan dengan pematangan buah.

dari pita yang telah diskoring kemudian dianalisis dengan menggunakan software DAWwin 6.0.13 sehingga didapatkan hasil yaitu dendogram. Dendogram adalah pohon filogenetik yang menggambarkan pengelompokkan sampel dengan Operational Taxonomic Unit (OTU) yang berderet rata secara vertikal pada satu sisi yang berbentuk pohon. Setiap cabang pada dendogram dilakukan analisis kepercayaan cabang dengan metode bootstrap yang dilakukan sampai 1000 kali. Pada penelitian ini diketahui bahwa 38 sampel DNA stok kelapa sawit terbagi menjadi tiga kelompok utama yang masing-masing memiliki sub-kelompok. Kelompok pertama (sampel 23D, 23B, 28D, 25D, 25B, 30B, 19D, 30D, 21D, 21B, 35D, 34D, 9D, 31D, 17D, 7D, 7B, 36D, 15D, 6D, 18D, dan 33D), kelompok kedua (sampel 15B, 6B, 16B, 16D, 18B, 31P, 32O, 19B, 33A, 9B, 17B, 36A, 34A, 35A, dan 32D), dan kelompok ketiga (sampel 28B). Hasil analisis faktorial untuk PCoA juga menunjukkan bahwa keragaman secara molekuler menggunakan primer Beta adalah sebesar 56.19 %. Hal ini menunjukkan bahwa adanya variasi genetik di antara sampel yang satu dengan sampel lainnya menyebabkan perbedaan yang dapat dibedakan atau dikelompokkan dengan jelas. Keragaman genetik yang tinggi membuka peluang yang besar untuk mendapatkan kultivar unggul.

Profil amplikon dari 38 sampel yang diamplifikasi menggunakan primer Beta menunjukkan adanya pita spesifik. Pita spesifik yang tidak ditemukan pada sampel yang lain hanya terdapat pada sampel 19D (isolasi DNA dari daun origin WA dan jenis buah virescens) dengan ukuran 462 bp, 23D (isolasi DNA dari daun origin WA dan jenis buah virescens) dengan ukuran 354 bp dan 32D (isolasi DNA dari daun origin Deli) dengan ukuran 156 bp. Dari hal ini dapat diambil

kesimpulan bahwa primer Beta juga dapat dijadikan sebagai marka molekuler yang menggambarkan keunikan suatu individu secara genetik yang dapat dijadikan sebagai identitas individu tersebut. Hal ini sesuai dengan pernyataan Karsinah (2002) yang mengemukakan dalam penelitiannya menggunakan primer RAPD terhadap plasma nutfah jeruk bahwa pita-pita spesifik dapat memberi harapan sebagai identifikasi kultivar. Ditemukannya pita spesifik sebagai pembeda dengan kultivar lainnya sangat penting dalam identifikasi bibit pada tahap awal.

Dokumen terkait