• Tidak ada hasil yang ditemukan

Struktur Organisasi PT. Perkebunan Nusantara II (Persero)-Helvetia

Struktur organisasi PT. Perkebunan Nusantara II (Persero)-Helvetia dipimpin oleh seorang administratur, struktur organisasi vertikal di kebun ini menunjukkan adanya departemen-departemen terpisah yang menjalankan fungsi masing-masing untuk melaksanakan aktivitas produksi. Aliran informasi pada jenis struktur organisasi seperti ini adalah jika tidak naik pasti akan menurun sampai pada tingkatan manajemen tertentu. Setiap tingkatan manajemen didalam departemen mempunyai tanggung jawab kepada atasannya guna mendukung tujuan pengawasan, pengendalian dan evaluasi produksi.

Secara umum, departemen-departemen tersebut terdiri dari departemen pengolahan yang dipimpin oleh seorang asisten pengolahan yang membawahi beberapa asisten afdeling dan asisten Buiten Work (BW), departemen teknik, tata

usaha dan kesatuan pengamanan yang berkerja sama untuk pelaksanaan produksi tembakau deli.

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) pada mempunyai beberapa kebun untuk budidaya tembakau, yaitu Tandem, Tandem Hilir, Bulu Cina, Klumpang, Kelambir Lima, Tanjung Jati, Kuala Bingei, Sampali, Saentis, Helvetia, Batang Kuis, Pagar Merbau dan Bandar Kalipa.

PT. Perkebunan Nusantara II-Helvetia merupakan salah satu lokasi lahan budidaya tanaman perkebunan yang dimiliki oleh PT. Perkebunan Nusantara II (Persero). Jenis tanaman yang dibudidayakan di Helvetia ini terdiri atas tanaman kelapa sawit, tebu, dan tembakau. Kebun Helvetia adalah salah satu kebun tembakau yang tetap dipertahankan keberadaannya disebabkan oleh faktor produktifitas yang dinilai masih tinggi guna menutupi tingginya biaya produksi tembakau deli.

Pembudidayaan tembakau deli sangat tergantung oleh kondisi geografisnya yaitu kondisi tanah dan iklimnya. Hingga masa sekarang pun, kegiatan budidaya masih dipertahankan di daerah antara sungai Wampu dan sungai Ular. Secara topografi, daerah di antara kedua sungai tersebut merupakan lempengan (Plate) dataran rendah yang sangat cocok untuk syarat tumbuh tembakau deli. Tanaman tembakau menghendaki kondisi tanah yang kaya akan bahan-bahan organik oleh karenanya tanaman ini cocok untuk tanah andosol dan alluvial. Sedangkan untuk faktor iklim, tembakau deli menghendaki penyinaran matahari yang cukup untuk mendukung pertumbuhannya, tanaman tembakau

tidak menghendaki iklim yang telalu kering ataupun basah. Temperatur dan kelembaban udara yang dikehendaki oleh tanaman tembakau tergantung pada jenis tembakau akan tetapi untuk tembakau yang diusahakan di dataran rendah akan menghendaki temperatur yang tinggi berkisar antara 21ºC-32,3ºC.

Lahan perkebunan tembakau berada di daerah Helvetia yang berbatasan

langsung dengan kota Medan. Luas lahan kebun Helvetia saat ini adalah ± 1.298,3 Ha termasuk areal yang digunakan untuk perumahan karyawan,

kantor kebun dan lain-lainnya. Lahan kebun Helvetia berada didua desa yaitu desa Manggala dan desa Helvetia. Kebun berada di tengah dua sungai yaitu sungai Bederak yang menjadi sumber pengairan utama bagi pembudidayaan tembakau deli dan sungai Deli, di sebelah barat kebun Helvetia berbatasan dengan areal kebun Klumpang yang dipisahkan dengan aliran sungai Bederak, sebelah utara berbatasan dengan daerah Anam Ratus dan areal yang digunakan untuk landasan pesawat. Sebelah timur berbatasan dengan jalan raya Marelan dan sebelah selatan berbatasan dengan bekas lahan kebun tembakau yang sudah berubah fungsi menjadi kawasan perumahan.

Produktifitas Tembakau Deli Kebun Helvetia.

Pengukuran produktifitas adalah cara terbaik dalam menilai kemampuan sebuah lembaga. Karena hanya dengan produktifitas maka tenaga kerja, modal dan manajemen akan mendapatkan tambahan pembayaran. Parameter produktifitas diukur dari keseluruhan panen daun tembakau panen hijau dan daun tembakau kering. Dalam hal ini parameter produktifitas dibagi dalam dua jenis

yaitu: produktifitas jumlah panen daun tembakau hijau (lembar daun) dan produktifitas dalam jumlah bal lelang Bremen per ladang (bal/ladang).

Analisis produktifitas dilakukan dengan menggunakan data produksi tembakau deli selama 10 tahun dari tahun 1997-2006. Grafik di bawah ini menyajikan jumlah daun tembakau yang dipanen dari lahan yang berdasarkan prediksi panen yang dibuat dalam perencanaan dan hasil realisasi di lapangan untuk setiap tahunnya.

0 200.000 400.000 600.000 800.000 1.000.000 1.200.000 1.400.000 1.600.000 1.800.000 2.000.000 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 RKAP Real

Gambar 3. Grafik hasil kutipan panen daun tembakau (lembar daun)

Grafik hasil kutipan daun tembakau deli menunjukkan adanya fluktuasi hasil produksi. Tahun 1997 adalah tahun yang menggembirakan untuk hasil panen daun tembakau karena berhasil melampaui target produksi panen daun tembakau hijau hingga mencapai 148,1% dan juga produktifitas bal lelang bremen untuk setiap ladang menunjukkan jumlah yang memuaskan sebanyak 3,14 bal. Hal ini membuat perusahaan meraup untung yang besar. Meskipun masih melampaui dari perkiraan panen, penurunan jumlah panen daun tembakau hijau terjadi pada tahun 1998. Faktor politik dalam negeri yang tidak stabil pada tahun ini disertai dengan kekeringan diduga menjadi penyebab utama terjadinya penurunan hasil produksi.

Produksi daun tembakau hijau menurun menjadi 127,5 % sedangkan produksi lelang bremen juga menurun menjadi 2,5 bal untuk setiap ladang.

Kondisi iklim pada tahun 1999 masih belum mendukung budidaya

tembakau deli. Curah hujan yang tinggi sepanjang Oktober 1998 dan Januari-Mei 1999 menghambat produksi. Hal ini dikarenakan, curah hujan

yang tinggi akan meningkatkan serangan hama dan penyakit tanaman hingga produksi daun tembakau hijau masih menunjukkan penurunan menjadi 117,2 % dari tahun 1998. begitu juga halnya dengan produktifitas bal lelang bremen untuk setiap ladang semakin mengecewakan karena hanya mencapai akan 1,13 bal untuk tiap ladang artinya banyak dari daun yang dipanen dan diolah tidak memenuhi klasifikasi bal lelang bremen.

Faktor iklim yang sulit diprediksi sering kali menjadi hambatan dalam usaha menaikkan produktifitas masih terjadi pada tahun ini walaupun demikian, pada tahun 2000 terjadi sedikit kenaikan produksi daun tembakau hijau maupun jumlah bal lelang bremen yang dihasilkan untuk tiap-tiap ladang dengan pencapaian produksi masing-masing sebesar 126,1 % berdasarkan RKAP dan 1,82 bal lelang bremen untuk tiap ladangnya.

Curah hujan yang tinggi kembali terjadi sepanjang Mei-Juni 2001, akibatnya banyak tanaman yang terserang hama dan penyakit tanaman dan busuk. Untuk hasil daun kutipan tembakau hijau dari lapangan hanya mampu mencapai 72,9 % dari RKAP akan tetapi dari keseluruhan daun tembakau yang dipanen tidak ada yang menghasilkan daun tembakau dengan kualitas lelang bremen karena daun tembakau yang dikeringkan menjadi busuk akibat dari curah hujan

yang tinggi sehingga pada tahun ini bal lelang bremen tidak dihasilkan sama sekali.

Tahun 2002, perusahaan mengambil kebijakan untuk mengurangi jumlah lahan tembakau karena semakin maraknya penggarapan lahan yang dilakuka n oleh masyarakat. Akan tetapi, kondisi iklim dan faktor produksi lainnya cukup mendukung sehingga adanya peningkatan hasil panen hingga mencapai 116,3 % untuk kutipan daun tembakau hijau akan tetapi untuk bal lelang bremen yang dihasilkan masih sangat rendah karena hanya 0,9 bal untuk setiap ladangnya.

Tahun 2003, untuk jumlah daun tembakau hijau yang dipanen mengalami penurunan akibat curah hujan yang cukup tinggi selama masa penanaman. Panen hanya mencapai 74,3 %, begitu juga halnya dengan bal lelang bremen yang dihasilkan juga mengalami penurunan hanya mencapai 0,64 bal.

Kebijakan menambah jumlah ladang dilakukan pada tahun 2004, akan tetapi produksi tetap tidak bergerak naik, keterlambatan pengolahan tanah dan hambatan dalam masa awal penanaman membuat panen untuk tahun ini tidak maksimal hanya 67,1 % dari RKAP. Hal yang menggembirakan justru tampak pada hasil bal lelang bremen yang meningkat dari tahun sebelumnya sebanyak 1,09 bal/ ladang. Hal ini menunjukkan adanya usaha keras dari semua pihak untuk menghasilkan daun-daun tembakau yang berkualitas.

Tahun 2005, terjadi sedikit permasalahan dalam biaya produksi maka diadakan kebijaksanaan konversi jumlah bibit yang ditanam untuk setiap ladang sekitar 14.400 bibit / ladang. Padahal sebelumnya banyak bibit yang ditanam untuk setiap ladangnya adalah 19.000 bibit. Maka perubahan jumlah bibit

dikalikan dengan jumlah ladang yang telah ditetapkan sebanyak 150 ladang akan diperoleh 113 ladang yang akan ditanami. Hasil yang diperoleh tidak mengembirakan karena hanya tercapai 67,5% dan bal lelang bremen sebanyak 1,54 bal/ ladang.

Produksi tahun 2006 meningkat dengan dratis dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Curah hujan yang cukup di masa pengolahan tanah hingga panen membuat panen daun hijau sukses mencapai 134,4 % dari perencanaan produksi tahunan dan diikuti dengan bal lelang bremen yang juga menunjukkan hasil yang memuaskan sebanyak 2,39 bal/ladang.

0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 jlh bal LB/ldg Gambar 4.Grafik jumlah bal lelang Bremen per ladang tahun1997-2006

Produktifitas dipengaruhi oleh banyak faktor produksi misalnya

infrastruktur, metode kerja dan sumber daya manusia yang melaksanakannnya. Menurut Sutermeister (1976), bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi

produktifitas adalah perkembangan teknologi, bahan, metode dan kinerja. Sedangkan menurut Schroeder (1989) Faktor luar yang mempengaruhi

produktifitas adalah peraturan pemerintah, persaingan dari perusahaan lain, permintaan konsumen adalah diluar kendali perusahaan

Sistem Budidaya Tembakau Deli

Potensi pengembangan sekaligus permasalahan produksi yang dihadapi oleh sistem budidaya tembakau deli dirasakan semakin kompleks pada saat ini. Hal ini tidak lain disebabkan oleh semakin terbatasnya ketersediaan faktor-faktor produksi dan keberagamam permasalahan yang merudung keberadaan sistem sehingga memerlukan analisis mendalam untuk pengambilan keputusan agar tetap menjaga kelangsungan produksi tembakau deli yang berkualitas

Identifikasi sistem budidaya tembakau deli meliputi pengevaluasian tiga aspek yang dianggap cukup penting, yaitu aspek industri, aspek lingkungan dan aspek sosial ekonomi tembakau deli. Dalam tinjauan aspek industri tembakau deli, dijelaskan mengenai kebutuhan daun tembakau deli untuk bahan baku produksi cerutu internasional yang masih tinggi, akan tetapi semakin lama produksi tembakau deli secara keseluruhan tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan. Kemudian dilanjutkan dengan pengevaluasian. aspek lingkungan yang mengevaluasi perubahan lingkungan lahan tembakau deli yang diduga menyebabkan penurunan produktifitas dan kualitas tembakau deli, khususnya pada lahan Helvetia. Faktor lingkungan yang dirasakan semakin menurun kualitasnya adalah kondisi tanah yang semakin miskin bahan organik dan unsur hara dan juga penurunan kualitas air sungai Bederak yang ditunjukkan dengan tingginya kandungan zat yang membahayakan bagi produksi tembakau deli. Aspek sosial ekonomi akan membahas pergeseran pandangan sosial ekonomi di

daerah sekitar perkebunan Helvetia terhadap keberadaan sistem budidaya tembakau deli.

Aspek industri tembakau deli

Daun tembakau deli yang berkualitas baik adalah bahan baku pembuatan cerutu yang diproduksi oleh perusahaan cerutu internasional. Menurut laporan tahunan perusahaan menyebutkan bahwa kebutuhan industri cerutu untuk tembakau deli mencapai 8000-10000 bal daun tembakau per tahunnya. Akan tetapi, produksi tembakau deli hanya mencapai 7000-8500 bal daun tembakau per tahunnya untuk jenis daun tembakau lelang bremen yang diperoleh dari sisa lokasi lahan pembudidayaan tembakau deli yang masih dipertahankan. Perbedaan antara jumlah kebutuhan dan pasokan daun tembakau deli menjadi suatu permasalahan yang dari waktu ke waktu memang menjadi fokus dalam pengambilan keputusan oleh pihak manajemen. Akan tetapi, diperlukan pula perhatian yang besar dalam pengambilan keputusan mengenai penjagaan kualitas produksi tembakau deli. Kurangnya keterampilan dan rasa memiliki terhadap produksi tembakau deli juga membuat produktifitas daun tembakau deli untuk kualitas lelang Bremen menjadi menurun. Hal ini akan tampak pada produksi daun tembakau di bawah kualitas daun lelang bremen yang terkadang meningkat terutama untuk jenis tembakau gruis yang merupakan jenis daun tembakau dengan kualitas terendah yang murah harga jualnya. Mata rantai produksi tembakau deli yang rumit membutuhkan keterampilan dan ketelitian tinggi dari para pekerja sistem budidaya tembakau deli. Kurangnya keterampilan dan ketelitian dapat menyebabkan daun tembakau rusak sehingga tidak lolos seleksi untuk

dikelompokkan sebagai daun kualitas Bremen. Hal ini terjadi pada perlakuan pasca panen, baik pada saat panen di lahan, di bangsal ataupun di gudang pemeraman yang sangat mempengaruhi kualitas karena bisa saja akan menghasilkan daun-daun tembakau yang rusak ataupun berwarna telalu marak hingga ridak dapat dikelompokkan sebagai daun tembakau kualitas lelang bremen. Padahal jenis tembakau selain kualitas lelang bremen tidak diinginkan oleh perusahaan karena perusahaan tetap harus mengolah daun tembakau jenis ini sehingga menambah biaya produksi sedangkan harga jualnya yang tidak tinggi akan merugikan perusahaan.

Meskipun pasokan daun tembakau deli sebagai bahan baku industri cerutu

tidak mencukupi, para pembeli tetap mencari daun tembakau deli ini. Hal ini membuat para pengusaha harus bersaing dengan harga tinggi untuk

mendapatkan daun tembakau deli yang berkualitas. Walaupun saat ini sudah ada tembakau pengganti yang kualitasnya hampir menyamai kualitas tembakau deli. Namun, dipasar lelang internasional daun tembakau deli masih mempunyai kedudukan dan tetap dicari sebagai bahan baku cerutu yang berkualitas.

Aspek lingkungan

Sistem budidaya tembakau deli sangat dipengaruhi oleh oleh faktor lingkungan. Ciri khas dari suatu produk pertanian dapat terjadi karena faktor lingkungan diantaranya geografis, keadaan tanah dan iklim yang khas dari daerah penghasil. Dalam arena perdagangan internasional, di samping harga, sebagian besar persaingan terletak pada ciri khas, keunggulan dan konsistensi mutu produk. Produk yang berciri khas dan bermutu tinggi secara konsisten akan banyak dicari dan mendapatkan tempat khusus di pasar internasional. Tembakau deli merupakan

komoditas pertanian yang mempunyai ciri khas pada rasa (taste) dan aroma nya yang tidak diperoleh dari jenis tembakau lain walaupun dikembangkan dengan varietas yang sama di lokasi yang berbeda.

Evaluasi aspek lingkungan pada kajian sistem ini bertujuan untuk mengevaluasi daya dukung lingkungan di daerah kebun tembakau Helvetia demi pencapaian produksi tembakau deli secara berkelanjutan dan penjagaan kualitas tembakau deli. Dalam tinjauan aspek lingkungan, analisis kualitas sumber air serta analisis kesuburan tanah berdasarkan kadar bahan organik tanah dan kandungan unsur haranya merupakan faktor yang akan dievaluasi.

Perubahan lingkungan di sekitar perkebunan Helvetia yang ditandainya dengan

meningkatnya pemukiman penduduk dan pabrik-pabrik menyebabkan bertambahnya sampah rumah tangga maupun limbah industri yang berbahaya

yang mengalir ke sungai Bederak, padahal sungai ini merupakan sumber air utama yang digunakan dalam kegiatan budidaya tembakau di Helvetia

Air merupakan kebutuhan pokok tanaman untuk hidup. Kekurangan air akan membuat tanaman menjadi kurang subur bahkan dapat menyebabkan tanaman menjadi mati. Kebutuhan tanaman akan air tidak hanya dipandang dari kuantitasnya saja, akan tetapi juga perlu diperhatikan kualitas air tersebut.

Data BPTTD (balai penelitian tebu dan tembakau deli) menunjukkan adanya peningkatan kadar Cl (khlor) dalam kandungan air sungai Bederak pada tahun 2003 dan analisa kualitas air yang dilakukan pada tahun 2005.

Tabel 3. Hasil analisa kadar Cl (ppm)

2003 25,67 Irigasi < 25,00 dan sprinkler < 14,00

2005 37,45

Sumber : Data Primer

Tingginya kadar Cl (khlor) dalam air bagi pertumbuhan tanaman tembakau dapat memberikan pengaruh yang buruk. Hal ini terutama akan tampak pada penurunan daya bakar daun tembakau dan juga akan menimbulkan bercak pada daun. Pengusaha cerutu yang akan membeli tembakau deli akan memeriksa beberapa item kualitas pada saat membeli untuk menjamin kualitas cerutu mereka. Daun tembakau dengan daya bakar yang baik menurut resume kualitas tembakau cerutu yang ditulis oleh BPTTD (2000) adalah membara tanpa menimbulkan nyala api saat dibakar akan dikelompokkan kedalam daun yang berkualitas baik sedangkan pemeriksaan secara visual dilakukan untuk memeriksa adanya daun yang cacat termasuk tidak adanya bercak pada daun yang akan merusak tampilan produk cerutu mereka.

Selain penurunan kualitas air, penurunan kualitas lahan (degragrasi) juga terjadi pada tanah di lokasi kebun Helvetia. Penurunan kadar bahan organik merupakan gejala utama terjadinya penurunan kualitas tanah. Bahan organik yang terdapat di dalam tanah merupakan parameter adanya aktivitas mikroorganisme untuk menghasilkan unsur hara tanah hingga tanaman dapat tumbuh subur. Untuk tanaman tembakau deli, tanah yang diiginkan adalah tanah yang mempunyai kadar bahan organik sebanyak 2 % akan tetapi data analisa tanah dari tahun 1997-2006 menunjukkan kadar bahan organik dibawah 2%. Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya degradasi di lahan-lahan budidaya tembakau Deli,

diantaranya adalah rotasi tanaman tembakau dengan tebu yang memberikan banyak pengaruh negatif.

0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 kadar C kadar BO

Gambar 5. Grafik kadar bahan organik lahan Helvetia

Siregar (1999) mengatakan bahwa pengiliran tanaman tembakau dengan tebu membawa berbagai pengaruh negatif terhadap kesuburan tanah, dimana dengan penanaman tebu selama periode 10 tahun ini menguras bahan organik tanah karena pengolahan yang intensif dan memperpendek masa bera, sehingga kandungan bahan organik tanah menjadi sangat rendah berkisar 1%. Beberapa cara telah dilakukan untuk mengembalikan kandungan bahan organik ini antara lain dengan penanaman Mimmosa invisa. Namun, penanaman ini pun tidak efektif karena tanaman ini hanya bertahan selama 6-8 bulan dan kemudian tertutup atau kalah bersaing dengan tanaman semak lainnya.

Penelitian-penelitian tentang perbaikan bahan organik tanah juga telah banyak dilakukan oleh BPTTD, diantaranya menghasilkan informasi baru perbaikan bahan organik tanah tentang limbah ampas tebu yang diteliti dapat meningkatkan bahan organik tanah yang sudah terkuras.

Keberadan sistem budidaya tembakau deli telah diketahui menbawa banyak perubahan aspek sosial ekonomi bagi seluruh stakeholder. Takaran ekonomi adalah kriteria utama untuk mengukur kesejahteraan suatu kelompok masyarakat. Sedangkan pendekatan sistem dengan aspek sosialnya adalah evaluasi hubungan horizontal sistem dangan seluruh stakeholder sistem guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Perubahan cara pandang masyarakat terhadap keberadaan sistem budidaya tembakau deli dirasakan berdampak terhadap:

• Pergeseran budaya masyarakat sekitar yang pada awalnya adalah budaya tani berkembang menuju budaya perkotaan yang didominasi oleh budaya modren.

• Pemikiran untuk berkerja di dalam sistem budidaya tembakau deli menjadi tidak menarik

• keinginan masyarakat sekitar untuk bekerja didalam sistem karena tidak adanya harapan menjadi bagian yang tetap dalam manajemen dikarenakan adanya kebijaksanaan penggunaan tenaga kerja honorer/harian. Selain itu, insentif pengupahan juga menjadi tidak menarik bagi masyarakat sekitar karena banyak berkembangnya jenis pekerjaan lainnya yang dianggap lebih menarik sistem pengupahannya..

Dilain pihak, sistem budidaya tembakau deli sangat tergantung pada keberadaan tenaga kerja, hal ini tampak pada aktivitas kritis yang masih tergantung pada sumbangsih tenaga kerja harian. Aktifitas pengolahan tanah, pemeliharaan tanaman sampai kepada pengolahan merupakan contoh bagian yang

banyak menyerap tenaga kerja harian tersebut. Aktivitas-aktivitas ini selain sangat menentukan produktifitas juga menentukan kelangsungan mutu produk

Survei terhadap para pekerja sistem budidaya tembakau deli pada penelitian ini menunjukkan bahwa pada saat sekarang ini, bekerja di perkebunan tembakau menjadi hal yang tidak begitu menarik bagi tenaga kerja usia produktif yang berasal dari sekitar kebun. Hal ini tampak dari hasil sampling yang dilakukan terhadap pekerja sistem budidaya tembakau deli. Sebanyak 57,14 % pekerja yang menjadi responden adalah pekerja yang berumur 41-50 tahun yang artinya adalah kebanyakan dari jumlah pekerja merupakan sudah hampir memasuki usia yang tidak produktif lagi.

31-40 THN 37% 41-50 THN 57% < 20 THN 0% 21-30 THN 6% 51-60 THN 0% >60 THN 0%

Gambar 6. Frekuensi umur para pekerja sistem budidaya tembakau deli

Minimnya ketetarikan tenaga kerja usia produktif, selain disebabkan akibat berkembangnya daerah sekitar Helvetia. Juga karena minimnya upah bekerja di perkebunan tembakau. Hal ini tampak dari 45,71% responden pekerja yang

mengatakan bahwa upah bekerja mereka minim, dan 42,86 % mengatakan bahwa upah tersebut hanya dapat mencukupi memenuhi kebutuhan selama 10 hari sampai 1 bulan. AGAK KURANG 20% KURANG 46% SANGAT KURANG 3% BESAR 0% CUKUP 31% CUKUP BESAR 0%

Gambar 7. Frekuensi pendapat pekerja tentang gaji yang diberikan

Pola kerja di sistem budidaya tembakau deli ini tak banyak berbeda dengan pekerjaan di luar sistem. Para pekerja melakukan pekerjaan selama 8 jam, dengan kondisi perkerjaan sedang. Kondisi pekerjaan yang cukup berat tampak pada bagian pengolahan tanah karena terkadang pekerjaan harus dilakukan secara lembur untuk mengejar target dan juga pada pengolahan pasca panen yang membutuhkan ketelitian tinggi untuk dapat menghasilkan daun tembakau dengan mutu terbaik.

Lebih dari itu hasil survey yang dilakukan juga menunjukkan bahwa ada ketidakkonsistenan kebijakan manajemen yang diungkapkan oleh 88,57 % responden yang terkadang menggangu kerja mereka. Selain itu, perbaikan kondisi fisik merupakan adalah hal yang mendesak untuk dilakukan karena sebanyak 62,86 % responden mengatakan perbaikan peralatan dan bahan produksi seperti

penggantian traktor yang sudah tua dan menurun prestasi kerjanya sangat penting untuk meningkatkan produktifitas pekerjaan.

Penyusunan Diagram Kotak Hitam (Blackbox Diagram)

Perancangan diagram kotak hitam akan dibagi menjadi beberapa variabel yaitu input, parameter rancangan sistem, dan output

Input merupakan masukan yang diberikan pada sistem budidaya tembakau deli untuk mengubah sumber daya dan menambah kegunaan. Variabel input ini sendiri terbagi atas tiga jenis yaitu input terkendali, input tidak terkendali dan input lingkungan. Menurut Eryatno (2003), input yang terkendali dapat divariasikan selama operasi untuk menghasilkan prilaku sistem yang sesuai dengan yang diharapkan. Begitu juga halnya dengan input tak terkendali, perwujudan input dapat meliputi barang, tenaga, modal, dan informasi.

Input yang terkendali terdiri atas luas lahan yang akan diolah, bibit yang digunakan, jumlah dan konsentrasi pupuk / pestisida, teknologi proses, jumlah tenaga kerja, perencanaan dan biaya produksi, sarana transportasi.

Dokumen terkait