IDENTIFIKASI SISTEM BUDIDAYA TEMBAKAU DELI
DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA II (PERSERO)
KEBUN HELVETIA
SKRIPSI
Oleh:
NOFRIA MAULIDIANA
030308015/TEKNOLOGI PERTANIAN
DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
IDENTIFIKASI SISTEM BUDIDAYA TEMBAKAU DELI
DI PT.PERKEBUNAN NUSANTARA II (PERSERO)
KEBUN HELVETIA
SKRIPSI
Oleh:
NOFRIA MAULIDIANA
030308015/TEKNOLOGI PERTANIAN
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
Menyetujui Komisi Pembimbing
Achwil P.Munir,STP.M.Si Ainun Rohanah, STP.M.Si
Ketua Anggota
DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
Judul Skripsi : Identifikasi sistem budidaya tembakau deli di PT.Perkebunan Nusantara II-Kebun Helvetia
Nama : Nofria Maulidiana
Nim : 030308015
Jurusan : Teknologi Pertanian
Program Studi : Teknik Pertanian
Menyetujui Komisi Pembimbing
Mengetahui
Tanggal lulus:
Achwil P. Munir, STP, M.Si. Ketua
Ainun Rohanah, STP, M.Si Anggota
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Banda Aceh pada tanggal 24 November 1985 dari
ayah Drs.M.Ali Abdullah dan ibu Alm.Lela Hasnah. Penulis merupakan putri
pertama dari tujuh bersaudara.
Tahun 2003 penulis lulus dari SMU Negeri I Lhokseumawe dan lulus
seleksi masuk USU melalui jalur PMP. Penulis memilih program studi Teknik
Pertanian jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah mengikuti kegiatan
organisasi IMATETA (Ikatan Mahasiswa Teknik Pertanian) dan ATM
(Agriculture Technology Moslem). pada tahun 2006, penulis melaksanakan
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas
segala karuniaNya sehingga penulisan skripsi ini telah dapat diselesaikan. Skripsi
ini berjudul “Identifikasi Sistem Budidaya Tembakau Deli di PT.Perkebunan
Nusantara II-Kebun Helvetia”, yang merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian di Departemen Teknologi
Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada
Bapak Achwil P. Munir,STP,M.Si. selaku ketua komisi pembimbing dan kepada
Ibu Ainun Rohanah,STP,M.Si. selaku anggota komisi pembimbing yang telah
banyak membimbing penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Ucapan
terima kasih juga penulis ucapkan kepada orang tua yang selalu mendoakan
penulis dan kepada pimpinan, staf dan karyawan PT.Perkebunan Nusantara
II-Kebun Helvetia dan BPTTD, Sampali atas bantuan dan informasi dalam penulisan
skripsi ini. Serta kepada Sulastri Panggabean dan seluruh pihak yang telah
memberikan bantuan dan dorongan moril selama penelitian.
Penulis menyadari bahwa isi skripsi ini masih terdapat kekurangan, karena
itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk
kesempurnaan skripsi ini selanjutnya.
Semoga skripsi ini bermanfaaat
Medan, Februari 2008
ABSTRACT
The purpose of this reseach is to analyse the deli tobacco cultivation system at PT. Perkebunan Nusantara II (Persero)- Kebun Helvetia and dominant factors, which will happen in the future and will be needed by the stakeholders. Data were collected by survey method through observation, questionaire, interview and expert judgement. In system approach, the evaluation is based on three aspects i.e industrial aspects, environmental aspects and socio-economic aspects. In industrial aspects, the demand of cigaretes industry is still high. In environmental aspects analysis, the change of environment quality at Helvetia was happened i.e the land and water contained organic material of < 2% and khlor (Cl) of 37,45 ppm was found in water of Bederak river. Whereas in socio-economic aspects, the presence of change of society socio-socio-economic view concerning existence of deli tobacco cultivation system at Helvetia. The results will be shown in structure causal-loop diagram, interpreted in blackbox diagram, that will be used for designing the model structure of deli tobacco cultivation system.
Keyword:System approach, Identification system, Deli tobacco cultivation, model structure
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis sistem budidaya tembakau deli di PT.Perkebunan Nusantara II (Persero)-Kebun Helvetia dan faktor-faktor dominan yang mungkin terjadi di masa mendatang dan dibutuhkan oleh para stakeholder. Data diperoleh dengan melakukan metode survei terhadap sistem dengan cara observasi, interview, kuisioner dan wawancara pakar. Dalam pendekatan sistem, identifikasi sistem budidaya tembakau deli dilakukan dengan evaluasi tiga aspek yaitu, aspek industri tembakau deli yang mengungkapkan masih tingginya kebutuhan industri cerutu terhadap tembakau deli, aspek lingkungan yang mengevaluasi penurunan kualitas lingkungan lahan Helvetia terutama kualitas tanah dan air yang menunjukkan kandungan bahan organik < 2% dan kandungan khlor (Cl) sebesar 37,45 ppm yang terdapat pada air sungai Bederak. Sedangkan dalam aspek sosial ekonomi dianalisa adanya perubahan pandangan sosial ekonomi masyarakat sekitar terhadap keberadaan sistem budidaya tembakau deli di Helvetia. Hasil dari identifikasi ditunjukkan dalam penyusunan diagram lingkar sebab akibat yang kemudian diinterpretasikan ke dalam diagram kotak hitam, keduanya akan berguna untuk perancangan struktur permodelan sistem budidaya tembakau deli.
RINGKASAN
NOFRIA MAULIDIANA “Identifikasi Sistem Budidaya Tembakau Deli
di PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) Kebun Helvetia” dibimbing
oleh Achwil Putra Munir, STP, M.Si sebagai ketua komisi pembimbing dan Ainun Rohanah, STP, M.Si sebagai anggota.
Penelitian ini dilaksanakan di PT. Perkebunan Nusantara II
(Persero)-Helvetia dengan tujuan untuk menganalisis sistem budidaya tembakau deli dan
faktor-faktor dominan yang mungkin akan terjadi dimasa yang akan datang dan
dibutuhkan oleh para stakeholder. Metode penelitian dilakukan dengan
pendekatan sistem yang diwakili oleh observasi lapangan, wawancara, penyebaran
kuisioner dan juga wawancara pakar yang terkait dengan keberadaan sistem
budidaya tembakau deli di kebun Helvetia.
Pendekatan sistem dilakukan dengan mengevaluasi tiga aspek yang
dianggap penting yaitu aspek industri tembakau deli yang melihat masih tingginya
permintaan daun tembakau deli sebagai bahan baku pembuatan cerutu,
akan tetapi produksi tembakau deli tidak mampu memenuhi permintaan tersebut.
Kemudian dilanjutkan dengan evaluasi aspek lingkungan, hal ini dilakukan
karena penurunan daya dukung lingkungan yang masih berlanjut dan
mengkhawatirkan untuk penjagaan produktifitas dan kualitas tembakau deli
terutama masalah tanah dan air. Aspek yang terakhir dievaluasi adalah aspek
sosial ekonomi sistem budidaya tembakau deli terhadap masyarakat sekitar yang
mulai beralih untuk menekuni pekerjaan lain diluar sistem budidaya tembakau
sekitar kawasan Helvetia menjadi faktor penarik bagi tenaga kerja usia produktif
untuk bekerja di luar sistem.
Tahapan kerja pendekatan sistem yang pertama adalah melakukan analisis
kebutuhan para stakeholder, adapun para stakeholder yang diikutkan dalam
analisis ini yaitu, pihak manajemen PT. Perkebunan Nusantara II-Helvetia yang
mempunyai kebutuhan mengenai hak pengelolaan lahan, ketersediaan faktor
produksi, sosial kemasyarakatan yang tetap mendukung produksi tembakau deli,
kesejahteraan tenaga kerja serta kemudahan administratif dan birokratif
sedangkan masyarakat sekitar mempunyai kebutuhan tersendiri akan penyediaan
lapangan kerja dan pembangunan infrastruktur bagi desa mereka.
Tahapan selanjutnya adalah melakukan formulasi permasalahan yang
terjadi pada sistem budidaya tembakau deli di lahan Helvetia, tujuan dari
formulasi permasalahan ini adalah untuk mengevaluasi adanya keterbatasan
sumber daya di kebun Helvetia yang dapat mempengaruhi produktifitas dan
kualitas tembaku deli sehingga harus segera dicari pemecahannya. Dari hasil
analisis, adanya pengembangan kawasan menjadi daerah perkotaan adalah
permasalahan utama yang mengancam keberadaan tembakau deli di Helvetia.
Pengembangan ini memberikan dampak bagi banyak faktor produksi lainnya dan
mulai mengganggu jalannya produksi tembakau deli. Permasalahan selanjutnya
adalah berhubungan dengan faktor iklim yang sulit diprediksi dan pengolahan
tanah yang tidak sempurna serta mengakibatkan penurunan kesuburan tanah..
Penyusunan diagram kotak hitam ini terdiri dari input, parameter
rancangan sistem output dan manajemen pengendalian. Input dikelompokkan atas
terdiri dari bahan, metode, modal, tenaga dan informasi. Parameter rancangan
sistem yang diketahui meliputi daya dukung tanah, teknik budidaya tembakau,
standar pendirian bangsal, metode pengolahan, standar pengebalan dan
pengangkutan.. Ouput dibagi atas dua yaitu output yang dikehendaki dan output
yang tidak dikendaki. Output yang dikendaki adalah hal-hal yang diinginkan
untuk menjaga produktifitas dan kualitas tembakau deli dan menguntungkan bagi
perusahaan. Sedangkan, output yang tidak dikendaki adalah hasil sampingan yang
merugikan. Manajemen pengendalian produksi dan kendali mutu akan berfungsi
sebagai umpan balik yang berguna bagi pengawasan dan pengendalian produksi
tembakau deli di kebun Helvetia.
Hasil analisis identifikasi sistem budidaya tembakau deli ini berguna bagi
manajemen sebagai informasi dan bahan masukan dalam proses pengambilan
keputusan karena hasil identifikasi disiapkan untuk penyusunan permodelan
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
PENDAHULUAN
Identifikasi Sistem ... 20
METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ... 24
Bahan dan Data ... 24
Metode Penelitian ... 25
Prosedur Penelitian ... 26
INVESTIGASI SISTEM Kebutuhan Sistem Budidaya Tembakau Deli ... 27
Ruang Lingkup Permasalahan Sistem ... 28
HASIL DAN PEMBAHASAN Struktur Organisasi PT. Perkebunan Nusantara II- Helvetia ... 33
Kondisi Umum Lokasi Penelitian ... 33
Produktifitas Tembakau Deli Kebun Helvetia ... 35
Sistem Budidaya Tembakau Deli ... 39
Aspek industri tembakau deli ... 40
Aspek lingkungan ... 42
Aspek sosial ekonomi system budidaya tembakau deli ... 45
Penyusunan diagram Kotak Hitam (Blackbox Diagram) ... 48
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 55
Saran ... 56
DAFTAR PUSTAKA ... 57
DAFTAR TABEL
Hal
1. Uraian komponen sistem ... 22
2. Analisa kebutuhan para stakeholder ... 28
DAFTAR GAMBAR
Hal
1. Daun tembakau ... 5
2. Diagram kotak hitam ... 21
3. Grafik hasil kutipan panen daun tembakau (lembar daun) ... 36
4. Grafik jumlah bal lelang bremen per ladang tahun 1997-2006 ... 39
5. Grafik kadar bahan organik lahan Helvetia ... 44
6. Frekuensi umur para pekerja sistem budidaya tembakau deli ... 47
7. Frekuensi pendapat pekerja tentang gaji yang diberikan ... 47
8. Diagram kotak hitam sistem budidaya tembakau deli ... 54
9. Pekerja yang sedang melakukan sortasi ... 65
10.Daun tembakau yang sudah disortasi ... 65
11.Blocking System tembakau deli... 66
12.Pengelompokan kualitas daun ... 66
13.Tembakau yang berada di bangsal pengembunan ... 67
14.Stapel daun tembakau di gudang fermentasi ... 67
15.Para pekerja yang sedang menyusun stapel... 68
16.Bangsal pengeringan tembakau deli ... 68
17.Daun tembakau yang telah dibal ... 69
DAFTAR LAMPIRAN
Hal
1. Peta lokasi lahan ... 59
2. Struktur organisasi perusahaan ... 60
3. Analisa unsur hara lahan Helvetia ... 61
4. Hasil analisa air... 63
5. Data produksi tembakau deli ... 64
6. Dokumentasi aktivitas sistem budidaya tembakau deli ... 65
TINJAUAN LITERATUR
Tembakau
Tembakau mempunyai jenis yang beragam. Namun, yang khas yaitu
tembakau merupakan tanaman herbal hijau yang mempunyai masa hidup pendek.
Tumbuh dengan tinggi rata-rata 1.5-3 m. Tembakau yang diolah merupakan
bagian daunnya, digunakan sebagai obat, dikunyah ataupun sebagai tembakau
sedotan. Daun-daun ovalnya dapat berukuran lebih dari 50 cm dan umumnya
untuk tiap batangnya dapat diperoleh sekitar 20-30 daun. Tembakau dapat
memberikan efek stimulasi oleh kandungan alkaloidnya yaitu nikotin, kandungan
zat ini dalam konsentrasinya adalah sekitar 1-2 %
(Gibbon and Pain,1985).
Gambar 1. Tanaman tembakau
Ada tiga jenis tembakau yang diproduksi yaitu:
• Virginia, yang dijuluki tembakau terang karena warnanya yang kuning ke
• Burley, yang berwarna coklat setelah melewati proses air curing dengan
hampir tidak ada kadar gula dan memberikan rasa seperti cerutu.
• Oriental, yang berdaun kecil dan beraroma tinggi.
Tanaman tembakau itu sendiri kasar dan berbau, dengan daun besar dan
menjurai dari satu batang. Masa penuaian tembakau berkisar antara 2-5 bulan
setelah bibitnya ditanam tergantung kepada jenis tembakaunya. Daun tembakau
saat dituai berwarna hijau, tidak mempunyai karakter, warna dan rasa sebelum
mengalami proses curing atau yang dikenal dengan pengeringan
(Bokormas,2007).
Tembakau adalah bahan baku utama rokok dan cerutu. Untuk membuka
agribisnis tembakau perlu diperhatikan varietas yang akan ditanam karena suatu
varietas tembakau akan memerlukan spesifikasi jenis tanah dan iklim tertentu.
Varietas yang dianjurkan untuk tembakau cerutu untuk tanaman tembakau Deli
adalah varietas D-4, KF-7 dan F1-45. Tembakau Deli juga sangat cocok untuk
jenis tanah andosol dan jenis tanah alluvial (Warintek, 2007).
Teknik Budidaya Tembakau Pembibitan
Benih yang digunakan sebagai bibit harus memiliki sertifikat atau telah
diketahui kualitasnya. Jumlah benih yang digunakan adalah 8-10 gram/ha,
tergantung pada jarak tanamnya. Selain itu biji harus utuh, tidak terserang hama
penyakit dan biji tidak keriput. Ada tiga teknik yang digunakan dalam
penyemaian benih yaitu:
Dapat berupa nampan plastik berlubang-lubang untuk menanam benih,
sistem ini disebut sistem tray. Nampan plastik yang digunakan berukuran
40x60 cm yang berisi 308 lubang tanam berukuran 2,2 cm x 2,2 cm dengan
kedalaman 4 cm, atau dibuat langsung di lahan berupa bangunan kotak dengan
120 cm, tinggi 25 cm dan panjang disesuaikan dengan kondisi lahan.
2. Semi permanen
Tempat persemaian ini hanya dapat digunakan beberapa kali saja, terbuat
dari anyaman bambu/papan kayu. Ukuran panjang 1 m, lebar 1m dan tinggi 25 cm
ataupun dengan menggunakan variasi lebar 2 m.
3. Tidak permanen
Persemaian dilakukan langsung di lapangan dengan dibuat bedengan/parit.
Bedeng dibuat berukuran 100-120 cm dan tinggi 20-30 cm, panjang disesuaikan
dengan panjang lahan. Tempat persemaian berupa polibag. Bedeng diberikan
naungan daun-daunan dengan tinggi 1 m di sebelah timur dan 60 cm di sebelah
barat.
(Cahyono, 1998)
Pemeliharaan dan pemindahan bibit
Pemeliharaan dilakukan untuk menjaga agar bibit tetap berada dalam
keadaan lembab dan mendapat cukup sinar matahari, oleh karena itu persemaian
dianjurkan dibuka pada pagi hari sampai jam 10.00. Selanjutnya, agar bibit dapat
tumbuh dengan baik maka perlu dilakukan penjarangan tanaman, penjarangan ini
dapat dilakukan setelah 7 hari. Setelah berumur 3 minggu bibit dapat dipindahkan
ke dalam polibag. Sedangkan untuk pemindahan ke lahan apabila bibit berumur
Pengolahan media tanam
Persiapan dan pengolahan tanah adalah 25-55 hari sebelum semai.
Sebelum tanah diolah tanah dibiarkan kering selama 1 bulan. Pengolahan tanah
yang pertama adalah dibajak dengan traktor dan dibiarkan selama 1 minggu
sebagai tindakan disifektan alami karena terkena cahaya matahari. Tindakan
disinfektan alami ini terjadi karena cahaya matahari dapat membantu terjadinya
proses pemasamam (oksidasi) dari zat-zat beracun (asam sulfida) yang berasal
dari tanah (Cahyono, 1998).
Langkah selanjutnya adalah pembentukan bedengan, bedeng tidak perlu
lebar cukup 40 cm dan tinggi 40 cm. Jarak antar bedeng 90-100 cm dan membujur
antara timur dan barat agar tanaman mendapatkan sinar matahari yang cukup
kemudian dilanjutkan dengan pemupukan. Pupuk kandang diberikann dengan
dosis 25-30 ton/ha. Setelah satu minggu dibuat parit-parit irigasi dan
bedeng-bedeng penanaman bibit (Warintek, 2007).
Teknik penanaman
Tahap pertama yang harus dilakukan adalah menentukan pola tanam untuk
setiap jenis tembakau apakah ditanam pada musim hujan ataupun pada musim
kemarau. Untuk pembuatan lubang tanaman, apabila diinginkan daun yang tipis
Cara pemindahan bibit dari kotak persemaian terdiri atas:
• Cara cabut
yaitu bibit dicabut dari polibag dengan cara dibasahi agar mempermudah
pencabutan. Akar bibit yang dicabut dengan cara ini tidak mempunyai massa
tanah.
• Cara putaran
Dapat pula benih diambil dengan cara ini dengan mempergunakan sendok
agar tanahnya terambil.
Lubang tanam disesuaikan dengan jarak tanam dibuat dengan kedalaman
10-15 cm basahi terlebih dahulu tanahnya agar bibit dapat berdiri dengan tegak.
Benamkan bibit sedalam akar leher, waktu tanam lebih baik dilakukan pada pagi
hari atau sore hari (Warintek, 2007).
Pemeliharaan tanaman
Ada beberapa hal yang perlu dilakukan dalam pemeliharaan tanaman
tembakau yaitu penyulaman, penyiangan, pemupukan serta penyiraman dan
pengairan. Pada penyulamam, dilakukan setelah seminggu ditanam. Bibit yang
kurang baik dapat diganti dengan cara dicabut dan diganti dengan bibit baru yang
berumur sama. Penyiangan dapat dilakukan setiap 3 minggu. Dilakukan dengan
tangan untuk mencabut gulmanya ataupun dapat juga dengan menggunakan
Pemupukan dilakukan untuk menjaga tanaman tumbuh dengan baik.
Pemupukan susulan dilakukan dua kali. Dosis pupuk yang dianjurkan tergantung
dari tempat dan varietas. Untuk tembakau deli dosis pupuk yang digunakan adalah
343 kg ZA, 358 kg SP-36 dan 577 kg ZK. Cara pemberian pupuk adalah sebagai
berikut:
• Pupuk kandang dicampur dengan permukaan tanah bedengan sebelum tanam
• Pupuk fosfat diberikan saat tanam dengan ditaburkan di permukaan tanah,
diberi air dan dicampur tipis dengan tanah.
• Pupuk nitrogen dan kalium diberikan bertahap pada hari ke 7 dan hari ke 28
setelah tanam dengan cara diletakkan dalam larikan berjarak 10 cm dari
batang.
(Cahyono, 1998)
Tahap pemeliharaan tanaman selanjutnya adalah pengairan dan
penyiraman. Pengairan diberikan 7 hari setelah tanam dengan jumlah air
sedikitnya 1-2 liter per tanaman. Setelah umur 7-25 hari frekuensi penyiraman
adalah 3-4 liter per tanaman. Pada umur 25-30 hari setelah tanam, frekuensi
pemberian air diberikan 4 liter per tanaman. Pada umur 45 hari setelah tanam
pertumbuhan akan sangat cepat oleh karena itu diperlukan 5 liter per tanaman
setiap 3 hari. Setelah itu pada umur 65 hari tanaman tidak memerlukan
penyiraman lagi, kecuali bila cuaca sangat kering (Warintek, 2007).
Hama dan penyakit
Jenis hama yang sering menyerang tembakau antara lain:
Penyebab : ulat daun memakan daun tembakau sampai habis, gejalanya adalah
timbulnya lubang-lubang tidak beraturan dan berwarna putih pada luka bekas
gigitan. Pengendaliannya dilakukan dengan cara, memangkas daun yang
menjadi sarang telur dan ulat, penggenangan sesaat pada saat pagi atau sore,
karena pada saat itu ulat-ulat berada di tanah atau dengan penyemprotan
herbisida.
• Nematoda ( Meloydogyne sp)
Gejala: bagian akar tanaman tampak bisul-bisul bulat dengan ukuran
bervariasi, tanaman menjadi kerdil, layu, daun berguguran dan akhirnya
tanaman tersebut mati. Pengendalian: menjaga sanitasi kebun, memberantas
gulma dan menyemprotkan herbisida.
• Hama lainnya seperti, Gangsir (Gryllus mitratus), jangkrik (Brachytrypes
portentosus), orong-orong (Gryllotalpa africana), semut geni (Solenopsis
geminata), belalang banci (Engytarus tenuis) dan kepik (Besimea tabaci).
Penyakit
Pada tanaman tembakau penyakit yang sering terjadi dan merugikan
meliputi:
• Hangus batang, penyebab jamur Rhizoctonia solani, batang tanaman akan
terinfeksi dan akan mengering dan bewarna coklat sampai hitam seperti
terbakar dan akibatnya tanaman akan mati.
• Bercak coklat, penyakit ini disebabkan olah jamur Alternaria longipes dengan
gejala timbul bercak-bercak coklat selain tanaman dewasa, penyakit ini akan
• Busuk daun, disebabkan oleh bakteri Sclerotium rolfsii. Gejala yang
ditimbulkan adalah daun akan membusuk dan akarnya bila diteliti diselubungi
oleh massa cendawan.
• Layu bakteri, menyerang bibit dan tanaman dewasa. Infeksi terjadi melalui
luka-luka di akar akibat serangan nematoda atau penggemburan yang tidak
hati-hati. Penyebabnya adalah Bacterium solanacearum, Pseudomonas
solanacearum, Xanthomonas solanacearum, Bacillus solanacearum.
Pengendalian dapat dilakukan dengan cara pengrotasian tanaman bukan
keluarga Solanaceae. Menghindari luka akar dan penyemprotan bakterisida.
• Penyakit virus, penyebabnya virus mozaik (Tobbacco Virus Mozaic (TVM)).
Gejala pertumbuhan tanaman menjadi lambat pengendaliannya dapat
dilakukan dengan menjaga sanitasi kebun, tanaman yang terinfeksi dicabut
dan bakar
Panen
Pemetikan daun tembakau yang baik adalah jika daun-daunnya telah
cukup umur dan telah berwarna hijau kekuning-kuningan. Untuk golongan
tembakau cerutu maka pemungutan daun yang baik adalah pada tingkat tepat
masak atau hampir masak hal tersebut di tandai dengan warna keabu-abuan.
Di beberapa negara, pematangan daun dapat dipercepat dengan menyemprotkan
etilen dalam bentuk 2-chloroethyl phosphoric acid. Pemanenan dapat dilakukan
dengan menebang batang tanaman beserta daun-daunnya tepat pada pangkal
batangnya atau hanya memetik daunnya saja tanpa menebang batangnya. Daun
Kebersamaan waktu pemasakan daun dapat terjadi karena perlakuan
budidaya misalnya karena pemangkasan pucuk yang dilakukan saat bunga mekar.
Waktu yang baik untuk pemetikan adalah pada pagi ataupun sore hari pada saat
hari cerah. Pemetikan dapat dilakukan berselang 3-5 hari, dengan jumlah daun
satu kali petik antara 2-4 helai tiap tanaman. Untuk setiap tanaman dapat
dilakukan pemetikan sebanyak 5 kali. Setiap tanaman akan menghasilkan daun
basah seberat 0,65 kg.
(Warintek, 2007)
Pasca Panen
Daun-daun tembakau yang telah dipanen masih akan mengalami proses
pengolahan sebelum sampai kepada konsumen akhir. Proses yang berlangsung
sejak dari daun basah menjadi daun kering (krosok, rajangan) hingga menjadi
bahan untuk produk akhir merupakan bagian dari pasca panen. Untuk
mendapatkan hasil akhir yang baik, kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan pada
penanganan daun tembakau setelah dipanen antara lain:
Pengumpulan
Merupakan kegiatan memisah-misahkan hasil berdasarkan varietas,
kemasakan daun (warna), ukuran daun dan kecacatan daun. Daun yang dipetik
jangan sampai terlipat dan tertekan secara mekanis dan dihindari dengan kontak
langsung daun dengan matahari.
Penyortiran dan penggolongan
Pengelompokkan daun didasarkan pada kualitas paling mudah dilakukan
(licin/mulus): warna daun kuning muda, Less slick (kurang licin) : warna daun
kuning (seperti warna buah jeruk lemon) dan More grany side (sedikit kasar):
warna daun antara kuning-oranye.
Klasifikasi untuk setiap jenis tembakau adalah sebagai berikut:
1. Tembakau cerutu. daun yang dipanen adalah daun pasir, daun kaki (daun kaki
pertama dan daun kaki atas), daun tengah / madya (daun madya pertama dan
daun madya kedua) dan daun pucuk. Untuk varietas tembakau deli dan
tembakau besuki, lembaran kaki adalah tembakau dengan kualitas terbaik
sehingga bagian yang lain tidak diambil.
2. Tembakau sigaret. daun yang dipanen adalah daun pasir, daun bawah dan
tengah, daun atas dan daun pucuk. Untuk tembakau virginia, lembaran daun
bawah dan tengah adalah yang terbaik, disusul oleh lembaran daun atas dan
lembaran yang lain merupakan lembaran daun yang berkualitas rendah.
3. Tembakau rajangan. Daun yang diambil yaitu daun pasir dan 1-2 lembar daun
kaki (kualitas baik) dan daun tengah (kualitas kurang) (Warintek, 2007).
Adapun pengolahan daun tembakau adalah:
1. Penjemuran matahari
Penjemuran dapat dilakukan dengan menyusun daun tembakau yang telah
disujen pada tiang-tiang di lapangan terbuka. Pangkal sujen di tempatkan di atas
tiang sehingga bebas mengantung. Cara lain adalah menjemur daun di atas
permukaan tanah atau rumput dengan menggunakan meja yang dialasi kerangka
kelembaban tinggi daun akan menguning. Penjemuran dihentikan setelah 4-5 hari
ketika daun benar-benar kering.
2. Mengangin-anginkan (air curing)
Dilakukan ditempat yang teduh, sehingga daun menjadi krosok tanpa
terkena matahari. Proses ini berlangsung hingga krosok kering dan berwarna
kekuningan. Untuk tembakau deli proses ini berlangsung selama 14 hari.
3. Pengasapan
Pengasapan bertujuan untuk pengikatan warna, pengasapan memberikan
aroma/rasa pada krosok. Dilakukan dengan menaikan suhu ruang tempat krosok
sampai 38-40ºC (Cahyono,1998).
Manajemen Produktifitas dan Kualitas
Produksi seperti yang kita ketahui adalah penciptaan barang-barang dan
jasa. Produksi merupakan pengubahan bentuk atau trasformasi sumberdaya
menjadi barang atau jasa. Produktifitas merupakan peningkatan proses produksi.
Peningkatan produksi berarti perbandingan yang membaik antara jumlah sumber
daya yang dipergunakan dan jumlah barang dan jasa yang diproduksi.
Pengurangan dalam masukan dengan keluaran tetap atau kenaikan keluaran
sedang masukan tetap adalah merupakan peningkatan dalam produktifitas
(Reksohadiprojo, 2000).
Sutermeister (1976), mengemukakan bahwa faktor-faktor yang
kinerja. Demikian banyak faktor-faktor produksi yang mempengaruhi
produktifitas sehingga kita harus berhati-hati dalam merencanakan strategi,
kebijaksanaan dan taktik dalam mencapai produktifitas itu.
Faktor luar yang mempengaruhi produktifitas adalah peraturan
pemerintah, persaingan dari perusahaan lain, permintaan konsumen adalah diluar
kendali perusahaan. Sedangkan, faktor dalam yang mempengaruhi adalah tenaga
kerja (seleksi dan penempatan, pelatihan, rancangan pekerjaan, struktur
organisasi, penghargaan dan sebagainya), proses (tata letak, aliran proses),
produk, kapasitas dan sediaan (Schroeder,1989).
Kualitas adalah keseluruhan sifat dan karakteristik barang dan jasa
sehingga dapat memenuhi kebutuhan tertentu. Dari segi produsen, kualitas barang
dan jasa harus sesuai dengan spesifikasi desain atau rancang bangun, sarana,
bahan, pelatihan, pengawasan dan pengendalian. Dari segi konsumen, kualitas
barang dan jasa mencakup karakteristik desain yang dikehendaki dan cocok
dengan keinginan pemakai; kinerjanya baik, sifat-sifat menonjol, terpercaya,
sesuai dengan standar, awet, indah dan lain-lain (Reksohadiprojo, 2000).
Mutu tembakau dapat dipengaruhi oleh kadar air, kadar nikotin, aroma dan
rasa yang dapat diketahui dengan diadakannya uji rasa. Penurunan kualitas
tembakau deli diungkapkan oleh para pengusaha cerutu Eropa melalui uji rasa
yang dilakukan pada saat lelang tembakau di Bremen. Rasa (taste) merupakan
dasar bagi penetapan harga lelang (KPBPTPN, 2007).
Peningkatan kualitas adalah aktivitas teknik dan manajemen, melalui
pengukuran itu dengan spesifikasi produk yang diinginkan pelanggan, serta
mengambil tindakan peningkatan yang tepat apabila ditemukan perbedaan antara
kinerja aktual dan standar (Gasperz, 2001).
Konsep Sistem
Secara defenitif, sistem adalah suatu gugus dari elemen-elemen yang
saling berhubungan dan terorganisasi untuk mencapai suatu tujuan atau suatu
gugus dari tujuan-tujuan (Manetsch dan Park,1977)
Semua defenisi tentang sistem mencakup lima unsur yang terdapat
didalam sistem, yaitu:
1. Elemen-elemen atau bagian-bagian
2. Adanya interaksi atau hubungan antar elemen-elemen atau bagian-bagian
3. Adanya suatu yang mengikat elemen atau bagian-bagian tersebut menjadi
sesuatu kesatuan
4. Terdapat tujuan bersama, sebagai hasil akhir
5. Berada di dalam lingkungan yang komplek
(Simatupang,1994).
Pada dasarnya defenisi sistem akan tergantung kepada latar belakang cara
pandang orang yang mencoba mendefenisikannya. Menurut industri sistem
dipandang sebagai proses masukan (input) yang ditransformasikan menjadi
keluaran tertentu (output). Proses produksi dalam industri akan memberikan
output fisik dan jasa. Jika kita mengasumsikan sebuah sistem, maka akan terdapat
para pelaku sistem atau stakeholder. Whitten, dkk (2004) mendefenisikan
ataupun sistem yang ditawarkan. Stakeholder bisa termasuk pekerja teknis dan
non teknis, bisa juga pekerja dalam dan luar.
Pendekatan Sistem
Pendekatan sistem merupakan pendekatan terpadu yang memandang suatu
masalah sebagai suatu sistem. Pendekatan sistem dalam manajemen dirancang
untuk memanfaatkan analisis ilmiah di dalam organisasi yang kompleks dengan
maksud untuk:
1. Mengembangkan dan mengelola sistem operasi
2. Mendesain sistem informasi dalam proses pengambilan keputusan (decision
making).
Pendekatan sistem muncul dengan alasan:
1. Meningkatnya kompleksitas masalah organisasi yang disebabkan
faktor-faktor: revolusi teknologi, penelitian dan pengembangan perubahan produk.
2. Kemajuan-kemajuan dalam manajemen, yaitu berkembangnya ilmu dalam
bidang sistem informasi, teori pengambilan keputusan dan teori matematika.
3. Kebutuhan akan metode-metode baru untuk mengatasi permasalahan yang
lebih rumit, tidak pasti, dan besar, dalam usaha meningkatkan efisiensi sistem
4. Permasalahan yang dihadapi sangat rumit dan tidak terstruktur sehingga tidak
ada pemecahan atau perumusan tunggal.
5. Sistem masyarakat semakin rumit dan perilakunya sukar dimengerti, tetapi
kebutuhan untuk merumuskan struktur, hubungan sebab-akibat serta perilaku
6. Memahami akan sistem makin terasa penting untuk mampu mengendalikan
atau mengantipasi perubahan-perubahan yang terjadi.
7. Pendekatan sistem berkembang semakin luas dan semakin penting.
8. Dalam masyarakat industri, sistem sudah mendominasi kehidupan kita semua,
oleh karena itu diperlukan pendekatan sistem untuk mengembangkan,
mengatur, dan mengendalikannya.
(Simatupang,1994)
Metodologi Pendekatan Sistem.
Metodologi sistem pada prinsipnya melalui enam tahap analisis sebelum
tahap sintesa (rekayasa), meliputi: 1) analisis kebutuhan, 2) formulasi masalah,
3) identifikasi sistem, 4) pembentukan alternatif sistem, 5) determinasi dari
realisasi fisik, sosial dan politik, 6) penentuan kelayakan ekonomi dan finansial.
Langkah ke 1 sampai ke 6 dilakukan dalam satu kesatuan kerja yang dikenal
dengan analisa sistem (Eriyatno, 2003).
Analisis kebutuhan
Analisis kebutuhan merupakan awal permulaan pengkajian dari suatu
sistem. Dalam melakukan analisa kebutuhan ini dinyatakan kebutuhan-kebutuhan
yang ada, baru kemudian dilakukan tahap pengembangan terhadap
kebutuhan-kebutuhan yang dideskripsikan. Analisa kebutuhan-kebutuhan selalu menyangkut interaksi
antara respon yang timbul dari pengambil keputusan (decision maker) terhadap
jalannya sistem. Analisa ini dapat meliputi hasil suatu survei, pendapat seorang
Analisa kebutuhan harus dilakukan secara hati-hati terutama dalam
menentukan kebutuhan-kebutuhan semua orang dan institusi yang dapat
dihubungkan dengan sistem yang telah ditentukan. Hal tersebut meliputi manajer
atau administrator dari pada sistem, distributor hasil dari suatu sistem, pemakai
barang atau jasa yang berasal dari sistem dan yang terakhir adalah perancang dari
sistem itu sendiri (Manetsch and Park,1977)
Formulasi permasalahan
Tujuan dari analisis permasalahan adalah untuk mempelajari dan
memahami bidang masalah dengan cukup baik untuk secara menyeluruh
menganalisis masalah, kesempatan, dan batasannya. Para pemecah masalah telah
belajar untuk benar-benar memahami sebuah permasalahan sebelum mengajukan
solusi apapun yang mungkin. Dalam praktik, suatu akibat mungkin adalah sebuah
gejala dari masalah yang berbeda, yang lebih mendalam dan mendasar. Masalah
tersebut juga harus dianalisis untuk mencari penyebab dan akibatnya, dan
seterusnya sampai penyebab dan akibat tersebut tidak menghasilkan gejala-gejala
masalah-masalah lain (Whitten, 2004).
Maksud dari tahap ini adalah untuk mempelajari dan memahami sistem
yang ada, dan mengidentifikasi masalah-masalah dan peluang secara lebih
spesifik sebagai lanjutan dari kegiatan tahap studi awal. Pada tahap ini ditentukan
pokok-pokok permasalahan dan peluang yang ditemukan atau dirasakan oleh
pihak manajemen pemakai, tujuan dan pentingnya usaha pengembangan,
penentuan ruang lingkup analisis atau rencana pengembangan, serta pemahaman
Identifikasi Sistem
Identifikasi sistem merupakan suatu mata rantai hubungan antara
pernyataan dari kebutuhan-kebutuhan dengan pernyataan khusus dari masalah
yang harus dipecahkan untuk mencukupi kebutuhan-kebutuhan tersebut
Proses pada titik ini, sistem dilihat seperti sebuah ”Blackbox”. Dalam
meninjau suatu perihal untuk menyusun diagram kotak hitam, perlu diketahui
macam informasi yang dikategorikan menjadi tiga golongan yaitu
1) peubah input, 2) peubah output dan, 3) parameter-parameter yang membatasi
struktur sistem (Eriyatno, 2003).
Diagram input-output merepresentatifkan input lingkungan, input
terkendali dan input tak terkendali, output dikehendaki, output tidak dikehendaki,
serta manajemen pengendalian. Sedangkan parameter rancangan sistem
dipresentasikan sebagai kotak hitam (blackbox) pada tengah diagram yang
menunjukkan adanya proses transformasi input menjadi output (Sadelie, 2003)
Gambar 2. Diagram kotak hitam (Eriyatno,2003) SISTEM
INPUT LINGKUNGAN
MANAJEMEN PENGENDALIAN
Output yang tidak dikehendaki Input terkendali
Kita dapat menggunakan model kotak hitam sederhana untuk menguraikan
berbagai peralatan dan proses. Proses akan distimulasi oleh input, input tersebut
dapat dikontrol (seperti metode, bahan, teknologi atau penempatan mesin) atau
juga tidak dapat dikontrol (seperti kelembaban, operator, fluktuasi tenaga dan
sebagainya). Input tersebut akan berinteraksi dengan proses dan menghasilkan
output. Output umumnya adalah beberapa karakteristik dari proses yang dapat kita
ukur. Pengukuran input dan output dapat diambil dalam urutan untuk observasi
dan memahami bagaimana prilakunya dan hubungan antar satu sama lain
(Anonim, 2006).
Tabel 1.Uraian komponen sistem
NO KOMPONEN SISTEM URAIAN
A INPUT SISTEM
1.Mempengaruhi sistem, akan tetapi tidak
dipengaruhi sistem.
2.Tergantung pada jenis sistem yang ditelaah A.1 Input lingkungan (eksogenous)
A.2 Input yang endogen (yang
terkendali dan tidak terkendali)
1.Merupakan peubah yang sangat perlu bagi sistem untuk merencanakan fungsinya yang dikehendaki. 2.Sebagai peubah untuk mengubah kinerja sistem
dalam pengoperasiannya
A.2.1 Input yang terkendali 1.Dapat bervariasi selama pengoperasian sistem untuk mencapai kinerja yang dikehendaki atau untuk menghasilkan output yang dikehendaki. 2.Perannya sangat penting dalam mengubah kinerja
sistem selama pengoperasian
3.Dapat meliputi aspek: manusia, bahan, energi, modal,dan informasi
A.2.2 Input yang tidak terkendali 1.Tidak cukup penting peranannya dalam mengubah kinerja sistem.
2.Tetapi diperlukan agar sistem dapat berfungsi. 3.Bukan merupakan input lingkungan (eksogenous)
karena disiapkan perancang.
B OUTPUT SISTEM
1.Merupakan respon sistem terhadap kebutuhan yang telah ditetapkan(dalam analisis kebutuhan).
2.Merupakan peubah yang harus dihasilkan oleh sistem untuk memuaskan kebutuhan yang telah diidentifikasi.
B.1 Output yang dikehendaki
B.2 Output yang tak dikehendaki 1.Merupakan hasil sampingan yang tidak dapat dihindarkan dari sistem
C PARAMETER
RANCANGAN SISTEM
1.Digunakan untuk menetapkan struktur sistem.
2.Merupakan peubah keputusan penting bagi
kemampuan sistem menghasilkan keluaran secara efisien dalam memenuhi kepuasan bagi kebutuhan yang ditetapkan.
3.Dalam beberapa kasus kadang-kadang perlu merubah peubah ini selama pengoperasian sistem untuk membuat kemampuan sistem bekerja lebih baik dalam keadaan lingkungan berubah-ubah. 4.Tiap sistem mempunyai parameter rancangan
tersendiri yang dapat diidentifikasi.
D MANAJEMEN
PENGENDALI
Merupakan faktor pengendalian (kontrol) pengoperasian sistem dalam menghasilkan keluaran yang dikehendaki.
Sumber: Eriyatno (2003)
Konsep umpan balik adalah penting untuk memahami cara suatu sistem
mempertahankan suatu keadaan yang mantap. Informasi tentang output atau
proses sistem dikembalikan (feedback) sebagai masukan (inputs) ke dalam sistem,
barangkali membawa perubahan kepada proses transformasi dan atau keluaran
(outputs) masa depan. Umpan balik (feedback) dapat positif ataupun negatif.
Umpan balik negatif adalah masukan informasi yang menunjukkan bahwa sistem
itu menyimpang dari jalan yang telah ditentukan dan perlu disesuaikan kembali ke
METODOLOGI PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di perkebunan Tembakau PT. Perkebunan
Nusantara II-Helvetia pada bulan Agustus 2007 sampai dengan September 2007.
Bahan dan Alat Bahan
Bahan-bahan yang dipergunakan didalam penelitian ini adalah :
1. Data hasil produksi tembakau deli di kebun Helvetia.
2. Berbagai diagram yang berhubungan dengan proses produksi (terutama
tentang pembudidayaan tembakau deli).
3. Dokumen prosedur pengoperasian standar (SOP), outline kerja atau petunjuk
teknis untuk operasi harian yang spesifik.
4. Pernyataan misi perusahaan dan rencana strategis.
5. Sumber-sumber data primer dan sekunder lainnya.
Alat yang dibutuhkan
1. Alat tulis
2. Komputer
4. Perekam suara
Sumber Data
Data-data yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari:
1. Manajemen PT.Perkebunan Nusantara II- Kebun Helvetia.
2. BPTTD (balai penelitian tebu dan tembakau deli)
3. Observasi lingkungan kerja
4. Penyebaran kuisioner
5. Melakukan wawancara dengan pihak-pihak yang berwenang
Metode penelitian
Metode penelitian ini menggunakan pendekatan sistem dengan cara
menggali informasi dan pengetahuan dari para pakar dalam hal budidaya
tembakau dan juga dari seluruh stakeholder sistem dengan menggunakan
beberapa metode pengambilan data yaitu kuisioner, wawancara, dan
mengidentifikasi kondisi yang sedang berjalan di lokasi penelitian, serta sejumlah
kebutuhan kemudian merumuskannya sebagai bahan pengujian.
Wawancara pakar dilaksanakan dengan menetapkan para pakar yang
terkait dengan sistem budidaya tembakau deli dengan pertimbangan keberadaan,
Pemilihan responden sosial-ekonomi dilakukan dengan purposive
sampling terhadap para pekerja sistem budidaya tembakau deli sebanyak 45
orang.
Prosedur Penelitian
1. Menentukan stakeholder-stakeholder yang berkaitan dengan sistem budidaya
tembakau deli.
2. Menganalisis kebutuhan terhadap semua stakeholder sistem budidaya
tembakau deli.
3. Menentukan ruang lingkup permasalahan yang terjadi pada sistem, tahapan ini
dilakukan dengan cara mengevaluasi keterbatasan sumber daya ataupun
konflik kepentingan yang terjadi terhadap semua stakeholder sistem
4. Melakukan evaluasi terhadap tiga aspek yang dianggap cukup penting didalam
identifikasi sistem yaitu aspek industri, aspek lingkungan dan aspek sosial
ekonomi sistem budidaya tembakau deli.
5. Menyusun diagram kotak hitam (blackbox diagram) sebagai hasil akhir dalam
INVESTIGASI SISTEM
Kebutuhan Sistem Budidaya Tembakau Deli
Kebutuhan merupakan sesuatu yang dibutuhkan oleh semua stakeholder
sistem budidaya tembakau deli. Tahap analisis kebutuhan adalah langkah awal
dari sebuah kajian mengenai sistem. Menurut Eriyatno (2003), analisis kebutuhan
harus dilakukan secara hati-hati terutama dalam menentukan
kebutuhan-kebutuhan dari semua orang dan institusi yang dapat dihubungkan dengan sistem
yang telah ditentukan.
Semua stakeholder yang terkait dengan sistem budidaya tembakau deli
mempunyai kebutuhan tersendiri yang muncul dari kepentingan masing-masing
stakeholder terhadap sistem tersebut. Whitten, dkk (2004) mendefenisikan
stakeholder sebagai orang yang mempunyai ketetarikan terhadap sistem yang ada
ataupun sistem yang ditawarkan. Stakeholder bisa termasuk pekerja teknis dan
Komponen pelaku sistem yang perlu diikutkan dalam analisis kebutuhan
sistem adalah manajemen PT.Perkebunan Nusantara II-Helvetia sebagai pemilik
sistem budidaya tembakau deli di Helvetia dan masyarakat sekitar perkebunan.
Manajemen PT. Perkebunan Nusantara II-Helvetia mempunyai sejumlah
kebutuhan yang harus dipenuhi terutama jika dihadapkan dengan visi dan misi
perusahaan sebagai institusi bisnis yang ingin mendapatkan laba sebesar-besarnya
dan membuka lapangan kerja seluas-luasnya bagi masyarakat sekitar. Kebutuhan
yang dapat dideskripsikan adalah menyangkut keberadaan lahan, ketersediaan
faktor produksi, kesejahteraan tenaga kerja, sosial kemasyarakatan di sekitar
perkebunan yang tetap mendukung kelangsungan produksi tembakau deli.
Masyarakat adalah sekelompok orang yang berada dan menetap di sekitar
perkebunan. Kebutuhan akan lapangan pekerjaan adalah hal yang terpenting untuk
masyarakat sekitar. Keberadaan sistem diantara lingkungan mereka juga
diharapkan akan berpengaruh pada peningkatan perekonomian melalui pembinaan
mitra kerja dan pembangunan insfrastruktur bagi desa mereka.
Analisis kebutuhan para pelaku sistem budidaya tembakau deli disajikan
secara terperinci pada tabel 2.
Tabel 2. Analisis kebutuhan para stakeholder
No. Para Pelaku / Stakeholder Kebutuhan Pelaku Sistem
1. Manajemen PT.Pekerbunan Nusantara II- Helvetia
1. Pelaksanaan hak untuk pengelolaan lahan di lapangan secara efektif.
2. Tenaga kerja yang melimpah dan terampil
3. Faktor produksi yang mendukung aktivitas produksi
4. Informasi pendukung aktivitas produksi dari instansi terkait
6. Produktivitas yang tinggi
7. Kemudahan administratif atau birokratif.
2. Masyarakat setempat 1. Penyediaan lapangan kerja
2. Pembangunan insfrastruktur fisik bagi desa mereka
3. Peningkatan perekonomian masyarakat setempat
Ruang Lingkup Permasalahan Sistem
Permasalahan yang terjadi merupakan persoalan-persoalan yang timbul
di dalam sistem dan harus diselesaikan. Ruang lingkup permasalahan dinyatakan
dengan mengevaluasi keterbatasan sumber daya yang dimiliki oleh sistem atau
adanya konflik kepentingan antar stakeholder sistem untuk mencapai tujuan
sistem. Adapun ruang lingkup atas permasalahan utama yang terjadi pada sistem
budidaya tembakau deli meliputi:
1. Pengembangan Kota
Lokasi perkebunan tembakau di Helvetia berada kawasan yang berbatasan
langsung dengan kota Medan. Daerah ini mulai berkembang, yang ditandai
dengan banyaknya pembangunan dan merupakan lokasi yang padat serta sibuk.
Masyarakat yang bekerja di kota Medan banyak mencari tempat tinggal di daerah
pinggiran kota karena selain di daerah pusat kota sudah padat pemukiman, berada
di daerah pinggiran kota akan dirasa lebih nyaman dan akses ke tempat bekerja
juga masih dapat dilakukan dengan mudah.
Selain perkembangan penduduk, pertumbuhan industri juga terjadi di luar
pusat kota. Banyak industri dibangun diluar pusat kota agar polusi yang dihasilkan
dapat diminimalisir untuk mencemari kota, baik itu polusi udara, suara, air dan
Peningkatan jumlah penduduk dan pemukiman dan juga laju pertumbuhan
industri yang semakin tinggi ini pula yang menjadi salah satu faktor yang
mengancam kelangsungan produksi tembakau deli. Ada beberapa faktor yang
dipengaruhi oleh adanya pengembangan kota ini yang nantinya akan
mempengaruhi produktivitas dan kualitas tembakau deli, antara lain:
a. Semakin minimnya tenaga kerja
Tenaga kerja merupakan faktor produksi yang sangat penting
keberadaannya, karena tenaga kerja akan menentukan berjalan atau tidaknya suatu
proses produksi. Bekerja pada pembudidayaan tembakau menjadi sesuatu hal
yang tidak menarik bagi tenaga kerja usia produktif saat ini di daerah Helvetia.
Hal ini muncul, karena semakin banyak pilihan pekerjaan untuk mereka misalnya
bekerja di pabrik-pabrik dan dirasa lebih meningkatkan kesejahteraan mereka.
b. Pencemaran sungai Bederak
Dewasa ini, jumlah sungai yang airnya layak pakai sebagai sumber air
irigasi semakin sedikit. Hal ini disebabkan semakin meluasnya perkembangan
pemukiman, pabrik atau industri di sekitar kebun tembakau, yang menyebabkan
tercemarnya air sungai yang biasa digunakan.
Aliran sepanjang sungai Bederak telah menjadi sarana pembuangan yang
mencemari air. Hasil analisa yang menunjukkan tingginya kadar bahan berbahaya
yang terdapat pada air sungai akan mengganggu kegiatan budidaya. Walaupun
sudah direkomendasikan untuk tidak digunakan lagi berdasarkan surat edaran dari
BPTTD pada tahun 2005. akan tetapi pada kenyataannya air sungai ini tetap
digunakan karena tidak mencukupinya persediaan air tanah untuk tanaman
c. Pengurangan jumlah lahan
Semakin berkembangnya suatu daerah menjadi perkotaan akan berdampak
besar terhadap pengurangan jumlah lahan potensial. Hal ini terjadi di lahan
perkebunan Helvetia. Penggarapan liar terlihat semakin ramai disepanjang
pinggiran kebun bahkan ada yang berani menggarap lahan hingga ke
tengah-tengah kebun padahal sudah ada peraturan tentang lahan tersebut adalah milik
PT. Perkebunan Nusantara II (Persero).
Banyak lahan-lahan yang digarap telah dijualkan ke pihak ketiga
mengingat mahalnya harga tanah di kawasan tersebut. Keadaan ini sangat
mengkhawatirkan apabila pemerintah daerah tidak tegas untuk melaksanakan
PP no 12 tahun 1997 tentang pelestarian tembakau deli, maka tembakau deli di
kawasan Helvetia akan berhenti berproduksi.
2. Kondisi iklim yang semakin sulit untuk diprediksi.
Perubahan iklim secara global sudah menjadi isu yang mencemaskan
belakangan ini. Hal itu disebabkan karena ulah manusia yang tidak memelihara
lingkungan sehingga terjadi kerusakan dimana-mana yang akhirnya justru
merugikan semua makhluk hidup di atas bumi ini.
Iklim merupakan faktor produksi yang seringkali dianggap sebagai
kendala dalam proses produksi. Sistem budidaya tembakau deli menghendaki
iklim yang tidak terlalu basah ataupun kering. Akan tetapi, variabel iklim yang
semakin sulit untuk diprediksi adalah curah hujan yang sering kali menggangu
sepanjang tahun sehingga sulit untuk membedakan antara musim hujan dan
musim kemarau.
Minimnya alat untuk menghitung curah hujan seringkali membuat prediksi
yang dilakukan seringkali gagal. Sampai saat ini, alat yang digunakan untuk
menghitung curah hujan oleh perusahaan masih dilakukan dengan sangat
sederhana karena hanya menggunakan gelas ukur dan dicatat secara manual.
3. Penurunan kesuburan tanah dan pengolahan tanah yang tidak sempurna
Pada awal pembukaan perkebunan tembakau deli, tanah yang telah
ditanami tembakau akan diistirahatkan selama 8 tahun untuk mengembalikan
kesuburannya. Namun, hal itu tidak dilakukan pada saat sekarang ini karena lahan
justru dirotasikan dengan tanaman tebu yang membuat lahan semakin miskin
unsur hara. Lagi pula, masa istirahat lahan yang panjang akan membuat
masyarakat sekitar menggarap lahan tersebut kemudian setelah itu perusahaan
akan kesulitan untuk mengambil alih kembali lahan tersebut.
Masa istirahat lahan dijadwalkan selama 5 tahun terbagi untuk penanaman
tebu selama 2 tahun dan selebihnya dilakukan pengolahan tanah dan dibiarkan
dengan menanam kucingan. Maka tanah hanya diistirahatkan selama 3 tahun.
Dalam jangka waktu 3 tahun dilakukan 3 kali pengolahan tanah dengan
menggunakan traktor. Pengolahan ini terkadang tidak sempurna dilakukan
disebabkan banyak hal salah satunya adanya penggarapan liar yang mengganggu
aktivitas pengolahan. Apalagi traktor yang digunakan adalah traktor-traktor yang
sudah tua tetapi tetap dipaksakan bekerja sehingga sering terjadi kerusakan dan
untuk perbaikannya harus menunggu tenaga dari bengkel pusat yang seringkali
HASIL DAN PEMBAHASAN
Struktur Organisasi PT. Perkebunan Nusantara II (Persero)-Helvetia
Struktur organisasi PT. Perkebunan Nusantara II (Persero)-Helvetia
dipimpin oleh seorang administratur, struktur organisasi vertikal di kebun ini
menunjukkan adanya departemen-departemen terpisah yang menjalankan fungsi
masing-masing untuk melaksanakan aktivitas produksi. Aliran informasi pada
jenis struktur organisasi seperti ini adalah jika tidak naik pasti akan menurun
sampai pada tingkatan manajemen tertentu. Setiap tingkatan manajemen didalam
departemen mempunyai tanggung jawab kepada atasannya guna mendukung
tujuan pengawasan, pengendalian dan evaluasi produksi.
Secara umum, departemen-departemen tersebut terdiri dari departemen
pengolahan yang dipimpin oleh seorang asisten pengolahan yang membawahi
usaha dan kesatuan pengamanan yang berkerja sama untuk pelaksanaan produksi
tembakau deli.
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) pada mempunyai beberapa kebun
untuk budidaya tembakau, yaitu Tandem, Tandem Hilir, Bulu Cina, Klumpang,
Kelambir Lima, Tanjung Jati, Kuala Bingei, Sampali, Saentis, Helvetia, Batang
Kuis, Pagar Merbau dan Bandar Kalipa.
PT. Perkebunan Nusantara II-Helvetia merupakan salah satu lokasi lahan
budidaya tanaman perkebunan yang dimiliki oleh PT. Perkebunan Nusantara II
(Persero). Jenis tanaman yang dibudidayakan di Helvetia ini terdiri atas tanaman
kelapa sawit, tebu, dan tembakau. Kebun Helvetia adalah salah satu kebun
tembakau yang tetap dipertahankan keberadaannya disebabkan oleh faktor
produktifitas yang dinilai masih tinggi guna menutupi tingginya biaya produksi
tembakau deli.
Pembudidayaan tembakau deli sangat tergantung oleh kondisi
geografisnya yaitu kondisi tanah dan iklimnya. Hingga masa sekarang pun,
kegiatan budidaya masih dipertahankan di daerah antara sungai Wampu dan
sungai Ular. Secara topografi, daerah di antara kedua sungai tersebut merupakan
lempengan (Plate) dataran rendah yang sangat cocok untuk syarat tumbuh
tembakau deli. Tanaman tembakau menghendaki kondisi tanah yang kaya akan
bahan-bahan organik oleh karenanya tanaman ini cocok untuk tanah andosol dan
alluvial. Sedangkan untuk faktor iklim, tembakau deli menghendaki penyinaran
tidak menghendaki iklim yang telalu kering ataupun basah. Temperatur dan
kelembaban udara yang dikehendaki oleh tanaman tembakau tergantung pada
jenis tembakau akan tetapi untuk tembakau yang diusahakan di dataran rendah
akan menghendaki temperatur yang tinggi berkisar antara 21ºC-32,3ºC.
Lahan perkebunan tembakau berada di daerah Helvetia yang berbatasan
langsung dengan kota Medan. Luas lahan kebun Helvetia saat ini
adalah ± 1.298,3 Ha termasuk areal yang digunakan untuk perumahan karyawan,
kantor kebun dan lain-lainnya. Lahan kebun Helvetia berada didua desa yaitu desa
Manggala dan desa Helvetia. Kebun berada di tengah dua sungai yaitu sungai
Bederak yang menjadi sumber pengairan utama bagi pembudidayaan tembakau
deli dan sungai Deli, di sebelah barat kebun Helvetia berbatasan dengan areal
kebun Klumpang yang dipisahkan dengan aliran sungai Bederak, sebelah utara
berbatasan dengan daerah Anam Ratus dan areal yang digunakan untuk landasan
pesawat. Sebelah timur berbatasan dengan jalan raya Marelan dan sebelah selatan
berbatasan dengan bekas lahan kebun tembakau yang sudah berubah fungsi
menjadi kawasan perumahan.
Produktifitas Tembakau Deli Kebun Helvetia.
Pengukuran produktifitas adalah cara terbaik dalam menilai kemampuan
sebuah lembaga. Karena hanya dengan produktifitas maka tenaga kerja, modal
dan manajemen akan mendapatkan tambahan pembayaran. Parameter
produktifitas diukur dari keseluruhan panen daun tembakau panen hijau dan daun
yaitu: produktifitas jumlah panen daun tembakau hijau (lembar daun) dan
produktifitas dalam jumlah bal lelang Bremen per ladang (bal/ladang).
Analisis produktifitas dilakukan dengan menggunakan data produksi
tembakau deli selama 10 tahun dari tahun 1997-2006. Grafik di bawah ini
menyajikan jumlah daun tembakau yang dipanen dari lahan yang berdasarkan
prediksi panen yang dibuat dalam perencanaan dan hasil realisasi di lapangan
untuk setiap tahunnya.
1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
RKAP
Real
Gambar 3. Grafik hasil kutipan panen daun tembakau (lembar daun)
Grafik hasil kutipan daun tembakau deli menunjukkan adanya fluktuasi
hasil produksi. Tahun 1997 adalah tahun yang menggembirakan untuk hasil panen
daun tembakau karena berhasil melampaui target produksi panen daun tembakau
hijau hingga mencapai 148,1% dan juga produktifitas bal lelang bremen untuk
setiap ladang menunjukkan jumlah yang memuaskan sebanyak 3,14 bal. Hal ini
membuat perusahaan meraup untung yang besar. Meskipun masih melampaui dari
perkiraan panen, penurunan jumlah panen daun tembakau hijau terjadi pada tahun
1998. Faktor politik dalam negeri yang tidak stabil pada tahun ini disertai dengan
Produksi daun tembakau hijau menurun menjadi 127,5 % sedangkan produksi
lelang bremen juga menurun menjadi 2,5 bal untuk setiap ladang.
Kondisi iklim pada tahun 1999 masih belum mendukung budidaya
tembakau deli. Curah hujan yang tinggi sepanjang Oktober 1998
dan Januari-Mei 1999 menghambat produksi. Hal ini dikarenakan, curah hujan
yang tinggi akan meningkatkan serangan hama dan penyakit tanaman hingga
produksi daun tembakau hijau masih menunjukkan penurunan menjadi 117,2 %
dari tahun 1998. begitu juga halnya dengan produktifitas bal lelang bremen untuk
setiap ladang semakin mengecewakan karena hanya mencapai akan 1,13 bal untuk
tiap ladang artinya banyak dari daun yang dipanen dan diolah tidak memenuhi
klasifikasi bal lelang bremen.
Faktor iklim yang sulit diprediksi sering kali menjadi hambatan dalam
usaha menaikkan produktifitas masih terjadi pada tahun ini walaupun demikian,
pada tahun 2000 terjadi sedikit kenaikan produksi daun tembakau hijau maupun
jumlah bal lelang bremen yang dihasilkan untuk tiap-tiap ladang dengan
pencapaian produksi masing-masing sebesar 126,1 % berdasarkan RKAP dan
1,82 bal lelang bremen untuk tiap ladangnya.
Curah hujan yang tinggi kembali terjadi sepanjang Mei-Juni 2001,
akibatnya banyak tanaman yang terserang hama dan penyakit tanaman dan busuk.
Untuk hasil daun kutipan tembakau hijau dari lapangan hanya mampu mencapai
72,9 % dari RKAP akan tetapi dari keseluruhan daun tembakau yang dipanen
tidak ada yang menghasilkan daun tembakau dengan kualitas lelang bremen
yang tinggi sehingga pada tahun ini bal lelang bremen tidak dihasilkan sama
sekali.
Tahun 2002, perusahaan mengambil kebijakan untuk mengurangi jumlah
lahan tembakau karena semakin maraknya penggarapan lahan yang dilakuka n
oleh masyarakat. Akan tetapi, kondisi iklim dan faktor produksi lainnya cukup
mendukung sehingga adanya peningkatan hasil panen hingga mencapai 116,3 %
untuk kutipan daun tembakau hijau akan tetapi untuk bal lelang bremen yang
dihasilkan masih sangat rendah karena hanya 0,9 bal untuk setiap ladangnya.
Tahun 2003, untuk jumlah daun tembakau hijau yang dipanen mengalami
penurunan akibat curah hujan yang cukup tinggi selama masa penanaman. Panen
hanya mencapai 74,3 %, begitu juga halnya dengan bal lelang bremen yang
dihasilkan juga mengalami penurunan hanya mencapai 0,64 bal.
Kebijakan menambah jumlah ladang dilakukan pada tahun 2004, akan
tetapi produksi tetap tidak bergerak naik, keterlambatan pengolahan tanah dan
hambatan dalam masa awal penanaman membuat panen untuk tahun ini tidak
maksimal hanya 67,1 % dari RKAP. Hal yang menggembirakan justru tampak
pada hasil bal lelang bremen yang meningkat dari tahun sebelumnya sebanyak
1,09 bal/ ladang. Hal ini menunjukkan adanya usaha keras dari semua pihak untuk
menghasilkan daun-daun tembakau yang berkualitas.
Tahun 2005, terjadi sedikit permasalahan dalam biaya produksi maka
diadakan kebijaksanaan konversi jumlah bibit yang ditanam untuk setiap ladang
sekitar 14.400 bibit / ladang. Padahal sebelumnya banyak bibit yang ditanam
dikalikan dengan jumlah ladang yang telah ditetapkan sebanyak 150 ladang akan
diperoleh 113 ladang yang akan ditanami. Hasil yang diperoleh tidak
mengembirakan karena hanya tercapai 67,5% dan bal lelang bremen sebanyak
1,54 bal/ ladang.
Produksi tahun 2006 meningkat dengan dratis dibandingkan dengan
tahun-tahun sebelumnya. Curah hujan yang cukup di masa pengolahan tanah hingga
panen membuat panen daun hijau sukses mencapai 134,4 % dari perencanaan
produksi tahunan dan diikuti dengan bal lelang bremen yang juga menunjukkan
hasil yang memuaskan sebanyak 2,39 bal/ladang.
0
1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
jlh bal LB/ldg
Gambar 4.Grafik jumlah bal lelang Bremen per ladang tahun1997-2006
Produktifitas dipengaruhi oleh banyak faktor produksi misalnya
infrastruktur, metode kerja dan sumber daya manusia yang melaksanakannnya.
Menurut Sutermeister (1976), bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
produktifitas adalah perkembangan teknologi, bahan, metode dan kinerja.
produktifitas adalah peraturan pemerintah, persaingan dari perusahaan lain,
permintaan konsumen adalah diluar kendali perusahaan
Sistem Budidaya Tembakau Deli
Potensi pengembangan sekaligus permasalahan produksi yang dihadapi
oleh sistem budidaya tembakau deli dirasakan semakin kompleks pada saat ini.
Hal ini tidak lain disebabkan oleh semakin terbatasnya ketersediaan faktor-faktor
produksi dan keberagamam permasalahan yang merudung keberadaan sistem
sehingga memerlukan analisis mendalam untuk pengambilan keputusan agar tetap
menjaga kelangsungan produksi tembakau deli yang berkualitas
Identifikasi sistem budidaya tembakau deli meliputi pengevaluasian tiga
aspek yang dianggap cukup penting, yaitu aspek industri, aspek lingkungan dan
aspek sosial ekonomi tembakau deli. Dalam tinjauan aspek industri tembakau deli,
dijelaskan mengenai kebutuhan daun tembakau deli untuk bahan baku produksi
cerutu internasional yang masih tinggi, akan tetapi semakin lama produksi
tembakau deli secara keseluruhan tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan.
Kemudian dilanjutkan dengan pengevaluasian. aspek lingkungan yang
mengevaluasi perubahan lingkungan lahan tembakau deli yang diduga
menyebabkan penurunan produktifitas dan kualitas tembakau deli, khususnya
pada lahan Helvetia. Faktor lingkungan yang dirasakan semakin menurun
kualitasnya adalah kondisi tanah yang semakin miskin bahan organik dan unsur
hara dan juga penurunan kualitas air sungai Bederak yang ditunjukkan dengan
tingginya kandungan zat yang membahayakan bagi produksi tembakau deli.
daerah sekitar perkebunan Helvetia terhadap keberadaan sistem budidaya
tembakau deli.
Aspek industri tembakau deli
Daun tembakau deli yang berkualitas baik adalah bahan baku pembuatan
cerutu yang diproduksi oleh perusahaan cerutu internasional. Menurut laporan
tahunan perusahaan menyebutkan bahwa kebutuhan industri cerutu untuk
tembakau deli mencapai 8000-10000 bal daun tembakau per tahunnya. Akan
tetapi, produksi tembakau deli hanya mencapai 7000-8500 bal daun tembakau per
tahunnya untuk jenis daun tembakau lelang bremen yang diperoleh dari sisa lokasi
lahan pembudidayaan tembakau deli yang masih dipertahankan. Perbedaan antara
jumlah kebutuhan dan pasokan daun tembakau deli menjadi suatu permasalahan
yang dari waktu ke waktu memang menjadi fokus dalam pengambilan keputusan
oleh pihak manajemen. Akan tetapi, diperlukan pula perhatian yang besar dalam
pengambilan keputusan mengenai penjagaan kualitas produksi tembakau deli.
Kurangnya keterampilan dan rasa memiliki terhadap produksi tembakau
deli juga membuat produktifitas daun tembakau deli untuk kualitas lelang Bremen
menjadi menurun. Hal ini akan tampak pada produksi daun tembakau di bawah
kualitas daun lelang bremen yang terkadang meningkat terutama untuk jenis
tembakau gruis yang merupakan jenis daun tembakau dengan kualitas terendah
yang murah harga jualnya. Mata rantai produksi tembakau deli yang rumit
membutuhkan keterampilan dan ketelitian tinggi dari para pekerja sistem
budidaya tembakau deli. Kurangnya keterampilan dan ketelitian dapat
dikelompokkan sebagai daun kualitas Bremen. Hal ini terjadi pada perlakuan
pasca panen, baik pada saat panen di lahan, di bangsal ataupun di gudang
pemeraman yang sangat mempengaruhi kualitas karena bisa saja akan
menghasilkan daun-daun tembakau yang rusak ataupun berwarna telalu marak
hingga ridak dapat dikelompokkan sebagai daun tembakau kualitas lelang
bremen. Padahal jenis tembakau selain kualitas lelang bremen tidak diinginkan
oleh perusahaan karena perusahaan tetap harus mengolah daun tembakau jenis ini
sehingga menambah biaya produksi sedangkan harga jualnya yang tidak tinggi
akan merugikan perusahaan.
Meskipun pasokan daun tembakau deli sebagai bahan baku industri cerutu
tidak mencukupi, para pembeli tetap mencari daun tembakau deli ini.
Hal ini membuat para pengusaha harus bersaing dengan harga tinggi untuk
mendapatkan daun tembakau deli yang berkualitas. Walaupun saat ini sudah ada
tembakau pengganti yang kualitasnya hampir menyamai kualitas tembakau deli.
Namun, dipasar lelang internasional daun tembakau deli masih mempunyai
kedudukan dan tetap dicari sebagai bahan baku cerutu yang berkualitas.
Aspek lingkungan
Sistem budidaya tembakau deli sangat dipengaruhi oleh oleh faktor
lingkungan. Ciri khas dari suatu produk pertanian dapat terjadi karena faktor
lingkungan diantaranya geografis, keadaan tanah dan iklim yang khas dari daerah
penghasil. Dalam arena perdagangan internasional, di samping harga, sebagian
besar persaingan terletak pada ciri khas, keunggulan dan konsistensi mutu produk.
Produk yang berciri khas dan bermutu tinggi secara konsisten akan banyak dicari
komoditas pertanian yang mempunyai ciri khas pada rasa (taste) dan aroma nya
yang tidak diperoleh dari jenis tembakau lain walaupun dikembangkan dengan
varietas yang sama di lokasi yang berbeda.
Evaluasi aspek lingkungan pada kajian sistem ini bertujuan untuk
mengevaluasi daya dukung lingkungan di daerah kebun tembakau Helvetia demi
pencapaian produksi tembakau deli secara berkelanjutan dan penjagaan kualitas
tembakau deli. Dalam tinjauan aspek lingkungan, analisis kualitas sumber air serta
analisis kesuburan tanah berdasarkan kadar bahan organik tanah dan kandungan
unsur haranya merupakan faktor yang akan dievaluasi.
Perubahan lingkungan di sekitar perkebunan Helvetia yang ditandainya dengan
meningkatnya pemukiman penduduk dan pabrik-pabrik menyebabkan
bertambahnya sampah rumah tangga maupun limbah industri yang berbahaya
yang mengalir ke sungai Bederak, padahal sungai ini merupakan sumber air utama
yang digunakan dalam kegiatan budidaya tembakau di Helvetia
Air merupakan kebutuhan pokok tanaman untuk hidup. Kekurangan air
akan membuat tanaman menjadi kurang subur bahkan dapat menyebabkan
tanaman menjadi mati. Kebutuhan tanaman akan air tidak hanya dipandang dari
kuantitasnya saja, akan tetapi juga perlu diperhatikan kualitas air tersebut.
Data BPTTD (balai penelitian tebu dan tembakau deli) menunjukkan
adanya peningkatan kadar Cl (khlor) dalam kandungan air sungai Bederak pada
tahun 2003 dan analisa kualitas air yang dilakukan pada tahun 2005.
Tabel 3. Hasil analisa kadar Cl (ppm)
2003 25,67 Irigasi < 25,00 dan sprinkler < 14,00
2005 37,45
Sumber : Data Primer
Tingginya kadar Cl (khlor) dalam air bagi pertumbuhan tanaman tembakau
dapat memberikan pengaruh yang buruk. Hal ini terutama akan tampak pada
penurunan daya bakar daun tembakau dan juga akan menimbulkan bercak pada
daun. Pengusaha cerutu yang akan membeli tembakau deli akan memeriksa
beberapa item kualitas pada saat membeli untuk menjamin kualitas cerutu mereka.
Daun tembakau dengan daya bakar yang baik menurut resume kualitas tembakau
cerutu yang ditulis oleh BPTTD (2000) adalah membara tanpa menimbulkan
nyala api saat dibakar akan dikelompokkan kedalam daun yang berkualitas baik
sedangkan pemeriksaan secara visual dilakukan untuk memeriksa adanya daun
yang cacat termasuk tidak adanya bercak pada daun yang akan merusak tampilan
produk cerutu mereka.
Selain penurunan kualitas air, penurunan kualitas lahan (degragrasi) juga
terjadi pada tanah di lokasi kebun Helvetia. Penurunan kadar bahan organik
merupakan gejala utama terjadinya penurunan kualitas tanah. Bahan organik yang
terdapat di dalam tanah merupakan parameter adanya aktivitas mikroorganisme
untuk menghasilkan unsur hara tanah hingga tanaman dapat tumbuh subur. Untuk
tanaman tembakau deli, tanah yang diiginkan adalah tanah yang mempunyai kadar
bahan organik sebanyak 2 % akan tetapi data analisa tanah dari tahun 1997-2006
menunjukkan kadar bahan organik dibawah 2%. Banyak faktor yang