IDENTIFIKASI SISTEM BUDIDAYA TEBU
DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA II (Persero)
KEBUN HELVETIA WILAYAH HELVETIA
SKRIPSI
OLEH :
IRMA ARIANI SIREGAR
DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
IDENTIFIKASI SISTEM BUDIDAYA TEBU
DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA II (Persero)
KEBUN HELVETIA WILAYAH HELVETIA
SKRIPSI
OLEH :
IRMA ARIANI SIREGAR
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Dapat Memperoleh Gelar Sarjana di Departemen Teknologi Pertanian
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara
Disetujui oleh : Komisi Pembimbing
( Achwil Putra Munir, STP, M.Si ) ( Ir. Saipul Bahri Daulay, M.Si ) Ketua Anggota
DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
ABSTRAK
Tebu (Saccharum officinarum Linn) adalah tanaman untuk bahan baku gula. Kualitas dari tebu ini akan menentukan kualitas gula. Permintaan akan gula terus meningkat, namun tidak seiring dengan produktivitasnya yang terus menurun. Pemecahan masalah tidak hanya dipusatkan untuk memenuhi produksi tebu giling tetapi juga meningkatkan kualitas tebu giling. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis sistem budidaya tebu di PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) Kebun Helvetia Wilayah Helvetia dan faktor-faktor dominan yang terjadi dan dibutuhkan oleh seluruh stakeholder. Metode penelitian ini dilakukan dengan pendekatan sistem dengan menggunakan beberapa metode pengambilan data yaitu kuisioner, wawancara, diskusi dan observasi kondisi lingkungan di lokasi penelitian. Dalam pendekatan sistem, identifikasi sistem budidaya tebu dilakukan dengan evaluasi tiga aspek yaitu, aspek lingkungan, aspek sosial budaya dan aspek ekonomi. Aspek lingkungan mengevaluasi tentang daya dukung lingkungan. Aspek sosial budaya mengevaluasi tentang perubahan cara pandang masyarakat tentang keberadaan sistem dan aspek ekonomi mengevaluasi tingkat kesejahteraan pekerja. Hasil dari identifikasi ditunjukkan dalam diagram kotak hitam.
Kata kunci: budidaya tebu, pendekatan sistem, identifikasi system
ABSTRACT
Cane (Saccharum officinarum Linn) is plant to materials of sugar. Quality of sugar depend on quality of cane. Demand of sugar will be increased, but not along with by productivity. Solve problems not only foccus to fill of sugarcane but also increased of sugarcene quality. The purpose of this reseach is to analyze the cane cultivation system at PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) Kebun Helvetia Wilayah Helvetia and dominant factors which happened and needed by all stakeholder. Reseach method do with systems approach use some methods to take of data, such as questionaire, interview, discuss and observation of environment condition in reseach location. In system approach, identification of system cultivation canedid evaluation three aspect such as environment aspect, social-civilitation aspect and economic aspect. Evaluation of environment aspect about support environment. Evaluation of social-civilization aspect about change of opinion society about existence systems and evaluation of economic aspect about prosperity worker. Result from identification will be shown in blackbox diagram.
ABSTRAK
Tebu (Saccharum officinarum Linn) adalah tanaman untuk bahan baku gula. Kualitas dari tebu ini akan menentukan kualitas gula. Permintaan akan gula terus meningkat, namun tidak seiring dengan produktivitasnya yang terus menurun. Pemecahan masalah tidak hanya dipusatkan untuk memenuhi produksi tebu giling tetapi juga meningkatkan kualitas tebu giling. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis sistem budidaya tebu di PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) Kebun Helvetia Wilayah Helvetia dan faktor-faktor dominan yang terjadi dan dibutuhkan oleh seluruh stakeholder. Metode penelitian ini dilakukan dengan pendekatan sistem dengan menggunakan beberapa metode pengambilan data yaitu kuisioner, wawancara, diskusi dan observasi kondisi lingkungan di lokasi penelitian. Dalam pendekatan sistem, identifikasi sistem budidaya tebu dilakukan dengan evaluasi tiga aspek yaitu, aspek lingkungan, aspek sosial budaya dan aspek ekonomi. Aspek lingkungan mengevaluasi tentang daya dukung lingkungan. Aspek sosial budaya mengevaluasi tentang perubahan cara pandang masyarakat tentang keberadaan sistem dan aspek ekonomi mengevaluasi tingkat kesejahteraan pekerja. Hasil dari identifikasi ditunjukkan dalam diagram kotak hitam.
Kata kunci: budidaya tebu, pendekatan sistem, identifikasi system
ABSTRACT
Cane (Saccharum officinarum Linn) is plant to materials of sugar. Quality of sugar depend on quality of cane. Demand of sugar will be increased, but not along with by productivity. Solve problems not only foccus to fill of sugarcane but also increased of sugarcene quality. The purpose of this reseach is to analyze the cane cultivation system at PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) Kebun Helvetia Wilayah Helvetia and dominant factors which happened and needed by all stakeholder. Reseach method do with systems approach use some methods to take of data, such as questionaire, interview, discuss and observation of environment condition in reseach location. In system approach, identification of system cultivation canedid evaluation three aspect such as environment aspect, social-civilitation aspect and economic aspect. Evaluation of environment aspect about support environment. Evaluation of social-civilization aspect about change of opinion society about existence systems and evaluation of economic aspect about prosperity worker. Result from identification will be shown in blackbox diagram.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Gula pasir sebagai komoditas pertanian menempati posisi penting, karena
merupakan salah satu dari sembilan bahan pokok yang dikonsumsi secara
langsung dan sebagai bahan pemanis untuk keperluan berbagai industri makanan
dan minuman. Oleh karenanya permintaan akan gula meningkat terus mengikuti
perkembangan jumlah penduduk dan peningkatan kesejahteraan manusia
(Dinas Perkebunan, 2004). Produksi gula di Indonesia saat ini belum dapat
memenuhi kebutuhan dalam negeri, berdasarkan data tahun 2000, total produksi
gula hanya 1,69 juta ton sementara kebutuhannya mencapai 3 juta ton
(Hafsah, 2002).
Beberapa tahun terakhir industri gula di Indonesia, tidak terkecuali
industri gula di Sumatera Utara, mengalami penurunan produktivitas. Produksi
gula PTPN II Sumatera Utara mengalami penurunan yang cukup
mengkhawatirkan. Jika mencermati perkembangan produksi selama 20 tahun
giling (1983-2002), penurunan produksi tersebut terjadi sejak tahun giling 1999,
rataan produktivitas hablur yang dihasilkan hanya mencapai 4,6 ton per ha
kemudian terus menurun drastis menjadi 2,8 ton, 3,3 ton dan 2,3 ton berturut-turut
pada tahun giling 2000, 2001 dan 2002. Sementara rataan produktivitas hablur 16
tahun sebelumnya (1983-1998) sebesar 5,1 ton dengan kisaran antara 4,48 ton
hingga 6,28 ton.
tanaman keprasan yang cukup besar, dominasi varietas tebu lama (F156) yang
telah mengalami degradasi genetik dan dikepras berulang-ulang serta sudah tidak
murni lagi. Untuk dapat meningkatkan produktivitasnya harus dilakukan program
rehabilitasi tanaman yang terencana dengan menanam varietas-varietas tebu
unggul (Dinas Perkebunan, 2004).
Dalam menganalisis dan mengidentifikasi sistem budidaya tebu, penulis
menggunakan metode pendekatan sistem dengan cara menggali informasi dan
pengetahuan dari para stakeholder dalam hal budidaya tebu dengan menggunakan
beberapa metode pengambilan data yaitu kuisioner, wawancara, diskusi dan
observasi kondisi lingkungan di lokasi penelitian. Dengan memandang sistem
secara keseluruhan, yang terdiri dari faktor dominan yang terjadi dan yang
dibutuhkan stakeholder serta pengevaluasian aspek yang dianggap cukup penting
yaitu aspek lingkungan, aspek sosial-budaya dan aspek ekonomi. Pendekatan
sistem akan mencari keterpaduan antar elemen melalui pemahaman yang utuh.
Penggunaan pendekatan sistem dalam penelitian ini diharapkan akan
menghasilkan keputusan yang efektif dan operasional yang sesuai dengan tujuan
produksi perusahaan itu sendiri.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis sistem budidaya tebu dan
faktor-faktor dominan yang terjadi dan dibutuhkan oleh seluruh stakeholder. Hasil
identifikasi sistem diwujudkan ke dalam diagram lingkar dan selanjutnya
Kegunaan Penelitian
1. Sebagai syarat untuk melaksanakan ujian sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
2. Hasil penelitian diharapkan dapat berguna bagi pihak manajemen
PT. Perkebunan Nusantara II kebun Helvetia wilayah Helvetia sebagai bahan
evaluasi dan pengawasan sistem budidaya tebu.
3. Sebagai bahan untuk pengembangan dan aplikasi metodologi berpikir sistem.
4. Sebagai input informasi bagi pihak yang membutuhkan.
Batasan Penelitian
Penelitian mengenai budidaya tebu ini dibatasi hanya untuk mengenal dan
memahami sistem tersebut ditinjau dari hasil produksi tebu giling untuk ketiga
TINJAUAN PUSTAKA
Tebu
Tebu (Saccharum officinarum Linn) adalah tanaman untuk bahan baku
gula. Tanaman ini hanya dapat tumbuh di daerah beriklim tropis. Tanaman ini
termasuk jenis rumput-rumputan. Umur tanaman sejak ditanam sampai bisa
dipanen mencapai kurang lebih 1 tahun. Di Indonesia tebu banyak dibudidayakan
di pulau Jawa dan Sumatera (Wikipedia, 2007).
Bentuk fisik tanaman tebu dicirikan oleh terdapatnya bulu-bulu dan duri
sekitar pelepah dan helai daun. Banyaknya bulu dan duri beragam tergantung
varietas. Jika disentuh akan menyebabkan rasa gatal. Kondisi ini kadang menjadi
salah satu penyebab kurang berminatnya petani berbudidaya tebu jika masih ada
alternatif tanaman lain. Tinggi tanaman bervariasi tergantung daya dukung
lingkungan dan varietas, antara 2,5-4 meter dengan diameter batang antara 2-4 cm
(Dinas Perkebunan, 2004).
Daur kehidupan tanaman tebu melalui 5 fase, yaitu :
1. Perkecambahan
Dimulai dengan pembentukan taji pendek dan akar stek pada umur 1 minggu
dan diakhiri pada fase kecambah pada umur 5 minggu.
2. Pertunasan
Dimulai dari umur 5 minggu sampai 3,5 bulan.
3. Pemanjangan Batang
4. Kemasakan
Merupakan fase yang terjadi setelah pertumbuhan vegetatif menurun dan
sebelum batang tebu mati. Pada fase ini gula di dalam batang tebu mulai
terbentuk hingga titik optimal hingga berangsur-angsur menurun. Fase ini
disebut juga fase penimbunan rendemen gula.
5. Kematian
(KPPBUMN, 2007).
Tujuh varietas tebu unggul harapan yang diperkenalkan dinas perkebunan
dapat dipakai sebagai alternatif pendamping mengungguli varietas lama yang
masih dipertahankan yaitu PS 84-16029, PS 86-17079, PS 86-8680, PS 89-19137,
PS 89-22513, PS 90-13156 dan PS90-9704 (Dinas Perkebunan, 2004).
Teknik Budidaya Tebu
Pembukaan Areal dan Menyusun Pola Field Lay Out
Pembukaan Areal
Jenis lahan yang dapat dikembangkan untuk budidaya tebu adalah :
• Lahan konversi
• Lahan rotasi pola Timur/Barat (T/B)
• Lahan rotasi pola Utara/Selatan (U/S).
Cara pembuatan lahan budidaya tebu baik lahan konversi maupun lahan
rotasi adalah :
Luas berkisar antara 250-300 Ha tergantung kondisi lapangan. Batas antara
DP yang satu dengan yang lain adalah jalan (jalan primer, sekunder maupun
tersier) atau sungai. Penomoran DP ini diberi angka romawi,
contoh : DP.I, DP.II dan seterusnya.
• Blok
Tiap DP mempunyai beberapa blok, tiap blok berkisar 5-8 Ha. Penomoran
blok diberikan dengan dua digit angka biasa, contoh : blok 01, blok 02 dan
seterusnya. Setiap blok hendaklah dicatat :
a. Luas bruto
b. Luas netto
c. Jumlah juringan (alur tanaman)
d. Panjang parit, sungai menurut jenisnya
e. Dan yang lain-lain yang dianggap perlu.
• Saluran drainase
Jenis-jenis saluran drainase yaitu :
a. Parit kanal, yaitu parit yang berfungsi untuk mengalirkan air ke parit
alam.
b. Parit T/B lebar 100 cm, yaitu parit yang berfungsi untuk mengalirkan air
dari parit U/S ke parit kanal.
c. Parit U/S, yaitu parit yang berfungsi untuk mengalirkan air dari parit
jaluran ke parit T/B lebar 100 cm.
d. Parit jaluran, yaitu parit yang dibuat sejajar dengan juringan atau sering
(1 petak), yang berfungsi untuk mengalirkan air dari juringan ke parit
U/S.
• Jaringan jalan
Jaringan jalan dalam kebun tebu pada umumnya terdiri dari 3 macam, yaitu :
a. Jalan Utama
Jalan ini terutama untuk pengangkutan tebu dari kebun ke pabrik. Beban
yang harus ditahan cukup berat (lebih dari 15 ton) sehingga perlu
diperkeras dengan dasar yang kuat. Lebar jalan bervariasi antara 10
sampai 12 meter.
b. Jalan Sekunder
Jalan ini terutama untuk lalu lintas traktor dan alat pertanian. Selain itu
juga untuk pengangkutan tebu dari kebun ke jalan utama. Beban yang
harus ditahan juga cukup berat sehingga pelu diperkeras, serta dengan
dasar yang kuat sesuai dengan ketentuan baku. Lebarnya dapat
bervariasi antara 6 sampai 8 meter.
c. Jalan Tersier
Jalan ini tidak perlu diperkeras dan dapat digunakan sebagai headland
tempat pemutaran traktor. Lebarnya bervariasi antara 4 sampai 6 meter.
Tetapi jalan ini tetap dipelihara dengan membabat rumputan yang ada
(PTPN II, 2008).
Menyusun Pola Field Lay Out
Pembuatan lay out di kebun tebu dilakukan untuk ukuran blok
pengoperasian mekanisasi (baik pengolahan maupun pemeliharaan) dan
mempermudah pelaksanaan tebangan dan angkutan.
Persiapan Lahan
Sebelum penanaman tebu lahan konversi dan lahan rotasi pola T/B
terlebih dahulu diolah tanahnya untuk menjamin perkecambahan yang tinggi :
• Untuk areal baru terlebih dahulu dilakukan pembabatan rumput kemudian
rerumputan dibakar, ini dilakukan ± 2 bulan sebulan tanam.
• Untuk areal konversi, sesudah selesai tebangan tebu ratoon (tanaman yang
tumbuh setelah penebangan plane cane), biasanya hanya sampai ratoon III,
segera dilakukan pembakaran lahan (klaras), baru dilakukan pengolahan
tanah.
• Untuk areal rotasi eks tembakau, selesai panen (kutip daun terakhir),
dibersihkan lahan lalu dilakukan pengolahan tanah.
Pengolahan tanah hendaknya dilakukan dengan pembajakan,
penggemburan dan pembuatan juringan. Dengan demikian perkecambahan tebu
berjalan normal.
• Pembajakan (plowing)
Adalah upaya pembongkaran tanah yang bertujuan untuk memperdalam batas
olah tanah, membalikkan tanah agar sirkulasi udara lebih baik serta
untuk menghancurkan sisa-sisa tumbuhan yang sebelumnya
sudah ada (Dinas Perkebunan, 2004). Biasanya hasil pembajakan berupa
tanah bongkahan yang masih cukup besar. Dilakukan dengan implement
30-40 cm. Pembajakan untuk tanah ringan boleh ditarik dengan traktor roda
ban.
• Penggemburan (harrowing)
Adalah upaya memperhalus hasil olahan tanah dari kondisi tanah besar
menjadi lebih kecil. Tujuannya untuk membuat kondisi tanah berpori lebih
banyak dan lebih remah sehingga permukaan tanah mudah dibentuk sesuai
dengan yang diinginkan (Dinas Perkebunan, 2004). Dilakukan dengan
menggunakan implement Rome Master dengan alat tarik Crowler-D5.
Penggemburan untuk tanah ringan boleh ditarik dengan traktor roda ban.
• Pembuatan juringan (furrowing)
Sesudah tanah dibajak dan digembur maka pekerjaan pembuatan alur
tanaman dapat dimulai. Alat yang digunakan adalah furrower dengan
kedalaman juringan 25-30 cm yang ditarik dengan traktor rantai atau traktor
ban. Pada satu kali jalan dibuat 2 sampai 3 alur. Jarak antar juringan adalah
135 cm
(PTPN II, 2008).
Selain menggunakan furrower, pembuatan juringan juga dapat dilakukan
secara manual. Tebalnya kasuran/bantalan tergantung pada keadaan tanah. Bila
musim hujan atau tanahnya basah, maka tebalnya ± 10 cm sedangkan bila musim
kemarau, maka tebal kasuran ± 15-20 cm dari permukaan tanah aslinya
Pembibitan
Bibit merupakan salah satu faktor penting dalam penyelenggaraan tebu
giling. Bibit yang bermutu baik dan sehat akan menghasilkan tanaman yang baik
dan sehat pula. Penurunan produksi tebu antara lain disebabkan pemakaian bibit
yang kurang baik. Bibit bisa didapatkan dari :
• Bibit pucuk
Bibit ini berasal dari pucuk batang tebu giling. Untuk keperluan ini, dipilih
tebu yang baik dan sehat serta yang tidak banyak bercampur dengan
jenis-jenis tebu lain. Daun kering yang membungkus bibit tidak
diklentek/dilepas, karena dapat melindungi mata dari kerusakan.
• Bibit kebun
Bibit ini merupakan kebun pembibitan yang diselenggarakan sebagai
penyediaan bahan tanam bagi kebun tebu giling. Lokasi kebun pembibitan
diusahakan dekat dengan areal tebu giling.
• Bibit mentah/bibit krecekan
Bibit ini berasal dari tanaman yang berumur 0-7 bulan. Bibit ini dipotong
tanpa mengklentek daun pembungkusnya agar mata-mata tunas tidak rusak.
• Bibit seblangan
Bibit ini diambil dari tanaman yang telah tumbuh untuk mencukupi
penyulaman. Bibit yang diambil jika tanaman sudah berumur 16-18 hari atau
yang telah bermata tunas dua.
• Bibit siwilan
Jika tanaman sudah tidak tumbuh atau pucuknya mati, maka keluarlah
tunas-tunas yang disebut siwilan. Siwilan ini bisanya digunakan untuk
penyulaman
(Sutardjo, 1994).
Jenjang bibit kebun atau kebun pembibitan adalah sebagai berikut :
• Kebun Bibit Pokok Utama (KBPU)
KBPU adalah kebun bibit yang diselenggarakan oleh P3GI (Pusat Penelitian
Perkebunan Gula Indonesia) Pasuruan. Kemurniannya berada dibawah
pengawasan Pemulian Tanaman. KBPU ditanam pada bulan Juli-Agustus.
• Kebun Bibit Pokok (KBP)
KBP merupakan kebun pembibitan yang diselenggarakan sebagai penyediaan
bahan tanam bagi kebun nenek. Kebun ini menggunakan bahan tanam yang
berasal dari KBPU. Kebun ini dikelola oleh Riset Pengembangan. KBP
ditanam pada bulan Januari-Februari.
• Kebun Bibit Nenek (KBN)
KBN merupakan kebun pembibitan yang diselenggarakan sebagai
penyediaan bahan tanam bagi kebun bibit induk. Kebun ini menggunakan
bahan tanam yang berasal dari KBP. Kebun ini dikelola oleh Riset
Pengembangan. KBN ditanam pada bulan Juli-Agustus.
• Kebun Bibit Induk (KBI)
KBI merupakan kebun pembibitan yang diselenggarakan sebagai penyediaan
yang berasal dari KBN. Kebun ini dikelola oleh Asisten Afdeling. KBI
ditanam pada bulan Januari-Februari.
• Kebun Bibit Datar (KBD)
KBD merupakan kebun pembibitan yang diselenggarakan sebagai
penyediaan bahan tanam bagi kebun tebu giling. Kebun ini menggunakan
bahan tanam yang berasal dari KBI. Kebun ini dikelola oleh Asisten
Afdeling. KBD ditanam pada bulan Juli-Oktober.
Tahun ke
Bulan
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nop Des X-3 KBPU
X-2 KBP
KBN
X-1 KBI
KBD
X TG
Gambar 1. Pola pembibitan tebu PTPN II Sumatera Utara (PTPN II, 2008).
Penanaman
Sebelum dilakukan penanaman hendaknya dipersiapkan bibit dan pupuk
dasar. Masa penanaman Februari s/d Juli, yang setiap bulannya dibagi menjadi
dua bagian yaitu A dan B. Bagian A penanaman mulai tanggal 1-15 dan bagian B
penanaman mulai tanggal 15-30 setiap bulannya. Contoh : penanaman dilakukan
pada tanggal 1 Februari maka dinyatakan dengan masa tanam 2A. Bibit bagal stek
2-3 mata yang telah diseleksi di KBD disebar dan diletakkan didasar juringan
Kemudian ditutup dengan tanah kasuran setebal 3-5 cm pada musim hujan dan
6-10 cm pada musim kemarau. Sebelum peletakan bibit bagal pada dasar juringan
dilakukan terlebih dahulu penaburan pupuk dasar yang terdiri dari pupuk Halei
(400Kg/Ha) dan pupuk Urea (100Kg/Ha). Pupuk diberikan secara sekaligus
(PTPN II, 2008).
Perawatan
1. Tanaman Plant Cane (PC) pola T/B
• Herbisida Pra Emergence
Diberikan pada saat gulma sudah berkecambah tetapi tebunya belum
tumbuh maksimal atau umur tebu berkisar 1-5 hari. Bahan yang
digunakan adalah {Ronindo 3 Kg/Ha + Larutan 2.4 DA (D. Amine)
1,5 L/Ha} ditambah 200 Liter air.
• Penyisipan
Penyisipan dilakukan pada tanaman berumur 21-30 hari setelah tanam.
Penyisipan dilakukan jika juringan kosong > 30 cm. Apabila penyisipan
pertama gagal, diulangi lagi pada saat tanaman berumur 51-60 hari.
• Penyiangan 1 kali, 2 kali
Penyiangan adalah membuang rumput-rumput yang tumbuh di kebun,
supaya jangan mengadakan persaingan dengan tanaman tebu dan
merintangi tumbuhnya. Penyiangan dilakukan secara manual yaitu
dengan menggunakan cangkul koret (Adisewojo, 1991).
• Interrow
Interrow adalah pengolahan tanah dengan menggunakan implement disc
dengan kedalaman juringan 10-15 cm, yang bertujuan untuk
menggemburkan tanah di sekitar perakaran tanaman. Interrow dilakukan
segera setelah penyiangan selesai dikerjakan.
• Herbisida Post Emergence
Bahan yang digunakan adalah Larutan Kombat 3 L/Ha ditambah
200 Liter air.
• Klentek (pelepasan daun kering)
Klentek bertujuan untuk memperbaiki sirkulasi udara dan kebersihan
kebun, memperbanyak sinar matahari yang masuk mengenai batang tebu
dan meningkatkan kualitas tebangan. Daun yang diklentek adalah daun
kering yang kelopak daunnya sudah membuka 50%. Klentek dilakukan
pada saat tanaman berumur ± 6 bulan, apabila diperlukan klentek bisa
dilakukan lagi pada saat tanaman berumur ± 8 bulan.
2. Tanaman Ratoon Pola T/B
• Klaras
Pembakaran lahan (klaras) dilakukan segera setelah kegiatan panen
diselesaikan.
• Kepras
Kepras adalah penebangan sisa tanaman rata dengan permukaan tanah,
yang bertujuan untuk merawat tunggul tebu bekas tebangan agar tunas
baru dapat tumbuh sehat, seragam/homogen dan dalam jumlah kerapatan
Pengeprasan dilakukan dengan menggunakan parang babat yang tajam.
Cara pengeprasan adalah sisa batang tebu yang masih tertinggal di atas
permukaan tanah dipotong sedikit rata pada permukaan tanah.
• Sub Soiling
Sub soiling adalah pengolahan tanah dengan menggunakan implement
ripper dengan kedalaman juringan ± 20 cm, yang bertujuan untuk
memperbaiki aerasi tanah dan memotong akar-akar tua. Dilaksanakan
segera setelah pengeprasan. Sub soiling dilakukan menggunakan
implement ripper yang ditarik dengan traktor roda ban, kedalaman ± 20
cm. Semua juring harus di ripper.
• Penyisipan dengan Bagal
Penyisipan ini bertujuan untuk menyisip juringan yang kosong/rusak
akibat pekerjaan tebangan. Penyisipan menggunakan bibit bagal bermata
2-3 mata. Bibit diletakkan pada juringan kosong yang telah dilubangi,
kemudian ditutup. Penyisipan dilakukan pada saat tanaman berumur
5-14 hari. Apabila penyisipan gagal, diulangi lagi pada saat tanaman
berumur 35-44 hari. Maksimal sisipan 5 % sampai 10 % apabila lebih
harus dibuat berita acara permintaan sisip berat.
• Pemupukan
Pada tanaman ratoon, pekerjaan pemupukan dilaksanakan 14-21 hari
setelah pengeprasan. Dosis pupuknya adalah 400Kg/Ha Halei dan
100Kg/Ha Urea. Pupuk diberikan secara sekaligus. Pemupukan
kemudian ditutup dengan interrow cultivating untuk konversi dan rotasi
pola T/B.
• Interrow
Interrow adalah pengolahan tanah dengan menggunakan implement disc
dengan kedalaman juringan 10-15 cm, yang bertujuan untuk menutup
pupuk, dimaksudkan agar pupuk tidak terbawa air ketika hujan. Interrow
dilaksanakan segera setelah pemupukan.
• Herbisida Early Emergence
Bahan yang digunakan adalah { Larutan Basta 2 L/Ha + Larutan 2.4 DA
(D. Amine) 1 L/Ha} ditambah 200 liter air.
• Penyiangan
Penyiangan adalah membuang rumput-rumput yang tumbuh di kebun,
supaya jangan mengadakan pesaingan dengan tanaman tebu dan
merintangi tumbuhnya. Penyiangan dilakukan secara manual yaitu
dengan menggunakan cangkul Koret (Adisewojo, 1991).
• Herbisida Post Emergence
Bahan yang digunakan adalah Larutan Kombat 3 L/Ha ditambah
200 Liter air.
• Klentek (pelepasan daun kering)
Klentek bertujuan untuk memperbaiki sirkulasi udara dan kebersihan
kebun, memperbanyak sinar matahari yang masuk mengenai batang tebu
dan meningkatkan kualitas tebangan. Daun yang diklentek adalah daun
pada saat tanaman berumur ± 6 bulan, apabila diperlukan klentek bisa
dilakukan lagi pada saat tanaman berumur ± 8 bulan
(PTPN II, 2008).
Hama dan Penyakit
Hama
Hama merupakan binatang pengganggu tanaman. Gangguan dilakukan
dengan cara menghisap atau memakan bagian tanaman. Beberapa hama penting
yang sering menyerang tanaman tebu antara lain :
1. Penggerek Pucuk (Tryporina nivella)
Hama ini berupa ulat yang menyerang pucuk tanaman sehingga mematikan
titik tumbuh.
2. Penggerek Batang (Phragmatoecia castaneae)
Hama ini berupa ulat yang merusak ruas-ruas batang tebu sehingga pada
serangan yang parah dapat merobohkan tanaman.
3. Kutu Bulu Putih (Ceratovacuna laniagara)
Pada daun-daun yang mulai nampak ada kutu bulu putih segera dipangkas,
kemudian dimasukkan ke dalam kantong plastik untuk dimusnahkan atau
dibakar.
4. Uret
Hama ini menyerang akar dan pangkal tanaman tebu. Tanaman yang
5. Tikus
Hama ini menyerang tanaman berumur kurang dari satu bulan. Tanaman
yang terserang akan mati.
(Muljana, 1983).
Penyakit
1. Penyakit Pokkahbung (Gibbrela moniliformis)
Penyakit ini disebabkan oleh sejenis jamur dan terutama timbul di musim
hujan. Tanda-tanda penyakit ini adalah pada daun muda terlihat memutih
(chlorosis). Pokkahbung adalah salah satu jenis penyakit yang sangat
berbahaya bagi tanaman tebu, terutama di daerah beriklim basah
(Sutardjo, 1994).
2. Penyakit Blendok (Xanthomonas albilincans)
Penyakit ini menyerang tanaman tebu berumur 1,5-2 bulan. Tanda-tanda
penyakit ini adalah pada penampang membujur dari batang-batang kelihatan
perubahan warna dari kuning sampai merah tua, titik tumbuh dan tunas-tunas
juga berwarna merah. Gejala penyakit ini akan lenyap bila hujan turun.
3. Penyakit Mosaik
Penyebab penyakit ini adalah virus mosaik. Tanda-tanda penyakit ini yaitu
pada daun terdapat gambaran mosaik berupa garis-garis dan noda-noda
berwarna hijau muda sampai kuning.
4. Penyakit Luka Api (Smut)
Penyebab penyakit ini adalah Ustilago scitaminea syd. Gejala penyakit ini
adalah timbul cambuk hitam pada pucuk tebu.
5. Penyakit Pembuluh
Penyebab penyakit ini adalah bakteri Clavibacter xylisubsp xyli. Tanaman
yang terserang menampakkan gejala pertumbuhan yang kurang sempurna
terutama tanaman keprasan tampak kerdil
(Dinas Perkebunan, 1994).
Panen
Tebang Muat Angkut (TMA) adalah tiga kegiatan yang tidak dapat dipisah
dalam rangka memungut hasil batang tebu layak giling untuk dibawa ke pabrik.
Kegiatan TMA dapat mempengaruhi kualitas kadar gula jika tidak ditangani
dengan baik. Di lapangan kegiatan TMA masih jauh dari yang diharapkan.
Walaupun telah memperoleh pengalaman, namun untuk mendapatkan tenaga
tebang yang terampil sangat sulit untuk diharapkan. Umumnya tenaga tebang
lebih banyak dilakukan oleh tenaga perempuan dari pada pria
(Dinas Perkebunan, 2004).
Tebang
Tebangan baik untuk PC (tanaman yang berasal dari bibit baru) maupun
Ratoon (tanaman yang tumbuh setelah penebangan plant cane) dilakukan dalam
bentuk tebu segar (green cane). Waktu penebangan dan giling adalah Januari-Juli.
Untuk menentukan waktu tebangan maka faktor yang perlu dipertimbangkan
adalah sebagai berikut :
• Umur 10-12 bulan dan dapat dilihat dari masa tanamnya
• Pada musim kemarau usahakan tebang pada kebun yang jauh dari pabrik dan
pada musim hujan kebun-kebun yang dekat dengan pabrik.
Cara penebangan yang dapat dilakukan terbagi menjadi 2, yaitu :
1. Mekanis
Penebangan dilakukan dengan menggunakan cane harvester, alat ini hanya
digunakan pada waktu mendesak.
2. Manual
Penebangan ini dilakukan dengan menggunakan parang tebang. Alat tebu
umumnya dibawa oleh penebang atau bisa juga dipinjam dari pabrik gula
atau kebun bersangkutan kemudian setelah selesai tebang harus
dikembalikan. Cara tebangan adalah pandas, artinya tepat pada permukaan
tanah.
(PTPN II, 2008).
Muat
Cara muat ke dalam truk dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu :
1. Mekanis
Dengan menggunakan mesin cangkram (grab loader)
2. Manual
Dengan menggunakan tenaga manusia (panggul), dimuat dalam bentuk
bundle cane (ikatan), setiap ikatan terdiri dari 20-25 batang tebu.
Angkut
Alat pengangkutan adalah truk umum dengan kapasitas 10-15 ton
(PTPN II, 2008).
Pendekatan Sistem
Pendekatan sistem adalah suatu cara untuk menangani suatu masalah.
Pendekatan sistem (system approach) merupakan cara untuk menangani suatu
masalah berdasarkan berpikir kesisteman. Pendekatan sistem terhadap suatu
masalah adalah untuk menangani suatu masalah dengan mempertimbangkan
semua aspek yang terkait dengan masalah itu dan mengkonsentrasikan
perhatiannya kepada interaksi antara aspek-aspek yang terkait dari permasalahan
tersebut. Jadi pendekatan sistem adalah suatu pendekatan pemecahan masalah
yang dilakukan secara menyeluruh (sistemik) (Tunas, 2007).
Melalui berpikir kesisteman dan pendekatan sistem ini kita akan dapat
melihat permasalahan dengan prespektif yang lebih menyeluruh, yang mencakup
struktur, pola dan proses serta keterkaitan antara komponen-komponen atau
kejadian-kejadian yang ada padanya, jadi tidak hanya kepada kejadian yang
tunggal yang langsung dihadapi. Berdasarkan prespektif yang luas ini kita akan
dapat mengidentifikasi seluruh rangkaian sebab-akibat yang ada dalam
permasalahan tersebut dan menentukan dimana sebaiknya kita harus memulai
tindakan pemecahannya (Tunas, 2007).
Beberapa alasan mengapa kita membutuhkan pendekatan sistem dalam
2. Karena ada berbagai alternatif pemecahan yang potensial yang perlu
dipertimbangkan.
3. Setiap pemecahan disamping mendukung tercapainya tujuan yang
diinginkan, juga mempunyai dampak sampingan yang juga harus
dipertimbangkan.
4. Hasil pemecahan suatu masalah harus dievaluasi baik terhadap pencapaian
tujuan yang diinginkan maupun dampak sampingan yang akan
diakibatkannya.
5. Pemecahan suatu masalah bersifat sementara atau tidak langsung karena akan
timbul lagi permasalahan baru
(Eriyatno, 2003).
Metodologi Sistem
Metodologi sistem pada prinsipnya melalui enam tahap analisis sebelum
tahap sintesa (rekayasa), meliputi : (1) analisa kebutuhan, (2) identifikasi sistem,
(3) formulasi masalah, (4) pembentukan alternatif sistem, (5) determinasi dari
realisasi fisik, sosial dan politik, (6) penentukan kelayakan ekonomi dan finansial.
Langkah 1-6 dilakukan dalam satu kesatuan kerja yang dikenal dengan analisa
sistem (Eriyatno, 2003).
Analisis Kebutuhan
Pendekatan sistem adalah cara penyelesaian persoalan yang dimulai
dengan dilakukannya identifikasi terhadap adanya sejumlah kebutuhan-kebutuhan
sehingga dapat menghasilkan suatu operasi dari sistem yang dianggap efektif. Jika
stakeholder. Whitten, dkk (2004) mendefenisikan stakeholder sebagai orang yang
mempunyai ketertarikan terhadap sistem yang ada ataupun sistem yang
ditawarkan. Stakeholder bisa termasuk pekerja teknis dan non teknis, bisa juga
pekerja dalam dan luar.
Analisa kebutuhan merupakan permulaan pengkajian dari suatu sistem.
Analisis kebutuhan harus dilakukan secara hati-hati terutama dalam menentukan
kebutuhan-kebutuhan dari semua orang dan institusi yang dapat dihubungkan
dengan sistem yang telah ditentukan. Analisa ini dapat meliputi hasil suatu survei,
pendapat seorang ahli, diskusi, observasi lapangan dan sebagainya
(Eriyatno, 2003).
Formulasi Masalah
Tujuan dari analisis permasalahan adalah untuk mempelajari dan
memahami bidang masalah dengan cukup baik untuk secara menyeluruh
menganalisis masalah, kesempatan dan batasannya. Para pemecah masalah telah
belajar untuk benar-benar memahami sebuah permasalahan sebelum mengajukan
solusi apapun yang mungkin. Dalam praktik, suatu akibat mungkin adalah sebuah
gejala dari masalah yang berbeda, yang lebih mendalam dan mendasar. Masalah
tersebut juga harus dianalisis untuk mencari penyebab dan akibatnya, dan
seterusnya sampai penyebab dan akibat tersebut tidak menghasilkan gejala-gejala
masalah-masalah lain (Whitten dkk, 2004).
Maksud dari tahap ini untuk mempelajari dan memahami sistem yang ada
dan mengidentifikasi masalah-masalah dan peluang secara lebih spesifik sebagai
permasalahan dan peluang yang ditemukan atau dirasakan oleh pihak menajemen
pemakai, tujuan dan pentingnya usaha pengembangan, penentuan ruang lingkup
analisis atau rencana pengembangan serta pemahaman lebih lanjut mengenai
sistem sekarang (Simatupang, 1994).
Identifikasi Sistem
Identifikasi sistem merupakan suatu mata rantai hubungan antara
pernyataan dari kebutuhan-kebutuhan dengan pernyataan khusus dari masalah
yang harus dipecahkan untuk mencukupi kebutuhan-kebutuhan tersebut. Yang
penting dalam identifikasi sistem adalah melanjutkan interpretasi diagram lingkar
ke dalam konsep kotak gelap (blackbox) (Eriyatno, 2003).
Input tidak terkendali Output yang dikehendaki
Input terkendali Output yang tidak dikehendaki
Gambar 2. Diagram kotak gelap (Eriyatno, 2003)
INPUT LINGKUNGAN
SISTEM
Tabel 1. Uraian komponen sistem
NO KOMPONEN SISTEM URAIAN
A Input Sistem
A.1 Input Lingkungan 1. Mempengaruhi sistem, akan tetapi tidak dipengaruhi sistem
2. Tergantung pada jenis sistem yang ditelaah A.2 Input yang endogen (yang
terkendali dan tidak terkendali)
1. Merupakan peubah yang sangat perlu bagi sistem untuk merencanakan fungsinya yang dikehendaki
2. Sebagai peubah untuk mengubah kinerja sistem dan pengoperasiannya
A.2.1 Input yang terkendali 1. Dapat bervariasi selama pengoperasian sistem untuk mencapai kinerja yang dikehendaki atau untuk menghasilkan output yang dikehendaki
2. Perannya sangat penting dalam mengubah kinerja sistem selama pengoperasian
3. Dapat meliputi aspek: manusia, bahan, energi, modal dan informasi
A.2.2 Input yang tidak terkendali 1. Tidak cukup penting peranannya dalam mengubah kinerja sistem
2. Tetapi diperlukan agar sistem dapat berfungsi 3. Bukan merupakan input lingkungan
(eksogenous) karena disiapkan perancang B Output Sistem
B.1 Output yang dikehendaki 1. Merupakan respon sistem terhadap kebutuhan yang telah ditetapkan (dalam analisis kebutuhan)
2. Merupakan peubah yang harus dihasilkan oleh sistem untuk memuaskan kebutuhan yang telah diidentifikasi
B.2 Output yang tidak dikehendaki 1. Merupakan hasil sampingan yang tidak dapat dihindarkan dari sistem
2. Selalu diidentifikasi dalam tahap identifikasi sistem, terutama semua pengaruh negatif yang potensial dapat dihasilkan oleh sistem yang diuji
3. Sering merupakan kebalikan dari keluaran yang dikehendaki
C Parameter Rancangan Sistem 1. Digunakan untuk menetapkan struktur sistem 2. Merupakan peubah keputusan penting bagi
kemampuan sistem menghasilkan keluaran secara efisien dalam memenuhi kepuasan bagi kebutuhan yang ditetapkan
3. Dalam beberapa kasus perlu merubah peubah ini selama pengoperasian sistem untuk membuat kemampuan sistem bekerja lebih baik dalam keadaan lingkungan berubah-ubah 4. Tiap sistem mempunyai parameter rancangan
tersendiri yang dapat diidentifikasi
METODOLOGI PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di PT. Perkebunan Nusantara II Kebun Helvetia
Wilayah Helvetia yang dilaksanakan pada bulan Juli hingga bulan Desember
2008.
Alat dan Bahan
Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian adalah :
1. Alat tulis
2. Komputer
3. Kamera digital
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah :
1. Data primer
Data primer yang diperoleh dari penelitian kerja, baik dari hasil wawancara,
penyebaran kuisioner dan hasil diskusi dengan pihak-pihak yang berwenang.
2. Data sekunder
Data sekunder yang diperoleh dari pihak manajemen PT. Perkebunan
Nusantara II (Persero) Kebun Helvetia Wilayah Helvetia, antara lain :
a. Pedoman dasar dan instruksi kerja tanaman tebu
b. Data hasil produksi tebu
Metode Penelitian
Metode penelitian ini menggunakan pendekatan sistem dengan cara
menggali informasi dan pengetahuan dari para stakeholder dan pakar dalam hal
budidaya tebu, dengan menggunakan beberapa metode pengambilan data yaitu
kuisioner, wawancara, diskusi dan observasi kondisi lingkungan di lokasi
penelitian.
Penyebaran kuisioner dilakukan untuk mengevaluasi aspek sosial dan
aspek ekonomi di PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) Kebun Helvetia Wilayah
Helvetia. Pemilihan responden dilakukan dengan purposive sampling terhadap
para pekerja. Penentuan sampling dilakukan dengan menentukan sampel pekerja
sebanyak 90 orang dari 157 orang, yang terdiri dari :
1. Tenaga kerja tetap sebanyak 12 orang
2. Tenaga kerja harian lepas sebanyak 145 orang, yang terdiri dari:
a. Tenaga tebang sebanyak 95 orang
b. Tenaga perawatan sebanyak 50 orang
Rumus menetukan besarnya sampel (S) yang dikemukakan oleh Issac dan
Michael dalam Danim (2003) adalah :
Prosedur Penelitian
1. Menentukan stakeholder-stakeholder yang berkaitan dengan sistem budidaya
tebu
2. Menganalisa kebutuhan terhadap semua stakeholder sistem budidaya tebu
3. Mengidentifikasi masalah-masalah yang terjadi selama memproduksi tebu
4. Menentukan ruang lingkup permasalahan yang terjadi pada sistem budidaya
tebu
5. Melakukan evaluasi terhadap tiga aspek yang dianggap cukup penting di
dalam identifikasi sistem yaitu aspek lingkungan, aspek sosial-budaya dan
aspek ekonomi
6. Menyusun diagram lingkar yang kemudian diinterpretasikan ke dalam
diagram kotak hitam (blackbox diagram) sebagai hasil akhir identifikasi
HASIL DAN PEMBAHASAN
Struktur Organisasi
Kebun Helvetia terdiri dari dua wilayah yaitu wilayah Helvetia dan
wilayah Klambir Lima. Struktur organisasi PT. Perkebunan Nusantara II (Persero)
Kebun Helvetia Wilayah Helvetia dipimpin oleh seorang manajer. Struktur
organisasi vertikal ke bawah menunjukkan adanya departemen-departemen
terpisah yang menjalankan fungsi masing-masing untuk melaksanakan aktivitas
produksi.
Secara umum, departemen-departemen tersebut terdiri atas Kadis
Tanaman, Kadis Umum (TUK) dan Kadis Pengolahan (Gudang FS). Kadis
Tanaman membawahi beberapa asisten, antara lain Asisten DP/AFD, Asisten
Teknik dan Asisten Kelapa Sawit. Setiap asisten membawahi beberapa karyawan,
karyawan tetap dan karyawan harian lepas. Struktur organisasi perusahaan dapat
dilihat pada lampiran 2 (dua).
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) mempunyai beberapa kebun untuk
budidaya tebu, yaitu Tandem, Tandem Hilir, Bulu Cina, Klumpang, Klambir
Lima, Tanjung Jati, Kuala Bingei, Sampali, Saentis, Helvetia, Batang Kuis, Pagar
Merbau dan Bandar Kalipa.
Jenis tanaman yang dibudidayakan di Kebun Helvetia terdiri dari tanaman
yang tetap dipertahankan keberadaannya disebabkan oleh faktor produksi yang
dinilai masih tinggi guna menyeimbangkan produksi gula.
Lahan perkebunan tebu berada di daerah Helvetia yang berbatasan
langsung dengan kota Medan. Luas lahan kebun Helvetia wilayah Helvetia saat
ini adalah ± 1.128,35 Ha termasuk areal yang digunakan untuk perumahan
karyawan, kantor kebun dan lain-lain. Lahan kebun Helvetia berada di dua desa
yaitu desa Manggala dan desa Helvetia. Kebun Helvetia berada di tengah dua
sungai yaitu Sungai Bederak dan Sungai Deli. Di sebelah barat kebun Helvetia
berbatasan dengan areal kebun Klumpang yang dipisahkan oleh Sungai Bederak.
Sebelah timur berbatasan dengan jalan Veteran Marelan. Di sebelah utara kebun
Helvetia berbatasan dengan daerah Anam Ratus. Sebelah selatan berbatasan
dengan kawasan perumahan. Dahulu kawasan perumahan ini merupakan lahan
kebun Helvetia yang sudah beralih fungsi.
Produktivitas Tebu Giling Kebun Helvetia Wilayah Helvetia
Pengukuran produktivitas adalah cara terbaik dalam menilai kemampuan
sebuah lembaga. Karena hanya dengan produktivitas maka manajemen PT.
Perkebunan Nusantara II (Persero) Kebun Helvetia Wilayah Helvetia akan
mendapatkan tambahan biaya produksi. Parameter produktivitas diukur dari
keseluruhan panen tebu giling baik tanaman plant cane (PC), ratoon I (RI) dan
RII. Analisis produktivitas dilakukan dengan menggunakan data produksi tebu
giling selama 10 tahun dari tahun 1999-2008. Grafik di bawah ini menyajikan
jumlah produksi tebu giling/Ha berdasarkan Rencana Kegiatan Anggaran
Gambar 3. Grafik produksi tebu giling
Grafik di atas menunjukkan adanya fluktuasi hasil produksi. Tahun 1999
adalah tahun yang menggembirakan untuk hasil produksi tebu giling dimana hasil
realisasi panen melampaui target produksi panen yaitu 104,5%, 103,5% dan
107,6% untuk masing-masing tingkat tanaman yaitu PC, RI dan RII.
Realisasi panen tebu giling tahun 2000 tidak dapat mencapai target
produksi di tahun tersebut. Hasil panen dari lapangan hanya mampu mencapai
target produksi sebesar 37,2%, 37,8% dan 41,2% untuk masing-masing tingkat
tanaman yaitu PC, RI dan RII. Hal ini dikarenakan curah hujan yang tinggi pada 2
(dua) bulan usia tanaman. Curah hujan tinggi terjadi sepanjang bulan April-Juni
1999. Tanaman tebu yang pada saat itu memasuki fase pertunasan terkena
serangan hama dan penyakit.
Upaya peningkatan produksi dilakukan oleh pihak manajemen. Produksi
tidak melampaui target produksi. Hasil realisasinya adalah 97,5%, 101% dan
106,5% untuk masing-masing tingkat tanaman yaitu PC, RI dan RII.
Pada tahun 2002, produksi kembali menurun. Hal ini disebabkan curah
hujan yang tinggi sepanjang bulan Mei-Juni tahun 2001. Akibatnya banyak
tanaman yang terserang hama dan penyakit. Realisasi panen hanya mampu
mencapai target produksi sebesar 34,7%, 45,6% dan 41,9% untuk masing-masing
tingkat tanaman yaitu PC, RI dan RII.
Produksi tahun 2003 kembali meningkat dibandingkan tahun sebelumnya.
Walaupun hasil panen untuk ketiga tingkat tanaman belum mencapai target
produksi. Kondisi cuaca yang mendukung kegiatan produksi diduga menjadi
faktor peningkatan produksi. Hasil panen tebu giling hanya mampu mencapai
target produksi sebesar 90,5%, 76,8% dan 50,9% untuk masing-masing tingkat
tanaman yaitu PC, RI dan RII.
Rusaknya alat pengolahan tanah diduga menjadi penyebab penurunan
produksi tebu giling. Seharusnya penggemburan dilakukan 2x tetapi karena alasan
kerusakan alat terpaksa dilakukan 1x. Hasil panen tahun 2004 hanya mampu
mencapai target produksi sebesar 50,8%, 35,4% dan 47,7% untuk masing-masing
tingkat tanaman yaitu PC, RI dan RII.
Produksi tahun 2005 meningkat dengan drastis dibandingkan tahun
sebelumnya. Hal ini menunjukkan adanya kerja keras dari pihak manajemen
untuk menaikkan produksi. Walaupun realisasi ratoon belum bisa mencapai target
produksi. Hasil realisasi untuk ketiga tingkat tanaman adalah 100,6%, 94,2% dan
Realisasi untuk ketiga tingkat tanaman tahun 2006 belum bisa melampaui
target produksi. Namun produksi tanaman PC meningkat dibandingkan tahun
sebelumnya. Realisasi panen untuk ketiga tingkat tanaman adalah 93,2%, 88,9%
dan 80,7% untuk tanaman PC, RI dan RII.
Lagi-lagi penurunan produksi terjadi pada tahun 2007. Bibit varietas
BZ 134 yang sudah dikepras berulang-ulang diduga menjadi penyebab
menurunnya produksi. Sehingga hasil panen hanya mampu mencapai target
produksi sebesar 66,5%, 52,9% dan 40,9% untuk masing-masing tingkat tanaman
yaitu PC, RI dan RII. Sehingga pada tahun ini, perusahaan mengambil kebijakan
untuk menanam bibit baru dengan varietas yang sama.
Kebijakan tahun lalu belum bisa memaksimalkan produksi tebu giling
tahun 2008. Produksi tanaman PC belum bisa mencapai target produksi. Hasil
realisasi panennya adalah 93,12%, 101,6% dan 98,9% untuk masing-masing
tingkat tanaman yaitu PC, RI dan RII.
Kebutuhan Sistem Budidaya Tebu
Tahap analisis kebutuhan adalah langkah awal pengkajian mengenai
sistem. Menurut Eriyatno (2003), analisis kebutuhan harus dilakukan secara
hati-hati terutama dalam menentukan kebutuhan-kebutuhan dari semua orang dan
institusi yang dapat dihubungkan dengan sistem yang telah ditentukan.
Semua stakeholder yang terkait dengan sistem budidaya tebu mempunyai
kebutuhan tersendiri yang muncul dari kepentingan masing-masing stakeholder
yang ditawarkan. Stakeholder bisa termasuk pekerja teknis dan non teknis, bisa
juga pekerja dalam dan luar.
Komponen pelaku sistem yang perlu diikutkan dalam analisis kebutuhan
sistem adalah manajemen PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) Kebun Helvetia
Wilayah Helvetia, CV. Citra Pratama dan masyarakat setempat.
Manajemen PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) Kebun Helvetia
Wilayah Helvetia mempunyai sejumlah kebutuhan yang harus terpenuhi guna
mempertahankan produksi dan mendapatkan laba sebesar-besarnya. Kebutuhan
yang dapat dideskripsikan adalah pegelolaan lahan secara efektif, faktor produksi
seperti tenaga kerja dan alat-alat produksi, informasi penting mengenai produksi
yang bersumber dari Riset Pengembangan PG. Sei Simayang, produktivitas tinggi
dan laba bagi perusahaan.
Berdasarkan surat perjanjian pekerjaan pemborong yang telah disepakati
No.SPPP: II.HV/SPPP/X/13/TW-II/2008, maka CV. Citra Pratama ditetapkan
sebagai pihak kedua yang membantu pihak manajemen dalam melangsungkan
produksi. Keharmonisan dalam menjalin kerjasama adalah kebutuhan paling
utama. Kemudahan administratif atau birokratif dirasa juga merupakan kebutuhan.
Kerjasama dengan pihak manajemen PT. Perkebunan Nusantara II (Persero)
Kebun Helvetia Wilayah Helvetia diharapkan menghasilkan laba bagi perusahaan.
Masyarakat adalah sekelompok orang yang berada dan menetap di sekitar
perkebunan. Penyediaan lapangan kerja dirasa merupakan kebutuhan yang
terpenting. Keberadaan sistem di desa mereka diharapkan akan berpengaruh pada
Analisis kebutuhan para stakeholder sistem budidaya tebu disajikan secara
terperinci pada tabel 2 (dua).
Tabel 2. Analisis kebutuhan para stakeholder
No Stakeholder Kebutuhan Stakeholder
1. Manajemen PTPN II (Persero)
Kebun Helvetia Wilayah Helvetia
1. Pengelolaan lahan di lapangan secara efektif
2. Faktor produksi yang mendukung aktivitas
produksi seperti tenaga kerja yang trampil dan
alat-alat produksi
3. Informasi pendukung aktivitas produksi yang
berasal dari Riset Pengembangan PG. Sei Simayang
4. Produktivitas tinggi
5. Laba bagi perusahaan
1. Keharmonisan dalam menjalin kerjasama
2. Kemudahan administratif atau birokratif
3. Laba bagi perusahaan
1. Penyediaan lapangan kerja
2. Pembangunan infrastruktur desa
2. CV. Citra Pratama
3. Masyarakat sekitar
Ruang Lingkup Permasalahan Sistem
Permasalahan yang terjadi merupakan persoalan-persoalan yang timbul di
dalam sistem dan harus diselesaikan. Adapun ruang lingkup atas permasalahan
utama yang terjadi pada sistem budidaya tebu :
1. Perkembangan Kota
Lokasi perkebunan wilayah Helvetia berada di kawasan yang berbatasan
langsung dengan kota Medan. Masyarakat kota Medan banyak mencari tempat
tinggal di daerah pinggiran kota karena di daerah perkotaan sudah padat
Perkembangan penduduk akan mengurangi jumlah lahan perkebunan. Hal ini
terjadi di perkebunan wilayah Helvetia. Penggarapan liar terlihat semakin ramai
di sepanjang pinggiran kebun. Keadaan ini sangat mengkhawatirkan apabila tidak
ada tindakan tegas dari pihak manajemen.
Selain perkembangan penduduk, pertumbuhan industri juga terjadi di luar
kota Medan. Banyak pabrik-pabrik didirikan di daerah ini. Keadaan ini juga dirasa
sangat mengkhawatirkan. Masyarakat lebih memilih bekerja di pabrik karena
dirasa lebih meningkatkan kesejahteraan mereka.
2. Usia Tenaga Kerja
Usia dominan dari para pekerja sistem berada pada usia 41-60 tahun. Pada
usia ini keterbatasan tenaga menjadi permasalahan sistem. Para pekerja cenderung
lambat dalam melakukan kegiatan produksi. Hal ini dimaklumi saja oleh pihak
manajemen mengingat susahnya mencari pekerja yang berusia 18-40 tahun.
3. Kondisi Cuaca
Cuaca merupakan faktor produksi yang seringkali dianggap sebagai
kendala dalam kegiatan produksi. Kegiatan produksi sangat berpengaruh terhadap
faktor ini. Terhambatnya kegiatan produksi seringkali disebabkan oleh cuaca
hujan. Jika cuaca hujan, para pekerja tidak dapat melakukan kegiatan produksi.
Walaupun tidak bekerja, upah mereka tetap diperhitungkan oleh pihak
manajemen. Kalau hal ini sering terjadi maka akan meningkatkan biaya produksi.
4. Kondisi Iklim
Tanaman tebu menghendaki daerah yang beriklim panas dan sedang
(daerah tropis dan subtropis). Unsur iklim yang semakin sulit diprediksi adalah
dengan sederhana karena hanya menggunakan gelas ukur dan dicatat secara
manual. Minimnya alat untuk menghitung curah hujan membuat prediksi yang
dilakukan seringkali gagal.
5. Varietas Tebu
Varietas tebu yang ditanam di kebun bibit adalah BZ 134 dan PS 58.
Varietas ini sudah dikepras berulang-ulang serta sudah tidak murni lagi. Pada
tahun 2004, Dinas Perkebunan sudah memperkenalkan varietas-varietas tebu
unggul harapan yang dapat dipakai sebagai alternatif pendamping atau pengganti
varietas lama. Varietas-varietasnya antara lain PS 84-16029, PS 86-17079,
PS 86-8680, PS 89-19137, PS 89-22513, PS 90-13156 dan PS 90-9704. Namun
hal ini tidak terealisasi di kebun Helvetia wilayah Helvetia.
Evaluasi Aspek
Identifikasi sistem budidaya tebu meliputi pengevaluasian tiga aspek yang
dianggap cukup penting, yaitu aspek lingkungan, aspek sosial budaya dan aspek
ekonomi. Dalam tinjauan aspek lingkungan, dijelaskan mengenai kemampuan
daya dukung tanah dan kondisi iklim guna mendukung produksi tebu giling.
Aspek sosial budaya pada kajian ini membahas tentang perubahan cara pandang
masyarakat terhadap keberadaan sistem dan hubungan horizontal di dalam
manajemen PT. Perkebunan Nusantara II kebun Helvetia wilayah Helvetia. Yang
terakhir adalah mengkaji evaluasi aspek ekonomi, pengukuran kesejahteraan
Aspek Lingkungan
Sistem budidaya tebu sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Ciri khas
dari suatu produk pertanian dapat terjadi karena faktor lingkungannya, seperti
letak geografis, keadaan tanah dan iklim yang khas dari daerah penghasil.
Evaluasi aspek lingkungan pada kajian sistem ini bertujuan untuk mengevaluasi
daya dukung lingkungan di daerah perkebunan tebu wilayah Helvetia demi
pencapaian produksi secara berkelanjut. Dalam kajian aspek lingkungan, daya
dukung tanah dan kondisi iklim merupakan faktor yang akan dievaluasi.
Komponen daya dukung tanah yang penting dievaluasi adalah pengolahan
tanah dan kadar unsur hara tanah. Kualitas pengolahan tanah dikatakan baik jika
kedalaman olah paling tidak 30-40 cm baik pekerjaan pembajakan maupun
penggemburan. Untuk meningkatkan kadar unsur hara tanah guna
memaksimalkan daya dukung tanah adalah dengan menggunakan pupuk
Halei+Urea. Pupuk Halei diharapkan dapat meningkatkan kadar unsur hara tanah
karena komposisi pupuk Halei terdiri dari N=22, P2O5=7, K2O =7, TE=1 dan
CB=63.
Air merupakan kebutuhan pokok tanaman untuk bertahan hidup.
Kekurangan air akan membuat tanaman menjadi kurang subur bahkan dapat
menyebabkan kematian. Kebutuhan tanaman tebu giling akan air hanya
mengandalkan air hujan. Di kebun Helvetia wilayah Helvetia tidak ada perlakuan
Aspek Sosial Budaya
Keberadaan sistem budidaya tebu telah membawa banyak perubahan
terhadap budaya masyarakat sekitar. Perubahan cara pandang masyarakat terhadap
keberadaan sistem terutama adalah dalam hal :
• Pergeseran budaya masyarakat yang awalnya adalah pertanian berkembang
menjadi industrial
• Bekerja di dalam sistem dirasa sudah tidak menarik lagi atau dianggap sudah
ketinggalan jaman.
Pendekatan sistem terhadap aspek sosial adalah mengevaluasi hubungan
horizontal di dalam manajemen PT. Perkebunan Nusantara II Kebun Helvetia
Wilayah Helvetia. Survei yang dilakukan terhadap para pekerja sistem
menunjukkan bahwa 73% pekerja adalah berusia 41-60 tahun. Ini berarti
kebanyakan dari pekerja sudah hampir memasuki usia yang tidak produktif lagi.
< 20 tahun 0%
21-40 tahun
4%
41-60 tahun
73% > 60 tahun
3%
Selain itu, faktor penyebab pekerja melakukan pekerjaannya hanyalah
sekedar menyambung hidup. Ini dibuktikan dari hasil sampling yaitu 55% pekerja
menganggap melakukan pekerjaan ini hanya untuk menyambung hidup.
24%
3%
18%
55%
Sekedar menyambung hidup
Gaji yang lumayan
Pandangan masyarakat sekitar
Tidak ada komentar
Gambar 5. Frekuensi pendapat pekerja tentang penyebab melakukan pekerjaan
Aspek Ekonomi
Evaluasi terhadap aspek ekonomi bertujuan untuk mengukur kesejahteraan
para pekerja sistem. Salah satu penyebab minimnya minat tenaga kerja usia
produktif untuk bekerja di dalam sistem adalah minimnya upah yang diterima
pekerja. Sebagai contoh, upah yang diberikan pada pekerja angkut/panggul adalah
Rp 9.090/ton. Upah yang diberikan tidak sebanding dengan pekerjaan yang
dilakukan. Survei yang dilakukan membuktikan bahwa 88% pekerja mengatakan
Sangat memuaskan
0%
Memuaskan 12%
Kurang memuaskan
88%
Gambar 6. Frekuensi pendapat pekerja terhadap upah yang diberikan
Dilihat dari penggunaan upah, 61% pekerja berpendapat bahwa upah yang
didapatkan hanya mampu memenuhi kebutuhan hidup kurang dari 10 hari.
Kurang dari 10 hari 61% 10-19 hari
21% 20-30 hari
18%
Gambar 7. Frekuensi pendapat pekerja tentang penggunaan upah
Penyusunan Diagram Kotak Hitam (Blackbox Diagram)
Perancangan diagram kotak hitam akan dibagi menjadi beberapa variabel
yaitu input, parameter rancangan sistem, output dan manajemen pengendalian.
terdiri atas input terkendali, input tak terkendali dan input lingkungan. Menurut
Eriyatno (2003), input yang terkendali dapat divariasikan selama operasi untuk
menghasilkan perilaku sistem yang sesuai dengan yang diharapkan, begitu juga
dengan input yang tak terkendali. Perwujudan input dapat meliputi barang, tenaga,
modal dan informasi.
Di dalam sistem ini input terkendalinya adalah perencanaan biaya
produksi, luas lahan yang akan diolah, jumlah bibit yang digunakan, jumlah
kosentrasi pupuk dan herbisida, jumlah tenaga kerja, peralatan kerja produksi dan
jumlah sarana pengangkutan.
Input yang tak terkendali terdiri atas pemukiman penduduk, jenis dan
jumlah serangan hama penyakit tanaman, kadar unsur hara tanah dan jumlah
panen tebu giling.
Input lingkungan adalah peubah yang mempengaruhi sistem akan tetapi
sistem itu sendiri tidak dapat mempengaruhinya. Input lingkungan yang
mempengaruhi sistem adalah peraturan pemerintah, kondisi iklim dan
pengembangan kota. Pengembangan kota merupakan input lingkungan yang
paling banyak mempengaruhi sistem.
Dalam perancangan model diagram kotak hitam perlu ditentukan suatu
paramater rancangan sistem. Seperti yang diungkapkan oleh Eriyatno (2003),
parameter rancangan sistem adalah parameter-parameter yang mempengaruhi
input sampai menjadi (transformasi) output. Parameter rancangan sistem sendiri
Parameter rancangan sistem terdiri atas daya dukung tanah, teknik budidaya tebu
dan produktivitas.
Kondisi tanah merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi produksi
tebu giling. Kondisi tanah yang baik untuk mendukung pertumbuhan tanaman
tebu giling adalah volume tanah yang terdiri dari kurang lebih 30% tanah, 25% air
dan 45% udara. Kualitas pengolahan tanah dikatakan baik jika kedalaman olah
paling tidak 30-40 cm baik pekerjaan pembajakan maupun penggemburan. Untuk
meningkatkan kadar unsur hara tanah guna memaksimalkan daya dukung tanah
adalah dengan menggunakan pupuk Halei+Urea. Pupuk Halei diharapkan dapat
meningkatkan kadar unsur hara tanah karena komposisi pupuk Halei terdiri dari
N=22, P2O5=7, K2O =7, TE=1 dan CB=63.
Parameter selanjutnya adalah teknik budidaya tebu. Parameter yang
penting dalam teknik budidaya tebu adalah masa tanam bibit dan masa tanam tebu
giling, waktu panen dan ketapatan pengangkutan tebu giling ke pabrik gula.
Penanaman bibit di kebun bibit datar pada bulan Juli-Oktober tahun X-1
diharapkan dapat memenuhi kebutuhan bibit tanam pada bulan Februari-Juli
tahun X. Waktu panen tebu giling bervariasi tergantung jenis varietasnya. Untuk
verietas BZ 134, waktu panennya adalah 10-12 bulan. Ketepatan dalam
menentukan waktu panen adalah salah satu cara untuk mempertahankan tebu
giling. Setelah dipanen, tebu giling diharuskan segera diangkut ke pabrik gula
atau dengan kata lain tidak boleh lebih dari 24 jam. Ini dilakukan untuk
mempertahankan rendemen gula.
PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) Kebun Helvetia Wilayah Helvetia akan
mendapatkan tambahan biaya produksi. Parameter produktivitas diukur dari
keseluruhan panen tebu giling baik tanaman PC, RI dan RII.
Proses transformasi input dan parameter rancangan sistem akan
menghasilkan output. Output terdiri dari output yang dikehendaki dan output tak
dikehendaki. Output yang dikehendaki adalah efektifitas pengelolaan lahan guna
meningkatkan produktisi tebu giling, efisiensi biaya produksi, optimalisasi
produksi, laba bagi perusahaan, pembinaan mitra kerja dengan pihak kedua dan
penyediaan lapangan kerja bagi masyarakat sekitar.
Output tak dikehendaki adalah hasil sampingan yang tidak dapat
dihindarkan dari sistem. Output tak dikehendaki dalam sistem ini adalah kenaikan
biaya produksi, kerugian bagi perusahaan, pengurangan lahan akibat
pengembangan kota dan penutupan perkebunan tebu giling.
Pengendalian hasil keluaran agar tetap seperti yang telah direncanakan
memerlukan satu manajemen pengendalian dan pengawasan produksi yang
berfungsi sebagai pengendalian (kontrol) pengoperasian sistem dalam
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Sistem budidaya tebu wilayah Helvetia mempunyai 3 (tiga) stakeholder yaitu
manajemen PT. Perkebunan Nusantara II kebun Helvetia wilayah Helvetia,
CV. Citra Pratama dan masyarakat sekitar perkebunan.
2. Masing-masing stakeholder mempunyai kebutuhan tersendiri terhadap sistem
3. Ruang lingkup permasalahan sistem budidaya tebu yang diidentifikasi terdiri
atas pengembangan kota, usia tenaga kerja, kondisi cuaca, kondisi iklim dan
varietas tebu yang sudah dikepras berulang-ulang.
4. Varietas tebu yang sudah dikepras berulang-ulang menjadi salah satu faktor
menurunnya produksi tebu giling untuk ketiga tingkat tanaman.
5. Pertumbuhan industri di sekitar kawasan perkebunan dan pengupahan yang
rendah menjadi salah satu faktor minimnya minat tenaga kerja usia produktif
untuk bekerja di dalam sistem.
6. Identifikasi sistem dilakukan dengan mengevaluasi 3 (tiga) aspek yang
dianggap cukup penting, yaitu aspek lingkungan, aspek sosial budaya dan
aspek ekonomi.
7. Diagram kotak hitam disusun dengan 3 (tiga) variabel yaitu input, parameter
rancangan sistem, output dan manajemen pengendalian dan pengawasan
produksi. Input terdiri atas input terkendali, input tak terkendali dan input
lingkungan. Output terdiri atas output yang dikehendaki dan output tak
sebagai pengendalian (kontrol) pengoperasian sistem dalam menghasilkan
keluaran yang dikehendaki.
Saran
1. Perbaikan sistem pengupahan dan pengangkatan tenaga kerja harian lepas
menjadi tenaga kerja tetap diharapkan mampu menarik tenaga kerja baru
untuk bekerja di dalam sistem budidaya tebu.
2. Perbaikan peralatan kerja produksi untuk pengolahan tanah yang berguna
untuk meningkatkan daya dukung tanah diharapkan mampu meningkatkan
produktivitas.
3. Pergantian varietas lama dengan varietas unggul diharapkan mampu
DAFTAR PUSTAKA
Adisewojo, R.S. 1991. Bercocok Tanam Tebu (Saccharum Officinarum). Bale Bandung. Bandung.
Danim, S. 2003. Riset Keperawatan: Sejarah dan Metodologi. Kedokteran EGC. Jakarta.
Dinas Perkebunan, 2004. Teknologi Peningkatan Produktivitas Tebu Rakyat dan Pengenalan Varietas Unggul Harapan di Sumatera Utara. Proyek Pengembangan Pangan Areal Perkebunan Sumatera Utara. Medan.
, 1994. Teknik Budidaya Tebu (Saccharum officinarum L) pada Lahan Tegalan. Pemerintah Propinsi Daerah Tingkat I Sumatera Utara. Medan.
Eriyatno, 2003. Ilmu Sistem: Meningkatkan Mutu dan Efektivitas Manajemen. Jilid 1. IPB Press. Bogor.
Hafsah, M.J. 2002. Bisnis Gula Indonesia. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.
KPPBUMN, 2007. Seleksi Pengawasan dan Konsultasi 4.Daur Kehidupan Tebu. hhtp://www.kppbumn.depkeu.go.id/industrial-profile/PK4/profil % 20 Tebu-1-files/page0011.html.
Mubyarto dan Daryanti, 1991. Gula kajian Sosial-Ekonomi. Aditya Media. Yogyakarta.
Muljana, W. 1983. Teori dan Praktek Cocok Tanam Tebu dengan Segala Permasalahannya. Aneka Ilmu. Semarang.
Simatupang, T.M. 1994. Teori Sistem, Suatu Perspektif Teknik Industri. Andi Offset. Yogyakarta.
Sutardjo, R.M. 1994. Budidaya Tanaman Tebu. Bumi Aksara. Jakarta.
PTPN II, 2008. Pedoman Dasar dan Instruksi Kerja Tanaman Tebu. Medan.
Tunas, B. 2007. Memahani dan Memecahkan Masalah dengan Pendekatan Sistem. Rakasta Samasta. Jakarta.
Wikipedia, 2007. Tebu-Ensiklopedia Bebas Berbahasa Indonesia. http://id.wikipedia.org/wiki/tebu.
STRUKTUR ORGANISASI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA II (PERSERO) KEBUN HELVETIA WILAYAH HELVETIA
Kirani
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Tidak Mulai
Selesai Stakeholders
Analisis kebutuhan Data primer
-Kuisioner -Wawancara -Observasi
Lengkap
Persyaratan kebutuhan
Formulasi masalah
Cukup
Evaluasi aspek
(politik,industri dan sosial-ekonomi)
OK? Identifikasi sistem
Diagram lingkar
DATA PRODUKSI TEBU GILING PER TINGKAT TANAM KEBUN HELVETIA WILAYAH HELVETIA
SEJAK TEBU GILING 1993/1994 S/D TEBU GILING 2007/2008
TAHUN TINGKAT
TON/HA TARGET RKAP VARIANCE
laba + - -
penanganan
perkembangan hama penyakit
kota tanaman
+
faktor
pendapatan - iklim +
wilayah biaya + panen
+ produksi tebu giling
- +
pendapatan +
tenaga kerja daya dukung
+ tanah
+
Penyediaan lapangan kerja
+
teknis budidaya tebu