• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identifikasi Sistem Budidaya Tebu di PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) Kebun Helvetia Wilayah Helvetia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Identifikasi Sistem Budidaya Tebu di PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) Kebun Helvetia Wilayah Helvetia"

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

IDENTIFIKASI SISTEM BUDIDAYA TEBU

DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA II (Persero)

KEBUN HELVETIA WILAYAH HELVETIA

SKRIPSI

OLEH :

IRMA ARIANI SIREGAR

DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

IDENTIFIKASI SISTEM BUDIDAYA TEBU

DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA II (Persero)

KEBUN HELVETIA WILAYAH HELVETIA

SKRIPSI

OLEH :

IRMA ARIANI SIREGAR

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Dapat Memperoleh Gelar Sarjana di Departemen Teknologi Pertanian

Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

Disetujui oleh : Komisi Pembimbing

( Achwil Putra Munir, STP, M.Si ) ( Ir. Saipul Bahri Daulay, M.Si ) Ketua Anggota

DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

(3)

ABSTRAK

Tebu (Saccharum officinarum Linn) adalah tanaman untuk bahan baku gula. Kualitas dari tebu ini akan menentukan kualitas gula. Permintaan akan gula terus meningkat, namun tidak seiring dengan produktivitasnya yang terus menurun. Pemecahan masalah tidak hanya dipusatkan untuk memenuhi produksi tebu giling tetapi juga meningkatkan kualitas tebu giling. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis sistem budidaya tebu di PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) Kebun Helvetia Wilayah Helvetia dan faktor-faktor dominan yang terjadi dan dibutuhkan oleh seluruh stakeholder. Metode penelitian ini dilakukan dengan pendekatan sistem dengan menggunakan beberapa metode pengambilan data yaitu kuisioner, wawancara, diskusi dan observasi kondisi lingkungan di lokasi penelitian. Dalam pendekatan sistem, identifikasi sistem budidaya tebu dilakukan dengan evaluasi tiga aspek yaitu, aspek lingkungan, aspek sosial budaya dan aspek ekonomi. Aspek lingkungan mengevaluasi tentang daya dukung lingkungan. Aspek sosial budaya mengevaluasi tentang perubahan cara pandang masyarakat tentang keberadaan sistem dan aspek ekonomi mengevaluasi tingkat kesejahteraan pekerja. Hasil dari identifikasi ditunjukkan dalam diagram kotak hitam.

Kata kunci: budidaya tebu, pendekatan sistem, identifikasi system

ABSTRACT

Cane (Saccharum officinarum Linn) is plant to materials of sugar. Quality of sugar depend on quality of cane. Demand of sugar will be increased, but not along with by productivity. Solve problems not only foccus to fill of sugarcane but also increased of sugarcene quality. The purpose of this reseach is to analyze the cane cultivation system at PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) Kebun Helvetia Wilayah Helvetia and dominant factors which happened and needed by all stakeholder. Reseach method do with systems approach use some methods to take of data, such as questionaire, interview, discuss and observation of environment condition in reseach location. In system approach, identification of system cultivation canedid evaluation three aspect such as environment aspect, social-civilitation aspect and economic aspect. Evaluation of environment aspect about support environment. Evaluation of social-civilization aspect about change of opinion society about existence systems and evaluation of economic aspect about prosperity worker. Result from identification will be shown in blackbox diagram.

(4)

ABSTRAK

Tebu (Saccharum officinarum Linn) adalah tanaman untuk bahan baku gula. Kualitas dari tebu ini akan menentukan kualitas gula. Permintaan akan gula terus meningkat, namun tidak seiring dengan produktivitasnya yang terus menurun. Pemecahan masalah tidak hanya dipusatkan untuk memenuhi produksi tebu giling tetapi juga meningkatkan kualitas tebu giling. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis sistem budidaya tebu di PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) Kebun Helvetia Wilayah Helvetia dan faktor-faktor dominan yang terjadi dan dibutuhkan oleh seluruh stakeholder. Metode penelitian ini dilakukan dengan pendekatan sistem dengan menggunakan beberapa metode pengambilan data yaitu kuisioner, wawancara, diskusi dan observasi kondisi lingkungan di lokasi penelitian. Dalam pendekatan sistem, identifikasi sistem budidaya tebu dilakukan dengan evaluasi tiga aspek yaitu, aspek lingkungan, aspek sosial budaya dan aspek ekonomi. Aspek lingkungan mengevaluasi tentang daya dukung lingkungan. Aspek sosial budaya mengevaluasi tentang perubahan cara pandang masyarakat tentang keberadaan sistem dan aspek ekonomi mengevaluasi tingkat kesejahteraan pekerja. Hasil dari identifikasi ditunjukkan dalam diagram kotak hitam.

Kata kunci: budidaya tebu, pendekatan sistem, identifikasi system

ABSTRACT

Cane (Saccharum officinarum Linn) is plant to materials of sugar. Quality of sugar depend on quality of cane. Demand of sugar will be increased, but not along with by productivity. Solve problems not only foccus to fill of sugarcane but also increased of sugarcene quality. The purpose of this reseach is to analyze the cane cultivation system at PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) Kebun Helvetia Wilayah Helvetia and dominant factors which happened and needed by all stakeholder. Reseach method do with systems approach use some methods to take of data, such as questionaire, interview, discuss and observation of environment condition in reseach location. In system approach, identification of system cultivation canedid evaluation three aspect such as environment aspect, social-civilitation aspect and economic aspect. Evaluation of environment aspect about support environment. Evaluation of social-civilization aspect about change of opinion society about existence systems and evaluation of economic aspect about prosperity worker. Result from identification will be shown in blackbox diagram.

(5)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Gula pasir sebagai komoditas pertanian menempati posisi penting, karena

merupakan salah satu dari sembilan bahan pokok yang dikonsumsi secara

langsung dan sebagai bahan pemanis untuk keperluan berbagai industri makanan

dan minuman. Oleh karenanya permintaan akan gula meningkat terus mengikuti

perkembangan jumlah penduduk dan peningkatan kesejahteraan manusia

(Dinas Perkebunan, 2004). Produksi gula di Indonesia saat ini belum dapat

memenuhi kebutuhan dalam negeri, berdasarkan data tahun 2000, total produksi

gula hanya 1,69 juta ton sementara kebutuhannya mencapai 3 juta ton

(Hafsah, 2002).

Beberapa tahun terakhir industri gula di Indonesia, tidak terkecuali

industri gula di Sumatera Utara, mengalami penurunan produktivitas. Produksi

gula PTPN II Sumatera Utara mengalami penurunan yang cukup

mengkhawatirkan. Jika mencermati perkembangan produksi selama 20 tahun

giling (1983-2002), penurunan produksi tersebut terjadi sejak tahun giling 1999,

rataan produktivitas hablur yang dihasilkan hanya mencapai 4,6 ton per ha

kemudian terus menurun drastis menjadi 2,8 ton, 3,3 ton dan 2,3 ton berturut-turut

pada tahun giling 2000, 2001 dan 2002. Sementara rataan produktivitas hablur 16

tahun sebelumnya (1983-1998) sebesar 5,1 ton dengan kisaran antara 4,48 ton

hingga 6,28 ton.

(6)

tanaman keprasan yang cukup besar, dominasi varietas tebu lama (F156) yang

telah mengalami degradasi genetik dan dikepras berulang-ulang serta sudah tidak

murni lagi. Untuk dapat meningkatkan produktivitasnya harus dilakukan program

rehabilitasi tanaman yang terencana dengan menanam varietas-varietas tebu

unggul (Dinas Perkebunan, 2004).

Dalam menganalisis dan mengidentifikasi sistem budidaya tebu, penulis

menggunakan metode pendekatan sistem dengan cara menggali informasi dan

pengetahuan dari para stakeholder dalam hal budidaya tebu dengan menggunakan

beberapa metode pengambilan data yaitu kuisioner, wawancara, diskusi dan

observasi kondisi lingkungan di lokasi penelitian. Dengan memandang sistem

secara keseluruhan, yang terdiri dari faktor dominan yang terjadi dan yang

dibutuhkan stakeholder serta pengevaluasian aspek yang dianggap cukup penting

yaitu aspek lingkungan, aspek sosial-budaya dan aspek ekonomi. Pendekatan

sistem akan mencari keterpaduan antar elemen melalui pemahaman yang utuh.

Penggunaan pendekatan sistem dalam penelitian ini diharapkan akan

menghasilkan keputusan yang efektif dan operasional yang sesuai dengan tujuan

produksi perusahaan itu sendiri.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis sistem budidaya tebu dan

faktor-faktor dominan yang terjadi dan dibutuhkan oleh seluruh stakeholder. Hasil

identifikasi sistem diwujudkan ke dalam diagram lingkar dan selanjutnya

(7)

Kegunaan Penelitian

1. Sebagai syarat untuk melaksanakan ujian sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

2. Hasil penelitian diharapkan dapat berguna bagi pihak manajemen

PT. Perkebunan Nusantara II kebun Helvetia wilayah Helvetia sebagai bahan

evaluasi dan pengawasan sistem budidaya tebu.

3. Sebagai bahan untuk pengembangan dan aplikasi metodologi berpikir sistem.

4. Sebagai input informasi bagi pihak yang membutuhkan.

Batasan Penelitian

Penelitian mengenai budidaya tebu ini dibatasi hanya untuk mengenal dan

memahami sistem tersebut ditinjau dari hasil produksi tebu giling untuk ketiga

(8)

TINJAUAN PUSTAKA

Tebu

Tebu (Saccharum officinarum Linn) adalah tanaman untuk bahan baku

gula. Tanaman ini hanya dapat tumbuh di daerah beriklim tropis. Tanaman ini

termasuk jenis rumput-rumputan. Umur tanaman sejak ditanam sampai bisa

dipanen mencapai kurang lebih 1 tahun. Di Indonesia tebu banyak dibudidayakan

di pulau Jawa dan Sumatera (Wikipedia, 2007).

Bentuk fisik tanaman tebu dicirikan oleh terdapatnya bulu-bulu dan duri

sekitar pelepah dan helai daun. Banyaknya bulu dan duri beragam tergantung

varietas. Jika disentuh akan menyebabkan rasa gatal. Kondisi ini kadang menjadi

salah satu penyebab kurang berminatnya petani berbudidaya tebu jika masih ada

alternatif tanaman lain. Tinggi tanaman bervariasi tergantung daya dukung

lingkungan dan varietas, antara 2,5-4 meter dengan diameter batang antara 2-4 cm

(Dinas Perkebunan, 2004).

Daur kehidupan tanaman tebu melalui 5 fase, yaitu :

1. Perkecambahan

Dimulai dengan pembentukan taji pendek dan akar stek pada umur 1 minggu

dan diakhiri pada fase kecambah pada umur 5 minggu.

2. Pertunasan

Dimulai dari umur 5 minggu sampai 3,5 bulan.

3. Pemanjangan Batang

(9)

4. Kemasakan

Merupakan fase yang terjadi setelah pertumbuhan vegetatif menurun dan

sebelum batang tebu mati. Pada fase ini gula di dalam batang tebu mulai

terbentuk hingga titik optimal hingga berangsur-angsur menurun. Fase ini

disebut juga fase penimbunan rendemen gula.

5. Kematian

(KPPBUMN, 2007).

Tujuh varietas tebu unggul harapan yang diperkenalkan dinas perkebunan

dapat dipakai sebagai alternatif pendamping mengungguli varietas lama yang

masih dipertahankan yaitu PS 84-16029, PS 86-17079, PS 86-8680, PS 89-19137,

PS 89-22513, PS 90-13156 dan PS90-9704 (Dinas Perkebunan, 2004).

Teknik Budidaya Tebu

Pembukaan Areal dan Menyusun Pola Field Lay Out

Pembukaan Areal

Jenis lahan yang dapat dikembangkan untuk budidaya tebu adalah :

• Lahan konversi

• Lahan rotasi pola Timur/Barat (T/B)

• Lahan rotasi pola Utara/Selatan (U/S).

Cara pembuatan lahan budidaya tebu baik lahan konversi maupun lahan

rotasi adalah :

(10)

Luas berkisar antara 250-300 Ha tergantung kondisi lapangan. Batas antara

DP yang satu dengan yang lain adalah jalan (jalan primer, sekunder maupun

tersier) atau sungai. Penomoran DP ini diberi angka romawi,

contoh : DP.I, DP.II dan seterusnya.

• Blok

Tiap DP mempunyai beberapa blok, tiap blok berkisar 5-8 Ha. Penomoran

blok diberikan dengan dua digit angka biasa, contoh : blok 01, blok 02 dan

seterusnya. Setiap blok hendaklah dicatat :

a. Luas bruto

b. Luas netto

c. Jumlah juringan (alur tanaman)

d. Panjang parit, sungai menurut jenisnya

e. Dan yang lain-lain yang dianggap perlu.

• Saluran drainase

Jenis-jenis saluran drainase yaitu :

a. Parit kanal, yaitu parit yang berfungsi untuk mengalirkan air ke parit

alam.

b. Parit T/B lebar 100 cm, yaitu parit yang berfungsi untuk mengalirkan air

dari parit U/S ke parit kanal.

c. Parit U/S, yaitu parit yang berfungsi untuk mengalirkan air dari parit

jaluran ke parit T/B lebar 100 cm.

d. Parit jaluran, yaitu parit yang dibuat sejajar dengan juringan atau sering

(11)

(1 petak), yang berfungsi untuk mengalirkan air dari juringan ke parit

U/S.

• Jaringan jalan

Jaringan jalan dalam kebun tebu pada umumnya terdiri dari 3 macam, yaitu :

a. Jalan Utama

Jalan ini terutama untuk pengangkutan tebu dari kebun ke pabrik. Beban

yang harus ditahan cukup berat (lebih dari 15 ton) sehingga perlu

diperkeras dengan dasar yang kuat. Lebar jalan bervariasi antara 10

sampai 12 meter.

b. Jalan Sekunder

Jalan ini terutama untuk lalu lintas traktor dan alat pertanian. Selain itu

juga untuk pengangkutan tebu dari kebun ke jalan utama. Beban yang

harus ditahan juga cukup berat sehingga pelu diperkeras, serta dengan

dasar yang kuat sesuai dengan ketentuan baku. Lebarnya dapat

bervariasi antara 6 sampai 8 meter.

c. Jalan Tersier

Jalan ini tidak perlu diperkeras dan dapat digunakan sebagai headland

tempat pemutaran traktor. Lebarnya bervariasi antara 4 sampai 6 meter.

Tetapi jalan ini tetap dipelihara dengan membabat rumputan yang ada

(PTPN II, 2008).

Menyusun Pola Field Lay Out

Pembuatan lay out di kebun tebu dilakukan untuk ukuran blok

(12)

pengoperasian mekanisasi (baik pengolahan maupun pemeliharaan) dan

mempermudah pelaksanaan tebangan dan angkutan.

Persiapan Lahan

Sebelum penanaman tebu lahan konversi dan lahan rotasi pola T/B

terlebih dahulu diolah tanahnya untuk menjamin perkecambahan yang tinggi :

• Untuk areal baru terlebih dahulu dilakukan pembabatan rumput kemudian

rerumputan dibakar, ini dilakukan ± 2 bulan sebulan tanam.

• Untuk areal konversi, sesudah selesai tebangan tebu ratoon (tanaman yang

tumbuh setelah penebangan plane cane), biasanya hanya sampai ratoon III,

segera dilakukan pembakaran lahan (klaras), baru dilakukan pengolahan

tanah.

• Untuk areal rotasi eks tembakau, selesai panen (kutip daun terakhir),

dibersihkan lahan lalu dilakukan pengolahan tanah.

Pengolahan tanah hendaknya dilakukan dengan pembajakan,

penggemburan dan pembuatan juringan. Dengan demikian perkecambahan tebu

berjalan normal.

• Pembajakan (plowing)

Adalah upaya pembongkaran tanah yang bertujuan untuk memperdalam batas

olah tanah, membalikkan tanah agar sirkulasi udara lebih baik serta

untuk menghancurkan sisa-sisa tumbuhan yang sebelumnya

sudah ada (Dinas Perkebunan, 2004). Biasanya hasil pembajakan berupa

tanah bongkahan yang masih cukup besar. Dilakukan dengan implement

(13)

30-40 cm. Pembajakan untuk tanah ringan boleh ditarik dengan traktor roda

ban.

• Penggemburan (harrowing)

Adalah upaya memperhalus hasil olahan tanah dari kondisi tanah besar

menjadi lebih kecil. Tujuannya untuk membuat kondisi tanah berpori lebih

banyak dan lebih remah sehingga permukaan tanah mudah dibentuk sesuai

dengan yang diinginkan (Dinas Perkebunan, 2004). Dilakukan dengan

menggunakan implement Rome Master dengan alat tarik Crowler-D5.

Penggemburan untuk tanah ringan boleh ditarik dengan traktor roda ban.

• Pembuatan juringan (furrowing)

Sesudah tanah dibajak dan digembur maka pekerjaan pembuatan alur

tanaman dapat dimulai. Alat yang digunakan adalah furrower dengan

kedalaman juringan 25-30 cm yang ditarik dengan traktor rantai atau traktor

ban. Pada satu kali jalan dibuat 2 sampai 3 alur. Jarak antar juringan adalah

135 cm

(PTPN II, 2008).

Selain menggunakan furrower, pembuatan juringan juga dapat dilakukan

secara manual. Tebalnya kasuran/bantalan tergantung pada keadaan tanah. Bila

musim hujan atau tanahnya basah, maka tebalnya ± 10 cm sedangkan bila musim

kemarau, maka tebal kasuran ± 15-20 cm dari permukaan tanah aslinya

(14)

Pembibitan

Bibit merupakan salah satu faktor penting dalam penyelenggaraan tebu

giling. Bibit yang bermutu baik dan sehat akan menghasilkan tanaman yang baik

dan sehat pula. Penurunan produksi tebu antara lain disebabkan pemakaian bibit

yang kurang baik. Bibit bisa didapatkan dari :

• Bibit pucuk

Bibit ini berasal dari pucuk batang tebu giling. Untuk keperluan ini, dipilih

tebu yang baik dan sehat serta yang tidak banyak bercampur dengan

jenis-jenis tebu lain. Daun kering yang membungkus bibit tidak

diklentek/dilepas, karena dapat melindungi mata dari kerusakan.

• Bibit kebun

Bibit ini merupakan kebun pembibitan yang diselenggarakan sebagai

penyediaan bahan tanam bagi kebun tebu giling. Lokasi kebun pembibitan

diusahakan dekat dengan areal tebu giling.

• Bibit mentah/bibit krecekan

Bibit ini berasal dari tanaman yang berumur 0-7 bulan. Bibit ini dipotong

tanpa mengklentek daun pembungkusnya agar mata-mata tunas tidak rusak.

• Bibit seblangan

Bibit ini diambil dari tanaman yang telah tumbuh untuk mencukupi

penyulaman. Bibit yang diambil jika tanaman sudah berumur 16-18 hari atau

yang telah bermata tunas dua.

(15)

• Bibit siwilan

Jika tanaman sudah tidak tumbuh atau pucuknya mati, maka keluarlah

tunas-tunas yang disebut siwilan. Siwilan ini bisanya digunakan untuk

penyulaman

(Sutardjo, 1994).

Jenjang bibit kebun atau kebun pembibitan adalah sebagai berikut :

• Kebun Bibit Pokok Utama (KBPU)

KBPU adalah kebun bibit yang diselenggarakan oleh P3GI (Pusat Penelitian

Perkebunan Gula Indonesia) Pasuruan. Kemurniannya berada dibawah

pengawasan Pemulian Tanaman. KBPU ditanam pada bulan Juli-Agustus.

• Kebun Bibit Pokok (KBP)

KBP merupakan kebun pembibitan yang diselenggarakan sebagai penyediaan

bahan tanam bagi kebun nenek. Kebun ini menggunakan bahan tanam yang

berasal dari KBPU. Kebun ini dikelola oleh Riset Pengembangan. KBP

ditanam pada bulan Januari-Februari.

• Kebun Bibit Nenek (KBN)

KBN merupakan kebun pembibitan yang diselenggarakan sebagai

penyediaan bahan tanam bagi kebun bibit induk. Kebun ini menggunakan

bahan tanam yang berasal dari KBP. Kebun ini dikelola oleh Riset

Pengembangan. KBN ditanam pada bulan Juli-Agustus.

• Kebun Bibit Induk (KBI)

KBI merupakan kebun pembibitan yang diselenggarakan sebagai penyediaan

(16)

yang berasal dari KBN. Kebun ini dikelola oleh Asisten Afdeling. KBI

ditanam pada bulan Januari-Februari.

• Kebun Bibit Datar (KBD)

KBD merupakan kebun pembibitan yang diselenggarakan sebagai

penyediaan bahan tanam bagi kebun tebu giling. Kebun ini menggunakan

bahan tanam yang berasal dari KBI. Kebun ini dikelola oleh Asisten

Afdeling. KBD ditanam pada bulan Juli-Oktober.

Tahun ke

Bulan

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nop Des X-3 KBPU

X-2 KBP

KBN

X-1 KBI

KBD

X TG

Gambar 1. Pola pembibitan tebu PTPN II Sumatera Utara (PTPN II, 2008).

Penanaman

Sebelum dilakukan penanaman hendaknya dipersiapkan bibit dan pupuk

dasar. Masa penanaman Februari s/d Juli, yang setiap bulannya dibagi menjadi

dua bagian yaitu A dan B. Bagian A penanaman mulai tanggal 1-15 dan bagian B

penanaman mulai tanggal 15-30 setiap bulannya. Contoh : penanaman dilakukan

pada tanggal 1 Februari maka dinyatakan dengan masa tanam 2A. Bibit bagal stek

2-3 mata yang telah diseleksi di KBD disebar dan diletakkan didasar juringan

(17)

Kemudian ditutup dengan tanah kasuran setebal 3-5 cm pada musim hujan dan

6-10 cm pada musim kemarau. Sebelum peletakan bibit bagal pada dasar juringan

dilakukan terlebih dahulu penaburan pupuk dasar yang terdiri dari pupuk Halei

(400Kg/Ha) dan pupuk Urea (100Kg/Ha). Pupuk diberikan secara sekaligus

(PTPN II, 2008).

Perawatan

1. Tanaman Plant Cane (PC) pola T/B

Herbisida Pra Emergence

Diberikan pada saat gulma sudah berkecambah tetapi tebunya belum

tumbuh maksimal atau umur tebu berkisar 1-5 hari. Bahan yang

digunakan adalah {Ronindo 3 Kg/Ha + Larutan 2.4 DA (D. Amine)

1,5 L/Ha} ditambah 200 Liter air.

• Penyisipan

Penyisipan dilakukan pada tanaman berumur 21-30 hari setelah tanam.

Penyisipan dilakukan jika juringan kosong > 30 cm. Apabila penyisipan

pertama gagal, diulangi lagi pada saat tanaman berumur 51-60 hari.

• Penyiangan 1 kali, 2 kali

Penyiangan adalah membuang rumput-rumput yang tumbuh di kebun,

supaya jangan mengadakan persaingan dengan tanaman tebu dan

merintangi tumbuhnya. Penyiangan dilakukan secara manual yaitu

dengan menggunakan cangkul koret (Adisewojo, 1991).

(18)

Interrow

Interrow adalah pengolahan tanah dengan menggunakan implement disc

dengan kedalaman juringan 10-15 cm, yang bertujuan untuk

menggemburkan tanah di sekitar perakaran tanaman. Interrow dilakukan

segera setelah penyiangan selesai dikerjakan.

Herbisida Post Emergence

Bahan yang digunakan adalah Larutan Kombat 3 L/Ha ditambah

200 Liter air.

• Klentek (pelepasan daun kering)

Klentek bertujuan untuk memperbaiki sirkulasi udara dan kebersihan

kebun, memperbanyak sinar matahari yang masuk mengenai batang tebu

dan meningkatkan kualitas tebangan. Daun yang diklentek adalah daun

kering yang kelopak daunnya sudah membuka 50%. Klentek dilakukan

pada saat tanaman berumur ± 6 bulan, apabila diperlukan klentek bisa

dilakukan lagi pada saat tanaman berumur ± 8 bulan.

2. Tanaman Ratoon Pola T/B

• Klaras

Pembakaran lahan (klaras) dilakukan segera setelah kegiatan panen

diselesaikan.

• Kepras

Kepras adalah penebangan sisa tanaman rata dengan permukaan tanah,

yang bertujuan untuk merawat tunggul tebu bekas tebangan agar tunas

baru dapat tumbuh sehat, seragam/homogen dan dalam jumlah kerapatan

(19)

Pengeprasan dilakukan dengan menggunakan parang babat yang tajam.

Cara pengeprasan adalah sisa batang tebu yang masih tertinggal di atas

permukaan tanah dipotong sedikit rata pada permukaan tanah.

Sub Soiling

Sub soiling adalah pengolahan tanah dengan menggunakan implement

ripper dengan kedalaman juringan ± 20 cm, yang bertujuan untuk

memperbaiki aerasi tanah dan memotong akar-akar tua. Dilaksanakan

segera setelah pengeprasan. Sub soiling dilakukan menggunakan

implement ripper yang ditarik dengan traktor roda ban, kedalaman ± 20

cm. Semua juring harus di ripper.

• Penyisipan dengan Bagal

Penyisipan ini bertujuan untuk menyisip juringan yang kosong/rusak

akibat pekerjaan tebangan. Penyisipan menggunakan bibit bagal bermata

2-3 mata. Bibit diletakkan pada juringan kosong yang telah dilubangi,

kemudian ditutup. Penyisipan dilakukan pada saat tanaman berumur

5-14 hari. Apabila penyisipan gagal, diulangi lagi pada saat tanaman

berumur 35-44 hari. Maksimal sisipan 5 % sampai 10 % apabila lebih

harus dibuat berita acara permintaan sisip berat.

• Pemupukan

Pada tanaman ratoon, pekerjaan pemupukan dilaksanakan 14-21 hari

setelah pengeprasan. Dosis pupuknya adalah 400Kg/Ha Halei dan

100Kg/Ha Urea. Pupuk diberikan secara sekaligus. Pemupukan

(20)

kemudian ditutup dengan interrow cultivating untuk konversi dan rotasi

pola T/B.

Interrow

Interrow adalah pengolahan tanah dengan menggunakan implement disc

dengan kedalaman juringan 10-15 cm, yang bertujuan untuk menutup

pupuk, dimaksudkan agar pupuk tidak terbawa air ketika hujan. Interrow

dilaksanakan segera setelah pemupukan.

Herbisida Early Emergence

Bahan yang digunakan adalah { Larutan Basta 2 L/Ha + Larutan 2.4 DA

(D. Amine) 1 L/Ha} ditambah 200 liter air.

• Penyiangan

Penyiangan adalah membuang rumput-rumput yang tumbuh di kebun,

supaya jangan mengadakan pesaingan dengan tanaman tebu dan

merintangi tumbuhnya. Penyiangan dilakukan secara manual yaitu

dengan menggunakan cangkul Koret (Adisewojo, 1991).

Herbisida Post Emergence

Bahan yang digunakan adalah Larutan Kombat 3 L/Ha ditambah

200 Liter air.

• Klentek (pelepasan daun kering)

Klentek bertujuan untuk memperbaiki sirkulasi udara dan kebersihan

kebun, memperbanyak sinar matahari yang masuk mengenai batang tebu

dan meningkatkan kualitas tebangan. Daun yang diklentek adalah daun

(21)

pada saat tanaman berumur ± 6 bulan, apabila diperlukan klentek bisa

dilakukan lagi pada saat tanaman berumur ± 8 bulan

(PTPN II, 2008).

Hama dan Penyakit

Hama

Hama merupakan binatang pengganggu tanaman. Gangguan dilakukan

dengan cara menghisap atau memakan bagian tanaman. Beberapa hama penting

yang sering menyerang tanaman tebu antara lain :

1. Penggerek Pucuk (Tryporina nivella)

Hama ini berupa ulat yang menyerang pucuk tanaman sehingga mematikan

titik tumbuh.

2. Penggerek Batang (Phragmatoecia castaneae)

Hama ini berupa ulat yang merusak ruas-ruas batang tebu sehingga pada

serangan yang parah dapat merobohkan tanaman.

3. Kutu Bulu Putih (Ceratovacuna laniagara)

Pada daun-daun yang mulai nampak ada kutu bulu putih segera dipangkas,

kemudian dimasukkan ke dalam kantong plastik untuk dimusnahkan atau

dibakar.

4. Uret

Hama ini menyerang akar dan pangkal tanaman tebu. Tanaman yang

(22)

5. Tikus

Hama ini menyerang tanaman berumur kurang dari satu bulan. Tanaman

yang terserang akan mati.

(Muljana, 1983).

Penyakit

1. Penyakit Pokkahbung (Gibbrela moniliformis)

Penyakit ini disebabkan oleh sejenis jamur dan terutama timbul di musim

hujan. Tanda-tanda penyakit ini adalah pada daun muda terlihat memutih

(chlorosis). Pokkahbung adalah salah satu jenis penyakit yang sangat

berbahaya bagi tanaman tebu, terutama di daerah beriklim basah

(Sutardjo, 1994).

2. Penyakit Blendok (Xanthomonas albilincans)

Penyakit ini menyerang tanaman tebu berumur 1,5-2 bulan. Tanda-tanda

penyakit ini adalah pada penampang membujur dari batang-batang kelihatan

perubahan warna dari kuning sampai merah tua, titik tumbuh dan tunas-tunas

juga berwarna merah. Gejala penyakit ini akan lenyap bila hujan turun.

3. Penyakit Mosaik

Penyebab penyakit ini adalah virus mosaik. Tanda-tanda penyakit ini yaitu

pada daun terdapat gambaran mosaik berupa garis-garis dan noda-noda

berwarna hijau muda sampai kuning.

4. Penyakit Luka Api (Smut)

Penyebab penyakit ini adalah Ustilago scitaminea syd. Gejala penyakit ini

adalah timbul cambuk hitam pada pucuk tebu.

(23)

5. Penyakit Pembuluh

Penyebab penyakit ini adalah bakteri Clavibacter xylisubsp xyli. Tanaman

yang terserang menampakkan gejala pertumbuhan yang kurang sempurna

terutama tanaman keprasan tampak kerdil

(Dinas Perkebunan, 1994).

Panen

Tebang Muat Angkut (TMA) adalah tiga kegiatan yang tidak dapat dipisah

dalam rangka memungut hasil batang tebu layak giling untuk dibawa ke pabrik.

Kegiatan TMA dapat mempengaruhi kualitas kadar gula jika tidak ditangani

dengan baik. Di lapangan kegiatan TMA masih jauh dari yang diharapkan.

Walaupun telah memperoleh pengalaman, namun untuk mendapatkan tenaga

tebang yang terampil sangat sulit untuk diharapkan. Umumnya tenaga tebang

lebih banyak dilakukan oleh tenaga perempuan dari pada pria

(Dinas Perkebunan, 2004).

Tebang

Tebangan baik untuk PC (tanaman yang berasal dari bibit baru) maupun

Ratoon (tanaman yang tumbuh setelah penebangan plant cane) dilakukan dalam

bentuk tebu segar (green cane). Waktu penebangan dan giling adalah Januari-Juli.

Untuk menentukan waktu tebangan maka faktor yang perlu dipertimbangkan

adalah sebagai berikut :

• Umur 10-12 bulan dan dapat dilihat dari masa tanamnya

(24)

• Pada musim kemarau usahakan tebang pada kebun yang jauh dari pabrik dan

pada musim hujan kebun-kebun yang dekat dengan pabrik.

Cara penebangan yang dapat dilakukan terbagi menjadi 2, yaitu :

1. Mekanis

Penebangan dilakukan dengan menggunakan cane harvester, alat ini hanya

digunakan pada waktu mendesak.

2. Manual

Penebangan ini dilakukan dengan menggunakan parang tebang. Alat tebu

umumnya dibawa oleh penebang atau bisa juga dipinjam dari pabrik gula

atau kebun bersangkutan kemudian setelah selesai tebang harus

dikembalikan. Cara tebangan adalah pandas, artinya tepat pada permukaan

tanah.

(PTPN II, 2008).

Muat

Cara muat ke dalam truk dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu :

1. Mekanis

Dengan menggunakan mesin cangkram (grab loader)

2. Manual

Dengan menggunakan tenaga manusia (panggul), dimuat dalam bentuk

bundle cane (ikatan), setiap ikatan terdiri dari 20-25 batang tebu.

(25)

Angkut

Alat pengangkutan adalah truk umum dengan kapasitas 10-15 ton

(PTPN II, 2008).

Pendekatan Sistem

Pendekatan sistem adalah suatu cara untuk menangani suatu masalah.

Pendekatan sistem (system approach) merupakan cara untuk menangani suatu

masalah berdasarkan berpikir kesisteman. Pendekatan sistem terhadap suatu

masalah adalah untuk menangani suatu masalah dengan mempertimbangkan

semua aspek yang terkait dengan masalah itu dan mengkonsentrasikan

perhatiannya kepada interaksi antara aspek-aspek yang terkait dari permasalahan

tersebut. Jadi pendekatan sistem adalah suatu pendekatan pemecahan masalah

yang dilakukan secara menyeluruh (sistemik) (Tunas, 2007).

Melalui berpikir kesisteman dan pendekatan sistem ini kita akan dapat

melihat permasalahan dengan prespektif yang lebih menyeluruh, yang mencakup

struktur, pola dan proses serta keterkaitan antara komponen-komponen atau

kejadian-kejadian yang ada padanya, jadi tidak hanya kepada kejadian yang

tunggal yang langsung dihadapi. Berdasarkan prespektif yang luas ini kita akan

dapat mengidentifikasi seluruh rangkaian sebab-akibat yang ada dalam

permasalahan tersebut dan menentukan dimana sebaiknya kita harus memulai

tindakan pemecahannya (Tunas, 2007).

Beberapa alasan mengapa kita membutuhkan pendekatan sistem dalam

(26)

2. Karena ada berbagai alternatif pemecahan yang potensial yang perlu

dipertimbangkan.

3. Setiap pemecahan disamping mendukung tercapainya tujuan yang

diinginkan, juga mempunyai dampak sampingan yang juga harus

dipertimbangkan.

4. Hasil pemecahan suatu masalah harus dievaluasi baik terhadap pencapaian

tujuan yang diinginkan maupun dampak sampingan yang akan

diakibatkannya.

5. Pemecahan suatu masalah bersifat sementara atau tidak langsung karena akan

timbul lagi permasalahan baru

(Eriyatno, 2003).

Metodologi Sistem

Metodologi sistem pada prinsipnya melalui enam tahap analisis sebelum

tahap sintesa (rekayasa), meliputi : (1) analisa kebutuhan, (2) identifikasi sistem,

(3) formulasi masalah, (4) pembentukan alternatif sistem, (5) determinasi dari

realisasi fisik, sosial dan politik, (6) penentukan kelayakan ekonomi dan finansial.

Langkah 1-6 dilakukan dalam satu kesatuan kerja yang dikenal dengan analisa

sistem (Eriyatno, 2003).

Analisis Kebutuhan

Pendekatan sistem adalah cara penyelesaian persoalan yang dimulai

dengan dilakukannya identifikasi terhadap adanya sejumlah kebutuhan-kebutuhan

sehingga dapat menghasilkan suatu operasi dari sistem yang dianggap efektif. Jika

(27)

stakeholder. Whitten, dkk (2004) mendefenisikan stakeholder sebagai orang yang

mempunyai ketertarikan terhadap sistem yang ada ataupun sistem yang

ditawarkan. Stakeholder bisa termasuk pekerja teknis dan non teknis, bisa juga

pekerja dalam dan luar.

Analisa kebutuhan merupakan permulaan pengkajian dari suatu sistem.

Analisis kebutuhan harus dilakukan secara hati-hati terutama dalam menentukan

kebutuhan-kebutuhan dari semua orang dan institusi yang dapat dihubungkan

dengan sistem yang telah ditentukan. Analisa ini dapat meliputi hasil suatu survei,

pendapat seorang ahli, diskusi, observasi lapangan dan sebagainya

(Eriyatno, 2003).

Formulasi Masalah

Tujuan dari analisis permasalahan adalah untuk mempelajari dan

memahami bidang masalah dengan cukup baik untuk secara menyeluruh

menganalisis masalah, kesempatan dan batasannya. Para pemecah masalah telah

belajar untuk benar-benar memahami sebuah permasalahan sebelum mengajukan

solusi apapun yang mungkin. Dalam praktik, suatu akibat mungkin adalah sebuah

gejala dari masalah yang berbeda, yang lebih mendalam dan mendasar. Masalah

tersebut juga harus dianalisis untuk mencari penyebab dan akibatnya, dan

seterusnya sampai penyebab dan akibat tersebut tidak menghasilkan gejala-gejala

masalah-masalah lain (Whitten dkk, 2004).

Maksud dari tahap ini untuk mempelajari dan memahami sistem yang ada

dan mengidentifikasi masalah-masalah dan peluang secara lebih spesifik sebagai

(28)

permasalahan dan peluang yang ditemukan atau dirasakan oleh pihak menajemen

pemakai, tujuan dan pentingnya usaha pengembangan, penentuan ruang lingkup

analisis atau rencana pengembangan serta pemahaman lebih lanjut mengenai

sistem sekarang (Simatupang, 1994).

Identifikasi Sistem

Identifikasi sistem merupakan suatu mata rantai hubungan antara

pernyataan dari kebutuhan-kebutuhan dengan pernyataan khusus dari masalah

yang harus dipecahkan untuk mencukupi kebutuhan-kebutuhan tersebut. Yang

penting dalam identifikasi sistem adalah melanjutkan interpretasi diagram lingkar

ke dalam konsep kotak gelap (blackbox) (Eriyatno, 2003).

Input tidak terkendali Output yang dikehendaki

Input terkendali Output yang tidak dikehendaki

Gambar 2. Diagram kotak gelap (Eriyatno, 2003)

INPUT LINGKUNGAN

SISTEM

(29)

Tabel 1. Uraian komponen sistem

NO KOMPONEN SISTEM URAIAN

A Input Sistem

A.1 Input Lingkungan 1. Mempengaruhi sistem, akan tetapi tidak dipengaruhi sistem

2. Tergantung pada jenis sistem yang ditelaah A.2 Input yang endogen (yang

terkendali dan tidak terkendali)

1. Merupakan peubah yang sangat perlu bagi sistem untuk merencanakan fungsinya yang dikehendaki

2. Sebagai peubah untuk mengubah kinerja sistem dan pengoperasiannya

A.2.1 Input yang terkendali 1. Dapat bervariasi selama pengoperasian sistem untuk mencapai kinerja yang dikehendaki atau untuk menghasilkan output yang dikehendaki

2. Perannya sangat penting dalam mengubah kinerja sistem selama pengoperasian

3. Dapat meliputi aspek: manusia, bahan, energi, modal dan informasi

A.2.2 Input yang tidak terkendali 1. Tidak cukup penting peranannya dalam mengubah kinerja sistem

2. Tetapi diperlukan agar sistem dapat berfungsi 3. Bukan merupakan input lingkungan

(eksogenous) karena disiapkan perancang B Output Sistem

B.1 Output yang dikehendaki 1. Merupakan respon sistem terhadap kebutuhan yang telah ditetapkan (dalam analisis kebutuhan)

2. Merupakan peubah yang harus dihasilkan oleh sistem untuk memuaskan kebutuhan yang telah diidentifikasi

B.2 Output yang tidak dikehendaki 1. Merupakan hasil sampingan yang tidak dapat dihindarkan dari sistem

2. Selalu diidentifikasi dalam tahap identifikasi sistem, terutama semua pengaruh negatif yang potensial dapat dihasilkan oleh sistem yang diuji

3. Sering merupakan kebalikan dari keluaran yang dikehendaki

C Parameter Rancangan Sistem 1. Digunakan untuk menetapkan struktur sistem 2. Merupakan peubah keputusan penting bagi

kemampuan sistem menghasilkan keluaran secara efisien dalam memenuhi kepuasan bagi kebutuhan yang ditetapkan

3. Dalam beberapa kasus perlu merubah peubah ini selama pengoperasian sistem untuk membuat kemampuan sistem bekerja lebih baik dalam keadaan lingkungan berubah-ubah 4. Tiap sistem mempunyai parameter rancangan

tersendiri yang dapat diidentifikasi

(30)

METODOLOGI PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di PT. Perkebunan Nusantara II Kebun Helvetia

Wilayah Helvetia yang dilaksanakan pada bulan Juli hingga bulan Desember

2008.

Alat dan Bahan

Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian adalah :

1. Alat tulis

2. Komputer

3. Kamera digital

Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah :

1. Data primer

Data primer yang diperoleh dari penelitian kerja, baik dari hasil wawancara,

penyebaran kuisioner dan hasil diskusi dengan pihak-pihak yang berwenang.

2. Data sekunder

Data sekunder yang diperoleh dari pihak manajemen PT. Perkebunan

Nusantara II (Persero) Kebun Helvetia Wilayah Helvetia, antara lain :

a. Pedoman dasar dan instruksi kerja tanaman tebu

b. Data hasil produksi tebu

(31)

Metode Penelitian

Metode penelitian ini menggunakan pendekatan sistem dengan cara

menggali informasi dan pengetahuan dari para stakeholder dan pakar dalam hal

budidaya tebu, dengan menggunakan beberapa metode pengambilan data yaitu

kuisioner, wawancara, diskusi dan observasi kondisi lingkungan di lokasi

penelitian.

Penyebaran kuisioner dilakukan untuk mengevaluasi aspek sosial dan

aspek ekonomi di PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) Kebun Helvetia Wilayah

Helvetia. Pemilihan responden dilakukan dengan purposive sampling terhadap

para pekerja. Penentuan sampling dilakukan dengan menentukan sampel pekerja

sebanyak 90 orang dari 157 orang, yang terdiri dari :

1. Tenaga kerja tetap sebanyak 12 orang

2. Tenaga kerja harian lepas sebanyak 145 orang, yang terdiri dari:

a. Tenaga tebang sebanyak 95 orang

b. Tenaga perawatan sebanyak 50 orang

Rumus menetukan besarnya sampel (S) yang dikemukakan oleh Issac dan

Michael dalam Danim (2003) adalah :

(32)

Prosedur Penelitian

1. Menentukan stakeholder-stakeholder yang berkaitan dengan sistem budidaya

tebu

2. Menganalisa kebutuhan terhadap semua stakeholder sistem budidaya tebu

3. Mengidentifikasi masalah-masalah yang terjadi selama memproduksi tebu

4. Menentukan ruang lingkup permasalahan yang terjadi pada sistem budidaya

tebu

5. Melakukan evaluasi terhadap tiga aspek yang dianggap cukup penting di

dalam identifikasi sistem yaitu aspek lingkungan, aspek sosial-budaya dan

aspek ekonomi

6. Menyusun diagram lingkar yang kemudian diinterpretasikan ke dalam

diagram kotak hitam (blackbox diagram) sebagai hasil akhir identifikasi

(33)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Struktur Organisasi

Kebun Helvetia terdiri dari dua wilayah yaitu wilayah Helvetia dan

wilayah Klambir Lima. Struktur organisasi PT. Perkebunan Nusantara II (Persero)

Kebun Helvetia Wilayah Helvetia dipimpin oleh seorang manajer. Struktur

organisasi vertikal ke bawah menunjukkan adanya departemen-departemen

terpisah yang menjalankan fungsi masing-masing untuk melaksanakan aktivitas

produksi.

Secara umum, departemen-departemen tersebut terdiri atas Kadis

Tanaman, Kadis Umum (TUK) dan Kadis Pengolahan (Gudang FS). Kadis

Tanaman membawahi beberapa asisten, antara lain Asisten DP/AFD, Asisten

Teknik dan Asisten Kelapa Sawit. Setiap asisten membawahi beberapa karyawan,

karyawan tetap dan karyawan harian lepas. Struktur organisasi perusahaan dapat

dilihat pada lampiran 2 (dua).

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) mempunyai beberapa kebun untuk

budidaya tebu, yaitu Tandem, Tandem Hilir, Bulu Cina, Klumpang, Klambir

Lima, Tanjung Jati, Kuala Bingei, Sampali, Saentis, Helvetia, Batang Kuis, Pagar

Merbau dan Bandar Kalipa.

Jenis tanaman yang dibudidayakan di Kebun Helvetia terdiri dari tanaman

(34)

yang tetap dipertahankan keberadaannya disebabkan oleh faktor produksi yang

dinilai masih tinggi guna menyeimbangkan produksi gula.

Lahan perkebunan tebu berada di daerah Helvetia yang berbatasan

langsung dengan kota Medan. Luas lahan kebun Helvetia wilayah Helvetia saat

ini adalah ± 1.128,35 Ha termasuk areal yang digunakan untuk perumahan

karyawan, kantor kebun dan lain-lain. Lahan kebun Helvetia berada di dua desa

yaitu desa Manggala dan desa Helvetia. Kebun Helvetia berada di tengah dua

sungai yaitu Sungai Bederak dan Sungai Deli. Di sebelah barat kebun Helvetia

berbatasan dengan areal kebun Klumpang yang dipisahkan oleh Sungai Bederak.

Sebelah timur berbatasan dengan jalan Veteran Marelan. Di sebelah utara kebun

Helvetia berbatasan dengan daerah Anam Ratus. Sebelah selatan berbatasan

dengan kawasan perumahan. Dahulu kawasan perumahan ini merupakan lahan

kebun Helvetia yang sudah beralih fungsi.

Produktivitas Tebu Giling Kebun Helvetia Wilayah Helvetia

Pengukuran produktivitas adalah cara terbaik dalam menilai kemampuan

sebuah lembaga. Karena hanya dengan produktivitas maka manajemen PT.

Perkebunan Nusantara II (Persero) Kebun Helvetia Wilayah Helvetia akan

mendapatkan tambahan biaya produksi. Parameter produktivitas diukur dari

keseluruhan panen tebu giling baik tanaman plant cane (PC), ratoon I (RI) dan

RII. Analisis produktivitas dilakukan dengan menggunakan data produksi tebu

giling selama 10 tahun dari tahun 1999-2008. Grafik di bawah ini menyajikan

jumlah produksi tebu giling/Ha berdasarkan Rencana Kegiatan Anggaran

(35)

Gambar 3. Grafik produksi tebu giling

Grafik di atas menunjukkan adanya fluktuasi hasil produksi. Tahun 1999

adalah tahun yang menggembirakan untuk hasil produksi tebu giling dimana hasil

realisasi panen melampaui target produksi panen yaitu 104,5%, 103,5% dan

107,6% untuk masing-masing tingkat tanaman yaitu PC, RI dan RII.

Realisasi panen tebu giling tahun 2000 tidak dapat mencapai target

produksi di tahun tersebut. Hasil panen dari lapangan hanya mampu mencapai

target produksi sebesar 37,2%, 37,8% dan 41,2% untuk masing-masing tingkat

tanaman yaitu PC, RI dan RII. Hal ini dikarenakan curah hujan yang tinggi pada 2

(dua) bulan usia tanaman. Curah hujan tinggi terjadi sepanjang bulan April-Juni

1999. Tanaman tebu yang pada saat itu memasuki fase pertunasan terkena

serangan hama dan penyakit.

Upaya peningkatan produksi dilakukan oleh pihak manajemen. Produksi

(36)

tidak melampaui target produksi. Hasil realisasinya adalah 97,5%, 101% dan

106,5% untuk masing-masing tingkat tanaman yaitu PC, RI dan RII.

Pada tahun 2002, produksi kembali menurun. Hal ini disebabkan curah

hujan yang tinggi sepanjang bulan Mei-Juni tahun 2001. Akibatnya banyak

tanaman yang terserang hama dan penyakit. Realisasi panen hanya mampu

mencapai target produksi sebesar 34,7%, 45,6% dan 41,9% untuk masing-masing

tingkat tanaman yaitu PC, RI dan RII.

Produksi tahun 2003 kembali meningkat dibandingkan tahun sebelumnya.

Walaupun hasil panen untuk ketiga tingkat tanaman belum mencapai target

produksi. Kondisi cuaca yang mendukung kegiatan produksi diduga menjadi

faktor peningkatan produksi. Hasil panen tebu giling hanya mampu mencapai

target produksi sebesar 90,5%, 76,8% dan 50,9% untuk masing-masing tingkat

tanaman yaitu PC, RI dan RII.

Rusaknya alat pengolahan tanah diduga menjadi penyebab penurunan

produksi tebu giling. Seharusnya penggemburan dilakukan 2x tetapi karena alasan

kerusakan alat terpaksa dilakukan 1x. Hasil panen tahun 2004 hanya mampu

mencapai target produksi sebesar 50,8%, 35,4% dan 47,7% untuk masing-masing

tingkat tanaman yaitu PC, RI dan RII.

Produksi tahun 2005 meningkat dengan drastis dibandingkan tahun

sebelumnya. Hal ini menunjukkan adanya kerja keras dari pihak manajemen

untuk menaikkan produksi. Walaupun realisasi ratoon belum bisa mencapai target

produksi. Hasil realisasi untuk ketiga tingkat tanaman adalah 100,6%, 94,2% dan

(37)

Realisasi untuk ketiga tingkat tanaman tahun 2006 belum bisa melampaui

target produksi. Namun produksi tanaman PC meningkat dibandingkan tahun

sebelumnya. Realisasi panen untuk ketiga tingkat tanaman adalah 93,2%, 88,9%

dan 80,7% untuk tanaman PC, RI dan RII.

Lagi-lagi penurunan produksi terjadi pada tahun 2007. Bibit varietas

BZ 134 yang sudah dikepras berulang-ulang diduga menjadi penyebab

menurunnya produksi. Sehingga hasil panen hanya mampu mencapai target

produksi sebesar 66,5%, 52,9% dan 40,9% untuk masing-masing tingkat tanaman

yaitu PC, RI dan RII. Sehingga pada tahun ini, perusahaan mengambil kebijakan

untuk menanam bibit baru dengan varietas yang sama.

Kebijakan tahun lalu belum bisa memaksimalkan produksi tebu giling

tahun 2008. Produksi tanaman PC belum bisa mencapai target produksi. Hasil

realisasi panennya adalah 93,12%, 101,6% dan 98,9% untuk masing-masing

tingkat tanaman yaitu PC, RI dan RII.

Kebutuhan Sistem Budidaya Tebu

Tahap analisis kebutuhan adalah langkah awal pengkajian mengenai

sistem. Menurut Eriyatno (2003), analisis kebutuhan harus dilakukan secara

hati-hati terutama dalam menentukan kebutuhan-kebutuhan dari semua orang dan

institusi yang dapat dihubungkan dengan sistem yang telah ditentukan.

Semua stakeholder yang terkait dengan sistem budidaya tebu mempunyai

kebutuhan tersendiri yang muncul dari kepentingan masing-masing stakeholder

(38)

yang ditawarkan. Stakeholder bisa termasuk pekerja teknis dan non teknis, bisa

juga pekerja dalam dan luar.

Komponen pelaku sistem yang perlu diikutkan dalam analisis kebutuhan

sistem adalah manajemen PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) Kebun Helvetia

Wilayah Helvetia, CV. Citra Pratama dan masyarakat setempat.

Manajemen PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) Kebun Helvetia

Wilayah Helvetia mempunyai sejumlah kebutuhan yang harus terpenuhi guna

mempertahankan produksi dan mendapatkan laba sebesar-besarnya. Kebutuhan

yang dapat dideskripsikan adalah pegelolaan lahan secara efektif, faktor produksi

seperti tenaga kerja dan alat-alat produksi, informasi penting mengenai produksi

yang bersumber dari Riset Pengembangan PG. Sei Simayang, produktivitas tinggi

dan laba bagi perusahaan.

Berdasarkan surat perjanjian pekerjaan pemborong yang telah disepakati

No.SPPP: II.HV/SPPP/X/13/TW-II/2008, maka CV. Citra Pratama ditetapkan

sebagai pihak kedua yang membantu pihak manajemen dalam melangsungkan

produksi. Keharmonisan dalam menjalin kerjasama adalah kebutuhan paling

utama. Kemudahan administratif atau birokratif dirasa juga merupakan kebutuhan.

Kerjasama dengan pihak manajemen PT. Perkebunan Nusantara II (Persero)

Kebun Helvetia Wilayah Helvetia diharapkan menghasilkan laba bagi perusahaan.

Masyarakat adalah sekelompok orang yang berada dan menetap di sekitar

perkebunan. Penyediaan lapangan kerja dirasa merupakan kebutuhan yang

terpenting. Keberadaan sistem di desa mereka diharapkan akan berpengaruh pada

(39)

Analisis kebutuhan para stakeholder sistem budidaya tebu disajikan secara

terperinci pada tabel 2 (dua).

Tabel 2. Analisis kebutuhan para stakeholder

No Stakeholder Kebutuhan Stakeholder

1. Manajemen PTPN II (Persero)

Kebun Helvetia Wilayah Helvetia

1. Pengelolaan lahan di lapangan secara efektif

2. Faktor produksi yang mendukung aktivitas

produksi seperti tenaga kerja yang trampil dan

alat-alat produksi

3. Informasi pendukung aktivitas produksi yang

berasal dari Riset Pengembangan PG. Sei Simayang

4. Produktivitas tinggi

5. Laba bagi perusahaan

1. Keharmonisan dalam menjalin kerjasama

2. Kemudahan administratif atau birokratif

3. Laba bagi perusahaan

1. Penyediaan lapangan kerja

2. Pembangunan infrastruktur desa

2. CV. Citra Pratama

3. Masyarakat sekitar

Ruang Lingkup Permasalahan Sistem

Permasalahan yang terjadi merupakan persoalan-persoalan yang timbul di

dalam sistem dan harus diselesaikan. Adapun ruang lingkup atas permasalahan

utama yang terjadi pada sistem budidaya tebu :

1. Perkembangan Kota

Lokasi perkebunan wilayah Helvetia berada di kawasan yang berbatasan

langsung dengan kota Medan. Masyarakat kota Medan banyak mencari tempat

tinggal di daerah pinggiran kota karena di daerah perkotaan sudah padat

(40)

Perkembangan penduduk akan mengurangi jumlah lahan perkebunan. Hal ini

terjadi di perkebunan wilayah Helvetia. Penggarapan liar terlihat semakin ramai

di sepanjang pinggiran kebun. Keadaan ini sangat mengkhawatirkan apabila tidak

ada tindakan tegas dari pihak manajemen.

Selain perkembangan penduduk, pertumbuhan industri juga terjadi di luar

kota Medan. Banyak pabrik-pabrik didirikan di daerah ini. Keadaan ini juga dirasa

sangat mengkhawatirkan. Masyarakat lebih memilih bekerja di pabrik karena

dirasa lebih meningkatkan kesejahteraan mereka.

2. Usia Tenaga Kerja

Usia dominan dari para pekerja sistem berada pada usia 41-60 tahun. Pada

usia ini keterbatasan tenaga menjadi permasalahan sistem. Para pekerja cenderung

lambat dalam melakukan kegiatan produksi. Hal ini dimaklumi saja oleh pihak

manajemen mengingat susahnya mencari pekerja yang berusia 18-40 tahun.

3. Kondisi Cuaca

Cuaca merupakan faktor produksi yang seringkali dianggap sebagai

kendala dalam kegiatan produksi. Kegiatan produksi sangat berpengaruh terhadap

faktor ini. Terhambatnya kegiatan produksi seringkali disebabkan oleh cuaca

hujan. Jika cuaca hujan, para pekerja tidak dapat melakukan kegiatan produksi.

Walaupun tidak bekerja, upah mereka tetap diperhitungkan oleh pihak

manajemen. Kalau hal ini sering terjadi maka akan meningkatkan biaya produksi.

4. Kondisi Iklim

Tanaman tebu menghendaki daerah yang beriklim panas dan sedang

(daerah tropis dan subtropis). Unsur iklim yang semakin sulit diprediksi adalah

(41)

dengan sederhana karena hanya menggunakan gelas ukur dan dicatat secara

manual. Minimnya alat untuk menghitung curah hujan membuat prediksi yang

dilakukan seringkali gagal.

5. Varietas Tebu

Varietas tebu yang ditanam di kebun bibit adalah BZ 134 dan PS 58.

Varietas ini sudah dikepras berulang-ulang serta sudah tidak murni lagi. Pada

tahun 2004, Dinas Perkebunan sudah memperkenalkan varietas-varietas tebu

unggul harapan yang dapat dipakai sebagai alternatif pendamping atau pengganti

varietas lama. Varietas-varietasnya antara lain PS 84-16029, PS 86-17079,

PS 86-8680, PS 89-19137, PS 89-22513, PS 90-13156 dan PS 90-9704. Namun

hal ini tidak terealisasi di kebun Helvetia wilayah Helvetia.

Evaluasi Aspek

Identifikasi sistem budidaya tebu meliputi pengevaluasian tiga aspek yang

dianggap cukup penting, yaitu aspek lingkungan, aspek sosial budaya dan aspek

ekonomi. Dalam tinjauan aspek lingkungan, dijelaskan mengenai kemampuan

daya dukung tanah dan kondisi iklim guna mendukung produksi tebu giling.

Aspek sosial budaya pada kajian ini membahas tentang perubahan cara pandang

masyarakat terhadap keberadaan sistem dan hubungan horizontal di dalam

manajemen PT. Perkebunan Nusantara II kebun Helvetia wilayah Helvetia. Yang

terakhir adalah mengkaji evaluasi aspek ekonomi, pengukuran kesejahteraan

(42)

Aspek Lingkungan

Sistem budidaya tebu sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Ciri khas

dari suatu produk pertanian dapat terjadi karena faktor lingkungannya, seperti

letak geografis, keadaan tanah dan iklim yang khas dari daerah penghasil.

Evaluasi aspek lingkungan pada kajian sistem ini bertujuan untuk mengevaluasi

daya dukung lingkungan di daerah perkebunan tebu wilayah Helvetia demi

pencapaian produksi secara berkelanjut. Dalam kajian aspek lingkungan, daya

dukung tanah dan kondisi iklim merupakan faktor yang akan dievaluasi.

Komponen daya dukung tanah yang penting dievaluasi adalah pengolahan

tanah dan kadar unsur hara tanah. Kualitas pengolahan tanah dikatakan baik jika

kedalaman olah paling tidak 30-40 cm baik pekerjaan pembajakan maupun

penggemburan. Untuk meningkatkan kadar unsur hara tanah guna

memaksimalkan daya dukung tanah adalah dengan menggunakan pupuk

Halei+Urea. Pupuk Halei diharapkan dapat meningkatkan kadar unsur hara tanah

karena komposisi pupuk Halei terdiri dari N=22, P2O5=7, K2O =7, TE=1 dan

CB=63.

Air merupakan kebutuhan pokok tanaman untuk bertahan hidup.

Kekurangan air akan membuat tanaman menjadi kurang subur bahkan dapat

menyebabkan kematian. Kebutuhan tanaman tebu giling akan air hanya

mengandalkan air hujan. Di kebun Helvetia wilayah Helvetia tidak ada perlakuan

(43)

Aspek Sosial Budaya

Keberadaan sistem budidaya tebu telah membawa banyak perubahan

terhadap budaya masyarakat sekitar. Perubahan cara pandang masyarakat terhadap

keberadaan sistem terutama adalah dalam hal :

• Pergeseran budaya masyarakat yang awalnya adalah pertanian berkembang

menjadi industrial

• Bekerja di dalam sistem dirasa sudah tidak menarik lagi atau dianggap sudah

ketinggalan jaman.

Pendekatan sistem terhadap aspek sosial adalah mengevaluasi hubungan

horizontal di dalam manajemen PT. Perkebunan Nusantara II Kebun Helvetia

Wilayah Helvetia. Survei yang dilakukan terhadap para pekerja sistem

menunjukkan bahwa 73% pekerja adalah berusia 41-60 tahun. Ini berarti

kebanyakan dari pekerja sudah hampir memasuki usia yang tidak produktif lagi.

< 20 tahun 0%

21-40 tahun

4%

41-60 tahun

73% > 60 tahun

3%

(44)

Selain itu, faktor penyebab pekerja melakukan pekerjaannya hanyalah

sekedar menyambung hidup. Ini dibuktikan dari hasil sampling yaitu 55% pekerja

menganggap melakukan pekerjaan ini hanya untuk menyambung hidup.

24%

3%

18%

55%

Sekedar menyambung hidup

Gaji yang lumayan

Pandangan masyarakat sekitar

Tidak ada komentar

Gambar 5. Frekuensi pendapat pekerja tentang penyebab melakukan pekerjaan

Aspek Ekonomi

Evaluasi terhadap aspek ekonomi bertujuan untuk mengukur kesejahteraan

para pekerja sistem. Salah satu penyebab minimnya minat tenaga kerja usia

produktif untuk bekerja di dalam sistem adalah minimnya upah yang diterima

pekerja. Sebagai contoh, upah yang diberikan pada pekerja angkut/panggul adalah

Rp 9.090/ton. Upah yang diberikan tidak sebanding dengan pekerjaan yang

dilakukan. Survei yang dilakukan membuktikan bahwa 88% pekerja mengatakan

(45)

Sangat memuaskan

0%

Memuaskan 12%

Kurang memuaskan

88%

Gambar 6. Frekuensi pendapat pekerja terhadap upah yang diberikan

Dilihat dari penggunaan upah, 61% pekerja berpendapat bahwa upah yang

didapatkan hanya mampu memenuhi kebutuhan hidup kurang dari 10 hari.

Kurang dari 10 hari 61% 10-19 hari

21% 20-30 hari

18%

Gambar 7. Frekuensi pendapat pekerja tentang penggunaan upah

Penyusunan Diagram Kotak Hitam (Blackbox Diagram)

Perancangan diagram kotak hitam akan dibagi menjadi beberapa variabel

yaitu input, parameter rancangan sistem, output dan manajemen pengendalian.

(46)

terdiri atas input terkendali, input tak terkendali dan input lingkungan. Menurut

Eriyatno (2003), input yang terkendali dapat divariasikan selama operasi untuk

menghasilkan perilaku sistem yang sesuai dengan yang diharapkan, begitu juga

dengan input yang tak terkendali. Perwujudan input dapat meliputi barang, tenaga,

modal dan informasi.

Di dalam sistem ini input terkendalinya adalah perencanaan biaya

produksi, luas lahan yang akan diolah, jumlah bibit yang digunakan, jumlah

kosentrasi pupuk dan herbisida, jumlah tenaga kerja, peralatan kerja produksi dan

jumlah sarana pengangkutan.

Input yang tak terkendali terdiri atas pemukiman penduduk, jenis dan

jumlah serangan hama penyakit tanaman, kadar unsur hara tanah dan jumlah

panen tebu giling.

Input lingkungan adalah peubah yang mempengaruhi sistem akan tetapi

sistem itu sendiri tidak dapat mempengaruhinya. Input lingkungan yang

mempengaruhi sistem adalah peraturan pemerintah, kondisi iklim dan

pengembangan kota. Pengembangan kota merupakan input lingkungan yang

paling banyak mempengaruhi sistem.

Dalam perancangan model diagram kotak hitam perlu ditentukan suatu

paramater rancangan sistem. Seperti yang diungkapkan oleh Eriyatno (2003),

parameter rancangan sistem adalah parameter-parameter yang mempengaruhi

input sampai menjadi (transformasi) output. Parameter rancangan sistem sendiri

(47)

Parameter rancangan sistem terdiri atas daya dukung tanah, teknik budidaya tebu

dan produktivitas.

Kondisi tanah merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi produksi

tebu giling. Kondisi tanah yang baik untuk mendukung pertumbuhan tanaman

tebu giling adalah volume tanah yang terdiri dari kurang lebih 30% tanah, 25% air

dan 45% udara. Kualitas pengolahan tanah dikatakan baik jika kedalaman olah

paling tidak 30-40 cm baik pekerjaan pembajakan maupun penggemburan. Untuk

meningkatkan kadar unsur hara tanah guna memaksimalkan daya dukung tanah

adalah dengan menggunakan pupuk Halei+Urea. Pupuk Halei diharapkan dapat

meningkatkan kadar unsur hara tanah karena komposisi pupuk Halei terdiri dari

N=22, P2O5=7, K2O =7, TE=1 dan CB=63.

Parameter selanjutnya adalah teknik budidaya tebu. Parameter yang

penting dalam teknik budidaya tebu adalah masa tanam bibit dan masa tanam tebu

giling, waktu panen dan ketapatan pengangkutan tebu giling ke pabrik gula.

Penanaman bibit di kebun bibit datar pada bulan Juli-Oktober tahun X-1

diharapkan dapat memenuhi kebutuhan bibit tanam pada bulan Februari-Juli

tahun X. Waktu panen tebu giling bervariasi tergantung jenis varietasnya. Untuk

verietas BZ 134, waktu panennya adalah 10-12 bulan. Ketepatan dalam

menentukan waktu panen adalah salah satu cara untuk mempertahankan tebu

giling. Setelah dipanen, tebu giling diharuskan segera diangkut ke pabrik gula

atau dengan kata lain tidak boleh lebih dari 24 jam. Ini dilakukan untuk

mempertahankan rendemen gula.

(48)

PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) Kebun Helvetia Wilayah Helvetia akan

mendapatkan tambahan biaya produksi. Parameter produktivitas diukur dari

keseluruhan panen tebu giling baik tanaman PC, RI dan RII.

Proses transformasi input dan parameter rancangan sistem akan

menghasilkan output. Output terdiri dari output yang dikehendaki dan output tak

dikehendaki. Output yang dikehendaki adalah efektifitas pengelolaan lahan guna

meningkatkan produktisi tebu giling, efisiensi biaya produksi, optimalisasi

produksi, laba bagi perusahaan, pembinaan mitra kerja dengan pihak kedua dan

penyediaan lapangan kerja bagi masyarakat sekitar.

Output tak dikehendaki adalah hasil sampingan yang tidak dapat

dihindarkan dari sistem. Output tak dikehendaki dalam sistem ini adalah kenaikan

biaya produksi, kerugian bagi perusahaan, pengurangan lahan akibat

pengembangan kota dan penutupan perkebunan tebu giling.

Pengendalian hasil keluaran agar tetap seperti yang telah direncanakan

memerlukan satu manajemen pengendalian dan pengawasan produksi yang

berfungsi sebagai pengendalian (kontrol) pengoperasian sistem dalam

(49)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Sistem budidaya tebu wilayah Helvetia mempunyai 3 (tiga) stakeholder yaitu

manajemen PT. Perkebunan Nusantara II kebun Helvetia wilayah Helvetia,

CV. Citra Pratama dan masyarakat sekitar perkebunan.

2. Masing-masing stakeholder mempunyai kebutuhan tersendiri terhadap sistem

3. Ruang lingkup permasalahan sistem budidaya tebu yang diidentifikasi terdiri

atas pengembangan kota, usia tenaga kerja, kondisi cuaca, kondisi iklim dan

varietas tebu yang sudah dikepras berulang-ulang.

4. Varietas tebu yang sudah dikepras berulang-ulang menjadi salah satu faktor

menurunnya produksi tebu giling untuk ketiga tingkat tanaman.

5. Pertumbuhan industri di sekitar kawasan perkebunan dan pengupahan yang

rendah menjadi salah satu faktor minimnya minat tenaga kerja usia produktif

untuk bekerja di dalam sistem.

6. Identifikasi sistem dilakukan dengan mengevaluasi 3 (tiga) aspek yang

dianggap cukup penting, yaitu aspek lingkungan, aspek sosial budaya dan

aspek ekonomi.

7. Diagram kotak hitam disusun dengan 3 (tiga) variabel yaitu input, parameter

rancangan sistem, output dan manajemen pengendalian dan pengawasan

produksi. Input terdiri atas input terkendali, input tak terkendali dan input

lingkungan. Output terdiri atas output yang dikehendaki dan output tak

(50)

sebagai pengendalian (kontrol) pengoperasian sistem dalam menghasilkan

keluaran yang dikehendaki.

Saran

1. Perbaikan sistem pengupahan dan pengangkatan tenaga kerja harian lepas

menjadi tenaga kerja tetap diharapkan mampu menarik tenaga kerja baru

untuk bekerja di dalam sistem budidaya tebu.

2. Perbaikan peralatan kerja produksi untuk pengolahan tanah yang berguna

untuk meningkatkan daya dukung tanah diharapkan mampu meningkatkan

produktivitas.

3. Pergantian varietas lama dengan varietas unggul diharapkan mampu

(51)

DAFTAR PUSTAKA

Adisewojo, R.S. 1991. Bercocok Tanam Tebu (Saccharum Officinarum). Bale Bandung. Bandung.

Danim, S. 2003. Riset Keperawatan: Sejarah dan Metodologi. Kedokteran EGC. Jakarta.

Dinas Perkebunan, 2004. Teknologi Peningkatan Produktivitas Tebu Rakyat dan Pengenalan Varietas Unggul Harapan di Sumatera Utara. Proyek Pengembangan Pangan Areal Perkebunan Sumatera Utara. Medan.

, 1994. Teknik Budidaya Tebu (Saccharum officinarum L) pada Lahan Tegalan. Pemerintah Propinsi Daerah Tingkat I Sumatera Utara. Medan.

Eriyatno, 2003. Ilmu Sistem: Meningkatkan Mutu dan Efektivitas Manajemen. Jilid 1. IPB Press. Bogor.

Hafsah, M.J. 2002. Bisnis Gula Indonesia. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.

KPPBUMN, 2007. Seleksi Pengawasan dan Konsultasi 4.Daur Kehidupan Tebu. hhtp://www.kppbumn.depkeu.go.id/industrial-profile/PK4/profil % 20 Tebu-1-files/page0011.html.

Mubyarto dan Daryanti, 1991. Gula kajian Sosial-Ekonomi. Aditya Media. Yogyakarta.

Muljana, W. 1983. Teori dan Praktek Cocok Tanam Tebu dengan Segala Permasalahannya. Aneka Ilmu. Semarang.

Simatupang, T.M. 1994. Teori Sistem, Suatu Perspektif Teknik Industri. Andi Offset. Yogyakarta.

Sutardjo, R.M. 1994. Budidaya Tanaman Tebu. Bumi Aksara. Jakarta.

PTPN II, 2008. Pedoman Dasar dan Instruksi Kerja Tanaman Tebu. Medan.

Tunas, B. 2007. Memahani dan Memecahkan Masalah dengan Pendekatan Sistem. Rakasta Samasta. Jakarta.

Wikipedia, 2007. Tebu-Ensiklopedia Bebas Berbahasa Indonesia. http://id.wikipedia.org/wiki/tebu.

(52)
(53)

STRUKTUR ORGANISASI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA II (PERSERO) KEBUN HELVETIA WILAYAH HELVETIA

Kirani

(54)

Tidak

Ya

Tidak

Ya

Tidak Mulai

Selesai Stakeholders

Analisis kebutuhan Data primer

-Kuisioner -Wawancara -Observasi

Lengkap

Persyaratan kebutuhan

Formulasi masalah

Cukup

Evaluasi aspek

(politik,industri dan sosial-ekonomi)

OK? Identifikasi sistem

Diagram lingkar

(55)

DATA PRODUKSI TEBU GILING PER TINGKAT TANAM KEBUN HELVETIA WILAYAH HELVETIA

SEJAK TEBU GILING 1993/1994 S/D TEBU GILING 2007/2008

TAHUN TINGKAT

TON/HA TARGET RKAP VARIANCE

(56)
(57)

laba + - -

penanganan

perkembangan hama penyakit

kota tanaman

+

faktor

pendapatan - iklim +

wilayah biaya + panen

+ produksi tebu giling

- +

pendapatan +

tenaga kerja daya dukung

+ tanah

+

Penyediaan lapangan kerja

+

teknis budidaya tebu

Gambar

Gambar 1. Pola pembibitan tebu PTPN II Sumatera Utara
Gambar 2. Diagram kotak gelap (Eriyatno, 2003)
Gambar 3. Grafik produksi tebu giling
Tabel 2. Analisis kebutuhan para stakeholder
+5

Referensi

Dokumen terkait

(3) Jika Nilai Perolehan Objek Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a sampai dengan huruf n tidak diketahui atau lebih rendah dari pada NJOP yang digunakan dalam

Masalah kemiskinan di negara berkembang seperti di Indonesia merupakan salah satu masalah kompleks yang wajib dicarikan solusi agar menciptakan masyarakat yang sejahtera

Melebihinya pencapaian realisasi dari target kinerja yang telah ditetapkan untuk indikator kinerja ini dengan capaian kinerja &gt; 100% menunjukkan bahwa penyelenggaraan Amdal oleh

Hasil belajar ranah afektif siklus I diperoleh rata-rata 2,72 dengan kriteria baik dan pada siklus II diperoleh rata-rata 3,38 dengan kriteria sangat baik.. Hasil

den gam hol11Ultt dil&gt;eritahu kan1 b!lh:w&amp;l pelmtolw:aru tersebut'da·pat; dilleiuj;Ui:. D.emililitm

Salah satu langkah sekolah dalam memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar yaitu dengan melaksanakan pembelajaran berbasis lingkungan pada materi indanya asmaul husna

Dalam transaksi penerimaan kas dari penjualan tunai, jurnal ini digunakan oleh fungsi akuntansi untuk mencatat harga pokok produk yang di jual..

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa Laporan Akhir yang telah saya buat ini dengan judul “ Rancang Bangun Dua Lengan Robot Berjari Menggunakan Sensor Flex Sebagai Sensor