POLA KOMUNIKASI KELUARGA DALAM MENANAMKAN
NILAI GENDER PADA REMAJA
Studi Deskriptif Mengenai Pola Komunikasi Keluarga dalam Menanamkan Nilai Gender Pada Remaja di SMK Negeri 8 dan STM Teladan , Tembung
Medan.
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Syarat dalam Memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Sumatera Utara
Oleh : DIA AWALIA
050904038
DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL Dan ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
LEMBAR PERSETUJUAN
Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh:
Nama : Dia Awalia
NIM : 050904038
Departemen : Ilmu Komunikasi
Judul : Pola Komunikasi Keluarga Dalam Menanamkan Nilai Gender Pada
Remaja (Studi Deskriptif tentang Pengaruh Nilai Gender Pada Remaja
Di SMK Negeri 8 dan STM Teladan, Tembung Medan )
Medan, Januari 2010
Dosen Pembimbing Ketua Departemen
Dra. Lusiana A. Lubis MA
NIP. 196704051990032002 NIP. 19511021919870110018 Drs. Amir Purba MA
Dekan
ABSTRAKSI
Penelitian ini berjudul "Pola Komunikasi Keluarga dalam Menanamkan Nilai Gender pada Remaja." Penelitian ini menggambarkan pola komunikasi keluarga yang dipersepsi oleh remaja dan bagaimana peran pola tersebut dalam menanamkan nilai gender pada remaja.
Empat pola komunikasi keluarga terdiri dari; pola persamaan (Equality Pattern), pola seimbang-terpisah (Balance Split Patern), pola tak seimbang-terpisah (Unbalance Split Pattern) dan pola monopoli (Monopoly Pattern). Keempat pola tersebut menggambarkan pembagian peran dan kedudukan tiap anggota dalam keluarga.
Metode yang digunakan penulis adalah metode deskriptif, dengan jumlah responden sebanyak 97 orang yang merupakan siswa SMK Negeri 8 Medan dan siswa STM Teladan Temnbung Medan, dalam menyebarkan angket penulis menggunakan metodeAccidental sampling yaitu suatu teknik pengambilan sampel yang memilih siapa saja untuk dijadikan anggota sampel yang menurut pengumpul data sesuai dengan maksud dan tujuan penelitian. (Soehartono, 1995:63).
Dari hasil penyebaran kueisioner peneliti menganalisis hasil jawaban kuisioner dan menemukan bahwa remaja memahami gender adalah pembagian peran dan fungsi antara laki-laki dan perempuan dan remaja mengiginkan adanya pembagian peran yang sama dan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan di dalam keseharian tanpa membeda-bedakan jenis kelamin dan kemampuan mereka.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita panjatkan ke hadirat Allah Swt karena berkat, rahmat dan
karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Pola Komunikasi
Keluarga Dalam Menanamkan Nilai Gender Pada Remaja ”(Studi Deskriptif
Mengenai Pola Komunikasi Keluarga Dalam Menanamkan Nilai Gender Pada Remaja
Di SMK Negri 8 Dan STM Teladan, Tembung. Medan) guna memenuhi syarat untuk
memperoleh gelar sarjana dari Departemen Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.
Penulis juga ingin menyampaikan terima kasih yang mendalam kepada orang
tua, Papa. Iskandar. M dan Mama Rosihanawati. B yang selalu memberi kasih sayang
yan melimpah, mendoakan, memberi nasehat, semangat serta dukungan moral dan
materi. Sungguh tiada kata yang bisa tergambarkan betapa besarnya rasa sayang dan
keinginan untuk terus membahagiakan kedua orang tua Lalu penulis juga ingin
mengucapkan terima kasih buat Abang Rudi dan kakak Kiki serta Adik Ku Berri yang
senantiasa memberikan semangat, mendukung dan mendoakan Doa-doa terbaik
untuk penulis Terima Kasih banyak .
Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. DR. M. Arif Nasution, MA, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Drs. Amir Purba, MA, selaku Ketua Departemen Ilmu Komunikasi,
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Dra. Dewi Kurniawati, M.Si, selaku Sekretaris Departemen Ilmu
4. Ibu Dra, Lusiana A. Lubis MA, selaku dosen pembimbing yang telah banyak
meluangkan waktu dan dengan sabar membimbing serta memberi masukan
kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.
5. Ibu Dra. Rusni, selaku dosen wali penulis. Yang senantiasa banyak memberi
nasehat dan motivasi bagi penulis.
6. Terima kasih buat para dosen Departemen Ilmu Komunikasi yang telah
memberikan ilmu kepada penulis. Terima kasih buat semangat, nasehat,
motivasi dan arahannya selama proses belajar mengajar.
7. Kak Icut, Kak Maya, Kak Rotua dan Kak Ros yang telah membantu dalam
proses administrasi.
8. Buat sahabat terbaik : Mirina D ginting Masih ingatkah atas slogan kita bep,
sahabat sampai mati terima kasih banyak atas hari-hari yang kita lalui
9. Buat sahabat-sahabat terbaikku: Anti, Nia, Ama, jean, Pakde, Kiki. Andhien,
dayat jenggot terimakasih banyak kawan, kalian banyak mengajarakan
bagaimana kerasnya hidup dan perjuangan serta hari-hari yang kita lewati
bersama dalam suka dan duka.
10.Buat Seluruh Keluarga besar HMI Komisariat Fisip Usu dari Stambuk tertua
hingga Stambuk termuda yang tak akan muat jika dilampirkan semua disini,
penulis mengucapkan ribuan terimakasih atas banyak nya pelajaran yang dapat
diserap dari rangkain proses perjalan berorganisasi.
11.Buat penghuni Apartemen muslimah, Ayu, Santri, anggi, kak mela dan seluruh
penghuni keluarga besar apartemen muslimah terima kasih atas Semangat dan
12.Kepada pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, penulis
mengucapkan terima kasih banyak atas kepeduliannya dalam menyelesaikan
skripsi ini.
Saya menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, untuk itu
saya mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun demi
kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Penulis, Februari 2010
DAFTAR ISI
3.1.1. Riwayat Singkat Sekolah STM Teladan. Tembung. ... 47
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 58
4.1. Pelaksanaan Pengumpulan Data ... 58
4.2. Teknik Pengolahan Data ... 59
4.3. Analisis Tabel Tunggal ... 60
4.3.1. Karakteristik Responden ... 64
4.3.2. Pola Komunikasi Equa lity ... 65
4.3.3. Pola Komunikasi Balanced Split ... 70
4.3.4. Pola Komunikasi Unbalanced Split ... 74
4.3.5. Pola Komunikasi Monopoly ... 82
4.3.6. Penerapan Dalam Kehidupan Sehari-hari………. 90
4.4. Pembahasan ... 94
BAB V PENUTUP ... 101
5.1. Kesimpulan ... 101
5.2. Saran ... 102
DAFTAR TABEL
Tabel 11. Status responden Didalam Keluarga ... 66
Tabel 12. Tugas Harian Dibagikan Secara Sama ... 68
Tabel 13. Bila Ada Masalah Selalu Mendiskusikan Bersama ... 69
Tabel 15. Semua Anggota Keluarga Dipandang Setara ... 70
Tabel 16 Leluasa Membicarakan Semua Topik Pada Keluarga ... 71
Tabel 17. Adanya Pembagian Peran... 73
Tabel 18. Tiap Anggota Keluarga Di Pandang Memiliki Kelebihan sendiri .... 74
Tabel 19. Sifat Anggota Keluarga Lebih Individualis... 75
Tabel 20. Satu Orang Laki-laki Dikeluarga Yang Mendominasi ... 77
Tabel 21. Satu Orang Perempuan Yang Mendominasi ... 78
Tabel 22. Laki-laki Yang Berpenghasilan Besar ... 78
Tabel 23. Perempuan Yang Berpenghasilan Besar ... 79
Tabel 24. Di Dalam Keluarga Saya Laki-laki Cenderung ……… 80
Memenangkan Argumen Tabel 25. Di Dalam Keluarga Saya Perempuan Cenderung Memenangkan Argumen ... 81
Tabel 26. Komunikasi Di Dalam Keluarga Laki-laki Mendominasi ... 82
Tabel 27. Komunikasi Di Dalam keluarga Perempuan Yang Mendominasi ... 83
Tabel 28. Di Keluarga Laki-laki Di Pandang Pemilik Kekuasaan... 84
Tabel 29. Di Keluarga Perempuan Di Pandang Pemilik Kekuasaan ... 85
Tabel 30. Komunikasi Yang Berasal dari Laki-laki Bersifat Instruksi ... 86
Tabel 31. Komunikasi Yang Berasal Dari Perempuan Bersifat Instruksi ... 87
Tabel 32. Didalam Keluarga Saya Laki-laki Dianggap Memiliki Hak Penuh Dalam Mengambil Keputusan ... 89
Tabel 33. Didalam Keluarga Saya perempuan Dianggap Memiliki Keputusan Penuh Dalam Mengambil Keputusan ... 90
Tabel 34. Laki-laki Di Dalam Keluarga Berkuasa dalam Memerintahkan Yang Diperbolekn Dan Tidak Diperbolehkan ... 90
Tabel 35.Perempuan Didalam Keluarga Berkuasa Dalam Memerintahkan Yang Diperbolehkan Dan Tidak Diperbolehkan ... 91
Tabel 36. Saya Menghargai Keberadaan Lawan Jenis ... Tabel 37. Saya Mengakui Lawan Jenis Memiliki Kelebihan Sendiri-sendiri .... 93
Tabel 38. Untuk Anak lelaki Bersedia Untuk Memasak Dan Perempuan Bersedia Membersihkan Halaman ... 93
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I Kuesioner Penelitian
Lampiran II Surat Izin penelitian dari FISIP USU
Lampiran III Lembar catatan bimbingan skripsi
Lampiran IV Biodata
ABSTRAKSI
Penelitian ini berjudul "Pola Komunikasi Keluarga dalam Menanamkan Nilai Gender pada Remaja." Penelitian ini menggambarkan pola komunikasi keluarga yang dipersepsi oleh remaja dan bagaimana peran pola tersebut dalam menanamkan nilai gender pada remaja.
Empat pola komunikasi keluarga terdiri dari; pola persamaan (Equality Pattern), pola seimbang-terpisah (Balance Split Patern), pola tak seimbang-terpisah (Unbalance Split Pattern) dan pola monopoli (Monopoly Pattern). Keempat pola tersebut menggambarkan pembagian peran dan kedudukan tiap anggota dalam keluarga.
Metode yang digunakan penulis adalah metode deskriptif, dengan jumlah responden sebanyak 97 orang yang merupakan siswa SMK Negeri 8 Medan dan siswa STM Teladan Temnbung Medan, dalam menyebarkan angket penulis menggunakan metodeAccidental sampling yaitu suatu teknik pengambilan sampel yang memilih siapa saja untuk dijadikan anggota sampel yang menurut pengumpul data sesuai dengan maksud dan tujuan penelitian. (Soehartono, 1995:63).
Dari hasil penyebaran kueisioner peneliti menganalisis hasil jawaban kuisioner dan menemukan bahwa remaja memahami gender adalah pembagian peran dan fungsi antara laki-laki dan perempuan dan remaja mengiginkan adanya pembagian peran yang sama dan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan di dalam keseharian tanpa membeda-bedakan jenis kelamin dan kemampuan mereka.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Masalah
Dalam kehidupan keseharian kita tidak akan pernah terlepas dari kegiatan
komunikasi bahkan hampir seluruh waktu yang kita habiskan adalah untuk
berkomunikasi dengan orang lain. Secara sadar atau tanpa kita sadari, kita dapat
menghitung dari waktu ke waktu, selalu terlibat dalam komunikasi yang bersifat
rutinitas, beberapa jam waktu yang kita gunakan dalam berbicara, menonton televisi,
dan belajar,
Seberapa jauh komunikasi berperan penting dalam kehidupan manusia dan
waktu yang diluangkan dalam proses komunikasi sangat besar, timbul pertanyaan
berapa banyak waktu yang digunakan dalam proses komunikasi di dalam keseharian.
Adapun bentuk kegiatan komunikasi yang digunakan untuk menulis, untuk membaca,
dan untuk berbicara serta untuk mendengarkan orang lain berbicara, Hal tersebut
membuktikan bahwa komunikasi sangat memiliki peran yang penting dalam
kehidupan sosial manusia, dengan kata lain komunikasi telah menjadi jantung dari
kehidupan kita.
Komunikasi amat berperan penting dalam menjelaskan segala sesuatunya,
banyak orang yang salah memahami makna pesan yang di sampaikan akibat pola
komunikasi yang salah. Keluarga adalah lingkungan terkecil dan terdekat bagi
individu. Melalui keluarga seseorang mulai belajar, bersosialisasi, membentuk
karakter, dan mengembangkan nilai-nilai yang telah ditanamkan padanya melalui
Komunikasi keluarga adalah komunikasi yang terjadi dalam sebuah keluarga,
yang merupakan cara seorang anggota keluarga untuk berinteraksi dengan anggota
lainnya, sekaligus sebagai wadah dalam membentuk dan mengembangkan
nilai-nilai yang dibutuhkan sebagai pegangan hidup. Agar anak dapat menjalani hidupnya
ketika berada dalam lingkungan masyarakat, apa yang terjadi jika sebuah pola
komunikasi keluarga tidak terjadi secara harmonis tentu akan mempengaruhi
perkembangan anak.
Sering ditemui didalam keluarga inti dimana didalamnya terdapat ayah, ibu,
kakak dan adik tentu terdapat berbagai macam perbedaan dalam pola komunikasi Pola
komunikasi dapat dipahami sebagai pola hubungan antara dua orang atau lebih dalam
pengiriman dan penerimaan pesan dengan cara yang tepat sehingga pesan yang
dimaksud dapat dipahami. (Djamarah, 2004:1).
Dalam keseharian kita merasa banyak terjadi perbedaan pendapat antara ayah,
kakak, atau pun saudara- saudara lainya di dalam keluarga kita hal ini dapat
disebabkan komunikasi antarpribadi yang terjalin tidak berlangsung harmonis dan
kecenderungan di salah satu pihak merasa superior antara pihak lainya oleh sebab itu
diperlukan pola komunikasi keluarga dan komunikasi antar pribadi yang mendalam
Alasan peneliti untuk memlih judul ini adalah permasalahan, pola komunikasi
keluarga dan gender belum pernah ada di fisip usu, dan peneliti tertarik untuk meneliti
pola komunikasi keluarga Selain itu penulis ingin mengetahui tentang pola komuikasi
keluarga dalam menanamkan nilai gender pada remaja khususnya, di kalangan siswa
STM Teladan dan di kalangan siswa SMK Negeri 8 Medan.
Penulis memilih STM Teladan dan SMK Negeri 8 Medan sebagai lokasi
penelitian karena, kedua sekolah tersebut memiliki bidang keahlian yang bertolak
oleh kebanyakan orang bidang keahlian tersebut dikatakan lebih cocok untuk
perempuan sedangkan STM Teladan Medan memiliki bidang keahlian otomotif yang
sering orang bilang sebagai dunianya laki-laki. Atas perbedaan bidang keahlian itulah
penulis menganggap bahwa penelitian mengenai gender cocok untuk dilakukan di
kedua sekolah tersebut, sebab lingkungan sekolah akan mempengaruhi pandangan
mereka terhadap lawan jenis, yang mana STM Teladan mewakili populasi laki-laki dan
SMK Negeri 8 Medan. Mewakili populasi perempuan.
Gender adalah pembagian peran, kedudukan, dan tugas antara laki-laki dan
perempuan yang ditetapkan oleh masyarakat berdasarkan sifat perempuan dan sifat
laki-laki yang dianggap pantas menurut norma-nrma, adat istiadat kepercayaan
atau kebiasaan masyarakat. (Djohani, 1996 : 7). Namun masih ada masyarakat yang
belum paham menenai konsep Gender sehingga hal tersebut mempengaruhi terhadap
pola komunikasi keluarga, seperti adanya dominasi salah satu pihak dalam keluarga.
Komunikasi di masyarakat perkotaan, menjadi pusat perhatian ketika
membahas masalah gender. Gender berasal dari bahasa Latin, yaitu “genus”, berarti
tipe atau jenis Gender merupakan kajian tentang tingkah laku perempuan hubungan
sosial antara laki-laki dan perempuan. Gender adalah sifat dan perilaku yang
dilekatkan pada laki-laki dan perempuan yang dibentuk secara sosial maupun budaya.
Karena dibentuk oleh sosial dan budaya setempat, maka gender tidak berlaku
selamanya tergantung kepada waktu dan tempatnya. Gender juga sangat tergantung
kepada tempat atau wilayah. Gender berbeda dari seks at
perempuan yang bersifat
Dengan kata lain, ciri maskulin atau feminim itu tergantung dari konteks
sosial-budaya bukan semata-mata pada perbe
feminis, gender sendiri didefinisikan sebagai perbedaan perilaku (behavioral differences) atau sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial dan kultural. Karena itu, gender juga sering disebut sebagai
‘jenis kelamin sosial’. Dari definisi ini, dalam persepsi feminisme, gender hanya
merupakan produk budaya (nurture), bukan alami (nature), yakni sekadar ‘hasil
persepsi’ suatu masyarakat atau bahkan bisa jadi hanya mitos atas apa yang disebut
dengan sifat paten (kodrat) laki-laki dan sifat paten (kodrat) perempuan.
Gender dapat dipertukarkan dan bersifat tidak permanen, yakni dapat berubah
sejalan dengan perubahan paradigma berpikir yang menjadi landasan budaya
masyarakat tersebut. Berdasarkan kerangka berpikir ini, para pemujanya kemudian
menolak konsep pembagian peran sosial yang dikaitkan dengan perbedaan biologis.
Tidak boleh, misalnya, hanya karena secara biologis perempuan punya rahim dan
payudara, kemudian dipersepsikan bahwa hanya perempuan yang memiliki sifat-sifat
keperempuanan (feminitas) seperti sifat lembut, keibuan, dan emosional sehingga
secara kodrati perempuan harus menjalani fungsi-fungsi keibuan dan
kerumahtanggaan. Tidak boleh pula, laki-laki yang dianggap lahir dengan sifat-sifat
maskulinitasnya, lalu diarahkan untuk menjadi pemimpin atas kaum perempuan.
Pola komunikasi dapat dipahami sebagai pola hubungan antara dua orang atau
lebih dalam pengiriman dan penerimaan pesan dengan cara yang tepat sehingga
pesan yang dimaksud dapat dipahami. (Djamarah, 2004:1). Pola komunikasi keluarga
merupakan salah satu faktor yang penting, karena keluarga merupakan lembaga sosial
empat pola komunikasi keluarga yang umum pada keluarga inti ( Primari relationship ), yaitu Equality Pattern, Balance Split Pattern, Unbalanced Split Pattern, dan
Monopoly Pattern. Pembedaan pola komunikasi ini menggambarkan pembagian peran dan kedudukan masing-masing individu dalam sebuah keluarga.
Pola komunikasi keluarga turut berperan dalam penerimaan pesan dan umpan
balik yang terjadi antar anggota keluarga. Sebagai contoh dalam pola komunikasi
monopoli, hanya satu orang yang berhak mengambil keputusan dalam keluarga. Hal
ini menyebabkan anggota keluarga yang lain tidak berhak menyuarakan pendapat atau
turut berperan dalam pengambilan keputusan, yang mengakibatkan komunikasi
keluarga cenderung menjadi komunikasi satu arah saja. Demikian juga dalam
penanaman dan pengembangan nilai, nilai-nilai yang ditanamkan oleh pemegang
kekuasaan mutlak diikuti oleh anggota keluarga yang lainnya karena
komunikasi yang berlangsung hanya bersifat instruksi atau suruhan.
Keluarga sangat besar peranannya dalam mengajarkan, membimbing,
menentukan perilaku, dan membentuk cara pandang anak terhadap nilai-nilai yang
berlaku dalam masyarakat. Keluarga layaknya memberikan penanaman nilai-nilai
yang dibutuhkan anak melalui suatu pola komunikasi yang sesuai sehingga
komunikasi berjalan dengan baik, tercipta hubungan yang harmonis, serta pesan dan
1.2Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka penulis
mengajukan perumusan masalah sebagai berikut, “Bagaimanakah pola komunikasi
keluarga dalam menanamkan nilai gender pada Remaja di SMK 8 dan STM Teladan
Medan” ?
1.3Pembatasan Masalah
1. Bagaimana pola komunikasi Equality (pola persamaan) dalam menanamkan nilai gender pada remaja?
2. Bagaimana pola komunikasi Balanced Split (seimbang terpisah) dalam menanamkan nilai gender pada remaja?
3. Bagaimana pola komunikasi Unbalanced Split (tak sembang terpisah) dalam menanamkan nilai gender pada remaja?
4. Bagaimana pola komunikasi Monopoly (monopoli) dalam menanamkan nilai gender
pada remaja?
1.4Tujuan Penelitian dan manfaat penelitian
Dalam kaitannya dengan penelitian, adapun tujuan yang utama dari penelitian ini
adalah :
1. Untuk mengetahui pola komunikasi Equality dalam menanamkan nilai gender pada remaja
2. Untuk mengetahui pola komunikasi Balanced Split dalam menanamkan nilai gender pada remaja
gender pada remaja
4. Untuk mengetahui pola komunikasi Monopoly dalam menanamkan nilai gender pada remaja
1.4.2 Manfaat Penelitian
1. Penelitian ini diharapkan, dapat memberikan masukan kepada penulis khususnya dan
pihak lain pada umumnya mengenai pola komunikasi keluarga dalam menanamkan
nilai gender pada remaja.
2. Memberikan informasi khususnya kepada responden mengenai pola komunikasi
keluarga dalam menanamkan nilai gender pada remaja, sehingga diharapkan
responden memahami tentang arti dan nilai gender yang sebenarnya.
1.5Kerangka Teori
Setiap penelitian memerluka n kejelasan titik tolak atau landasan berfikir dalam
memecahkan masalah atau menyoroti masalahnya. Untuk itu perlu disususn kerengka
teori yang memuat pokok - pokok pikiran yang menggambarkan dari sudut mana
penelitian tersebut disoroti ( Nawawi, 1995:40).
Menurut kerlinger ( Rakhmat, 2004:6 ) teori merupakan himpunan konstruk
atau konsep, yang mengemukakan pandangan sistematis tentang gejala dengan
menjabarkan relasi di antara variabel untuk menjelaskan dan meramalkan gejala
tersebut .Dengan adanya kerangka teori, akan membantu peneliti dalam menentukan
tujuan dan arah penelitiannya. Adapun teori-teori yang dianggap relevan dengan
1.5.1 Pola Komunikasi Keluarga
Pola komunikasi keluarga merupakan salah satu faktor yang penting, karena
keluarga merupakan lembaga sosial pertama yang dikenal anak selama proses
sosialisasinya. Menurut Devito (1986) ada empat pola komunikasi keluarga yang
umum pada keluarga inti komunikasi keluarga yang terdiri dari pola persamaan
(Equality Pattern), pola seimbang-terpisah (Balance Split Patern), pola tak seimbang-terpisah (Unbalance Split Pattern) pola monopoli (Monopoly Pattern),
1. Pola Komunikasi Persamaan (Equality Pattern)
Dalam pola ini, tiap individu berbagi hak yang sama dalam kesempatan
berkomunikasi. Peran tiap orang dijalankan secara merata. Komunikasi berjalan
dengan jujur, terbuka, langsung, dan bebas dari pembagian kekuasaan. Semua
orang memiliki hak yang sama dalam proses pengambilan keputusan. Keluarga
mendapatkan kepuasan tertinggi bila ada kesetaraan.
2. Pola Komunikasi Seimbang Terpisah (Balance Split Pattern)
Kesetaraan hubungan tetap terjaga, namun dalam pola ini tiap orang
memiliki daerah kekuasaan yang berbeda dari yang lainnya. Tiap orang dilihat
sebagai ahli dalam bidang yang berbeda. Sebagai contoh, dalam keluarga
normal / tradisional, suami dipercaya dalam urusan bisnis atau politik. Istri
dipercaya untuk urusan perawatan anak dan memasak. Namun pembagian peran
berdasarkan jenis kelamin ini masih bersifat fleksibel. Konflik yang terjadi dalam
keluarga tidak dipandang sebagai ancaman karena tiap individu memiliki area
3. Pola Komunikasi Tak Seimbang Terpisah (Unbalanced Split Pattern) Dalam pola ini satu orang mendominasi, satu orang dianggap sebagai ahli
lebih dari yang lainnya. Satu orang inilah yang memegang kontrol, seseorang
ini biasanya memiliki kecerdasan intelektual lebih tinggi, lebih bijaksana, atau
berpenghasilan lebih tinggi. Anggota keluarga yang lain berkompensasi dengan
cara tunduk pada seseorang tersebut, membiarkan orang yang mendominasi itu
untuk memenangkan argumen dan pengambilan keputusan sendiri.
4. Pola Komunikasi Monopoli (Monopoly Pattern)
Satu orang dipandang sebagai pemegang kekuasaan. Satu orang ini lebih
bersifat memberi perintah dari pada
mengambil keputusan sehingga jarang atau tidak pernah bertanya atau meminta
pendapat dari orang lain. Pemegang kuasa memerintahkan kepada yang lain apa
yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Maka anggota keluarga yang lainnya meminta
izin, meminta pendapat, dan membuat keputusan berdasarkan keputusan dari orang
tersebut.
Pembedaan pola komunikasi ini menggambarkan pembagian peran dan
kedudukan masing-masing individu dalam sebuah keluarga. Pola komunikasi keluarga
turut berperan dalam penerimaan pesan dan umpan balik yang terjadi antar anggota
keluarga. Sebagai contoh dalam pola komunikasi monopoli, hanya satu orang yang
berhak mengambil keputusan dalam keluarga. Hal ini menyebabkan anggota keluarga
yang lain tidak berhak menyuarakan pendapat atau turut berperan dalam pengambilan
keputusan, yang mengakibatkan komunikasi keluarga cenderung menjadi
komunikasi satu arah saja. Demikian juga dalam penanaman dan pengembangan
anggota keluarga yang lainnya karena komunikasi yang berlangsung hanya
bersifat instruksi atau suruhan.
Keluarga sangat besar peranannya dalam mengajarkan, membimbing,
menentukan perilaku, dan membentuk cara pandang anak terhadap nilai-nilai yang
berlaku dalam masyarakat. Keluarga layaknya memberikan penanaman nilai-nilai
yang dibutuhkan anak melalui suatu pola komunikasi yang sesuai sehingga
komunikasi berjalan dengan baik, tercipta hubungan yang harmonis, serta pesan dan
nilai-nilai yang ingin disampaikan dapat diterima dan diamalkan dengan baik.
1.5.2 Komunikasi Keluarga
Keluarga merupakan kelompok sosial pertama dalam kehidupan manusia
dimana ia belajar dan menyatakan diri sebagai manusia sosial, dalam interaksi dengan
kelompoknya, (Kurniadi, 2001: 271). Dalam keluarga yang sesungguhnya,
komunikasi merupakan sesuatu yang harus dibina, sehingga anggota keluarga
merasakan ikatan yang dalam serta saling membutuhkan. Keluarga merupakan
kelompok primer paling penting dalam masyarakat, yang terbentuk dari hubungan
laki-laki dan perempuan, perhubungan ini yang paling sedikit berlangsung lama untuk
menciptakan dan membesarkan anak-anak. Keluarga dalam bentuk yang murni
merupakan kesatuan sosial yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak.
Dilihat dari pengertian di atas bahwa kata-kata, sikap tubuh, intonasi suara dan
tindakan, mengandung maksud mengajarkan, mempengaruhi dan memberikan
pengertian. Sedangkan tujuan pokok dari komunikasi ini adalah memelihara interaksi
antara satu anggota dengan anggota lainnya sehingga tercipta komunikasi yang
Komunikasi dalam keluarga juga dapat diartikan sebagai kesiapan
membicarakan dengan terbuka setiap hal dalam keluarga baik yang menyenangkan
maupun yang tidak menyenangkan, juga siap menyelesaikan masalah-masalah dalam
keluarga dengan pembicaraan yang dijalani dalam kesabaran dan kejujuran serta
keterbukaan
Terlihat dengan jelas bahwa dalam keluarga adalah pasti membicarakan
hal-hal yang terjadi pada setiap individu, komunikasi yang dijalin merupakan komunikasi
yang dapat memberikan suatu hal yang dapat diberikan kepada setiap anggota
keluarga lainnya. Dengan adanya komunikasi, permasalahan yang terjadi diantara
anggota keluarga dapat dibicarakan dengan mengambil solusi terbaik
1.5.3 Gender
Kata Gender dalam bahasa Indonesia dipinjam dari bahasa Inggris. Untuk
memahami konsep Gender harus dibedakan kata gender dengan kata seks (jenis kelamin). Pengertian jenis kelamin merupakan persifatan atau pembagian dua jenis
kelamin manusia yang ditentukan secara biologis yang melekat pada jenis kelamin
tertentu. Secara biologis, alat reproduksi yang melekat pada laki-laki dan perempuan
tidak bisa dipertukarkan. Secara permanen tidak berubah dan merupakan ketentuan
biologis atau sering dikatakan sebagai ketentuan Tuhan atau kodrat.
Sedangkan konsep lainnya adalah konsep gender, yakni suatu sifat yang
melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial
maupun kultural. Misalnya, bahwa perempuan itu dikenal lemah lembut, cantik,
emosional, atau keibuan. Sementara laki-laki dianggap; kuat, rasional, jantan, perkasa.
Ciri-ciri dari sifat itu sendiri merupakan sifat-sifat yang dapat dipertukarkan. Artinya
yang kuat, rasional, perkasa. Perubahan ciri dari sifat-sifat itu dapat terjadi dari waktu
ke waktu dan dari tempat ke tempat yang lain. Misalnya saja zaman dahulu di suatu
suku tertentu perempuan lebih kuat daripada laki-laki, tetapi pada zaman yang lain
dan di tempat yang berbeda laki-laki yang lebih kuat. Juga, perubahan bisa terjadi dari
kelas ke kelas masyarakat yang berbeda. Di suku tertentu, perempuan kelas bawah
dipedesaan lebih kuat dibandingkan laki-laki. Semua hal yang dapat dipertukarkan
antara sifat perempuan dan laki-laki, yang bisa berubah dari waktu ke waktu serta
berbeda dari tempat ke tempat yang lainnya, maupun berbeda dari suatu kelas ke kelas
yang lain, itulah yang dikenal dengan konsep gender.
Teori yang mendukung penelitian ini adalah Social Learning Theory (Teori
Belajar Sosial). Teori yang dikemukakan oleh Albert Bandura ini memberikan
gambaran yang komprehensif yang dapat diaplikasikan untuk memecahkan atau
meneliti perubahan perilaku remaja. Anak-anak memilih untuk meniru model dari jenis
kelamin yang sama (orang tua mereka, anak lain, orang dewasa lainnya, bahkan
karakter dari buku atau media cetak). Mengamati dan meniru model dilihat sebagai
usaha yang penuh kuasa pada anak-anak dalam menyerap nilai gender.
Anggapan yang umum adalah orang tua memperlakukan anak laki-laki dan
anak perempuan secara berbeda dari awal kelahiran. Pembedaan perlakuan ini dimulai
dari masa kanak-kanak dan terus berlanjut sampai dewasa. Pembedaan perlakuan
tersebut dilakukan secara terus menerus dengan suatu cara yang khas, yang akhirnya
membentuk suatu konsep gender. Pengembangan nilai gender yang dialami remaja
berkaitan dengan pola komunikasi yang terjadi dalam keluarganya, karena konsep
gender itu sendiri dipahami oleh anak melalui suatu pola komunikasi. Karena
pola komunikasi pada tiap keluarga berbeda, maka penanaman dan
penerimaannya, tergantung pola komunikasi yang terjadi dalam keluarga tersebut.
1.5.4 Komunikasi keluarga
Keluarga merupakan kelompok sosial pertama dalam kehidupan manusia
dimana ia belajar dan menyatakan diri sebagai manusia sosial, dalam interaksi dengan
kelompoknya. (Kurniadi, 2001: 271). Dalam keluarga yang sesungguhnya,
komunikasi merupakan sesuatu yang harus dibina, sehingga anggota keluarga
merasakan ikatan yang dalam serta saling membutuhkan. Keluarga merupakan
kelompok primer paling penting dalam masyarakat, yang terbentuk dari hubungan
laki-laki dan perempuan, perhubungan ini yang paling sedikit berlangsung lama untuk
menciptakan dan membesarkan anak-anak. Keluarga dalam bentuk yang murni
merupakan kesatuan sosial yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak.
Dilihat dari pengertian di atas bahwa kata-kata, sikap tubuh, intonasi suara dan
tindakan, mengandung maksud mengajarkan, mempengaruhi dan memberikan
pengertian. Sedangkan tujuan pokok dari komunikasi ini adalah memelihara interaksi
antara satu anggota dengan anggota lainnya sehingga tercipta komunikasi yang
efektif.
Komunikasi dalam keluarga juga dapat diartikan sebagai kesiapan
membicarakan dengan terbuka setiap hal dalam keluarga baik yang menyenangkan
maupun yang tidak menyenangkan, juga siap menyelesaikan masalah-masalah dalam
keluarga dengan pembicaraan yang dijalani dalam kesabaran dan kejujuran serta
keterbukaan
Terlihat dengan jelas bahwa dalam keluarga adalah pasti membicarakan
hal-hal yang terjadi pada setiap individu, komunikasi yang dijalin merupakan komunikasi
keluarga lainnya. Dengan adanya komunikasi, permasalahan yang terjadi diantara
anggota keluarga dapat dibicarakan dengan mengambil solusi terbaik
1.6 Kerangka konsep
Kerangka sebagai hasil pemikiran yang rasional merupakan uraian yang
bersifat kritis dalam memperkirakan kemungkinan hasil yang dicapai ( Nawawi,
1995:33)
Konsep adalah pengambaran fenomena yang hendak diteliti, yakni istilah dan definisi
yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan, kelompok
atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu social ( Singarimbun, 1995:33)
Agar konsep tersebut dapat diteliti, maka harus dioprasionalkan dengan mengubahnya
menjadi variable . variable adalah objek penelitian, atau apa yang menjadi titik
perhatian suatu penelitian, variable dalam penelitian ini adalah
Peneliti menguraikan variabel-variabel dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Variabel I : Pola Komunikasi Keluarga
Sub Variabel : Pola Komunikasi Equality berdasarkan gender
Indikator : Kesetaraan antar anggota keluarga→ Pembagian tugas yang sama pada tiap anggota keluarga→ Pengambilan keputusan melibatkan semua anggota
keluarga.→ Tiap anggota keluarga dipandang setara satu sama lain→ Keleluasaan dan
keterbukaan topik yang dibicarakan dalam komunikasi keluarga.
Sub Variabel : Pola Komunikasi Balance Split berdasarkan gender Indikator : Pemisahan tugas→ Pembagian tugas berdasaarkan
bidang masing-masing → Pengambilan keputusan dilakukan
sendiri-sendiri → Masalah yang ada diselesaikan sendiri-sendiri
→ Sifat anggota keluarga lebih individualis
berdasarkan gender
Indikator : Dominasi oleh satu orang anggota keluarga→ Satu orang dipandang memiliki nilai lebih dari yang lainnya.→ Kontrol seringkali dipegang oleh orang
tersebut→ Pengambilan keputusan dilakukan oleh satu orang yang mendominasi. →
Komunikasi masih bersifat timbal balik namun diwarnai mendominasi.
Sub Variabel : Pola Komunikasi Monopoly berdasarkan gender
Indikator : Kekuasaan dipegang oleh satu orang anggota keluarga→ Satu orang dipandang sebagai pemegang kekuasaan→ Komunikasi lebih bersifat
perintah/instruksi untuk dilakukan.→ Satu orang memiliki hak penuh untuk
mengambil keputusan.→ Anggota keluarga yang lain meminta izin, pendapat, dan
membuat keputusan berdasarkan pemegang kekuasaan.
2. Variable II: Nilai-Nilai Gender Pada Remaja Sub Variabel : Penerapan dalam kehidupan sehari-hari
Indikator :- Pandangan terhadap lawan jenis→ Fleksibilitas dan kemampuan dalam mengerjakan tugas-tugas →Fleksibilitas dan kemampuan dalam menentukan karier
atau pekerjaan
Karakteristik Responden a. Umur
b. Jenis kelamin c. Agama
d. Pendidikan orang tua e. Jumlah saudara
f. Kedudukan di dalam keluarga
1.8 Metode Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data 1.8.1 Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode desktiptif. Metode deskriptif
adalah suatu metode yang bertujuan melukiskan secara sistematis fakta/karakteristik
populasi tertentu / bidang tertentu secara faktual dan cermat (Rakhmat, 2001:24).
Penelitian ini tidak mencari atau menjelaskan hubungan, tidak menguji hipotesis
atau membuat prediksi. Penelitian deskriptif ditujukan untuk :
1. mengumpulkan informasi masalah atau memeriksa secara rinci yang melukiskan
gejala yang ada.
2. mengidentifikasi masalah atau memeriksa kondisi dan praktek-praktek yang
berlaku.
3. membuat perbandingan atau evaluasi
4. menentukan apa yang dilakukan orang lain dalam menghadapi masalah yang sama
dan belajar dari pengalaman mereka untuk menetapkan masalah yang sama dan
belajar dari pengalaman mereka untuk menetapkan rencana dan keputusan pada
1.9 Teknik Pengumpulan Data
Untuk melengkapi data dari penelitian ini, maka penulis menggunakan teknik
pengumpulan data sebagai berikut :
1. Observasi
Observasi ialah teknik pengumpulan data dengan mengadakan
peninjauan secara langsung, yang mana observasi yang dilakukan penulis dalam
penelitian ini adalah memilih lokasi penelitian yang tepat dan sesuai dengan
permasalahan.
2. Studi kepustakaan
Studi kepustakaan ialah pengumpulan data dengan cara melakukan penelaah
terhadap berbagai sumber informasi tertulis baik berupa buku-buku atau
laporan-laporan yang ada hubungannya dengan permasalahan yang sedang diteliti.
3.Angket/Kuesioner
Angket adalah suatu daftar pertanyaan yang disusun secara khusus untuk
memperoleh data yang disampaikan kepada responden yang telah ditentukan. Angket
tersebut desebarkan kepada siswa SMK Negeri 8 dan siswa STM Teladan Medan
berdasarkan jumlah sampel yang telah ditentukan melalui teknik pengambilan
sampel sebelumnya.
4.Wawancara
Yaitu proses mendapatkan keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara
Tanya jawab sambil bertatap muka antara peneliti dengan responden. Metode ini
hanya digunakan untuk melengkapi data yang sudah didapat dari metode pertama (
1.10 Populasi dan Sampel
Populasi adalah jumlah keseluruhan dari unit yang ciri-cirinya akan diduga
(Singarimbun & Effendi, 1987: 152). Populasi dalam penelitian ini adalah siswa SMK
Negeri 8 Medan dan siswa STM Teladan Medan. Dari populasi tersebut ditarik suatu
sampel dengan menggunakan teknik purposive sampling (pengambilan sampel
berdasarkan tujuan) yaitu suatu teknik pengambilan sampel yang memilih siapa saja
untuk dijadikan anggota sampel yang menurut pengumpul data sesuai dengan maksud
dan tujuan penelitian. (Soehartono, 1995:63).
Jumlah sampel yang diambil sebanyak 97 orang, dimana 57 orang berasal dari
siswa STM Teladan dan 40 orang di ambil dari murid SMKN 8 Medan.
1.11 Teknik Analisa Data
Data yang diperoleh dari hasil penelitian akan dianalisis dengan menggunakan
table tunggal yang dilakukan dengan membagi-bagikan variable penelitian kedalam
kategori-kategori yang dilakukan atas dasar frekuensi. Table tunggal merupakan
langkah awal dalam menganalisis data yang terdiri dari kolom, yaitu sejumlah
frekuensi dan presentasi untuk setiap kategori (Singarimbun, 1995 :237).
Teknik analisa data yang akan peneliti lakukan adalah dengan cara menyusun,
menguraikan, dan mengurutkan data yang akan di peroleh dengan membagi variable
penelitian kedalm sejumlah frekuensi den presentasi untuk kemudian di
interpretasikan dengan cara memaparkan data-data yang telah diperoleh dengan
kata-kata secara jelas dan terperinci untuk mendapatkan pengertian yang tepat dan
BAB 2
URAIAN TEORITIS
2.1 Pengertian Komunikasi
Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris berasal dari communication,
berasal dari kata latin communicatio, dan bersumber dari kata communis yang berarti sama. Sama di sini maksudnya adalah sama makna antara pemberi pesan dengan
penerima pesan. Jadi, apabila dua orang terlibat dalam komunikasi, misalnya dalam
bentuk percakapan, maka komunikasi akan terjadi atau berlangsung selama terdapat
kesamaan makna mengenai apa yang dipercakapkan.
Beberapa pakar komunikasi memberikan definisi komunikasi diantaranya
dikutip oleh Effendi sebagai berikut, Carl I. Hovland dalam Effendi (1986: 63)
mendefinisikan komunikasi sebagai “Suatu proses dimana seseorang (komunikator)
menyampaikan perangsang-perangsang, biasanya lambang-lambang dalam bentuk
kata-kata untuk merubah tingkah laku orang lain (komunikan)”. Jadi, hakikat
komunikasi merupakan proses pernyataan antar manusia. Yang berhubungan dengan
pikiran, atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan bahasa
sebagai alat penyalurnya.
Menurut Lewis Caroll, Komunikasi merupakan suatu proses memindahkan,
mengoperkan atau menyampaikan sesuatu secara teliti dari jiwa yang satu kepada jiwa
yang lain, dan hal itu adalah tepat seperti pekerjaan yang harus kita ulangi dan ulangi
lagi (Praktikto, 1983: 10). Untuk mencapai komunikasi yang efektif dan efisien tidak
semudah seperti yang dibayangkan orang. Banyak hal-hal yang harus diperhatikan
agar pesan atau pernyataan yang disampaikan kepada orang lain bisa dimengerti serta
Komunikasi akan dapat berhasil baik apabila timbul saling pengertian, yaitu
jika kedua belah pihak, si pengirim dan penerima informasi memahami. Tirman Sirait
mengemukakan pendapatnya tentang pengertian komunikasi sebagai berikut,
“Komunikasi adalah suatu tingkah laku perbuatan atau kegiatan penyampaian atau
pengoperan lambang-lambang yang mengandung arti atau makna-makna informasi
dari seseorang kepada orang lain, atau lebih jelasnya suatu pemindahan atau
pengoperan informasi mengenai pikiran dan perasaan-perasaan”. (Tirman, 1982: 11)
Definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian komunikasi tidak berarti
hanya menyampaikan sesuatu kapada orang lain, akan tetapi bagaimana caranya
penyampaian itu agar penerima mudah mengerti dan memahami dengan perasaan
ikhlas. Keberhasilan suatu komunikasi sangat dibutuhkan oleh faktor manusianya.
Karena manusia memiliki akal dan pikiran serta perasaan untuk dapat menentukan
sikap, dan manusia merupakan sarana utama terjadinya suatu komunikasi.
2.1.A Tujuan komunikasi
Menurut Devito (1997: 30), ada empat tujuan komunikasi yang perlu dikemukakan
yakni :
Menemukan
Salah satu tujuan utama komunikasi adalah penemuan diri (personal discovery), bila anda berkomunikasi dengan orang lain, anda belajar mengenai
diri sendiri selain juga tentang orang lain.
Untuk berhubungan
Salah satu motivasi kita yang paling kuat adalah berhubungan dengan orang
lain-membina dan memelihara dengan orang lain. Kita ingin merasa dicintai dan
Untuk meyakinkan
Kita menghabiskan banyak waktu untuk melakukan persuasi antar pribadi,
baik sebagai sumber maupun sebagai penerima.
Untuk bermain
Kita menggunakan banyak perilaku komunikasi kita untuk bermain dan
menghibur diri. Demikian pula banyak dari perilaku komunikasi kita dirancang
untuk memberikan hiburan pada orang lain. Adakalanya hiburan ini merupakan
tujuan akhir, tetapi adakalanya ini merupakan untuk mengikat perhatian orang
lain sehingga kita dapat mencapai tujuan-tujuan lain. (Devito, 1997: 30)
2.1.B Proses Komunikasi
Di atas telah disinggung bahwa komunikasi pada hakikatnya adalah proses
penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan. Menurut Effendy (2000:
31) proses komunikasi dapat ditinjau dari dua perspektif.
1. Proses Komunikasi dalam Perspektif Psiokologi
Proses komunikasi perspektif ini terjadi pada diri komunikator dan
komunikan. Ketika seorang komunikator berniat akan menyampaikan pesan
kepada komunikan, maka, dalam dirinya terjadi proses. Proses ini yakni
mengenai isi pesan dan lambang. Isi pesan umumnya adalah pikiran, sedangkan
lambang umumnya adalah bahasa. Proses “mengemas” pesan atau
“membungkus” pikiran dengan bahasa yang dilakukan komunikator itu
dinamakan encoding. Hasil encodeng berupa pesan kemudian ia transmisikan
Kini giliran komunikan terlibat dalam proses komunikasi intrapersonal.
Proses dalam diri komunikan disebut decoding. Seolah-olah membuka kemasan
atau bungkus pesan yang ia terima dari komunikator tadi. Mengerti isi pesan atau
pikiran komunikator, maka komunikasi terjadi. Sebaliknya bilamana tidak
mengerti, maka komunikasi tidak terjadi.
2. Proses Komunikasi dalam Perspektif Mekanistis
Proses ini berlangsung ketika komunikator mengoperkan atau “melemparkan”
dengan bibir kalau lisan atau tangan jika tulisan pesannya sampai ditangkap oleh
komunikan. Penangkapan pesan oleh komunikan itu dapat dilakukan dengan
indera telinga atau indera mata, atau indera-indera lainnya.
Proses komunikasi dalam perspektif ini kompleks atau rumit, sebab bersifat
situasional, bergantung pada situasi ketika komunikasi itu berlangsung.
Adakalanya komunikan seorang, maka komunikasi dalam situasi seperti itu
dinamakan komuniksi interpersonal atau komunikasi antarpribadi, kadang-kadang
komunikannya sekelompok orang; komunikasi dalam situasi seperti itu disebut
komunikasi kelompok; acapkali pula komunikannya tersebar dalam jumlah yang
relatif amat banyak sehingga untuk menjangkaunya diperlukan suatu media atau
sarana, maka komunikasi dalam situasi seperti itu dinamakan komunikasi massa.
Dari kutipan diatas dapat disimpulan bahwa proses komunikasi terdiri dari proses
psikologis dan mekanistis. Kedua proses tersebut adalah proses penyampaian pesan
tetapi ada perbedaan diantara keduanya, dimana proses komunikasi dalam perspektif
psikologis menitik beratkan pada proses pengemasan pesan baik itu komunikator
maupun komunikan sedangkan proses komunikasi dalam perspektif mekanistis lebih
menekankan proses komuniaksi pada penggunaan alat indera dan anggota tubuh
2.1.2 Pengertian Komunikasi Antarpribadi
Seluruh kehidupan manusia tidak dapat dilepaskan dari komunikasi. Oleh
karena itu, semua kegiatan yang dilakukan manusia secara potensial tidak dapat
terlepas dari komunikasi. Komunikasi, menurut bentuknya, dapat dikelompokkan
menjadi komunikasi antarpribadi, komunikasi kelompok, dan komunikasi massa.
Secara teoritis, komunikasi antarpribadi adalah komunikasi antara dua orang, dimana
terjadi kontak langsung dalam bentuk percakapan. Komunikasi jenis ini bisa
berlangsung secara berhadapan muka (face to face) bisa juga melalui sebuah medium, seperti telepon. Ciri khas komunikasi antarpribadi ini adalah sifatnya yang dua arah
atau timbal balik (Effendy, 1986 : 50).
Adapun pengertian komunikasi yang diungkapkan oleh Joseph A. Devito
dalam bukunya The Interpersonal Communication Book (1984 : 4) bahwa “komunikasi antarpribadi merupakan proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan
antar dua orang, atau diantara sekelompok kecil orang-orang, dengan beberapa efek
dan beberapa umpan balik seketika”. (Effendy, 1993 : 59).
Menurut Vandeber (1986) bahwa komunikasi antarpribadi merupakan suatu
proses interaksi dan pembagian makna yang terkandung dalam gagasan atau perasaan.
(Liliweri, 1997 :12). Effendy (1986) mengemukakan juga bahwa “pada hakikatnya
komunikasi antarpribadi adalah komunikasi antara seorang komunikator dengan
komunikan“. (Liliweri,1997 : 12).
Pada dasarnya komunikasi antarpribadi yang dilakukan oleh komunikator
mempunyai tujuan untuk mengubah sikap, pendapat, dan perilaku komunikan dengan
Seperti yang telah dikemukakan oleh Onong Uchjana Effendy (1993 : 61)
bahwa “Dibandingkan dengan bentuk-bentuk komunikasi lainnya, komunikasi
antarpribadi dinilai paling ampuh dalam kegiatan mengubah sikap, kepercayaan,
opini, dan perilaku komunikan. Alasannya adalah karena komunikasi antarpribadi
umumnya berlangsung secara tatap muka (face to face) antara komunikator dan
komunikan saling bertatap muka, maka terjadilah kontak pribadi (personal
contact). Ketika komunikator menyampaikan pesan kepada komunikan, umpan
balik berlangsung seketika dan komunikator mengetahui pada saat itu tanggapan
komunikan terhadap pesan yang dilontarkan “.
a. Fungsi Sosial
Komunikasi antarpribadi secara otomatis mempunyai fungsi sosial karena proses
komunikasi beroperasi dalam konteks sosial yang orang-orangnya berinteraksi satu
sama lain. Dalam keadaan demikian, maka fungsi sosial komunikasi antarpribadi
mengandung aspek-aspek:
1. Manusia berkomunikasi untuk mempertemukan biologis dan psikologis.
2. Manusia berkomunikasi untuk memenuhi kewajiban sosial.
3. Manusia berkomunikasi untuk mengembangkan hubungan timbale balik.
4. Manusia berkomunikasi untuk meningkatkan dan merawat mutu diri manusia.
5. Manusia berkomunikasi untuk menangani konflik.
b. Fungsi pengambilan keputusan
Seperti yang kita ketahui bersama bahwa manusia sering disebut sebagai
tidak dimiliki oleh dimiliki oleh makhluk lainnya. Karenanya maka ia mempunyai
kemampuan untuk mengambil keputusan yang sering diambil manusia dilakukan
dengan berkomunikasi karena mendengarkan pendapat, saran, pengalaman,
gagasan, pikiran, maupun perasaan orang lain. Pengambilan keputusan meliputi
penggunaan informasi dan pengaruh yang kuat dari orang lain. Ada dua aspek dari
fungsi pengambilan keputusan jika dikaitkan dengan komunikasi yaitu:
1. Manusia berkomunkasi untuk membagi informasi.
2. Manusia berkomunikasi untuk mempengaruhi orang lain.
Pada dasarnya orang melakukan kegiatan komunikasi baik melalui komunikasi
antarpribadi, komunikasi kelompok, maupun komunikasi massa yang dilakukan oleh
manusia mempunyai tujuan utama ialah : mempengaruhi. Yaitu mempengaruhi untuk
memaksa orang lain, mengubah sikap, dan mengambil suatu tindakan tertentu yang
sesuai dengan harapan dan keinginan komunikator.
2.1.3 Pengertian Komunikasi Keluarga
Keluarga merupakan kelompok sosial pertama dalam kehidupan manusia
dimana ia belajar dan menyatakan diri sebagai manusia sosial, dalam interaksi dengan
kelompoknya. (Kurniadi, 2001: 271). Dalam keluarga yang sesungguhnya,
komunikasi merupakan sesuatu yang harus dibina, sehingga anggota keluarga
merasakan ikatan yang dalam serta saling membutuhkan.
Keluarga merupakan kelompok primer paling penting dalam masyarakat, yang
terbentuk dari hubungan laki-laki dan perempuan, perhubungan ini yang paling sedikit
berlangsung lama untuk menciptakan dan membesarkan anak-anak. Keluarga dalam
bentuk yang murni merupakan kesatuan sosial yang terdiri dari ayah, ibu dan
Dilihat dari pengertian di atas bahwa kata-kata, sikap tubuh, intonasi suara dan
tindakan, mengandung maksud mengajarkan, mempengaruhi dan memberikan
pengertian. Sedangkan tujuan pokok dari komunikasi ini adalah memprakarsai
dan memelihara interaksi antara satu anggota dengan anggota lainnya sehingga
tercipta komunikasi yang efektif.
Komunikasi dalam keluarga juga dapat diartikan sebagai kesiapan
membicarakan dengan terbuka setiap hal dalam keluarga baik yang menyenangkan
maupun yang tidak menyenangkan, juga siap menyelesaikan masalah-masalah dalam
keluarga dengan pembicaraan yang dijalani dalam kesabaran dan kejujuran serta
keterbukaan
Terlihat dengan jelas bahwa dalam keluarga adalah pasti membicarakan
hal-hal yang terjadi pada setiap individu, komunikasi yang dijalin merupakan komunikasi
yang dapat memberikan suatu hal yang dapat diberikan kepada setiap anggota
keluarga lainnya. Dengan adanya komunikasi, permasalahan yang terjadi diantara
anggota keluarga dapat dibicarakan dengan mengambil solusi terbaik.
2.1.4 Pola Komunikasi Keluarga
Banyak teori mengenai komunikasi keluarga yang menyatakan bahwa anggota
keluarga menjalankan pola interaksi yang sama secara terus menerus. Pola ini bisa
negatif ataupun positif, tergantung dari sudut pandang dan akibat yang diterima
anggota keluarga. Keluarga membuat persetujuan mengenai apa yang boleh dan yang
tidak boleh dikomunikasikan dan bagaimana isi dari komunikasi itu di interpretasikan.
Keluarga juga menciptakan peraturan kapan bisa berkomunikasi, seperti tidak boleh
nilai-nilai yang terkandung di dalamnya dikomunikasikan melalui cara yang sama secara
terus menerus sehingga membentuk suatu pola komunikasi keluarga.
Pola komunikasi yang terjadi dalam keluarga bisa dinyatakan langsung
ataupun hanya disimpulkan dari tingkah laku dan perlakuan yang terjadi dalam
keluarga tersebut. Keluarga perlu mengembangkan kesadaran dari pola interaksi yang
terjadi dalam keluarganya, apakah pola tersebut benar-benar diinginkan dan dapat
diterima oleh seluruh anggota keluarga, apakah pola itu membantu dalam menjaga
kesehatan dan fungsi dari keluarga itu sendiri, atau malah merusak keutuhan keluarga.
Kesadaran akan pola itu dapat dibedakan antara keluarga yang sehat dan bahagia
dengan keluarga yang dangkal dan bermasalah.
Pola-pola komunikasi yang lebih kompleks berkembang pada waktu si anak
mulai tumbuh dan menempatkan diri ke dalam peranan orang lain. “Menurut Hoselitz,
dengan menempatkan pribadi ke dalam peranan orang lain maka si anak juga belajar
menyesuaikan diri (conform) dengan harapan orang lain”. (Liliweri, 1997 : 45). Berdasarkan pandangan Klinger, Gillin dan Gillin yang dikutip Soekanto,
maka kita dapat mengetahui bahwa setiap proses komunikasi didorong oleh
faktor-faktor tertentu. Misalnya pada waktu bayi menangis, tangisan itu
mempengaruhi ibu sehingga sang ibu segera datang membawa botol susu. Sang
bayi mulai belajar dari pengalamannya bahwa setiap tangisan merupakan tanda
(sign) yang selalu dapat digunakan untuk menyatakan kebutuhan makan dan
minum. (Liliweri, 1997 : 45)
Hubungan dengan anggota keluarga, menjadi landasan sikap terhadap orang,
benda, dan kehidupan secara umum. Mereka juga meletakkan landasan bagi pola
penyesuaian dan belajar berpikir tentang diri mereka sebagaimana dilakukan anggota
landasan yang diletakkan ketika lingkungan untuk sebagian besar terbatas pada
rumah.
Dengan meluasnya lingkup sosial dan adanya kontak dengan teman sebaya
dan orang dewasa di luar rumah, landasan awal ini, yang diletakkan di rumah,
mungkin berubah dan dimodifikasi, namun tidak pernah akan hilang sama sekali.
Sebaliknya, landasan ini mempengaruhi pola sikap dan perilaku di kemudian hari.
C. H. Cooley berpendapat bahwa keluarga sebagai kelompok primer, tiap
anggotanya memiliki arti yang khas yang tak dapat digantikan oleh anggota lain tanpa
mengganggu emosi dan relasi di dalam kelompok”. (Daryanto, 1984 : 64).
Anggota-anggota sebuah keluarga, suami isteri dan anak-anaknya mempunyai status dan
peranan masing-masing, sehingga interaksi dan inter-relasi mereka menunjukkan pola
yang jelas dan tetap. Status anggota-anggota keluarga ini sedemikian pentingnya,
sehingga bila salah seorang anggota keluarga keluar dari ikatan atau hubungan
keluarga, maka anggota-anggota yang lain akan merasakan sesuatu yang kurang
menyenangkan dalam hatinya, di samping itu pola relasi di dalam keluarga itu akan
berubah. Tiap anggota keluarga merupakan kepribadian yang khas dan diperlukan
sama oleh anggota-anggota yang lain.
“Keluarga sebagai kelompok primer bersifat fundamental, karena di dalam
keluarga, individu diterima dalam pola-pola tertentu. Kelompok primer merupakan
persemaian di mana manusia memperoleh norma-norma, nilai-nilai, dan kepercayaan.
Kelompok primer adalah badan yang melengkapi manusia untuk kehidupan sosial”.
(Daryanto, 1984 : 64). Selain itu, kelompok primer bersifat fundamental karena
membentuk titik pusat utama untuk memenuhi kepuasan-kepuasan sosial, seperti
diwujudkan melalui komunikasi yang dilakukan terus menerus dan membentuk
sebuah pola.
Devito dalam bukunya The Interpersonal Communication Book (1986) mengungkapkan empat pola komunikasi keluarga pada umumnya, yaitu :
1. Pola Komunikasi Persamaan (Equality Pattern)
Dalam pola ini, tiap individu membagi kesempatan komunikasi secara merata
dan seimbang, peran yang dimainkan tiap orang dalam keluarga adalah sama. Tiap
orang dianggap sederajat dan setara kemampuannya, bebas mengemukakan ide-ide,
opini, dan kepercayaan. Komunikasi yang terjadi berjalan dengan jujur, terbuka,
langsung, dan bebas dari pemisahan kekuasaan yang terjadi pada hubungan
inerpersona lainnya. Dalam pola ini tidak ada pemimpin dan pengikut, pemberi
pendapat dan pencari pendapat, tiap orang memainkan peran yang sama. Komunikasi
memperdalam pengenalan satu sama lain, melalui intensitas, kedalaman dan frekuensi
pengenalan diri masing-masing, serta tingkah laku nonverbal seperti sentuhan dan
kontak mata yang seimbang jumlahnya. Tiap orang memiliki hak yang sama dalam
pengambilan keputusan, baik yang sederhana seperti film yang akan ditonton maupun
yang penting seperti sekolah mana yang akan dimasuki anak-anak, membeli rumah,
dan sebagainya. Konflik yang terjadi tidak dianggap sebagai ancaman. Masalah
diamati dan dianalisa. Perbedaan pendapat tidak dilihat sebagai salah satu kurang dari
yang lain tetapi sebagai benturan yang tak terhindarkan dari ide-ide atau perbedaan
nilai dan persepsi yang merupakan bagian dari hubungan jangka panjang. Bila model
komunikasi dari pola ini digambarkan, anak panah yang menandakan pesan individual
akan sama jumlahnya, yang berarti komunikasi berjalan secara timbal balik dan
seimbang.
Dalam pola ini, persamaan hubungan tetap terjaga, namun dalam pola ini tiap
orang memegang kontrol atau kekuasaan dalam bidangnya masing-masing. Tiap
orang dianggap sebagai ahli dalam wilayah yang berbeda. Sebagai contoh, dalam
keluarga biasa, suami dipercaya untuk bekerja/mencari nafkah untuk keluarga dan
istri mengurus anak dan memasak. Dalam pola ini, bisa jadi semua anggotanya
memiliki pengetahuan yang sama mengenai agama, kesehatan, seni, dan satu pihak
tidak dianggap lebih dari yang lain. Konflik yang terjadi tidak dianggap sebagai
ancaman karena tiap orang memiliki wilayah sendiri-sendiri. Sehingga sebelum
konflik terjadi, sudah ditentukan siapa yang menang atau kalah. Sebagai contoh, bila
konflik terjadi dalam hal bisnis, suami lah yang menang, dan bila konflik terjadi
dalam hal urusan anak, istri lah yang menang. Namun tidak ada pihak yang dirugikan
oleh konflik tersebut karena masing-masing memiliki wilayahnya sendiri-sendiri.
3. Pola Komunikasi Tak Seimbang Terpisah (Unbalanced Split Pattern)
Dalam pola ini satu orang mendominasi, satu orang dianggap sebagai ahli lebih
dari setengah wilayah komunikasi timbal balik. Satu orang yang mendominasi ini
sering memegang kontrol. Dalam beberapa kasus, orang yang mendominasi ini lebih
cerdas atau berpengetahuan lebih, namun dalam kasus lain orang itu secara fisik lebih
menarik atau berpenghasilan lebih besar. Pihak yang kurang menarik atau
berpenghasilan lebih rendah berkompensasi dengan cara membiarkan pihak yang
lebih itu memenangkan tiap perdebatan dan mengambil keputusan sendiri. Pihak yang
mendominasi mengeluarkan pernyataan tegas, memberi tahu pihak lain apa yang
harus dikerjakan, memberi opini dengan bebas, memainkan kekuasaan untuk menjaga
kontrol, dan jarang meminta pendapat yang lain kecuali untuk mendapatkan rasa
argumennya. Sebaliknya, pihak yang lain bertanya, meminta pendapat dan berpegang
pada pihak yang mendominasi dalam mengambil keputusan.
4. Pola Komunikasi Monopoli (Monopoly Pattern)
Satu orang dipandang sebagai kekuasaan. Orang ini lebih bersifat memerintah
daripada berkomunikasi, memberi wejangan daripada mendengarkan umpan balik
orang lain. Pemegang kekuasaan tidak pernah meminta pendapat, dan ia berhak atas
keputusan akhir. Maka jarang terjadi perdebatan karena semua sudah mengetahui
siapa yang akan menang. Dengan jarang terjadi perdebatan itulah maka bila ada
konflik masing-masing tidak tahu bagaimana mencari solusi bersama secara
baik-baik. Mereka tidak tahu bagaimana mengeluarkan pendapat atau mengugkapkan
ketidaksetujuan secara benar, maka perdebatan akan menyakiti pihak yang
dimonopoli. Pihak yang dimonopoli meminta ijin dan pendapat dari pemegang kuasa
untuk mengambil keputusan, seperti halnya hubungan orang tua ke anak. Pemegang
kekuasaan mendapat kepuasan dengan perannya tersebut dengan cara menyuruh,
membimbing, dan menjaga pihak lain, sedangkan pihak lain itu mendapatkan
kepuasan lewat pemenuhan kebutuhannya dan dengan tidak membuat keputusan
sendiri sehingga ia tidak akan menanggung konsekuensi dari keputusan itu sama
2.1.5 Teori Belajar Sosial
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teori Belajar Sosial (Social
Learning Teory) dari Albert Bandura. Bandura menyatakan bahwa imitasi/upaya peniruan adalah bentuk pembelajaran seseorang. Menurut Bandura, “Selama periode
pembukaan model, rangsang timbul di subjek yang mengobservasi dan rangkaian
sensor pengalaman-pengalaman yang berdasar pada gabungan masa lalu menjadi
terkumpul secara terpusat dan terstruktur menjadi respons”. (Yusuf, 2002:190).
Melalui rangsang, penerima dapat membentuk bayangan atau perwakilan simbolis.
Analisis Belajar Sosial dari Bandura menyatakan bahwa perilaku model adalah
sumber informasi bagi pihak pengamat. Teori Belajar Sosial menekankan kepentingan
lingkungan, atau situasional, sebagai determinan perilaku. Perilaku merupakan hasil
dari interaksi terus menerus antara variabel individu dan lingkungannya. Kondisi
lingkungan membentuk perilaku melalui proses belajar, dan selanjutnya perilaku
orang tersebut membentuk lingkungan. Orang dan situasi saling mempengaruhi secara
timbal balik. Untuk memprediksikan perilaku, kita perlu mengetahui bagaimana
karakteristik individual berinteraksi dengan karakteristik situasi.
Pengaruh orang lain, hadiah dan hukuman yang mereka berikan merupakan
pengaruh penting bagi perilaku seseorang. Perbedaan perilaku individual sebagian
besarnya disebabkan perbedaan jenis pengalaman belajar yang ditemui oleh orang itu
dalam perjalanan perkembangannya. Sebagian pola perilaku dipelajari melalui
pengalaman langsung; individu mendapat hadiah atau hukuman karena perilaku
tertentu. Tetapi seseorang mengeluarkan respons tanpa penguatan langsung melalui
belajar observasional atau belajar dari pengalaman orang lain. Orang dapat belajar
dengan mengobservasi tindakan orang lain dan dengan melihat konsekuensi tindakan
harus dipelajari melalu penguatan langsung respons kita. Demikian pula, penguatan
yang mengendalikan ekspresi perilaku yang dipelajari mungkin langsung (hadiah
yang nyata, penerimaan, atau penolakan sosial, atau penghilangan kondisi yang tidak
mengenakkan), tidak langsung (melihat orang mendapat hadiah atau hukuman atas
perilaku yang mirip dengan perilaku sendiri), atau ditimbulkan diri sendiri (penilaian
kemampuan diri sendiri dengan penghargaan dan pencelaan diri sendiri).
Asumsi dasar dari Teori Belajar Sosial adalah manusia mempelajari tingkah
laku melalui proses yang terus berjalan. Melalui proses inilah gender diserap dan
dikembangkan. Fokus ditujukan pada penguatan peran secara positif atau negatif,
yang mana memunculkan tingkahlaku, reaksi yang muncul, perubahan yang terjadi,
dan sebagainya. Meniru model merupakan proses berikutnya yang berhubungan
dengan keberadaan, kesukaan, dan kuasa dari model itu sendiri. Pelabelan sangat
berhubungan dalam mempelajari Gender. Bahasa, Pakaian, dan Aktivitas Melabeli
Gender. Gender berperan sebagai mediator, melayani fungsi pengaturan, dan
membimbing interaksi sosial. Manusia belajar untuk berlaku sesuai cara yang
dianggap pantas dengan labelnya sendiri.
Teori Belajar Sosial mencakup unsur-unsur sebagai berikut:
1. Tiap individu dalam berbagai usia selalu mempelajari sejarah atau
kejadian-kejadian yang pernah terjadi semasa hidupnya yang memacu timbulnya
respons dalam asumsi-asumsi tertentu.
2. Tiap situasi memunculkan rangsang umum atau khusus dan memiliki arti
spesifik dan kontekstual
3. Faktor-faktor motivasi muncul karena adanya situasi ataupun terjadi begitu
saja
5. Tingkah laku akan dimunculkan dan berkembang bila akibat yang timbul
positif
Teori Belajar Sosial mengasumsikan bahwa anak perempuan dan anak
laki-laki, wanita dan pria, akan berlaku secara berbeda dalam posisi dan situasi yang sama
tergantung pada kesempatan untuk bertingkah laku dan akibat yang akan diterimanya.
Teori Belajar Sosial menyatakan bahwa gender adalah alat ukur yang dapat dipercaya
dalam menganalisis tingkah laku sosial dalam kondisi sebagai berikut: situasi yang
terjadi mengaharapkan perilaku yang sesuai dengan gender (sesuai peran yang telah
ditentukan pada umumnya), dimana kesempatan telah menghasilkan kemampuan
yang berbeda-beda sesuai gender masing-masing, dan ada konsekuensi yang berbeda
pada wanita dan pada pria untuk tutur kata dan perilaku mereka.
Teori Belajar Sosial juga menyebutkan bahwa anak laki-laki menjadi maskulin
dan anak perempuan menjadi feminin karena mereka dituntun berperilaku seperti itu
oleh orang tua, guru, dan teman sepermainan. Hadiah dan hukuman diberikan sesuai
dengan jenis kelamin, seperti menangis ditolerir untuk anak perempuan tapi bila anak
laki-laki yang melakukannya, mereka akan dihukum. Permainan yang kasar dan
berbahaya justru dinilai memberikan nilai lebih pada anak laki-laki namun tidak pada
anak perempuan, bahkan mereka akan dihukum karenanya.
Anak-anak meniru bertingkah laku sesuai model yang ada disekeliling mereka,
dan kebanyakan yang mereka lihat adalah pria bersifat maskulin dan wanita berperan
feminin, karena model yang pertama dijumpainya ada dalam keluarganya. Anak
perempuan bertingkah laku mengikuti ibunya atau kakak perempuannya dan anak
lelaki mengikuti ayahnya dan kakak laki-lakinya. Anak-anak juga dapat belajar
dari pengalaman-pengalaman atau peristiwa, melalui hasil pengamatan, atau melalui
penanaman khusus melalui keluarga sebagai lingkungan pertamanya.
2.1.7 Nilai Gender
Kata Gender dalam bahasa Indonesia dipinjam dari bahasa Inggris. Untuk
memahami konsep Gender harus dibedakan kata Gender dengan kata seks (jenis kelamin). Pengertian jenis kelamin merupakan persifatan atau pembagian dua jenis
kelamin manusia yang ditentukan secara biologis yang melekat pada jenis kelamin
tertentu. Secara biologis, alat reproduksi yang melekat pada laki-laki dan perempuan
tidak bisa dipertukarkan. Secara permanen tidak berubah dan merupakan ketentuan
biologis atau sering dikatakan sebagai ketentuan Tuhan atau kodrat.
Sedangkan konsep lainnya adalah konsep gender, yakni suatu sifat yang
melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial
maupun kultural. Misalnya, bahwa perempuan itu dikenal lemah lembut, cantik,
emosional, atau keibuan. Sementara laki-laki dianggap; kuat, rasional, jantan, perkasa.
Ciri-ciri dari sifat itu sendiri merupakan sifat-sifat yang dapat dipertukarkan. Artinya
ada laki-laki yang emosional, lemah lembut, keibuan, sementara juga ada perempuan
yang kuat, rasional, perkasa. Perubahan ciri dari sifat-sifat itu dapat terjadi dari waktu
ke waktu dan dari tempat ke tempat yang lain. Misalnya saja zaman dahulu di suatu
suku tertentu perempuan lebih kuat daripada laki-laki, tetapi pada zaman yang lain
dan di tempat yang berbeda laki-laki yang lebih kuat. Juga, perubahan bisa terjadi dari
kelas ke kelas masyarakat yang berbeda. Di suku tertentu, perempuan kelas bawah
dipedesaan lebih kuat dibandingkan laki-laki. Semua hal yang dapat dipertukarkan
berbeda dari tempat ke tempat yang lainnya, maupun berbeda dari suatu kelas ke kelas
yang lain, itulah yang dikenal dengan konsep gender.
Terbentuknya perbedaan-perbedaan gender dikarenakan oleh banyak hal,
diantaranya dibentuk, disosialisasikan, diperkuat, bahkan dikonstruksi secara sosial
atau kultural, melalui ajaran keagamaan maupun negara.
2.1.7 Teori Feminisme
Dalam terminologi feminis, gender sendiri didefinisikan sebagai perbedaan
perilaku (behavioral differences) atau sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial dan kultural. Karena itu, gender juga
sering disebut sebagai ‘jenis kelamin sosial’. Dari definisi ini, dalam persepsi
feminisme, gender hanya merupakan produk budaya (nurture), bukan alami (nature),
yakni sekadar ‘hasil persepsi’ suatu masyarakat atau bahkan bisa jadi hanya mitos
atas apa yang disebut dengan sifat paten (kodrat) laki-laki dan sifat paten (kodrat)
perempuan.
Karena merupakan produk budaya, menurut pengusungnya, gender dapat
dipertukarkan dan bersifat tidak permanen, yakni dapat berubah sejalan dengan
perubahan paradigma berpikir yang menjadi landasan budaya masyarakat tersebut.
Berdasarkan kerangka berpikir ini, para pemujanya kemudian menolak konsep
pembagian peran sosial yang dikaitkan dengan perbedaan biologis. Tidak boleh,
misalnya, hanya karena secara biologis perempuan punya rahim dan payudara,
kemudian dipersepsikan bahwa hanya perempuan yang memiliki sifat-sifat
keperempuanan (feminitas) seperti sifat lembut, keibuan, dan emosional sehingga