• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pola Komunikasi Keluarga Dalam Menanamkan Nilai Gender Pada Remaja (Studi Deskriptif tentang Pengaruh Nilai Gender Pada Remaja Di SMK Negeri 8 dan STM Teladan, Tembung Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pola Komunikasi Keluarga Dalam Menanamkan Nilai Gender Pada Remaja (Studi Deskriptif tentang Pengaruh Nilai Gender Pada Remaja Di SMK Negeri 8 dan STM Teladan, Tembung Medan)"

Copied!
112
0
0

Teks penuh

(1)

POLA KOMUNIKASI KELUARGA DALAM MENANAMKAN

NILAI GENDER PADA REMAJA

Studi Deskriptif Mengenai Pola Komunikasi Keluarga dalam Menanamkan Nilai Gender Pada Remaja di SMK Negeri 8 dan STM Teladan , Tembung

Medan.

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Syarat dalam Memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Sumatera Utara

Oleh : DIA AWALIA

050904038

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL Dan ILMU POLITIK

(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

LEMBAR PERSETUJUAN

Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh:

Nama : Dia Awalia

NIM : 050904038

Departemen : Ilmu Komunikasi

Judul : Pola Komunikasi Keluarga Dalam Menanamkan Nilai Gender Pada

Remaja (Studi Deskriptif tentang Pengaruh Nilai Gender Pada Remaja

Di SMK Negeri 8 dan STM Teladan, Tembung Medan )

Medan, Januari 2010

Dosen Pembimbing Ketua Departemen

Dra. Lusiana A. Lubis MA

NIP. 196704051990032002 NIP. 19511021919870110018 Drs. Amir Purba MA

Dekan

(3)

ABSTRAKSI

Penelitian ini berjudul "Pola Komunikasi Keluarga dalam Menanamkan Nilai Gender pada Remaja." Penelitian ini menggambarkan pola komunikasi keluarga yang dipersepsi oleh remaja dan bagaimana peran pola tersebut dalam menanamkan nilai gender pada remaja.

Empat pola komunikasi keluarga terdiri dari; pola persamaan (Equality Pattern), pola seimbang-terpisah (Balance Split Patern), pola tak seimbang-terpisah (Unbalance Split Pattern) dan pola monopoli (Monopoly Pattern). Keempat pola tersebut menggambarkan pembagian peran dan kedudukan tiap anggota dalam keluarga.

Metode yang digunakan penulis adalah metode deskriptif, dengan jumlah responden sebanyak 97 orang yang merupakan siswa SMK Negeri 8 Medan dan siswa STM Teladan Temnbung Medan, dalam menyebarkan angket penulis menggunakan metodeAccidental sampling yaitu suatu teknik pengambilan sampel yang memilih siapa saja untuk dijadikan anggota sampel yang menurut pengumpul data sesuai dengan maksud dan tujuan penelitian. (Soehartono, 1995:63).

Dari hasil penyebaran kueisioner peneliti menganalisis hasil jawaban kuisioner dan menemukan bahwa remaja memahami gender adalah pembagian peran dan fungsi antara laki-laki dan perempuan dan remaja mengiginkan adanya pembagian peran yang sama dan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan di dalam keseharian tanpa membeda-bedakan jenis kelamin dan kemampuan mereka.

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan ke hadirat Allah Swt karena berkat, rahmat dan

karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Pola Komunikasi

Keluarga Dalam Menanamkan Nilai Gender Pada Remaja ”(Studi Deskriptif

Mengenai Pola Komunikasi Keluarga Dalam Menanamkan Nilai Gender Pada Remaja

Di SMK Negri 8 Dan STM Teladan, Tembung. Medan) guna memenuhi syarat untuk

memperoleh gelar sarjana dari Departemen Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial

dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

Penulis juga ingin menyampaikan terima kasih yang mendalam kepada orang

tua, Papa. Iskandar. M dan Mama Rosihanawati. B yang selalu memberi kasih sayang

yan melimpah, mendoakan, memberi nasehat, semangat serta dukungan moral dan

materi. Sungguh tiada kata yang bisa tergambarkan betapa besarnya rasa sayang dan

keinginan untuk terus membahagiakan kedua orang tua Lalu penulis juga ingin

mengucapkan terima kasih buat Abang Rudi dan kakak Kiki serta Adik Ku Berri yang

senantiasa memberikan semangat, mendukung dan mendoakan Doa-doa terbaik

untuk penulis Terima Kasih banyak .

Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. DR. M. Arif Nasution, MA, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Amir Purba, MA, selaku Ketua Departemen Ilmu Komunikasi,

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dra. Dewi Kurniawati, M.Si, selaku Sekretaris Departemen Ilmu

(5)

4. Ibu Dra, Lusiana A. Lubis MA, selaku dosen pembimbing yang telah banyak

meluangkan waktu dan dengan sabar membimbing serta memberi masukan

kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

5. Ibu Dra. Rusni, selaku dosen wali penulis. Yang senantiasa banyak memberi

nasehat dan motivasi bagi penulis.

6. Terima kasih buat para dosen Departemen Ilmu Komunikasi yang telah

memberikan ilmu kepada penulis. Terima kasih buat semangat, nasehat,

motivasi dan arahannya selama proses belajar mengajar.

7. Kak Icut, Kak Maya, Kak Rotua dan Kak Ros yang telah membantu dalam

proses administrasi.

8. Buat sahabat terbaik : Mirina D ginting Masih ingatkah atas slogan kita bep,

sahabat sampai mati terima kasih banyak atas hari-hari yang kita lalui

9. Buat sahabat-sahabat terbaikku: Anti, Nia, Ama, jean, Pakde, Kiki. Andhien,

dayat jenggot terimakasih banyak kawan, kalian banyak mengajarakan

bagaimana kerasnya hidup dan perjuangan serta hari-hari yang kita lewati

bersama dalam suka dan duka.

10.Buat Seluruh Keluarga besar HMI Komisariat Fisip Usu dari Stambuk tertua

hingga Stambuk termuda yang tak akan muat jika dilampirkan semua disini,

penulis mengucapkan ribuan terimakasih atas banyak nya pelajaran yang dapat

diserap dari rangkain proses perjalan berorganisasi.

11.Buat penghuni Apartemen muslimah, Ayu, Santri, anggi, kak mela dan seluruh

penghuni keluarga besar apartemen muslimah terima kasih atas Semangat dan

(6)

12.Kepada pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, penulis

mengucapkan terima kasih banyak atas kepeduliannya dalam menyelesaikan

skripsi ini.

Saya menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, untuk itu

saya mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun demi

kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Penulis, Februari 2010

(7)

DAFTAR ISI

3.1.1. Riwayat Singkat Sekolah STM Teladan. Tembung. ... 47

(8)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 58

4.1. Pelaksanaan Pengumpulan Data ... 58

4.2. Teknik Pengolahan Data ... 59

4.3. Analisis Tabel Tunggal ... 60

4.3.1. Karakteristik Responden ... 64

4.3.2. Pola Komunikasi Equa lity ... 65

4.3.3. Pola Komunikasi Balanced Split ... 70

4.3.4. Pola Komunikasi Unbalanced Split ... 74

4.3.5. Pola Komunikasi Monopoly ... 82

4.3.6. Penerapan Dalam Kehidupan Sehari-hari………. 90

4.4. Pembahasan ... 94

BAB V PENUTUP ... 101

5.1. Kesimpulan ... 101

5.2. Saran ... 102

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 11. Status responden Didalam Keluarga ... 66

Tabel 12. Tugas Harian Dibagikan Secara Sama ... 68

Tabel 13. Bila Ada Masalah Selalu Mendiskusikan Bersama ... 69

Tabel 15. Semua Anggota Keluarga Dipandang Setara ... 70

Tabel 16 Leluasa Membicarakan Semua Topik Pada Keluarga ... 71

Tabel 17. Adanya Pembagian Peran... 73

Tabel 18. Tiap Anggota Keluarga Di Pandang Memiliki Kelebihan sendiri .... 74

Tabel 19. Sifat Anggota Keluarga Lebih Individualis... 75

Tabel 20. Satu Orang Laki-laki Dikeluarga Yang Mendominasi ... 77

Tabel 21. Satu Orang Perempuan Yang Mendominasi ... 78

Tabel 22. Laki-laki Yang Berpenghasilan Besar ... 78

Tabel 23. Perempuan Yang Berpenghasilan Besar ... 79

Tabel 24. Di Dalam Keluarga Saya Laki-laki Cenderung ……… 80

Memenangkan Argumen Tabel 25. Di Dalam Keluarga Saya Perempuan Cenderung Memenangkan Argumen ... 81

Tabel 26. Komunikasi Di Dalam Keluarga Laki-laki Mendominasi ... 82

Tabel 27. Komunikasi Di Dalam keluarga Perempuan Yang Mendominasi ... 83

Tabel 28. Di Keluarga Laki-laki Di Pandang Pemilik Kekuasaan... 84

Tabel 29. Di Keluarga Perempuan Di Pandang Pemilik Kekuasaan ... 85

Tabel 30. Komunikasi Yang Berasal dari Laki-laki Bersifat Instruksi ... 86

Tabel 31. Komunikasi Yang Berasal Dari Perempuan Bersifat Instruksi ... 87

Tabel 32. Didalam Keluarga Saya Laki-laki Dianggap Memiliki Hak Penuh Dalam Mengambil Keputusan ... 89

Tabel 33. Didalam Keluarga Saya perempuan Dianggap Memiliki Keputusan Penuh Dalam Mengambil Keputusan ... 90

Tabel 34. Laki-laki Di Dalam Keluarga Berkuasa dalam Memerintahkan Yang Diperbolekn Dan Tidak Diperbolehkan ... 90

Tabel 35.Perempuan Didalam Keluarga Berkuasa Dalam Memerintahkan Yang Diperbolehkan Dan Tidak Diperbolehkan ... 91

Tabel 36. Saya Menghargai Keberadaan Lawan Jenis ... Tabel 37. Saya Mengakui Lawan Jenis Memiliki Kelebihan Sendiri-sendiri .... 93

Tabel 38. Untuk Anak lelaki Bersedia Untuk Memasak Dan Perempuan Bersedia Membersihkan Halaman ... 93

(10)
(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I Kuesioner Penelitian

Lampiran II Surat Izin penelitian dari FISIP USU

Lampiran III Lembar catatan bimbingan skripsi

Lampiran IV Biodata

(12)

ABSTRAKSI

Penelitian ini berjudul "Pola Komunikasi Keluarga dalam Menanamkan Nilai Gender pada Remaja." Penelitian ini menggambarkan pola komunikasi keluarga yang dipersepsi oleh remaja dan bagaimana peran pola tersebut dalam menanamkan nilai gender pada remaja.

Empat pola komunikasi keluarga terdiri dari; pola persamaan (Equality Pattern), pola seimbang-terpisah (Balance Split Patern), pola tak seimbang-terpisah (Unbalance Split Pattern) dan pola monopoli (Monopoly Pattern). Keempat pola tersebut menggambarkan pembagian peran dan kedudukan tiap anggota dalam keluarga.

Metode yang digunakan penulis adalah metode deskriptif, dengan jumlah responden sebanyak 97 orang yang merupakan siswa SMK Negeri 8 Medan dan siswa STM Teladan Temnbung Medan, dalam menyebarkan angket penulis menggunakan metodeAccidental sampling yaitu suatu teknik pengambilan sampel yang memilih siapa saja untuk dijadikan anggota sampel yang menurut pengumpul data sesuai dengan maksud dan tujuan penelitian. (Soehartono, 1995:63).

Dari hasil penyebaran kueisioner peneliti menganalisis hasil jawaban kuisioner dan menemukan bahwa remaja memahami gender adalah pembagian peran dan fungsi antara laki-laki dan perempuan dan remaja mengiginkan adanya pembagian peran yang sama dan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan di dalam keseharian tanpa membeda-bedakan jenis kelamin dan kemampuan mereka.

(13)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Dalam kehidupan keseharian kita tidak akan pernah terlepas dari kegiatan

komunikasi bahkan hampir seluruh waktu yang kita habiskan adalah untuk

berkomunikasi dengan orang lain. Secara sadar atau tanpa kita sadari, kita dapat

menghitung dari waktu ke waktu, selalu terlibat dalam komunikasi yang bersifat

rutinitas, beberapa jam waktu yang kita gunakan dalam berbicara, menonton televisi,

dan belajar,

Seberapa jauh komunikasi berperan penting dalam kehidupan manusia dan

waktu yang diluangkan dalam proses komunikasi sangat besar, timbul pertanyaan

berapa banyak waktu yang digunakan dalam proses komunikasi di dalam keseharian.

Adapun bentuk kegiatan komunikasi yang digunakan untuk menulis, untuk membaca,

dan untuk berbicara serta untuk mendengarkan orang lain berbicara, Hal tersebut

membuktikan bahwa komunikasi sangat memiliki peran yang penting dalam

kehidupan sosial manusia, dengan kata lain komunikasi telah menjadi jantung dari

kehidupan kita.

Komunikasi amat berperan penting dalam menjelaskan segala sesuatunya,

banyak orang yang salah memahami makna pesan yang di sampaikan akibat pola

komunikasi yang salah. Keluarga adalah lingkungan terkecil dan terdekat bagi

individu. Melalui keluarga seseorang mulai belajar, bersosialisasi, membentuk

karakter, dan mengembangkan nilai-nilai yang telah ditanamkan padanya melalui

(14)

Komunikasi keluarga adalah komunikasi yang terjadi dalam sebuah keluarga,

yang merupakan cara seorang anggota keluarga untuk berinteraksi dengan anggota

lainnya, sekaligus sebagai wadah dalam membentuk dan mengembangkan

nilai-nilai yang dibutuhkan sebagai pegangan hidup. Agar anak dapat menjalani hidupnya

ketika berada dalam lingkungan masyarakat, apa yang terjadi jika sebuah pola

komunikasi keluarga tidak terjadi secara harmonis tentu akan mempengaruhi

perkembangan anak.

Sering ditemui didalam keluarga inti dimana didalamnya terdapat ayah, ibu,

kakak dan adik tentu terdapat berbagai macam perbedaan dalam pola komunikasi Pola

komunikasi dapat dipahami sebagai pola hubungan antara dua orang atau lebih dalam

pengiriman dan penerimaan pesan dengan cara yang tepat sehingga pesan yang

dimaksud dapat dipahami. (Djamarah, 2004:1).

Dalam keseharian kita merasa banyak terjadi perbedaan pendapat antara ayah,

kakak, atau pun saudara- saudara lainya di dalam keluarga kita hal ini dapat

disebabkan komunikasi antarpribadi yang terjalin tidak berlangsung harmonis dan

kecenderungan di salah satu pihak merasa superior antara pihak lainya oleh sebab itu

diperlukan pola komunikasi keluarga dan komunikasi antar pribadi yang mendalam

Alasan peneliti untuk memlih judul ini adalah permasalahan, pola komunikasi

keluarga dan gender belum pernah ada di fisip usu, dan peneliti tertarik untuk meneliti

pola komunikasi keluarga Selain itu penulis ingin mengetahui tentang pola komuikasi

keluarga dalam menanamkan nilai gender pada remaja khususnya, di kalangan siswa

STM Teladan dan di kalangan siswa SMK Negeri 8 Medan.

Penulis memilih STM Teladan dan SMK Negeri 8 Medan sebagai lokasi

penelitian karena, kedua sekolah tersebut memiliki bidang keahlian yang bertolak

(15)

oleh kebanyakan orang bidang keahlian tersebut dikatakan lebih cocok untuk

perempuan sedangkan STM Teladan Medan memiliki bidang keahlian otomotif yang

sering orang bilang sebagai dunianya laki-laki. Atas perbedaan bidang keahlian itulah

penulis menganggap bahwa penelitian mengenai gender cocok untuk dilakukan di

kedua sekolah tersebut, sebab lingkungan sekolah akan mempengaruhi pandangan

mereka terhadap lawan jenis, yang mana STM Teladan mewakili populasi laki-laki dan

SMK Negeri 8 Medan. Mewakili populasi perempuan.

Gender adalah pembagian peran, kedudukan, dan tugas antara laki-laki dan

perempuan yang ditetapkan oleh masyarakat berdasarkan sifat perempuan dan sifat

laki-laki yang dianggap pantas menurut norma-nrma, adat istiadat kepercayaan

atau kebiasaan masyarakat. (Djohani, 1996 : 7). Namun masih ada masyarakat yang

belum paham menenai konsep Gender sehingga hal tersebut mempengaruhi terhadap

pola komunikasi keluarga, seperti adanya dominasi salah satu pihak dalam keluarga.

Komunikasi di masyarakat perkotaan, menjadi pusat perhatian ketika

membahas masalah gender. Gender berasal dari bahasa Latin, yaitu “genus”, berarti

tipe atau jenis Gender merupakan kajian tentang tingkah laku perempuan hubungan

sosial antara laki-laki dan perempuan. Gender adalah sifat dan perilaku yang

dilekatkan pada laki-laki dan perempuan yang dibentuk secara sosial maupun budaya.

Karena dibentuk oleh sosial dan budaya setempat, maka gender tidak berlaku

selamanya tergantung kepada waktu dan tempatnya. Gender juga sangat tergantung

kepada tempat atau wilayah. Gender berbeda dari seks at

perempuan yang bersifat

(16)

Dengan kata lain, ciri maskulin atau feminim itu tergantung dari konteks

sosial-budaya bukan semata-mata pada perbe

feminis, gender sendiri didefinisikan sebagai perbedaan perilaku (behavioral differences) atau sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial dan kultural. Karena itu, gender juga sering disebut sebagai

‘jenis kelamin sosial’. Dari definisi ini, dalam persepsi feminisme, gender hanya

merupakan produk budaya (nurture), bukan alami (nature), yakni sekadar ‘hasil

persepsi’ suatu masyarakat atau bahkan bisa jadi hanya mitos atas apa yang disebut

dengan sifat paten (kodrat) laki-laki dan sifat paten (kodrat) perempuan.

Gender dapat dipertukarkan dan bersifat tidak permanen, yakni dapat berubah

sejalan dengan perubahan paradigma berpikir yang menjadi landasan budaya

masyarakat tersebut. Berdasarkan kerangka berpikir ini, para pemujanya kemudian

menolak konsep pembagian peran sosial yang dikaitkan dengan perbedaan biologis.

Tidak boleh, misalnya, hanya karena secara biologis perempuan punya rahim dan

payudara, kemudian dipersepsikan bahwa hanya perempuan yang memiliki sifat-sifat

keperempuanan (feminitas) seperti sifat lembut, keibuan, dan emosional sehingga

secara kodrati perempuan harus menjalani fungsi-fungsi keibuan dan

kerumahtanggaan. Tidak boleh pula, laki-laki yang dianggap lahir dengan sifat-sifat

maskulinitasnya, lalu diarahkan untuk menjadi pemimpin atas kaum perempuan.

Pola komunikasi dapat dipahami sebagai pola hubungan antara dua orang atau

lebih dalam pengiriman dan penerimaan pesan dengan cara yang tepat sehingga

pesan yang dimaksud dapat dipahami. (Djamarah, 2004:1). Pola komunikasi keluarga

merupakan salah satu faktor yang penting, karena keluarga merupakan lembaga sosial

(17)

empat pola komunikasi keluarga yang umum pada keluarga inti ( Primari relationship ), yaitu Equality Pattern, Balance Split Pattern, Unbalanced Split Pattern, dan

Monopoly Pattern. Pembedaan pola komunikasi ini menggambarkan pembagian peran dan kedudukan masing-masing individu dalam sebuah keluarga.

Pola komunikasi keluarga turut berperan dalam penerimaan pesan dan umpan

balik yang terjadi antar anggota keluarga. Sebagai contoh dalam pola komunikasi

monopoli, hanya satu orang yang berhak mengambil keputusan dalam keluarga. Hal

ini menyebabkan anggota keluarga yang lain tidak berhak menyuarakan pendapat atau

turut berperan dalam pengambilan keputusan, yang mengakibatkan komunikasi

keluarga cenderung menjadi komunikasi satu arah saja. Demikian juga dalam

penanaman dan pengembangan nilai, nilai-nilai yang ditanamkan oleh pemegang

kekuasaan mutlak diikuti oleh anggota keluarga yang lainnya karena

komunikasi yang berlangsung hanya bersifat instruksi atau suruhan.

Keluarga sangat besar peranannya dalam mengajarkan, membimbing,

menentukan perilaku, dan membentuk cara pandang anak terhadap nilai-nilai yang

berlaku dalam masyarakat. Keluarga layaknya memberikan penanaman nilai-nilai

yang dibutuhkan anak melalui suatu pola komunikasi yang sesuai sehingga

komunikasi berjalan dengan baik, tercipta hubungan yang harmonis, serta pesan dan

(18)

1.2Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka penulis

mengajukan perumusan masalah sebagai berikut, “Bagaimanakah pola komunikasi

keluarga dalam menanamkan nilai gender pada Remaja di SMK 8 dan STM Teladan

Medan” ?

1.3Pembatasan Masalah

1. Bagaimana pola komunikasi Equality (pola persamaan) dalam menanamkan nilai gender pada remaja?

2. Bagaimana pola komunikasi Balanced Split (seimbang terpisah) dalam menanamkan nilai gender pada remaja?

3. Bagaimana pola komunikasi Unbalanced Split (tak sembang terpisah) dalam menanamkan nilai gender pada remaja?

4. Bagaimana pola komunikasi Monopoly (monopoli) dalam menanamkan nilai gender

pada remaja?

1.4Tujuan Penelitian dan manfaat penelitian

Dalam kaitannya dengan penelitian, adapun tujuan yang utama dari penelitian ini

adalah :

1. Untuk mengetahui pola komunikasi Equality dalam menanamkan nilai gender pada remaja

2. Untuk mengetahui pola komunikasi Balanced Split dalam menanamkan nilai gender pada remaja

(19)

gender pada remaja

4. Untuk mengetahui pola komunikasi Monopoly dalam menanamkan nilai gender pada remaja

1.4.2 Manfaat Penelitian

1. Penelitian ini diharapkan, dapat memberikan masukan kepada penulis khususnya dan

pihak lain pada umumnya mengenai pola komunikasi keluarga dalam menanamkan

nilai gender pada remaja.

2. Memberikan informasi khususnya kepada responden mengenai pola komunikasi

keluarga dalam menanamkan nilai gender pada remaja, sehingga diharapkan

responden memahami tentang arti dan nilai gender yang sebenarnya.

1.5Kerangka Teori

Setiap penelitian memerluka n kejelasan titik tolak atau landasan berfikir dalam

memecahkan masalah atau menyoroti masalahnya. Untuk itu perlu disususn kerengka

teori yang memuat pokok - pokok pikiran yang menggambarkan dari sudut mana

penelitian tersebut disoroti ( Nawawi, 1995:40).

Menurut kerlinger ( Rakhmat, 2004:6 ) teori merupakan himpunan konstruk

atau konsep, yang mengemukakan pandangan sistematis tentang gejala dengan

menjabarkan relasi di antara variabel untuk menjelaskan dan meramalkan gejala

tersebut .Dengan adanya kerangka teori, akan membantu peneliti dalam menentukan

tujuan dan arah penelitiannya. Adapun teori-teori yang dianggap relevan dengan

(20)

1.5.1 Pola Komunikasi Keluarga

Pola komunikasi keluarga merupakan salah satu faktor yang penting, karena

keluarga merupakan lembaga sosial pertama yang dikenal anak selama proses

sosialisasinya. Menurut Devito (1986) ada empat pola komunikasi keluarga yang

umum pada keluarga inti komunikasi keluarga yang terdiri dari pola persamaan

(Equality Pattern), pola seimbang-terpisah (Balance Split Patern), pola tak seimbang-terpisah (Unbalance Split Pattern) pola monopoli (Monopoly Pattern),

1. Pola Komunikasi Persamaan (Equality Pattern)

Dalam pola ini, tiap individu berbagi hak yang sama dalam kesempatan

berkomunikasi. Peran tiap orang dijalankan secara merata. Komunikasi berjalan

dengan jujur, terbuka, langsung, dan bebas dari pembagian kekuasaan. Semua

orang memiliki hak yang sama dalam proses pengambilan keputusan. Keluarga

mendapatkan kepuasan tertinggi bila ada kesetaraan.

2. Pola Komunikasi Seimbang Terpisah (Balance Split Pattern)

Kesetaraan hubungan tetap terjaga, namun dalam pola ini tiap orang

memiliki daerah kekuasaan yang berbeda dari yang lainnya. Tiap orang dilihat

sebagai ahli dalam bidang yang berbeda. Sebagai contoh, dalam keluarga

normal / tradisional, suami dipercaya dalam urusan bisnis atau politik. Istri

dipercaya untuk urusan perawatan anak dan memasak. Namun pembagian peran

berdasarkan jenis kelamin ini masih bersifat fleksibel. Konflik yang terjadi dalam

keluarga tidak dipandang sebagai ancaman karena tiap individu memiliki area

(21)

3. Pola Komunikasi Tak Seimbang Terpisah (Unbalanced Split Pattern) Dalam pola ini satu orang mendominasi, satu orang dianggap sebagai ahli

lebih dari yang lainnya. Satu orang inilah yang memegang kontrol, seseorang

ini biasanya memiliki kecerdasan intelektual lebih tinggi, lebih bijaksana, atau

berpenghasilan lebih tinggi. Anggota keluarga yang lain berkompensasi dengan

cara tunduk pada seseorang tersebut, membiarkan orang yang mendominasi itu

untuk memenangkan argumen dan pengambilan keputusan sendiri.

4. Pola Komunikasi Monopoli (Monopoly Pattern)

Satu orang dipandang sebagai pemegang kekuasaan. Satu orang ini lebih

bersifat memberi perintah dari pada

mengambil keputusan sehingga jarang atau tidak pernah bertanya atau meminta

pendapat dari orang lain. Pemegang kuasa memerintahkan kepada yang lain apa

yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Maka anggota keluarga yang lainnya meminta

izin, meminta pendapat, dan membuat keputusan berdasarkan keputusan dari orang

tersebut.

Pembedaan pola komunikasi ini menggambarkan pembagian peran dan

kedudukan masing-masing individu dalam sebuah keluarga. Pola komunikasi keluarga

turut berperan dalam penerimaan pesan dan umpan balik yang terjadi antar anggota

keluarga. Sebagai contoh dalam pola komunikasi monopoli, hanya satu orang yang

berhak mengambil keputusan dalam keluarga. Hal ini menyebabkan anggota keluarga

yang lain tidak berhak menyuarakan pendapat atau turut berperan dalam pengambilan

keputusan, yang mengakibatkan komunikasi keluarga cenderung menjadi

komunikasi satu arah saja. Demikian juga dalam penanaman dan pengembangan

(22)

anggota keluarga yang lainnya karena komunikasi yang berlangsung hanya

bersifat instruksi atau suruhan.

Keluarga sangat besar peranannya dalam mengajarkan, membimbing,

menentukan perilaku, dan membentuk cara pandang anak terhadap nilai-nilai yang

berlaku dalam masyarakat. Keluarga layaknya memberikan penanaman nilai-nilai

yang dibutuhkan anak melalui suatu pola komunikasi yang sesuai sehingga

komunikasi berjalan dengan baik, tercipta hubungan yang harmonis, serta pesan dan

nilai-nilai yang ingin disampaikan dapat diterima dan diamalkan dengan baik.

1.5.2 Komunikasi Keluarga

Keluarga merupakan kelompok sosial pertama dalam kehidupan manusia

dimana ia belajar dan menyatakan diri sebagai manusia sosial, dalam interaksi dengan

kelompoknya, (Kurniadi, 2001: 271). Dalam keluarga yang sesungguhnya,

komunikasi merupakan sesuatu yang harus dibina, sehingga anggota keluarga

merasakan ikatan yang dalam serta saling membutuhkan. Keluarga merupakan

kelompok primer paling penting dalam masyarakat, yang terbentuk dari hubungan

laki-laki dan perempuan, perhubungan ini yang paling sedikit berlangsung lama untuk

menciptakan dan membesarkan anak-anak. Keluarga dalam bentuk yang murni

merupakan kesatuan sosial yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak.

Dilihat dari pengertian di atas bahwa kata-kata, sikap tubuh, intonasi suara dan

tindakan, mengandung maksud mengajarkan, mempengaruhi dan memberikan

pengertian. Sedangkan tujuan pokok dari komunikasi ini adalah memelihara interaksi

antara satu anggota dengan anggota lainnya sehingga tercipta komunikasi yang

(23)

Komunikasi dalam keluarga juga dapat diartikan sebagai kesiapan

membicarakan dengan terbuka setiap hal dalam keluarga baik yang menyenangkan

maupun yang tidak menyenangkan, juga siap menyelesaikan masalah-masalah dalam

keluarga dengan pembicaraan yang dijalani dalam kesabaran dan kejujuran serta

keterbukaan

Terlihat dengan jelas bahwa dalam keluarga adalah pasti membicarakan

hal-hal yang terjadi pada setiap individu, komunikasi yang dijalin merupakan komunikasi

yang dapat memberikan suatu hal yang dapat diberikan kepada setiap anggota

keluarga lainnya. Dengan adanya komunikasi, permasalahan yang terjadi diantara

anggota keluarga dapat dibicarakan dengan mengambil solusi terbaik

1.5.3 Gender

Kata Gender dalam bahasa Indonesia dipinjam dari bahasa Inggris. Untuk

memahami konsep Gender harus dibedakan kata gender dengan kata seks (jenis kelamin). Pengertian jenis kelamin merupakan persifatan atau pembagian dua jenis

kelamin manusia yang ditentukan secara biologis yang melekat pada jenis kelamin

tertentu. Secara biologis, alat reproduksi yang melekat pada laki-laki dan perempuan

tidak bisa dipertukarkan. Secara permanen tidak berubah dan merupakan ketentuan

biologis atau sering dikatakan sebagai ketentuan Tuhan atau kodrat.

Sedangkan konsep lainnya adalah konsep gender, yakni suatu sifat yang

melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial

maupun kultural. Misalnya, bahwa perempuan itu dikenal lemah lembut, cantik,

emosional, atau keibuan. Sementara laki-laki dianggap; kuat, rasional, jantan, perkasa.

Ciri-ciri dari sifat itu sendiri merupakan sifat-sifat yang dapat dipertukarkan. Artinya

(24)

yang kuat, rasional, perkasa. Perubahan ciri dari sifat-sifat itu dapat terjadi dari waktu

ke waktu dan dari tempat ke tempat yang lain. Misalnya saja zaman dahulu di suatu

suku tertentu perempuan lebih kuat daripada laki-laki, tetapi pada zaman yang lain

dan di tempat yang berbeda laki-laki yang lebih kuat. Juga, perubahan bisa terjadi dari

kelas ke kelas masyarakat yang berbeda. Di suku tertentu, perempuan kelas bawah

dipedesaan lebih kuat dibandingkan laki-laki. Semua hal yang dapat dipertukarkan

antara sifat perempuan dan laki-laki, yang bisa berubah dari waktu ke waktu serta

berbeda dari tempat ke tempat yang lainnya, maupun berbeda dari suatu kelas ke kelas

yang lain, itulah yang dikenal dengan konsep gender.

Teori yang mendukung penelitian ini adalah Social Learning Theory (Teori

Belajar Sosial). Teori yang dikemukakan oleh Albert Bandura ini memberikan

gambaran yang komprehensif yang dapat diaplikasikan untuk memecahkan atau

meneliti perubahan perilaku remaja. Anak-anak memilih untuk meniru model dari jenis

kelamin yang sama (orang tua mereka, anak lain, orang dewasa lainnya, bahkan

karakter dari buku atau media cetak). Mengamati dan meniru model dilihat sebagai

usaha yang penuh kuasa pada anak-anak dalam menyerap nilai gender.

Anggapan yang umum adalah orang tua memperlakukan anak laki-laki dan

anak perempuan secara berbeda dari awal kelahiran. Pembedaan perlakuan ini dimulai

dari masa kanak-kanak dan terus berlanjut sampai dewasa. Pembedaan perlakuan

tersebut dilakukan secara terus menerus dengan suatu cara yang khas, yang akhirnya

membentuk suatu konsep gender. Pengembangan nilai gender yang dialami remaja

berkaitan dengan pola komunikasi yang terjadi dalam keluarganya, karena konsep

gender itu sendiri dipahami oleh anak melalui suatu pola komunikasi. Karena

pola komunikasi pada tiap keluarga berbeda, maka penanaman dan

(25)

penerimaannya, tergantung pola komunikasi yang terjadi dalam keluarga tersebut.

1.5.4 Komunikasi keluarga

Keluarga merupakan kelompok sosial pertama dalam kehidupan manusia

dimana ia belajar dan menyatakan diri sebagai manusia sosial, dalam interaksi dengan

kelompoknya. (Kurniadi, 2001: 271). Dalam keluarga yang sesungguhnya,

komunikasi merupakan sesuatu yang harus dibina, sehingga anggota keluarga

merasakan ikatan yang dalam serta saling membutuhkan. Keluarga merupakan

kelompok primer paling penting dalam masyarakat, yang terbentuk dari hubungan

laki-laki dan perempuan, perhubungan ini yang paling sedikit berlangsung lama untuk

menciptakan dan membesarkan anak-anak. Keluarga dalam bentuk yang murni

merupakan kesatuan sosial yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak.

Dilihat dari pengertian di atas bahwa kata-kata, sikap tubuh, intonasi suara dan

tindakan, mengandung maksud mengajarkan, mempengaruhi dan memberikan

pengertian. Sedangkan tujuan pokok dari komunikasi ini adalah memelihara interaksi

antara satu anggota dengan anggota lainnya sehingga tercipta komunikasi yang

efektif.

Komunikasi dalam keluarga juga dapat diartikan sebagai kesiapan

membicarakan dengan terbuka setiap hal dalam keluarga baik yang menyenangkan

maupun yang tidak menyenangkan, juga siap menyelesaikan masalah-masalah dalam

keluarga dengan pembicaraan yang dijalani dalam kesabaran dan kejujuran serta

keterbukaan

Terlihat dengan jelas bahwa dalam keluarga adalah pasti membicarakan

hal-hal yang terjadi pada setiap individu, komunikasi yang dijalin merupakan komunikasi

(26)

keluarga lainnya. Dengan adanya komunikasi, permasalahan yang terjadi diantara

anggota keluarga dapat dibicarakan dengan mengambil solusi terbaik

1.6 Kerangka konsep

Kerangka sebagai hasil pemikiran yang rasional merupakan uraian yang

bersifat kritis dalam memperkirakan kemungkinan hasil yang dicapai ( Nawawi,

1995:33)

Konsep adalah pengambaran fenomena yang hendak diteliti, yakni istilah dan definisi

yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan, kelompok

atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu social ( Singarimbun, 1995:33)

Agar konsep tersebut dapat diteliti, maka harus dioprasionalkan dengan mengubahnya

menjadi variable . variable adalah objek penelitian, atau apa yang menjadi titik

perhatian suatu penelitian, variable dalam penelitian ini adalah

Peneliti menguraikan variabel-variabel dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Variabel I : Pola Komunikasi Keluarga

Sub Variabel : Pola Komunikasi Equality berdasarkan gender

Indikator : Kesetaraan antar anggota keluarga→ Pembagian tugas yang sama pada tiap anggota keluarga→ Pengambilan keputusan melibatkan semua anggota

keluarga.→ Tiap anggota keluarga dipandang setara satu sama lain→ Keleluasaan dan

keterbukaan topik yang dibicarakan dalam komunikasi keluarga.

Sub Variabel : Pola Komunikasi Balance Split berdasarkan gender Indikator : Pemisahan tugas→ Pembagian tugas berdasaarkan

bidang masing-masing → Pengambilan keputusan dilakukan

sendiri-sendiri → Masalah yang ada diselesaikan sendiri-sendiri

→ Sifat anggota keluarga lebih individualis

(27)

berdasarkan gender

Indikator : Dominasi oleh satu orang anggota keluarga→ Satu orang dipandang memiliki nilai lebih dari yang lainnya.→ Kontrol seringkali dipegang oleh orang

tersebut→ Pengambilan keputusan dilakukan oleh satu orang yang mendominasi. →

Komunikasi masih bersifat timbal balik namun diwarnai mendominasi.

Sub Variabel : Pola Komunikasi Monopoly berdasarkan gender

Indikator : Kekuasaan dipegang oleh satu orang anggota keluarga→ Satu orang dipandang sebagai pemegang kekuasaan→ Komunikasi lebih bersifat

perintah/instruksi untuk dilakukan.→ Satu orang memiliki hak penuh untuk

mengambil keputusan.→ Anggota keluarga yang lain meminta izin, pendapat, dan

membuat keputusan berdasarkan pemegang kekuasaan.

2. Variable II: Nilai-Nilai Gender Pada Remaja Sub Variabel : Penerapan dalam kehidupan sehari-hari

Indikator :- Pandangan terhadap lawan jenis→ Fleksibilitas dan kemampuan dalam mengerjakan tugas-tugas →Fleksibilitas dan kemampuan dalam menentukan karier

atau pekerjaan

(28)

Karakteristik Responden a. Umur

b. Jenis kelamin c. Agama

d. Pendidikan orang tua e. Jumlah saudara

f. Kedudukan di dalam keluarga

1.8 Metode Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data 1.8.1 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode desktiptif. Metode deskriptif

adalah suatu metode yang bertujuan melukiskan secara sistematis fakta/karakteristik

populasi tertentu / bidang tertentu secara faktual dan cermat (Rakhmat, 2001:24).

Penelitian ini tidak mencari atau menjelaskan hubungan, tidak menguji hipotesis

atau membuat prediksi. Penelitian deskriptif ditujukan untuk :

1. mengumpulkan informasi masalah atau memeriksa secara rinci yang melukiskan

gejala yang ada.

2. mengidentifikasi masalah atau memeriksa kondisi dan praktek-praktek yang

berlaku.

3. membuat perbandingan atau evaluasi

4. menentukan apa yang dilakukan orang lain dalam menghadapi masalah yang sama

dan belajar dari pengalaman mereka untuk menetapkan masalah yang sama dan

belajar dari pengalaman mereka untuk menetapkan rencana dan keputusan pada

(29)

1.9 Teknik Pengumpulan Data

Untuk melengkapi data dari penelitian ini, maka penulis menggunakan teknik

pengumpulan data sebagai berikut :

1. Observasi

Observasi ialah teknik pengumpulan data dengan mengadakan

peninjauan secara langsung, yang mana observasi yang dilakukan penulis dalam

penelitian ini adalah memilih lokasi penelitian yang tepat dan sesuai dengan

permasalahan.

2. Studi kepustakaan

Studi kepustakaan ialah pengumpulan data dengan cara melakukan penelaah

terhadap berbagai sumber informasi tertulis baik berupa buku-buku atau

laporan-laporan yang ada hubungannya dengan permasalahan yang sedang diteliti.

3.Angket/Kuesioner

Angket adalah suatu daftar pertanyaan yang disusun secara khusus untuk

memperoleh data yang disampaikan kepada responden yang telah ditentukan. Angket

tersebut desebarkan kepada siswa SMK Negeri 8 dan siswa STM Teladan Medan

berdasarkan jumlah sampel yang telah ditentukan melalui teknik pengambilan

sampel sebelumnya.

4.Wawancara

Yaitu proses mendapatkan keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara

Tanya jawab sambil bertatap muka antara peneliti dengan responden. Metode ini

hanya digunakan untuk melengkapi data yang sudah didapat dari metode pertama (

(30)

1.10 Populasi dan Sampel

Populasi adalah jumlah keseluruhan dari unit yang ciri-cirinya akan diduga

(Singarimbun & Effendi, 1987: 152). Populasi dalam penelitian ini adalah siswa SMK

Negeri 8 Medan dan siswa STM Teladan Medan. Dari populasi tersebut ditarik suatu

sampel dengan menggunakan teknik purposive sampling (pengambilan sampel

berdasarkan tujuan) yaitu suatu teknik pengambilan sampel yang memilih siapa saja

untuk dijadikan anggota sampel yang menurut pengumpul data sesuai dengan maksud

dan tujuan penelitian. (Soehartono, 1995:63).

Jumlah sampel yang diambil sebanyak 97 orang, dimana 57 orang berasal dari

siswa STM Teladan dan 40 orang di ambil dari murid SMKN 8 Medan.

1.11 Teknik Analisa Data

Data yang diperoleh dari hasil penelitian akan dianalisis dengan menggunakan

table tunggal yang dilakukan dengan membagi-bagikan variable penelitian kedalam

kategori-kategori yang dilakukan atas dasar frekuensi. Table tunggal merupakan

langkah awal dalam menganalisis data yang terdiri dari kolom, yaitu sejumlah

frekuensi dan presentasi untuk setiap kategori (Singarimbun, 1995 :237).

Teknik analisa data yang akan peneliti lakukan adalah dengan cara menyusun,

menguraikan, dan mengurutkan data yang akan di peroleh dengan membagi variable

penelitian kedalm sejumlah frekuensi den presentasi untuk kemudian di

interpretasikan dengan cara memaparkan data-data yang telah diperoleh dengan

kata-kata secara jelas dan terperinci untuk mendapatkan pengertian yang tepat dan

(31)

BAB 2

URAIAN TEORITIS

2.1 Pengertian Komunikasi

Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris berasal dari communication,

berasal dari kata latin communicatio, dan bersumber dari kata communis yang berarti sama. Sama di sini maksudnya adalah sama makna antara pemberi pesan dengan

penerima pesan. Jadi, apabila dua orang terlibat dalam komunikasi, misalnya dalam

bentuk percakapan, maka komunikasi akan terjadi atau berlangsung selama terdapat

kesamaan makna mengenai apa yang dipercakapkan.

Beberapa pakar komunikasi memberikan definisi komunikasi diantaranya

dikutip oleh Effendi sebagai berikut, Carl I. Hovland dalam Effendi (1986: 63)

mendefinisikan komunikasi sebagai “Suatu proses dimana seseorang (komunikator)

menyampaikan perangsang-perangsang, biasanya lambang-lambang dalam bentuk

kata-kata untuk merubah tingkah laku orang lain (komunikan)”. Jadi, hakikat

komunikasi merupakan proses pernyataan antar manusia. Yang berhubungan dengan

pikiran, atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan bahasa

sebagai alat penyalurnya.

Menurut Lewis Caroll, Komunikasi merupakan suatu proses memindahkan,

mengoperkan atau menyampaikan sesuatu secara teliti dari jiwa yang satu kepada jiwa

yang lain, dan hal itu adalah tepat seperti pekerjaan yang harus kita ulangi dan ulangi

lagi (Praktikto, 1983: 10). Untuk mencapai komunikasi yang efektif dan efisien tidak

semudah seperti yang dibayangkan orang. Banyak hal-hal yang harus diperhatikan

agar pesan atau pernyataan yang disampaikan kepada orang lain bisa dimengerti serta

(32)

Komunikasi akan dapat berhasil baik apabila timbul saling pengertian, yaitu

jika kedua belah pihak, si pengirim dan penerima informasi memahami. Tirman Sirait

mengemukakan pendapatnya tentang pengertian komunikasi sebagai berikut,

“Komunikasi adalah suatu tingkah laku perbuatan atau kegiatan penyampaian atau

pengoperan lambang-lambang yang mengandung arti atau makna-makna informasi

dari seseorang kepada orang lain, atau lebih jelasnya suatu pemindahan atau

pengoperan informasi mengenai pikiran dan perasaan-perasaan”. (Tirman, 1982: 11)

Definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian komunikasi tidak berarti

hanya menyampaikan sesuatu kapada orang lain, akan tetapi bagaimana caranya

penyampaian itu agar penerima mudah mengerti dan memahami dengan perasaan

ikhlas. Keberhasilan suatu komunikasi sangat dibutuhkan oleh faktor manusianya.

Karena manusia memiliki akal dan pikiran serta perasaan untuk dapat menentukan

sikap, dan manusia merupakan sarana utama terjadinya suatu komunikasi.

2.1.A Tujuan komunikasi

Menurut Devito (1997: 30), ada empat tujuan komunikasi yang perlu dikemukakan

yakni :

Menemukan

Salah satu tujuan utama komunikasi adalah penemuan diri (personal discovery), bila anda berkomunikasi dengan orang lain, anda belajar mengenai

diri sendiri selain juga tentang orang lain.

Untuk berhubungan

Salah satu motivasi kita yang paling kuat adalah berhubungan dengan orang

lain-membina dan memelihara dengan orang lain. Kita ingin merasa dicintai dan

(33)

Untuk meyakinkan

Kita menghabiskan banyak waktu untuk melakukan persuasi antar pribadi,

baik sebagai sumber maupun sebagai penerima.

Untuk bermain

Kita menggunakan banyak perilaku komunikasi kita untuk bermain dan

menghibur diri. Demikian pula banyak dari perilaku komunikasi kita dirancang

untuk memberikan hiburan pada orang lain. Adakalanya hiburan ini merupakan

tujuan akhir, tetapi adakalanya ini merupakan untuk mengikat perhatian orang

lain sehingga kita dapat mencapai tujuan-tujuan lain. (Devito, 1997: 30)

2.1.B Proses Komunikasi

Di atas telah disinggung bahwa komunikasi pada hakikatnya adalah proses

penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan. Menurut Effendy (2000:

31) proses komunikasi dapat ditinjau dari dua perspektif.

1. Proses Komunikasi dalam Perspektif Psiokologi

Proses komunikasi perspektif ini terjadi pada diri komunikator dan

komunikan. Ketika seorang komunikator berniat akan menyampaikan pesan

kepada komunikan, maka, dalam dirinya terjadi proses. Proses ini yakni

mengenai isi pesan dan lambang. Isi pesan umumnya adalah pikiran, sedangkan

lambang umumnya adalah bahasa. Proses “mengemas” pesan atau

“membungkus” pikiran dengan bahasa yang dilakukan komunikator itu

dinamakan encoding. Hasil encodeng berupa pesan kemudian ia transmisikan

(34)

Kini giliran komunikan terlibat dalam proses komunikasi intrapersonal.

Proses dalam diri komunikan disebut decoding. Seolah-olah membuka kemasan

atau bungkus pesan yang ia terima dari komunikator tadi. Mengerti isi pesan atau

pikiran komunikator, maka komunikasi terjadi. Sebaliknya bilamana tidak

mengerti, maka komunikasi tidak terjadi.

2. Proses Komunikasi dalam Perspektif Mekanistis

Proses ini berlangsung ketika komunikator mengoperkan atau “melemparkan”

dengan bibir kalau lisan atau tangan jika tulisan pesannya sampai ditangkap oleh

komunikan. Penangkapan pesan oleh komunikan itu dapat dilakukan dengan

indera telinga atau indera mata, atau indera-indera lainnya.

Proses komunikasi dalam perspektif ini kompleks atau rumit, sebab bersifat

situasional, bergantung pada situasi ketika komunikasi itu berlangsung.

Adakalanya komunikan seorang, maka komunikasi dalam situasi seperti itu

dinamakan komuniksi interpersonal atau komunikasi antarpribadi, kadang-kadang

komunikannya sekelompok orang; komunikasi dalam situasi seperti itu disebut

komunikasi kelompok; acapkali pula komunikannya tersebar dalam jumlah yang

relatif amat banyak sehingga untuk menjangkaunya diperlukan suatu media atau

sarana, maka komunikasi dalam situasi seperti itu dinamakan komunikasi massa.

Dari kutipan diatas dapat disimpulan bahwa proses komunikasi terdiri dari proses

psikologis dan mekanistis. Kedua proses tersebut adalah proses penyampaian pesan

tetapi ada perbedaan diantara keduanya, dimana proses komunikasi dalam perspektif

psikologis menitik beratkan pada proses pengemasan pesan baik itu komunikator

maupun komunikan sedangkan proses komunikasi dalam perspektif mekanistis lebih

menekankan proses komuniaksi pada penggunaan alat indera dan anggota tubuh

(35)

2.1.2 Pengertian Komunikasi Antarpribadi

Seluruh kehidupan manusia tidak dapat dilepaskan dari komunikasi. Oleh

karena itu, semua kegiatan yang dilakukan manusia secara potensial tidak dapat

terlepas dari komunikasi. Komunikasi, menurut bentuknya, dapat dikelompokkan

menjadi komunikasi antarpribadi, komunikasi kelompok, dan komunikasi massa.

Secara teoritis, komunikasi antarpribadi adalah komunikasi antara dua orang, dimana

terjadi kontak langsung dalam bentuk percakapan. Komunikasi jenis ini bisa

berlangsung secara berhadapan muka (face to face) bisa juga melalui sebuah medium, seperti telepon. Ciri khas komunikasi antarpribadi ini adalah sifatnya yang dua arah

atau timbal balik (Effendy, 1986 : 50).

Adapun pengertian komunikasi yang diungkapkan oleh Joseph A. Devito

dalam bukunya The Interpersonal Communication Book (1984 : 4) bahwa “komunikasi antarpribadi merupakan proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan

antar dua orang, atau diantara sekelompok kecil orang-orang, dengan beberapa efek

dan beberapa umpan balik seketika”. (Effendy, 1993 : 59).

Menurut Vandeber (1986) bahwa komunikasi antarpribadi merupakan suatu

proses interaksi dan pembagian makna yang terkandung dalam gagasan atau perasaan.

(Liliweri, 1997 :12). Effendy (1986) mengemukakan juga bahwa “pada hakikatnya

komunikasi antarpribadi adalah komunikasi antara seorang komunikator dengan

komunikan“. (Liliweri,1997 : 12).

Pada dasarnya komunikasi antarpribadi yang dilakukan oleh komunikator

mempunyai tujuan untuk mengubah sikap, pendapat, dan perilaku komunikan dengan

(36)

Seperti yang telah dikemukakan oleh Onong Uchjana Effendy (1993 : 61)

bahwa “Dibandingkan dengan bentuk-bentuk komunikasi lainnya, komunikasi

antarpribadi dinilai paling ampuh dalam kegiatan mengubah sikap, kepercayaan,

opini, dan perilaku komunikan. Alasannya adalah karena komunikasi antarpribadi

umumnya berlangsung secara tatap muka (face to face) antara komunikator dan

komunikan saling bertatap muka, maka terjadilah kontak pribadi (personal

contact). Ketika komunikator menyampaikan pesan kepada komunikan, umpan

balik berlangsung seketika dan komunikator mengetahui pada saat itu tanggapan

komunikan terhadap pesan yang dilontarkan “.

a. Fungsi Sosial

Komunikasi antarpribadi secara otomatis mempunyai fungsi sosial karena proses

komunikasi beroperasi dalam konteks sosial yang orang-orangnya berinteraksi satu

sama lain. Dalam keadaan demikian, maka fungsi sosial komunikasi antarpribadi

mengandung aspek-aspek:

1. Manusia berkomunikasi untuk mempertemukan biologis dan psikologis.

2. Manusia berkomunikasi untuk memenuhi kewajiban sosial.

3. Manusia berkomunikasi untuk mengembangkan hubungan timbale balik.

4. Manusia berkomunikasi untuk meningkatkan dan merawat mutu diri manusia.

5. Manusia berkomunikasi untuk menangani konflik.

b. Fungsi pengambilan keputusan

Seperti yang kita ketahui bersama bahwa manusia sering disebut sebagai

(37)

tidak dimiliki oleh dimiliki oleh makhluk lainnya. Karenanya maka ia mempunyai

kemampuan untuk mengambil keputusan yang sering diambil manusia dilakukan

dengan berkomunikasi karena mendengarkan pendapat, saran, pengalaman,

gagasan, pikiran, maupun perasaan orang lain. Pengambilan keputusan meliputi

penggunaan informasi dan pengaruh yang kuat dari orang lain. Ada dua aspek dari

fungsi pengambilan keputusan jika dikaitkan dengan komunikasi yaitu:

1. Manusia berkomunkasi untuk membagi informasi.

2. Manusia berkomunikasi untuk mempengaruhi orang lain.

Pada dasarnya orang melakukan kegiatan komunikasi baik melalui komunikasi

antarpribadi, komunikasi kelompok, maupun komunikasi massa yang dilakukan oleh

manusia mempunyai tujuan utama ialah : mempengaruhi. Yaitu mempengaruhi untuk

memaksa orang lain, mengubah sikap, dan mengambil suatu tindakan tertentu yang

sesuai dengan harapan dan keinginan komunikator.

2.1.3 Pengertian Komunikasi Keluarga

Keluarga merupakan kelompok sosial pertama dalam kehidupan manusia

dimana ia belajar dan menyatakan diri sebagai manusia sosial, dalam interaksi dengan

kelompoknya. (Kurniadi, 2001: 271). Dalam keluarga yang sesungguhnya,

komunikasi merupakan sesuatu yang harus dibina, sehingga anggota keluarga

merasakan ikatan yang dalam serta saling membutuhkan.

Keluarga merupakan kelompok primer paling penting dalam masyarakat, yang

terbentuk dari hubungan laki-laki dan perempuan, perhubungan ini yang paling sedikit

berlangsung lama untuk menciptakan dan membesarkan anak-anak. Keluarga dalam

bentuk yang murni merupakan kesatuan sosial yang terdiri dari ayah, ibu dan

(38)

Dilihat dari pengertian di atas bahwa kata-kata, sikap tubuh, intonasi suara dan

tindakan, mengandung maksud mengajarkan, mempengaruhi dan memberikan

pengertian. Sedangkan tujuan pokok dari komunikasi ini adalah memprakarsai

dan memelihara interaksi antara satu anggota dengan anggota lainnya sehingga

tercipta komunikasi yang efektif.

Komunikasi dalam keluarga juga dapat diartikan sebagai kesiapan

membicarakan dengan terbuka setiap hal dalam keluarga baik yang menyenangkan

maupun yang tidak menyenangkan, juga siap menyelesaikan masalah-masalah dalam

keluarga dengan pembicaraan yang dijalani dalam kesabaran dan kejujuran serta

keterbukaan

Terlihat dengan jelas bahwa dalam keluarga adalah pasti membicarakan

hal-hal yang terjadi pada setiap individu, komunikasi yang dijalin merupakan komunikasi

yang dapat memberikan suatu hal yang dapat diberikan kepada setiap anggota

keluarga lainnya. Dengan adanya komunikasi, permasalahan yang terjadi diantara

anggota keluarga dapat dibicarakan dengan mengambil solusi terbaik.

2.1.4 Pola Komunikasi Keluarga

Banyak teori mengenai komunikasi keluarga yang menyatakan bahwa anggota

keluarga menjalankan pola interaksi yang sama secara terus menerus. Pola ini bisa

negatif ataupun positif, tergantung dari sudut pandang dan akibat yang diterima

anggota keluarga. Keluarga membuat persetujuan mengenai apa yang boleh dan yang

tidak boleh dikomunikasikan dan bagaimana isi dari komunikasi itu di interpretasikan.

Keluarga juga menciptakan peraturan kapan bisa berkomunikasi, seperti tidak boleh

(39)

nilai-nilai yang terkandung di dalamnya dikomunikasikan melalui cara yang sama secara

terus menerus sehingga membentuk suatu pola komunikasi keluarga.

Pola komunikasi yang terjadi dalam keluarga bisa dinyatakan langsung

ataupun hanya disimpulkan dari tingkah laku dan perlakuan yang terjadi dalam

keluarga tersebut. Keluarga perlu mengembangkan kesadaran dari pola interaksi yang

terjadi dalam keluarganya, apakah pola tersebut benar-benar diinginkan dan dapat

diterima oleh seluruh anggota keluarga, apakah pola itu membantu dalam menjaga

kesehatan dan fungsi dari keluarga itu sendiri, atau malah merusak keutuhan keluarga.

Kesadaran akan pola itu dapat dibedakan antara keluarga yang sehat dan bahagia

dengan keluarga yang dangkal dan bermasalah.

Pola-pola komunikasi yang lebih kompleks berkembang pada waktu si anak

mulai tumbuh dan menempatkan diri ke dalam peranan orang lain. “Menurut Hoselitz,

dengan menempatkan pribadi ke dalam peranan orang lain maka si anak juga belajar

menyesuaikan diri (conform) dengan harapan orang lain”. (Liliweri, 1997 : 45). Berdasarkan pandangan Klinger, Gillin dan Gillin yang dikutip Soekanto,

maka kita dapat mengetahui bahwa setiap proses komunikasi didorong oleh

faktor-faktor tertentu. Misalnya pada waktu bayi menangis, tangisan itu

mempengaruhi ibu sehingga sang ibu segera datang membawa botol susu. Sang

bayi mulai belajar dari pengalamannya bahwa setiap tangisan merupakan tanda

(sign) yang selalu dapat digunakan untuk menyatakan kebutuhan makan dan

minum. (Liliweri, 1997 : 45)

Hubungan dengan anggota keluarga, menjadi landasan sikap terhadap orang,

benda, dan kehidupan secara umum. Mereka juga meletakkan landasan bagi pola

penyesuaian dan belajar berpikir tentang diri mereka sebagaimana dilakukan anggota

(40)

landasan yang diletakkan ketika lingkungan untuk sebagian besar terbatas pada

rumah.

Dengan meluasnya lingkup sosial dan adanya kontak dengan teman sebaya

dan orang dewasa di luar rumah, landasan awal ini, yang diletakkan di rumah,

mungkin berubah dan dimodifikasi, namun tidak pernah akan hilang sama sekali.

Sebaliknya, landasan ini mempengaruhi pola sikap dan perilaku di kemudian hari.

C. H. Cooley berpendapat bahwa keluarga sebagai kelompok primer, tiap

anggotanya memiliki arti yang khas yang tak dapat digantikan oleh anggota lain tanpa

mengganggu emosi dan relasi di dalam kelompok”. (Daryanto, 1984 : 64).

Anggota-anggota sebuah keluarga, suami isteri dan anak-anaknya mempunyai status dan

peranan masing-masing, sehingga interaksi dan inter-relasi mereka menunjukkan pola

yang jelas dan tetap. Status anggota-anggota keluarga ini sedemikian pentingnya,

sehingga bila salah seorang anggota keluarga keluar dari ikatan atau hubungan

keluarga, maka anggota-anggota yang lain akan merasakan sesuatu yang kurang

menyenangkan dalam hatinya, di samping itu pola relasi di dalam keluarga itu akan

berubah. Tiap anggota keluarga merupakan kepribadian yang khas dan diperlukan

sama oleh anggota-anggota yang lain.

“Keluarga sebagai kelompok primer bersifat fundamental, karena di dalam

keluarga, individu diterima dalam pola-pola tertentu. Kelompok primer merupakan

persemaian di mana manusia memperoleh norma-norma, nilai-nilai, dan kepercayaan.

Kelompok primer adalah badan yang melengkapi manusia untuk kehidupan sosial”.

(Daryanto, 1984 : 64). Selain itu, kelompok primer bersifat fundamental karena

membentuk titik pusat utama untuk memenuhi kepuasan-kepuasan sosial, seperti

(41)

diwujudkan melalui komunikasi yang dilakukan terus menerus dan membentuk

sebuah pola.

Devito dalam bukunya The Interpersonal Communication Book (1986) mengungkapkan empat pola komunikasi keluarga pada umumnya, yaitu :

1. Pola Komunikasi Persamaan (Equality Pattern)

Dalam pola ini, tiap individu membagi kesempatan komunikasi secara merata

dan seimbang, peran yang dimainkan tiap orang dalam keluarga adalah sama. Tiap

orang dianggap sederajat dan setara kemampuannya, bebas mengemukakan ide-ide,

opini, dan kepercayaan. Komunikasi yang terjadi berjalan dengan jujur, terbuka,

langsung, dan bebas dari pemisahan kekuasaan yang terjadi pada hubungan

inerpersona lainnya. Dalam pola ini tidak ada pemimpin dan pengikut, pemberi

pendapat dan pencari pendapat, tiap orang memainkan peran yang sama. Komunikasi

memperdalam pengenalan satu sama lain, melalui intensitas, kedalaman dan frekuensi

pengenalan diri masing-masing, serta tingkah laku nonverbal seperti sentuhan dan

kontak mata yang seimbang jumlahnya. Tiap orang memiliki hak yang sama dalam

pengambilan keputusan, baik yang sederhana seperti film yang akan ditonton maupun

yang penting seperti sekolah mana yang akan dimasuki anak-anak, membeli rumah,

dan sebagainya. Konflik yang terjadi tidak dianggap sebagai ancaman. Masalah

diamati dan dianalisa. Perbedaan pendapat tidak dilihat sebagai salah satu kurang dari

yang lain tetapi sebagai benturan yang tak terhindarkan dari ide-ide atau perbedaan

nilai dan persepsi yang merupakan bagian dari hubungan jangka panjang. Bila model

komunikasi dari pola ini digambarkan, anak panah yang menandakan pesan individual

akan sama jumlahnya, yang berarti komunikasi berjalan secara timbal balik dan

seimbang.

(42)

Dalam pola ini, persamaan hubungan tetap terjaga, namun dalam pola ini tiap

orang memegang kontrol atau kekuasaan dalam bidangnya masing-masing. Tiap

orang dianggap sebagai ahli dalam wilayah yang berbeda. Sebagai contoh, dalam

keluarga biasa, suami dipercaya untuk bekerja/mencari nafkah untuk keluarga dan

istri mengurus anak dan memasak. Dalam pola ini, bisa jadi semua anggotanya

memiliki pengetahuan yang sama mengenai agama, kesehatan, seni, dan satu pihak

tidak dianggap lebih dari yang lain. Konflik yang terjadi tidak dianggap sebagai

ancaman karena tiap orang memiliki wilayah sendiri-sendiri. Sehingga sebelum

konflik terjadi, sudah ditentukan siapa yang menang atau kalah. Sebagai contoh, bila

konflik terjadi dalam hal bisnis, suami lah yang menang, dan bila konflik terjadi

dalam hal urusan anak, istri lah yang menang. Namun tidak ada pihak yang dirugikan

oleh konflik tersebut karena masing-masing memiliki wilayahnya sendiri-sendiri.

3. Pola Komunikasi Tak Seimbang Terpisah (Unbalanced Split Pattern)

Dalam pola ini satu orang mendominasi, satu orang dianggap sebagai ahli lebih

dari setengah wilayah komunikasi timbal balik. Satu orang yang mendominasi ini

sering memegang kontrol. Dalam beberapa kasus, orang yang mendominasi ini lebih

cerdas atau berpengetahuan lebih, namun dalam kasus lain orang itu secara fisik lebih

menarik atau berpenghasilan lebih besar. Pihak yang kurang menarik atau

berpenghasilan lebih rendah berkompensasi dengan cara membiarkan pihak yang

lebih itu memenangkan tiap perdebatan dan mengambil keputusan sendiri. Pihak yang

mendominasi mengeluarkan pernyataan tegas, memberi tahu pihak lain apa yang

harus dikerjakan, memberi opini dengan bebas, memainkan kekuasaan untuk menjaga

kontrol, dan jarang meminta pendapat yang lain kecuali untuk mendapatkan rasa

(43)

argumennya. Sebaliknya, pihak yang lain bertanya, meminta pendapat dan berpegang

pada pihak yang mendominasi dalam mengambil keputusan.

4. Pola Komunikasi Monopoli (Monopoly Pattern)

Satu orang dipandang sebagai kekuasaan. Orang ini lebih bersifat memerintah

daripada berkomunikasi, memberi wejangan daripada mendengarkan umpan balik

orang lain. Pemegang kekuasaan tidak pernah meminta pendapat, dan ia berhak atas

keputusan akhir. Maka jarang terjadi perdebatan karena semua sudah mengetahui

siapa yang akan menang. Dengan jarang terjadi perdebatan itulah maka bila ada

konflik masing-masing tidak tahu bagaimana mencari solusi bersama secara

baik-baik. Mereka tidak tahu bagaimana mengeluarkan pendapat atau mengugkapkan

ketidaksetujuan secara benar, maka perdebatan akan menyakiti pihak yang

dimonopoli. Pihak yang dimonopoli meminta ijin dan pendapat dari pemegang kuasa

untuk mengambil keputusan, seperti halnya hubungan orang tua ke anak. Pemegang

kekuasaan mendapat kepuasan dengan perannya tersebut dengan cara menyuruh,

membimbing, dan menjaga pihak lain, sedangkan pihak lain itu mendapatkan

kepuasan lewat pemenuhan kebutuhannya dan dengan tidak membuat keputusan

sendiri sehingga ia tidak akan menanggung konsekuensi dari keputusan itu sama

(44)

2.1.5 Teori Belajar Sosial

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teori Belajar Sosial (Social

Learning Teory) dari Albert Bandura. Bandura menyatakan bahwa imitasi/upaya peniruan adalah bentuk pembelajaran seseorang. Menurut Bandura, “Selama periode

pembukaan model, rangsang timbul di subjek yang mengobservasi dan rangkaian

sensor pengalaman-pengalaman yang berdasar pada gabungan masa lalu menjadi

terkumpul secara terpusat dan terstruktur menjadi respons”. (Yusuf, 2002:190).

Melalui rangsang, penerima dapat membentuk bayangan atau perwakilan simbolis.

Analisis Belajar Sosial dari Bandura menyatakan bahwa perilaku model adalah

sumber informasi bagi pihak pengamat. Teori Belajar Sosial menekankan kepentingan

lingkungan, atau situasional, sebagai determinan perilaku. Perilaku merupakan hasil

dari interaksi terus menerus antara variabel individu dan lingkungannya. Kondisi

lingkungan membentuk perilaku melalui proses belajar, dan selanjutnya perilaku

orang tersebut membentuk lingkungan. Orang dan situasi saling mempengaruhi secara

timbal balik. Untuk memprediksikan perilaku, kita perlu mengetahui bagaimana

karakteristik individual berinteraksi dengan karakteristik situasi.

Pengaruh orang lain, hadiah dan hukuman yang mereka berikan merupakan

pengaruh penting bagi perilaku seseorang. Perbedaan perilaku individual sebagian

besarnya disebabkan perbedaan jenis pengalaman belajar yang ditemui oleh orang itu

dalam perjalanan perkembangannya. Sebagian pola perilaku dipelajari melalui

pengalaman langsung; individu mendapat hadiah atau hukuman karena perilaku

tertentu. Tetapi seseorang mengeluarkan respons tanpa penguatan langsung melalui

belajar observasional atau belajar dari pengalaman orang lain. Orang dapat belajar

dengan mengobservasi tindakan orang lain dan dengan melihat konsekuensi tindakan

(45)

harus dipelajari melalu penguatan langsung respons kita. Demikian pula, penguatan

yang mengendalikan ekspresi perilaku yang dipelajari mungkin langsung (hadiah

yang nyata, penerimaan, atau penolakan sosial, atau penghilangan kondisi yang tidak

mengenakkan), tidak langsung (melihat orang mendapat hadiah atau hukuman atas

perilaku yang mirip dengan perilaku sendiri), atau ditimbulkan diri sendiri (penilaian

kemampuan diri sendiri dengan penghargaan dan pencelaan diri sendiri).

Asumsi dasar dari Teori Belajar Sosial adalah manusia mempelajari tingkah

laku melalui proses yang terus berjalan. Melalui proses inilah gender diserap dan

dikembangkan. Fokus ditujukan pada penguatan peran secara positif atau negatif,

yang mana memunculkan tingkahlaku, reaksi yang muncul, perubahan yang terjadi,

dan sebagainya. Meniru model merupakan proses berikutnya yang berhubungan

dengan keberadaan, kesukaan, dan kuasa dari model itu sendiri. Pelabelan sangat

berhubungan dalam mempelajari Gender. Bahasa, Pakaian, dan Aktivitas Melabeli

Gender. Gender berperan sebagai mediator, melayani fungsi pengaturan, dan

membimbing interaksi sosial. Manusia belajar untuk berlaku sesuai cara yang

dianggap pantas dengan labelnya sendiri.

Teori Belajar Sosial mencakup unsur-unsur sebagai berikut:

1. Tiap individu dalam berbagai usia selalu mempelajari sejarah atau

kejadian-kejadian yang pernah terjadi semasa hidupnya yang memacu timbulnya

respons dalam asumsi-asumsi tertentu.

2. Tiap situasi memunculkan rangsang umum atau khusus dan memiliki arti

spesifik dan kontekstual

3. Faktor-faktor motivasi muncul karena adanya situasi ataupun terjadi begitu

saja

(46)

5. Tingkah laku akan dimunculkan dan berkembang bila akibat yang timbul

positif

Teori Belajar Sosial mengasumsikan bahwa anak perempuan dan anak

laki-laki, wanita dan pria, akan berlaku secara berbeda dalam posisi dan situasi yang sama

tergantung pada kesempatan untuk bertingkah laku dan akibat yang akan diterimanya.

Teori Belajar Sosial menyatakan bahwa gender adalah alat ukur yang dapat dipercaya

dalam menganalisis tingkah laku sosial dalam kondisi sebagai berikut: situasi yang

terjadi mengaharapkan perilaku yang sesuai dengan gender (sesuai peran yang telah

ditentukan pada umumnya), dimana kesempatan telah menghasilkan kemampuan

yang berbeda-beda sesuai gender masing-masing, dan ada konsekuensi yang berbeda

pada wanita dan pada pria untuk tutur kata dan perilaku mereka.

Teori Belajar Sosial juga menyebutkan bahwa anak laki-laki menjadi maskulin

dan anak perempuan menjadi feminin karena mereka dituntun berperilaku seperti itu

oleh orang tua, guru, dan teman sepermainan. Hadiah dan hukuman diberikan sesuai

dengan jenis kelamin, seperti menangis ditolerir untuk anak perempuan tapi bila anak

laki-laki yang melakukannya, mereka akan dihukum. Permainan yang kasar dan

berbahaya justru dinilai memberikan nilai lebih pada anak laki-laki namun tidak pada

anak perempuan, bahkan mereka akan dihukum karenanya.

Anak-anak meniru bertingkah laku sesuai model yang ada disekeliling mereka,

dan kebanyakan yang mereka lihat adalah pria bersifat maskulin dan wanita berperan

feminin, karena model yang pertama dijumpainya ada dalam keluarganya. Anak

perempuan bertingkah laku mengikuti ibunya atau kakak perempuannya dan anak

lelaki mengikuti ayahnya dan kakak laki-lakinya. Anak-anak juga dapat belajar

(47)

dari pengalaman-pengalaman atau peristiwa, melalui hasil pengamatan, atau melalui

penanaman khusus melalui keluarga sebagai lingkungan pertamanya.

2.1.7 Nilai Gender

Kata Gender dalam bahasa Indonesia dipinjam dari bahasa Inggris. Untuk

memahami konsep Gender harus dibedakan kata Gender dengan kata seks (jenis kelamin). Pengertian jenis kelamin merupakan persifatan atau pembagian dua jenis

kelamin manusia yang ditentukan secara biologis yang melekat pada jenis kelamin

tertentu. Secara biologis, alat reproduksi yang melekat pada laki-laki dan perempuan

tidak bisa dipertukarkan. Secara permanen tidak berubah dan merupakan ketentuan

biologis atau sering dikatakan sebagai ketentuan Tuhan atau kodrat.

Sedangkan konsep lainnya adalah konsep gender, yakni suatu sifat yang

melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial

maupun kultural. Misalnya, bahwa perempuan itu dikenal lemah lembut, cantik,

emosional, atau keibuan. Sementara laki-laki dianggap; kuat, rasional, jantan, perkasa.

Ciri-ciri dari sifat itu sendiri merupakan sifat-sifat yang dapat dipertukarkan. Artinya

ada laki-laki yang emosional, lemah lembut, keibuan, sementara juga ada perempuan

yang kuat, rasional, perkasa. Perubahan ciri dari sifat-sifat itu dapat terjadi dari waktu

ke waktu dan dari tempat ke tempat yang lain. Misalnya saja zaman dahulu di suatu

suku tertentu perempuan lebih kuat daripada laki-laki, tetapi pada zaman yang lain

dan di tempat yang berbeda laki-laki yang lebih kuat. Juga, perubahan bisa terjadi dari

kelas ke kelas masyarakat yang berbeda. Di suku tertentu, perempuan kelas bawah

dipedesaan lebih kuat dibandingkan laki-laki. Semua hal yang dapat dipertukarkan

(48)

berbeda dari tempat ke tempat yang lainnya, maupun berbeda dari suatu kelas ke kelas

yang lain, itulah yang dikenal dengan konsep gender.

Terbentuknya perbedaan-perbedaan gender dikarenakan oleh banyak hal,

diantaranya dibentuk, disosialisasikan, diperkuat, bahkan dikonstruksi secara sosial

atau kultural, melalui ajaran keagamaan maupun negara.

2.1.7 Teori Feminisme

Dalam terminologi feminis, gender sendiri didefinisikan sebagai perbedaan

perilaku (behavioral differences) atau sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial dan kultural. Karena itu, gender juga

sering disebut sebagai ‘jenis kelamin sosial’. Dari definisi ini, dalam persepsi

feminisme, gender hanya merupakan produk budaya (nurture), bukan alami (nature),

yakni sekadar ‘hasil persepsi’ suatu masyarakat atau bahkan bisa jadi hanya mitos

atas apa yang disebut dengan sifat paten (kodrat) laki-laki dan sifat paten (kodrat)

perempuan.

Karena merupakan produk budaya, menurut pengusungnya, gender dapat

dipertukarkan dan bersifat tidak permanen, yakni dapat berubah sejalan dengan

perubahan paradigma berpikir yang menjadi landasan budaya masyarakat tersebut.

Berdasarkan kerangka berpikir ini, para pemujanya kemudian menolak konsep

pembagian peran sosial yang dikaitkan dengan perbedaan biologis. Tidak boleh,

misalnya, hanya karena secara biologis perempuan punya rahim dan payudara,

kemudian dipersepsikan bahwa hanya perempuan yang memiliki sifat-sifat

keperempuanan (feminitas) seperti sifat lembut, keibuan, dan emosional sehingga

Gambar

Tabel 4.1.
Tabel 4.3.
Tabel 4.5.
Tabel 4.7.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Peneliti mencoba memberi pertanyaan tentang pola komunikasi dalam keluarga dan mekanisme koping remaja kepada 14 siswa usia remaja yang dipilih secara acak di MTSN

Bagaimana cara pemilik toko menanamkan nilai berani mengambil resiko melalui kebiasaan kepada anda?. Jawab : Saya harus siap kalau ada barang yang

4) “Adak ah hubungan yang signifikan antara pola komunikasi keluarga model Monopoly Pattern dengan perkembangan sosial remaja pada siswa kelas X di SMK PGRI 1

D1212020, Keluarga Sebagai Lembaga Pendidikan Bagi Anak (Studi Deskriptif Mengenai Pola Komunikasi dan Pengawasan Pendidikan Seks Oleh Orangtua Terhadap Anak Pada

Pola yang dilakukan orang tua dalam menanamkan nilai disiplin anak adalah harapan setiap orang tua karena menginginkan putra-putrinya menjadi manusia yang beriman dan

Diperkuat dengan terdapatnya adanya hasil terdapat perbedaan emotional abuse pada remaja akhir berpacaran antara pola komunikasi dalam keluarga kelompok Pluralistic dan

Berdasarkan pemaparan tersebut, penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui perbedaan emotional abuse pada remaja yang berpacaran berdasarkan pola komunikasi dalam

Dari hasil pengolahan data diperoleh nilai p-value (0,015) < α (0,05) sehingga H0 ditolak yang berarti ada hubungan antara persepsi remaja tentang pola komunikasi keluarga