DALAM KELUARGA
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas IlmuTarbiyah dan Keguruan
untuk Memenuhi Persyaratan Akademik Program Kualifikasi S1 Kependidikan dan Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)
Oleh: LESNI BOREZA NIM: 109011000008
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat
siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. "Ya Tuhan Kami, janganlah
Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami
beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya.
beri ma'aflah kami, ampunilah kami, dan rahmatilah kami.
Engkaulah penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir."
Dialah Allah yang tiada Tuhan selain Dia, yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata,
Dialah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Dialah Allah yang tiada Tuhan selain Dia, Raja, yang Maha Suci, yang Maha Sejahtera, yang
Mengaruniakan Keamanan, yang Maha Memelihara, yang Maha perkasa, yang Maha Kuasa, yang memiliki segala Keagungan, Maha suci Allah
dari apa yang mereka persekutukan. Dialah Allah yang Menciptakan,
yang Mengadakan, yang Membentuk Rupa, yang mempunyai Asmaaul Husna. Bertasbih kepadanya apa
yang di langit dan bumi. dan Dialah yang Maha Perkasa
lagi Maha Bijaksana.
i ABSTRAK
Lesni Boreza (109011000008). Pendekatan Sosial dan Psikologi untuk Menanamkan Nilai-nilai Moral pada Remaja dalam Keluarga.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai-nilai moral apa saja yang penting dan perlu ditanamkan kepada anak khususnya pada usia remaja, mengetahui pendekatan dalam penanaman nilai-nilai moral dan untuk mengetahui penerapan dari pendekatan yang dipakai untuk menanamkan nilai-nilai moral pada remaja dalam keluarga.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode studi pustaka, adapun dalam analisisnya menggunakan teknik analisis isi (Content Analisys) yakni menarik kesimpulan dalam usaha menemukan karakteristik pesan yang di lakukan secara objektif dan sistematis yang berhubungan dengan pendektan sosial dan psikologi untuk menanamkan nilai-nilai moral pada remaja dalam keluarga. Setelah semua data telah dperoleh dan kumpulkan, maka tahap selanjutnya adalah penganalisaan secara cermat agar pembahasannya dapat tersusun secara sistematis menurut pokok pembahasannya masing-masing, ini memudahkan memberi arti terhadap data. Kemudian dirumuskan suatu kesimpulan yang dapat diuji kebenarannya.
ii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahiim
Alhamdulillahi Robbil ‘Alamin. Seluruh pujian hanya milik Allah, Pencipta, Pengatur, Pendidik alam semesta. Kasih sayang-Nya tidak pernah henti
tercurah kepada kita setiap saat. Rasa syukur penulis sesungguhnya juga adalah
bentuk kasih sayang-Nya, karena Allah memudahkan penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini dengan baik, sehingga sangat mustahil penulis mampu
bersyukur secara sempurna, karena setiap syukur yang penulis ucapkan
memerlukan syukur lainnya yang tak mungkin berakhir.
Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad Saw yang senantiasa mampu
menunjukkan bukti kehambaannya. Mudah-mudahan penulis dapat mengikuti
jejak langkah beliau dalam mendekati Allah SWT sedekat-dekatnya.
Penulis menyadari bahwasanya skripsi ini tidak dapat terselesaikan tanpa
adanya dukungan dan motivasi baik moril maupun materil dari berbagai pihak.
Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada:
1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA, sebagai Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan (FITK) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. H. Abdul Majid Khon, M.Ag, selaku ketua jurusan Pendidikan Agama
Islam, yang selalu memberikan masukan dan semangat kepada penulis.
3. Marhamah Sholeh, Lc. MA., selaku sekertaris jurusan Pendidikan Agama
Islam, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Dra. Djunaidatul Munawwarah, MA, Selaku dosen pembimbing skripsi yang
senantiasa memberikan semangat, bimbingan dan masukan dengan penuh
kesabaran dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga Allah senantiasa
melimpahkan kesehatan dan kebahagiaan untuk ibu, amin.
5. Ahmad Irfan Mufid, MA., Selaku Dosen Penguji I dan Drs. Abd. Haris,
M.Ag., selaku Dosen Penguji II.
6. Bapak dan ibu dosen dengan penuh keikhlasan telah memberikan pelajaran
paling berharga bagi penulis.
7. Karyawan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan serta Pimpinan dan seluruh
staf Perpustakaan Utama dan Perpustakaan FITK, yang turut memberikan
iii
8. Terkhusus penulis persembahkan skripsi ini untuk ibunda tercinta Leswita dan
ayahanda tercinta Supuan Cik, kakak tercinta Bogi Nopriansyah, keponakan
tersayang Adelia Andini dan Chika Despi Idil Fitri. Dan terkhusus juga telah
usainya kuliahku ini ku persembahkan untuk ayunda tercinta Almarhumah
Nefi Hailes, salam rindu yang tak henti untukmu, serta seluruh keluarga besar
lainnya, yang selalu memotivasi baik moril maupun materil, mendoakan,
menyemangati, dan mencurahkan perhatian dan kasih sayangnya, sehingga
penulis mampu menyelesaikan skripsi ini. Doa penulis selalu, semoga Allah
memberikan umur yang panjang, melimpahkan keberkahan dan kesehatan,
serta senantiasa memuliakan keluarga kita di dunia dan di akhirat, amin.
9. Habibi tersayang Afrengki Sabta Roma beserta seluruh keluarga, atas cinta
kasih, doa dan motivasinya untuk terus berjuang dalam menjalani dan
melewati setiap proses studyku. Semoga Allah selalu melimpahkan
kebahagiaan dan kesehatan untuk kalian, amin.
10.Untuk teman-temanku di rumah Al-Family; Amiroh Adilah, Sari Bunga, Santi
Yuniartiningsih, Annisa, Sinta, Rina dan semuanya. Terima kasih banyak
dalam kebersamaan kurang lebih 3 tahun ini, semoga tali persaudaraan kita
terus terjaga & sukses selalu untuk menjalankan tantangan kehidupan ataupun
pendidikan selanjutnya, amin.
11.Teman-teman PAI angkatan 2009 khususnya kelas A yang tidak bisa
disebutkan satu persatu, semoga persaudaraan yang terjalin selama ini
membawa kebaikan untuk kita semua, sukses selalu untuk kita semua, amin.
Akhirnya, penulis hanya bisa memanjatkan doa kepada Sang Pemberi Rahmatan
Lil ‘Alamin Allah SWT, semoga segala doa, ilmu, motivasi, bantuan, serta masukan dari mereka dibalas oleh-Nya dengan beribu-ribu kebaikan dan dicatat
menjadi amal ibadah. Amin.
Jakarta, 11 Juni 2015
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... iv
BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ... 1
B.Identifikasi Masalah ... C.Pembatasan dan Perumusan Masalah ... D.Tujuan Penelitian ... 8
E.Manfaat Penelitian ... 8
BAB II KAJIAN TEORI A.Nilai Moral Dalam Islam ... 9
1. Pengertian Nilai Moral ... 9
2. Sumber Nilai Moral... 13
B.Konsep Keluarga dalam Islam ... 15
1. Pengertian Keluarga ... 15
2. Fungsi dan Tanggung Jawab Pendidikan dalam Keluarga .. 16
3. Interaksi Harmonis dalam keluarga ... 20
C.Remaja dan Ciri-ciri Perkembangannya ... 25
1. Pengertian Remaja ... 25
2. Ciri-ciri Masa dan Perkembangan Remaja ... 28
a.Perkembangan Fisik ... 29
b.Perkembangan Emosi ... 31
c.Perkembangan Kecerdasan ... 32
d.Perkembangan Jiwa Sosial ... 33
e.Perkembangan Keberagamaan ... 34
1) Percaya turut-turutan. ... 36
2) Percaya dengan kesadaran ... 36
3) Kebimbangan Beragama ... 37
4) Tidak Percaya Kepada Tuhan ... 38
v
E.Penelitian yang Relevan ... 48
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A.Waktudan Objek Penelitian ... 50
B.Metode Penelitian ... 53
C.Fokus Penelitian ... 55
D.Prosedur Penelitian ... 55
BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.Nilai-nilai Moral Esensial Bagi Remaja ... 57
1. Jujur ... 57
2. Disiplin ... 59
3. Percaya Diri ... 61
4. Peduli... 63
5. Mandiri ... 64
B.Pendekatan Sosial dan Psikologi dalam Penanaman Nilai-nilai Moral bagi Remaja ... 66
1. Pendekatan Sosial... 66
a. Imitasi ... 67
b. Sugesti ... 68
c. Identifikasi ... 69
2. Pendekatan Psikologi ... 70
a. Teori Penalaran ... 71
b. Teori Perilaku Moral (behavior) ... 74
c. Teori Kata Hati ... 76
C.Penerapan Pendekatan Sosial dan Psikologi Untuk Penanaman Nilai-nilai Moral Remaja dalam Keluarga ... 78
1. Peran hukum, kebiasaan dan peraturan dalam perkembangan moral ... 81
2. Peran hati nurani dalam perkembangan moral ... 83
vi
4. Peran interaksi sosial dalam perkembangan moral ... 89
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A.Kesimpulan ... 95
B.Saran ... 96
1
A. Latar Belakang Masalah
Terdapat suatu pandangan “Tegaknya suatu bangsa tergantung pada moralnya, dan runtuhnya moral bangsa tergantung pada penghayatan dan pengamalan pada agama.” Paradigma di atas relevan dengan diutusnya para Nabi dan Rasul, dengan salah satu tugasnya untuk menyempurnakan akhlak.
Sebagaimana yang terdapat di dalam ayat Al-Qur’an yang berbunyi:
Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (Q.S. Al-Ahzab [33]:21)1
Dari generasi ke generasi masyarakat suatu bangsa akan mengalami
pertumbuhan yang berbeda di mana kualitas masyarakatnya akan ditentukan oleh
pengalaman dan pembelajaran yang berkualitas pula, begitu juga sebaliknya.
Salah satu indikator yang menentukan kualitas suatu generasi masyarakat
ditentukan oleh pendidikan yang diperoleh baik itu melalui pendidikan formal,
informal maupun pendidikan non formal. Secara teoritik, penanaman akhlak atau
pun moral pada anak juga harus diterapkan dalam berbagai lingkungan
pendidikan.
Dewasa ini pendidikan di Indonesia diarahkan pada pembinaan karakter
bangsa, berkaitan dengan ini Renstra (Rencana Strategis) Kementerian Pendidikan
Nasional (sekarang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan) 2010-2014 telah
mencanangkan penerapan pendidikan karakter untuk seluruh jenjang pendidikan
di Indonesia mulai tingkat Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sampai Perguruan
Tinggi (PT) dalam sistem pendidikan di Indonesia.2 Dalam implementasinya
pendidikan karakter merupakan upaya pembimbingan perilaku siswa agar
mengetahui, mencintai dan melakukan kebaikan. Fokusnya pada tujuan-tujuan
etika melalui proses pendalaman apresiasi dan pembiasaan.
Kemudian setelah itu turunlah kurikulum 2013 yang selain berisi deskripsi
Kompetensi Dasar, berisi pula Kompetensi Inti dan Struktur Kurikulum. “Kompetensi Dasar dikembangkan dari Kompetensi Inti, sedangkan pengembangan Kompetensi Inti mengacu pada Struktur Kurikulum”.3 Kompetensi
Inti merupakan kompetensi yang mengikat berbagai Kompetensi Dasar ke dalam
aspek sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang harus dipelajari peserta didik
untuk suatu jenjang sekolah, kelas, dan mata pelajaran. Kompetensi Inti harus
dimiliki peserta didik untuk setiap kelas melalui pembelajaran dengan pendekatan
pembelajaran siswa aktif. Kompetensi Dasar merupakan kompetensi setiap mata
pelajaran untuk setiap kelas.
Dari pernyataan di atas telah terlihat bahwa ini menandakan telah
terjadinya krisis moral dan merosotnya nilai-nilai positif bangsa kita, yang pada
akhirnya hal ini menjadi kekhawatiran untuk kita semua. Diantaranya
masalah-masalah yang telah menggejala di tengah masyarakat, dapat dilihat pada problem
tentang penanaman moral di instansi keluarga: Keluarga pada saat ini dihadapkan
pada tuntutan yang semakin berat, terutama untuk mempersiapkan anak agar
mampu menghadapi berbagai dinamika perubahan yang berkembang pesat.
Perubahan yang terjadi bukan saja berkaitan dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi saja, tetapi juga menyentuh perubahan dan pergeseran
aspek nilai moral yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat.4
Kini hubungan orang tua dan remaja cenderung menjadi renggang, karena
lingkungan makin luas dan kesibukan orang tuapun semakin tinggi. Hingga
2
Retno Listyarti, Pendidikan Karakter dalam Metode Aktif, Inovatif, dan Kreatif, (Jakarta: Esensi Erlangga Group, 2012), h. 2
3
Kompas.com. oleh Mohammad Nuh, Kurikulum 2013, (diakses pada tanggal 20 Maret 2014), http://edukasi.kompas.com/read/2013/03/08/08205286/Kurikulum.2013
4
hubungan remaja dengan lingkungan luarpun semakin luas pula. Hal ini
menyebabkan pertemuan remaja dengan orang tua semakin berkurang, karena itu
kesempatan orang tua untuk menanamkan nilai-nilai agama dan norma pada
remaja juga semakin berkurang. Dengan kata lain, peran institusi keluarga
menjadi tidak kokoh lagi atau tidak solid. Kemudian cara yang memberikan
kebebasan kepada anaknya, egois orang tua karena pandangan liberal telah
menjamur di masyarakat, gaya hidup orang tua yang glamour, ketidaktauan
tentang penanganan dalam penanaman moral pada remaja, juga tidak adanya
keteladanan dari keluarga terutama kedua orangtua, hal inilah yang sering terjadi
dalam suatu keluarga di tengah-tengah masyarakat.
Kemudian dilihat pada problem kecenderungan remaja berprilaku yang
melanggar nilai-nilai moral;
Kurangnya sopan santun kepada orang tua dan yang lebih tua darinya, adab berpakaian, pergaulan antara laki-laki dan perempuan seolah-olah tidak ada lagi batasan-batasannya. Budaya luar yang negatif mudah terserap tanpa ada filter yang cukup kuat dari remaja, dari mulai gaya hidup modern yang konsumeris-kapitalistik dan hedonis yang tidak didasari akhlak dan budi pekerti yang luhur dari bangsa ini cepat masuk dan mudah ditiru oleh generasi muda.5
Perilaku negatif yang lainnya, seperti tawuran, anarkis, sikap cepat marah,
ikut dalam geng-geng motor, kemudian terbaru lagi belakangan ini ada yang
namanya cabe-cabean menjadi budaya baru remaja yang dapat membuat resah
masyarakat, bahkan pada taraf tertentu menjadi tindakan anarkis, sampai ada yang
menjadi korban atau terbunuh, dan lain-lain. Premanisme ada di mana-mana,
emosi meluap-luap, cepat tersinggung, serta ingin menang sendiri menjadi bagian
hidup yang akrab dalam pandangan sebagian dari diri masyarakat sendiri terutama
di kalangan remaja. Tindak anti sosial dan peraturan, kejahatan mencuri ataupun
menyakiti orang lain, menodong, bahkan membajak bus umum pelakunya adalah
pelajar sekolah. Salah satu contoh; Puluhan pelajar SMA Negeri 46 Jakarta
ditangkap aparat kepolisian karena membajak bus Kopaja untuk tawuran
dikawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Aksi pembajakan tersebut gagal
5
dilakukan karena sopir Kopaja dengan berani membelokan kendaraannya kedalam
kantor polisi. Tidak hanya membajak, mereka mempersenjatai diri dengan
berbagai senjata yang mampu melukai dan melumpuhkan pelajar sekolah lain,
misalnya sabuk gir motor.6 Entah apa yang ada di benak para pelajar SMA Negeri
46 Jakarta yang telah diamankan di Mapolsek Metro Kebayoran Baru ini. Waktu
jam pelajaran yang harusnya berada di kelas, mereka manfaatkan justru untuk
menyerang pelajar sekolah lain. Yang lebih parah lagi, penyerangan dilakukan
dengan membajak sebuah bus Kopaja yang sedang beroperasi.
Kenyataan lain yang juga menunjukkan adanya indikator kemerosotan
moral yaitu banyaknya terjadi kasus peredaran narkoba dan kasus pelecehan
seksual yang dilakukan juga oleh pelajar sekolah. Dalam hal ini, terjadinya pelaku
pengedar dan pemakai narkoba di antaranya adalah kalangan pelajar, sementara
pelecehan seksual juga terjadi di kalangan remaja, hal ini sebagai akibat dari
pergaulan bebas.
Di Indonesia pada tahun 1980-an hanya terdapat 80.000 sampai 130.000
kasus penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya
(NAPZA), namun pada tahun 2008 telah meningkat menjadi sekitar 5 juta kasus
penyalahgunaan napza. Pemerintah melihat semakin berbahayanya persoalan
napza ini. Hal ini dikemudian hari mendorong lembaga- lembaga swadaya
masyarakat untuk ikut terlibat dalam menanggulangi masalah napza ini seperti
Granat, kelompok No-Drugs, dan Lain-lain. Kelompok yang menjadi sasaran
Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) adalah generasi muda
yang merupakan calon-calon pemimpin bangsa. Apa jadinya jika generasi muda
tidak sibuk untuk meraih prestasi tertinggi, tetapi malah asik dalam
penyalahgunaan napza.7
Siti Alfiasih, Kasubdit Masyarakat BNN mengatakan “saat ini (tahun
2013) diperkirakan 4 juta orang yang menjadi penyalahguna narkoba di Indonesia.
6
Dedi Irawan. (PATROLI), Aksi Tawuran Pelajar: 40 Pelajar Bajak Kopaja Untuk
Tawuran, (diakses pada tanggal 20 Maret 2014),
(http://www.indosiar.com/patroli/40-pelajar-bajak-kopaja-untuk-tawuran_111160.html) 7
Pada tahun 2015, diproyeksikan angka ini akan meningkat sampai sekitar 5,1 juta
orang. Bila tanpa ada kemampuan masyarakat untuk menolak, katanya, maka
angka ini akan terlampaui dan menimbulkan dampak buruk yang lebih besar bagi
Indonesia”.8
Kemudian berdasarkan beberapa data mengenai pergaulan bebas di
kalangan remaja, di antaranya dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)
menyatakan sebanyak 32 persen remaja usia 14 hingga 18 tahun di kota-kota
besar di Indonesia (Jakarta, Surabaya, dan Bandung) pernah berhubungan seks.
Hasil survei lain juga menyatakan, satu dari empat remaja Indonesia melakukan
hubungan seksual pranikah dan membuktikan 62,7 persen remaja kehilangan
keperawanannya saat masih duduk di bangku SMP, dan bahkan 21,2 persen di
antaranya berbuat ekstrim, yakni pernah melakukan aborsi. Bagi mereka aborsi
dilakukan sebagai jalan keluar akibat dari perilaku seks bebas.9 Pergaulan seks
bebas di kalangan remaja Indonesia saat ini sungguh sangat ironis dan
memprihatinkan.
Begitulah dalam kehidupan sekarang ini, generasi muda banyak berbuat
sesuatu diluar pemikiran akal sehatnya karena tidak dilandasi iman yang kuat.
Kasus peredaran narkoba melibatkan para remaja juga pelajar, demikian pula
kasus tawuran antar pelajar tadi, penyimpangan yang dilakukan generasi muda
tidak lepas dari pengaruh perkembangan kehidupan kejiwaannya yang sedang
mengalami kegoncangan akibat perubahan atau berada pada masa transisi, baik
dari segi jasmani maupun rohaninya yang berjalan begitu cepat. Kegoncangan
pada jiwa tersebut menimbulkan berbagai keresahan yang menyebabkan labilnya
pikiran, perasaan, dan kemauan begitu juga keyakinan terhadap Tuhan
berubah-ubah sesuai dengan kondisi emosinya yang tidak stabil. Sebenarnya yang lebih
berbahaya justru yang timbul pada diri dari masing- masing setiap orang itu
sendiri.10
8
M Satibi, BNN Perkirakan 2015 Jumlah Pengguna Narkotika Capai 5,1 juta, (diakses pada tanggal 20 Maret 2014), (http://id.scribd.com/doc/151518762/BNN-Perkirakan-2015-Jumlah-Pengguna-Narkotika-Capai-5)
9
Puspitawati Herien, Seks Bebas di Kalangan Remaja (Pelajar dan Mahasiswa), Penyimpangan, Kenakalan, atau Gaya Hidup?? ,(diakses pada tanggal 02 Feb 2014), (http://sule-gratis.blogspot.com/2013/01/seks-bebas-di-kalangan-remaja-pelajar.html)
10
Memperhatikan kasus-kasus tersebut di atas, jelas bahwa penanaman
moral pada remaja tidak secara tiba-tiba ditanamkan di lingkungan sekolah
(institut formal), tetapi jauh dari sebelumnya sudah harus ada penanaman
nilai-nilai moral untuk bekal remaja pada lingkungan keluarga (institut informal).
Untuk itu para pendidik khususnya para orang tua, perlu menguasai beberapa
pendekatan dalam penanaman moral, baik secara persuasif mau pun normatif
berdasarkan nilai-nilai agama Islam, melalui interaksi yang efektif, antara lain
melalui pendekatan sosial dan pendekatan psikologi. Maka skripsi ini
dimaksudkan untuk menjadi rambu-rambu teoritik penanaman nilai-nilai moral
pada remaja dalam keluarga. Lebih jelasnya dengan skripsi yang berjudul:
“PENDEKATAN SOSIAL DAN PSIKOLOGI UNTUK MENANAMKAN
NILAI-NILAI MORAL PADA REMAJA DALAM KELUARGA”
B. Identifikasi Masalah
Seperti yang telah dipaparkan dalam latar belakang masalah di atas, maka
penulis mengidentifikasi masalah dalam penelitian ini sebagai berikut :
1. Masuknya budaya asing yang negatif, dapat mempengaruhi perilaku dan
kepribadian remaja, terutama di kalangan mereka yang tidak dibekali dengan
nilai-nilai moral agama yang kuat sebagai filter.
2. Kurangnya kepekaan orangtua terhadap emosi anak (remaja), yang mana di
usia remaja mereka harus mendapatkan perhatian khusus dan arahan dalam
membentuk kepribadian yang baik.
3. Banyaknya kasus-kasus pelanggaran nilai-nilai moral dan sosial yang terjadi
pada usia remaja di Indonesia karena orang tua kurang memperhatikan
pendidikan agama Islam untuk anak (remaja).
4. Terjadinya komunikasi yang kurang baik antara orangtua dan anak,
mengakibatkan kurangnya pendekatan persuasif dan interaksi yang baik.
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas yang menggambarkan luasnya
persoalan moral remaja, penulis memberikan batasan masalah pada:
1. Nilai-nilai moral yang penting ditanamkan kepada anak khususnya usia
a. Jujur
b. Disiplin
c. Percaya Diri
d. Peduli
e. Mandiri
Kemudian yang dimaksud nilai moral di sini adalah tidak hanya yang
dipandang oleh masyarakat, tetapi juga yang terkandung dalam ajaran Agama
Islam seperti Al-Qur’an dan Hadis.
2. Analisis terhadap penanaman nilai-nilai moral di atas, yaitu ditinjau dari
pendekatan sosial dan psikologi.
a. Pendekatan sosial yang dimaksud adalah ditekankan pada interaksi dalam
keluarga antara orangtua dan anak (remaja), baik berupa penciptaan
kondisi dalam keluarga, sehingga terjadinya proses imitasi, sugesti hingga
identifikasi pada anak (remaja). Ini akan dikembangkan melalui teori
interaksi sosial.
b. Pendekatan psikologi yang dimaksud adalah ditekankan pada persiapan
mental remaja, dengan membina kondisi mentalnya melalui pembinaan
secara rasional, pengendalian perilaku moral (behavior) dan
pembentukkan kata hati, dalam membentuk sikap/perilaku, sehingga
terlahirlah kepribadian.
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, supaya tidak terjadi perbedaan
interpretasi dan pemahaman, maka masalah ini dirumuskan sebagai berikut :
1. Nilai-nilai moral apa saja yang penting ditanamkan pada anak dalam keluarga
khususnya pada usia remaja?
2. Bagaimanakah cara menanamkan nilai-nilai moral pada anak dalam keluarga
khususnya di usia remaja?
3. Bagaimana implementasi pendekatan sosial dalam penanaman nilai-nilai
moral pada anak dalam keluarga khususnya di usia remaja?
4. Bagaimana implementasi pendekatan Psikologi dalam penanaman nilai-nilai
D. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah diatas, tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui nilai-nilai moral apa saja yang penting dan perlu
ditanamkan kepada anak khususnya pada usia remaja dalam keluarga.
2. Untuk mengetahui pendekatan dalam penanaman nilai-nilai moral pada anak
khususnya untuk usia remaja.
3. Untuk mengetahui penerapan dari pendekatan yang dipakai dalam
menanamkan nilai-nilai moral pada anak khususnya untuk usia remaja.
E. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini dibagi menjadi dua hal, yakni secara teoritis dan
secara praktis.
1. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan ilmu pengetahuan
dikalangan akademis khususnya Ilmu Pendidikan Agama Islam untuk
mengungkap kompleksitas terkait berbagai permasalahan perilaku
menyimpang bermasyarakat pada remaja. (Teoritis).
2. Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi masukan yang berharga bagi
masyarakat umum terutama untuk para orangtua (keluarga) agar lebih
memperhatikan keadaan serta perkembangan anak dengan memasukkan
hal-hal yang bersifat positif untuk menjadi faktor terpenting dalam membantu
memberikan arahan yang baik untuk remaja. (Praktis).
3. Sebagai bahan untuk menentukan pendekatan yang tepat dalam memberikan
contoh yang baik untuk remaja. (Praktis).
9
BAB II KAJIAN TEORI
A. Nilai Moral Dalam Islam 1. Pengertian Nilai Moral
“Nilai adalah suatu perangkat keyakinan ataupun perasaan yang diyakini sebagai suatu identitas yang memberikan corak yang khusus kepada pola
pemikiran, perasaan, keterkaitan maupun perilaku.”11
Mohammad Noor Syam menyatakan dalam bukunya yang berjudul
Filsafat Kependidikan dan Dasar Filsafat Kependidikan Pancasila, bahwa “nilai
adalah suatu penetapan atau kualitas suatu objek yang menyangkut suatu jenis
apresiasi atau minat.”12
“Nilai merupakan implikasi hubungan yang diadakan manusia yang sedang memberi nilai antara satu benda dengan satu ukuran. Nilai merupakan
realitas abstrak. Nilai dirasakan dalam diri masing-masing sebagai daya
pendorong atau prinsip-prinsip yang menjadi penting dalam kehidupan, sampai
pada suatu tingkat, dimana sementara orang-orang lebih siap untuk mengorbankan hidup mereka dari pada mengorbankan nilai.”13
Menurut Muhammad Djunaidi Ghony dalam bukunya “Nilai Pendidikan”, menyimpulkan bahwa nilai itu mempunyai 4 macam arti, antara lain:
a. Bernilai, artinya berguna
b. Merupakan nilai, artinya baik, benar atau indah
c. Mengandung nilai, artinya merupakan objek atau keinginan atau sifat yang
menimbulkan sikap setuju serta suatu predikat
d. Memberi nilai, artinya memutuskan bahwa sesuatu itu diinginkan atau
menunjukkan nilai.14
11
Zakiah Darajat, Ahmad Sajali, dkk, Dasar-dasar Agama Islam Buku Teks Pendidikan Agama Islam Pada Perguruan Tinggi Umum, (Jakarta: Bulan Bintang, 1996), cet. 10, h. 260
12
Mohammad Noor Syam, Filsafat Kependidikan dan Dasar Filsafat Kependidikan Pancasila, (Surabaya: Usaha Nasional, 1988), h. 133
13
Khoiron Rosyadi, Pendidikan Profetik, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), h. 114-115
14
Definisi nilai menurut M. Ali dan M. Asrori “nilai diartikan sebagai suatu
tatanan yang dijadikan panduan oleh individu untuk menimbang dan memilih
alternatif keputusan dalam situasi sosial tertentu”.15 Dalam perspektif ini,
kepribadian manusia terbentuk dan berakar pada tatanan nilai-nilai dan
kesejarahan.
Dari beberapa definisi di atas, penulis menyimpulkan bahwa nilai adalah
sesuatu yang bermanfaat dan diyakini kebenarannya serta mendorong orang untuk
mewujudkannya bagi kehidupan manusia sebagai acuan tingkah laku. Secara
filosofis, nilai sangat terkait dengan masalah etika. Etika juga sering disebut
dengan filsafat nilai yang mengkaji nilai-nilai moral sebagai tolak ukur tindakan
dan perilaku manusia dalam berbagai aspek kehidupannya.
Perilaku Moral berarti perilaku yang sesuai dengan kode moral kelompok sosial. Menurut Elizabeth B. Hurlock dalam bukunya “Perkembangan Anak”, “Moral berasal dari kata Latin mores, yang berarti tatacara, kebiasaan dan adat. Perilaku moral dikendalikan konsep-konsep moral, peraturan perilaku yang telah
menjadi kebiasaan bagi anggota suatu budaya dan yang menentukan pola perilaku
yang diharapkan dari seluruh anggota kelompok”.16 Sedangkan menurut Moh.
Toriquddin, “moral berarti kesusilaan, perasaan batin, kecenderungan untuk
melakukan sesuatu perbuatan”.17
Moral adalah nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan bagi
seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.18 Maksudnya
adalah nilai dan norma moral yang bersumber dari adat istiadat dan budaya
bermasyarakat. Misalnya perbuatan seseorang dikatakan tidak bermoral,
maksudnya bahwa perbuatan orang itu dianggap melanggar nilai-nilai dan
norma-norma etis yang berlaku dalam masyarakat.
15
Mohamad Ali dan Mohammad Asrori, Psikologi Remaja “Perkembangan Peserta didik”, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), cet. 7, h. 134
16
Elizabeth B. Hurlock, Perkembangan Anak, (Jakarta: Erlangga, 1978), Jilid 2 Edisi ke-6, h. 74
17Moh. Toriquddin, Sekularitas Tasawuf “Membumikan Tasawuf dalam Dunia modern”, (Malang: UIN-Malang Press, 2008), cet. 1, h. 11
18
Dapat ditarik kesimpulan bahwa moral mempunyai pengertian yang
memuat ajaran tentang baik buruknya suatu perbuatan, perbuatan itu dinilai
sebagai perbuatan yang baik atau perbuatan yang buruk. Secara umum moral itu
berasal dari adat istiadat yang berlaku dalam masyarakat.
Masalah moral itu sendiri adalah suatu masalah yang menjadi perhatian
orang di mana saja, baik dalam masyarakat yang telah maju, maupun dalam
masyarakat yang masih terbelakang. Karena kerusakan moral seseorang
mengganggu ketenteraman yang lain. Jika dalam suatu masyarakat banyak orang
yang rusak moralnya, maka akan goncanglah keadaan masyarakat itu.
Secara dinamis, nilai moral dipelajari dari produk sosial dan secara
perlahan diinternalisasikan oleh individu serta diterima sebagai milik bersama
dengan kelompoknya. Jadi nilai moral merupakan sesuatu yang memungkinkan
individu atau kelompok sosial membuat keputusan mengenai apa yang dibutuhkan
atau sebagai suatu yang ingin dicapai.
Nilai moral dalam Islam disebut akhlak. “Akhlak ialah bentuk jamak dari
khuluk (khuluqun) yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku, atau tabi’at.
Dalam bahasa Yunani pengertian khuluq ini disamakan dengan kata ethicos atau
ethos, artinya adab kebiasaan, perasaan batin, kecenderungan hati untuk
melakukan perbuatan. Ethicos kemudian berubah menjadi etika. Sedangkan etika
adalah ilmu pengetahuan asas-asas akhlak (moral)”.19 Jadi khuluk merupakan
gambaran sifat batin manusia, kondisi mental yang mendorong perbuatan dengan
mudah, tanpa pemikiran dan alasan-alasan, dalam artian adalah spontanitas. “Akhlak adalah keadaan jiwa yang menyebabkan munculnya perbuatan -perbuatan tanpa pertimbangan yang mendalam”. 20 Pada dasarnya akhlak
merupakan tingkah laku dan gerak-gerik seseorang yang sering dilakukan.
Misalnya, tingkah laku dan gerak-gerik seseorang ketika bertemu dengan
orangtuanya, orang yang lebih tua, temannya baik laki-laki ataupun perempuan,
saudaranya, Tuhannya, dirinya atau bahkan dengan lingkungannya. Karena,
19
M. Yatimin Abdullah, Studi Akhlak dalam Perspektif Al-Qur’an, (Jakarta:Amzah, 2007), cet. 1, h. 2-3
20
memang objek akhlak itu bukan hanya dalam hubungan manusia dengan manusia
lainnya, akan tetapi juga dalam hubungannya dengan Tuhan, alam sekitar dan
dirinya sendiri.
Dalam hubungan ini Abudin Nata berpendapat dalam bukunya “akhlak
tasawuf” yaitu:
Bahwa Ilmu Akhlak adalah ilmu yang membahas tentang perbuatan manusia yang dapat dinilai baik atau buruk. Tetapi tidak semua amal yang baik atau buruk itu dapat dikatakan perbuatan akhlak. Banyak perbuatan yang tidak dapat disebut perbuatan akhlaki, dan tidak dapat dikatakan perbuatan baik atau buruk. Perbuatan manusia yang dilakukan atas dasar kemauannya atau pilihannya seperti bernafas, berkedip, berbolak-baliknya hati dan terkejut ketika tiba-tiba terang sebelum gelap tidaklah disebut akhlak, karena perbuatan tersebut yang dilakukan tanpa pilihan.21
Akhlak dapat ditarik kesimpulan sebagai ilmu tata krama, yang berusaha
mengenal tingkah laku manusia, kemudian memberi nilai kepada perbuatan baik
atau buruk sesuai dengan norma-norma dan tata susila yang bersumber dari
nilai-nilai ajaran Islam.
Moral (akhlak) memiliki kaitan erat dengan keimanan (aqidah). Bahkan
seringkali disebut bahwa akhlak itu buah dari iman, karena orang yang kuat
imannya, akan terpelihara perbuatan-perbuatannya dari hal-hal yang keji dan
rendah, dan sebaliknya juga orang yang buruk moralnya (berbuat keji dan rendah)
menunjukkan ketidaksempurnaan imannya. Oleh sebab itu nilai-nilai moral dalam
Islam adalah nilai-nilai yang bersumber dalam ajaran Islam itu sendiri.
Bahkan menurut Islam akhlak merupakan tolak ukur dari nilai keimanan
seseorang, semakin baik akhlak seseorang maka semakin sempurna pula imannya.
Sebagaimana dikatakan oleh Nabi saw:
Dari Abu Hurairah berkata: “Rasulullah saw bersabda: orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik budi pekertinya
(akhlaknya)”.22
21
Abudin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003), cet. 5, h. 6 22
Bahkan kesempurnaan akhlak adalah sebagai tujuan dari diutusnya Nabi
Muhammad saw. seperti dalam hadits:
“Sesungguhnya aku ini diutus hanyalah untuk menyempurnakan
kemuliaan akhlak.” (H.R Maliki).23
2. Sumber Nilai Moral
Moral dalam Islam (akhlak), tidak terbatas pada adat istiadat dan budaya
yang ada dalam masyarakat, akan tetapi mendahulukan nilai-nilai yang bersumber
dari Al-Qur’an dan Hadist. Adapun M. Yatimin Abdullah menegaskan bahwa “sumber ajaran moral (akhlak) yang utama ialah Al-Qur’an dan hadis”.24 Tingkah laku Nabi Muhammad saw merupakan contoh suri teladan bagi umat manusia. Ini
ditegaskan oleh Allah dalam A-Qur’an:
Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah”. (QS. Al-Ahzab [33]: 21)25
Hadis Rasulullah saw meliputi perkataan dan tingkah laku beliau,
merupakan sumber akhlak yang kedua setelah Al-Qur’an. Segala ucapan dan
perilaku beliau senantiasa mendapatkan bimbingan dari Allah SWT. Allah SWT
berfirman:
Artinya: “Dan Tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya)”. (QS. An-Najm [53]: 3-4)26
23
Ibid., h. 7 24
Ibid., h. 4 25
Departemen Agama, loc. cit. 26
Dalam ayat lain Allah memerintahkan agar selalu mengikuti jejak
Rasulullah saw dan tunduk kepada apa yang dibawa oleh beliau. Allah SWT
berfirman:
Artinya: “Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Amat keras hukuman-Nya”. (QS. Al-Hasyr [59]: 7)27
Kemudian Zakiyah Daradjat menegaskan bahwa sumber nilai yaitu:
1. Nilai yang Ilahi yaitu Al-Qur’an dan Sunnah.
2. Nilai yang duniawi yaitu ra’yu (pikiran), adat istiadat dan kejadian alam.28
Bagi umat Islam, “sumber nilai yang tidak berasal dari Al-Qur’an dan
Sunnah hanya digunakan sepanjang tidak menyimpang atau yang menunjang
sistem nilai yang bersumber kepada Al-Qur’an dan Sunnah”.29 Allah SWT
berfirman:
Artinya: “Dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalanKu yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikauti jalan-jalan (yang lain) karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalannya. Yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa”. (QS. Al-An’am [6]:153)30
Dapat ditarik kesimpulan, bahwa sumber nilai moral bisa berasal dari hasil
pemikiran, adat istiadat atau tradisi, ideologi bahkan dari agama. Dalam konteks
pendidikan Islam, maka sumber nilai moral yang paling utama adalah Al-Qur’an
dan As-sunnah Nabi Muhammad saw, yang kemudian dikembangkan menjadi
nilai-nilai hasil ijtihad para ulama, dan nilai-nilai yang terimplementasi dalam
kehidupan budaya umat Islam.
27
Ibid., h. 436 28
Zakiah Darajat dan Ahmad Sajali, dkk, op. cit., h. 262 29
Ibid., h. 262 30
B. Konsep Keluarga dalam Islam
1. Pengertian Keluarga
Keluarga merupakan suatu unit yang terdiri dari beberapa orang yang
masing-masing mempunyai kedudukan dan peranan tertentu. Keluarga itu dibina
oleh sepasang manusia yang telah sepakat untuk mengarungi hidup bersama
dengan tulus dan setia, didasari keyakinan yang dikukuhkan melalui pernikahan,
dipateri dengan kasih sayang, ditujukan untuk saling melengkapi dan
meningkatkan diri dalam menuju ridha Allah SWT.31
Menurut Abu Ahmad, “keluarga adalah unit/satuan masyarakat terkecil
yang sekaligus merupakan suatu kelompok kecil dalam masyarakat. Kelompok
ini, dalam hubungannya dengan perkembangan individu, sering dikenal dengan
sebutan primary group, kelompok inilah yang melahirkan individu dengan
berbagai macam bentuk kepribadiannya dalam masyarakat”.32
“Keluarga adalah multibodied organism, organism yang terdiri dari banyak badan. Keluarga merupakan satu kesatuan (entity) atau orginisme,
mempunyai komponen-komponen yang membentuk organisme keluarga itu”.33
Komponen-komponen tersebut ialah anggota keluarga.
Sedangkan menurut pandangan agama Islam, terbentuknya lembaga
keluarga bermula pada saat seseorang membutuhkan orang lain, yang dapat
mendampinginya, ikut memikul bebannya dan saling tolong menolong di dalam
merealisasikan tugas-tugas pengabdiannya terhadap Allah SWT.34
Sebagaimana Firman Allah SWT yang berbunyi:
Artinya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang.Sesungguhnya pada yang demikian itu
31
Ulfatmi, Keluarga Sakinah dalam Perspektif Islam, (Jakarta: Kementerian Agama RI, 2011), Cet. 1, h.19
32
Abu Ahmad, Ilmu Sosial Dasar, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), h. 87 33
Ulfatmi, loc. cit., h. 19 34
benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”. (Q.S Ar-Rum [30]: 21)35
Keluarga dapat diterjemahkan juga ke dalam arti sempit dan dalam arti luas. Dalam arti sempit pengertian keluarga didasarkan pada hubungan darah yang terdiri atas ayah, ibu dan anak, yang disebut dengan keluarga inti. Sedangkan dalam arti yang luas, semua pihak yang ada hubungan darah sehingga tampil sebagai clan atau marga yang dalam berbagai budaya setiap orang memiliki nama kecil dan nama keluarga atau marga. Sementara itu arti keluarga dalam hubungan sosial tampil dalam berbagai jenis, ada yang kaitannya dengan silsilah, lingkungan kerja, mata pencaharian, profesi dan sebagainya.36
Ulfatmi menyebutkan lima ciri khas keluarga sebagai berikut:
a. Adanya hubungan yang berpasangan antara kedua jenis (pria dan wanita)
b. Dikukuhkan oleh suatu pernikahan
c. Adanya pengakuan terhadap keturunan (anak) yang dilahirkan dalam rangka
hubungan tersebut
d. Adanya kehidupan ekonomis yang diselenggarakan bersama
e. Dilaksanakannya kehidupan berumah tangga37
Dari keterangan di atas dapat disimpulkan secara umum bahwa keluarga
adalah unit pertama dan institusi pertama dalam masyarakat yang bersifat
langsung, artinya oleh keturunan darah perkawinan. Sebagai kelompok primer
yang penting dalam masyarakat serta kesatuan sosial yang utuh, maka disitulah
tahap awal proses permasyarakatan serta penanaman nilai-nilai moral pada
remaja, melalui interaksi tersebut maka didapatkan pengetahuan, keterampilan,
minat, nilai-nilai emosi serta sikap dalam hidup dan dengan itu akan didapatkan
ketenangan dan ketentraman.
2. Fungsi dan Tanggung Jawab Pendidikan dalam Keluarga
Pekerjaan-pekerjaan yang harus dilaksanakan oleh keluarga dipengaruhi
oleh kebudayaan sekitar dan intensitas keluarga dalam turut sertanya dengan
kebudayaan dan lingkungannya, keyakinan, pandangan hidup dan sistem nilai
35
Departemen Agama, op. cit., h. 324 36
Ulfatmi, op.cit., h. 20 37
yang menggariskan tujuan hidup serta kebijaksanaan keluarga dalam rangka
melaksanakan tata laksana fungsi dan tanggung jawabnya.
Sebenarnya, keluarga mempunyai fungsi yang tidak hanya terbatas selaku
penerus keturunan. Keluarga terdiri dari suami, isteri dan anak-anaknya. Dalam
bidang pendidikan, keluarga merupakan sumber pendidikan utama, karena segala
pengetahuan dan kecerdasan intelektual manusia diperoleh pertama-tama dari
orang tua dan anggota keluarganya sendiri.
Melihat unsur-unsur yang terkandung dalam keluarga, maka keluarga akan
memiliki fungsi sebagai berikut:
a. Fungsi Religius
b. Fungsi Biologis
c. Fungsi Edukasi
d. Fungsi Sosialisasi
e. Fungsi Afeksi dan Perasaan
f. Fungsi Ekonomis
g. Fungsi Rekreasi
h. Fungsi proteksi atau Perlindungan38
“Dalam kajian tentang pendidikan dalam keluarga, fungsi edukatiflah yang paling menonjol. Tetapi dalam implementasinya, terlaksananya fungsi edukatif ini
sangat dipengaruhi oleh terealisirnya fungsi-fungsi keluarga lainnya yaitu fungsi
affeksi, proteksi, sosialisasi, religius dan sebagainya”.39 Pelaksanaan edukasi
keluarga merupakan realisasi salah satu tanggung jawab yang dipikul orang tua.
Sebagai salah satu momen dari tri pusat pendidikan, keluarga merupakan
pendidikan yang pertama dan utama bagi anak. Iklim lingkungan keluarga, sikap
dan kebiasaan hidup semua anggota keluarga, keberagamaan dalam keluarga,
akan memberi kontribusi yang besar bagi perkembangan dan pembentukan
kepribadian remaja kelak.
Zakiah Daradjat menegaskan tentang peran keluarga sebagai lembaga
pendidikan dalam salah satu tulisannya;
38
Ibid., h. 21 39
Keluarga adalah wadah pertama dan utama bagi pertumbuhan dan pengembangan anak. Jika suasana dalam keluarga itu baik dan menyenangkan, maka anak akan tumbuh baik pula. Jika tidak, maka akan terhambatlah pertumbuhan anak tersebut. Peranan orang tua dalam keluarga amat penting. Dialah yang mengantarkan dan membuat rumah tangganya menjadi surga bagi anggota keluarga. Menjadi mitra sejajar yang saling menyayangi dengan suaminya.40
Dalam membicarakan pasal tempat-tempat pendidikan, memang benar
bahwa rumah tangga dan masyarakat termasuk dalam kategori wadah
dilaksanakannya pendidikan. Rumah tangga, memiliki pengaruh yang lebih dalam
pendidikan terutama dalam aspek pengaruh bahasa dan percakapan, moral dan
perilaku, perasaan dan sebagainya.
Sejalan dengan hal itu, maka sebagai wadah dimana pendidikan
dilaksanakan, rumah tangga atau keluarga berfungsi dan mempunyai tanggung
jawab dalam tiga hal penting:
a. Menyekolahkan anak untuk memberikan pengetahuan, keterampilan dan
membentuk perilaku anak sesuai dengan bakat dan minat yang dimiliki.
b. Mempersiapkan anak untuk kehidupan dewasa yang akan datang dalam
memenuhi perannya sebagai orang dewasa.
c. Mendidik anak sesuai dengan tingkat-tingkat perkembangannya.41
Pendidikan anak secara umum di dalam keluarga terjadi secara alamiah,
tanpa disadari oleh orang tua bahkan anggota keluarga lainnya, namun pengaruh
dan akibatnya sangatlah besar. Terutama pada tahun-tahun pertama dari
kehidupan anak atau pada masa balita (di bawah lima tahun). Pada umur tersebut
pertumbuhan kecerdasan anak masih terkait kepada panca inderanya dan belum
bertumbuh pemikiran logis atau maknawinya (abstrak), atau dapat kita katakan
bahwa anak masih berpikir inderawi.
Dengan demikian, jelas bahwa keluarga atau rumah tangga terutama para
orang tua untuk lebih memperhatikan dan memahami ciri-ciri anak pada
umur-umur tertentu dan mengetahui keperluan utama anak pada berbagai tahap umur-umur,
40
Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah, (Bandung, CV Ruhama, 1994), h. 47
41
hal ini guna mencapai tujuan dan fungsi-fungsi pendidikan dalam keluarga, yang
salah satunya adalah mempersiapkan anak untuk kehidupan dewasanya yang akan
datang dalam memenuhi perannya sebagai orang dewasa. Karena dalam kondisi
apapun pada dasarnya manusia memerlukan pemeliharaan, pengawasan, dan
bimbingan yang serasi dan sesuai agar pertumbuhan dan perkembangannya
berjalan secara baik dan benar.
Keluarga merupakan lapangan pendidikan yang pertama, dan pendidiknya
adalah kedua orang tua. Orang tua (bapak dan ibu) adalah pendidik kodrati.
Mereka pendidik bagi anak-anaknya karena secara kodrati ibu dan bapak
diberikan anugerah oleh Tuhan Pencipta berupa naluri orang tua. Karena naluri
ini, timbul rasa kasih dan sayang para orang tua kepada anak-anaknya, hingga
secara moral, keduanya merasa terkena beban tanggung jawab untuk memelihara,
mengawasi, melindungi dan membimbing keturunan mereka.
Pendidikan keluarga merupakan pendidikan dasar bagi pembentukan jiwa keagamaan anak. Perkembangan agama adalah terjalin dengan unsur-unsur kejiwaan sehingga sulit untuk diidentifikasi secara jelas, karena masalah yang menyangkut kejiwaan manusia sangat kompleks. Namun demikian, melalui fungsi-fungsi jiwa yang masih sangat sederhana tersebut, agama terjalin dan terlibat di dalamnya. Melalui jalinan unsur-unsur dan tenaga kejiwaan ini pulalah, agama itu dalam menanamkan jiwa keagamaan pada anak. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan apabila Rasul yang mulia menekankan tanggung jawab itu kepada kedua orang tua.42
Berkaitan dengan perkembangan agama, fungsi dan peran orang tua
bahkan mampu membentuk arah keyakinan anak-anak mereka. Setiap bayi yang
dilahirkan sudah memiliki potensi untuk beragama, namun bentuk keyakinan
agama yang akan dianut anak sepenuhnya bergantung pada bimbingan,
pemeliharaan dan pengaruh kedua orangtuanya.
Kehidupan moral tidak dapat dipisahkan dari keyakinan beragama. Karena
nilai-nilai moral yang tegas, pasti dan tetap, tidak berubah karena keadaan, tempat
dan waktu, adalah nilai yang bersumber kepada agama. Karena itu dalam
42
pembinaan anak khususnya generasi muda, perlulah kehidupan moral dan agama
itu sejalan dan mendapat perhatian yang serius terutama bagi kedua orang tua.43
Dalam pendidikan dan pembinaan generasi muda, peranan wanita sangat
penting, karena seorang ibulah biasanya yang paling lama berada di rumah di sisi
anak-anaknya dan pembinaan itu berarti pembinaan segala aspek dari kehidupan
mereka, terutama pembinaan pribadi yang mulai sejak si anak lahir, bahkan sejak
dalam kandungan. Di samping itu perlu kita sadari bahwa pembinaan pribadi dan
moral itu terjadi melalui semua segi pengalaman hidup, baik melalui penglihatan,
pendengaran dan pengalaman/perlakuan yang diterimanya. Atau melalui
pendidikan dalam arti yang luas. Maka semakin besar umur si anak semakin
banyak ia bergaul dengan ibunya dan semakin banyaklah ia menyerap
pengalaman yang akan ikut membina pribadinya dari ibunya sendiri. Namun,
tidak bisa kita pungkiri, bahwa peranan seorang bapak yang sebagai kepala rumah
tangga (pemimpin) juga sangat penting peranannya bagi anak-anaknya.
Dilihat dari ajaran Islam, anak adalah amanat Allah SWT, dan setiap
amanat wajib dipertanggung jawabkan. Karena itu kedua orang tua memiliki
tanggung jawab yang besar bagi anak-anaknya, terutama dalam penyelenggaraan
pendidikan dalam keluarga dan pembinaan pribadinya. Peran kedua orangtua
dalam pendidikan anak menjadi dasar bagi perkembangan pola pikir, perilaku dan
sikap anak yang terbentuk, dengan harapan anak-anak yang tumbuh nanti menjadi
anak yang shaleh dan berbudi pekerti baik.
3. Interaksi Harmonis dalam keluarga
Masyarakat merupakan ajang hidup anak remaja di samping keluarga dan
lingkungan sekolah. Masyarakat merupakan kelompok manusia yang sudah cukup
lama mengadakan interaksi sosial dalam kehidupan bersama yang diliputi oleh
struktur serta sistem yang mengatur kehidupan. Disamping itu di dalamnya
terdapat pula kebudayaan dan salah satu unsur pokok masyarakat, yakni:
Solidaritas sosial. Di dalam kehidupan manusia pastinya terjadi interaksi sosial di
43
antara individu dengan individu yang masing-masing mamiliki kesadaran dan
pengertian tentang hubungan timbal balik tersebut.44
Adanya kesadaran dan pengertian akan tercerminnya dalam sifat
kehidupan sehari-hari mereka yang satu sama lainnya merasa saling bergantung.
Memang di dalam kehidupan sehari-hari seorang individu ternyata jarang sekali
untuk mampu memenuhi segala kebutuhan hidupnya secara sendiri. Dengan
demikian hubungan manusia dengan manusia lainnya di dalam masyarakat
memerlukan perekat dan bekal agar hubungan tersebut terjalin dengan baik dan
akrab. Agar dapat menjalin hubungan dengan baik antar sesama individu, maka
peranan keluarga sebagai kelompok pertama yang dikenal individu sangat
dibutuhkan.
Seperti halnya yang telah kita ketahui sebelumnya, keluarga terdiri dari
suami, isteri dan anak-anaknya. Anak-anak inilah yang nantinya berkembang dan
mulai bisa belajar melalui pengenalan itu. Apa yang dilihatnya, pada akhirnya
akan memberinya suatu pengalaman individual. Dari situlah ia mulai dikenal
sebagai individu. Individu ini pada tahap selanjutnya mulai merasakan bahwa
telah ada individu-individu lainnya yang berhubungan secara fungsional.
Individu-individu tersebut adalah keluarganyalah yang memelihara cara pandang
dan cara menghadapi masalah-masalahnya, membinanya dengan cara menelusuri
dan meramalkan hari esoknya untuk mempersiapkan pendidikan, keterampilan
dan budi pekertinya. Akhirnya keluarga menjadi semacam model untuk
mengidentifikasikan sebagai keluarga menjadi yang broken home, moderate atau
keluarga yang harmonis.
Keluarga sebagai kelompok pertama yang dikenal anak, sangat
berpengaruh secara langsung terhadap perkembangannya sebelum maupun
sesudah terjun langsung secara individual di masyarakat. Jadi sebagian besar anak
dibesarkan oleh keluarga, di samping itu kenyataan menunjukkan bahwa di dalam
keluargalah anak mendapatkan pendidikan dan pembinaan yang pertamakali. Pada
dasarnya keluarga merupakan lingkungan kelompok sosial yang paling kecil, akan
44
tetapi juga merupakan lingkungan paling dekat dan terkuat di dalam mendidik dan
membina anak, dengan demikian seluk beluk kehidupan keluarga memiliki
pengaruh yang paling mendasar dalam perkembangan anak dan remaja.
Sudarsono menjelaskan, “sejak kecil anak dibesarkan oleh keluarga dan
juga untuk seterusnya, sebagian besar waktunya adalah di dalam keluarga, maka
sepantasnyalah ketika kemungkinan adanya deviasi pada perkembangan anak
khususnya remaja sebagian besar pula bisa berasal dari keluarga.”45
Dalam kenyataannya sering terjadi hubungan individu dengan individu
atau bahkan hubungan individu dengan kelompok mengalami gangguan yang
disebabkan karena terdapat seorang atau sebagian anggota kelompok di dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya menimbulkan gangguan terhadap hak-hak orang
lain, gangguan-gangguan yang terjadi tidak jarang muncul dari
perbuatan-perbuatan anak remaja yang tidak terpuji serta mengancam hak-hak orang lain di
tengah-tengah masyarakat, antara lain:
a. Mengancam hak milik orang lain misalnya: pencurian, penipuan dan
penggelapan.
b. Mengancam hak-hak hidup dan kesehatan orang lain, seperti: pembunuhan
dan penganiayaan.
c. Mengancam kehormatan orang lain dan bersifat tidak susila, seperti:
pemerkosaan dan perzinahan.46
Perbuatan-perbuatan anak remaja tersebut pada akhirnya akan
menimbulkan keresahan sosial sehingga kehidupan di dalam keluarga karena
perbuatan si remaja tadi dan dalam masyarakat tidak harmonis lagi, ikatan
solidaritas menjadi runtuh. Secara yuridis formal perbuatan-perbuatan mereka
jelas melawan hukum tertulis atau undang-undang. Kemudian jika ditinjau dari
segi moral dan kesusilaan, perbuatan-perbuatan tersebut melanggar moral,
menyalahi norma-norma sosial dan bersifat anti susila. Kenakalan remaja yang
dirasakan sangat mengganggu kehidupan masyarakat, sebenarnya bukanlah suatu
keadaan yang berdiri sendiri, kenakalan remaja akan muncul karena beberapa
45
Ibid., h. 20 46
sebab, baik karena keadaan lingkungan masyarakat dan terlebih bisa juga karena
keadaan keluarga si remaja.
Pada hakikatnya, kondisi keluarga yang menyebabkan timbulnya
kenakalan remaja itu bersifat kompleks. Di antaranya kondisi tersebut dapat
terjadi karena kelahiran anak di luar perkawinan yang syah menurut hukum atau
agama. Di samping itu kenakalan anak atau remaja juga dapat disebabkan keadaan
keluarga yang tidak normal, yang mencakup keadaan ekonomi keluarga, terutama
menyangkut keluarga miskin atau keluarga yang menderita kekurangan jika
dibandingkan dengan keadaan ekonomi penduduk pada umumnya. Bahkan sering
terjadi dalam keadaan mendesak seluruh anggota keluarga ikut mencari nafkah
untuk mempertahankan hidupnya. Kondisi keluarga seperti ini biasanya memiliki
konsekuensi lebih lanjut dan kompleks terhadap anak-anak, antara lain: hampir
setiap hari anak terlantar, biaya sekolah anak-anak tidak tercukupi, di samping itu
biaya kebutuhan lainnya juga tidak tercukupi. Akibatnya akan kompleks pula,
dalam kondisi yang serba sulit dapat mendorong anak atau remaja menjadi
sembarangan bergaul, kemudian bisa terpengaruh gaya hidup temen sebayanya,
sehingga bisa menjadi penyebab deviasi pada perkembangan anak dan remaja.47
Dalam perspektif teori sosial-psikologi memandang bahwa
kebutuhan-kebutuhan remaja itu adalah berkaitan erat dengan pemuasan kebutuhan-kebutuhan mereka
dalam kelompoknya. Kebutuhan-kebutuhan psikologi yang pokok akan
mengarahkan tercapainya rasa aman. Kebutuhan-kebutuhan tersebut menurut
Mohammad Ali dan Mohammad Asrori, adalah sebagai berikut:
a. Kebutuhan untuk menerima afeksi dari kelompok atau individu lain, meliputi:
1) Menerima rasa kasih sayang dari keluarga atau orang lain di luar
kehidupan keluarga
2) Menerima pemujaan atau sambutan hangat dari teman-temannya
3) Menerima penghargaan dan apresiasi dari guru dan pendidik lainnya.
b. Kebutuhan untuk memberikan sumbangan kepada kelompoknya, meliputi:
1) Menyatakan afeksi kepada kelompoknya
2) Turut serta memikul tanggung jawab kelompok
47
3) Menyatakan kesediaan dan kesetiaan kepada kelompok
4) Menghayati keberhasilan dalam kelompok
c. Kebutuhan untuk memahami
d. Kebutuhan untuk mempelajari dan menyelidiki sesuatu
Jika dikaji lebih lanjut tentang interaksi dalam keluarga. Keluarga
memiliki pengaruh yang paling mendasar dalam perkembangan remaja. Untuk
mencapai ketenteraman dan kebahagiaan dalam keluarga, di antaranya memang
diperlukan penciptaan suasana yang baik adalah usaha menciptakan terwujudnya
saling pengertian, saling menerima, saling menghargai, saling percaya dan saling
menyayangi di antara suami isteri dan antara seluruh anggoata keluarga lainnya.48
Untuk pencapaian tujuan tersebut maka setiap rumah tangga dituntut untuk
memiliki pola pembinaan terencana untuk keluarga khususnya terhadap anak. Di
antara pola pembinaan terencana tersebut ialah memberi suri tauladan yang baik
kepada anak-anak dalam berpegang teguh pada ajaran-ajaran agama dan akhlak
yang mulia, menyediakan bagi anak-anak peluang-peluang dan suasana praktis di
mana mereka mempraktekkan akhlak yang mulia yang diterimanya dari orang
tuanya, memberi tanggung jawab yang sesuai kepada anak-anak supaya mereka
merasa bebas memilih dalam tindak-tanduknya, menunjukkan bahwa keluarga
selalu mengawasi mereka dengan sadar dan bijaksana dalam sikap dan tingkah
laku kehidupan sehari-hari mereka, menjaga mereka dari pergaulan teman-teman
yang menyeleweng dan tempat-tempat yang dapat menimbulkan kerusakan moral.
Dengan demikian, jelas bahwa keluarga atau rumah tangga dengan
anggota kelompoknya pada dasarnya dapat diidentifikasi sebagai sebuah kelas
yang menjalankan proses transformasi perilaku, pengetahuan serta sikap, terutama
sikap terampil dan mandiri. Selain itu sebagai sebuah lembaga pendidikan rumah
tangga berkepentingan menyediakan pendidikan pra-nikah agar keharmonisan
yang telah dicapai dapat diwariskan kepada generasi sesudahnya.49 Ada banyak
problema yang bisa dijadikan bahan ajar terhadap remaja-remaja yang beranjak
dewasa di dalam keluarga sebagai bekal bagi mereka ketika berumah tangga.
48
Zakiah Daradjat, op.cit., h. 47 49
Isyu-isyu kekerasan dalam rumah tangga, perilaku seks remaja dan akibatnya,
ragam pesoalan suami isteri, pengaturan ekonomi dan pendidikan, perilaku
berumah tangga serta memahami hubungan rumah tangga dengan masyarakat
semuanya adalah bahan kajian yang bisa ditransfer kepada para remaja dalam
rangka mempersiapkan diri mereka munuju gerbang pernikahan.
C. Remaja dan Ciri-ciri Perkembangannya
1. Pengertian Remaja
Remaja ada di dalam tempat marginal. Berhubung ada macam-macam
persyaratan untuk dapat dikatakan dewasa, maka lebih mudah untuk dimasukkan
kategori anak dari pada kategori dewasa. Baru pada akhir abad ke-18 maka masa
remaja dipandang sebagai periode tertentu lepas dari periode kanak-kanak.
Meskipun begitu kedudukan dan stasus remaja berbeda dari pada anak.
“Remaja berasal dari kata latin adilenscere (kata bendanya, adolensecentia yang berarti remaja), yang berarti pula “tumbuh” atau tumbuh menjadi dewasa”.50
Lazimnya masa remaja dianggap sebagai permulaan seorang anak secara seksual
menjadi matang dan berakhir saat ia mencapai usia matang secara hukum.
Umur remaja dalam pandangan hukum dapat diketahui dari posisinya
dimata hukum. Undang-Undang No. 22/ 2009 tentang lalu lintas, pasal 81 ayat 2
menetapkan syarat usia 17 tahun untuk SIM-A (Surat Izin Mengemudi Mobil) dan
SIM-C (surat izin mengemudi Sepeda Motor). Undang-undang ini tidak
mengecualikan mereka yang sudah menikah di bawah usia tersebut dan
memperlakukan semua yang di bawah usia tersebut sebagai belum cukup usia,
atau belum dewasa untuk mengemudi kendaraan bermotor. Sementara itu,
Undang-Undang No. 10/ 2008, tentang Pemilu, pasal 1 angka 22 menetapkan usia
17 tahun atau sudah menikah sebagai batas usia seseorang berhak memilih dalam
pemilihan umum.51
Dalam hubungannya dengan hukum, tampaknya hanya Undang-Undang Perkawinan saja yang mengenal konsep “remaja walaupun secara tidak terbuka.
50
Zakiah darajat, Psikologi, (Bandung: Teraju Mizan, 1974), h. 178 51
Usia minimal untuk suatu perkawinan menurut undang-undang tersebut adalah 16
tahun untuk wanita dan 19 tahun untuk pria (pasal 7 UU No. 1/ 1974 tentang
perkawinan). Jelas bahwa undang-undang tersebut menganggap orang di atas usia
tersebut bukan lagi anak-anak sehingga mereka sudah boleh menikah.
Dari segi ajaran Islam istilah remaja atau kata yang berarti remaja tidak
ada dalam Islam. Di dalam Al-Quran ada kata (alfiyatu-fityatun) yang artinya
orang muda. Seperti firman Allah dalam Al-Quran surat Al-Kahfi :
Artinya: “(ingatlah) tatkala para pemuda itu mencari tempat berlindung ke dalam gua, lalu mereka berdoa: "Wahai Tuhan Kami, berikanlah rahmat kepada Kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi Kami petunjuk yang Lurus dalam urusan Kami (ini)”. (QS. Al-Kahfi [18]: 10)52
Dan terdapat pula kata baligh yang menunjukkan seseorang tidak
kanak-kanak lagi, misalnya dalam surat An-Nuur:
Artinya: “Dan apabila anak-anakmu telah sampai umur baligh, Maka hendaklah mereka meminta izin, seperti orang-orang yang sebelum mereka meminta izin. Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat-Nya.dan
Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. An-Nur [24]: 59)53
Pada kata baligh tersebut terdapat istilah kata baligh yang dikaitkan
dengan mimpi. Kata baligh dalam istilah hukum Islam digunakan untuk
penentuan umur awal kewajiban-kewajiban melaksanakan hukum Islam dalam
kehidupan sehari-hari.
“Masa remaja merupakan masa yang penting dalam rentang kehidupan. Masa ini dikenal sebagai suatu periode peralihan, suatu masa perubahan yang
sangat pesat, usia bermasalah, saat dimana individu mencari identitas, usia yang
52
Departemen Agama, op. cit., h. 235 53
menakutkan, masa yang tidak realistic dan pada akhirnya mengalami masa ambang dewasa”.54
Kemudian mengenai perkembangan remaja. Para ahli psikologi pada
umumnya menunjuk pada pengertian perkembangan sebagai suatu proses
perubahan yang bersifat progresif dan menyebabkan tercapainya kemampuan dan
karakterisitik psikis yang baru. Perubahan seperti itu tidak terlepas dari perubahan
yang terjadi pada struktur biologis, meskipun tidak semua perubahan kemampuan
dan sifat psikis dipengaruhi oleh perubahan struktur biologis. Perubahan
kemampuan dan karakterisitik psikis sebagai hasil dari perubahan dan kesiapan struktur biologis sering dikenal istilah “kematangan”.55
Perkembangan berkaitan erat dengan pertumbuhan. Berkat adanya
pertumbuhan maka pada saatnya anak akan mencapai kematangan. Perbedaan
antara pertumbuhan dan kematangan, pertumbuhan menunjukkan perubahan
biologis yang bersifat kuantitatif, seperti bertambah panjang ukuran tungkai,
bertambah lebarnya lingkar kepala, bertambah beratnya tubuh, dan semakin
sempurnanya susunan tulang dan jaringan syaraf.
Adapun tahapan fase perkembangan individu berdasarkan psikologis. Para
ahli menggunakan aspek psikologis sebagai landasan menganalisa tahap
perkembangan yang khas bagi individu pada umumnya dapat digunakan sebagai
masa perpindahan dari fase yang satu ke fase yang lain dalam perkembangannya.
Dalam hal ini para ahli berpendapat bahwa dalam perkembangan pada umumnya
individu mengalami kegoncangan. Kegoncangan tersebut terjadi dua kali yaitu
pada tahun ketiga dan keempat dan pada permulaan masa pubertas.
Berdasarkan dua masa kegoncangan tersebut, perkembangan individu
dapat digambarkan melewati tiga periode atau masa, yaitu:
a. Dari lahir sampai masa kegoncangan pertama (tahun ketiga atau keempat yang
disebut masa kanak-kanak).
b. Dari masa kegoncangan pertama sampai masa kegoncangan kedua yang
disebut masa keserasian bersekolah.
54
M. Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Pedoman Ilmu jaya, 2007), cet. 3, h. 25 55
c. Dari masa kegoncangan kedua sampai akhir masa remaja yang disebut masa
kematangan.56
Pendapat para ahli tentang pembagian fase atau rentangan usia adalah
beragam, tetapi pada umumnya setiap fase melewati atau melalui proses
perkembangan yang sama. Dan pada umumnya fase usia tersebut terdapat pada
tiga fase usia yaitu masa kanak,