• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

C. Penerapan Pendekatan Sosial dan Psikologi Untuk

2. Peran hati nurani dalam perkembangan moral

Pokok kedua yang penting dalam memberikan pelajaran menjadi pribadi bermoral kepada remaja ialah pengembangan hati nurani sebagai kendali internal bagi perilaku individu. Menurut tradisi, anak dilahirkan dengan “hati nurani” atau kemampuan untuk mengetahui apa yang benar dan yang salah. Sejalan dengan

tradisi tersebut, terdapat keyakinan bahwa perilaku yang salah merupakan akibat beberapa kelemahan bawaan, yang dianggap berasal dari pihak ibu atau ayah. Mereka yang menganut keyakinan ini berpendapat bahwa anak tidak dapat diperbaiki lagi. Akibatnya, mereka merasa tidak perlu mencurahkan waktu dan usaha untuk menerapkan penanaman pendidikan nilai moral di rumah. Padahal keyakinan seperti itu adalah hal yang sangat salah, bila kita tinjau lebih mendalam lagi, hati nurani seseorang tidak mungkin terbentuk tanpa usaha-usaha dari dirinya sendiri maupun dari luar (ransangan, keteladanan, latihan,dll dari keluarga).

Sekarang telah diterima secara luas bahwa tidak seorang anak pun dilahirkan dengan hati nurani dan bahwa setiap anak tidak saja harus belajar apa yang benar dan yang salah, tetapi juga harus menggunakan hati nuraninya sebagai pengendali perilaku. Ini dianggap sebagai salah satu tugas perkembangan yang penting di masa kanak-kanak, guna sebagai pedomannya berperilaku di masa ia beranjak dewasa.140

Membentuk standar tingkah laku internal terlalu rumit bagi remaja. Akibatnya, perilaku mereka, terutama harus dikendalikan oleh batas-batas yang ditentukan oleh lingkungan. Pembentukan kata hati seseorang tidak dapat berfungsi dengan baik sebagai sensor atas perbuatannya, bila ia tidak mempunyai kemampuan intelektual untuk mengambil isi dan arti dari segala hal yang dilihatnya di lingkungan keluarga serta dialaminya melalui ajaran agama, dan ajaran-ajaran lainnya. Jadi walaupun contoh dan teladan di sekitarnya patut ditiru dan dijadikan petunjuk bagi hidupnya, ia tidak akan dapat mengikutinya, karena kemampuan berpikirnya (nalar) terlalu rendah.

Sebaliknya, sekalipun remaja cukup cerdas dan mampu mengambil inti sari dari segala rupa ajaran, ia belum tentu memiliki hati nurani yang dapat berfungsi sebagai pengarah bagi perbuatan-perbuatannya apabila dalam lingkungan hidupnya tidak terdapat contoh atau tokoh yang dapat dijadikan teladan olehnya. Itulah sebabnya, bagaimana mengarahkan remaja bernalar atau berpikir mengenai aturan-aturan yang menyangkut etika berperilaku itu adalah hal pertama yang penting dilakukan oleh orang tuanya dalam memberikan penanaman nilai-nilai moral pada remaja, dan diiringi melalui pemberian keteladan.

140

Dengan demikian, betapa pun tingginya taraf kemajuan teknologi yang dicapai dan kenikmatan hidup yang diperolehnya, taraf tersebut tidak dapat dipertahankan bila pribadi yang menjalaninya tidak memiliki kepribadian yang terbentuk sempurna. Artinya, tidak mempunyai kepribadian yang bertanggung jawab secara etis moral.

Mengenai perkembangan remaja, sebelumnya penulis telah mendeskripsikan mengenai teori perkembangan kognitif menurut Jean Piaget. Yang menurutnya perkembangan moral seseorang berkaitan dengan kemampuan kognitifnya.

Menurut Piaget remaja termotivasi untuk memahami dunianya secara aktif mengonstruksikan dunia kognitifnya sendiri. Ketika mengonstruksikan dunianya, remaja menggunakan skema. Skema adalah sebuah konsep atau kerangka kerja mental yang diperlukan untuk mengorganisasikan dan menginterpretasikan informasi. 141 Secara khusus tugas orang tua di sini adalah mengarahkan bagaimana anak-anak dan remajanya menggunakan skemanya untuk mengorganisasikan dan memahami pengalaman yang mereka alami.

Dalam penerapannya, “Piaget menemukan anak-anak dan remaja menggunakan dan mengadaptasikan skema-skema mereka melalui dua proses, yaitu: asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah memasukkan informasi-informasi baru ke dalam pengetahuan yang sudah ada. Akomodasi adalah menyesuaikan sebuah skema yang sudah ada terhadap masuknya informasi baru”.142

Dengan kata lain proses asimilasi merupakan proses pemahaman dan penyerapan antara informasi-informasi yang baru, agar dapat menjadi satu dengan skema/kerangka informasi yang dimiliki sebelumnya. Dan proses akomodasi merupakan proses mental individu untuk dapat menyesuaikan diri agar sesuai dengan kondisi lingkungan di luar dirinya.

Setelah melalui dua proses tadi, suatu waktu remaja mengalami konflik kognitif atau mengalami ketidakseimbangan (disequilibrium) ketika remaja itu

141

John W. Santrock, op.cit., h. 123 142

berusaha untuk memahami dunianya. Kemudian proses lain juga diidentifikasi oleh Piaget yaitu keseimbangan/ekuilibrium (equilibrium), di mana remaja mengubah pemikiran dari satu kondisi ke kondisi lain.143 Proses keseimbangan ini dapat terjadi jika individu memiliki kemampuan untuk melakukan adaptasi (penyesuaian diri) agar terjadi keseimbangan, keselarasan maupun keharmonisan antara diri individu dengan lingkungan hidupnya. Sebelum terjadinya ekuilibrium ini, berarti individu mengalami suatu kondisi yang tak seimbang , lalu disinilah proses asimilasi dan akomodasi itu berlangsung.

Dalam hal ini, berarti hati nurani telah diterangkan sebagai keseimbangan yang terkondisikan terhadap kecemasan mengenai beberapa situasi dan tindakan tertentu, yang telah dikembangkan dengan mengasosiasikan tindakan agresif dengan hukum. Hati nurani juga dikenal dengan sebutan “kata hati” atau “superego” menurut perspektif psikoanalisa, yang merupakan sebagai pengendali dorongan-dorongan dari naluri id agar dorongan-dorongan tersebut disalurkan dalam cara dan bentuk yang dapat diterima oleh masyarakat.144 Dengan kata lain, hati nurani merupakan standar internal yang mengendalikan perilaku individu.

Seiring terjadinya pengarahan disequilibrium kepada equilibrium melalui proses asimilasi dan akomodasi, terlebih dahulu harus diusahakan supaya pribadi-pribadi remaja dibimbing dan diperkembangkan sedemikian rupa sehingga dalam perkembangannya akan menjadi manusia yang bertanggung jawab penuh secara etis moral. Lingkungan yang optimal bagi perkembangan kepribadian yang wajar adalah sangat penting. Keutuhan keluarga dan keserasian yang mengusai suasana di rumah merupakan salah satu faktor penting. Demikian pula sosok ayah dan ibu sebagai pengisi hati nurani yang pertama harus melakukan tugas ini dengan penuh tanggung jawab dalam suasana kasih sayang.

Bila lingkungan hidup si remaja bertambah luas, akan lebih banyak sosok yang akan menjadi objek peniruan baginya rangka pengisian hati nuraninya. Apabila suatu lingkungan sulit untuk dikendalikan pengaruhnya terhadap perkembangan remajanya, ayah dan ibu harus menciptakan lingkungan lain yang

143

Ibid., h. 124 144

diperkirakan menguntungkan dan tidak akan menyesatkan remaja. Namun yang lebih efektif adalah dengan meletakkan dasar-dasar yang kuat dalam pembentukan kata hati kepada remaja, melalui pengajaran dan ditanamkannya kepada remaja bahwa moral (akhlak) yang diajarkan di dalam Al-Qur’an bertumpu kepada aspek fitrah yang terdapat di dalam diri manusia, dan aspek wahyu (agama), kemauan dan tekad manusiawi. agar ia dapat menimbang dan menilai sendiri pengaruh suatu lingkungan dalam usahanya memilih sosok dan menentukan pandangan baru yang akan menjadi bagian dari hati nuraninya kelak.

Maka pendidikan moral (akhlak) perlu dilakukan dengan cara:

1) Menumbuh-kembangkan dorongan dari dalam diri remaja, yang bersumber pada iman dan takwa. Untuk ini perlu pendidikan agama.

2) Meningkatkan pengetahuan tentang akhlak melalui ilmu pengetahuan, pengalaman dan latihan, agar dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.

3) Meningkatkan pendidikan kemauan remaja, yang menumbuhkan pada manusia kebebasan memilih yang baik dan melaksanakannya. Selanjutnya kemauan itu akan mempengaruhi pikiran dan perasaan.

4) Latihan untuk melakukan nilai-nilai esensial untuk remaja serta mengajak orang lain untuk bersama-sama melakukan perbuatan baik tanpa paksaan. 5) Pembiasaan dan pengulangan menanamkan nilai-nilai esensial bagi remaja,

sehingga perbuatan yang baik itu menjadi keharusan moral dan perbuatan akhlak terpuji, yang menjadi kebiasaan mendalam, tumbuh dan berkembang secara wajar di dalam diri remaja.145

Dasar hati nurani yang kuat akan membimbing individu untuk menolak pandangan yang akan menghewankan remaja itu sendiri, dan memilih pandangan yang menganggap martabat manusialah sebagai makhluk yang berakhlak dan bertanggung jawab secara etis moral.

Dokumen terkait