• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.2 Teknik Pengolahan Data

4.3.7 Penerapan dalam Kehidupan Sehari-hari

Penerapan gender pada remaja dalam kehidupan sehari-hari bergantung dari pola komunikasi apa yang diterapkan dalam keluarganya. Serta dipengaruhi oleh bagaimana cara keluarga dalam menanamkan nilai-nilai gender tersebut sebab keluarga merupakan lingkungan sosial pertama anak dalam kehidupannya.

Maka dari itu Penulis menganalisis penerapan gender dalam kehidupan sehari-hari remaja sebagai berikut:

Tabel 4.34.

Saya menghargai keberadaan lawan jenis

No. Pernyataan F % 1 Sangat Setuju 65 67.0 2 Setuju 25 25.8 3 Ragu-Ragu 7 7.2 4 Tidak Setuju 0 0 Total 97 100 Sumber: Kuesioner P.34/F.C.36

Pada tabel di atas sebanyak 65 responden (67.%) yang menyatakan sangat setuju, 25 responden (25.8%) yang menyatakan setuju, 7 responden (7.2%) menyatakan ragu-ragu, dan tidak ada satupun yang menyatakan tidak setuju. Dari data di atas bisa kita simpulkan bahwa mayoritas responden menghargai keberadaan lawan jenisnya. remaja menghargai keberadaan lawan jenisnya sebagai pelaksanaan dari

Tabel 4.35.

Saya mengakui lawan jenis juga memiliki kelebihannya sendiri-sendiri

No. Pernyataan F % 1 Sangat Setuju 68 69.4 2 Setuju 25 25.5 3 Ragu-Ragu 2 2.0 4 Tidak Setuju 2 2.0 Total 97 100 Sumber: Kuesioner P.35/F.C.37

Pada tabel diatas sebanyak 68 responden (69.4%) yang menyatakan sangat setuju, 25 responden (25.5%) yang menyatakan setuju, 2 responden (2%) menyatakan ragu-ragu, sebanyak 2 responden (2%), menyatakan tidak setuju.

Ini artinya mayoritas responden mengakui lawan jenis memiliki kelebihannya sendiri-sendiri, ketidakadilan gender terjadi karena salah satu jenis kelamin merasa dirinya paling hebat, hal ini biasa terjadi pada kaum laki-laki, yang mana mereka merasa kedudukannya lebih tinggi daripada perempuan, sebab perempuan dianggap sebagai makhluk yang lemah.

Tabel 4.36.

Untuk anak laki-laki, saya bersedia memasak, mencuci. Untuk anak perempuan saya bersedia membersihkan halaman

No. Pernyataan F % 1 Sangat Setuju 46 47.4 2 Setuju 12 12.4 3 Ragu-Ragu 14 14.4 4 Tidak Setuju 25 25.8 Total 97 100 Sumber: Kuesioner P.36/F.C.38

Pada tabel dapat dilihat 46 responden (47.4%) yang menyatakan sangat setuju, 12 responden (12.4%) yang menyatakan setuju, 14 responden (14.4%) menyatakan ragu-ragu, sebanyak 25 responden (25.8%), menyatakan tidak setuju.

Dari data di atas dapat dilihat bahwa responden yang bersedia melakukan tugas-tugas yang dipandang tidak sesuai dengan jenis kelaminnya, seperti laki-laki

memasak, perempuan mengerjakan tugas laki-laki seperti membersihkan halaman, lebih banyak dibandingkan dengan responden yang tidak bersedia melakukan tugas-tugas tersebut. Walaupun hal ini bertentangan dengan stereotip peran perempuan.

Tabel 4.37.

Untuk anak laki-laki, saya tidak berkeberatan bekerja dibidang seni, pengajaran. Untuk anak perempuan saya tidak berkebaratan bekerja dibidang

industri, komputer, dsb. No. Pernyataan F % 1 Sangat Setuju 58 59.8 2 Setuju 12 12.4 3 Ragu-Ragu 15 15.5 4 Tidak Setuju 12 12.4 Total 97 100 Sumber: Kuesioner P.37/F.C.39

Pada tabel dapat dilihat 58 responden (59.8%) yang menyatakan sangat setuju, 12 responden (12.4%) yang menyatakan setuju, 15 responden (15.4%) menyatakan ragu-ragu, sebanyak 12 responden (12.4%), menyatakan tidak setuju.

Dari data diatas mayoritas responden menyatakan kesediaannya untuk bekerja pada bidang yang tidak sesuai dengan jenis kelaminnya.

Tabel 4.38.

Saya merasa kedudukan saya lebih tinggi dari lawan jenis

No. Pernyataan F % 1 Sangat Setuju 29 29.9 2 Setuju 4 4.1 3 Ragu-Ragu 20 20.6 4 Tidak Setuju 44 45.4 Total 97 100 Sumber: Kuesioner P.38F.C.40

Pada tabel dapat dilihat 29 responden (29.9%) yang menyatakan sangat setuju, 4 responden (4.1%) yang menyatakan setuju, 20 responden (20.6%) menyatakan ragu-ragu, sebanyak 44 responden (45.4%) menyatakan tidak setuju.

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa responden yang menyatakan tidak setuju lebih banyak dibandingkan dengan responden yang menyatakan setuju mengenai kedudukannya lebih tinggi dari lawan jenis. Masih banyaknya responden yang menyatakan setuju bahwa kedudukannya lebih tinggi dari lawan jenis hal ini dipengaruhi oleh peran stereotip laki-laki dan perempuan. Dan pandangan bahwa perempuan lebih lemah daripada laki-laki.

4.4 Pembahasan

Setelah peneliti menganalisis setiap data dari kuesioner maka akan dijabarkan hasil dari penelitian yang menggunakan metode diskriptif dengan responden yang berjumlah 97 orang yang berasal dari siswa dan siswi STM Teladan dan SMKN8 Medan dari 97 responden mayoritas responden adalah berjenis kelamin perempuan dapat dilihat pada tabel P.1/F.C 3 yaitu sebanyak 50 orang ( 51.5%) dan mayoritas responden rata-rata berusia 16-18 tahun yang dianggap sudah mewakili dari definisi remaja itu sendiri dapat dilihat pade tabel , P.2/F.C 4 yaitu berjumlah 62 orang ( 63.9 %) dengan mayoritas agama responden adalah pemeluk agama islam.

Pola Komunikasi Persamaan (Equality Pattern)

Dalam pola ini, tiap individu membagi kesempatan komunikasi secara merata dan seimbang, peran yang dimainkan tiap orang dalam keluarga adalah sama. Tiap orang dianggap sederajat dan setara kemampuannya, bebas mengemukakan ide-ide, opini, dan kepercayaan. Komunikasi yang terjadi berjalan dengan jujur, terbuka, langsung, dan bebas dari pemisahan kekuasaan yang terjadi pada hubungan interpersona lainnya. Dalam pola ini tidak ada pemimpin dan pengikut, pemberi

pendapat dan pencari pendapat, tiap orang memainkan peran yang sama.. Tiap orang memiliki hak yang sama dalam pengambilan keputusan, baik yang sederhana seperti film yang akan ditonton maupun yang penting seperti sekolah mana yang akan dimasuki anak-anak.

Untuk melihat pada pola komunikasi equality dalam menanamkan nilai Gender pada remaja Penulis menganalisis sebagai berikut; dalam tabel P.10/F.C 12 bahwa responden sangat setuju akan adanya kesetaraan di dalam pembagian tugas harian baik diantara perempuan dan laki-laki yaitu berjumlah 63 orang (64.9%) dalam tabel terlihat responden menyatakan respon positifnya terhadap adanya pembagian tugas harian yang dibagikan secara sama tanpa memandang jenis kelamin baik laki-laki dan perempuan dan 90% responden menyatakan melakukan komunikasi dalam keluarga mereka , dengan membuka diri untuk mengungkapkan permasalahan dan bertukar pikiran untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh anggota keluarganya.

Dan 85 % responden dapat dilihat pada tabel P.12/F.C 14 responden yang setuju dan mengatakan bahwa dalam keluarganya semua anggota di pandang setara, tidak ada yang dipandang lebih rendah dan lebih tinggi baik di antara laki-laki dan perempuan. Dan 54% responden mengatakan sangat setuju dengan keleluasaan dalam membicarakan topik apapun dengan anggota keluarga baik laki-laki maupun perempuan

Pola Komunikasi Tak Seimbang Terpisah (Unbalanced Split Pattern) Dalam pola ini satu orang mendominasi, satu orang dianggap sebagai ahli lebih dari setengah wilayah komunikasi timbal balik. Satu orang yang mendominasi

ini sering memegang kontrol. Dalam beberapa kasus, orang yang mendominasi ini lebih cerdas atau berpengetahuan lebih, namun dalam kasus lain

orang itu secara fisik lebih menarik atau berpenghasilan lebih besar. Pihak yang kurang menarik atau berpenghasilan lebih rendah berkompensasi dengan cara membiarkan pihak yang lebih itu memenangkan tiap perdebatan dan mengambil keputusan sendiri. Pihak yang mendominasi mengeluarkan pernyataan tegas, memberi tahu pihak lain apa yang harus dikerjakan, memberi opini dengan bebas, memainkan kekuasaan untuk menjaga kontrol, dan jarang meminta pendapat yang lain kecuali untuk mendapatkan rasa aman bagi egonya sendiri atau sekedar meyakinkan pihak lain akan kehebatan argumennya. Sebaliknya, pihak yang lain bertanya, meminta pendapat dan berpegang pada pihak yang mendominasi dalam mengambil keputusan.

Untuk melihat pola komunikasi Unbalanced Split dalam menanamkan nilai Gender pada remaja, maka penulis menganalisis, pada tabel P.14/F.C 16 responden yang setuju terjadinya pembagian peran yang berbeda dalam keluarga, seperti ayah bekerja dan ibu merawat anak berjumlah 76%. Dan 81% responden setuju bahwa tiapa anggota dalam keluarga dinilai memiliki kemampuan sendiri-sendiri baik perempuan maupun laki-laki dan tidak meyetujui bila masing-masing keluarga mengambil keputusan masing-masing sebanyak 60 orang (61.9%) serta memiliki sifat yang individualis, walaupun sibuk dengan kegiatan masing-masing keluarganya tidak memiliki sikap yang individualisme.

Pola Komunikasi Tak Seimbang Terpisah (Unbalanced Split Pattern) Dalam pola ini satu orang mendominasi, satu orang dianggap sebagai ahli lebih dari setengah wilayah komunikasi timbal balik. Satu orang yang mendominasi

ini sering memegang kontrol. Dalam beberapa kasus, orang yang mendominasi ini lebih cerdas atau berpengetahuan lebih, namun dalam kasus lain

orang itu secara fisik lebih menarik atau berpenghasilan lebih besar. Pihak yang kurang menarik atau berpenghasilan lebih rendah berkompensasi dengan cara membiarkan pihak yang lebih itu memenangkan tiap perdebatan dan mengambil keputusan sendiri. Pihak yang mendominasi mengeluarkan pernyataan tegas, memberi tahu pihak lain apa yang harus dikerjakan, memberi opini dengan bebas, memainkan kekuasaan untuk menjaga kontrol, dan jarang meminta pendapat yang lain kecuali untuk mendapatkan rasa aman bagi egonya sendiri atau sekedar meyakinkan pihak lain akan kehebatan argumennya. Sebaliknya, pihak yang lain bertanya, meminta pendapat dan berpegang pada pihak yang mendominasi dalam mengambil keputusan.

Untuk melihat pola komunikasi Unbalanced Split dalam menanamkan nilai Gender pada remaja, maka penulis menganalisis sebagai berikut, bahwa sebanyak 32 responden yang menyatakan bahwa dalam keluarganya terdapat laki-laki yang mendominasi. Laki-laki yang mendominasi tersebut adalah ayah sebab ayah berperan sebagai kepala keluarga yang memiliki hak untuk menetapkan peraturan namun sebanyak 42% yang menyatakan tidak adanya dominasi di dalam keluarganya, tiap anggota keluarga dipandang setara.

Mayoritas responden sekitar 43% yang menyatakan bahwa didalam keluarganya tidak terdapat dominasi oleh satu orang perempuan dan lebih menyukai pembagian peran dalam keluarga contoh ayah bekerja dan ibu mengurus rumah serta lebih mengutamakan kesetaraan dalam keluarga

Pola Komunikasi Monopoli (Monopoly Pattern)

Satu orang dipandang sebagai kekuasaan. Orang ini lebih bersifat memerintah daripada berkomunikasi, memberi wejangan daripada mendengarkan

umpan balik orang lain. Pemegang kekuasaan tidak pernah meminta pendapat, dan ia berhak atas keputusan akhir. Maka jarang terjadi perdebatan karena semua sudah mengetahui siapa yang akan menang. Dengan jarang terjadi perdebatan itulah maka bila ada konflik masing-masing tidak tahu bagaimana mencari solusi bersama secara baik-baik. Mereka tidak tahu bagaimana mengeluarkan pendapat atau mengugkapkan ketidaksetujuan secara benar, maka perdebatan akan menyakiti pihak yang dimonopoli. Pihak yang dimonopoli meminta ijin dan pendapat dari pemegang kuasa untuk mengambil keputusan, seperti halnya hubungan orang tua ke anak. Pemegang kekuasaan mendapat kepuasan dengan perannya tersebut dengan cara menyuruh, membimbing, dan menjaga pihak lain, sedangkan pihak lain itu mendapatkan kepuasan lewat pemenuhan kebutuhannya dan dengan tidak membuat keputusan sendiri sehingga ia tidak akan menaggung konsekuensi dari keputusan itu sama sekali.

Untuk mengetahui bagaimana pola komunikasi monopoli dalam menanamkan nila Gender pada remaja, maka penulis menganalisa sebagai berikut, dapat dilihat pada tabel P.26/F.C 28 bahwa sebanyak 46% menyatakan bahwa dalam keluarganya laki-laki biasanya ayah dipandang sebagai pemegang kekuasaan karna ayah sebagai kepala keluarga memiliki hak untuk menetapkan aturan dan pada tabel P.27/F.C28 bahwa didalam keluarganya perempuan tidak dipandang sebagai pemegang kekuasaan. Keluarga lebih menitik beratkan pada kesamaaan dan kesetaraan.

Penerapan dalam Kehidupan Sehari-hari

Penerapan gender pada remaja dalam kehidupan sehari-hari bergantung dari pola komunikasi apa yang diterapkan dalam keluarganya. Serta dipengaruhi oleh bagaimana cara keluarga dalam menanamkan nilai-nilai gender tersebut sebab keluarga merupakan lingkungan sosial pertama anak dalam kehidupannya.

Maka dari itu Penulis menganalisis penerapan gender dalam kehidupan sehari-hari remaja sebagai berikut, bahwa 90% responden setuju dan dapat disimpulkan bahwa mayoritas responden menghargai keberadaan lawan jenis dan 95 % responden mengakui lawan jenis mereka memiliki kelebihanya masing-masing, dan 60 % responden bersedia melakukan tugas-tugas yang dipandang tidak sesuai dengan jenis kelaminnya seperti laki-laki memasak dan perempuan mengerjakan tugas laki-laki yaitu membersihkan halaman.

Dan dari tabel P.37/F.C 39 sebanyak 70 % responden meyatakan kesediaanya untuk bekerja di bidang yang tidak sesuai dengan jenis kelaminya contoh anak perempuan bekerja di bidang industri dan otomotif yang identik dengan laki-laki dan sebaliknya. Dan dapat dilihat dari tabel P.38/F.C40 yaitu 66 % para responden yang tidak setuju merasa bahwa kedudukanya lebih tinggi dari lawan jenis.

BAB V

Dokumen terkait