• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dampak Infrastruktur terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Model pertumbuhan digunakan untuk mengidentifikasi variabel infrastruktur mana yang menjadi sumber pertumbuhan pendapatan per kapita di kawasan perbatasan darat. Model pertumbuhan ini dianalisis menggunakan pendekatan analisis data panel. Dari hasil Uji Hausman didapatkan nilai probabilita sebesar 0.1734 (Lampiran 3), berarti tidak menolak H0 dan dapat

disimpulkan bahwa estimasi model pertumbuhan menggunakan random effect, karena tidak ada korelasi antara efek individu dengan variabel bebas, sehingga penggunaan REM akan lebih baik daripada penggunaan FEM. Pendugaan parameter dalam model REM dilakukan dengan metode Generalized Least Square (GLS).

Pengujian model menggunakan Uji F menghasilkan nilai statistik F sebesar 8.453327 dan probabilita sebesar 0.000000 (Tabel 5.1) sehingga signifikan pada

49 taraf nyata 1%. Signifikansi tersebut mencerminkan bahwa model layak digunakan karena mampu menjelaskan keragaman variabel tak bebas. Nilai kebaikan dari kesesuaian model (goodness of fit) tersebut sebesar 0.485454, berarti 48.54% keragaman dari pendapatan per kapita dapat dijelaskan oleh variabel infrastruktur dan tenaga kerja.

Tabel 5.1 Hasil estimasi model pertumbuhan

Variabel Koefisien Std. Error t-Statistic p-value C 3.094975** 0.650395 4.758607 0.0000 Ln(JLN) 0.045741 0.046496 0.983775 0.3287 Ln(SMU) 0.111083* 0.057725 1.924364 0.0584 Ln(KES) 0.078514** 0.037626 2.086701 0.0406 AIR 0.002021 0.001559 1.296493 0.1191 LIS 0.000457 0.001460 0.312862 0.7553 SEP -0.001061 0.001638 -0.647559 0.5194 KOM 0.002818** 0.001127 2.500740 0.0148 BDR 0.001515 0.001201 1.261828 0.2113 LF 0.001511 0.002009 0.751955 0.4546 DBATAS 0.422909* 0.216829 1.950424 0.0552 F-statistic 8.453327 Prob (F-statistic) 0.000000 R-squared 0.550586 Adj. R-squared 0.485454

Keterangan: * signifikan pada taraf nyata 10%, ** signifikan pada taraf nyata 5%

Variabel infrastruktur yang mempunyai hubungan signifikan dengan pertumbuhan pendapatan per kapita yaitu jumlah SMU, jumlah sarana kesehatan, kepemilikan telepon seluler, dan perbatasan (Tabel 5.1). Hasil tersebut sesuai dengan hasil penelitian Calderon dan Serven (2004) serta Radiansyah (2012). Variabel yang memiliki pengaruh paling besar adalah variabel dummy perbatasan, berarti kalau suatu kabupaten/kota berbatasan dengan negara yang lebih maju akan menghasilkan pertumbuhan pendapatan per kapita yang lebih tinggi. Kawasan perbatasan darat Indonesia yang berbatasan dengan negara lebih maju yaitu kabupaten/kota yang berada di Propinsi Kalimantan Barat, Timur, dan Utara. Di daerah-daerah tersebut perdagangan dengan negara tetangga berjalan dengan lancar. Penduduk Indonesia banyak menjual hasil kebun dan hutan ke negara tetangga, begitu juga sebaliknya negara tetangga banyak menjual kebutuhan bahan pokok ke wilayah Indonesia. Dengan terbukanya perdagangan tersebut, maka pendapatan penduduk di daerah tersebut akan meningkat.

Variabel jumlah sarana pendidikan, yang didekati dengan jumlah SMU sederajat memiliki elastisitas sebesar 0.1111 yang berarti setiap kenaikan 1% jumlah infrastruktur pendidikan, yaitu SMU atau yang sederajat, akan mendorong pertumbuhan pendapatan per kapita sebesar 0.1111% ceteris paribus. Variabel pendidikan ini termasuk dalam infrastruktur sosial, selain variabel kesehatan. Beberapa kabupaten perbatasan yang sudah menerapkan program wajib belajar 12 tahun. Program tersebut ditunjang dengan adanya penyediaan infrastruktur

50

pendidikan yang memadai, antara lain pembangunan SMU atau sekolah yang sederajat. Hubungan yang signifikan mengindikasikan bahwa untuk mencapai pertumbuhan yang lebih tinggi, kawasan perbatasan darat sudah selayaknya mulai menerapkan program wajib belajar 12 tahun. Karena dengan adanya bekal pendidikan dasar yang lebih tinggi, akan lebih siap masuk dunia kerja. Pembangunan infrastruktur sekolah bukan hanya diarahkan kepada SMU umum, namun juga diarahkan kepada penambahan jumlah SMK, sehingga begitu lulus dari SMK sudah mempunyai ketrampilan yang dapat segera digunakan di dunia kerja, maupun untuk berwiraswasta.

Variabel kesehatan, yang didekati dengan jumlah puskesmas, puskesmas pembantu, dan puskesmas keliling memiliki elastisitas sebesar 0.0785, sehingga setiap kenaikan jumlah sarana kesehatan sebesar 1% akan mendorong pertumbuhan pendapatan per kapita sebesar 0.0785% ceteris paribus. Keterjangkauan antar kecamatan dan desa di kawasan perbatasan darat selama ini sering dijadikan alasan apabila kualitas kesehatan masyarakat kawasan perbatasan menjadi lebih rendah dibandingkan kawasan lainnya. Penyediaan rumah sakit yang hanya berada di ibukota kabupaten menjadikan masyarakat yang berpenghasilan rendah tidak dapat mengakses sarana rumah sakit tersebut, karena besarnya biaya transportasi. Keterbatasan tersebut menjadikan puskesmas yang ada di tiap kecamatan, dan puskesmas pembantu yang ada di desa menjadi ujung tombak pelayanan kesehatan masyarakat. Sedangkan untuk menjangkau desa-desa yang tidak terdapat puskesmas pembantu, maka pemerintah daerah kawasan perbatasan menyiasatinya dengan membuat puskesmas keliling, baik lewat sarana darat maupun sungai.

Perkembangan puskesmas dari waktu ke waktu semakin bagus. Pada kawasan perbatasan darat kondisi puskesmas sudah lebih bagus, mulai dengan adanya dokter jaga, sampai adanya puskesmas rawat inap dan puskesmas 24 jam. Ternyata keberadaan puskesmas tersebut mampu meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat perbatasan, sehingga mendorong produktivitas mereka dalam bekerja menjadi lebih tinggi dan akan meningkatkan pendapatan mereka.

Pembangunan infrastruktur ekonomi di kawasan perbatasan relatif tidak terlalu berpengaruh dalam mendorong peningkatan pendapatan per kapita masyarakat. Infrastruktur transportasi, seperti jalan dan bandara, infrastruktur air dan listrik memang mendorong pertumbuhan pendapatan per kapita bagi masyarakat kawasan perbatasan, yaitu dengan positif nya tanda elastisitas masing- masing variabel infrastruktur ekonomi tersebut. Perkembangan infrastruktur ekonomi yang lambat diduga menjadi salah satu penyebab tidak berpengaruhnya infrastruktur ekonomi. Struktur ekonomi kawasan perbatasan darat yang masih dominan di sektor pertanian, dan sebagian besar hasil pertanian hanya untuk memenuhi kebutuhan sendiri membuat pembangunan jalan dan jembatan belum dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat. Pembangunan infrastruktur listrik dan air sejauh ini hanya untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, sehingga belum memberikan dampak yang besar terhadap pertumbuhan ekonomi.

Infrastruktur ekonomi yang signifikan adalah telekomunikasi dengan elastisitas sebesar 0.0028, yang berarti setiap kenaikan kepemilikan telepon seluler sebesar 1% akan mendorong pertumbuhan pendapatan per kapita sebesar 0.0028% ceteris paribus. Kepemilikan telepon seluler mencerminkan bahwa di wilayah tersebut sudah terjangkau layanan telekomunikasi tanpa kabel.

51 Peningkatan kepemilikan telepon seluler, selain mencerminkan adanya peningkatan jangkauan sinyal juga mencerminkan sudah terbukanya masyarakat kawasan perbatasan darat terhadap informasi dari luar kawasan. Keterbukaan informasi tersebut merupakan salah satu terobosan dalam meningkatkan ekonomi, karena dengan adanya sarana telekomunikasi akan mendorong keterbukaan informasi sehingga akses mereka terhadap masyarakat di luar kawasan perbatasan akan terbuka. Dampak ikutan dari ketebukaan informasi adalah terbukanya peluang bagi masyarakat perbatasan untuk mempromosikan dan memasarkan hasil produksi mereka, selain itu juga dapat meperkenalkan potensi wisata di daerahnya. Dari sisi pertahanan keamanan, dengan terjangkaunya sinyal sampai wilayah perbatasan menjadi keuntungan tersendiri, karena kondisi keamanan di kawasan perbatasan akan semakin mudah dipantau dan apabila terjadi masalah keamanan di perbatasan akan cepat direspons oleh aparat.

Sarana telekomunikasi tidak dapat berdiri sendiri, tetapi juga harus didukung infrastruktur ekonomi lainnya seperti jalan dan bandara, untuk memudahkan masyarakat membawa barang produksinya ke pasar. Oleh karena itu signifikansi infrastruktur telekomunikasi ini harus diikuti dengan langkah perbaikan infrastruktur transportasi, sehingga dapat mendukung keterbukaan informasi yang sudah ada. Apabila hal tersebut bisa terwujud, maka akan lebih meningkatkan pendapatan masyarakat.

Dampak Infrastruktur terhadap Ketimpangan

Analisis model ini menggunakan pendekatan Panel Two Stage EGLS atau

Panel Two Stage Random Effect. Dalam model digunakan instrumen variabel dan variabel yang diinstrumenkan adalah variabel pendapatan per kapita, dengan instrumen variabelnya adalah semua variabel independen dalam model pertumbuhan. Hasil estimasi dari model ketimpangan terlihat pada tabel 5.2.

Dari hasil pengujian kelayakan model, didapatkan nilai statistik F sebesar 3.8067 dan hasilnya signifikan pada taraf nyata 5%. Dengan demikian model yang dibangun mampu menjelaskan keragaman gini rasio. Penghitungan model menggunakan metode ini akan mengakibatkan nilai kebaikan dari kesesuaian model menjadi kecil dan nilainya tidak dapat diinterpretasikan seperti penggunaan OLS biasa (Wooldridge 2004). Hasil estimasi menggunakan Panel Two Stage

Random Effect diketahui bahwa semua variabel yang dimasukkan nyata

mempengaruhi gini rasio. Variabel pendapatan per kapita yang diinstrumenkan dengan variabel infrastruktur ekonomi, infrastruktur sosial, dan jumlah angkatan kerja mempunyai elastisitas sebesar 0.0367 sehingga setiap kenaikan pendapatan per kapita sebesar 1% akan mengakibatkan ketimpangan meningkat sebesar 0.0367% ceteris paribus. Nilai signifikansi variabel pendapatan per kapita yang kurang dari 10% (Tabel 5.2) menunjukkan bahwa infrastruktur ekonomi, sosial, dan jumlah angkatan kerja secara tidak langsung akan mempengaruhi ketimpangan di kawasan perbatasan darat. Hasil tersebut sesuai dengan hasil penelitian Wahyuni (2011), serta sesuai dengan teori Kusnetz.

52

Tabel 5.2 Hasil estimasi model ketimpangan

Variabel Koefisien Std. Error t-Statistic p-value C 0.226988** 0.040677 5.580230 0.0000 Ln(KAP) 0.036753* 0.020808 1.766337 0.0813 LFI 0.003633** 0.001638 2.218420 0.0295 F-statistic 3.806697 Prob (F-statistic) 0.026515 R-squared 0.027071 Adj. R-squared 0.001800

Keterangan: * signifikan pada taraf nyata 10%, ** signifikan pada taraf nyata 5%

Dalam teori ketimpangan Kusnetz diungkapkan bahwa ketimpangan akan meningkat pada awal-awal pembangunan seiring dengan peningkatan pendapatan per kapita. Kawasan perbatasan darat secara umum baru berkembang setelah adanya otonomi daerah tahun 1999, dan lebih pesat lagi pembangunannya sejak dibentuknya Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP). Pembangunan yang baru pesat dalam kurun waktu kurang lebih 10 tahun, membuat ketimpangan pendapatan di kawasan perbatasan darat akan terus meningkat. Hal tersebut juga didorong keinginan pemerintah daerah masing-masing wilayah untuk terus membangun infrastruktur guna membuka keterisolasian wilayah dan meningkatkan pendapatan masyarakat.

Dari model ketimpangan diketahui bahwa variabel persentase pekerja di sektor industri berpengaruh terhadap peningkatan ketimpangan pendapatan. Elastisitas variabel tersebut sebesar 0.0036 yang berarti setiap kenaikan 1% jumlah pekerja di sektor industri akan mendorong kenaikan ketimpangan sebesar 0.0036% ceteris paribus. Perbedaan pendapatan pekerja antara sektor industri dan sektor pertanian akan menimbulkan terjadinya ketimpangan pendapatan di masyarakat. Dalam sektor pertanian terjadi kelebihan tenaga kerja dan ditandai dengan produktivitas marjinal tenaga kerja sama dengan nol, sedangkan dalam sektor industri mempunyai produktivitas yang tinggi. Produktivitas yang tinggi akan menghasilkan pendapatan yang lebih tinggi, sehingga adanya masyarakat kawasan perbatasan darat yang bekerja di sektor industri akan meningkatkan ketimpangan pendapatan, karena sebagian besar masyarakat masih bekerja di sektor pertanian.

Dokumen terkait