• Tidak ada hasil yang ditemukan

Impact of Infrastructure Development on Economy Growth and Inequality in Indonesia Land Borders

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Impact of Infrastructure Development on Economy Growth and Inequality in Indonesia Land Borders"

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

DAMPAK PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR TERHADAP

PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KETIMPANGAN DI

KAWASAN PERBATASAN DARAT INDONESIA

BAYU AGUNG PRASETYO

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Dampak Infrastruktur terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan di Kawasan Perbatasan Darat Indonesia adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2013

Bayu Agung Prasetyo

(3)

RINGKASAN

BAYU AGUNG PRASETYO. Dampak Pembangunan Infrastruktur terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan di Kawasan Perbatasan Darat Indonesia. Dibimbing oleh DS PRIYARSONO dan SRI MULATSIH.

Perbatasan Indonesia, khususnya perbatasan darat, mempunyai banyak masalah, mulai dari keamanan, sosial, dan ekonomi. Permasalahan-permasalahan tersebut membuat pengelolaan kawasan perbatasan berbeda dengan kawasan lainnya. Panjangnya garis perbatasan darat Indonesia dan terbatasnya sumber daya pertahanan keamanan, membuat penjagaan kawasan perbatasan harus dilakukan oleh seluruh masyarakat di kawasan perbatasan darat. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, terutama pertahanan dan keamanan, maka pendekatan pembangunan pada kawasan perbatasan darat tidak hanya harus dilakukan dari sisi pertahanan keamanan tapi juga dari sisi kesejahteraan masyarakat.

Tujuan jangka panjang pembangunan bukan hanya terjadinya pertumbuhan ekonomi yang tinggi, namun juga terjadinya penyebaran hasil-hasil pembangunan baik antar wilayah maupun individu sehingga akan menurunkan ketimpangan. Pembangunan infrastruktur diyakini mampu meningkatkan pendapatan masyarakat, yang akhirnya akan mendorong terjadinya pertumbuhan ekonomi. Pemilihan pembangunan infrastruktur yang tepat akan lebih mempercepat terjadinya akselerasi ekonomi, terutama di kawasan perbatasan darat.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa dampak dari infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pada kawasan perbatasan darat Indonesia. Dengan menggunakan analisis data panel statis dan estimasi 2SLS, menunjukkan bahwa di kawasan perbatasan darat pembangunan infrastruktur sosial, seperti pendidikan dan kesehatan, lebih mempunyai peran dalam meningkatkan pendapatan per kapita. Selain itu fasilitas telekomunikasi juga mempunyai peran yang signifikan dalam peningkatan pendapatan per kapita. Infrastruktur juga mempengaruhi kenaikan ketimpangan pendapatan di kawasan perbatasan darat, namun pengaruhnya secara tidak langsung yaitu melalui peningkatan pendapatan per kapita. Terkait dengan itu maka pembangunan infrastruktur sosial hendaknya menjadi prioritas utama di kawasan perbatasan darat. Untuk mendorong pemanfaatan infrastruktur sosial sehingga mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi, maka program wajib belajar 12 tahun dan memfungsikan puskesmas sebagai puskesmas 24 jam dan puskesmas rawat inap sudah selayaknya dijalankan di kawasan perbatasan darat.

(4)

SUMMARY

BAYU AGUNG PRASETYO. Impact of Infrastructure Development on Economy Growth and Inequality in Indonesia Land Borders. Supervised by DS PRIYARSONO and SRI MULATSIH.

Indonesia borders, especially land borders, have complicated problems. That is security, social, and economic ones. The problems make the management of land borders different from that of other regions. The length of Indonesia land borders and limited defense resources makes the guarding it must be done by community around that area. For solving the problems so development approach including for land borders not only from security side but also from welfare side.

The goal of long term development not only high growth but also to spread the result of development over region and individuals, with the result that reduce inequality. Infrastructure development is believe can increasing society income then can push teh economic growth. Choosing the right infrastructure development can boost economic, especially in land borders.

The purpose of this study is to analyze the impacts of infrastructure on economic growth and inequality in Indonesia land borders. Using static panel data and two stage least square (2SLS) estimation method, this study shows that development of social infrastructure can raise per capita income. The social infrastructures investigated are number of high schools and number of healthy facilities. Telecommunication facility can also raise per capita income. The income inequality is positively influenced by income per capita growth and industry sector laborer. Infrastructures have indirect relation with income inequality, that is by raising income per capita. Concerned with that, development of social infrastructure should be priority in the land borders area. To encourage use of social infrastructure, so can improve economy growth, then 12-year compulsory education program and improve health facility, puskesmas, become inpatient and 24-hour clinic must be implementing in land borders area.

(5)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(6)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Ekonomi

DAMPAK PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR TERHADAP

PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KETIMPANGAN DI

KAWASAN PERBATASAN DARAT INDONESIA

BAYU AGUNG PRASETYO

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)
(8)
(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2013 ini ialah infrastruktur, dengan judul Dampak Infrastruktur terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan di Kawasan Perbatasan Darat.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. D.S. Priyarsono, MS. dan Dr. Ir. Sri Mulatsih, M.Sc.Agr selaku pembimbing, serta Dr. Ir. Wiwiek Rindayati, M.Si. dan Dr. Alla Asmara, S.Pt., M.Si. yang telah banyak memberi saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Kepala BPS Kabupaten Paser, staf-staf dari Perpustakaan Badan Pusat Statistik, rekan-rekan di BPS Propinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Papua, dan Nusa Tenggara Timur, serta rekan-rekan kelas program pascasarjana Ilmu Ekonomi kelas BPS Batch 4, yang telah membantu baik pada waktu pengumpulan data dan waktu penyusunan penelitian ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada orangtua, istri, anak serta seluruh keluarga, atas segala dukungan, doa, dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2013

(10)

DAFTAR ISI

Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian 7

2 TINJAUAN PUSTAKA 8

Pertumbuhan Ekonomi 8

Infrastruktur 12

Infrastruktur dan Pertumbuhan Ekonomi 12

Infrastruktur dan Ketimpangan 13 Pemilihan Model Data Panel Statis 22

Estimasi 2SLS 23

Uji Asumsi 24

Evaluasi Model 25

Spesifikasi Model 26

4 GAMBARAN UMUM KAWASAN PERBATASAN DARAT 27 Kawasan Perbatasan Darat Kalimantan 27 Kawasan Perbatasan Darat Nusa Tenggara Timur 34

Kawasan Perbatasan Darat Papua 40

Ketimpangan 46

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 48

Dampak Infrastruktur terhadap Pertumbuhan Ekonomi 48 Dampak Infrastruktur terhadap Ketimpangan 51

6 SIMPULAN DAN SARAN 52

Simpulan 52

Saran 53

DAFTAR PUSTAKA 54

(11)

DAFTAR TABEL

3.1 Kerangka identifikasi autokorelasi 25 5.1 Hasil estimasi model pertumbuhan 49 5.2 Hasil estimasi model ketimpangan 52

DAFTAR GAMBAR

1.1 Persentase penduduk miskin kawasan perbatasan darat tahun 2011 3 1.2 Pendapatan per kapita kawasan perbatasan darat tahun 2011 3 1.3 Laju pertumbuhan ekonomi kawasan perbatasan darat tahun 2011 4 1.4 Rasio panjang jalan kawasan perbatasan darat tahun 2007-2011 5 1.5 Rasio sarana kesehatan di kawasan perbatasan darat tahun 2011 5 1.6 Rata-rata gini rasio di kawasan perbatasan darat tahun 2007-2011 6

2.1 Kurva Lorenz 13

2.2 Kurva U-terbalik 14

2.3 Kerangka pemikiran 18

4.1 Kawasan perbatasan darat di Kalimantan 27 4.2 Kepadatan penduduk di kawasan perbatasan darat Kalimantan 28 4.3 PDRB per kapita riil di kawasan perbatasan darat Kalimantan

tahun 2011 29

4.4 PDRB riil di kawasan perbatasan darat Kalimantan 29 4.5 Rasio panjang jalan baik dan sedang di kawasan perbatasan darat

Kalimantan tahun 2011 30

4.6 Rumah tangga yang mengakses air bersih untuk air minum di kawasan perbatasan darat Kalimantan tahun 2011 31 4.7 Rumah tangga yang mengakses listrik di kawasan perbatasan darat

Kalimantan tahun 2011 32

4.8 Persentase pemakaian telpon seluler di kawasan perbatasan darat

Kalimantan 32

4.9 Jumlah SMU sederajat di kawasan perbatasan darat Kalimantan 33 4.10 Sarana kesehatan di kawasan perbatasan darat Kalimantan 33

4.11 Kawasan perbatasan darat NTT 34

4.12 Kepadatan penduduk di kawasan perbatasan darat NTT tahun 2011 35 4.13 PDRB per kapita riil di kawasan perbatasan darat NTT tahun 2011 35 4.14 PDRB riil di kawasan perbatasan darat NTT 36 4.15 Perkembangan rasio panjang jalan terhadap luas wilayah di kawasan

perbatasan darat NTT 37

4.16 Rumah tangga yang mengakses air bersih untuk air minum di kawasan

perbatasan darat NTT tahun 2011 37

(12)

4.22 Kepadatan penduduk di kawasan perbatasan darat Papua tahun 2011 41 4.23 PDRB per kapita riil di kawasan perbatasan darat Papua tahun 2011 41 4.24 PDRB riil di kawasan perbatasan darat Papua 42 4.25 Perkembangan rasio panjang jalan terhadap luas wilayah di kawasan

perbatasan darat Papua 42

4.26 Rumah tangga yang mengakses air bersih untuk air minum di kawasan perbatasan darat Papua tahun 2011 43 4.27 Perkembangan akses listrik di kawasan perbatasan darat Papua 43 4.28 Persentase pemakaian telepon seluler di kawasan perbatasan darat Papua 44 4.29 Jumlah SMU sederajat di kawasan perbatasan darat Papua 45 4.30 Sarana kesehatan di kawasan perbatasan darat Papua 45 4.31 Perkembangan ketimpangan pendapatan penduduk di kawasan

perbatasan darat Propinsi Kalimantan Barat 46 4.32 Perkembangan ketimpangan pendapatan penduduk di kawasan

perbatasan darat Propinsi Kalimantan Timur dan Utara 47 4.33 Perkembangan ketimpangan pendapatan penduduk di kawasan

perbatasan darat Propinsi NTT 47

4.34 Perkembangan ketimpangan pendapatan penduduk di kawasan

perbatasan darat Propinsi Papua 48

DAFTAR LAMPIRAN

1 PDRB per kapita riil kawasan perbatasan darat (rupiah) 56 2 Gini rasio kawasan perbatasan darat 57

3 Hasil uji Hausman 58

4 Hasil estimasi model pertumbuhan 59 5 Hasil estimasi model ketimpangan 60

(13)

1

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pembangunan merupakan suatu proses multi dimensional yang meliputi berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional, disamping tetap mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan, serta pengentasan kemiskinan. Pada hakekatnya, pembangunan harus mencerminkan perubahan total suatu masyarakat untuk bergerak maju menuju suatu kondisi kehidupan yang serba lebih baik, secara material maupun spiritual (Todaro dan Smith 2006). Pembangunan merupakan suatu jalinan dari masalah sosial, ekonomi, politik, administrasi, dan sebagainya yang saling berpengaruh dan saling berkaitan, sehingga pemecahan masalah pembangunan dengan pendekatan yang bercorak multi disiplin (Sukirno 1985).

Pada umumnya pembangunan nasional difokuskan pada pembangunan ekonomi melalui usaha pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan proses peningkatan produksi barang dan jasa dalam kegiatan ekonomi masyarakat yang ditunjukkan oleh besaran Produk Domestik Bruto (PDB). Peningkatan laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi, yang melebihi tingkat pertumbuhan penduduk akan meningkatkan pendapatan per kapita yang diharapkan dapat meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan penduduk.

Visi pembangunan nasional Indonesia tahun 2005-2025 adalah Indonesia yang mandiri, maju, adil, dan makmur. Untuk mewujudkan visi tersebut terdapat delapan misi pembangunan nasional yaitu:

1. Mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan beradab berdasarkan falsafah Pancasila,

2. Mewujudkan bangsa yang berdaya saing,

3. Mewujudkan masyarakat demokratis berlandaskan hukum, 4. Mewujudkan Indonesia aman, damai, dan bersatu,

5. Mewujudkan pemerataan pembangunan dan berkeadilan, 6. Mewujudkan Indonesia asri dan lestari,

7. Mewujudkan Indonesia menjadi negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional,

(14)

2

infrastruktur yang maju, reformasi di bidang hukum dan aparatur negara serta memperkuat perekonomian domestik berbasis keunggulan setiap wilayah menuju keunggulan kompetitif dengan membangun keterkaitan sistem produksi, distribusi, dan pelayanan termasuk pelayanan jasa dalam negeri (Bappenas 2010).

Salah satu sumber daya saing adalah tersedianya infrastruktur yang lebih baik. Infrastruktur akan menaikkan produktivitas dan meningkatkan keterjangkauan, mengurangi biaya yang dikeluarkan sehingga akan berdampak positif pada pembangunan lokal. Infrastruktur yang memadai juga akan memungkinkan diversifikasi produksi, pengembangan perdagangan, pemerataan pembangunan, pengentasan kemiskinan, dan peningkatan kualitas hidup secara umum. Kegagalan dalam penyediaan infrastruktur yang memadai akan menahan laju pertumbuhan dan menghambat pemerataan hasil-hasil pembangunan kepada seluruh lapisan masyarakat.

Pembangunan kawasan perbatasan pada hakekatnya merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, karena kawasan perbatasan mempunyai nilai strategis dalam mendukung keberhasilan pembangunan nasional. Dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas) dinyatakan bahwa bentuk program prioritas pengembangan daerah perbatasan bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup, kesejahteraan masyarakat, serta memantapkan ketertiban dan keamanan daerah yang berbatasan dengan negara lain, maka pembangunan perbatasan perlu mendapatkan perhatian khusus dan menjadi prioritas utama. Program prioritas ini dijabarkan lagi dalam Rencana Pembangunan Tahunan (Repeta) yang disusun setiap tahun dan bertujuan untuk menjaga keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) serta menjadikan kawasan perbatasan sebagai beranda depan negara melalui pengamanan kawasan perbatasan dan pembangunan sosial ekonomi kawasan perbatasan.

Pengembangan kawasan perbatasan dilakukan dengan mengubah arah kebijakan pembangunan yang selama ini cenderung berorientasi ke dalam (inward looking) yang memandang kawasan perbatasan sebagai wilayah pertahanan, menjadi berorientasi keluar (outward looking), yang didalamnya fungsi kawasan perbatasan di samping sebagai wilayah pertahanan juga untuk meningkatkan aktivitas perekonomian masyarakat dan sebagai pintu gerbang perdagangan dengan negara tetangga. Dengan demikian, pendekatan pembangunan yang dilakukan, selain menggunakan pendekatan yang bersifat keamanan, juga diperlukan pendekatan kesejahteraan.

Kawasan perbatasan terdiri dari 64 kabupaten/kota dengan 16 kabupaten/kota merupakan kawasan perbatasan darat, yaitu 5 kabupaten di Propinsi Kalimantan Barat, 3 kabupaten di Propinsi Kalimantan Timur dan Utara, 4 kabupaten dan 1 kota di Propinsi Papua serta 3 kabupaten di Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dengan total panjang perbatasan darat 2374.9 km. Dari 16 kabupaten/kota tersebut, hanya Kota Jayapura yang bukan termasuk daerah tertinggal, sedangkan 15 kabupaten/kota lainnya, atau sebesar 93.75%, merupakan daerah tertinggal.

(15)

3

dari beberapa indikator, antara lain tingkat kemiskinan, pendapatan per kapita, dan pertumbuhan ekonomi.

Gambar 1.1 Persentase penduduk miskin kawasan perbatasan darat tahun 2011 Kondisi kemiskinan pada kawasan perbatasan darat masih terdapat 9 kabupaten/kota yang persentase penduduk miskinnya lebih tinggi daripada persentase penduduk miskin Indonesia (12.49%) dan hanya terdapat 7 kabupaten yang persentase penduduk miskinnya dibawah 10%, yaitu Kabupaten Sambas, Bengkayang, Sanggau, Sintang, Kapuas Hulu, Kutai Barat, dan Nunukan. Kondisi kemiskinan yang parah terjadi di kabupaten/kota yang berada di Propinsi Papua dan NTT dengan persentase penduduk miskinnya jauh diatas angka nasional (Gambar 1.1).

(16)

4

Pendapatan per kapita, yang didekati dengan PDRB per kapita, kabupaten/kota kawasan perbatasan darat masih dibawah pendapatan per kapita Indonesia, yaitu sebanyak 12 kabupaten (Gambar 1.2) atau sebesar 75% dari semua kabupaten/kota di kawasan perbatasan darat. Pada tahun 2011 pendapatan per kapita Indonesia atas dasar harga berlaku sebesar 30.8 juta rupiah, sedangkan pada kawasan perbatasan darat hanya terdapat 4 kabupaten/kota yang mempunyai pendapatan per kapita diatas besaran nasional, yaitu Kabupaten Kutai Barat, Malinau, Nunukan, dan Kota Jayapura. Di lain sisi terdapat 4 kabupaten yang nilai pendapatan per kapitanya dibawah 10 juta rupiah per tahun.

Gambar 1.3 Laju pertumbuhan ekonomi kawasan perbatasan darat tahun 2011

Untuk mengejar ketertinggalan pembangunan kawasan perbatasan darat dengan kawasan lainnya di Indonesia, dibutuhkan laju pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dibandingkan kabupaten/kota diluar kawasan perbatasan darat. Pada tahun 2011 terdapat 8 kabupaten/kota (Gambar 1.3), atau sebesar 50%, yang laju pertumbuhan ekonominya diatas laju pertumbuhan ekonomi Indonesia (6.5%). Namun walaupun pertumbuhan ekonominya tinggi, seperti Kabupaten Pegunungan Bintang, tingkat kemiskinannya tetap tinggi dan pendapatan per kapitanya rendah.

Permasalahan sarana prasarana di kawasan perbatasan darat terdiri dari keterbatasan jumlah pos lintas batas, aksesibilitas perhubungan yang belum memadai, sarana komunikasi dan informasi masih terbatas, dan pelayanan sosial dasar yang masih terbatas (Bappenas 2010). Kondisi sarana prasarana tersebut terlihat antara lain dari rasio panjang jalan kondisi baik dan sedang terhadap luas wilayah dan rasio jumlah sarana kesehatan, yaitu puskesmas, puskesmas pembantu, dan puskesmas keliling.

(17)

5

Kabupaten Pegunungan Bintang. Kenaikan rasio panjang jalan tertinggi ada di Kabupaten Bengkayang (Gambar 1.4).

Gambar 1.4 Rasio panjang jalan kawasan perbatasan darat tahun 2007-2011

Kondisi infrastruktur sosial juga tidak terlalu berbeda dengan infrastruktur jalan. Rasio sarana kesehatan, yang didekati dengan jumlah puskesmas, puskesmas pembantu, dan puskesmas keliling, di kawasan perbatasan darat Indonesia pada tahun 2011 secara umum masih dibawah 1 puskesmas per 1000 penduduk, kecuali Kabupaten Malinau, Merauke, Boven Digoel, Keerom, dan Kupang (Gambar 1.5).

(18)

6

Permasalahan pertahanan, keamanan, dan penegakan hukum antara lain belum disepakatinya beberapa segmen batas negara sehingga terdapat potensi konflik teritorial dengan negara tetangga yang mengancam kedaulatan wilayah dan menimbulkan kerancuan dalam pemanfaatan sumber daya alam, keterbatasan jumlah pos lintas batas dan personel yang menjaga perbatasan membuat pengawasan daerah perbatasan menjadi lemah. Hal tersebut membuat kawasan perbatasan darat menjadi kawasan yang rawan terhadap pencurian kayu, illegal logging, penyelundupan, perdagangan manusia, dan pemindahan patok tapal batas. Keterbatasan kawasan perbatasan darat juga mengakibatkan timbulnya keinginan dari beberapa masyarakat untuk melepaskan diri dari NKRI. Banyaknya permasalahan kawasan perbatasan darat membuat pengelolaan kawasan perbatasan darat harus lebih spesifik dibandingkan kawasan lainnya.

Permasalahan lain yang muncul di perbatasan darat adalah terjadinya ketimpangan pendapatan yang semakin meningkat. Secara rata-rata dari 16 kabupaten/kota di kawasan perbatasan darat terjadi kenaikan ketimpangan pendapatan dari tahun 2007 (0.26) ke tahun 2011 (0.33) (Gambar 1.6).

Gambar 1.6 Rata-rata gini rasio di kawasan perbatasan darat tahun 2007-2011

Perumusan Masalah

Permasalahan-permasalahan yang timbul di kawasan perbatasan darat membuat pengelolaan kawasan perbatasan darat menjadi lebih spesifik dibandingkan kawasan lainnya. Masalah pertahanan keamanan tidak bisa hanya dibebankan kepada aparat angkatan bersenjata, karena adanya keterbatasan sumber daya dan panjangnya garis perbatasan negara. Bahkan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Indonesia menduga maraknya pemakaian senjata illegal dalam kejahatan karena kurangnya pengawasan di kawasan perbatasan, sehingga penyelundupan dapat dengan mudah terjadi.

(19)

7

peran aktif dari masyarakat kawasan perbatasan, sehingga kekurangan sumber daya aparat keamanan dapat tertutupi dengan adanya kesadaran masyarakat untuk menjaga wilayahnya. Peran aktif tersebut akan sulit terwujud apabila kesejahteraan masyarakat tidak diperbaiki terlebih dahulu. Oleh karena itu pendekatan pembangunan di kawasan perbatasan darat memadukan antara pendekatan pertahanan keamanan dan sosial ekonomi.

Peningkatan kesejahteraan tersebut sulit terwujud apabila akses masyarakat tidak diperhatikan, sehingga pembangunan infrastruktur merupakan tahap awal untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan infrastruktur yang tepat dan sesuai karakter kawasan perbatasan darat akan berdampak pada percepatan laju pertumbuhan ekonomi dan berujung pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Selama ini kabupaten/kota di kawasan perbatasan darat lebih banyak mengalokasikan anggarannya untuk pembangunan jalan, jembatan, dan bandara. Namun apakah pembangunan infrastruktur tersebut berdampak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi kawasan perbatasan darat? Atau jenis infrastruktur lain yang mampu mendorong pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan? Dan dalam jangka panjang mampu mengurangi ketimpangan pendapatan yang terjadi. Oleh karena itu dilakukan penelitian untuk menjawab pertanyaan berikut :

1. Bagaimana dampak pembangunan infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi di kawasan perbatasan darat Indonesia?

2. Bagaimana dampak pembangunan infrastruktur terhadap ketimpangan di kawasan perbatasan darat Indonesia?

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Menganalisis dampak pembangunan infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi kawasan perbatasan darat Indonesia

2. Menganalisis dampak pembangunan infrastruktur terhadap ketimpangan kawasan perbatasan darat Indonesia

Hipotesis

Hipotesis penelitian ini adalah infrastruktur, baik infrastruktur ekonomi maupun sosial, berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi kawasan perbatasan darat dan ketimpangan pendapatan.

Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

(20)

8

kapita riil menggambarkan kenaikan besaran PDRB yang lebih tinggi dibandingkan kenaikan jumlah penduduk, sehingga terjadi pertumbuhan ekonomi.

Ketimpangan yang dianalisis merupakan ketimpangan pendapatan menggunakan ukuran gini rasio yang dihitung dari data pengeluaran per kapita, dengan asumsi tidak ada keragaman pendapatan dalam satu rumah tangga, sehingga angka gini rasio cenderung akan under estimate. Cakupan analisis penelitian menggunakan data tahun 2007-2011, karena ada beberapa data tahun 2006 ke bawah tidak dapat dimunculkan sampai level kabupaten/kota.

2 TINJAUAN PUSTAKA

Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi pada umumnya berarti perkembangan ekonomi. Pertumbuhan dapat diukur dan mampu menggambarkan fenomena perluasan tenaga kerja, modal, volume perdagangan, dan konsumsi. Rostow mengemukakan adanya tahapan dalam pertumbuhan ekonomi, yaitu masyarakat tradisional, prasyarat untuk tinggal landas, tinggal landas, dewasa dan masa konsumsi massal yang tinggi (Jhingan 2010).

Dornbusch et al. (2004) menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi adalah tingkat kenaikan dari Produk Domestik Bruto (PDB), pada tingkat regional disebut Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). PDB/PDRB adalah nilai dari seluruh barang dan jasa yang diproduksi pada suatu wilayah dengan jangka waktu tertentu. Produksi tersebut dikonversi dalam bentuk mata uang negara yang bersangkutan agar dapat diagregasikan. Pertumbuhan ekonomi dapat diukur dari perubahan peningkatan PDRB riil pada periode tertentu. Perubahan PDRB riil dari waktu ke waktu mencerminkan perubahan kuantitas dan sudah tidak mengandung unsur perubahan harga, baik inflasi maupun deflasi. Nilai pertumbuhan ekonomi dihitung sebagai perubahan nilai output (PDRB riil) antar waktu dan diformulasikan sebagai berikut:

= ... (2.1)

g : pertumbuhan ekonomi atau persentase perubahan PDRB riil dari periode t-1 sampai periode t

Pada tingkat rumah tangga ataupun individu, pertumbuhan ekonomi dapat diukur dari peningkatan pendapatan rumah tangga atau pendapatan per kapita. Ukuran tersebut merepresentasikan tingkat kesejahteraan penduduk. Penghitungan pendapatan per kapita agak sulit, karena harus memperhatikan aspek daerah asal dari penerimaan/pembayaran faktor produksi, sehingga pendapatan per kapita didekati dengan nilai PDRB per kapita, yaitu:

= !" " # ... (2.2)

(21)

9

1. Akumulasi modal, yang meliputi semua bentuk atau jenis investasi baru yang ditanamkan pada tanah, peralatan fisik, dan modal atau sumber daya manusia. 2. Pertumbuhan penduduk yang pada tahun-tahun berikutnya akan

memperbanyak jumlah angkatan kerja. 3. Kemajuan teknologi.

Jhingan (2010) menyebutkan bahwa proses pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor ekonomi dan non ekonomi. Faktor ekonomi terdiri atas faktor produksi yang dipandang sebagai kekuatan utama yang memengaruhi pertumbuhan, diantaranya adalah:

1. Sumber alam, yang mencakup kesuburan tanah, letak dan susunannya, kekayaan hutan, mineral, iklim, sumber air, sumber lautan, dan sebagainya. 2. Akumulasi modal, yang berarti mengadakan persediaan faktor produksi yang

secara fisik dapat direproduksi. Proses pembentukan modal bersifat kumulatif dan membiayai diri sendiri serta mencakup tiga tahap yang saling berkaitan, yaitu:

a. Keberadaan tabungan nyata dan kenaikannya,

b. Keberadaan lembaga keuangan dan kredit untuk menggalakkan tabungan dan menyalurkannya ke jalur yang dikehendaki,

c. Menggunakan tabungan untuk investasi barang modal.

3. Organisasi, yang terdiri atas para wiraswastawan (pengusaha) dan pemerintah, yang melengkapi (komplemen) modal, buruh dan yang membantu produktivitasnya, termasuk dalam menyelenggarakan overhead sosial dan ekonomi.

4. Kemajuan teknologi, yang berkaitan dengan perubahan di dalam metode produksi yang merupakan hasil pembaharuan atau hasil dari teknik penelitian baru sehingga menaikkan produktivitas buruh, modal dan faktor produksi lainnya.

5. Pembagian kerja dan skala produksi, yang menimbulkan peningkatan produktivitas.

Sedangkan faktor non ekonomi yang memengaruhi kemajuan perekonomian antara lain:

1. Faktor sosial dan budaya, yang menghasilkan perubahan pandangan, harapan, struktur, dan nilai-nilai sosial.

2. Faktor sumber daya manusia, yang disebut sebagai “pembentukan modal insani” yaitu proses peningkatan ilmu pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan seluruh penduduk, termasuk di dalamnya aspek kesehatan, pendidikan, dan pelayanan sosial lainnya.

3. Faktor politik dan administratif, termasuk pemerintahan yang baik dengan menerapkan kebijakan fiskal dan moneter yang tepat.

(22)

10

Perubahan stok modal sendiri merupakan rasio modal output (k Y) dan tabungan (S) sama dengan investasi (I). Dengan demikian dapat ditulis dalam persamaan

Persamaan (2.3) menunjukkan bahwa tingkat pertumbuhan GDP ditentukan secara bersama-sama oleh rasio tabungan dan rasio modal output, sehingga tanpa campur tangan pemerintah tingkat pertumbuhan akan berbanding lurus dengan rasio tabungan dan berbanding terbalik dengan rasio modal output. Logika ekonominya adalah agar bisa tumbuh pesat setiap perekonomian harus menabung dan menginvestasikan sebanyak mungkin bagian dari GDP nya. Negara yang dapat menabung dan menginvestasikan 15-20% dari GDP-nya, diproyeksikan akan mengalami pertumbuhan ekonomi lebih cepat apabila dibandingkan dengan negara lain yang menabung kurang dari proporsi tersebut.

Model perubahan struktural memusatkan perhatiannya pada mekanisme yang memungkinkan negara-negara yang masih terbelakang untuk mentransformasikan struktur perekonomian dalam negeri mereka dari pola perekonomian pertanian subsisten tradisional ke perekonomian yang lebih modern, lebih berorientasi ke kehidupan perkotaan, serta memiliki sektor industri manufaktur yang lebih bervariasi dan sektor jasa-jasa yang lebih tangguh. Perangkat dalam model ini berupa teori harga dan alokasi sumber daya, serta metode ekonometri modern untuk menjelaskan terjadinya proses transformasi. Menurut model pembangunan ini perekonomian yang terbelakang terdiri dari 2 (dua) sektor, yaitu sektor tradisional dan sektor industri perkotaan. Dalam sektor tradisional terjadi kelebihan penduduk dan ditandai dengan produktivitas marjinal tenaga kerja sama dengan nol, sehingga sering disebut surplus tenaga kerja, sedangkan sektor industri perkotaan mempunyai produktivitas yang tinggi dan menjadi tempat penampungan tenaga kerja yang ditransfer sedikit demi sedikit dari sektor tradisional. Perhatian utama model ini diarahkan pada terjadinya proses pengalihan tenaga kerja, serta pertumbuhan output dan peningkatan penyerapan tenaga kerja di sektor modern (Todaro dan Smith 2006).

Model pertumbuhan neoklasik sering disebut sebagai model pertumbuhan Solow, dimana model ini merupakan pengembangan dari model Harrod-Domar dengan menambahkan faktor tenaga kerja dan variabel independen ketiga yaitu teknologi kedalam persamaan pertumbuhan. Model pertumbuhan Solow mampu menjelaskan sebagian besar fenomena yang terjadi di dunia dan lebih elegan karena dapat dilakukan dengan pendekatan matematis. Asumsi dalam model ini berbeda dengan Harrod-Domar, dimana model ini berpegang pada konsep skala hasil yang terus berkurang (diminishing return) dari input tenaga kerja dan modal jika keduanya dianalisis secara terpisah, namun jika dianalisis secara bersamaan akan tetap menggunakan asumsi skala hasil tetap (constant return to scale) (Todaro dan Smith 2006).

Dalam bentuk yang formal, model pertumbuhan Solow memakai fungsi produksi agregat standar yaitu:

(23)

11

Y adalah produk domestik bruto, K adalah stok modal fisik, antara lain infrastruktur, dan modal manusia, L adalah tenaga kerja, A adalah produktivitas tenaga kerja yang pertumbuhannya ditentukan secara eksogen, dan melambangkan elastisitas output terhadap modal. Dalam model ini kemajuan teknologi ditentukan secara eksogen. Dengan asumsi skala hasil tetap, model solow dapat ditulis menjadi:

Y = F( K, L) ... (2.7)

= 1/L

Y/L = f(K/L, L/L) ... (2.8)

y = f(k) ... (2.9) dalam bentuk persamaan Cobb Douglas menjadi:

y = Ak ... (2.10) Hal tersebut mencerminkan sebuah cara alternatif mengenai fungsi produksi, di mana segala sesuatu dihitung dalam kuantitas per tenaga kerja.

Model pertumbuhan endogen mempunyai kemiripan struktural dengan model neoklasik, namun sangat berbeda dalam asumsi yang mendasarinya dan kesimpulan yang ditarik darinya. Perbedaan teoritis yang paling signifikan berasal dari dikeluarkannya asumsi neolasik tentang hasil marjinal yang semakin menurun atas investasi modal dan memberikan peluang terjadinya skala hasil yang semakin meningkat dalam produksi agregat dan sering kali berfokus pada peran eksternalitas dalam menentukan tingkat pengembalian investasi modal. Teori pertumbuhan endogen berusaha menjelaskan keberadaan skala hasil yang semakin meningkat dan pola pertumbuhan jangka panjang yang berbeda-beda antar negara. Aspek paling menarik dari model ini adalah membantu menjelaskan keanehan aliran modal internasional yang memperparah ketimpangan antara negara maju dengan negara berkembang. Potensi tingkat pengembalian atas investasi yang tinggi yang ditawarkan oleh negara berkembang yang mempunyai rasio modal-tenaga kerja yang rendah berkurang dengan cepat dikarenakan rendahnya tingkat investasi komplementer dalam sumber daya manusia (pendidikan), infrastruktur, atau riset dan pengembangan. Pada akhirnya, negara miskin kurang mendapat manfaat dari luasnya keuntungan sosial yang terkait dengan setiap alternatif bentuk pengeluaran modal ini. Karena investasi komplementer menghasilkan manfaat sosial maupun pribadi, pemerintah dapat memperbaiki efisiensi alokasi sumber dayanya, dengan menyediakan barang publik (infrastruktur) atau mendorong investasi swasta (Todaro dan Smith 2006).

Pemikiran yang pertama dari model pertumbuhan endogen dikembangkan oleh Romer. Model Romer mengungkapkan bahwa sumber pertumbuhan dipacu oleh pengetahuan, kemudian dimasukkan dalam akumulasi investasi pada modal tetap sampai waktu tertentu t, yang sering disebut barang publik. Model Romer dapat dinyatakan dalam rumusan:

'( = )(*+, *( )- dengan 0< <1; 0< <1; + =1 ... (2.12)

Yi adalah output perusahaan i, Ki adalah stok modal, Li adalah tenaga kerja, dan K

adalah pengetahuan pada waktu t.

Pemikiran kedua dikemukanan oleh Lucas melalui model akumulasi human capital. Model Lucas mempertimbangkan dua tipe modal yaitu modal fisik dan modal manusia. Rumusan model tersebut adalah:

(24)

12

Dimana Yt adalah output produksi, A adalah konstanta, K adalah stok

modal, L adalah tenaga kerja, u adalah waktu yang digunakan pekerja untuk berproduksi, H adalah kualitas dari human capital yang merupakan rata-rata banyaknya pengetahuan yang dimiliki oleh pekerja (Capello 2007).

Infrastruktur

Infrastruktur adalah segala yang merupakan penunjang utama terselenggaranya suatu proses (usaha, pembangunan, proyek, dll) (P3B 1993).

World Bank (1994) membagi infrastruktur menjadi tiga kategori, yaitu:

1. Infrastruktur ekonomi, merupakan infrastruktur fisik yang diperlukan untuk menunjang aktivitas ekonomi, meliputi: public utilities (listrik, telekomunikasi, air, sanitasi, gas), public work (jalan, bendungan, kanal, irigasi dan drainase) dan sektor transportasi (jalan, rel, pelabuhan, lapanganterbang dan sebagainya);

2. Infrastruktur sosial, meliputi: pendidikan, kesehatan, perumahan dan rekreasi; 3. Infrastruktur administrasi, meliputi: penegakan hukum, kontrol administrasi

dan koordinasi.

Kebutuhan investasi untuk pembangunan infrastruktur di masa mendatang bertujuan untuk:

1. Mengatasi kondisi ‘bottlenecks’ saat ini

2. Mempertahankan laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi 3. Mengantisipasi urbanisasi yang sangat cepat

4. Mendukung meningkatnya perdagangan dan globalisasi

Infrastruktur dan Pertumbuhan Ekonomi

Infrastruktur memainkan peran yang penting dalam pembangunan. Dalam teori-teori pertumbuhan, infrastruktur secara khusus masuk dalam modal publik dan sering disebut sebagai faktor produksi tidak dibayar yang mendorong secara langsung peningkatan produksi. Di lain sisi infrastruktur juga sering disebut sebagai faktor penambah dimana akan mendorong terjadinya peningkatan produktivitas. Infrastruktur juga sebagai faktor pemicu yang berkontribusi untuk meningkatkan kesejahteraan individu (Crescenzi dan Pose 2012).

Banyak teori pertumbuhan menyetujui pentingnya infrastruktur terhadap pembangunan regional. Infrastruktur merupakan salah satu faktor yang menentukan dalam pembangunan regional, dengan infrastruktur yang lebih baik akan menarik perusahaan baru untuk masuk kedalam suatu wilayah. Infrastruktur yang baik juga merupakan sumber daya saing bagi perusahaan untuk beroperasi pada wilayah tersebut. Hal tersebut akan meningkatkan produktivitas, dan melalui peningkatan akses, akan menurunkan biaya pembelian.

(25)

13

produksi hanya dalam jangka panjang dan efeknya tidak hanya berdampak pada area yang dibangun infrastruktur sosial tersebut (Capello 2007).

Infrastruktur dan Ketimpangan

Pembangunan memerlukan pendapatan yang lebih tinggi dan pertumbuhan yang cepat, namun masalah dasarnya bukan hanya bagaimana menumbuhkan pendapatan tersebut, tetapi juga siapakah yang akan menumbuhkan pendapatan tersebut apakah sejumlah besar masyarakat yang ada dalam suatu wilayah atau hanya segelintir orang didalamnya. Jika yang menumbuhkan hanyalah orang kaya yang berjumlah sedikit, maka manfaat pertumbuhan pendapatan pun hanya akan dinikmati oleh mereka saja, sehingga kemiskinan dan ketimpangan pendapatan akan semakin parah.

Penanggulangan kemiskinan dan ketimpangan distribusi pendapatan merupakan inti dari semua masalah pembangunan dan merupakan tujuan utama kebijakan pembangunan di banyak negara. Ketimpangan dalam hal distribusi pendapatan dan asset hanyalah bagian kecil dari masalah ketimpangan yang sebenarnya lebih luas di negara berkembang. Selain ketimpangan pendapatan masih terdapat bentuk-bentuk ketimpangan lainnya, yaitu ketimpangan kekuasaan, prestise, status, gender, kepuasan kerja, kondisi kerja, derajat partisipasi, kebebasan memilih, dan berbagai dimensi lainnya.

Pengukuran ketimpangan pendapatan secara umum dibagi kedalam dua ukuran pokok yaitu distribusi pendapatan perseorangan atau distribusi ukuran pendapatan dan distribusi pendapatan “fungsional” atau pangsa distribusi pendapatan per faktor produksi. Ukuran ketimpangan pendapatan yang sering digunakan adalah koefisien gini dan ukuran ketimpangan agregat. Koefisien gini dihitung dari rasio bidang yang terletak antara garis diagonal dan kurva Lorenz dibagi dengan luas separuh segi empat dimana kurva Lorenz tersebut berada.

(26)

14

Dilihat dari kurva Lorenz (Gambar 2.1), maka:

)4 5 6 7 8 7 = (" !9 ;(" !9 : ... (2.14) Koefisien gini merupakan salah satu ukuran yang memenuhi empat kriteria yang sangat dicari, yaitu prinsip anonimitas, independensi skala, independensi populasi, dan transfer.

Gambar 2.2 Kurva U-terbalik

Pada tahap awal pembangunan, distribusi pendapatan cenderung memburuk, namun pada tahap selanjutnya distribusi pendapatan akan membaik. Keadaan tersebut karena pada tahapan pertumbuhan awal akan terpusat di sektor industri modern, yang mempunyai lapangan kerja terbatas namun tingkat upah dan produktivitas yang tinggi. Observasi inilah yang dikenal dengan kurva Kuznets “U-terbalik”, karena perubahan longitudinal dalam distribusi pendapatan, misalnya koefisien gini, tampak seperti kurva berbentuk U-terbalik (Gambar 2.2).

Kurva Kuznets dapat dihasilkan oleh proses pertumbuhan berkesinambungan yang berasal dari perluasan sektor modern, seiring dengan perkembangan suatu wilayah dari perekonomian tradisional ke perekonomian modern. Disamping itu imbalan yang diperoleh dari sektor pendidikan mungkin akan meningkat terlebih dahulu, karena sector modern yang muncul memerlukan tenaga kerja terampil, namun imbalan ini akan menurun karena penawaran tenaga kerja terdidik meningkat dan penawaran tenaga kerja tidak terdidik menurun (Todaro dan Smith 2006).

Pembangunan infrastruktur dalam kondisi yang tepat dapat menimbulkan dampak yang positif pada pendapatan dan kesejahteraan dari rakyat yang miskin dan akan meningkatkan rata-rata pendapatan mereka. Infrastruktur akan menolong individu yang lebih miskin dan wilayah yang terbelakang untuk mengakses aktifitas ekonomi, kemudian dari akses tersebut akan memberikan kesempatan kepada mereka untuk menambah peluang peningkatan produktifitasnya.

Pembangunan infrastruktur pada daerah yang terbelakang juga akan menurunkan biaya produksi dan transaksi, meningkatkan akses kepada kesehatan dan pendidikan. Sejalan dengan hal tersebut akan meningkatkan kualitas manusianya sehingga kesempatan kerja akan lebih terbuka dan ada prospek

(27)

15

penambahan pendapatan, pada akhirnya penambahan pendapatan akan menurunkan ketimpangan (Calderon dan Serven 2004).

Kawasan Perbatasan

Kawasan perbatasan negara adalah wilayah kabupaten/kota yang secara geografis dan demografis berbatasan langsung dengan negara tetangga dan/atau laut lepas. Kawasan perbatasan terdiri dari kawasan perbatasan darat dan laut, yang tersebar secara luas dengan tipologi yang beragam, mulai dari pedalaman hingga pulau pulau kecil terdepan (terluar). UU No 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang telah menetapkan kawasan perbatasan sebagai kawasan strategis dari sudut pandang pertahanan dan keamanan yang diprioritaskan penataan ruangnya.

Indonesia berbatasan dengan 10 (sepuluh) negara tetangga, yaitu India, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Filipina, Australia, Timor Leste, Palau, dan Papua Nugini. Secara keseluruhan kawasan perbatasan dengan negara tetangga tersebar di 12 (dua belas) propinsi. Kawasan perbatasan darat tersebar di 5 (lima) propinsi yaitu Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Papua, dan NTT. Garis batas negara di Pulau Kalimantan antara RI-Malaysia terbentang sepanjang 2004 Km, di Papua antara RI-PNG sepanjang 107 km, dan di Nusa Tenggara Timur antara RI-Republik Demokrasi Timor Leste sepanjang kurang lebih 263.8 km.

Kawasan perbatasan memiliki posisi strategis sebagai pintu gerbang untuk berinteraksi langsung dengan negara tetangga serta memiliki nilai strategis terhadap kedaulatan negara, pertahanan, dan keamanan. Pengembangan kawasan perbatasan dilakukan dengan mengubah arah kebijakan pembangunan yang selama ini cenderung berorientasi ke dalam (inward looking) yang memandang kawasan perbatasan sebagai wilayah pertahanan, menjadi berorientasi ke luar (outward looking), yang didalamnya fungsi kawasan perbatasan di samping sebagai wilayah pertahanan juga untuk meningkatkan aktivitas perekonomian masyarakat dan sebagai pintu gerbang perdagangan dengan negara tetangga. Secara umum hingga saat ini kondisi pembangunan di sebagian besar wilayah kabupaten/kota di kawasan perbatasan masih sangat jauh tertinggal bila dibandingkan dengan pembangunan kawasan lain ataupun dibandingkan dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat diwilayah negara tetangga yang berbatasan, khususnya di perbatasan Kalimantan. Jika ditinjau status ketertinggalan wilayah, 27 kabupaten di kawasan perbatasan masih dapat dikategorikan sebagai daerah tertinggal. Kondisi ini merupakan tantangan utama bagi upaya pengembangan kawasan perbatasan.

Arah kebijakan pengembangan kawasan perbatasan periode 2010—2014 adalah mempercepat pembangunan kawasan perbatasan di berbagai bidang sebagai beranda depan negara dan sebagai pintu gerbang aktivitas ekonomi dan perdagangan dengan negara tetangga secara terintegrasi dan berwawasan lingkungan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan menjamin pertahanan keamanan nasional. Dalam prioritas bidang ini, arah kebijakan tersebut dijabarkan melalui strategi sebagai berikut :

(28)

16

2. Peningkatan upaya pertahanan, keamanan, serta penegakan hukum; 3. Peningkatan pertumbuhan ekonomi kawasan perbatasan;

4. Peningkatan pelayanan sosial dasar;

5. Penguatan kapasitas kelembagaan dalam pengembangan kawasan perbatasan secara terintegrasi (Bappenas 2010)

Penelitian Terdahulu

Groote et al. (1999) dalam penelitiannya tentang infrastruktur dan pembangunan ekonomi di Belanda menunjukkan bahwa efek positif dari pembangunan infrastruktur hanya sementara sehingga pertumbuhan ekonomi Belanda tidak menjadi semakin tinggi secara permanen.

Roller dan Waverman (2001) dalam penelitiannya tentang infrastruktur telekomunikasi dan pembangunan ekonomi menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara ketersediaan infrastruktur telekomunikasi dengan pembangunan ekonomi.

Calderon dan Chong (2004) dalam penelitiannya tentang jumlah dan kualitas dari infrastruktur dan distribusi pendapatan menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang negatif antara kuantitas dan kualitas infrastruktur terhadap ketimpangan pendapatan.

Calderon dan Serven (2004) dalam penelitiannya tentang dampak dari pembangunan infrastruktur pada pertumbuhan dan distribusi pendapatan menunjukkan bahwa infrastruktur berdampak positif terhadap pertumbuhan dan ketimpangan pendapatan menurun seiring dengan perbaikan kualitas dan penambahan jumlah infrastruktur.

Amrullah (2006) dalam penelitiannya tentang analisis pengaruh pembangunan infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi regional di Indonesia menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara pembangunan pembangunan infrastruktur, terutama infrastruktur ekonomi yaitu jalan, listrik, telepon dan air minum, dengan pertumbuhan ekonomi regional yang diwakili oleh pendapatan per kapita penduduk.

Prasetyo (2010) dalam penelitiannya tentang dampak pembangunan infrastruktur dan aglomerasi industri terhadap pertumbuhan ekonomi regional di Indonesia menunjukkan bahwa infrastruktur listrik dan jalan berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi regional, sedangkan infrastruktur air bersih tidak berpengaruh secara signifikan.

Crescenzi dan Pose (2011) dalam penelitiannya tentang infrastruktur dan pertumbuhan ekonomi di Uni Eropa menunjukkan bahwa limpahan infrastruktur merupakan prediktor yang relatif buruk bagi pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan ekonomi di Uni Eropa merupakan hasil dari kombinasi ‘social filter’, kapasitas inovasi baik pada wilayah tersebut maupun sekitarnya, dan kapasitas wilayah untuk menarik pekerja pendatang.

(29)

17

Wahyuni (2011) dalam penelitiannya tentang konvergensi dan faktor-faktor yang memengaruhi ketimpangan wilayah kabupaten/kota di Pulau Jawa menunjukkan bahwa faktor yang memengaruhi ketimpangan pendapatan adalah share manufaktur, pendidikan tenaga kerja, infrastruktur kesehatan, energi listrik, dan air bersih.

Jan et al. (2012) dalam penelitiannya tentang infrastruktur fisik dan pembangunan ekonomi di Pakistan menunjukkan bahwa infrastruktur fisik mempunyai efek yang positif terhadap pembangunan ekonomi di Pakistan.

Radiansyah (2012) dalam penelitiannya tentang analisis kontribusi infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi regional di Indonesia menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara pembangunan infrastruktur dan pelaksanaan otonomi daerah terhadap pertumbuhan ekonomi yang diwakili oleh pendapatan perkapita penduduk.

Seneviratne dan Sun (2013) dalam penelitiannya tentang infrastruktur dan distribusi pendapatan pada ASEAN-5 menunjukkan bahwa infrastruktur yang lebih baik, dalam hal kualitas dan kuantitas, akan mengurangi ketimpangan pendapatan, sedangkan hubungan antara investasi dan distribusi pendapatan adalah lemah.

Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran untuk penelitian ini berawal dari visi pembangunan nasional 2025 yang memberikan target agar Indonesia menjadi negara sepuluh besar dunia. Untuk mencapai target tersebut diperlukan percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi. Percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi tersebut dilaksanakan dalam pembangunan di semua kawasan, baik kawasan perbatasan ataupun kawasan lainnya.

Kawasan perbatasan dibagi kedalam 2 (dua) kelompok, yaitu perbatasan laut dan perbatasan darat. Dalam kawasan perbatasan darat terjadi proses pembangunan yang dipandang dari 2 (dua) sisi yaitu sosial ekonomi dan pertahanan keamanan. Proses pembangunan ini dipengaruhi oleh ketersediaan infrastruktur.

(30)

18

= wilayah penelitian

Gambar 2.3 Kerangka pemikiran

3 METODE PENELITIAN

Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan instansi terkait lainnya, dengan time series tahun 2007-2011 dan cross section kabupaten/kota wilayah perbatasan darat Indonesia. Data yang digunakan meliputi pendapatan per kapita, gini rasio, infrastruktur ekonomi antara lain jalan, listrik, telekomunikasi, dan transportasi udara, infrastruktur sosial yaitu pendidikan dan kesehatan. Selain itu digunakan juga data sekunder lainnya yang berkaitan.

(31)

19

Metode Analisis Data

Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan keadaan secara umum dan perkembangan pembangunan ekonomi di wilayah perbatasan darat. Dalam analisis ini akan dibahas bagaimana kondisi infrastruktur, ketimpangan, dan perekonomian setiap wilayah.

Analisis Regresi Data Panel Statis

Ketersediaan data seringkali menjadi kendala dalam suatu penelitian. Data dengan series yang pendek menjadi permasalahan dalam pengolahan data time series karena akan mempengaruhi validitas analisis. Permasalahan lain juga terjadi apabila penelitian memiliki jumlah unit cross section yang terbatas sehingga menyulitkan analisis perilaku dari model yang diteliti.

Teori ekonometrika memberikan solusi untuk permasalahan tersebut, salah satunya dengan menggunakan data panel (pooled data). Menurut Gujarati (2004) data panel (pooled data) atau yang disebut juga data longitudinal merupakan gabungan antara data cross section dan data time series. Data cross section adalah data yang dikumpulkan dalam satu waktu terhadap banyak individu. Data time series adalah data satu obyek yang meliputi beberapa periode waktu. Metode data panel merupakan suatu metode yang digunakan untuk melakukan analisis empirik yang tidak mungkin dilakukan jika hanya menggunakan data time series atau

cross section.

Penggunaan data panel telah memberikan banyak keuntungan secara statistik maupun menurut teori ekonomi diantaranya sebagai berikut:

1. Mampu mengontrol heterogenitas individu. Dengan metode ini estimasi yang dilakukan dapat secara eksplisit memasukkan unsur heterogenitas individu. 2. Dengan mengkombinasikan data time series dan cross section, data panel

dapat memberikan data yang informatif, mengurangi kolinearitas antar peubah, meningkatkan derajat bebas, dan lebih efisien.

3. Lebih baik untuk studi dynamics of adjustment. Data panel lebih baik dalam mempelajari perubahan dinamis karena berkaitan dengan observasi cross section yang berulang.

4. Lebih baik dalam mengidentifikasi dan mengukur efek yang secara sederhana tidak dapat diatasi dalam data cross section saja atau data time series saja. 5. Lebih sesuai untuk mempelajari dan menguji model prilaku (behavioral

models) yang kompleks dibandingkan dengan model data cross section atau

time series.

Selain manfaat yang diperoleh dengan penggunaan panel data metode ini juga memiliki keterbatasan di antaranya adalah:

1. Masalah dalam desain survei panel, pengumpulan, dan manajemen data. Masalah yang umum dihadapi diantaranya: cakupan (coverage), nonresponse, kemampuan daya ingat responden (recall), frekuensi, dan waktu wawancara. 2. Distorsi kesalahan pengamatan (measurement errors). Measurement errors

umumnya terjadi karena respon yang tidak sesuai.

(32)

20

a. Self-selectivity, permasalahan ini muncul karena data-data yang

dikumpulkan untuk suatu penelitian tidak sepenuhnya dapat menangkap fenomena yang ada.

b. Nonresponse, permasalahan ini muncul dalam data panel ketika ada ketidaklengkapan jawaban yang diberikan oleh responden (rumah tangga). c. Attrition, yaitu jumlah responden yang cenderung berkurang pada survei

lanjutan yang biasanya terjadi karena responden pindah, meninggal dunia atau biaya menemukan responden yang terlalu tinggi.

4. Dimensi waktu (time series) yang pendek. Jenis panel mikro biasanya mencakup data tahunan yang relatif pendek untuk setiap individu.

5. Cross-section dependence. Sebagai contoh, apabila macro panel dengan unit analisis negara atau wilayah dengan deret waktu yang panjang mengabaikan

cross-country dependence akan mengakibatkan inferensi yang salah

(misleading inference) (Baltagi 2007).

Analisis data panel secara garis besar dibedakan menjadi dua macam yaitu statis dan dinamis. Pada analisis data panel dinamis, regressor-nya mengandung variabel lag dependent-nya, sedangkan pada analisis data panel statis tidak.

Dalam analisis data panel, jika T adalah jumlah observasi dan N adalah jumlah unit cross section, maka panel data terjadi jika T >1 dan N> 1. Jika observasi untuk setiap unit cross section sama banyaknya disebut balance panels sedangkan jika tidak sama banyak disebut unbalance panels. Proses mengkombinasi data cross section dan time series untuk membentuk panel disebut

pooling. Bentuk model umum regresi data panel dapat dinotasikan sebagai berikut:

'( = < + >( ? + @( ... (3.1)

dimana :

i : 1, 2, ... , N, menunjukkan individu, perusahaan, dan lainnya (dimensi

cross section)

t : 1, 2, ... , T, menunjukkan dimensi deret waktu (time series)

< : koefisien intersep yang merupakan skalar

? : koefisien slope dengan dimensi K x 1, dimana K adalah banyaknya peubah bebas atau variabel penjelas

Yit : peubah tak bebas (dependent variabel) untuk unit individu i dan unit waktu ke-t

>( : peubah bebas (independent variabel) untuk unit individu i dan unit waktu ke- t

@( : komponen error, yang dibedakan menjadi

- untuk one way error component models @( = A( + 0(

- untuk two way error component models @( = A( + B + 0( A( adalah efek dari individu dan B adalah efek dari waktu.

Dalam melakukan estimasi untuk persamaan (3.1), tergantung pada asumsi yang dibuat mengenai intersep, slope, dan sisaan 0( . Terdapat beberapa kemungkinan untuk hal tersebut, yaitu:

1. Intersep dan slope adalah konstan menurut waktu dan individu, sedangkan sisaan berbeda antar waktu dan individu.

2. Slope adalah tetap, tetapi intersep berbeda antar individu.

(33)

21

5. Semua koefisien (slope dan intersep) berbeda antar individu dan antar waktu. Berdasarkan variasi-variasi asumsi yang dibentuk, terdapat dua pendekatan dalam tehnik estimasi model regresi data panel statis yaitu:

1. Pendekatan Efek Tetap (Fixed Effect Model / FEM) 2. Pendekatan Efek Acak (Random Effect Model / REM)

Kedua pendekatan tersebut dibedakan berdasarkan pada asumsi ada atau tidaknya korelasi antara komponen error dengan peubah bebas. Jadi yang membedakan antara FEM dan REM terletak pada ada tidaknya korelasi antara A( dan B dengan >( .

a. Pendekatan Efek Tetap (Fixed Effect Model / FEM)

Pendekatan FEM ini muncul ketika antara efek individu dan peubah penjelas memiliki korelasi >( atau memiliki pola yang sifatnya tidak acak. Asumsi ini membuat komponen error dari efek individu dan waktu dapat menjadi bagian dari intersep, yaitu:

- Untuk one way komponen error : C( = <( + A(+ >( ? + 0( - Untuk two way komponen error : C( = <( + A(+ B + >( ? + 0( Penduga pada FEM dapat dihitung dengan beberapa tehnik yaitu :

i. Pooled Least Square (PLS)

Tehnik ini menggunakan gabungan dari seluruh data, model yang digunakan adalah : C( = <( + >( ? + 0( , dimana <( adalah konstan untuk semua observasi. Dengan menggunakan metode ini heterogenitas individu akan terjaga, tetapi estimasinya akan biased.

ii Within Group (WG)

Tehnik ini digunakan dengan menggunakan data deviasi dari rata-rata individu. Tehnik ini menghasilkan parameter ? yang unbiased tetapi akan menghilangkan intersep.

iii Least Square Dummy Variable (LSDV)

Tehnik ini digunakan dengan menambahkan dummy variable sebanyak n-1, tetapi akan mengurangi derajat bebas dan membuat ketidakefisienan.

iv Two Way Error Component FEM

Tehnik ini memasukkan variasi antar waktu sehingga model dasarnya menjadi C( = <(+ D + >( ? + 0( .

b. Pendekatan Efek Acak ( Random Effect Model / REM)

REM muncul ketika antara efek individu dan regresor tidak ada korelasi. Asumsi ini membuat komponen error dari efek individu dan waktu dimasukkan ke dalam error, sehingga:

- Untuk one way komponen error : C( = <( + >( ? + 0( + A( - Untuk two way komponen error : C( = <( + >( ? + 0( + A( + B

(34)

22

Dimana : One way error component:E(= A(

Two way error component:E(= A(+B

Terdapat 2 (dua) jenis pendekatan yang digunakan untuk menghitung estimator REM, yaitu:

i Between Estimator

Tehnik ini mengasumsikan bahwa peubah bebas dengan error tidak saling berkorelasi.

ii Generalized Least Square (GLS)

Tehnik ini mengombinasikan informasi antar dan dalam data secara efisien. GLS dipandang sebagai rata-rata yang dibobotkan dari estimasi

between dan within, dengan persamaan: ? K = L? + /M# − L2?O

Pemilihan Model Data Panel Statis

Pemilihan antara model efek tetap dengan efek acak dapat dilakukan dengan pengujian terhadap asumsi ada tidaknya korelasi antara regressor dan efek individu. Pengujian tersebut adalah Uji Chow untuk memilih antara PLS dan FEM, Uji Hausman untuk memilih antara FEM dan REM serta Uji Lagrange Multiplier untuk memilih antara REM dan PLS.

a. Uji Chow

Beberapa buku menyebut uji Chow dengan pengujian F statistik. Dalam pengujian ini dilakukan hipotesis sebagai berikut:

H0 : Model Pooled Least Square (PLS) diperoleh dari estimasi data panel dengan metode fixed effect.

N = Jumlah data cross section

T = Jumlah data time series K = Jumlah variabel penjelas

Pengujian ini mengikuti distribusi F dengan derajat bebas N-1 dan NT-N-K. Jika nilai Chow Statistics (F stat) hasil pengujian lebih besar dari F tabel, maka cukup bukti bagi kita untuk melakukan penolakan terhadap hipotesis nol sehingga model yang digunakan adalah model fixed effect, begitu juga sebaliknya.

b. Uji Hausman

Dalam uji ini dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H0: E( i xit) = 0 atau REM adalah model yang tepat

H1: E( i xit) 0 atau FEM adalah model yang tepat

Sebagai dasar penolakan H0 maka digunakan statistik Hausman dan

membandingkannya dengan chi square. Statistik Hausman dirumuskan dengan:

(35)

23

dimana:

M= matriks kovarians untuk parameter

k = degrees of freedom

Jika nilai H hasil pengujian lebih besar dari 2 tabel, maka cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap H0 sehingga model yang digunakan adalah

model fixed effects, begitu juga sebaliknya.

c. Uji Lagrange Multiplier (LM)

Pengujian ini didasarkan pada nilai residual dari model PLS. Hipotesis nol (H0)

yang digunakan adalah intersep bukan merupakan peubah acak atau stokastik, dengan kata lain varian dari residual bernilai nol.

Nilai statistik LM dihitung berdasarkan formula :

+Y =F/I ,2!I Z[ \[b]_ ^_ ]`a

n : jumlah individu atau cross section

T : jumlah periode waktu atau time series

( : residual model PLS

Uji LM ini mengikuti distribusi 2 dengan derajat bebas sebesar 1. Jika nilai statistik LM lebih besar dari nilai kritis statistik 2, maka hipotesis nol akan ditolak, yang berarti estimasi yang tepat untuk regresi data panel adalah metode REM.

Estimasi 2SLS

Permasalahan endogenitas dari regressor yang berada pada sisi kanan merupakan masalah yang serius dalam ekonometrik. Endogenitas bisa diartikan sebagai hubungan antara regressor yang ada di sisi kanan persamaan dengan sisaan. Hal tersebut kemungkinan disebabkan oleh adanya omitted variable, kesalahan pengukuran, dan masalah selektifitas. Endogenitas menyebabkan estimasi dengan OLS menjadi tidak konsisten, sehingga diperlukan metode

instrument variable (IV) seperti two-stage least square (2SLS) untuk

menghasilkan dugaan yang konsisten (Baltagi 2007).

Instrumen variabel dalam persamaan sederhana '( = ?d+ ?,>( + 0( merupakan informasi tambahan, berupa variabel baru, yang tidak mempunyai korelasi dengan 0( namun berkorelasi dengan >( . Dalam konteks omitted variable, informasi tambahan tersebut harus tidak mempunyai hubungan dengan faktor lain yang mempengaruhi '( . Setelah estimasi dengan IV selesai dilakukan biasanya dihitung nilai R-squared dengan menggunakan formula standar yaitu:

F = 1 −ff

ffg

dimana:

SSR : sum squared IV residual

SST : sum squared total.

(36)

24

Estimasi sistem persamaan yang menggunakan banyak variabel instrumen sering disebut sebagai estimasi 2SLS. Untuk menduga persamaan data panel dengan IV yang banyak, dilakukan melalui pendekatan metode 2SLS konvensional (Panel 2SLS) atau Fixed Effect Two Stage Least Square (Within 2SLS/W2SLS) maupun penduga Random Effect Two Stage GLS (EC2SLS/Error Component 2SLS) (Baltagi 2007).

Uji Asumsi

Uji asumsi dilakukan untuk memenuhi persyaratan sebuah model yang akan digunakan. Jika model yang terpilih berdasarkan Uji Hausman adalah REM maka estimasi dari model diasumsikan best linier unbiased estimator (BLUE) dan tidak perlu dilakukan pengujian terhadap tiga asumsi utama model BLUE. Hal tersebut dikarenakan dua alasan, yaitu sifat data panel adalah bebas dari gejala multikolinearitas dan REM adalah model generalized least square (GLS) sehingga estimasi dengan menggunakan GLS secara otomatis sudah mampu mengurangi gejala autokorelasi, bahkan terbebas dari gejala heteroskedastisitas yang disebabkan variansi sisaan tidak konstan (Gujarati 2004). Jika model yang terpilih adalah FEM maka perlu dilakukan pengujian asumsi klasik sebagai berikut:

a. Uji Multikolinearitas

Salah satu asumsi dari model regresi ganda adalah bahwa tidak ada hubungan linear sempurna antar peubah bebas dalam model tersebut, jika hubungan tersebut ada maka peubah bebasnya dikatakan multikolinearitas sempurna. Apabila hal tersebut terjadi maka dugaan parameter koefisien regresi masih mungkin dapat diperoleh, tapi interpretasinya menjadi sulit. Untuk mendeteksi adanya multikolinearitas dapat dilakukan dengan uji koefisien korelasi sederhana antar peubah bebas dalam model, jika korelasinya sangat tinggi dan nyata maka berarti terjadi multikolinearitas. Selain itu juga dapat dilihat dari statistik uji F dan nilai koefisien determinasi, apabila nilai Rj2

tinggi atau dari uji F modelnya signifikan tetapi hanya sedikit variabel independen yang signifikan berarti ada multikolinearitas.

b. Uji Heteroskedastisitas

Salah satu aumsi yang harus dipenuhi dalam persamaan regresi adalah taksiran parameter dalam model regresi bersifat BLUE, maka var (0() harus sama dengan 2 (konstan), atau semua error mempunyai varians yang sama. Kondisi ini disebut dengan homoskedastisitas. Sedangkan bila varian tidak konstan atau berubah-ubah disebut heteroskedastisitas. Untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas dapat menggunakan metode General Least Square (Cross Section Weights) yaitu dengan membandingkan Sum Square Residu

pada Weighted Statistics dengan Sum Square Residu Unweighted Statistics. Jika Sum Square Residu pada Weighted Statistics lebih besar dari Sum Square Residu Unweighted Statistics, maka terjadi heteroskedastisitas. Metode lain dengan uji Goldfeld-Quandt, uji Breusch-Pagan dan uji White.

c. Uji Autokorelasi

(37)

25

digunakan. Tata cara untuk mendeteksi adanya korelasi serial adalah dengan melihat nilai Durbin Watson (DW). Cara untuk melihat ada/tidaknya autokorelasi dilakukan dengan membandingkan DW statistik dengan DW tabel. Adapun kerangka identifikasi terangkum dalam tabel 1. Korelasi serial ditemukan jika error dari periode waktu yang berbeda saling berkorelasi. Hal ini bisa dideteksi dengan melihat pola random error dari hasil regresi.

Tabel 3.1 Kerangka indentifikasi autokorelasi

Uji-F digunakan untuk melakukan uji hipotesis koefisien (slope) regresi secara bersamaan. Jika nilai probabilitas F-statistic < taraf nyata, maka tolak H0 dan itu artinya minimal ada satu peubah bebas yang berpengaruh nyata

terhadap peubah terikat, dan berlaku sebaliknya.

b. Uji-t

Setelah melakukan uji koefisien regresi secara keseluruhan, maka langkah selanjutnya adalah menghitung koefisien regresi secara individu dengan menggunakan uji-t. Hipotesis pada uji-t adalah:

H0 : i = 0

H1 : i 0

Jika t-hitung > t-tabel maka tolak H0 yang berarti peubah bebas secara

statistik nyata pada taraf nyata yang telah ditentukan dalam penelitian dan berlaku hal yang sebaliknya. Jika nilai probabilitas t-statistik < taraf nyata, maka tolak H0 dan berarti bahwa peubah bebas nyata secara statitik.

c. Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien determinasi (Goodness of Fit) merupakan suatu ukuran yang penting dalam regresi, karena dapat menginformasikan baik atau tidaknya model regresi yang terestimasi. Nilai R2 mencerminkan seberapa besar variasi daripeubah terikat Ydapat diterangkan oleh peubah bebas X. Jika R2 = 0, maka variasi Y tidak dapat diterangkan oleh X sama sekali. Jika R2 = 1, artinya bahwa variasi dari Y secara keseluruhan dapat diterangkan oleh X.

d. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk memeriksa apakah error term

mendekati distribusi normal atau tidak. Jika asumsi tidak terpenuhi maka prosedur pengujian menggunakan statistik t menjadi tidak sah. Uji normalitas

Gambar

Gambar 2.3 Kerangka pemikiran
Gambar 4.1  Kawasan perbatasan darat di Kalimantan
Gambar 4.4  PDRB riil di kawasan perbatasan darat Kalimantan
Gambar 4.5  Rasio panjang jalan baik dan sedang di kawasan perbatasan darat
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan menggunakan analisis regresi multilinier, sebanyak 20 senyawa xanton yang sudah diketahui nilai IC50-nya digunakan sebagai senyawa fitting untuk mendapatkan

Badan Nasional penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat 104 1 kejadian bencana alam di bulan April dan banjir menjadi bencana yang paling umum terjadi, diikuti dengan angin

Tinggi tanaman pada fase vegetatif menunjukkan bahwa benih kentang aeroponik dari dataran rendah aplikasi root zone cooling berukuran L berpengaruh terhadap

Dalam upaya untuk membuat daftar faktor yang menyebabkan rendahnya produktivitas sapi Bali di NTT, mungkin pada akhirnya hanya sampai pada keyakinan bahwa faktor

Sejalan dengan fungsi BPKP melakukan pengkoordinasian penyelenggaraan pengawasan intern terhadap perencanaan dan pelaksanaan kegiatan yang dapat menghambat kelancaran

Hasil yang didapat dari uji F menunjukkan variabel peran karyawan, peran pimpinan, peran hubungan karyawan dan pimpinan, aspek organisasi, dan lingkungan kerja secara

“Bukti dari makna ini mengharuskan maqām khauf bagi seorang hamba terwujud, ketika dia memiliki ucapan yang baik dan perilaku yang terpuji maka dia tak

[r]