• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengantar

Penerapan kebijakan pengurangan emisi pada semua sektor ekonomi di Provinsi Kalimantan Timur memberikan dampak terhadap kondisi ekonomi dan sosial di Provinsi Kalimantan Timur. Pembahasan mengenai dampak yang dihasilkan oleh kebijakan di sektor lingkungan tersebut, diuraikan pada Bab Hasil dan Pembahasan ini. Uraian pembahasan dibagi menjadi tiga bagian. Bagian pertama berisi pembahasan mengenai dampak penerapan kebijakan pengurangan emisi terhadap kinerja ekonomi Provinsi Kalimantan Timur. Bagian kedua berisi pembahasan mengenai dampak tidak langsung kebijakan pengurangan emisi terhadap kondisi sosial di Kalimantan Timur. Bagian ketiga berisi uraian mengenai potensi perdagangan emisi bagi perbaikan ekonomi dan sosial Provinsi Kalimantan Timur.

Hasil penghitungan Tabel Input-Output tahun 2013 bersama dengan data emisi dan tenaga kerja menjadi dasar analisis dampak kebijakan pengurangan emisi terhadap kinerja perekonomian Kalimantan Timur. Data tersebut menjadi input bagi penghitungan optimasi dengan menggunakan model Goal Programming. Dari hasil penghitungan model akan diperoleh struktur ekonomi atau output optimal dari masing-masing sektor ekonomi di Provinsi Kalimantan Timur. Selain itu juga, indikator pertumbuhan ekonomi yang optimal, sebagai dampak dari penerapan kebijakan pengurangan emisi, dapat dihitung untuk dapat mengukur kinerja ekonomi Provinsi. Lebih lanjut, tingkat emisi optimal serta tingkat penyerapan tenaga kerja juga dihitung untuk melihat dampak langsung dari penerapan kebijakan pengurangan emisi terhadap kondisi lingkungan dan sosial wilayah Kalimantan Timur.

Bagian kedua berisi uraian mengenai dampak tidak langsung kebijakan pengurangan emisi terhadap kondisi sosial di Provinsi Kalimantan Timur.

Multiplier dari Model Reduced SAM digunakan untuk melihat dampak perubahan output akibat pengurangan emisi terhadap distribusi pendapatan rumahtangga di Provinsi Kalimantan Timur. Klasifikasi rumahtangga yang dibedakan menurut lokasi, yaitu desa dan kota, serta menurut kelompok pengeluaran, masing-masing 10 kelompok pengeluaran. Dari hasil penghitungan model akan dapat diperoleh perubahan besaran nilai Indeks Gini rumahtangga di desa dan kota sebagai akibat penerapan kebijakan pengurangan emisi.

Bagian ketiga berisi uraian mengenai potensi ekonomi yang dapat diperoleh jika dilakukan penerapan kebijakan perdagangan emisi. Model Linear Programming digunakan untuk dapat mengukur kinerja ekonomi yang optimal dengan adanya penerapan kebijakan perdagangan emisi. Selanjutnya, multiplier

dari Model Reduced SAM juga digunakan kembali untuk mengukur dampak perubahan (peningkatan) output yang dihasilkan terhadap distribusi pendapatan rumahtangga desa dan kota di Kalimantan Timur jika kebijakan perdagangan emisi diterapkan.

Dampak Kebijakan Pengurangan Emisi Terhadap Kinerja Ekonomi

Kebijakan pengurangan emisi merupakan pengejawantahan dari visi

Kalimantan Timur yaitu “Kaltim sejahtera yang merata dan berkeadilan berbasis agroindustri dan energi ramah lingkungan”. Terdapat lima misi yang ingin dicapai,

salahsatunya adalah mewujudkan dayasaing ekonomi yang berkerakyatan berbasis sumber daya alam dan energi terbarukan. Adapun salahsatu prioritas pembangunan wilayah Kalimantan Timur adalah melakukan peningkatan upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim dengan cara menerapkan skenario pertumbuhan ekonomi hijau, melalui kebijakan pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK). Diharapkan bahwa melalui kebijakan tersebut terjadi transformasi ekonomi dari basis sumber daya alam tidak terbarukan kearah ekonomi dengan basis sumber daya alam terbarukan. Diyakini bahwa transformasi ekonomi tersebut dapat terwujud jika terdapat keseimbangan antara aspek ekonomi, lingkungan dan sosial dalam perencanaan pembangunan ekonomi.

Kegiatan pembangunan yang dilakukan saat ini selain menciptakan pertumbuhan ekonomi, juga berpotensi menciptakan disparitas ekonomi yang semakin lebar antar kelompok pendapatan di masyarakat serta ancaman lingkungan. Selain itu, terdapat dualisme dalam perekonomian yang berpotensi mengakibatkan terjadinya deforestrasi degradasi sumber daya alam serta semakin meluasnya polusi lingkungan yang dapat meningkatkan emisi. Dualisme dalam perekonomian tersebut terjadi antara sektor-sektor berbasis sumber daya alam, yang sebagian besar merupakan usaha dengan skala besar (pertambangan, perkebunan, kayu dan industri ekstraktif lainnya) dengan peranan yang signifikan dalam perekonomian Kalimantan Timur, dengan sektor-sektor ekonomi yang bersifat subsisten namun berkembang dengan pesat, seperti pertanian tebas bakar, pertambakan dan lain-lain.

Oleh karena itu, sebelum menerapkan kebijakan pengurangan emisi, perlu dilakukan pemetaan dan identifikasi terhadap permasalahan emisi di wilayah Kalimantan Timur. Untuk Provinsi Kalimantan Timur, sumber utama emisi adalah dari kegiatan eksploitasi yang berlebihan terhadap sumber daya alam atau lahan tanpa diikuti dengan upaya pemulihan, seperti reklamasi, revegetasi, atau rehabilitas yang memadai (Tabel 9). Selain itu, penyebab utama terjadinya emisi di Kalimantan Timur adalah konversi areal lahan hutan yang kurang terkendali, aktivitas produksi yang tidak disertai dengan kegiatan mitigasi serta pola konsumsi energi masyarakat yang cukup tinggi.

UNEP (2012) menyatakan penerapan ekonomi hijau, misalnya melalui upaya mitigasi emisi, dalam jangka pendek akan menyebabkan perlambatan ekonomi, namun dalam jangka menengah dan panjang akan menciptakan besaran pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja yang sama dengan kegiatan ekonomi BAU. Selain itu manfaat dari penerapan kebijakan tersebut secara jangka panjang juga akan memberikan manfaat sosial dan lingkungan bagi masyarakat.

Namun demikian, penelitian sebelumnya mengenai keterkaitan antara penggunaan energi, emisi, pertumbuhan ekonomi dan perdagangan di Mauritius (Boopen dan Harris 2012) menunjukkan bahwa upaya mitigasi emisi menciptakan

trade-off terhadap kinerja ekonomi. Hasil studi memperlihatkan bahwa emisi CO2e memberikan dampak negatif terhadap output. Pengurangan emisi

penghematan energi untuk menekan dampak negatif emisi terhadap pertumbuhan ekonomi, serta mengembangkan produksi energi yang ramah lingkungan.

Hasil yang serupa juga diperoleh dalam studi yang dilakukan oleh Empora dan Mamuneas (2011). Hubungan antara emisi dan pertumbuhan ekonomi diteliti dengan menggunakan metode green growth accounting dan data emisi yang digunakan adalah NOx dan SOx . Hasil yang diperoleh adalah terdapat hubungan

positif antara emisi dan pertumbuhan ekonomi. Secara umum, emisi mempengaruhi pertumbuhan ekonomi melalui dua cara, yaitu melalui input yang digunakan dalam proses produksi dan melalui eksternalitas kegiatan ekonomi yang dilakukan akibatnya adalah upaya mitigasi secara langsung mengakibatkan adanya pengurangan besaran pertumbuhan ekonomi secara nonlinear.

Saat ini kebijakan pengurangan emisi yang akan diterapkan dipandang merupakan solusi bagi permasalahan pembangunan yang dihadapi Kalimantan Timur saat ini. Diharapkan bahwa penerapan pembangunan rendah karbon dapat membantu upaya Pemerintah Daerah dalam melakukan transformasi dari perekonomian berbasis sumber daya alam tidak terbarukan menjadi berbasis sumber daya alam terbarukan. Namun demikian, penelitian empiris sebelumnya menunjukkan dampak perlambatan ekonomi yang ditimbulkan akibat penerapan kebijakan pengurangan emisi. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengukuran terhadap dampak ekonomi dan sosial yang ditimbulkan dengan adanya penerapan kebijakan pengurangan emisi di Kalimantan Timur.

Dampak Terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Penyerapan Tenaga Kerja Untuk meneliti dampak yang ditimbulkan dari penerapan kebijakan pengurangan emisi digunakan beberapa skenario dengan menentukan beberapa target pertumbuhan sesuai dengan RPJMD Kalimantan Timur, target mitigasi emisi berdasarkan dokumen RAD GRK Kalimantan Timur dan urutan prioritas kebijakan. Target-target yang telah ditentukan tersebut merupakan representatif dari aspek ekonomi, lingkungan dan sosial. Ketiga aspek tersebut perlu dipertimbangkan secara simultan, karena keseimbangan ketiga aspek tersebut menentukan tercapainya target pembangunan rendah karbon yang akan dilakukan oleh Pemerintah Daerah melalui upaya mitigasi emisi. Penghitungan dilakukan dengan menggunakan model Goal Programming.

Sesuai dengan RPJMD Kalimantan Timur, maka akan ditentukan dua target pertumbuhan, yaitu target pertumbuhan kondisi existing (1,59 persen) serta target sebesar 5 persen. Target emisi ditentukan sesuai dengan rencana mitigasi berdasarkan dokumen RAD GRK, yaitu 563,29 persen. Selain itu, berdasarkan komitmen Kalimantan Timur untuk berkontribusi terhadap penurunan emisi secara Nasional, yaitu sebesar 19,07 persen, maka target emisi lainnya adalah sebesar 528,14 juta Ton CO2e. Target ketenagakerjaan ditetapkan sebesar kondisi

tahun 2013, yaitu penyerapan tenaga kerja sebesar 1.378,61 ribu orang dan berdasarkan data RPJMD tahun 2015 untuk pengangguran sebesar 8,70 persen atau setara dengan penyerapan tenaga kerja sebanyak 1.381,64 ribu orang.

Skenario pertama dibuat dengan menetapkan target pertumbuhan dan penyerapan tenaga kerja sama dengan kondisi baseline, sedangkan target emisi ditentukan sesuai dengan dokumen RAD GRK sebesar 563,29 juta Ton CO2e.

Skenario ini dimaksudkan untuk melihat dampak penerapan kebijakan pengurangan emisi terhadap kinerja ekonomi secara langsung, dengan

membandingkan hasil penghitungan model dengan kondisi baseline. Hasil penghitungan model Goal Programming berdasarkan skenario pertama diatas disajikan dalam Tabel 10.

Tabel 10 Pertumbuhan ekonomi, emisi dan penyerapan tenaga kerja berdasarkan skenario prioritas maksimisasi nilai tambah

Deskripsi Baseline Target Realisasi Pertumbuhan (Persen) 1,59 1,59 1,15 Emisi (Juta Ton CO2e) 600,29 563,29 599,67

Penyerapan Tenaga Kerja (Ribu Orang) 1.378,61 1.378,61 1.351,57

Sumber: RPJMD dan RAD GRK Kalimantan Timur, diolah

Berdasarkan hasil pengolahan data, penerapan kebijakan emisi, dengan tetap menetapkan maksimisasi nilai tambah ekonomi sebagai prioritas pertama, memberikan dampak perlambatan pada ekonomi. Hal ini ditunjukkan oleh besaran pertumbuhan ekonomi, yaitu sebesar 1,15 persen, yang lebih kecil dibandingkan dengan besaran pertumbuhan pada kondisi baseline (1,59 persen). Secara simultan, target emisi dan target penyerapan tenaga kerja tidak dapat tercapai. Pada pertumbuhan ekonomi 1,15 persen, emisi yang dihasikan adalah sebesar 599,67 juta Ton CO2e. Walapun target emisi tidak tercapai (6,46 persen diatas target),

namun tingkat emisi yang dihasilkan lebih rendah 10,30 persen dibandingkan dengan kondisi baseline, atau terdapat penurunan emisi sebesar 0,62 juta ton CO2e.

Lebih lanjut, perlambatan ekonomi akibat kebijakan penurunan emisi juga berdampak terhadap penyerapan tenaga kerja. Penyerapan tenaga kerja akan menjadi lebih rendah dibandingkan dengan kondisi baseline, yaitu sebesar 1.351,57 ribu orang.

Perlambatan ekonomi terjadi akibat adanya penurunan output di beberapa sektor, terutama sektor-sektor dominan yang berbasis sumber daya alam seperti pertambangan migas, barang-barang hasil kilang minyak dan gas alam cair. Sedangkan sektor-sektor lainnya mengalami peningkatan dari jumlah output. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan pengurangan emisi dapat menciptakan transformasi ekonomi Kalimantan Timur kearah sektor berbasis sumber daya yang terbarukan, seperti pertanian atau industri yang relatif lebih banyak menyerap tenaga kerja (Lampiran 3).

Jika target pertumbuhan ekonomi menjadi prioritas dan untuk dapat mencapai target emisi sebesar 563,29 juta ton CO2e, maka aktivitas di sektor-

sektor berbasis sumber daya alam, sebagai penyumbang emisi yang besar, perlu ditekan. Hal ini akan berdampak pada penurunan output pada sektor-sektor tersebut. Skenario pembangunan tersebut mengakibatkan penurunan output sektor berbasis SDA secara agregat sebesar 1,54 persen. Sedangkan sektor yang berbasis non SDA akan mengalami peningkatan output sebesar 2,76 persen relatif terhadap baseline. Hal tersebut mengindikasikan bahwa diperlukan adanya transformasi struktural dalam aktivitas ekonomi wilayah Kalimantan Timur untuk dapat mengurangi emisi.

Secara rinci, sektor yang memberikan kontribusi penurunan output terbesar adalah sektor LNG, yaitu sebesar 1,18 persen. Sektor berbasis sumber daya alam lainnya yang juga mengalami penurunan output adalah sektor Pertambangan Migas dan sektor Kilang Minyak, masing-masing memberikan kontribusi

terhadap perlambatan ekonomi wilayah sebesar 0,59 persen dan 0,24 persen. Perbedaan perubahan output terjadi pada sektor Batubara yang memberikan kontribusi pada pertumbuhan ekonomi sebesar 0,55 persen.

Secara umum, terdapat peningkatan output pada sektor-sektor lain, selain sektor berbasis sumber daya alam, terutama pada sektor pertanian, industri, konstruksi dan perdagangan (Tabel 11). Kontribusi terbesar terhadap pertumbuhan ekonomi adalah berasal dari sektor Konstruksi, yaitu sebesar 0,83 persen, diikuti oleh sektor Perdagangan, sebesar 0,56 persen. Sektor Industri Pupuk dan Kimia memberikan kontribusi sebesar 0,35 persen, sedangkan sektor Makanan dan Minuman dan sektor Kertas masing-masing memberikan kontribusi pertumbuhan sebesar 0,09 dan 0,08 persen. Sektor lainnya yang juga memberikan kontribusi positif pada pertumbuhan ekonomi wilayah adalah sektor Tanaman Bahan Makanan, sebesar 0,02 persen. Walaupun kontribusi pertumbuhan ekonomi yang diberikan sektor Tanaman Bahan Makanan dan Industri tidak terlalu besar, namun angka pertumbuhan positif pada sektor-sektor tersebut menunjukkan adanya peningkatan peranan dalam ekonomi yang mengakibatkan adanya pergeseran pada struktur ekonomi.

Penetapan pertumbuhan ekonomi sebagai prioritas pertama dalam kebijakan pembangunan daerah menyebabkan target emisi sesuai skenario mitigasi tidak dapat tercapai. Hal ini mengindikasikan bahwa target emisi yang telah ditetapkan tidak dapat tercapai bersamaan dengan target pertumbuhan ekonomi yang diinginkan, jika dengan teknologi atau kapasitas produksi yang dimiliki oleh Kalimantan Timur saat ini. Walaupun terdapat pengurangan emisi dibandingkan dengan kondisi baseline, namun emisi yang dihasikan masih jauh melebih target yang telah ditentukan. Oleh karena itu, agar dapat mencapai target emisi yang telah ditetapkan, selain melakukan upaya mitigasi juga perlu dilakukan upaya adaptasi dalam aktivitas ekonomi.

Beberapa contoh upaya adaptasi adalah pengembangan pertanian organik ramah lingkungan, melakukan efisiensi penggunaan BBM di sektor pertambangan, serta mengembangkan sumber energi terbarukan. Untuk wilayah Kalimantan Timur yang memiliki wilayah hutan cukup luas, upaya adaptasi dalam sektor kehutanan menjadi penting. Terutama karena 96 persen sumber emisi adalah berasal dari sektor yang berbasis lahan. Upaya adaptasi yang dapat dilakukan adalah melakukan pemulihan lingkungan seperti revegetasi, pemulihan DAS dan sub DAS, membuat menara pemantauan kebakaran hutan dan lahan, monitoring dan evaluasi penggunaan kawasan hutan, turut melibatkan masyarakat lokal di sekitar hutan agar terlibat dalam melestarikan hutan dan melakukan revegetasi mangrove.

Tabel 11 Output tahun 2012, 2013 dan output optimal menurut sektor berdasarkan skenario prioritas maksimisasi nilai tambah

No. Sektor Output 2012 (Triliun Rupiah) Output IO 2013 (Triliun Rupiah) Output Optimal (Triliun Rupiah) Kontribusi Perubahan (%) 1 Tabama 7,11 7,25 7,24 0,021 2 Kelapa sawit 3,55 3,89 3,04 -0,088 3 Peternakan 2,51 2,62 2,61 0,017 4 Kayu 6,48 6,46 6,47 -0,002

5 Hasil hutan lainnya 0,69 0,69 0,68 -0,002

6 Perikanan 7,26 7,83 7,82 0,094

7 Pertambangan Migas 76,35 72,19 72,36 -0,590

8 Batubara 175,78 179,22 179,21 0,547

9 Barang galian segala jenis 2,01 2,34 2,34 0,061

10 Kilang Minyak 79,83 79,03 78,19 -0,254

11 Gas alam cair (LNG) 97,98 89,76 89,76 -1,179

12 Industri Makanan dan Minuman 8,34 8,9 8,89 0,093

13 Industri Kayu 7,4 7,4 7,4 -0,001

14 Industri Kertas dan Cetakan 9,69 10,21 10,18 0,081 15 Industri Pupuk dan Kimia 14,46 16,43 16,42 0,348

16 Industri non migas lainnya 1,54 1,68 1,67 0,021

17 Listrik dan gas 2,32 2,42 2,42 0,016

18 Air bersih 0,35 0,38 0,37 0,003

19 Konstruksi 31,41 36,08 36,05 0,833

20 Jasa Perdagangan 44,15 47,77 47,47 0,562

21 Jasa angkutan darat 8,24 8,77 8,72 0,081

22 Jasa angkutan laut 3,56 3,72 3,64 0,013

23 Jasa angkutan udara 4,92 5,34 5,29 0,062

24 Jasa penunjang angkutan 7,17 7,78 7,76 0,100

25 Jasa komunikasi 2,18 2,47 2,45 0,048

26 Bank dan LKBB 3,51 4,41 4,26 0,147

27 Real estate 7,13 7,86 7,65 0,091

28 Pemerintahan dan Pertahanan 12,75 14,25 14,21 0,255

29 Jasa Swasta 1,84 2,06 2,02 0,032

Sektor Berbasis SDA 431,95 422,54 421,86 -1,544

Sektor Berbasis Non SDA 198,56 216,67 214,73 2,760

Total Sektor 630,53 639,20 636,60 0,963

Apabila dirinci menurut wilayah kabupaten/kota, maka penerapan kebijakan pengurangan emisi rumah kaca memberikan dampak yang berbeda terhadap output ekonomi masing-masing wilayah kabupaten/kota. Hal ini disebabkan karena terdapat perbedaan karakteristik aktivitas ekonomi di wilayah kabupaten/kota. Secara umum, wilayah kabupaten/kota dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok wilayah, yaitu wilayah dengan dominasi aktivitas ekonomi yang berbasis SDA dan wilayah dengan dominasi aktivitas ekonomi yang berbasis non SDA. Pengklasifikasian wilayah dengan basis SDA tersebut, ditentukan dengan menggunakan indikator Indeks Location Quotient (LQ). Sektor SDA yang dimaksud adalah Sektor Pertambangan Migas, Batubara, Barang Galian Segala Jenis, Barang-barang Hasil Kilang Minyak dan Gas Alam Cair (LNG). Wilayah dengan nilai Indeks LQ Sektor SDA lebih dari 1, mengindikasikan bahwa aktivitas ekonomi berbasis SDA cukup dominan di wilayah tersebut. Wilayah dengan LQ Sektor SDA lebih dari 1 adalah Kabupaten Kutai Kartanegara, Kabupaten Kutai Timur dan Kota Bontang. Penghitungan LQ dilakukan dengan menggunakan data estimasi output yang dihasilkan dengan menggunakan data PDRB Lapangan Usaha tahun 2012 dan 2013. Dampak kebijakan pengurangan emisi terhadap perubahan output ekonomi wilayah menurut kabupaten/kota dapat dilihat pada Gambar 28.

Gambar 28 Persentase perubahan output relatif terhadap kondisi baseline

menurut kabupaten/kota untuk kebijakan pengurangan emisi dengan prioritas maksimisasi output

Paser Kubar Kukar Kutim Berau Malinau Bulungan Nunukan PPU

Tana Tidung Balikpapan Samarinda Tarakan Bontang -10.00 -5.00 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 1.20 1.40 P er sen tase P er u b ah an R elatif ter h ad ap B aselin e LQ SDA

Gambar 28 menunjukkan bahwa untuk wilayah-wilayah dengan sektor yang berbasis sumber daya alam sebagai basis perekonomian akan lebih terdampak, terutama dalam hal penurunan output ekonomi, akibat penerapan kebijakan pengurangan emisi. Hal ini ditunjukkan oleh penurunan output yang cukup signifikan di wilayah Kutai Kartanegara (-1,89 persen) dan Bontang (-5,17 persen), yang ekonominya sangat didominasi oleh sektor minyak dan gas bumi, jika kebijakan pengurangan emisi diterapkan dan prioritas kebijakan adalah melakukan maksimisasi output. Sedangkan Kabupaten Kutai Timur yang perekonomiannya juga berbasis sumber daya alam, yaitu didominasi oleh aktivitas pertambangan batubara, akan mengalami peningkatan output yang lebih besar yaitu sebesar 5,61 persen.

Potensi peningkatan output ekonomi di wilayah Kabupaten Kutai Timur dengan adanya kebijakan pengurangan emisi disebabkan karena prioritas kebijakan yang dilakukan adalah melakukan maksimisasi output. Aktivitas pertambangan batubara relatif memberikan manfaat ekonomi yang cukup tinggi bagi suatu wilayah, yang ditunjukkan oleh output ekonomi wilayah Kutai Timur yang cukup tinggi dibandingkan dengan wilayah lainnya. Selain itu, biaya lingkungan yang ditimbulkan oleh aktivitas pertambangan batubara relatif lebih kecil jika dibandingkan pertambangan aktivitas pertambangan minyak dan gas. Oleh karena itu, secara umum terdapat potensi peningkatan output ekonomi Kutai Timur jika kebijakan pengurangan emisi dengan prioritas maksimisasi output diterapkan di Kalimantan Timur.

Lebih lanjut, penerapan kebijakan pengurangan emisi dengan prioritas maksimisasi output memberikan indikasi akan adanya pergeseran struktur ekonomi kearah sektor pertanian, industri, konstruksi dan perdagangan. Oleh karena itu, wilayah-wilayah dengan dominasi sektor pertanian, industri, konstruksi dan perdagangan akan berpotensi bertumbuh dengan adanya penerapan kebijakan tersebut. Oleh karena itu, selain Kutai Kartanegara dan Bontang, wilayah kabupaten/kota lain memiliki potensi mengalami peningkatan output ekonomi. Potensi peningkatan output yang cukup besar adalah Kabupaten Malinau (19,39 persen), Samarinda (9,58 persen) dan Berau (8,45 persen), dimana peranan sektor pertanian, industri dan batubara cukup tinggi dalam perekonomian di masing-masing wilayah tersebut.

Jika kebijakan penurunan emisi menjadi prioritas dalam pembangunan daerah, maka target emisi dapat tercapai. Namun demikian, dampaknya adalah terjadi penurunan kinerja ekonomi Kalimantan Timur, yang pada akhirnya berdampak juga pada penurunan penyerapan tenaga kerja. Hasil penghitungan skenario kebijakan dengan menggunakan model Goal Programming disajikan pada Tabel 12.

Tabel 12 menunjukkan bahwa, target emisi hanya dapat tercapai jika kebijakan pengurangan emisi dijadikan sebagai prioritas utama dalam pembangunan daerah yang kemudian diikuti oleh target pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja. Tingkat emisi yang dihasilkan dengan kebijakan lingkungan sebagai prioritas adaah sebesar 563,70 juta ton CO2e. Dimana besaran

tersebut mendekati target lingkungan yang ingin dicapai, yaitu sebesar 563,27 juta ton CO2e. Namun demikian, dampak trade-off yang dirasakan terhadap kinerja

ekonomi dan sosial dirasakan menjadi lebih besar. Kinerja ekonomi menjadi menurun, yang berakibat pada penurunan nilai tambah sebesar 9,04 persen. Selain

itu juga, terdapat penyerapan tenaga kerja yabg lebih rendah dibandingkan kondisi baseline, menjadi hanya 1.360,88 ribu orang.

Tabel 12 Pertumbuhan ekonomi, emisi dan penyerapan tenaga kerja berdasarkan skenario prioritas minimisasi emisi

Deskripsi Baseline Target Realisasi Pertumbuhan (Persen) 1,59 1,59 -9,04 Emisi (Juta Ton CO2e) 600,29 563,29 563,70

Penyerapan Tenaga Kerja (Ribu Orang) 1.378,61 1.378,61 1.360,88

Sumber: RPJMD dan RAD GRK Kalimantan Timur, diolah

Dengan menetapkan capaian pengurangan emisi sebagai prioritas utama kebijakan pembangunan daerah, maka akan terjadi pergeseran struktur ekonomi. Berdasarkan penghitungan model, sektor berbasis sumber daya alam mengalami penurunan output, bahkan sektor Kilang Minyak disarankan untuk tidak melakukan aktivitas produksi. Sektor Kilang Minyak memberikan kontribusi terbesar pada penurunan kinerja ekonomi, yaitu sebesar 12,36 persen, diikuti oleh sektor LNG dengan nilai kontribusi penurunan sebesar 1,18 persen. Sedangkan sektor Batubara memberikan kontribusi penurunan sebesar 1,17 persen (Tabel 13). Secara umum, sektor-sektor lainnya mengalami peningkatan kinerja dan memberikan kontribusi positif terhadap perekonomian Kalimantan Timur. Sektor Konstruksi memberikan kontribusi positif terhadap perekonomian, yaitu sebesar 0,83 persen, sedangkan sektor Perdagangan memberikan kontribusi sebesar 0,54 persen. Walaupun tidak terlalu besar, namun sektor Industri Pupuk dan sektor Kelapa Sawit juga memberikan kontribusi positif terhadap kinerja ekonomi, masing-masing sebesar 0,35 persen dan 0,06 persen. Hal tersebut mengindikasikan potensi terjadinya transformasi ekonomi dari sektor yang berbasis sumber daya alam ke sektor lainnya.

Bagi perekonomian Kalimantan Timur, Sektor Perkebunan dan Industri merupakan sektor potensial yang diyakini dapat mendorong perekonomian wilayah (BPPMD Kalimantan Timur 2014). Sebagai upaya untuk mendorong transformasi ekonomi, maka dilakukan upaya untuk menekan produksi sektor Pertambangan dan mendorong produk sektor Industri, melalui pengembangan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi seperti kawasan industri. Karakteristik industri yang berpotensi untuk dikembangkan adalah industri-industri turunan dari sektor- sektor perkebunan, termasuk kelapa sawit, tanaman pangan dan pertambangan, yang bahan bakunya berasal dari wilayah Kalimantan Timur. Sehingga diharapkan selain dapat menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, maka dengan peningkatan peranan sektor pertanian dapat memenuhi swasembada pangan di wilayah Kalimantan Timur.

Tabel 13 Output tahun 2012, 2013 dan output optimal menurut sektor berdasarkan skenario prioritas minimisasi emisi

No. Sektor Output 2012 (Triliun Rupiah) Output IO 2013 (Triliun Rupiah) Output Optimal (Triliun Rupiah) Kontribusi Perubahan (%) 1 Tabama 7,11 7,25 7,24 0,021 2 Kelapa sawit 3,55 3,89 3,89 0,058 3 Peternakan 2,51 2,62 2,61 0,016 4 Kayu 6,48 6,46 6,46 -0,003

5 Hasil hutan lainnya 0,69 0,69 0,69 -0,001

6 Perikanan 7,26 7,83 7,82 0,094

7 Pertambangan Migas 76,35 72,19 69,52 -1,011

8 Batubara 175,78 179,22 168,45 -1,169

9 Barang galian segala jenis 2,01 2,34 2,34 0,060

10 Kilang Minyak 79,83 79,03 0,00 -12,364

11 Gas alam cair (LNG) 97,98 89,76 89,76 -1,178

12 Industri Makanan dan Minuman 8,34 8,90 8,89 0,093

13 Industri Kayu 7,40 7,40 7,40 -0,001

14 Industri Kertas dan Cetakan 9,69 10,21 10,18 0,080 15 Industri Pupuk dan Kimia 14,46 16,43 16,41 0,347 16 Industri non migas lainnya 1,54 1,68 1,66 0,021

17 Listrik dan gas 2,32 2,42 2,40 0,013

18 Air bersih 0,35 0,38 0,37 0,003

19 Konstruksi 31,41 36,08 36,01 0,826

20 Jasa Perdagangan 44,15 47,77 47,34 0,540

21 Jasa angkutan darat 8,24 8,77 8,67 0,072

22 Jasa angkutan laut 3,56 3,72 3,61 0,008

23 Jasa angkutan udara 4,92 5,34 5,25 0,056

24 Jasa penunjang angkutan 7,17 7,78 7,75 0,098

Dokumen terkait