• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN Indexing Spasial

Dalam dokumen Indexing Spatio-Temporal Pada Data Hotspot (Halaman 52-67)

Indexing spasial akan memakai data hotspot dari tahun 2002 sampai tahun 2005 dengan model data yang dibangun oleh Kurniawan tahun 2011. Data spasial yang ada dipakai terdapat pada Tabel geografis_info seperti pada Tabel 1. Lintang dan bujur merupakan koordinat dari hotspot, sedangkan nama_kab dan nama_prop berisi informasi spasial dari hotspot. Atribut the_geom berisi geometry masing-masing hotspot yang digunakan untuk mapping ke dalam peta.

Indexing spasial data yang digunakan adalah data pada atribut nama_kab dan nama_prop. Langkah awal untuk melakukan indexing adalah membuat hierarki spasial dari data polygon berdasarkan nama kabupaten dan nama provinsi terjadinya hotspot.

Hierarki spasial untuk indexing dapat dilihat pada Gambar 14 di bawah. Indexing spasial pada data hotspot hierarki dibagai menjadi 4 level. Level 4 adalah “INDONESIA” yang mencakup seluruh data polygon hotspot di Indonesia. Level di bawahnya yaitu level 3 adalah “pulau” yang terdiri atas 6 pulau besar di Indonesia yaitu SUMATERA, JAWA, KALIMANTAN, SUNDA KECIL (Bali dan Nusa Tenggara), SULAWESI dan IRIAN JAYA. Node pada level 3 hanya mencakup data hotspot sesuai dengan nilainya. Misalnya untuk node “SUMATERA” hanya akan mencakup pulau Sumatera saja sesuai dengan nama kabupaten pada kolom nama_kab.

Untuk level 2 berisi provinsi-provinsi yang ada pada data hotspot. Seluruh node pada level ini adalah semua provinsi yang terdaftar pada kolom nama_prop di tabel geografis_info. Nilai pada node di level ini sesuai dengan nodeparent di atasnya, misalkan pada node “SUMATERA” di level 3 maka node yang berhubungan pada level 2 adalah provinsi-provinsi yang ada di pulau Sumatera yaitu Riau, Jambi, Lampung dan lain lain. Pada level 1 berisi kabupaten-kabupaten yang ada pada tabel geografis_info di kolom nama_kab. Nilai dari node sesuai dengan parent pada level di atasnya, contohnya untuk node “JAMBI” maka semua node yang terhubung pada level 1 adalah kabupaten-kabupaten yang ada pada provinsi Jambi seusai dengan letak geografisnya yaitu Tebo, Bungo, Jambi (Kota) dan lain lain.

dan N3). Objek di atas akan diberikan index sesuai dengan tahun saat objek tersebut valid yaitu 2005-2006.

4. Untuk objek yang masih valid akan dimasukkan ke dalam current database. Ganti current database diubah dari “2005–now” menjadi “2006–now”. Gambar 13e merupakan hasil dari current database yang didapat setelah memasukkan data tahun 2006. Isi dari current database merupakan objek- objek yang valid dari tahun 2006 sampai sekarang.

5. Jika ada data baru yang masuk maka lakukan lagi langkah 2 sampai 4. Untuk mengakses data yang masih valid kita hanya perlu mengakses current database sehingga waktu yang dibutuhkan lebih sedikit.

Implementasi

Pada tahap ini indexing akan diterapkan pada database yang digunakan dalam sistem. Database yang akan digunakan adalah postgist yaitu spatial PostgreSQL.

Processor : Intel Pentium Dual Core 1.86 Ghz

• RAM : 2 GB

• Sistem Operasi : Windows XP SP 2

• DBMS : PostgreSQL 8.4.4 Pengujian

Pengujian teknik indexing akan dilihat dengan cara menghitung waktu komputasi yang dilakukan saat pencarian data. Dari daftar kueri yang diberikan akan dilihat seberapa baik teknik indexing yang telah dilakukan. Kueri yang digunakan terdiri atas 3 jenis yaitu kueri spasial, kueri temporal dan kueri spatio-temporal.

Evaluasi

Pada tahap evalusi akan dilakukan penilaian terhadap efisiensi teknik indexing yang diterapkan pada database spatio-temporal. Pada tahap ini akan dilakukan perbandingan kinerja sistem antara yang menggunakan teknik indexing dengan yang tidak menggunakan indexing. Kinerja dapat dihitung dari waktu yang dibutuhkan dalam menjalankan suatu kueri pada proses pencarian.

HASIL DAN PEMBAHASAN Indexing Spasial

Indexing spasial akan memakai data hotspot dari tahun 2002 sampai tahun 2005 dengan model data yang dibangun oleh Kurniawan tahun 2011. Data spasial yang ada dipakai terdapat pada Tabel geografis_info seperti pada Tabel 1. Lintang dan bujur merupakan koordinat dari hotspot, sedangkan nama_kab dan nama_prop berisi informasi spasial dari hotspot. Atribut the_geom berisi geometry masing-masing hotspot yang digunakan untuk mapping ke dalam peta.

Indexing spasial data yang digunakan adalah data pada atribut nama_kab dan nama_prop. Langkah awal untuk melakukan indexing adalah membuat hierarki spasial dari data polygon berdasarkan nama kabupaten dan nama provinsi terjadinya hotspot.

Hierarki spasial untuk indexing dapat dilihat pada Gambar 14 di bawah. Indexing spasial pada data hotspot hierarki dibagai menjadi 4 level. Level 4 adalah “INDONESIA” yang mencakup seluruh data polygon hotspot di Indonesia. Level di bawahnya yaitu level 3 adalah “pulau” yang terdiri atas 6 pulau besar di Indonesia yaitu SUMATERA, JAWA, KALIMANTAN, SUNDA KECIL (Bali dan Nusa Tenggara), SULAWESI dan IRIAN JAYA. Node pada level 3 hanya mencakup data hotspot sesuai dengan nilainya. Misalnya untuk node “SUMATERA” hanya akan mencakup pulau Sumatera saja sesuai dengan nama kabupaten pada kolom nama_kab.

Untuk level 2 berisi provinsi-provinsi yang ada pada data hotspot. Seluruh node pada level ini adalah semua provinsi yang terdaftar pada kolom nama_prop di tabel geografis_info. Nilai pada node di level ini sesuai dengan nodeparent di atasnya, misalkan pada node “SUMATERA” di level 3 maka node yang berhubungan pada level 2 adalah provinsi-provinsi yang ada di pulau Sumatera yaitu Riau, Jambi, Lampung dan lain lain. Pada level 1 berisi kabupaten-kabupaten yang ada pada tabel geografis_info di kolom nama_kab. Nilai dari node sesuai dengan parent pada level di atasnya, contohnya untuk node “JAMBI” maka semua node yang terhubung pada level 1 adalah kabupaten-kabupaten yang ada pada provinsi Jambi seusai dengan letak geografisnya yaitu Tebo, Bungo, Jambi (Kota) dan lain lain.

Tabel 1 Contoh Data Geografis_info

Gambar 14 Hierarki Spasial Hotspot Indonesia Setelah hierarki dari data indexing dibuat

maka semua objek polygon yang dibutuhkan dicari dan kemudian dimasukkan ke dalam suatu tabel yaitu tabel polygons. Karena indexing yang akan dilakukan adalah indexing spasial maka data yang dipakai adalah data semua provinsi dan kabupaten di Indonesia sampai tahun 2005 yang ada pada tabel Indonesia_kab seperti Tabel 2 di bawah ini. Data pada tabel Indonesia_kab yang dibutuhkan adalah nama_kab yang berisi seluruh kabupaten di Indonesia, nama_prop adalah daftar semua provinsi di Indonesia sesuai dengan

kabupaten, dan juga dimasukkan. Untuk mencari nilai geometry dari masing-masing provinsi digunakan fungsi potsgis “ST_UNION” dengan cara menggabungkan semua kabupaten dengan nama provinsi yang sama. Setelah provinsi dimasukkan maka polygon untuk pulau dimasukkan berdasarkan provinsi yang ada. Terdapat 5 pulau besar di Indonesia yaitu Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sunda Kecil, Sulawesi, Maluku dan Irian Jaya. Untuk mendapatkan nilai geometry dari pulau akan dicari dengan fungsi postgis Tabel 2 Contoh Tabel Indonesia_kab

gid kode_kab nama_kab kode_prop nama_prop the_geom

1 9401 MERAUKE 94 PAPUA 01060000EC0 ………..

40 8171 KOTA AMBON 81 M A L U K U 106000000010……….. 71 7403 KENDARI 74 SULAWESI TENGGARA 01060000000E……….. 231 3529 SUMENEP 35 JAWA TIMUR 01060000004F……….. 297 3101 KEPULAUAN SERIBU 31 DKI JAKARTA 01060000005F……….. the_geom yang berisi geometry dari kabupaten

jika dilakukan mapping pada peta Indonesia. Dari tabel Indonesia_kab akan diambil semua kabupaten dan geometry untuk dimasukkan pada

tabel polygons, kemudian provinsi dari kabupaten “St_envelope” seperti pada geometry provinsi. Polygon terakhir adalah polygon Indonesia yang didapat dengan menggabungkan seluruh polygon provinsi yang sudah dicari sebelumnya. Setelah Lintang Bujur Nama_kab Nama_prop The_geom

-7.574 110.777

Surakarta (Kota) Jawa Tengah 01010000007D3F355 1.55 101.567

Dumai (Kota) Riau 01010000003F355EB

-8.107 115.078 Buleleng Bali

01000000A245B6F3F -8.115 112.911

Malang Jawa Timur 0101000000FCA9F1D

semua polygon tersedia maka dimasukkan data polygon ke dalam tabel polygons. Tabel 3 di bawah ini merupakan contoh dari tabel polygons. Tabel 3 Contoh Tabel polygons

Nama Geom. Keterangan INDONESIA 0106000000D……. Indonesia JAWA 0106000000F……. Pulau BALI 01060000000……. Provinsi BENGKULU 10600000000……. Provinsi KAMPAR 10600000001….…. Kabupaten SOLOK 10600000001….… Kabupaten DAIRI 10600000001……. Kabupaten

Tabel polygons terdiri atas 3 kolom yaitu nama, geom, dan keterangan. Kolom nama berisi nama-nama polygon yang digunakan pada proses indexing yang terdiri atas kabupaten-kabupaten, provinsi-provinsi, pulau-pulau dan Indonesia. Kolom geom berisi geometry dari polygon sesuai dengan nama polygon yang digunakan dalam proses selanjutnya. Kolom keterangan berisi keterangan polygon sesuai dengan hierarki.

Setelah data polygon yang digunakan didapat dilakukan pencarian Minimum Bounding Rectangle (MBR) dari masing-masing polygon dengan fungsi postgis “ST_ENVELOPE” dengan masukan geometry dari polygon. Hasil MBR masing-masing polygon disimpan pada tabel polygons_mbr seperti pada Tabel 4 di bawah. Tabel polygons terdiri atas 3 kolom yaitu nama, MBR dan keterangan. Kolom nama berisi nama polygon, kolom MBR berisi MBR dari polygon dengan tipe data geometry dan kolom keterangan berisi keterangan polygon sesuai dengan hierarki. Tabel 4 Contoh Tabel polygons_mbr

Nama MBR Keterangan INDONESIA 010300000001…… Indonesia JAWA 010300000001…… Pulau BALI 010300000001…… Provinsi BENGKULU 010300000001…… Provinsi KAMPAR 010300000001…… Kabupaten SOLOK 010300000001…… Kabupaten

Setelah semua MBR dari polygon didapat dilakukan indexing spasial pada data hotspot

berdasarkan MBR dari masing-masing polygon sesuai dengan hierarki yang sudah dibuat sebelumnya. Hasil dari indexing spasial disimpan di dalam tabel polygons_rtree seperti Tabel 5 di bawah.

Tabel 5 Contoh Tabel polygons_rtree

page_id page_lev child_id child_mbr INDONESIA 4 JAWA 01030000 JAWA 3 JAWA TENGAH 01030000 BALI 2 BADUNG 01030000 BENGKULU 2 LAHAT 01030000 KAMPAR 1 KAMPAR 01030000 SOLOK 1 SOLOK 01030000 DAIRI 1 DAIRI 01030000 Tabel polygons_rtee terdiri atas 4 kolom yaitu page_id yang berisi node parent pada hierarki, page_lev berisi level node parent sesuai hierarki, child_id berisi node leaf sesuai dengan parent pada hierarki dan child_mbr berisi MBR dari child_id. Cara mencari parent dan child dari polygon dilihat berdasarkan hierarki spasialnya. Level teratas adalah node “INDONESIA” dengan child berisi polygon provinsi, maka page_id diisi dengan “INDONESIA” kemudian dicari polygon dengan dengan keterangan pulau pada tabel polygons_mbr yang termasuk ke dalam node INDONESIA. Cara untuk mengetahui child dari suatu node digunakan fungsi postgis “ST_WITHIN”. Fungsi ini akan membandingkan antara satu geometry dengan geometry lain, hasilnya merupakan nilai Boolean true atau false. Hasil true didapat jika geometry A berada di dalam geometry B, sedangkan nilai false jika geometry A tidak berada di dalam geometry B. Dengan MBR dari polygon yang sudah didapat dapat dicari polygon pulau mana saja yang termasuk ke dalam MBR polygon “INDONESIA”. Setelah parent dan semua child didapat dapat dimasukkan ke dalam tabel polygons_rtree. Jika suatu node parent memiliki banyak child maka data dimasukkan sesuai dengan banyaknya child, misalkan node “INDONESIA” memiliki 3 buah child maka dimasukkan 3 row ke dalam tabel dengan page_id “INDONESIA” dan child_id berisi masing- masing child yang didapat. Untuk page_lev dinamakan sesuai dengan level node parent pada hierarki dan child_mbr diisi sesuai dengan MBR

13  pada kolom child. Jika node pada suatu level pada

hierarki sudah dicari semua child maka dilakukan pencarian parent dan child pada level berikutnya dengan cara yang sama. Hal ini dilakukan hingga semua node pada semua level dicari. SQL yang digunakan dalam pembangunan indexing spasial dapat dilihat pada Lampiran 1.

Hasil dari indexing spasial yang disimpan di dalam tabel polygons_rtree akan digunakan dalam proses pencarian data berdasarkan kueri spasial yang diberikan oleh user. Adanya indexing spasial menyebabkan penambahan tabel baru untuk menyimpan hasil indexing pada database. Pada Gambar 15 di bawah menampilkan perbedaan struktur data dengan adanya indexing spasial.

Tanpa indexing tabel yang digunakan pada database hanya menggunakan tabel geografis_info seperti pada Gambar 15a, sedangkan dengan adanya indexing spasial maka ditambahkan 3 tabel baru ke dalam database yaitu

tabel Polygons yang menyimpan semua objek yang digunakan pada proses indexing seperti pada Gambar 15b, Tabel polygons_mbr yang menyimpan semua MBR dari objek pada tabel polygons seperti pada Gambar 15c dan tabel polygons_rtree yang menyimpan hasil indexing spasial yang sudah dilakukan seperti Gambar 15d. Untuk mengakses database maka akan diakses tabel polygons_rtree dahulu sebelum mengakses tabel geografis info yang menyimpan data asli. Jika user akan mencari data hotspot sesuai dengan daerah tertentu maka kueri spasial akan mengakses tabel polygons_rtree terlebih dahulu kemudian baru mengakses data asli pada tabel geografis_info.

Indexing temporal

Data yang akan dilakukan proses indexing merupakan data hotspot di wilayah Indonesia setiap tahun dari tahun 2002 sampai 2005. Indexing data tersebut menggunakan model data yang dibuat oleh Kurniawan (2011) dengan

konsep event based spatiotemporal data model (ESTDM). Tabel 6 di bawah merupakan salah satu tabel hasil model data dari data asli hotspot. Kolom lintang dan bujur berisi koordinat dari hotspot. Kolom Vs dan Ve adalah valid time dari hotspot. Vs merupakan valid start yaitu waktu munculnya hotspot dengan waktu terkecil hari. Ve merupakan valid end yaitu waktu berakhir hotspot tersebut, Ve dengan nilai now berarti hotspot tersebut masih valid sampai hari ini.

Indexing temporal menggunakan valid time dari masing-masing hotspot. Sebelum melakukan indexing akan dibuat dulu hierarki dari data yang digunakan. Gambar 16 di bawah merupakan hierarki dari data hotspot berdasarkan waktu valid start.

2003, 2004 dan 2005. Setiap leaf pada node di level 3 menampung semua data dengan tahun sesuai dengan nilai node tersebut. Node 2002 akan menampung data dengan Vs pada tahun 2002. Pada level 2 hierarki merupakan level bulan dari Januari sampai Desember. Node pada level 1 menyimpan semua Vs dari data dengan bulan yang sesuai dengan nilai node ini. Pada node Januari menyimpan data Vs dengan waktu di bulan Januari. Untuk leaf pada level 2 merupakan data Vs dengan nilai waktu harian.

Setelah mendapat hierarki dari indexing maka akan dicari semua data dari Tabel hotspot sesuai dengan hierarki di atas. Semua data tersebut kemudian disimpan di dalam tabel temp_list seperti pada Tabel 7.

Gambar 16 Hierarki temporal. Tabel 6 Contoh Tabel hotspot

Lintang Bujur Vs Ve Keterangan -7.574 110.77 2005- 01-01 2005- 01-02 Disappear 1.55 101.56 2005- 01-02 2005- 01-03 Disappear -8.107 115.07 2005- 01-02 NOW Appear -8.115 112.91 2005- 01-03 NOW Appear

Gambar 16 di atas merupakan hierarki yang akan dipakai untuk membuat indexing temporal pada data hotspot. Level 4 dari hierarki merupakan ROOT yang mencakup semua data dari tahun 2002 sampai 2005. Untuk Level 3 berisi tahun dari semua data, terdiri dari 2002,

Tabel 7 Contoh tabel temp_list Time Ket 31/12/9999 ROOT 01/01/2002 Tahun 01/01/2004 Tahun 01/02/2002 Bulan 01/09/2005 Bulan 22/05/2002 Hari 10/07/2002 Hari 19/08/2004 Hari

Tabel 7 di atas adalah tabel temp_list yang berisi Vs dari hotspot. Tabel temp_list terdiri atas 2 kolom yaitu waktu dan keterangan. Kolom

waktu memiliki tipe data date yang isinya Vs dari data-data hotspot yang ada. Kolom ket berisi keterangan dari waktu Vs sesuai dengan hierarki yang telah dibuat. Untuk row awal berisi ROOT yang merupakan node teratas dari hierarki dengan nilai “31/12/9999” yang berarti mencakup semua data dan dengan ket “ROOT”. Row selanjutnya berisi semua node pada level 2 sesuai data hotspot yaitu tahun 2002, 2003, 2004 dan 2005 dengan ket “tahun”. Selanjutnya dicari nilai bulan yang berlaku pada tahun tertentu, misalnya pada data dengan Vs tahun 2002 terdapat hanya 5 bulan yaitu Januari, Februari, Maret, April, dan Mei, maka pada tabel temp_list dimasukkan data 5 bulan pada tahun 2002 dengan ket “bulan”.

Setelah mendapat semua Vs yang disimpan di dalam tabel temp_list dilakukan indexing terhadap data tersebut. Indexing dilakukan sesuai dengan hierarki temporal yang dibuat pada Gambar 13. Hasil dari indexing akan disimpan ke dalam suatu tabel bernama temp_tree seperti pada Tabel 8. Tabel 8 Contoh tabel temp_tree

Parent Child Lev 31/12/9999 31/12/2002 3 31/12/9999 31/12/2003 3 31/12/2002 01/01/2002 2 31/12/2005 01/01/2005 2 31/12/2005 01/02/2005 2 01/01/2002 02/01/2002 1 01/01/2002 04/01/2002 1 01/02/2005 19/02/2005 1

Tabel 8 di atas adalah hasil dari indexing data dari tabel temp_list sesuai dengan hierarki yang dibuat. Tabel temp_tree terdiri atas 3 kolom yaitu parent dan child dengan tipe data date dan lev dengan tipe data int. Kolom parent berisi node atas yang memiliki leaf node sedangkan kolom child berisi leaf dari node parent, misalkan pada node “ROOT” memiliki child tahun 2002 dan 2003, maka hasil indexing di dalam temp_tree akan ditambah dua row yaitu parent “ROOT” dengan child “2002” dan parent “ROOT” dengan child “2003”. Karena kolom parent dan child bertipe date maka nilai “ROOT” diganti menjadi “31/12/9999” yang berarti mencakup semua data Vs Untuk node tahun maka diganti menjadi “31/12/2002” untuk tahun 2002 dan seterusnya. Kolom lev merupakan nilai dari level dari data sesuai dengan hierarkinya. Misalnya untuk node dengan parent “ROOT” berarada pada level 3 dalam hierarki temporal maka di dalam tabel temp_tree kolom parent yang bernilai “31/12/9999” memiliki lev 3 juga. SQL yang digunakan dalam pembangunan indexing temporal dapat dilihat pada Lampiran 2.

Hasil dari indexing pada tabel temp_tree nanti akan digunakan dalam proses pencarian data hostpot. Kueri temporal dalam proses pencarian akan mengakses tabel temp_tree terlebih dahulu kemudian akan merujuk pada data asli di dalam Tabel Hotspot. Indexing temporal menambah tabel baru di dalam database. Pada Gambar 17 di bawah menampilkan perbedaan struktur data pada database dengan adanya indexing temporal.

Gambar 17 Perbandingan Struktur Data dengan Indexing Temporal. Tanpa indexing tabel yang digunakan pada

database hanya menggunakan tabel hotspot seperti pada Gambar 17a, sedangkan dengan adanya indexing temporal maka ditambahkan 2 tabel baru ke dalam database yaitu tabel temp_list yang menyimpan semua Vs pada tabel hotspot yang digunakan pada proses indexing seperti pada Gambar 17b dan tabel temp_tree yang menyimpan hasil indexing temporal yang sudah dilakukan seperti Gambar 17c. Untuk mengakses database maka akan diakses tabel temp_tree dahulu sebelum mengakses tabel hotspot yang menyimpan data asli. Jika user akan mencari data hotspot sesuai dengan waktu tertentu maka kueri temporal akan mengakses tabel temp_tree terlebih dahulu kemudian baru mengakses data asli pada tabel Hotspot.

(b) Contoh kueri tanpa indexing Gambar 18 Perbandingan Kueri. Uji coba indexing spasial

Untuk menganalisis kinerja indexing spasial. Akan diberikan kueri spasial kemudian dicatat waktu yang dibutuhkan untuk menjalankan kueri tersebut. Masing-masing kueri akan dijalankan sebanyak delapan kali dan kemudian akan dihitung rataan dari semua percobaan. Hasil dari percobaan akan dibandingankan antara waktu pencarian dengan indexing dengan yang tidak melakukan indexing.

Tabel 9 di bawah merupakan salah satu hasil perbandingan pencarian data berdasarkan kueri spasial antara indexing dan tanpa indexing. Kueri yang digunakan adalah mencari data hotspot pada pulau tertentu di Indonesia. Untuk kueri yang digunakan terdapat perbedaan penulisan pada kueri dengan indexing spasial dan tanpa indexing. Gambar 18 di bawah merupakan perbandingan kueri dengan indexing dan tanpa indexing.

SELECT * FROM geografis_info WHERE

nama_kab IN

(SELECT son_id FROM polygons_rtree

WHERE page_id IN (SELECT son_id FROM

polygons_rtree WHERE page_id='SUMATERA'))

(a) Contoh kueri dengan indexing

SELECT * FROM geografis_info WHERE

(nama_kab = 'KAUR' or nama_kab = 'AGAM' or nama_kab = 'KARO' or ……… or nama_kab = 'TAPANULI TENGAH')

Tabel 9 Perbandingan waktu pencarian pada wilayah tertentu (dalam milidetik)

Perco baan

SUMATERA JAWA KALIMANTAN

SUNDA

KECIL SULAWESI MALUKU IRIAN JAYA

index non- index index non- index index non- index index non- index index non- index Index non- index index non- index p1 1357 3531 265 2984 1266 1890 157 719 187 1531 102 484 157 625 p2 1407 3547 266 2985 1218 1875 141 719 172 1516 156 469 156 610 p3 1375 3531 281 3000 1218 1891 172 719 203 1516 156 468 141 625 p4 1435 3594 266 2985 1203 1890 157 703 187 1516 140 500 156 625 p5 1406 3563 265 3000 1234 1891 157 703 203 1547 156 469 140 609 p6 1421 3578 266 2985 1203 1890 156 719 187 1531 157 484 140 625 p7 1375 3562 266 3000 1265 1907 172 719 187 1532 156 484 141 625 p8 1437 3594 265 2985 1203 1906 157 922 172 1531 156 484 141 610 Rataan 1402 3563 268 2991 1226 1893 159 740 187 1528 147 480 147 619

Jika dilihat pada Tabel 9, untuk mencari data pada pulau Jawa, rataan waktu yang dibutuhkan jika menggunakan indexing adalah 268ms sedangkan jika tidak menggunakan indexing bisa mencapai 3000ms. Perbedaan waktu tersebut hampir 1:3 dengan waktu penggunaan indexing lebih cepat. Pada pencarian data di pulau MALUKU, waktu yang dibutuhkan jika menggunakan indexing adalah 147ms, sedangkan tanpa indexing adalah 480ms berbeda sekitar 200ms. Perbedaan selang waktu yang dibutuhkan tergantung pada banyaknya data yang diperoleh. Kueri di pulau JAWA menghasilkan data yang lebih banyak dibandingkan kueri pada pulau MALUKU. Semakin besar data yang dicari maka

perbedaan waktu yang dibutuhkan antara indexing dan tanpa indexing akan semakin besar. Dengan adanya indexing spasial pencarian dengan kueri spasial akan lebih cepat sekitar 300-2700ms atau 35-91% dibandingkan dengan tidak adanya indexing.

Perbandingan waktu pencarian hotspot pada pulau di Indonesia antara yang menggunakan indexing spasial dan tanpa indexing bisa dilihat pada Gambar 19 di bawah. Indexing spasial menghasilkan waktu pencarian yang lebih cepat pada kueri spasial dibandingkan dengan tanpa indexing. Untuk pencarian pada level lain dapat dilihat pada Lampiran 3.

Gambar 19 Perbandingan Waktu Pencarian Hotspot pada pulau di Indonesia. 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000

INDEX NON‐INDEX

(ms)

Uji coba indexing temporal

Setelah indexing temporal pada data hotspot

Dalam dokumen Indexing Spatio-Temporal Pada Data Hotspot (Halaman 52-67)

Dokumen terkait