• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDAHULUAN Latar Belakang

Dalam dokumen Indexing Spatio-Temporal Pada Data Hotspot (Halaman 43-48)

Informasi geografis (spasial) tentang hotspot selalu berubah setiap saat. Perubahan tersebut menyebabkan informasi yang telah lama di dalam database digantikan dengan informasi yang terjadi saat ini. Terkadang informasi yang lama diperlukan untuk menduga informasi yang akan datang, sehingga informasi yang lama perlu disimpan dalam suatu database. Untuk menyimpan data yang lama perlu ditambahkan dimensi waktu pada database. Adanya penambahan dimensi waktu (temporal) pada database spasial menyebabkan bertambahnya kompleksitas dalam manajemen informasi pada database (Halaoui 2006). Untuk itu diperlukan suatu metode dalam menajemen database sehingga semua informasi baik yang lama dan baru dapat tersimpan dengan baik dan dapat diakses dengan mudah.

Penelitian yang telah dilakukan adalah membuat suatu database yang mampu menampung data spatiotemporal seperti yang dilakukan oleh Maryam pada tahun 2009 yaitu membuat database dengan konsep event-based spatiotemporal dengan data dummy polygon. Penelitian tersebut kemudian dilanjutkan oleh Kurniawan pada tahun 2011 dengan menggunakan data hotspot di Indonesia dari tahun 1997 sampai 2005. Penerapan konsep event-based spatiotemporal membutuhkan ukuran database yang lebih besar dikarenakan database menyimpan semua versi objek dari waktu ke waktu dan tidak mengizinkan penghapusan data secara fisik (Maryam 2009).

Ukuran database yang besar menyebabkan kesulitan dalam melakukan pencarian data sehingga diperlukan suatu struktur akses di dalam database spatio-temporal. Indexing adalah salah satu stuktur akses yang diaplikasikan dalam suatu database spatio-temporal dalam memanajemen informasi. Dengan adanya indexing pada suatu database spatio-temporal diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dalam proses pencarian informasi dalam database. Indexing dapat mempercepat proses pencarian data dikarenakan di dalam indexing hanya menyimpan sekumpulan data entri yang dapat mengenaili sebuah record dalam suatu database. Oleh karena itu pencarian melalui indexing hanya dilakukan pada sebagian

entri yang unik sehingga pencarian menjadi lebih cepat.

Metode indexing pada database spatio- temporal sudah banyak berkembang dan dipublikasikan. Metode indexing spatio-temporal terdiri atas 2 bagian, yaitu indexing spatial yang berdasarkan informasi geografis dan indexing temporal yang berdasarkan informasi waktu pada data (Nguyen-Dinh, et al. 2010). Hatem F. Halaoui pada tahun 2006 telah melakukan penelitian untuk mencari metode indexing yang efisien dalam menangani data spatio-temporal termasuk kemampuan untuk menyimpan, mencari, update dan kueri. Pendekatan yang dilakukan adalah melakukan indexing menggunakan R-Tree untuk data spasial dan CTI (Change Temporal Index) untuk data temporal. Hasil penelitian Halaoui (2006) menyebutkan bahwa dengan adanya indexing proses pecarian data dapat dilakukan lebih cepat.

Penelitian ini menerapkan teknik indexing pada database yang telah dibangun oleh Yuridhis Kurniawan pada tahun 2011. Hasil dari penelitian akan dibandingkan dengan database yang tidak menggunakan indexing untuk melihat tingkat efisiensi dari teknik yang digunakan.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah menggunakan teknik indexing untuk efisiensi dalam pencarian data dan kueri informasi pada database spatio- temporal. Database yang digunakan merupakan database spatio-temporal dengan konsep event- based spatio-temporal.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini difokuskan pada pembuatan modul indexing dan uji coba kueri pada database spatio-temporal.

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah untuk mempercepat pencarian informasi pada database spatio-temporal dengan menggunakan teknik indexing.

TINJAUAN PUSTAKA

Spatio-Temporal Data

Spatio-temporal data adalah data spasial yang berubah seiring waktu (Rahim 2006). Ketika suatu area berubah, maka data spasial akan memiliki elemen temporal (waktu). Deskripsi dari spatio- temporal data dapat dilihat pada Gambar 1 di bawah ini.

Gambar 1 Deskripsi Spatiotemporal Data. (Sumber : Rahim 2006)

Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa objek A pada waktu t1 berubah menjadi objek AB pada waktu t2, kemudian objek AB berubah menjadi objek B pada waktu tn. Perubahan tersebut akan terjadi sampai waktu ke n, dimana n adalah akhir dari proses perubahan.

Data spatio-temporal adalah bagian dari perubahan informasi geografis. Informasi geografis terdiri atas informasi ruang dan informasi atribut. Ruang menggambarkan lokasi dan bentuknya. Atribut menggambarkan jenis feature, nama dan informasi yang berhubungan dengan objek geografis yang menjadi objek studi. Elemen waktu tidak hanya menjelaskan suatu perubahan tetapi juga menggambarkan perubahan perilaku dan perubahan waktu itu sendiri, apakah perubahan tersebut terjadi secara terus menerus (continous), bersiklus (cyclical) atau intermitten (intermittent) (Rahim 2006).

Kueri yang digunakan untuk pencarian infromasi pada database spatio-temporal terdiri atas 3 jenis kueri. Kueri pertama berdasarkan aspek spasial saja contohnya mencari hotspot yang terjadi di daerah A. Kueri kedua berdasarkan aspek temporal saja misalkan mencari hotspot yang terjadi pada bulan Januari di tahun 2005. Kueri ketiga gabungan dari spasial dan temporal misalkan mencari data kebakaran hutan pada daerah A di bulan Januari pada tahun 2005.

Adanya penambahan aspek temporal membuat data spasial menjadi semakin besar. Hal ini menyebabkan proses pencarian data memakan waktu yang semakin lama. Untuk itu diperlukan suatu struktur data yang dapat mempercepat proses informasi pada database spatio-temporal. Event-based Spatiotemporal Data Model

Konsep Event Based Spatiotemporal Data Model (ESTDM) didasarkan pada waktu sebagai dasar pembangunan, yang dimaksudkan untuk memudahkan analisis hubungan temporal dan pola perubahan sepanjang waktu (Duan & Peuquet 1995). Model ini memungkinkan kueri yang berbasis temporal yang berhubungan dengan lokasi dapat diimplementasikan secara langsung dan efisien. Gambar 2 di bawah merupakan model dari database spatio-temporal dengan konsep Event Based Spatiotemporal Data Model (ESTDM).

  Gambar 2 Event Based Spatiotemporal Data

Model (ESTDM). (Sumber : Peuquet 1995)

Pada Gambar 2 di atas terdapat header yang berisi nama dari domain tematik yang pointer ke base map, nama base map, time-stamp dari nilai waktu awal yang terkait dengan base map, dan pointer ke elemen pertama dan terakhir dari daftar kejadian (daftar event). Base map terdiri atas gambar snapshot run-length-encoded raster lengkap dari seluruh wilayah geografis yang direpresentasikan. Setiap entri dalam daftar kejadian berisi waktu terjadinya event, daftar pointer yang menunjuk ke setiap komponen akibat adanya event, dan pointer previous dan next, yang mengarah ke elemen sebelumnya dan berikutnya dalam daftar event. Pointer sebelumnya pada elemen pertama kembali ke header dan pointer selanjutnya pada elemen terakhir pada daftar kejadian diberi nilai NULL.

Gambar 3 Model Data Spatiotemporal dengan Konsep ESTDM. (Sumber : Kurniawan 2011)

Daftar kejadian yang demikian dibangun sebagai doubly-linked list (Peuquet 1995).

Database yang digunakan adalah database yang digunakan pada penelitian Yuridhis Kurniawan (2011) dengan konsep ESTDM yang telah dimodifikasi sesuai dengan data yang digunakan yaitu data hotspot. Model database spatio-temporal pada data hotspot dengan konsep ESTDM dapat dilihat pada Gambar 3.

Pada Gambar 3 di atas terdapat header yang berisi nama domain tematik pointer ke base map, waktu awal pencatatan dan waktu akhir pencatatan. Base map berisi daftar hotspot saat waktu T0, dimana pada base map diasumsikan tidak ada satupun hotspot di semua daerah di Indonesia. Untuk data model dengan data hotspot entry event digantikan dengan entri record time karena event yang menyebabkan hotspot berubah tidak dapat diketahui secara jelas mengingat cepatnya evolusi hotspot tersebut (Kurniawan 2011). Entri record time adalah entri waktu pencatatan hotspot yang dilakukan setiap hari dimulai dari tanggal 1 bulan 1, tanggal 2 bulan 1 sampai tanggal 31 bulan 12.

Aspek spasial yang digunakan dalam database adalah atribut x dan y. Atribut x dan y merepresentasikan lintang dan bujur dari hotspot yang muncul. Untuk aspek temporal digunakan atribut Vs dan Ve. Vs sebagai waktu awal munculnya hotspot (waktu saat appear) dan Ve sebagai akhir dari kemunculan hotspot (waktu saat disappear). Atribut keterangan berisi appear jika hotspot tersebut baru muncul, disappear kalau hotspot tersebut menghilang dan stability

jika hotspot tersebut adalah hotspot yang sama yang ada pada tanggal sebelumnya. Pada mekanisme pencatatan hostpot, data yang baru masuk dan tidak muncul di tanggal sebelumnya dicatat lintang, bujur, Vs sesuai dengan tanggal masuknya data, Ve = “NOW” dan keterangan = “appear”. Nilai Ve = “NOW” menandakan bahwa data hotspot tersebut masih valid saat data masuk. Jika data tidak valid lagi maka Ve akan diperbarui dengan tanggal dimana data baru masuk.

Spatiotemporal Indexing

Spatiotemporal indexing adalah salah satu struktur data yang diterapkan pada database spatio-temporal. Teknik indexing diperlukan karena dalam database spatio-temporal terdapat dimesi waktu yang menyebabkan ukuran dari database semakin besar. Penggunaan indexing dimaksudkan untuk mempercepat proses pengaksesan database seperti pencarian data.

Dalam spatio-temporal data, database lama (historical database) menjadi fokus dalam proses indexing karena ukuran database ini sangat besar dan pertambahan data sangat cepat. Terdapat tiga kategori indexing pada historical database. Pertama, indexing domain spasial kemudian temporal. Kedua, indexing domain temporal kemudian spasial. Ketiga, menggabungkan aspek spasial dan temporal dalam satu struktur. (Mokbel Mohamed F., et al 2003).

Indexing spasial dilakukan pada entitas spasial dari database. Langkah awal dari indexing ini adalah menentukan entitas spasial dari database, Header T0 1/1 (Tgl/Bln) Base Map M0 Keterangan : x : Lintang y : Bujur Vs : Valid Start Ve : Valid End

Ket : Appear / Disappear / Stability

2/1 (Tgl/Bln)

31/12 (Tgl/Bln)

biasanya indexing dilakukan pada data polygon. Setelah itu dilakukan penentuan hierarki dari data spasial. Dari hierarki yang ada akan dibuat tree untuk indexing. Setelah itu data asli akan dibuat tree sesuai dengan hierarki yang ada.

Indexing temporal dilakukan pada entitas waktu dari database. Entitas waktu dari database adalah valid time dari objek spasial. Untuk itu langkah awal dari indexing temporal adalah menentukan valid time dari masing-masing objek spasial. Setelah valid time didapat maka akan dibuat hierarki dari valid time tersebut. Dari hierarki yang ada akan dibuat tree dari data. Hasil dari tree tersebut akan digunakan dalam proses pencarian untuk kueri temporal.

Spasial Indexing dengan R-Tree

Sejumlah metode indexing telah diusulkan untuk pengindeksan database spasial dan temporal. Di antara metode akses spasial, yang paling populer adalah R-Tree yang diusulkan oleh Guttman pada tahun 1984. R-Tree adalah sebuah tree dengan ketinggian yang seimbang, mirip dengan B-Tree dengan index pada node daunnya mengandung pointer ke suatu objek (Guttman 1984).

R-Tree merupakan suatu pohon B-Tree untuk suatu objek multidimensional. Objek multidimensional direpresentasikan dengan Minimun Bounding Rectangle (MBR), MBR suatu objek adalah suatu polygon terkecil berbentuk persegi yang membungkus suatu objek geometry (Halloui 2006). Gambar 4 di bawah adalah contoh dari MBR suatu objek geometry. Setiap geometry akan dicari titik-titik terluar dari objek geometry. Titik terluar dari objek terdiri atas 4 komponen yaitu nilai minimum absis X, nilai maksimum absis X , nilai minimum ordinat Y dan nilai maksimum ordinat Y.

Gambar 4 Minimum Bounding Rectangle. (Sumber : Halaoui 2006)

MBR dapat dibuat dari struktur attribut seperti pulau, provinsi dan kabupaten. Pada Gambar 5a di bawah menggambarkan suatu data spasial.

Misalkan objek d,e dan f digabung menjadi satu region dengan MBR-nya adalah A. Objek g dan h digabung menjadi satu region dengan MBR B. Objek i dan j menjadi satu region dengan MBR C. Dari penentuan di atas didapat hierarki yang ada seperti Gambar 5a, garis putus-putus merupakan MBR dari beberapa objek.

Gambar 5 Struktur R-Tree. (Sumber : Yang dan Zhang 2005)

Dari hierarki objek spasial seperti Gambar 5a dibentuk R-Tree seperti Gambar 5b. Untuk root terdiri atas bagian MBR yag lebih besar yaitu MBR A, B, dan C. Kemudian masing-masing node memiliki leaf sesuai dengan hierarki yang ada. Untuk nodeA memiliki leaf d,e dan f, node B memiliki leaf g dan h, dan node C memiliki leaf i dan j.

Changes Temporal Index

Changes Temporal Index (CTI) adalah salah satu teknik indexing yang dibuat pada penelitian sebelumnya oleh Halaoui pada tahun 2006. Pendekatan indexing yang dilakukan adalah sebagai berikut :

- Beberapa versi dimasukkan pada database spatiotemporal.

- Hanya versi saat ini pada database yang mengandung informasi tentang semua objek. - Semua versi lama akan disimpan sesuai

dengan waktu valid versi tersebut (Halaoui 2006).

(a)

(b)

Gambar 6 di bawah menunjukkan struktur dari CTI. Pada versi terakhir (current database) mencakup seluruh database yang tersedia antara waktu n dan sekarang. Semua versi sebelumnya hanya mencakup data yang berbeda sesuai dengan interval waktu valid. Contohnya untuk interval waktu Time1-Time2 berisi 2 data (L1 dan L2) sedangkan pada interval waktu Time2-Time3 berisi 2 data berbeda yaitu (L3 dan L4). Hal ini

permukaan di darat dan di laut. Satelit ini mendeteksi objek di permukaan bumi yang memiliki suhu relatif lebih tinggi dibandingkan sekitarnya. Suhu yang dideteksi berkisar antara 210 K (37°C) untuk malam hari dan 315 K (42°C) untuk siang hari.

Satelit NOAA mengelilingi bumi setiap 100 menit di ruang angkasa sejauh 850 km. Data dari

Gambar 6 Changes Temporal Index. Old version that have only spatial changes with respect to current database

Current Database

(Sumber : Halaoui 2006)

NOAA dapat diterima hampir setiap hari pada waktu tertentu. AVHRR akan mendeteksi suhu permukaan tanah menggunakan sinar infra merah pendek utama. Ukuran kebakaran yang luasannya kurang dari 1.21 km² akan dipresentasikan sebagai satu pixel dan yang lebih dari 1.21 km² akan dipresentasikan sebagai 2 pixel. Luas areal minimum yang mampu dideteksi sebagai 1 pixel diperkirakan seluas 0.15 ha (Albar 2002).

menjelaskan bahwa pada interval Time1-Time2 data yang valid adalah data dengan ID L1 dan L2, sedangkan pada interval waktu Time2-Time3 data yang valid adalah L3 dan L4. 

Hotspot (titik panas)

Hotspot merupakan titik-titik di permukaan bumi dimana titik-titik tersebut merupakan indikasi adanya kebakaran hutan dan lahan (Ratnasari 2000). Indikasi yang dimaksud adalah suhu panas hasil kebakaran hutan yang naik ke atas atmosfer (suhu yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan suhu sekitarnya) dan ditangkap oleh satelit serta didefinisikan sebagai hotspot berdasarkan ambang batas suhu (threshold) tertentu.

Beberapa kelemahan tetap melekat pada satelit NOAA. Salah satunya adalah sensor yang tidak dapat menembus awan, asap atau aerosol. Kelemahan tersebut akan sangat merugikan bila kebakaran besar terjadi sehingga wilayah tersebut tertutup asap. Kejadian seperti itu sangat sering sekali terjadi di musim kebakaran, sehingga jumlah hotspot yang terdeteksi jauh lebih rendah dari yang seharusnya.

Satelit yang biasa digunakan adalah satelit NOAA (National Ocean and Atmospheric Administration) melalui sensor AVHRR (Advanced Very High Resolution Radiometer) karena sensor tersebut dapat membedakan suhu

Dalam dokumen Indexing Spatio-Temporal Pada Data Hotspot (Halaman 43-48)

Dokumen terkait