• Tidak ada hasil yang ditemukan

Indexing Spatio-Temporal Pada Data Hotspot

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Indexing Spatio-Temporal Pada Data Hotspot"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

INDEXING SPATIO-TEMPORAL

PADA DATA

HOTSPOT

MIFTAHUDIN YOGA PERMANA

DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ABSTRACT

MIFTAHUDIN YOGA PERMANA. Indexing on Spatio-temporal Hotspot Data. Supervised by ANNISA.

The spatial information of hotspot is always changing over time. The recording of these changes makes it necessary to add dimension of time (temporal) into database. The database which is capable to store spatial and temporal information is known as spatiotemporal database. This database is bigger than a normal database because it stores all versions of an object over time and not allowed data to be physically deleted. A large database size causes it’s search time increases. It makes an access structure is needed in spatiotemporal database. Indexing is one of the access structure applied in the spatiotemporal database that accelerates data searching process. Spatiotemporal indexing method consists of two parts namely spatial indexing which is based on geographical information, and temporal indexing which is based on data timing information. The process of hotspot data indexing will be done in this research by using R-Tree approach for spatial data and Change Temporal Index (CTI) for temporal data. R-Tree is a hierarchical, height-balanced external memory data structure for multidimensional object. The hierarchical of R-Tree based on list of administrative such as regency, provinces and island. Change Temporal Index makes indexed data based on temporal side like valid time. CTI keeps valid data in current database and previous data according to interval valid time in historical database. This research is expected to accelerate the retrieving process in spatiotemporal databases. Spatial indexing makes searching faster up to 70%, temporal indexing makes searching faster up to 35% and spatiotemporal indexing makes searching faster than without indexing up to 50%.

Keywords: Spatial, Temporal, Spatiotemporal, Spatial Indexing, Temporal Indexing, Spatiotemporal Indexing, Change Temporal Indexing, R-tree

(3)

INDEXING SPATIO-TEMPORAL

PADA DATA

HOTSPOT

MIFTAHUDIN YOGA PERMANA

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Komputer pada

Departemen Ilmu Komputer

DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(4)

Judul : Indexing Spatio-Temporal Pada Data Hotspot Nama : Miftahudin Yoga Permana

NRP : G64070088  

       

 

Menyetujui:

Pembimbing

Annisa, S.Kom, M.Kom.

NIP. 19790731 200501 2 002

Mengetahui:

Ketua Departemen Ilmu Komputer,

Dr. Ir. Sri Nurdiati, M.Sc.

NIP. 19601126 198601 2 001

Tanggal Lulus :

(5)

RIWAYAT HIDUP

(6)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir dengan judul Indexing Spatio-Temporal pada Data Hotspot. Penelitian ini dilaksanakan mulai Februari 2011 sampai dengan Juli 2011, bertempat di Departemen Ilmu Komputer Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penyelesaian tugas akhir ini antara lain:

1. Bapak, Ibu, kakak dan adikku tercinta yang tiada henti-hentinya memberikan doa, kasih sayang, dan dukungan kepada penulis.

2. Ibu Annisa, S.Kom., M.Kom. selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan dengan sabar kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Bapak Hari Agung Adrianto, S.Kom., M.Si dan Bapak Toto Haryanto, S.Kom., M.Si selaku dosen penguji.

4. Yuridhis Kurniawan, Fani Wulandari, Dhieka Avrilia Lantana, Ayi Imaduddin, Remarchtito Heyziputra, Dedek Apriyani, Muhammad Arif Fauzi dan Hidayat sebagai teman satu bimbingan yang selalu memberikan masukan, saran dan semangat kepada penulis.

5. Ade Fruandta, Arif Nofyansyah dan Fadly Hilman atas segala bantuan dan ilmu yang diberikan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi.

6. Fanny Risnuraini, Aprilia Ramadhina, Laras Mutiara Diva, Ira Nurazizah, Tri Setiowati, Isna Mariam, Agus Umriadi, Woro Indriyani, Huswantoro Anggit, Muhammad Akbar Teguh Cipta Pramudia dan Arizal Notyasa sebagai sahabat terdekat penulis dalam menjalani kehidupan yang indah selama menjadi mahasiswa.

7. Rekan-rekan ilkomerz 44 atas segala kebersamaan, bantuan, dan motivasi dan kenangan indah yang tidak akan pernah terlupakan.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, September 2011

Miftahudin Yoga Permana

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 1

Ruang Lingkup Penelitian... 1

Manfaat Penelitian ... 1

TINJAUAN PUSTAKA Spatio-Temporal Data ... 2

Event-based Spatiotemporal Data Model ... 2

Spatiotemporal Indexing ... 3

Spasial Indexing dengan R-Tree ... 4

Changes Temporal Index ... 4

Hotspot (titik panas) ... 5

METODE PENELITIAN Analisis ... 6

Indexing Spatial dengan R-Tree ... 6

Indexing Temporal dengan CTI ... 8

Implementasi ... 10

Pengujian ... 10

Evaluasi ... 10

HASIL DAN PEMBAHASAN Indexing Spasial ... 10

Indexing Temporal ... 13

Uji coba indexing spasial ... 16

Uji coba indexing temporal ... 18

Uji coba indexing spatio-temporal ... 19

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 22

Saran ... 22

DAFTAR PUSTAKA ... 23

LAMPIRAN ... 24 

(8)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1Deskripsi Spatiotemporal Data ... 2

2 Event Based Spatiotemporal Data Model (ESTDM) ... 2

3 Model Data Spatiotemporal dengan Konsep ESTDM ... 3

4 Minimum Bounding Rectangle ... 4

5 Struktur R-Tree ... 4

6 Changes Temporal Index ... 5

7 Metodologi Penelitian ... 6

8 Tahap Indexing Spatial... 6

9 Langkah-langkah Indexing Spatial ... 7

10 Fungsi ST_UNION Potsgis ... 7

11 Fungsi ST_ENVELOPE Potsgis ... 8

12 Mekanisme Indexing Temporal ... 8

13 Langkah-langkah Indexing Temporal ... 9

14 Hierarki Spasial Hotspot Indonesia ... 11

15 Perbandingan Struktur Data dengan Indexing Spasial ... 13

16 Hierarki Temporal ... 14

17 Perbandingan Struktur Data dengan Indexing Temporal... 16

18 Perbandingan Kueri ... 16

19 Perbandingan waktu pencarian hotspot pada pulau di Indonesia ... 17

20 Perbandingan waktu pencarian hotspot pada tahun tertentu ... 19

21 Perbandingan waktu pencarian hotspot pada tahun dan bulan tertentu ... 19

22 Perbandingan waktu pencarian hotspot tahun dan pulau dengan indexing spatio-temporal ... 20

23 Perbandingan waktu pencarian hotspot pada tahun dan pulau tertentu dengan indexing spatial ... 21

24 Perbandingan waktu pencarian data pada provinsi tertentu berdasarkan node child ... 22

 

DAFTAR TABEL

Halaman 1 Contoh Tabel indonesia_kab ... 11

2 Contoh Tabel polygons ... 12

3 Contoh Tabel polygons_mbr ... 12

4 Contoh Tabel polygons_rtree ... 12

5 Contoh Tabel hotspot ... Error! Bookmark not defined. 6 Contoh Tabel temp_list ... 14

7 Contoh Tabel temp_tree ... 15

8 Perbandingan waktu pencarian pada wilayah tertentu ... 17

9 Perbandingan waktu pencarian data pada tahun tertentu ... 18

10 Perbandingan waktu pencarian data pada bulan tertentu di tahun tertentu ... 18

11 Perbandingan waktu pencarian data wilayah tertentu di tahun 2004 indexing spatio-temporal ... 19

12 Perbandingan waktu pencarian data pada pulau tertentu di tahun 2004 dengan indexing spasial .... 20

13 Perbandingan waktu pencarian hotspot pada provinsi tertentu berdasarkan node child ... 21

(9)

 

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 SQL pembangunan Indexing Spasial ... 25

2 SQL pembangunan Indexing Temporal ... 25

3 Hasil perbandingan waktu pencarian dengan kueri spasial ... 26

4 Kueri Temporal ... 27

(10)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Informasi geografis (spasial) tentang hotspot selalu berubah setiap saat. Perubahan tersebut menyebabkan informasi yang telah lama di dalam database digantikan dengan informasi yang terjadi saat ini. Terkadang informasi yang lama diperlukan untuk menduga informasi yang akan datang, sehingga informasi yang lama perlu disimpan dalam suatu database. Untuk menyimpan data yang lama perlu ditambahkan dimensi waktu pada database. Adanya penambahan dimensi waktu (temporal) pada database spasial menyebabkan bertambahnya kompleksitas dalam manajemen informasi pada database (Halaoui 2006). Untuk itu diperlukan suatu metode dalam menajemen database sehingga semua informasi baik yang lama dan baru dapat tersimpan dengan baik dan dapat diakses dengan mudah.

Penelitian yang telah dilakukan adalah membuat suatu database yang mampu menampung data spatiotemporal seperti yang dilakukan oleh Maryam pada tahun 2009 yaitu membuat database dengan konsep event-based spatiotemporal dengan data dummy polygon. Penelitian tersebut kemudian dilanjutkan oleh Kurniawan pada tahun 2011 dengan menggunakan data hotspot di Indonesia dari tahun 1997 sampai 2005. Penerapan konsep event-based spatiotemporal membutuhkan ukuran database yang lebih besar dikarenakan database menyimpan semua versi objek dari waktu ke waktu dan tidak mengizinkan penghapusan data secara fisik (Maryam 2009).

Ukuran database yang besar menyebabkan kesulitan dalam melakukan pencarian data sehingga diperlukan suatu struktur akses di dalam database spatio-temporal. Indexing adalah salah satu stuktur akses yang diaplikasikan dalam suatu database spatio-temporal dalam memanajemen informasi. Dengan adanya indexing pada suatu database spatio-temporal diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dalam proses pencarian informasi dalam database. Indexing dapat mempercepat proses pencarian data dikarenakan di dalam indexing hanya menyimpan sekumpulan data entri yang dapat mengenaili sebuah record dalam suatu database. Oleh karena itu pencarian melalui indexing hanya dilakukan pada sebagian

entri yang unik sehingga pencarian menjadi lebih cepat.

Metode indexing pada database spatio-temporal sudah banyak berkembang dan dipublikasikan. Metode indexing spatio-temporal terdiri atas 2 bagian, yaitu indexing spatial yang berdasarkan informasi geografis dan indexing temporal yang berdasarkan informasi waktu pada data (Nguyen-Dinh, et al. 2010). Hatem F. Halaoui pada tahun 2006 telah melakukan penelitian untuk mencari metode indexing yang efisien dalam menangani data spatio-temporal termasuk kemampuan untuk menyimpan, mencari, update dan kueri. Pendekatan yang dilakukan adalah melakukan indexing menggunakan R-Tree untuk data spasial dan CTI (Change Temporal Index) untuk data temporal. Hasil penelitian Halaoui (2006) menyebutkan bahwa dengan adanya indexing proses pecarian data dapat dilakukan lebih cepat.

Penelitian ini menerapkan teknik indexing pada database yang telah dibangun oleh Yuridhis Kurniawan pada tahun 2011. Hasil dari penelitian akan dibandingkan dengan database yang tidak menggunakan indexing untuk melihat tingkat efisiensi dari teknik yang digunakan.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah menggunakan teknik indexing untuk efisiensi dalam pencarian data dan kueri informasi pada database spatio-temporal. Database yang digunakan merupakan database spatio-temporal dengan konsep event-based spatio-temporal.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini difokuskan pada pembuatan modul indexing dan uji coba kueri pada database spatio-temporal.

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah untuk mempercepat pencarian informasi pada database spatio-temporal dengan menggunakan teknik indexing.

(11)

TINJAUAN PUSTAKA

Spatio-Temporal Data

Spatio-temporal data adalah data spasial yang berubah seiring waktu (Rahim 2006). Ketika suatu area berubah, maka data spasial akan memiliki elemen temporal (waktu). Deskripsi dari spatio-temporal data dapat dilihat pada Gambar 1 di bawah ini.

Gambar 1 Deskripsi Spatiotemporal Data. (Sumber : Rahim 2006)

Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa objek A pada waktu t1 berubah menjadi objek AB pada waktu t2, kemudian objek AB berubah menjadi objek B pada waktu tn. Perubahan tersebut akan terjadi sampai waktu ke n, dimana n adalah akhir dari proses perubahan.

Data spatio-temporal adalah bagian dari perubahan informasi geografis. Informasi geografis terdiri atas informasi ruang dan informasi atribut. Ruang menggambarkan lokasi dan bentuknya. Atribut menggambarkan jenis feature, nama dan informasi yang berhubungan dengan objek geografis yang menjadi objek studi. Elemen waktu tidak hanya menjelaskan suatu perubahan tetapi juga menggambarkan perubahan perilaku dan perubahan waktu itu sendiri, apakah perubahan tersebut terjadi secara terus menerus (continous), bersiklus (cyclical) atau intermitten (intermittent) (Rahim 2006).

Kueri yang digunakan untuk pencarian infromasi pada database spatio-temporal terdiri atas 3 jenis kueri. Kueri pertama berdasarkan aspek spasial saja contohnya mencari hotspot yang terjadi di daerah A. Kueri kedua berdasarkan aspek temporal saja misalkan mencari hotspot yang terjadi pada bulan Januari di tahun 2005. Kueri ketiga gabungan dari spasial dan temporal misalkan mencari data kebakaran hutan pada daerah A di bulan Januari pada tahun 2005.

Adanya penambahan aspek temporal membuat data spasial menjadi semakin besar. Hal ini menyebabkan proses pencarian data memakan waktu yang semakin lama. Untuk itu diperlukan suatu struktur data yang dapat mempercepat proses informasi pada database spatio-temporal.

Event-based Spatiotemporal Data Model

Konsep Event Based Spatiotemporal Data Model (ESTDM) didasarkan pada waktu sebagai dasar pembangunan, yang dimaksudkan untuk memudahkan analisis hubungan temporal dan pola perubahan sepanjang waktu (Duan & Peuquet 1995). Model ini memungkinkan kueri yang berbasis temporal yang berhubungan dengan lokasi dapat diimplementasikan secara langsung dan efisien. Gambar 2 di bawah merupakan model dari database spatio-temporal dengan konsep Event Based Spatiotemporal Data Model (ESTDM).

  Gambar 2 Event Based Spatiotemporal Data

Model (ESTDM). (Sumber : Peuquet 1995)

(12)

Gambar 3 Model Data Spatiotemporal dengan Konsep ESTDM. (Sumber : Kurniawan 2011)

Daftar kejadian yang demikian dibangun sebagai doubly-linked list (Peuquet 1995).

Database yang digunakan adalah database yang digunakan pada penelitian Yuridhis Kurniawan (2011) dengan konsep ESTDM yang telah dimodifikasi sesuai dengan data yang digunakan yaitu data hotspot. Model database spatio-temporal pada data hotspot dengan konsep ESTDM dapat dilihat pada Gambar 3.

Pada Gambar 3 di atas terdapat header yang berisi nama domain tematik pointer ke base map, waktu awal pencatatan dan waktu akhir pencatatan. Base map berisi daftar hotspot saat waktu T0, dimana pada base map diasumsikan tidak ada satupun hotspot di semua daerah di Indonesia. Untuk data model dengan data hotspot entry event digantikan dengan entri record time karena event yang menyebabkan hotspot berubah tidak dapat diketahui secara jelas mengingat cepatnya evolusi hotspot tersebut (Kurniawan 2011). Entri record time adalah entri waktu pencatatan hotspot yang dilakukan setiap hari dimulai dari tanggal 1 bulan 1, tanggal 2 bulan 1 sampai tanggal 31 bulan 12.

Aspek spasial yang digunakan dalam database adalah atribut x dan y. Atribut x dan y merepresentasikan lintang dan bujur dari hotspot yang muncul. Untuk aspek temporal digunakan atribut Vs dan Ve. Vs sebagai waktu awal munculnya hotspot (waktu saat appear) dan Ve sebagai akhir dari kemunculan hotspot (waktu saat disappear). Atribut keterangan berisi appear jika hotspot tersebut baru muncul, disappear kalau hotspot tersebut menghilang dan stability

jika hotspot tersebut adalah hotspot yang sama yang ada pada tanggal sebelumnya. Pada mekanisme pencatatan hostpot, data yang baru masuk dan tidak muncul di tanggal sebelumnya dicatat lintang, bujur, Vs sesuai dengan tanggal masuknya data, Ve = “NOW” dan keterangan = “appear”. Nilai Ve = “NOW” menandakan bahwa data hotspot tersebut masih valid saat data masuk. Jika data tidak valid lagi maka Ve akan diperbarui dengan tanggal dimana data baru masuk.

Spatiotemporal Indexing

Spatiotemporal indexing adalah salah satu struktur data yang diterapkan pada database spatio-temporal. Teknik indexing diperlukan karena dalam database spatio-temporal terdapat dimesi waktu yang menyebabkan ukuran dari database semakin besar. Penggunaan indexing dimaksudkan untuk mempercepat proses pengaksesan database seperti pencarian data.

Dalam spatio-temporal data, database lama (historical database) menjadi fokus dalam proses indexing karena ukuran database ini sangat besar dan pertambahan data sangat cepat. Terdapat tiga kategori indexing pada historical database. Pertama, indexing domain spasial kemudian temporal. Kedua, indexing domain temporal kemudian spasial. Ketiga, menggabungkan aspek spasial dan temporal dalam satu struktur. (Mokbel Mohamed F., et al 2003).

(13)

biasanya indexing dilakukan pada data polygon. Setelah itu dilakukan penentuan hierarki dari data spasial. Dari hierarki yang ada akan dibuat tree untuk indexing. Setelah itu data asli akan dibuat tree sesuai dengan hierarki yang ada.

Indexing temporal dilakukan pada entitas waktu dari database. Entitas waktu dari database adalah valid time dari objek spasial. Untuk itu langkah awal dari indexing temporal adalah menentukan valid time dari masing-masing objek spasial. Setelah valid time didapat maka akan dibuat hierarki dari valid time tersebut. Dari hierarki yang ada akan dibuat tree dari data. Hasil dari tree tersebut akan digunakan dalam proses pencarian untuk kueri temporal.

Spasial Indexing dengan R-Tree

Sejumlah metode indexing telah diusulkan untuk pengindeksan database spasial dan temporal. Di antara metode akses spasial, yang paling populer adalah R-Tree yang diusulkan oleh Guttman pada tahun 1984. R-Tree adalah sebuah tree dengan ketinggian yang seimbang, mirip dengan B-Tree dengan index pada node daunnya mengandung pointer ke suatu objek (Guttman 1984).

R-Tree merupakan suatu pohon B-Tree untuk suatu objek multidimensional. Objek multidimensional direpresentasikan dengan Minimun Bounding Rectangle (MBR), MBR suatu objek adalah suatu polygon terkecil berbentuk persegi yang membungkus suatu objek geometry (Halloui 2006). Gambar 4 di bawah adalah contoh dari MBR suatu objek geometry. Setiap geometry akan dicari titik-titik terluar dari objek geometry. Titik terluar dari objek terdiri atas 4 komponen yaitu nilai minimum absis X, nilai maksimum absis X , nilai minimum ordinat Y dan nilai maksimum ordinat Y.

Gambar 4 Minimum Bounding Rectangle. (Sumber : Halaoui 2006)

MBR dapat dibuat dari struktur attribut seperti pulau, provinsi dan kabupaten. Pada Gambar 5a di bawah menggambarkan suatu data spasial.

Misalkan objek d,e dan f digabung menjadi satu region dengan MBR-nya adalah A. Objek g dan h digabung menjadi satu region dengan MBR B. Objek i dan j menjadi satu region dengan MBR C. Dari penentuan di atas didapat hierarki yang ada seperti Gambar 5a, garis putus-putus merupakan MBR dari beberapa objek.

Gambar 5 Struktur R-Tree. (Sumber : Yang dan Zhang 2005)

Dari hierarki objek spasial seperti Gambar 5a dibentuk R-Tree seperti Gambar 5b. Untuk root terdiri atas bagian MBR yag lebih besar yaitu MBR A, B, dan C. Kemudian masing-masing node memiliki leaf sesuai dengan hierarki yang ada. Untuk nodeA memiliki leaf d,e dan f, node B memiliki leaf g dan h, dan node C memiliki leaf i dan j.

Changes Temporal Index

Changes Temporal Index (CTI) adalah salah satu teknik indexing yang dibuat pada penelitian sebelumnya oleh Halaoui pada tahun 2006. Pendekatan indexing yang dilakukan adalah sebagai berikut :

- Beberapa versi dimasukkan pada database spatiotemporal.

- Hanya versi saat ini pada database yang mengandung informasi tentang semua objek. - Semua versi lama akan disimpan sesuai

dengan waktu valid versi tersebut (Halaoui 2006).

(a)

(14)

5  Gambar 6 di bawah menunjukkan struktur dari

CTI. Pada versi terakhir (current database) mencakup seluruh database yang tersedia antara waktu n dan sekarang. Semua versi sebelumnya hanya mencakup data yang berbeda sesuai dengan interval waktu valid. Contohnya untuk interval waktu Time1-Time2 berisi 2 data (L1 dan L2) sedangkan pada interval waktu Time2-Time3 berisi 2 data berbeda yaitu (L3 dan L4). Hal ini

permukaan di darat dan di laut. Satelit ini mendeteksi objek di permukaan bumi yang memiliki suhu relatif lebih tinggi dibandingkan sekitarnya. Suhu yang dideteksi berkisar antara 210 K (37°C) untuk malam hari dan 315 K (42°C) untuk siang hari.

Satelit NOAA mengelilingi bumi setiap 100 menit di ruang angkasa sejauh 850 km. Data dari

Gambar 6 Changes Temporal Index. Old version that have only spatial changes with respect to current database

Current Database

(Sumber : Halaoui 2006)

NOAA dapat diterima hampir setiap hari pada waktu tertentu. AVHRR akan mendeteksi suhu permukaan tanah menggunakan sinar infra merah pendek utama. Ukuran kebakaran yang luasannya kurang dari 1.21 km² akan dipresentasikan sebagai satu pixel dan yang lebih dari 1.21 km² akan dipresentasikan sebagai 2 pixel. Luas areal minimum yang mampu dideteksi sebagai 1 pixel diperkirakan seluas 0.15 ha (Albar 2002).

menjelaskan bahwa pada interval Time1-Time2 data yang valid adalah data dengan ID L1 dan L2, sedangkan pada interval waktu Time2-Time3 data yang valid adalah L3 dan L4. 

Hotspot (titik panas)

Hotspot merupakan titik-titik di permukaan bumi dimana titik-titik tersebut merupakan indikasi adanya kebakaran hutan dan lahan (Ratnasari 2000). Indikasi yang dimaksud adalah suhu panas hasil kebakaran hutan yang naik ke atas atmosfer (suhu yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan suhu sekitarnya) dan ditangkap oleh satelit serta didefinisikan sebagai hotspot berdasarkan ambang batas suhu (threshold) tertentu.

Beberapa kelemahan tetap melekat pada satelit NOAA. Salah satunya adalah sensor yang tidak dapat menembus awan, asap atau aerosol. Kelemahan tersebut akan sangat merugikan bila kebakaran besar terjadi sehingga wilayah tersebut tertutup asap. Kejadian seperti itu sangat sering sekali terjadi di musim kebakaran, sehingga jumlah hotspot yang terdeteksi jauh lebih rendah dari yang seharusnya.

(15)

METODE PENELITIAN

Metode penelitian terdiri atas analisis data kebakaran hutan, proses indexing, implementasi indexing pada database, pengujian, dan evaluasi. Gambar 7 merupakan proses penelitian yang dilakukan.

Gambar 7 Metodologi Penelitian.

Analisis

Analisis merupakan tahap untuk mencari teknik indexing apa yang cocok untuk diterapkan pada data kebakaran hutan. Teknik yang dicari harus disesuaikan dengan entitas yang didapat pada model database. Terdapat beberapa macam metode indexing yang sudah berkembang hingga saat ini. Salah satunya adalah indexing menggunakana R-tree untuk data spasial dan CTI untuk data temporal.

Indexing dengan R-tree dipilih karena indexing ini mudah diimplementasikan pada database dan juga memiliki tingkat efisiensi pada proses pencarian data yang besar. Untuk indexing temporal memakai metode indexing CTI karena indexing ini sudah mendukung indexing dengan data temporal dan juga mudah untuk diimplementasikan. Indexing dengan CTI nantinya akan memakai tree dari R-tree.

Indexing Spatial dengan R-Tree

Untuk indexing spatial dilakukan indexing menggunakan R-tree. Gambar 8 menunjukkan tahapan yang dilakukan untuk membuat indexing spatial.

Gambar 8 Tahap Indexing Spatial.

Untuk indexing spasial yang digunakan adalah data polygon. Selanjutnya di bawah ini akan dijelaskan tahapan dari indexing yang dilakukan secara rinci.

Model Database

Analisis

Indexing

Implementasi

Uji Kueri

Evaluasi Daftar

Kueri

Membuat list dari

masing-masing polygon yang

digunakan sesuai data yg ada

Membuat list Minimum Bounding Rectangle (MBR) dari polygon

Membuat hierarki regional polygon

(16)

Gambar 9 Langkah-langkah Indexing Spatial. (Sumber Kriegel et al 2004)

Berikut ini langkah-langkah yang dilakukan dalam melakukan indexing spasial :

1. Tentukan polygon atau area yang akan kita indexing sesuai dengan data yang ada. Polygon yang dibutuhkan dalam indexing hotspot adalah kabupaten, provinsi, pulau dan Indonesia. Data asli yang digunakan adalah kabupaten-kabupaten di Indonesia. Dari kabupaten yang ada dicari polygon untuk provinsi, pulau dan se-Indonesia yang dilakukan secara manual. Mencari polygon provinsi, pulau dan Indonesia menggunakan fungsi sql postgis “ST_UNION”. Gambar 10 di bawah merupakan fungsi ST_UNION yang ada di dalam postgis. Fungsi tersebut akan menggabungkan 2 atau lebih objek polygon menjadi satu polygon. Tipe data masukan dan yang dikembalikan fungsi tersebut adalah geometry. Polygon Setelah semua polygon didapat maka dimasukkan ke dalam satu tabel yaitu tabel polygons seperti pada Gambar 9a.

Gambar 10 Fungsi ST_UNION potsgis.

Fungsi SQL di atas akan menghasilkan polygon-polygon yang diperlukan. Objek dari polygon tersebut akan disimpan di dalam suatu tabel seperti Gambar 9a di atas. Kolom id berisi nama atau identifier objek dari polygon. Kolom geom berisi polygon dari objek, dengan tipe data geometry.

2. Setelah semua polygon dari area yang dibutuhkan didapat maka dicari MBR dari masing-masing polygon menggunakan fungsi sql postgis “ST_ENVELOPE” seperti Gambar CREATE OR REPLACE FUNCTION

st_union(geometry, geometry) RETURNS geometry AS

'$libdir/postgis-1.5','geomunion' LANGUAGE 'c' IMMUTABLE STRICT COST 1;

ALTER FUNCTION st_union(geometry, geometry) OWNER TO postgres;

(17)

11. Fungsi ST_ENVELOPE akan mencari Minimum Bounding Rectangle dari suatu objek polygon dengan masukan geometry dari objek tersebut dan menghasilkan MBR dari objek dengan tipe data geometry. Hasil dari MBR akan disimpan ke dalam tabel polygon_mbr.

Gambar 11 Fungsi ST_ENVELOPE Potsgis.

Contoh dari tabel polygons_mbr dapat dilihat pada Gambar 9b. Isi dari tabel tersebut adalah id dari objek sesuai dengan tabel polygon sebelumnya dan juga MBR dari objek yang didapat dengan menggunakan fungsi ST_ENVELOPE.

3. Hierarki dari regional polygon dibuat untuk menggambarkan indexing yang akan dibuat. Untuk data hotspot yang digunakan hierarki dari area dibagi menjadi 4 level sesuai dengan atributnya yaitu :

1. Area Indonesia 2. Area Pulau-pulau 3. Area Provinsi 4. Area Kabupaten

Gambar 9c di atas merupakan contoh hierarki regional dari polygon sebelumnya. Polygon A dan B memiliki MBR 5 dan 6. Polygon A dan B menduduki hierarki terbawah, kemudian di atasnya merupakan MBR 5 dan 6. MBR 5 dan 6 tergabung menjadi satu region dengan MBR yaitu 2. MBR 2 tergabung dalam satu region dengan MBR 3 dan 4 menjadi MBR 1. MBR 1 adalah region terbesar dari semua polygon yang ada sehingga MBR 1 menduduki root dari hierarki regional.

4. Setelah mengetahui hierarki regional dari data maka dibuatlah indexing berdasarkan MBR masing-masing polygon yang ada di dalam tabel polygons_mbr. Hasil indexing akan disimpan di dalam tabel polygons_rtree seperti Gambar 9d di atas. Tabel tersebut terdiri atas 4 atribut yaitu page_id , page_lev , child_id ,

dan child_mbr. Atribut page_id merupakan objek dari polygon di dalam tree, sedangkan page_lev menunjukkan levelnya di dalam tree. Atribut child_id mengandung page_id dari objek yang terhubung pada entry dan child_id berisi MBR dari objek tersebut. Penentuan child dari masing-masing node dilakukan dengan fungsi “ST_WITHIN” di dalam postgis.

CREATE OR REPLACE FUNCTION st_envelope(geometry) RETURNS geometry AS '$libdir/postgis-1.5',  'LWGEOM_envelope'

LANGUAGE 'c' IMMUTABLE STRICT

Indexing Temporal dengan CTI

Changes Temporal Index (CTI) adalah salah satu teknik indexing pada data temporal. CTI menggunakan valid time dari objek sebagai entitas yang akan dilakukan indexing. Gambar 12 di bawah ini merupakan tahap-tahap yang dilakukan dalam indexing temporal yaitu :

COST 1;

ALTER FUNCTION st_envelope(geometry) OWNER TO postgres;

Gambar 12 Mekanisme Indexing Temporal.

(18)

Gambar 13 Langkah-langkah indexing temporal

1. Masukkan data versi 0 (awal) ke dalam current database. Set Valid Start (Vs) dengan waktu saat data masuk dan Valid End (Ve) dengan now. Data awal seperti pada Gambar 11.b1 di atas terdapat 7 record. Masukkan semua record ke dalam current database dengan waktu valid dari 2005 sampai sekarang. Berikan nilai Valid Start (Vs) pada setiap record dengan waktu pada saat itu yaitu 2005 dan nilai Valid End (Ve) dengan now, seperti pada Gambar 13.b2.

2. Masukkan data baru, bandingkan dengan current data yang sudah ada. Pada data baru yang masuk terdapat 6 buah record yang masuk dalam database seperti pada Gambar 13.c1. Bandingkan record yang ada pada data baru dengan record pada current database pada Gambar 13.c2. Hasil perbandingan didapatkan :

‐ Terdapat record yang sama yaitu objek O1, O2, dan O6, maka objek tersebut masih valid saat tahun 2006.

‐ Terdapat objek baru yang tidak ada pada current data yaitu O8, O9, dan O10, maka semua objek baru tersebut dianggap valid pada saat itu dengan Vs yaitu 2006.

‐ Terdapat objek pada current database yang tidak muncul pada data baru yaitu objek O3, O4, O5, dan O7, maka objek tersebut dianggap tidak valid lagi.

3. Langkah selanjutnya adalah memindahkan objek yang tidak valid ke dalam old database (historical database). Saat objek tidak valid lagi maka Valid End (Ve) yang sebelumnya bernilai now diganti menjadi nilai tahun pada saat objek tidak valid, dalam kasus ini maka Ve diisikan dengan 2006. Hasil old database yang didapat seperti Gambar 13d dengan selang waktu 2005-2006 terdiri atas 2 buah polygon (G3 dan G4) dan 2 buah node (N1

(19)

dan N3). Objek di atas akan diberikan index sesuai dengan tahun saat objek tersebut valid yaitu 2005-2006.

4. Untuk objek yang masih valid akan dimasukkan ke dalam current database. Ganti current database diubah dari “2005–now” menjadi “2006–now”. Gambar 13e merupakan hasil dari current database yang didapat setelah memasukkan data tahun 2006. Isi dari current database merupakan objek-objek yang valid dari tahun 2006 sampai sekarang.

5. Jika ada data baru yang masuk maka lakukan lagi langkah 2 sampai 4. Untuk mengakses data yang masih valid kita hanya perlu mengakses current database sehingga waktu yang dibutuhkan lebih sedikit.

Implementasi

Pada tahap ini indexing akan diterapkan pada database yang digunakan dalam sistem. Database yang akan digunakan adalah postgist yaitu spatial PostgreSQL.

Pengujian teknik indexing akan dilihat dengan cara menghitung waktu komputasi yang dilakukan saat pencarian data. Dari daftar kueri yang diberikan akan dilihat seberapa baik teknik indexing yang telah dilakukan. Kueri yang digunakan terdiri atas 3 jenis yaitu kueri spasial, kueri temporal dan kueri spatio-temporal.

Evaluasi

Pada tahap evalusi akan dilakukan penilaian terhadap efisiensi teknik indexing yang diterapkan pada database spatio-temporal. Pada tahap ini akan dilakukan perbandingan kinerja sistem antara yang menggunakan teknik indexing dengan yang tidak menggunakan indexing. Kinerja dapat dihitung dari waktu yang dibutuhkan dalam menjalankan suatu kueri pada proses pencarian.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Indexing Spasial

Indexing spasial akan memakai data hotspot dari tahun 2002 sampai tahun 2005 dengan model data yang dibangun oleh Kurniawan tahun 2011. Data spasial yang ada dipakai terdapat pada Tabel geografis_info seperti pada Tabel 1. Lintang dan bujur merupakan koordinat dari hotspot, sedangkan nama_kab dan nama_prop berisi informasi spasial dari hotspot. Atribut the_geom berisi geometry masing-masing hotspot yang digunakan untuk mapping ke dalam peta.

Indexing spasial data yang digunakan adalah data pada atribut nama_kab dan nama_prop. Langkah awal untuk melakukan indexing adalah membuat hierarki spasial dari data polygon berdasarkan nama kabupaten dan nama provinsi terjadinya hotspot.

Hierarki spasial untuk indexing dapat dilihat pada Gambar 14 di bawah. Indexing spasial pada data hotspot hierarki dibagai menjadi 4 level. Level 4 adalah “INDONESIA” yang mencakup seluruh data polygon hotspot di Indonesia. Level di bawahnya yaitu level 3 adalah “pulau” yang terdiri atas 6 pulau besar di Indonesia yaitu SUMATERA, JAWA, KALIMANTAN, SUNDA KECIL (Bali dan Nusa Tenggara), SULAWESI dan IRIAN JAYA. Node pada level 3 hanya mencakup data hotspot sesuai dengan nilainya. Misalnya untuk node “SUMATERA” hanya akan mencakup pulau Sumatera saja sesuai dengan nama kabupaten pada kolom nama_kab.

(20)

Tabel 1 Contoh Data Geografis_info

Gambar 14 Hierarki Spasial Hotspot Indonesia

Setelah hierarki dari data indexing dibuat maka semua objek polygon yang dibutuhkan dicari dan kemudian dimasukkan ke dalam suatu tabel yaitu tabel polygons. Karena indexing yang akan dilakukan adalah indexing spasial maka data yang dipakai adalah data semua provinsi dan kabupaten di Indonesia sampai tahun 2005 yang ada pada tabel Indonesia_kab seperti Tabel 2 di bawah ini. Data pada tabel Indonesia_kab yang dibutuhkan adalah nama_kab yang berisi seluruh kabupaten di Indonesia, nama_prop adalah daftar semua provinsi di Indonesia sesuai dengan

kabupaten, dan juga dimasukkan. Untuk mencari nilai geometry dari masing-masing provinsi digunakan fungsi potsgis “ST_UNION” dengan cara menggabungkan semua kabupaten dengan nama provinsi yang sama. Setelah provinsi dimasukkan maka polygon untuk pulau dimasukkan berdasarkan provinsi yang ada. Terdapat 5 pulau besar di Indonesia yaitu Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sunda Kecil, Sulawesi, Maluku dan Irian Jaya. Untuk mendapatkan nilai geometry dari pulau akan dicari dengan fungsi postgis

Tabel 2 Contoh Tabel Indonesia_kab

gid kode_kab nama_kab kode_prop nama_prop the_geom

1 9401 MERAUKE 94 PAPUA 01060000EC0 ………..

40 8171 KOTA AMBON 81 M A L U K U 106000000010………..

71 7403 KENDARI 74 SULAWESI TENGGARA 01060000000E………..

231 3529 SUMENEP 35 JAWA TIMUR 01060000004F………..

297 3101 KEPULAUAN SERIBU 31 DKI JAKARTA 01060000005F………..

the_geom yang berisi geometry dari kabupaten jika dilakukan mapping pada peta Indonesia.

Dari tabel Indonesia_kab akan diambil semua kabupaten dan geometry untuk dimasukkan pada

tabel polygons, kemudian provinsi dari kabupaten “St_envelope” seperti pada geometry provinsi. Polygon terakhir adalah polygon Indonesia yang didapat dengan menggabungkan seluruh polygon provinsi yang sudah dicari sebelumnya. Setelah Lintang Bujur Nama_kab Nama_prop The_geom

-7.574 110.777

Surakarta (Kota) Jawa Tengah 01010000007D3F355

1.55 101.567

Dumai (Kota) Riau 01010000003F355EB

-8.107 115.078 Buleleng Bali

01000000A245B6F3F

-8.115 112.911

Malang Jawa Timur 0101000000FCA9F1D

(21)

semua polygon tersedia maka dimasukkan data polygon ke dalam tabel polygons. Tabel 3 di bawah ini merupakan contoh dari tabel polygons.

Tabel 3 Contoh Tabel polygons

Nama Geom. Keterangan

INDONESIA 0106000000D……. Indonesia

JAWA 0106000000F……. Pulau

BALI 01060000000……. Provinsi

BENGKULU 10600000000……. Provinsi

KAMPAR 10600000001….…. Kabupaten

SOLOK 10600000001….… Kabupaten

DAIRI 10600000001……. Kabupaten

Tabel polygons terdiri atas 3 kolom yaitu nama, geom, dan keterangan. Kolom nama berisi nama-nama polygon yang digunakan pada proses indexing yang terdiri atas kabupaten-kabupaten, provinsi-provinsi, pulau-pulau dan Indonesia. Kolom geom berisi geometry dari polygon sesuai dengan nama polygon yang digunakan dalam proses selanjutnya. Kolom keterangan berisi keterangan polygon sesuai dengan hierarki.

Setelah data polygon yang digunakan didapat dilakukan pencarian Minimum Bounding Rectangle (MBR) dari masing-masing polygon dengan fungsi postgis “ST_ENVELOPE” dengan masukan geometry dari polygon. Hasil MBR masing-masing polygon disimpan pada tabel polygons_mbr seperti pada Tabel 4 di bawah. Tabel polygons terdiri atas 3 kolom yaitu nama, MBR dan keterangan. Kolom nama berisi nama polygon, kolom MBR berisi MBR dari polygon dengan tipe data geometry dan kolom keterangan berisi keterangan polygon sesuai dengan hierarki.

Tabel 4 Contoh Tabel polygons_mbr

Nama MBR Keterangan

INDONESIA 010300000001…… Indonesia

JAWA 010300000001…… Pulau

BALI 010300000001…… Provinsi

BENGKULU 010300000001…… Provinsi

KAMPAR 010300000001…… Kabupaten

SOLOK 010300000001…… Kabupaten

Setelah semua MBR dari polygon didapat dilakukan indexing spasial pada data hotspot

berdasarkan MBR dari masing-masing polygon sesuai dengan hierarki yang sudah dibuat sebelumnya. Hasil dari indexing spasial disimpan di dalam tabel polygons_rtree seperti Tabel 5 di bawah.

Tabel 5 Contoh Tabel polygons_rtree

page_id page_lev child_id child_mbr

INDONESIA 4 JAWA 01030000

JAWA 3 JAWA

TENGAH 01030000

BALI 2 BADUNG 01030000

BENGKULU 2 LAHAT 01030000

KAMPAR 1 KAMPAR 01030000

SOLOK 1 SOLOK 01030000

DAIRI 1 DAIRI 01030000

(22)

13  pada kolom child. Jika node pada suatu level pada

hierarki sudah dicari semua child maka dilakukan pencarian parent dan child pada level berikutnya dengan cara yang sama. Hal ini dilakukan hingga semua node pada semua level dicari. SQL yang digunakan dalam pembangunan indexing spasial dapat dilihat pada Lampiran 1.

Hasil dari indexing spasial yang disimpan di dalam tabel polygons_rtree akan digunakan dalam proses pencarian data berdasarkan kueri spasial yang diberikan oleh user. Adanya indexing spasial menyebabkan penambahan tabel baru untuk menyimpan hasil indexing pada database. Pada Gambar 15 di bawah menampilkan perbedaan struktur data dengan adanya indexing spasial.

Tanpa indexing tabel yang digunakan pada database hanya menggunakan tabel geografis_info seperti pada Gambar 15a, sedangkan dengan adanya indexing spasial maka ditambahkan 3 tabel baru ke dalam database yaitu

tabel Polygons yang menyimpan semua objek yang digunakan pada proses indexing seperti pada Gambar 15b, Tabel polygons_mbr yang menyimpan semua MBR dari objek pada tabel polygons seperti pada Gambar 15c dan tabel polygons_rtree yang menyimpan hasil indexing spasial yang sudah dilakukan seperti Gambar 15d. Untuk mengakses database maka akan diakses tabel polygons_rtree dahulu sebelum mengakses tabel geografis info yang menyimpan data asli. Jika user akan mencari data hotspot sesuai dengan daerah tertentu maka kueri spasial akan mengakses tabel polygons_rtree terlebih dahulu kemudian baru mengakses data asli pada tabel geografis_info.

Indexing temporal

Data yang akan dilakukan proses indexing merupakan data hotspot di wilayah Indonesia setiap tahun dari tahun 2002 sampai 2005. Indexing data tersebut menggunakan model data yang dibuat oleh Kurniawan (2011) dengan

(23)

konsep event based spatiotemporal data model (ESTDM). Tabel 6 di bawah merupakan salah satu tabel hasil model data dari data asli hotspot. Kolom lintang dan bujur berisi koordinat dari hotspot. Kolom Vs dan Ve adalah valid time dari hotspot. Vs merupakan valid start yaitu waktu munculnya hotspot dengan waktu terkecil hari. Ve merupakan valid end yaitu waktu berakhir hotspot tersebut, Ve dengan nilai now berarti hotspot tersebut masih valid sampai hari ini.

Indexing temporal menggunakan valid time dari masing-masing hotspot. Sebelum melakukan indexing akan dibuat dulu hierarki dari data yang digunakan. Gambar 16 di bawah merupakan hierarki dari data hotspot berdasarkan waktu valid start.

2003, 2004 dan 2005. Setiap leaf pada node di level 3 menampung semua data dengan tahun sesuai dengan nilai node tersebut. Node 2002 akan menampung data dengan Vs pada tahun 2002. Pada level 2 hierarki merupakan level bulan dari Januari sampai Desember. Node pada level 1 menyimpan semua Vs dari data dengan bulan yang sesuai dengan nilai node ini. Pada node Januari menyimpan data Vs dengan waktu di bulan Januari. Untuk leaf pada level 2 merupakan data Vs dengan nilai waktu harian.

Setelah mendapat hierarki dari indexing maka akan dicari semua data dari Tabel hotspot sesuai dengan hierarki di atas. Semua data tersebut kemudian disimpan di dalam tabel temp_list seperti pada Tabel 7.

Gambar 16 Hierarki temporal.

Tabel 6 Contoh Tabel hotspot

Lintang Bujur Vs Ve Keterangan

-7.574 110.77 2005-01-01

2005-01-02 Disappear

1.55 101.56 2005-01-02

2005-01-03 Disappear

-8.107 115.07

2005-01-02 NOW Appear

-8.115 112.91

2005-01-03 NOW Appear

Gambar 16 di atas merupakan hierarki yang akan dipakai untuk membuat indexing temporal pada data hotspot. Level 4 dari hierarki merupakan ROOT yang mencakup semua data dari tahun 2002 sampai 2005. Untuk Level 3 berisi tahun dari semua data, terdiri dari 2002,

Tabel 7 Contoh tabel temp_list

(24)

waktu memiliki tipe data date yang isinya Vs dari data-data hotspot yang ada. Kolom ket berisi keterangan dari waktu Vs sesuai dengan hierarki yang telah dibuat. Untuk row awal berisi ROOT yang merupakan node teratas dari hierarki dengan nilai “31/12/9999” yang berarti mencakup semua data dan dengan ket “ROOT”. Row selanjutnya berisi semua node pada level 2 sesuai data hotspot yaitu tahun 2002, 2003, 2004 dan 2005 dengan ket “tahun”. Selanjutnya dicari nilai bulan yang berlaku pada tahun tertentu, misalnya pada data dengan Vs tahun 2002 terdapat hanya 5 bulan yaitu Januari, Februari, Maret, April, dan Mei, maka pada tabel temp_list dimasukkan data 5 bulan pada tahun 2002 dengan ket “bulan”.

Setelah mendapat semua Vs yang disimpan di dalam tabel temp_list dilakukan indexing terhadap data tersebut. Indexing dilakukan sesuai dengan hierarki temporal yang dibuat pada Gambar 13. Hasil dari indexing akan disimpan ke dalam suatu tabel bernama temp_tree seperti pada Tabel 8.

Tabel 8 Contoh tabel temp_tree

Parent Child Lev

31/12/9999 31/12/2002 3

31/12/9999 31/12/2003 3

31/12/2002 01/01/2002 2

31/12/2005 01/01/2005 2

31/12/2005 01/02/2005 2

01/01/2002 02/01/2002 1

01/01/2002 04/01/2002 1

01/02/2005 19/02/2005 1

Tabel 8 di atas adalah hasil dari indexing data dari tabel temp_list sesuai dengan hierarki yang dibuat. Tabel temp_tree terdiri atas 3 kolom yaitu parent dan child dengan tipe data date dan lev dengan tipe data int. Kolom parent berisi node atas yang memiliki leaf node sedangkan kolom child berisi leaf dari node parent, misalkan pada node “ROOT” memiliki child tahun 2002 dan 2003, maka hasil indexing di dalam temp_tree akan ditambah dua row yaitu parent “ROOT” dengan child “2002” dan parent “ROOT” dengan child “2003”. Karena kolom parent dan child bertipe date maka nilai “ROOT” diganti menjadi “31/12/9999” yang berarti mencakup semua data Vs Untuk node tahun maka diganti menjadi “31/12/2002” untuk tahun 2002 dan seterusnya. Kolom lev merupakan nilai dari level dari data sesuai dengan hierarkinya. Misalnya untuk node dengan parent “ROOT” berarada pada level 3 dalam hierarki temporal maka di dalam tabel temp_tree kolom parent yang bernilai “31/12/9999” memiliki lev 3 juga. SQL yang digunakan dalam pembangunan indexing temporal dapat dilihat pada Lampiran 2.

Hasil dari indexing pada tabel temp_tree nanti akan digunakan dalam proses pencarian data hostpot. Kueri temporal dalam proses pencarian akan mengakses tabel temp_tree terlebih dahulu kemudian akan merujuk pada data asli di dalam Tabel Hotspot. Indexing temporal menambah tabel baru di dalam database. Pada Gambar 17 di bawah menampilkan perbedaan struktur data pada database dengan adanya indexing temporal.

(25)

Gambar 17 Perbandingan Struktur Data dengan Indexing Temporal.

Tanpa indexing tabel yang digunakan pada database hanya menggunakan tabel hotspot seperti pada Gambar 17a, sedangkan dengan adanya indexing temporal maka ditambahkan 2 tabel baru ke dalam database yaitu tabel temp_list yang menyimpan semua Vs pada tabel hotspot yang digunakan pada proses indexing seperti pada Gambar 17b dan tabel temp_tree yang menyimpan hasil indexing temporal yang sudah dilakukan seperti Gambar 17c. Untuk mengakses database maka akan diakses tabel temp_tree dahulu sebelum mengakses tabel hotspot yang menyimpan data asli. Jika user akan mencari data hotspot sesuai dengan waktu tertentu maka kueri temporal akan mengakses tabel temp_tree terlebih dahulu kemudian baru mengakses data asli pada tabel Hotspot.

(b) Contoh kueri tanpa indexing

Gambar 18 Perbandingan Kueri. Uji coba indexing spasial

Untuk menganalisis kinerja indexing spasial. Akan diberikan kueri spasial kemudian dicatat waktu yang dibutuhkan untuk menjalankan kueri tersebut. Masing-masing kueri akan dijalankan sebanyak delapan kali dan kemudian akan dihitung rataan dari semua percobaan. Hasil dari percobaan akan dibandingankan antara waktu pencarian dengan indexing dengan yang tidak melakukan indexing.

Tabel 9 di bawah merupakan salah satu hasil perbandingan pencarian data berdasarkan kueri spasial antara indexing dan tanpa indexing. Kueri yang digunakan adalah mencari data hotspot pada pulau tertentu di Indonesia. Untuk kueri yang digunakan terdapat perbedaan penulisan pada kueri dengan indexing spasial dan tanpa indexing. Gambar 18 di bawah merupakan perbandingan kueri dengan indexing dan tanpa indexing.

SELECT * FROM geografis_info WHERE

nama_kab IN

(SELECT son_id FROM polygons_rtree

WHERE page_id IN (SELECT son_id FROM

polygons_rtree WHERE page_id='SUMATERA'))

(a) Contoh kueri dengan indexing

SELECT * FROM geografis_info WHERE

(26)

Tabel 9 Perbandingan waktu pencarian pada wilayah tertentu (dalam milidetik)

Perco baan

SUMATERA JAWA KALIMANTAN

SUNDA

KECIL SULAWESI MALUKU IRIAN JAYA

index

Jika dilihat pada Tabel 9, untuk mencari data pada pulau Jawa, rataan waktu yang dibutuhkan jika menggunakan indexing adalah 268ms sedangkan jika tidak menggunakan indexing bisa mencapai 3000ms. Perbedaan waktu tersebut hampir 1:3 dengan waktu penggunaan indexing lebih cepat. Pada pencarian data di pulau MALUKU, waktu yang dibutuhkan jika menggunakan indexing adalah 147ms, sedangkan tanpa indexing adalah 480ms berbeda sekitar 200ms. Perbedaan selang waktu yang dibutuhkan tergantung pada banyaknya data yang diperoleh. Kueri di pulau JAWA menghasilkan data yang lebih banyak dibandingkan kueri pada pulau MALUKU. Semakin besar data yang dicari maka

perbedaan waktu yang dibutuhkan antara indexing dan tanpa indexing akan semakin besar. Dengan adanya indexing spasial pencarian dengan kueri spasial akan lebih cepat sekitar 300-2700ms atau 35-91% dibandingkan dengan tidak adanya indexing.

Perbandingan waktu pencarian hotspot pada pulau di Indonesia antara yang menggunakan indexing spasial dan tanpa indexing bisa dilihat pada Gambar 19 di bawah. Indexing spasial menghasilkan waktu pencarian yang lebih cepat pada kueri spasial dibandingkan dengan tanpa indexing. Untuk pencarian pada level lain dapat dilihat pada Lampiran 3.

Gambar 19 Perbandingan Waktu Pencarian Hotspot pada pulau di Indonesia. 0

INDEX NON‐INDEX

(ms)

(27)

Uji coba indexing temporal

Setelah indexing temporal pada data hotspot dilakukan maka dilakukan uji coba terhadap indexing yang dengan menggunakan kueri temporal. Kueri temporal untuk semua level dapat dilihat pada Lampiran 4. Analisis dilakukan dengan mencatat lamanya waktu yang dibutuhkan untuk mencari data jika dimasukkan kueri temporal antara penggunaan indexing dengan tidak adanya indexing. Hasil dari perbandingan pencarian data dapat dilihat pada Tabel 10 dan Tabel 11 di bawah.

Tabel 10 di bawah merupakan hasil pencarian data hotspot dengan kueri mencari data hotspot di seluruh Indonesia pada tahun tertentu. Tabel 10 menampilkan perbandingan waktu yang dibutuhkan untuk menjalankan kueri tersebut antara yang menggunakan indexing dan yang tidak, menggunakan data hotspot Indonesia dari tahun 2002 sampai 2005 dengan jumlah data sebanyak 201045 baris. Pada Tabel 10 di bawah dapat dilihat bahwa dengan adanya indexing temporal maka waktu pencarian data dengan kueri

Tabel 10 Perbandingan waktu pencarian data pada tahun tertentu (dalam milidetik)

percobaan

2002 2003 2004 2005

index non-index index non-index index non-index Index non-index

p1 406 484 625 640 859 859 531 531

p2 484 469 625 640 875 875 531 500

p3 500 484 625 640 875 859 531 515

p4 500 485 625 625 875 844 516 515

p5 500 485 625 625 860 859 532 515

p6 485 500 640 610 875 875 516 516

p7 484 484 641 625 828 844 531 500

p8 500 500 625 640 875 843 531 500

RATAAN 482 486 629 631 865 857 527 512

Tabel 11 Perbandingan waktu pencarian data pada bulan tertentu di tahun tertentu (dalam milidetik)

percobaan

Agust-02 Agust-03 Agust-04 Agust-05

index non-index index non-index index non-index Index non-index

p1 312 344 313 313 344 360 266 250

p2 329 344 328 297 359 340 234 219

p3 328 328 312 313 344 328 250 235

p4 328 329 297 296 344 328 250 250

p5 344 328 312 313 359 328 250 250

p6 344 328 328 297 359 328 235 234

p7 328 344 313 312 344 328 266 250

p8 328 344 287 297 343 344 250 234

RATAAN 330 336 311 305 350 336 250 240

Banyaknya percobaan yang dilakukan dalam pencarian sebanyak delapan kali untuk masing-masing kueri. Dari delapan hasil pencarian yang dilakukan akan dihitung rataannya kemudian dilihat perbandingan waktu pencarian data antara penggunaan indexing dengan yang tidak menggunakan indexing.

(28)

Perbandingan waktu pencarian pada kueri ini dapat dilihat pada Gambar 20 di bawah.

Gambar 20 Perbandingan waktu pencarian hotspot pada tahun tertentu.

Untuk analisis selanjutnya akan diberikan kueri mencari data hotspot seluruh Indonesia pada bulan tertentu di tahun tertentu. Tabel 11 di atas adalah hasil dari kueri tersebut dengan data yang dicari pada bulan Agustus pada tahun 2002, 2003, 2004 dan 2005. Pada Tabel 11dapat dilihat hasil perbandingan waktu pencarian data menunjukkan waktu pencarian pada bulan Agustus 2002 akan lebih cepat 6ms atau 2% dibandingkan dengan tidak adanya indexing, tetapi pada pencarian di bulan Agustus 2004 waktu yang dibutuhkan lebih lama 14ms atau 4%. Hal ini membuktikan bahwa dengan adanya indexing temporal maka proses pencarian data tidak begitu berubah. Perbandingan waktu pencarian dapat dilihat pada Gambar 21 di bawah.

Gambar 21 Perbandingan waktu pencarian hotspot pada tahun dan bulan tertentu.

Uji coba indexing spatio-temporal

Setelah indexing spasial dan indexing temporal dilakukan akan diuji dengan kueri spatio-temporal untuk melihat waktu pencarian data. Pada Tabel 12 dan Tabel 13 dapat dilihat perbandingan waktu pencarian data antara database dengan indexing dan tanpa indexing dengan kueri spatio-temporal. Tabel 12 menggunakan indexing spasial dan temporal sedangkan pada Tabel 13 hanya menggunakan indexing spasial saja. Dari Tabel 12 dapat dilihat bahwa indexing spasial dan temporal dapat meningkatkan waktu pencarian sampai 960ms atau 53% lebih cepat dibandingkan tanpa indexing. Hasil perbandingan pada Tabel 12 dapat dilihat pada Gambar 22 di bawah.

Tabel 12 Perbandingan waktu pencarian data pada wilayah tertentu di tahun 2004 dengan indexing spatiotemporal

(dalam milidetik)

percobaan

SUMATERA JAWA KALIMANTAN

SUNDA

KECIL SULAWESI MALUKU IRIAN JAYA

Index

2002 2003 2004 2005

(29)

Gambar 22 Perbandingan waktu pencarian hotspot pada tahun dan pulau tertentu dengan indexing spatiotemporal.

Tabel 13 di bawah menunjukkan perbandingan waktu pencarian antara indexing dan tanpa indexing pada kueri yang sama. Indexing yang digunakan adalah indexing spasial saja. Dari hasil yang ada dapat dilihat bahwa dengan indexing spasial saja pada kueri spatio-temporal dapat mempercepat waktu pencarian

sebesar 74ms-1000ms atau 9%-56% lebih cepat dibandingkan tanpa indexing. Hasil tersebut juga lebih cepat dibandingkan dengan indexing spatio-temporal. Perbandingan waktu pencarian dapat dilihat pada Gambar 23 di bawah ini. Untuk pencarian pada level lainnya dapat dilihat pada Lampiran 5.

Tabel 13 Perbandingan waktu pencarian data pada pulau tertentu di tahun 2004 dengan indexing spasial (dalam milidetik)

percobaan

SUMATERA JAWA KALIMANTAN

SUNDA

KECIL SULAWESI MALUKU IRIAN JAYA

inde

non-index index

non-index index

non-index index

non-index index

non-index index

non-index index

non-index

p1 1156 2282 813 1750 1343 1688 750 828 750 1625 735 594 719 594

p2 1203 2266 797 1812 1328 1671 734 844 750 1625 734 578 734 594

p3 1235 2266 781 1813 1313 1656 750 796 766 1640 735 593 719 593

p4 1234 2281 797 1797 1344 1641 750 813 750 1625 750 593 734 578

p5 1235 2250 719 1797 1328 1672 735 813 750 1610 735 593 734 594

p6 1234 2250 781 1829 1329 1671 734 813 765 1609 734 594 718 594

p7 1265 2266 797 1781 1312 1656 734 813 734 1625 734 578 719 594

p8 1188 2250 797 1797 1328 1672 750 813 750 1640 734 609 734 593

RATAAN 1219 2264 785 1797 1328 1666 742 817 752 1625 736 592 726 592 0

500 1000 1500 2000 2500

INDEX

(30)

Gambar 23 Perbandingan waktu pencarian hotspot pada tahun dan pulau tertentu dengan indexing spasial.

Pada pencarian di pulau Maluku dan Irian Jaya dapat dilihat dengan adanya indexing, waktu pencarian yang dibutuhkan lebih lama dibandingkan dengan tanpa indexing. Hal ini disebabkan node pada level kabupaten yang berhubungan langsung terhadap node pulau tersebut terlalu sedikit. Tabel 14 di bawah akan

menunjukkan perbandingan waktu pencarian antara indexing dan tanpa indexing dengan kueri mencari hotspot pada provinsi tertentu di tahun tertentu. Provinsi yang diambil sesuai dengan node kabupaten di bawahnya. Hasil perbandingan waktu pencarian dapat dilihat pada Gambar 24.

Tabel 14 Perbandingan waktu pencarian hotspot pada provinsi tertentu berdasarkan nodechild

percobaan

JAWA TIMUR

SUMATERA

UTARA RIAU

SULAWESI TENGGARA

SULAWESI BARAT

index

non-index index

non-index index

non-index index

non-index index

non-index

p1 719 1141 812 844 921 734 703 438 796 218

p2 797 1156 813 843 922 782 781 437 781 157

p3 781 1141 781 859 906 765 765 438 766 157

p4 797 1188 813 859 906 781 781 437 781 218

p5 797 1141 812 844 906 766 781 468 703 218

p6 781 1094 813 859 906 781 781 437 765 219

p7 797 1125 813 844 828 766 765 421 781 218

p8 797 1187 812 844 922 782 765 437 703 218

RATAAN 783 1147 809 850 902 770 765 439 760 203

Node

Child 48 31 20 10 5

0 500 1000 1500 2000 2500

INDEX NON-INDEX

(ms)

(31)

Gambar 24 Perbandingan waktu pencarian data pada provinsi tertentu berdasarkan node child.

Pada Gambar 24 dapat dilihat bahwa semakin banyak node child yang ada maka waktu pencarian dengan indexing akan semakin cepat dibandingkan dengan tanpa indexing. Provinsi Jawa Timur adalah provinsi yang memiliki node child kabupaten terbanyak yaitu 48 node, sedangkan provinsi Sulawesi Barat adalah provinsi dengan node kabupaten paling sedikit yaitu 5 node. Waktu pencarian pada provinsi Jawa Timur lebih cepat 360ms atau 30% lebih cepat dibandingkan tanpa indexing. Pada provinsi Sulawesi Barat waktu pencarian lebih lama 500ms dibandingkan dengan tanpa indexing. Dapat disimpulkan bahwa banyaknya node child yang terhubung pada node parent yang dicari mempengaruhi kecepatan pencarian dengan indexing karena semakin banyak node yang terhubung maka semakin banyak data akan dilakukan indexing.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Penggunaan struktur indexing di dalam database spatio-temporal pada data hotspot dapat meningkatkan waktu pencarian data. Dengan adanya indexing waktu pencarian dapat dilakukan sampai dua kali lebih cepat dibandingkan dengan tidak adanya indexing. Indexing spatio-temporal dibagi menjadi dua bagian yaitu indexing spasial dan indexing temporal. Masing-masing indexing digunakan sesuai dengan kueri yang dibutuhkan. Jika kueri yang diberikan adalah kueri temporal maka indexing yang digunakan adalah indexing temporal, sedangkan kueri yang diberikan adalah

kueri spasial maka yang digunakan adalah indexing spasial, dan kueri spatio-temporal digunakan kedua indexing tersebut. Indexing spasial menghasilkan waktu pencarian lebih cepat hingga 70% dibandingkan dengan tidak adanya indexing. Indexing temporal menghasilkan waktu pencarian 35% lebih cepat dibandingkan dengan tidak adanya indexing. Pada indexing spatio-temporal waktu pencarian yang dihasilkan lebih cepat sampai 50%. Hal di atas menunjukkan bahwa indexing spasial lebih berpengaruh terhadap pencarian dibandingkan indexing temporal. Hal ini disebabkan struktur tree yang digunakan pada indexing temporal kurang sesuai. Banyaknya node child yang terhubung juga mepengaruhi kecepatan waktu pencarian. Semakin banyak node child yang terhubung pada node parent maka waktu pencarian juga akan semakin cepat.

Saran

Saran-saran yang dapat diberikan untuk pengembangan indexing spatio-temporal pada database spatiotemporal dengan konsep event-based spatiotemporal data model (ESTDM) ini agar lebih baik adalah sebagai berikut :

• Penggunaan data dengan tipe lain seperti polygon dan line pada indexing sehingga dapat diketahui apakah indexing dapat menangani semua tipe data spasial.

• Penggunaan struktur tree yang berbeda dalam indexing database untuk melihat struktur yang paling bagus dalam indexing spasial dan temporal untuk data hotspot.

0

index non‐index

(32)

• Penggunaan metode indexing lain dalam indexing spatio-temporal.

• Penentuan indexing spasial masih berdasarkan urutan administrative yaitu kabupaten, provinsi dan pulau.

DAFTAR PUSTAKA

Albar, I. 2002. Fenomena El Nino dan Hotspot: Pemicu dan Solusi Kebakaran Hutan? [Makalah]. Jakarta: Direktorat Penanggulangan Kebakaran Hutan, Departemen Kehutanan.

Guttman, Antonin. 1984. R-Trees A Dynamic Index Structure for Spatial Searching. Berkeley : University of California

Halaoui, Hatem F. 2006. AIRSTD : An Approach for Indexing and Retrieving Spatio-Temporal Data. Lebanon : Haigazian University.

Kriegel, Hans-Peter, et al. 2005. Obejct-Relational Spatial Indexing. Manolopous Y., Papadopoulos A., Vassilakopoulos M. (eds) : Spatial Database : Tecnologies, Techniques and Trends. Idea Group Inc., pages 49-80.

Kurniawan, Yuridhis. 2011. Pembangunan Spatiotemporal Data model pada Data Hotspot Dengan Konsep Event-Based Spatiotemporal Data Model (ESTDM) [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Maryam, MS. 2009. Pembuatan Database dengan Pendekatan Event-Based Spatiotemporal [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Mokbel, Mohamed F., et al. 2003. Spatiotemporal Acess Methods. Department of Computer Sciens, Purdue University.

Nguyen-Dinh, Long-Van, et al. 2010. Spatio-Temporal Access Methods : Part 2 (2003 - 2010). Bulletin of the IEEE Computer Society Technical Committee on Data Engineering.

Peuqeut DJ, Duan N. 1995. An Event-Based spatiotemporal Data Model (ESTDM) for

Temporal Analysis of Geographical Data. Pennsylvania: Taylor & Francis Ltd.

Rahim, M. S. 2006. The Development of Spatiotemporal Data Model for Dynamic Visualization of Virtual Geographical Information System [tesis]. Johor: Fakultas Sains Komputer dan Sistem Maklumat, Universitas Teknologi Malaysia.

Ratnasari, E. 2000. Pemantauan Kebakaran Hutan dengan Menggunakan Data Citra NOAA-AVHRR dan Citra Landsat TM: Studi Kasus di Daerah Kalimantan Timur. [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Yang G, Zhang J. 2008. A Dynamic Index Structure for Spatial Database Querying Based on R-Trees. ISPRS Journal 2004-2008,China.

(33)
(34)

######### insert ROOT (level 4) ##########

INSERT INTO polygons_rtree (son_id, son_mbr) SELECT nama, mbr FROM polygons_mbr WHERE keterangan = 'indonesia'

UPDATE polygons_rtree SET page_id = 'ROOT' , page_lev = '4' WHERE page_id is NULL;

########## insert INDONESIA (level 3) ###########

INSERT INTO polygons_rtree (page_id, son_id, son_mbr) SELECT parent,son,mbr FROM (SELECT parent.nama AS parent , son.nama AS son, ST_Within(son.mbr,parent.mbr) AS result, son.mbr FROM (SELECT nama, mbr FROM polygons_mbr WHERE keterangan = 'pulau') AS son , (SELECT nama,mbr FROM polygons_mbr WHERE keterangan = 'indonesia') AS parent) AS compare WHERE result is true ORDER BY parent;

UPDATE polygons_rtree SET page_lev = '3' WHERE page_lev is NULL;

########## insert PULAU (level 2) ############

INSERT INTO polygons_rtree (page_id, son_id, son_mbr) SELECT parent,son,mbr FROM (SELECT parent.nama AS parent , son.nama AS son, ST_Within(son.mbr,parent.mbr) AS result, son.mbr FROM (SELECT nama, mbr FROM polygons_mbr WHERE keterangan = 'provinsi') AS son , (SELECT nama,mbr FROM polygons_mbr WHERE keterangan = 'pulau') AS parent) AS compare WHERE result is true ORDER BY parent;

UPDATE polygons_rtree SET page_lev = '2' WHERE page_lev is NULL;

########## insert PROVINSI (level 1) ############

INSERT INTO polygons_rtree (page_id, son_id, son_mbr) SELECT parent,son,mbr FROM (SELECT parent.nama AS parent , son.nama AS son, ST_Within(son.mbr,parent.mbr) AS result, son.mbr FROM (SELECT nama, mbr FROM polygons_mbr WHERE keterangan = 'kabupaten') AS son , (SELECT nama,mbr FROM polygons_mbr WHERE keterangan = 'provinsi') AS parent) AS compare WHERE result is true ORDER BY parent;

UPDATE polygons_rtree SET page_lev = '1' WHERE page_lev is NULL;

Lampiran 2 SQL pembangunan Indexing Temporal

###### insert ROOT (level 3) ############

INSERT INTO temp_tree(parent, son)

SELECT parent.time, child.time FROM (SELECT * FROM temp_list WHERE ket = 'ROOT') AS parent , (SELECT * FROM temp_list WHERE ket = 'tahun') AS child

WHERE child.time <= parent.time ORDER BY parent.time

UPDATE temp_tree SET lev = '3' WHERE lev is NULL;

###### insert Tahun (level 2) ############

INSERT INTO temp_tree(parent, son)

SELECT parent.time, child.time FROM (SELECT time, EXTRACT(year FROM time) AS year FROM temp_list

WHERE ket = 'tahun') AS parent ,

(SELECT time,EXTRACT(year FROM time) AS year FROM temp_list WHERE ket = 'bulan') AS child WHERE child.year = parent.year ORDER BY parent.time, child.time

UPDATE temp_tree SET lev = '2' WHERE lev is NULL;

###### insert Bulan (level 1) ############

INSERT INTO temp_tree(parent, son)

SELECT parent.time, child.time FROM (SELECT time, EXTRACT(year FROM time) AS year ,

EXTRACT(month FROM time) AS month FROM temp_list WHERE ket = 'bulan') AS parent ,

(SELECT time,EXTRACT(year FROM time) AS year , EXTRACT(month FROM time) AS month FROM temp_list WHERE ket = 'hari') AS child

(35)

ORDER BY parent.time, child.time

UPDATE temp_tree SET lev = '1' WHERE lev is NULL;

Lampiran 3 Hasil perbandingan waktu pencarian dengan kueri spasial

Grafik perbandingan waktu pencarian dengan kueri spasial pada level provinsi

0 200 400 600 800 1000 1200

INDEX

NON-INDEX

(ms)

  Grafik perbandingan waktu pencarian dengan kueri spasial pada level kabupaten

 

110 115 120 125 130 135 140 145 150

INDEX

NON-INDEX

(ms)

 

 

(36)

######### LEVEL TAHUN #############

# kueri temporal dengan indexing

SELECT * FROM hotspot WHERE vs in (

SELECT son FROM temp_tree WHERE parent in (SELECT son FROM temp_tree WHERE parent = '2004-12-31'))

# kueri temporal tanpa indexing

SELECT * FROM hotspot WHERE vs between '01-01-2004' and '31-12-2004'

######## LEVEL BULAN #############

# kueri temporal dengan indexing

SELECT * FROM hotspot WHERE vs in (SELECT son FROM temp_tree WHERE parent = '2004-08-01')

# kueri temporal tanpa indexing

SELECT * FROM hotspot WHERE vs between '01-08-2004' and '31-08-2004'

######## LEVEL HARI ##############

# kueri temporal dengan indexing

SELECT * FROM hotspot WHERE vs in (SELECT son FROM temp_tree WHERE son = '2004-08-01')

# kueri temporal tanpa indexing

SELECT * FROM hotspot WHERE vs = '01-08-2004'  

Lampiran 5 Perbandingan waktu pencarian pada kueri spatiotemporal

Grafik perbandingan waktu pencarian dengan kueri mencari hotspot pada tahun tertentu di provinsi tertentu

   

0 500 1000 1500 2000 2500 3000

INDEX

NON-INDEX

0 200 400 600 800 1000 1200

INDEX

NON-INDEX

(ms) (ms)

(a) Menggunakan indexing spatial dan temporal (b) Menggunakan indexing spatial saja

(37)

(c) Menggunakan indexing temporal saja 0

200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800

INDEX

NON-INDEX (ms)

Grafik perbandingan waktu pencarian dengan kueri mencari hotspot pada tahun tertentu di kabupaten tertentu

   

0 50 100 150 200 250 300

INDEX NON-INDEX

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180

INDEX NON-INDEX

(ms) (ms)

(a) Menggunakan indexing spatial dan temporal (b) Menggunakan indexing spatial saja

(c) Menggunakan indexing temporal saja 0

50 100 150 200 250

INDEX

(38)

    0

200 400 600 800 1000 1200

INDEX NON-INDEX

0 100 200 300 400 500 600 700 800

INDEX NON-INDEX

(ms) (ms)

(a) Menggunakan indexing spatial dan temporal (b) Menggunakan indexing spatial saja

(c) Menggunakan indexing temporal saja 0

500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000

INDEX NON-INDEX

(ms)

Grafik perbandingan waktu pencarian dengan kueri mencari hotspot pada tahun dan bulan tertentu di provinsi tertentu 

   

0 500 1000 1500 2000 2500 3000

INDEX

NON-INDEX

0 100 200 300 400 500 600 700

INDEX

NON-INDEX

(ms) (ms)

(a) Menggunakan indexing spatial dan temporal (b) Menggunakan indexing spatial saja

(39)

0 200 400 600 800 1000 1200 1400

INDEX

NON-INDEX (ms)

(c) Menggunakan indexing temporal saja

Grafik perbandingan waktu pencarian dengan kueri mencari hotspot pada tahun dan bulan tertentu di kabupaten tertentu

   

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200

INDEX NON-INDEX

115 120 125 130 135 140 145 150 155 160

INDEX NON-INDEX

(ms) (ms)

(a) Menggunakan indexing spatial dan temporal (b) Menggunakan indexing spatial saja

(c) Menggunakan indexing temporal saja 0

50 100 150 200 250

INDEX NON-INDEX

(40)

    105

110 115 120 125 130 135 140 145

INDEX NON-INDEX

105 110 115 120 125 130 135 140 145

INDEX NON-INDEX

(ms) (ms)

(a)Menggunakan indexing spatial dan temporal (b) Menggunakan indexing spatial saja

(c) Menggunakan indexing temporal saja 105

110 115 120 125 130 135

INDEX NON-INDEX

(ms)

Grafik perbandingan waktu pencarian dengan kueri mencari hotspot pada tanggal tertentu di provinsi tertentu

   

105 110 115 120 125 130 135 140

INDEX NON-INDEX

105 110 115 120 125 130 135 140

INDEX NON-INDEX

(ms)

(ms)

(a)Menggunakan indexing spatial dan temporal (b) Menggunakan indexing spatial saja

Gambar

Tabel 14 Perbandingan waktu pencarian hotspot pada provinsi tertentu berdasarkan nodechild
Grafik perbandingan waktu pencarian dengan kueri spasial pada level provinsi
Grafik perbandingan waktu pencarian dengan kueri  mencari hotspot pada tahun tertentu di provinsi tertentu
Grafik perbandingan waktu pencarian dengan kueri  mencari hotspot pada tahun tertentu di kabupaten tertentu
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian :(1) model pembelajaran ARIAS dengan strategi active learning tipe ICM berpengaruh terhadap kemampuan pemecahan masalah matematik siswa SMA dan

Ada banyak hal yang menyebabkan suatu rumah tangga mengalami masalah atau mungkin berada pada ambang keretakan, seperti kesibukan suami istri, tidak terjalinnya komunikasi yang baik,

Kadar asam lemak esensial yang cukup pada waktu bayi menyebabkan perubahan permanen pada struktur dan fungsi retina dengan mempengaruhi proses pembentukan sinaps selama

A reasonable plan of action would be to focus attention on the basic components (Land Use Change, Forest Inventory, Tim- ber Market) initially. Once these are functioning, the

Klasifikasi Permainan Interaktif Elektronik adalah sudah sejalan dengan tujuan dari upaya perwujudan nyata dari peran pemerintah untuk melindungi hak anak – anak

You should launch the main PaperPort application at least once after installation, before attempting to use other PaperPort applications, such as Image Viewer or ScanDirect..

Kelemahannya adalah waktu belajar anak harus terencana. Jika saatnya kursus maka anak harus.. Padahal, suasana hati anak mungkin sedang tidak bagus. Untuk anak usia dini,

Namun, karena kedua aplikasi tersebut menggunakan platform yang berbeda, maka dibutuhkan suatu teknologi yang dapat melakukan sinkronisasi data agar tidak terjadi