• Tidak ada hasil yang ditemukan

Percobaan 1

Kondisi Umum

Kematian eksplan hanya terjadi pada genotipe G8M7. Persentase eksplan mati pada eksplan dengan panjang 0.3 cm sebesar 1.35 %, sedangkan pada eksplan dengan panjang 0.4 cm hanya 0.35 %. Persentase kontaminasi yang terjadi terus meningkat dari 1 MST sampai 4 MST, seperti yang disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Persentase kontaminasi eksplan (embrio muda) jagung dalam media induksi kalus embriogenik

Genotipe Panjang Eksplan (cm)

Minggu Setelah Tanam (MST)

1 2 3 4 ……….….%... G8M7 0.3 3.15 4.08 6.36 15.38 0.4 1.03 2.92 16.01 31.58 G3M7 0.3 2.22 6.82 13.70 33.61 0.4 1.50 5.13 13.70 20.99

Peningkatan persen kontaminasi (±15 %) pada 3 dan 4 MST disebabkan adanya penimbangan bobot kalus pada 3 MST. Selama penelitian kontaminasi lebih banyak disebabkan oleh bakteri (Gambar 8-a) dibandingkan dengan cendawan (Gambar 8-b). Hal ini karena metode sterilisasi yang digunakan dalam penelitian hanya untuk sterilisasi permukaan saja, sehingga diduga bakteri berasal dari dalam kernel dan terbawa oleh embrio. Kondisi embrio muda yang rentan terhadap bahan sterilan menyebabkan berisiko bila langsung disterilisasi pada embrio. Eksplan diinkubasi untuk membentuk kalus selama 2-4 minggu (tergantung perkembangan eksplan) dalam ruang gelap (24 jam/hari). Suhu ruang kultur pada saat penelitian adalah 27-28oC dengan suhu AC 18-19oC. Setelah itu, semua kalus yang terbentuk disubkultur pada media pendewasaan [MS + 1 ppm 2.4-D + 1 % mannitol (MS9)] selama 4 minggu dan diletakkan di ruang terang dengan pencahayaan 24 jam/hari, menggunakan lampu TL 18 watt.

Subkultur dilakukan dua minggu sekali. Media pendewasaan diperoleh dari hasil percobaan pendahuluan pada beberapa komposisi media pendewasaan dan diperoleh media pendewasaan yang terbaik adalah MS9 dengan komposisi MS + 1 ppm 2.4-D + 1% mannitol (data tidak ditampilkan). Kalus embriogenik yang terbentuk kemudian diregenerasikan dalam media MS0 (MS tanpa hormon) atau media MS11 yaitu MS + 0.1 ppm IAA dan 0.5 ppm BAP. Secara skematis proses kultur in vitro jagung selama penelitian sebagai berikut.

Gambar 9. Bagan Alir Proses Kultur Pembentukan Embrio Zigotik Sekunder Jagung Selama Penelitian

Gambar 8. Eksplan pada Kultur Jaringan Jagung yang Terkontaminasi (a) Kontaminasi Bakteri yang Berasal dari Eksplan; (b) Kontaminasi Cendawan yang Berasal dari Media Kultur

a b

Media induksi kalus embriogenik (2-3 minggu) N6A= N6 + 2 ppm 2.4-D; N6C= N6 + 3 ppm 2.4-D; N6F= N6 + 6 ppm 2.4-D; MS6= MS + 6 ppm 2.4-D; MS8= MS + 2 ppm 2.4-D + 100 mg/l arginin + 2 mg/l glycine + 100 mg/l glutamine; MS9= MS + 1 ppm 2.4-D + 1 % mannitol Media pendewasaan (4 minggu) MS9= MS + 1 ppm 2.4-D + 1 % mannitol Media regenerasi MS0 = MS tanpa hormon MS11= MS + 0.1 ppm IAA + 0.5 ppm BAP

Waktu dan Persentase Eksplan Membentuk Kalus

Embrio muda mulai berkalus pada 2 hari setelah tanam (HST) yaitu ditandai dengan munculnya kalus lembut (soft callus). Hasil sidik ragam pada Tabel 4 menunjukkan bahwa genotipe, eksplan, dan media berpengaruh nyata pada rata-rata persentase eksplan berkalus, dan interaksinya berpengaruh nyata pada 2 HST. Tabel 4 menunjukkan bahwa genotipe, ukuran eksplan, dan media berpengaruh sangat nyata terhadap rata-rata persentase eksplan berkalus dimulai dari 3 HST.

Tabel 4. Rekapitulasi sidik ragam waktu dan persentase eksplan berkalus jagung HST Genotipe (G) Ukuran Eksplan (E) Media

(M) G*E G*M E*M G*E*M

KK (%) 1 tn tn tn tn tn tn tn 2.46 2 * * * * * * * 5.94 3 ** ** ** tn tn tn tn 13.32 4 ** ** ** tn tn tn tn 17.54 5 ** ** ** tn tn tn tn 16.92 6 ** ** ** tn tn tn tn 15.68 7 ** ** ** tn tn tn tn 14.23

Keterangan: *, **= berbeda nyata pada taraf 5% dan 1%; tn= tidak berbeda nyata pada taraf 5%; data merupakan hasil transformasi x + 2; HST= Hari Setelah Tanam

Genotipe G3M7 dengan panjang embrio 0.4 cm dalam media N6A menghasilkan waktu paling cepat dalam membentuk kalus yaitu pada 1 HST. Media N6A memberikan persen eksplan berkalus tertinggi pada 4-7 HST untuk genotipe G8M7 (0.3 dan 0.4) dan pada 3-7 HST untuk genotipe G3M7 (0.3). Sementara pada genotipe G3M7 (0.4) media N6C memberikan persen eksplan berkalus tertinggi pada 5-7 HST (Tabel 5). Genotipe G8M7 (0.3 dan 0.4) pada komposisi media MS8 (MS + 2 ppm 2.4-D + 100 mg/l arginin + 2 mg/l glycine + 100 mg/l glutamin), N6A (N6 + 2 ppm 2.4-D) dan N6C (N6 + 3 ppm 2.4-D) belum mampu menghambat pertumbuhan kalus lembut di bawah 50 %. Lu et al. (1983) dengan ukuran eksplan 1.0-1.5 mm pada beberapa genotipe berbeda melaporkan pembentukan respon kalus lembut tertinggi hanya mencapai 48 % pada beberapa media dengan konsentrasi 0.25-2 ppm 2.4-D dan sukrosa 3-6 %.

Tabel 5. Pengaruh komposisi media induksi kalus embriogenik terhadap waktu dan persentase eksplan berkalus jagung

Genotipe; Ukuran Eksplan HST Media N6A N6C N6F MS6 MS8 MS9 G8M7 (0.3 cm) 1 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 2 0.0B 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 3 2.5aC 1.3aB 1.3aB 0.0aB 4.0aB 0.0aB 4 23.8aB 10.0bC 10.0bB 5.0bB 10.7bC 5.0bB 5 38.8aA 25.0bC 21.3bBC 12.5bC 20.0bC 12.5bB 6 48.8aA 38.8abB 30.0bcB 22.5cB 29.3bcB 29.3bcA 7 58.8aAB 42.5bcC 33.8bcB 28.8cC 42.7bcB 46.7abA G8M7 (0.4 cm) 1 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 2 0.0B 0.0 0.0 0.0 2.0 0.0

3 18.0aB 16.0abA 14.0abA 10.0abAB 18.0aAB 4.0bAB 4 30.0abcB 36.0abAB 34.0abcA 22.0bcAB 42.0aAB 18.0cAB 5 52.0aA 50.0aAB 44.0abAB 34.0abB 50.0aAB 28.0bB 6 54.0aA 54.0aAB 44.0aB 38.0aB 58.0aA 46.0aA 7 56.0aB 58.0aBC 54.0aAB 44.0aBC 62.0aAB 44.0aA

G3M7 (0.3 cm) 1 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 2 0.0B 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 3 14.0aBC 2.0bB 0.0bB 2.0bAB 4.0bB 0.0bB 4 40.0aAB 22.0bcBC 5.70cB 10.0bcB 24.0abBC 10.0bcB 5 58.0aA 32.0bcBC 14.3cC 18.0cBC 40.0bB 20.0cB 6 66.0aA 48.0abB 42.9bB 32.0bB 54.0abA 40.0bA 7 78.0aA 66.0abAB 51.4bAB 56.0bAB 66.0abAB 46.0bA

G3M7 (0.4 cm) 1 3.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 2 14.3aA 0.0b 1.8b 0.0b 0.0b 1.8b 3 37.1aA 25.7abA 10.9bA 14.3bA 22.9abA 10.9bA 4 55.7aA 51.4aA 38.2aA 37.1aA 48.6aA 38.2aA 5 60.0aA 70.0aA 60.0aA 58.6aA 64.3aA 60.0aA 6 67.0aA 75.7aA 60.0aA 64.3aA 70.0aA 60.0aA 7 77.1aA 86.4aA 72.7aA 77.1aA 78.6aA 73.0aA Keterangan: HST= Hari Setelah Tanam; Angka yang diikuti dengan huruf yang sama (dalam

kolom dengan huruf kapital dan dalam baris dengan huruf kecil) untuk masing-masing media pada tiap HST tidak berbeda nyata pada uji Duncan taraf 5% (data merupakan hasil transformasi x + 2); N6A= N6 + 2 ppm 2.4-D; N6C= N6 + 3 ppm D; N6F= N6 + 6 ppm D; MS6= MS + 6 ppm D; MS8= MS + 2 ppm 2.4-D + 100 mg/l arginin + 2 mg/l glycine + 100 mg/l glutamine; MS9= MS + 1 ppm 2.4-D + 1 % mannitol

Waktu terbentuk kalus terlama (4 HST) dihasilkan pada media MS9 (MS + 1 ppm 2.4-D + 1 % mannitol), MS6 (MS + 6 ppm 2.4-D) dan N6C (N6 + 3 ppm

2.4-D) untuk kedua genotipe dengan ukuran eksplan 0.3 cm. Selanjutnya, persentase eksplan berkalus terkecil pada 7 HST dihasilkan oleh genotipe G8M7 (0.3) dalam media MS6, sedangkan yang tertinggi dihasilkan oleh genotipe G3M7 (0.4) dalam media N6C.

Respon Perkembangan Eksplan pada Media Induksi Kalus Embriogenik

Respon perkembangan embrio muda jagung pada 7 HST yang ditanam dalam berbagai komposisi media adalah berupa tumbuhnya koleoptil dan akar dari aksis embrio zigotik serta terbentuknya kalus lembut dan kalus kompak. Terbentuknya kalus lembut dan kompak dapat terjadi pada satu eksplan. Tipe kalus embriogenik yang terbentuk pada penelitian hanya kalus tipe I. Secara skematis respon perkembangan eksplan selama penelitian dapat digambarkan sebagai berikut.

Gambar 10. Skema Proses Perkembangan Eksplan (Embrio Muda) Jagung Selama Penelitian

Eksplan (Embrio

muda) 3. Kalus lembut (basah, dan tidak embriogenik)

1. Organogenesis akar 2. Organogenesis tunas

5. Kalus lembut + kompak

1. Jika pertumbuhan kalus lembut dominan= organogenesis akar 2. Jika pertumbuhan kalus kompak dominan= berpotensi embriogenesis 4. Kalus kompak (tipe I)

(pembengkakkan pada skutelum)

embriogenesis 1. Pemanjangan koleoptil

Menghambat pertumbuhan kalus kompak Mendorong regenerasi embrio zigotik menjadi tanaman utuh

Mendorong pertumbuhan kalus lembut

2. Pembentukan akar Mendorong regenerasi embrio zigotik menjadi tanaman utuh

Respon perkembangan eksplan 7 HST

Lu et al. (1983) mengelompokkan respon pembentukan kalus embrio muda jagung menjadi soft callus dan embryogenic callus. Penggunaan istilah kalus kompak sebagai salah satu respon (7 HST) dalam penelitian ini, dikarenakan tidak semua kultur kalus yang kompak berpotensi embriogenik. Kalus lembut dan kalus kompak ada yang dihasilkan secara bersamaan dalam satu eksplan.

a. Pemanjangan Koleoptil dan Pembentukan Akar

Pengamatan respon perkembangan eksplan yang mengalami pemanjangan koleoptil dan pembentukan akar dilakukan pada 7 HST. Pengaruh genotipe, ukuran eksplan, dan komposisi media induksi kalus embriogenik jagung terhadap persentase eksplan yang mengalami pemanjangan koleoptil dan eksplan berakar disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Pengaruh genotipe, ukuran eksplan, dan komposisi media induksi kalus embriogenik jagung terhadap persentase eksplan yang mengalami pemanjangan koleoptil dan berakar (7HST)

Perlakuan Variabel Pengamatan

Media Pemanjangan Koleoptil (%) Eksplan berakar (%)

N6A 91.9 13.2 a N6C 85.7 2.1 b N6F 82.8 3.7 b MS6 79.4 2.1 b MS8 85.4 1.7 b MS9 82.5 9.8 a Genotipe G8M7 85.7 7.4 c G3M7 83.8 3.0 d Ukuran Eksplan 0.3 cm 81.5 f 6.2 0.4 cm 88.7 e 3.4

Keterangan: Angka dalam kolom yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji Duncan taraf 5 %; HST= Hari Setelah Tanam; N6A= N6 + 2 ppm 2.4-D; N6C= N6 + 3 ppm 2.4-D; N6F= N6 + 6 ppm 2.4-D; MS6= MS + 6 ppm 2.4-D; MS8= MS + 2 ppm 2.4-D + 100 mg/l arginin + 2 mg/l glycine + 100 mg/l glutamine; MS9= MS + 1 ppm 2.4-D + 1 % mannitol

Komposisi media induksi kalus embriogenik dan genotipe tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap persentase eksplan mengalami

Gambar 11. Keragaan Pertumbuhan Koleoptil dari Embrio Zigotik Jagung pada Media N6A (N6 + 2 ppm 2.4-D) dan N6C (N6 + 3 ppm 2.4-D)

N6A N6C

Koleoptil Kalus

pemanjangan koleoptil. Ukuran eksplan memberikan pengaruh yang nyata terhadap persentase eksplan berkoleoptil. Ukuran eksplan 0.4 cm secara nyata memberikan persentase eksplan berkoleoptil lebih tinggi daripada ukuran eksplan 0.3 cm. Hal ini menunjukkan umur eksplan yang lebih tua pada ukuran embrio 0.4 cm mendorong perkecambahan eksplan lebih banyak. Semua persentase eksplan yang mengalami pemanjangan koleoptil di atas 70 %. Pemberian konsentrasi 6 ppm 2.4-D pada komposisi media MS6 dan N6F ternyata belum mampu mengurangi persentase eksplan mengalami pemanjangan koleoptil. Pengaruh taraf konsentrasi 2.4-D pada media N6 terlihat pada pertumbuhan panjang koleoptil yang dihasilkan (Gambar 11). Secara umum, pertumbuhan koleoptil pada komposisi media dengan N6 + 2 ppm 2.4-D (N6A) terlihat lebih panjang dibandingkan dengan koleoptil yang tumbuh pada komposisi media N6 + 3 ppm 2.4-D (N6C). Penggunaan komposisi media N6 dengan penambahan auksin 2.4-D sebanyak 3 ppm ternyata sudah dapat menghambat pertumbuhan panjang koleoptil.

Respon eksplan berakar banyak ditemukan dari embrio zigotik. Terbentuknya akar menghambat pertumbuhan kalus dan menyebabkan eksplan lebih cenderung tumbuh menjadi tanaman utuh. Tabel 6 menunjukkan bahwa komposisi media induksi kalus embriogenik memberikan pengaruh yang nyata

Gambar 12. Eksplan Membentuk Kalus Lembut Jagung. (a) Struktur Kalus Lembut Menyerupai Akar pada 1 MST; (b) Kalus Lembut pada 2 MST dan Struktur Menyerupai Akar Masih Tampak; (c) Pertumbuhan Dominan Kalus Lembut pada G3M7 dengan Umur Eksplan 14 HSS; (d) Kalus Lembut yang Berasal dari Daerah Koleoptil dilihat dengan Mikroskop Diseksi; (e) Tunas Berwarna Ungu yang Tumbuh dari Permukaan Kalus Lembut.

a b c

d e

terhadap persentase eksplan berkalus. Komposisi media N6A (N6 + 2 ppm 2.4-D) secara nyata memberikan persentase eksplan berakar lebih tinggi daripada media N6C (N6 + 3 ppm 2.4-D), N6F (N6 + 2 ppm 2.4-D), MS6 (MS + 6 ppm 2.4-D), dan MS8 (MS + 2 ppm 2.4-D + 100 mg/l arginin + 2 mg/l glycine + 100 mg/l glutamine), namun tidak berbeda nyata dengan komposisi media MS9 (MS + 1 ppm 2.4-D + 1 % mannitol). Genotipe juga berpengaruh nyata terhadap persentase eksplan berakar. Genotipe G8M7 secara nyata memberikan persentase eksplan berakar lebih tinggi daripada genotipe G3M7.

b. Pembentukan Kalus Lembut (Soft callus)

Salah satu respon pembentukan kalus dari embrio muda jagung yang terbentuk pada 7 HST dalam penelitian adalah kalus lembut (soft callus). Hasil pengamatan secara visual memperlihatkan bahwa kalus lembut memiliki struktur yang lembut, basah, tidak teratur, transparan (translucent), dan pertumbuhan yang cepat.

Kalus lembut diduga berasal dari daerah koleoriza pada embrio zigotik, pangkal koleoptil, dan permukaan bawah skutelum (Gambar 12). Kalus lembut jagung tidak embriogenik, sehingga berbeda dengan kalus friabel (tipe II), yang memiliki struktur remah dan embriogenik serta berasal dari isolasi jaringan embriogenik kalus tipe I. Perkembangan kalus lembut cenderung membentuk akar dan sedikit sekali membentuk organ tunas, oleh karena itu pertumbuhannya tidak diharapkan.

Menurut Green dan Philips (1975) hubungan antara umur, ukuran, dan genotipe pada embrio dan konsentrasi hormon mempengaruhi tipe kalus yang dihasilkan. Persentase respon eksplan membentuk kalus lembut pada 7 HST disajikan dalam Tabel 7.

Tabel 7. Pengaruh genotipe, ukuran eksplan, dan komposisi media induksi kalus embriogenik terhadap persentase eksplan membentuk kalus lembut (soft callus) jagung pada 7 HST

Perlakuan Variabel Pengamatan Media Soft callus (%)

N6A 67.2 a N6C 62.6 ab N6F 52.6 bc MS6 50.8 c MS8 61.6 abc MS9 52.2 bc Genotipe G8M7 46.4 e G3M7 71.4 d Ukuran Eksplan 0.3 cm 49.3 g 0.4 cm 67.7 f

Keterangan: Angka dalam kolom yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji Duncan taraf 5 %; HST= Hari Setelah Tanam; N6A= N6 + 2 ppm 2.4-D; N6C= N6 + 3 ppm 2.4-D; N6F= N6 + 6 ppm 2.4-D; MS6= MS + 6 ppm 2.4-D; MS8= MS + 2 ppm 2.4-D + 100 mg/l arginin + 2 mg/l glycine + 100 mg/l glutamine; MS9= MS + 1 ppm 2.4-D + 1 % mannitol

Tabel 7 menunjukkan bahwa persentase eksplan membentuk kalus lembut dipengaruhi oleh genotipe, ukuran eksplan, dan komposisi media induksi kalus embriogenik jagung. Koposisi media N6A (N6 + 2 ppm 2.4-D) memberikan

persentase eksplan membentuk kalus lembut sebesar 67.2 %, tidak berbeda nyata dengan komposisi media N6C (N6 + 3 ppm 2.4-D) dan MS8 (MS + 2 ppm 2.4-D + 100 mg/l arginin + 2 mg/l glycine + 100 mg/l glutamine). Komposisi media MS9 dengan konsentrasi 1 ppm 2.4-D dan penambahan 1% mannitol mampu memberikan rata-rata persentase eksplan membentuk kalus lembut tidak berbeda nyata dengan komposisi media MS6 (MS + 6 ppm D), N6F (N6 + 6 ppm D), N6C dan MS8. Hal ini menunjukkan komposisi media MS9 (MS + 1 ppm 2.4-D + 1 % mannitol) mampu meminimalisir pembentukan kalus lembut. Penambahan 1 % mannitol pada media MS9 yang hanya mengandung 1 ppm 2.4-D dapat membantu meminimalisir kalus lembut. Hal ini diduga karena mannitol merupakan gula alkohol, yang biasanya tidak dimetabolisme oleh jaringan tanaman sehingga tidak tersedia sebagai sumber karbon. Oleh karena itu, mannitol lebih berperan sebagai osmotikum untuk memodifikasi potensial air dalam media kultur (Thorpe et al., 2008). Hasil penelitian Lu et al. (1983) menunjukkan bahwa pemberian 6 % sukrosa mampu mengurangi terbentuknya kalus lembut. Peningkatan osmotikum yang disebabkan oleh penambahan 1 % mannitol dalam media MS9 diduga menyebabkan pengaruh yang sama seperti pada pemberian sukrosa 6 %.

Pengaruh genotipe terhadap persentase eksplan membentuk kalus lembut pada tabel 7 menunjukkan genotipe G8M7 secara nyata memberikan persentase yang lebih rendah daripada genotipe G3M7. Selanjutnya ukuran eksplan 0.3 cm secara nyata juga memberikan persentase eksplan membentuk kalus lembut lebih rendah dibandingkan ukuran eksplan 0.4 cm.

c. Pembentukan Kalus Kompak (Compact callus)

Selain kalus lembut eksplan juga membentuk kalus kompak (compact callus). Berdasarkan pengamatan visual kalus kompak memiliki struktur yang kompak dan terdiri atas nodul-nodul. Kalus ada yang berwarna putih tidak tembus cahaya (opaque), dan kuning tembus cahaya (translucent). Pertumbuhan kalus kompak lebih lambat dibandingkan kalus lembut dan pada 1 MST eksplan yang berpotensi membentuk kalus kompak seperti ini baru terlihat mengalami pembengkakan. Pembengkakan yang terjadi diduga berasal dari bagian koleoriza

dan seluruh bagian permukaan atas (kubah) skutelum. Kalus kompak yang berwarna putih tidak tembus cahaya biasanya kurang embriogenik, berbentuk bulat, tanpa atau sedikit bernodul, cenderung berakar yang lama kelamaan mengalami pencoklatan (browning) dan mati. Kalus kompak yang tembus cahaya dan bernodul banyak cenderung berpotensi sebagai kalus embriogenik seperti terlihat pada Gambar 13.

Tabel 8. Pengaruh interaksi genotipe dan komposisi media induksi kalus embriogenik terhadap persentase kalus kompak jagung (7 HST)

Media Genotipe G8M7 G3M7 ………….%... N6A 24.8 dA 18.2 cA N6C 53.6 abA 48.5 bA N6F 40 bcA 56.7 abA MS6 53.2 abB 70 aA MS8 57.6 aA 56.5 abA MS9 36.4 cdB 65 abA

Keterangan: Angka yang diikuti dengan huruf yang sama (dalam kolom dengan huruf kecil dan dalam baris dengan huruf kapital) menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji Duncan taraf 5 %; HST= Hari Setelah Tanam; N6A= N6 + 2 ppm 2.4-D; N6C= N6 + 3 ppm 2.4-D; N6F= N6 + 6 ppm 2.4-D; MS6= MS + 6 ppm 2.4-D; MS8= MS + 2 ppm 2.4-D + 100 mg/l arginin + 2 mg/l glycine + 100 mg/l glutamine; MS9= MS + 1 ppm 2.4-D + 1 % mannitol

Persentase eksplan membentuk kalus kompak terendah pada G3M7 dihasilkan oleh media N6A (N6 + 2ppm 2.4-D). Sementara pada genotipe G8M7 media N6A (N6 + 2 ppm 2.4-D) secara nyata memberikan persentase eksplan Gambar 13. Eksplan yang Membentuk Kalus Kompak Jagung dengan Banyak

Nodul a) Kalus Kompak Berwarna Kuning Tembus Cahaya; b) Kalus Kompak yang Memiliki Sedikit Warna Putih Tidak Tembus Cahaya

membentuk kalus kompak lebih rendah daripada media N6C, N6F, MS6, dan MS8, namun tidak berbeda nyata dengan media MS9. Persentase kalus kompak pada genotipe G8M7 yang dihasilkan pada komposisi media MS8 mencapai 57.6 % tidak berbeda nyata dengan komposisi media N6C dan MS6 Sementara untuk genotipe G3M7 persentase kalus kompak mencapai 70 % pada komposisi media MS6 namun tidak berbeda nyata dengan komposisi media N6F, MS8 dan MS9. Pengaruh interaksi genotipe dengan media, menunjukkan persentase eksplan membentuk kalus kompak genotipe G3M7 secara nyata lebih tinggi daripada genotipe G8M7 pada media MS8 dan MS9 (Tabel 8).

Persentase Kalus Embriogenik (Tipe I) dan Struktur Embrio

Lu et al. (1983) mendeskripsikan tipe regenerasi jagung berasal dari kalus yang keras, kompak, putih atau kuning yang dideskripsikan sebagai struktur mirip skutelar. Green dan Philips (1975) menyebutkan kalus embriogenik tersebut sebagai kalus tipe I. Sementara kalus embriogenik tipe II merupakan istilah untuk kalus yang remah (friable) dan embriogenik. Kalus tipe II merupakan hasil isolasi jaringan embriogenik kalus tipe I dan dihasilkan hanya pada genotipe-genotipe tertentu seperti A188 dan hibridanya.

Kalus embriogenik jagung yang dihasilkan dalam penelitian ini adalah kalus tipe I. Kalus tipe I yang embriogenik memiliki struktur mirip skutelar, berwarna putih dan kompak diduga berasal dari kalus kompak yang mengalami proliferasi pada bagian skutelar, berwarna kuning tidak tembus cahaya dan kuning tembus cahaya, serta bernodul. Berdasarkan ciri tersebut pengamatan kalus yang berpotensi embriogenik diamati pada 2 MST. Hal ini karena pada 2 MST pertumbuhan kalus yang lebih dominan sudah terlihat antara eksplan yang membentuk kalus lembut atau kalus kompak. Persentase kalus berpotensi embriogenik disajikan pada Tabel 9.

Persentase kalus kompak berpotensi embriogenik yang dihasilkan oleh eksplan embrio zigotik umur 12-14 HSS pada berbagai media induksi kalus embriogenik memiliki rentang yang sangat besar yaitu dari 0 % sampai 71.43 %. Komposisi media memberikan pengaruh yang nyata pada pembentukan kalus kompak. Persentase kalus kompak berpotensi embriogenik yang dihasilkan dalam

penelitian tergolong rendah, karena rata-rata keseluruhan di bawah 40 % dan dari rentang rata-rata hanya mampu menghasilkan persentase tertinggi sebesar 71.4%. Beberapa penelitian mendapatkan hasil yang lebih baik (>75%) dimana hasil tersebut sudah merupakan persentase kalus embriogenik.

Tabel 9. Pengaruh media induksi kalus embriogenik terhadap persentase jumlah kalus kompak yang berpotensi embriogenik pada dua genotipe dan ukuran eksplan jagung

Media Eksplan G8M7 G3M7 0.3 cm 0.4 cm 0.3 cm 0.4 cm N6A 17.14 b 22 b 8.57 b 0 d N6C 41.15 a 31.11 b 40 a 48.57 bc N6F 40 a 42.22 ab 25 ab 51.25 ab MS6 68.18 a 60 a 50 a 71.43 a MS8 49.09 a 57.78 a 27.5 ab 37.5 bc MS9 18.33 b 40 ab 47.5 a 24 c

Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama dalam kolom menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%. N6A= N6 + 2 ppm 2.4-D; N6C= N6 + 3 ppm D; N6F= N6 + 6 ppm D; MS6= MS + 6 ppm D; MS8= MS + 2 ppm 2.4-D + 100 mg/l arginin + 2 mg/l glycine + 100 mg/l glutamine; MS9= MS + 1 ppm 2.4-D + 1 % mannitol

Aisyah et al. (2007) menggunakan bahan galur bukan mutan dengan genotipe yang sama memiliki keberhasilan 30-40 % pada media MS + 2 ppm 2.4-D dan meningkat menjadi 100 % pada media yang diberi tambahan 30 % mannitol. Hasil percobaan Finer (1995) memaparkan bahwa persentase eksplan membentuk kalus embriogenik adalah 95-100 %. Selain pengaruh genotipe, perbedaan persentase eksplan yang cukup tinggi ini dikarenakan penggunaan umur eksplan yang lebih tua dan ukuran embrio yang lebih besar, sehingga eksplan lebih banyak membentuk kalus lembut daripada kalus kompak.

Kalus kompak umur 2 MST yang berpotensi embriogenik disubkultur pada 3 MST pada media pendewasaan MS + 1 ppm 2.4-D + 1 % mannitol (MS9). Menurut Von Arnold (2008) tahap pra-pendewasaan embrio somatik pada media dengan pengurangan atau tanpa ZPT akan menghambat proliferasi dan menstimulasi pembentukan dan perkembangan awal somatik embrio. Penambahan

1% mannitol dalam media MS9 diduga mempengaruhi pembentukan embrio somatik karena potensial osmotik yang dihasilkan.

Thrope et al. (2008) menyebutkan potensial osmotik pada media dapat mempengaruhi terjadinya embriogenesis somatik dan dapat mengatur arah perkembangan embrio. Potensial osmotik yang rendah (bernilai negatif tinggi) membantu induksi embriogenesis somatik pada beberapa tanaman. Penambahan 10-30 g/l sorbitol dalam media L-6, menyebabkan adanya level yang tinggi dari embriogenesis pada suspensi Vigna aconitifolia dan kapasitas embriogenesis menjadi tertahan pada kultur jangka panjang. Sutjahjo (1994) menyatakan bahwa pemberian 3 % mannitol dan 15 % air kelapa mampu meningkatkan frekuensi pembentukan kalus jagung mencapai 85 %.

Tabel 10. Pengaruh media induksi kalus embriogenik terhadap jumlah kalus tipe I, struktur embrio dan planlet jagung yang terbentuk pada 8 MST G8M7 0.3 cm 0.4 cm Media Persentase Kalus Tipe I Jumlah SE (±) Jumlah Planlet Persentase Kalus Tipe I Jumlah SE (±) Jumlah Planlet N6A 2.98 (2/67) 4 0 0 0 0 N6C 0 0 0 0 0 0 N6F 0 0 0 6.12 (3/49) 2 0 MS6 2.82 (2/71) 6 0 14 (7/50) 3 0 MS8 2.7 (2/74) 9 2 2 (1/50) 15 4 MS9 1.56 (1/64) 3 0 0 0 0 G3M7 0.3 cm 0.4 cm Media Persentase Kalus Tipe I Jumlah SE (±) Jumlah Planlet Persentase Kalus Tipe I Jumlah SE (±) Jumlah Planlet N6A 0 0 0 0 0 0 N6C 3.64 (2/55) 16 0 1.69 (1/55) 2 1 N6F 0 0 0 0 0 0 MS6 0 0 0 0 0 0 MS8 0 0 0 0 0 0 MS9 0 0 0 0 0 0

Keterangan: Nilai dalam persen adalah persentase jumlah kalus tipe I per total eksplan hidup; MST= Minggu Setelah Tanam; SE = Struktur Embrio; N6A= N6 + 2 ppm 2.4-D; N6C= N6 + 3 ppm 2.4-D; N6F= N6 + 6 ppm 2.4-D; MS6= MS + 6 ppm 2.4-D; MS8= MS + 2 ppm 2.4-D + 100 mg/l arginin + 2 mg/l glycine + 100 mg/l glutamine; MS9= MS + 1 ppm 2.4-D + 1 % mannitol

Kalus kompak embriogenik yang mengalami perubahan warna menjadi hijau dan mampu menghasilkan struktur embrio pada media pendewasaan serta planlet pada media regenerasi MS0 dan MS 11 disebut dengan kalus embriogenik tipe I. Persentase kalus embriogenik yang dihasilkan dari tiap genotipe dan ukuran eksplan di sajikan pada Tabel 10.

Persentase kalus tipe I tertinggi untuk genotipe G8M7 dari percobaan pertama dihasilkan oleh media MS6 yang mengandung 6 ppm 2.4-D. Komposisi media MS6 dan N6F dengan pemberian konsentrasi auksin (2.4-D) 6 ppm diduga mampu meningkatkan persentase kalus tipe I pada genotipe G8M7 namun menghambat pertumbuhan tunas dan pembentukan planlet. Pembentukan planlet hanya terjadi pada kalus embriogenik yang dihasilkan dari media MS8.

Green dan Philips (1975) menemukan bahwa pada konsentrasi 6 ppm 2.4-D, skutelar menghasilkan pertumbuhan kalus yang lambat dan tidak terbentuk tanaman saat diferensiasi. Walaupun media MS8 hanya memberikan kalus tipe I sebesar 2 %, jumlah struktur embrio yang dihasilkan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah struktur embrio pada media MS6. Pemberian asam amino arginin, glutamine, dan glycine pada media MS8 yang hanya mengandung 2 ppm 2.4-D diduga mampu meningkatkan embriogenesis pada kalus embriogenik jagung.

Menurut Wattimena et al. (1992) yang dibutuhkan dalam induksi kalus embriogenik adalah adanya suplai nitrogen tereduksi dalam bentuk ion NH4+ atau asam amino seperti glutamine dan alanine. Claparols et al. (1993) menemukan bahwa pemberian asam amino glycine dan asparagin secara tunggal mampu memberikan persentase kalus embriogenik yang tinggi (> 65 %) pada jagung galur W64Ao2 dalam media N6.

Kalus tipe I dan planlet dihasilkan pada media N6C (N6 + 3 ppm 2.4-D) pada genotipe G3M7 untuk kedua ukuran eksplan. Keseluruhan data pada Tabel 10 menunjukkan bahwa terdapat tanggap media yang berbeda dari kedua genotipe yang diujikan. Genotipe G8M7 lebih tanggap pada berbagai komposisi media induksi kalus embriogenik dan lebih mudah membentuk kalus tipe I. Persentase kalus tipe I yang sangat kecil (< 14 %) diduga karena ukuran atau umur eksplan yang digunakan terlalu besar atau hampir mencapai fase dewasa (0.3-0.4 cm),

dengan menggunakan eksplan 0.1-0.2 cm mungkin persentase yang diperoleh akan lebih besar. Eksplan dengan panjang 0.1-0.15 cm untuk genotipe G3M7 dan G8M7 dapat diperoleh dari embrio yang berumur 9-10 HSS.

Kalus embriogenik akan berhasil membentuk planlet jika saat subkultur

Dokumen terkait