• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik subjek

Subjek dalam penelitian ini merupakan mahasiswa - mahasiswi Departemen Gizi Masyarakat IPB angkatan 49. Keragaan karakteristik subjek meliputi jenis kelamin, usia, anak ke berapa dalam keluarga, Indeks Massa Tubuh (IMT), bentuk tubuh sekarang dan bentuk tubuh yang diinginkan, jumlah uang saku, alokasi uang makan, kebiasaan sarapan, dan sarapan yang biasa dikonsumsi.

Jenis kelamin, usia, anak ke berapa dalam keluarga

Sebanyak 82.76% subjek berjenis kelamin perempuan dan 17.24% berjenis kelamin laki-laki. Rentang usia subjek dalam penelitian ini yaitu 18-22 tahun

dengan kisaran rata-rata yaitu 19.82 ± 0.7. Sebanyak 72.41% berusia 20 tahun dan 20.69% berusia 19 tahun, hanya 3.44% yang berusia 18 dan 22 tahun. Lebih dari sepertiga responden (37.93%) merupakan anak ke-1 dalam keluarga dan sebanyak 31.03% merupakan anak ke-3 serta 27.58% merupakan anak ke-2.

Indeks Massa Tubuh (IMT), bentuk tubuh sekarang dan yang diinginkan

Semua subjek (100%) penelitian memiliki IMT ≥ 23 kg/m2 dengan kisaran rata-rata yaitu 26.09 ± 3.10. Sebanyak 37.93% menilai bentuk tubuh sekarang overweight, sepertiga dari subjek (31.03%) menilai bentuk tubuh sekarang normal, dan sebanyak 27.59% menilai bentuk tubuh sekarang kurus, dan hanya 3.45% yang menilai bentuk tubuh sekarang dalam keadaan obese. Oleh karena banyak yang menilai tubuhnnya overweigth maka setelah mengikuti intervensi dalam penelitian ini, subjek mengharapkan perubahan bentuk tubuh menjadi lebih ideal dengan presentasi sebagai berikut lebih dari tiga per empat (82.76%) menginginkan bentuk tubuh kurus dan 10.34% menginginkan bentuk tubuh kurus sekali dan hanya 6.89% yang menginginkan bentuk tubuh normal.

Jumlah uang saku dan alokasi uang makan

Jumlah uang saku yaitu jumlah uang yang digunakan untuk keperluan sandang, pangan, dan papan selama satu bulan oleh subjek. Sebanyak hampir tiga per empat subjek (65.52%) subjek memiliki uang saku dalam kisaran nilai rupiah sebesar Rp 1000.000-1999.999 dan nilai rupiah sebesar Rp 400.000-999.999 untuk uang saku terdapat sebanyak 34.48% subjek. Rata-rata dan SD uang saku subjek dalam penelitian ini sebesar Rp 1170.000 ± 979.620. Alokasi uang makan merupakan jumlah uang saku yang didapat oleh subjek dan hanya digunakan untuk makan utama dan jajan makanan atau minuman. Sebanyak 96.55% subjek memiliki alokasi uang makan sebesar Rp 200.000-999.999 dan hanya 3.44% yang memiliki alokasi uang makan sebesar Rp 1000.000-1999.999 serta kisaran rata- rata alokasi uang makan yaitu Rp 613.334 ± 501.537.

Kebiasaan makan dan minum subjek

Pada remaja yang pola makannya tidak teratur, lebih cenderung untuk mengonsumsi snack daripada konsumsi satu menu sajian lengkap. Remaja mengonsumsi lebih kurang dua snack dalam sehari, ini menyumbang 25.00% kalori harian, yaitu 612 kkal/hari (Mahan & Escott-Stump (2008)). Snack pilihan remaja biasanya bersifat tinggi kandungan lemak, gula dan garam. Minuman bersoda adalah pilihan popular remaja, ini menyumbang 6.00% kalori harian (Mahan & Escott-Stump (2008)).

Jumlah snack yang dikonsumsi meningkat sebanyak 39.00% dari konsumsi sehari dengan 35.00% kalori discreationary dan 43.00% dari gula yang berasal dari snacking (Sebastian 2008). Peningkatan kalori dari snacking memicu peningkatan konsumsi makanan dari luar rumah yang biasa berasal dari restaurant fast food. Konsumsi soft drink merupakan pilihan yang sering dipilih untuk snacking terutama bagi remaja perempuan, jumlah kalorinya mencapai 6.00% dari total konsumsi. Kebiasan ini menjadi perhatian utama karena secara signifikan jika konsumsi soft drink tinggi maka menurunkan pilihan konsumsi minuman

dengan kandungan energi dan kalsium (rendah atau tinggi). Jika berlangsung dalam waktu yang lama meningkatkan risiko kejadian osteoporosis dan obesitas (Nielsen 2002).

Kebiasaan makan dan minum salah satunya adalah sarapan. Sarapan (makan pagi) adalah suatu kegiatan yang penting sebelum melakukan aktivitas fisik pada pagi hari. Khomsan (2005) menegaskan bahwa dengan melakukan sarapan dapat menyumbangkan 25.00% dari kebutuhan total energi harian. Manfaat sarapan ditinjau dari aspek kesehatan menurut Smith (2010) sebagai berikut: memperbaiki asupan makanan harian; memperbaiki kebiasaaan dan pola makan; meningkatkan status gizi; mengurangi risiko IMT berlebih; meningkatkan aktivitas dan ketahanan fisik; meningkatkan ketahanan kardiorespiratorik. Disisi lainnya, manfaat sarapan ditinjau dari aspek perilaku dan psikososial menurut Huang (2010) terdiri dari: mengurangi gejala depresi, cemas, stress.

Tabel 5 Sebaran subjek dan uji beda antar kelompok (DA, HIIT, DA & HIIT) berdasarkan pola makan dan minum

No Pola makan

dan minum Kategori

Kelompok Total

p < 0.05 DA HIIT DA & HIIT

n % n % n % n % 1 Kebiasaan sarapan Ya 5 17.2 7 24.2 5 17.2 17 58.62 0.794 Tidak 4 13.8 3 10.3 5 17.2 12 41.38 Total 9 31.0 10 34.5 10 34.4 29 100.00 2 Menu sarapan Nasi rames 2 11.7 5 29.4 5 29.4 12 70.59 0.661 Roti 2 11.7 2 11.7 0 0.0 4 5.88 Havermo ot 1 5.9 0 0.0 0 0.0 1 5.88 Susu 0 0.0 0 0.0 0 0.0 0 0.00 Total 5 28.4 7 32.2 5 29.4 17 100.00 3 Minum sebelum dan bangun tidur Ya 6 20.7 8 27.6 6 20.7 21 72.41 0.394 Tidak 3 10.3 2 6.9 4 13.8 8 27.59 Total 9 31.0 10 34.5 10 34.5 29 100.00 4 Berapa gelas sebelum dan bangun tidur 1 gelas (240 ml) 5 23.8 6 28.6 5 23.8 16 76.19 0.991 2 gelas (480 ml) 1 4.8 2 9.5 1 4.8 4 19.05 3 gelas (720 ml) 0 0.0 0 0.0 0 0.0 1 4.76 4 gelas (960 ml) 0 0.0 0 0.0 0 0.0 0 0.00 Total 6 27.6 8 38.1 6 28.6 21 100.00 5 Minum sebelum makan Ya 6 20.7 6 20.7 8 27.6 19 20.69 0.533 Tidak 3 10.3 4 13.8 2 6.9 10 65.52 Total 9 31.0 10 34.5 10 34.5 29 100.00 6 Jarak waktu minum ke makan 5 menit 5 25.0 5 25.0 7 35.0 17 85.00 0.524 10 menit 0 0.0 1 5.0 1 5.0 2 0.10 30 menit 1 5.0 0 0.0 0 0.0 1 0.05 Total 6 30.0 6 30.0 8 40.0 20 100.00 7 Kebiasaan minum saat Ya 4 13.8 7 24.2 7 24.2 10 34.48 0.277

No Pola makan

dan minum Kategori

Kelompok Total

p < 0.05 DA HIIT DA & HIIT

n % n % n % n % makan Tidak 5 17.2 3 10.3 3 10.3 19 65.52 Total 9 31.0 10 34.5 10 34.5 29 100.00 8 Berapa gelas air yang diminum (saat makan) 1 gelas (240 ml) 4 22.2 7 38.9 6 33.3 17 94.4 0.330 2 gelas (480 ml) 0 0.0 0 0.0 1 5.5 1 5.6 Total 4 22.2 7 38.9 7 38.8 18 100.00 9 Kebiasaan minum sebelum olahraga Ya 3 10.3 6 20.7 5 17.2 14 48.3 0.503 Tidak 6 20.7 4 13.8 5 17.2 15 41.7 Total 9 31.0 10 34.5 10 34.5 29 100.00 10 Berapa gelas air yang diminum (sebelum olahraga) 1 gelas (240 ml) 3 21.4 2 14.3 3 21.4 8 57.2 0.112 2 gelas (480 ml) 0 0.0 4 28.6 2 14.3 6 42,7 Total 3 21.4 6 42.9 5 35.7 14 100,00

* berbeda signifikan (one way ANOVA , p<0.05) antara DA, HIIT, DA&HIIT

Hampir lebih dari setengah subjek penelitian (58.62%) melakukan sarapan sebelum melakukan aktivitas di pagi hari. Hasil uji beda antara ketiga kelompok menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada kebiasaan sarapan (p > 0.05). Khomsan (2005) menjelaskan bahwa bila sarapan dengan aneka ragam pangan, yang terdiri dari nasi, sayur atau buah, lauk pauk dan susu, dapat memenuhi kebutuhan akan vitamin dan mineral. Disisi lain menurut Hardinsyah (2011) menyatakan bahwa sarapan lengkap terdiri dari zat gizi seimbang yang lengkap, meliputi unsur makanan pokok, lauk pauk, buah atau sayur dan minuman. Sarapan yang tidak lengkap terdiri dari: sarapan sederhana meliputi makanan pokok dan lauk pauk, minuman atau makanan pokok dan buah/sayur, minuman. Sarapan amat sederhana hanya makan pokok/buah/salad dan minuman.

Jenis menu sarapan subjek yang paling sering dikonsumsi meliputi nasi rames sebesar (70.59%), susu (17.65%), roti (5.88%) dan havermoot (5.88%). Berdasarkan Hardinsyah (2011) menyatakan bahwa sarapan sederhana meliputi makanan pokok dan lauk pauk, minuman atau makanan pokok dan buah/sayur, minuman. Sehingga dapat dikategorikan bahwa jenis sarapan pada subjek penelitian termasuk sarapan sederhana karena nasi rames yang biasa dikonsumsi terdiri dari nasi, lauk hewani atau nabati, dan sayur.

Selain kebiasaan makan, kebiasaan minum juga meliputi kebiasaan minum air putih sebelum dan setelah bangun tidur, jumlah air putih yang dikonsumsi saat sebelum dan bangun tidur. Sebanyak tiga per empat kurang (72.41%) dari responden mengonsumsi air putih sebelum dan setelah bangun tidur serta jumlah air putih yang dikonsumsi sebanyak satu gelas (240 ml) sebesar 76.19% dan dua gelas (480 ml) sebesar 19.05%. Uji beda antar ketiga kelompok pada kebiasaan minum sebelum dan sesudah bangun tidur serta jumlahnya keduanya tidak berbeda nyata (p > 0.05).

Kebiasaan minum sebelum makan dan jarak mengonsumi air putih sebelum makan, kebiasaan minum saat makan serta berapa gelas air putih yang diminum juga akan dideskripsikan dalam hasil penelitian ini. Sebanyak 65.52% subjek menyatakan tidak pernah minum sebelum makan dan yang terbiasa minum sebelum makan hanya seperempat dari subjek yaitu 20.69% yang jarak waktu minum ke makan hampir secara keseluruhan hanya lima menit yaitu sebanyak 85.00%, hanya satu subjek (0.05%) yang jarak antara minum ke makan yaitu 30 menit. Uji beda antar tiga kelompok pada kebiasaan minum sebelum makan dan jumlah yang dikonsumsi tidak berbeda nyata (p > 0.05). Menurut Dennis (2009) menyatakan bahwa efek jangka pendek saat mengonsumsi air putih sebelum makan berdampak pada peningkatkan rasa kenyang sehingga menurunkan rasa lapar dan sedikit dapat meningkatkan energy expenditure akibat efek termogenik cairan dalam tubuh (Boschman et al. 2003; Boschman et al. 2007). Meskipun didukung oleh banyak penelitian namun pada hasil penelitian ini hanya seperempat (20.69%) yang terbiasa mengonsumsi air putih sebelum makan.

Kebiasaan minum saat makan sebanyak 65.52% dan jumlah gelas air putih yang dikonsumsi saat makan yaitu satu gelas (240 ml) sebesar 94.40%. Uji beda antar tiga kelompok pada kebiasaan minum sebelum makan dan jumlah yang dikonsumsi tidak berbeda nyata (p > 0.05). Selain itu, kebiasaan minum air putih dan jumlah air putih yang dikonsumsi sebelum olahraga juga memberikan hasil yang sama dengan sebelumnya yaitu hasil uji beda antar tiga kelompok tidak berbeda nyata (p > 0.05) dan sebaran subjek yang terbiasa minum air putih sebelum olahraga sebanyak 48.30% dan jumlah gelas air putih yang dikonsumsi sebanyak satu gelas (240 ml) sebesar 57.20% subjek.

Konsumsi dan tingkat konsumsi zat gizi subjek

Konsumsi makanan dan minuman subjek diamati sebelum dan selama dilakukan intervensi. Rata-rata konsumsi subjek pre dan post intervensi dapat dilihat pada Tabel 6 dan 7 di bawah ini.

Tabel 6 Rata-rata dan uji beda asupan energi dan zat gizi dari makanan subjek

*paired sample t-test (p<0.05) sebelum dan selama intervensi

Konsumsi makanan dan minuman subjek pre dan post intervensi diambil melalui metode semi quantitative FFQ (satu bulan terakhir) dan kueisoner kebiasaan minum kemudian di ambil rataannya. Terjadi perubahan konsumsi makanan pada subjek selama dilakukan intervensi. Hal ini dibuktikan dengan hasil uji beda menggunakan paired-test konsumsi makanan sumber protein pada kelompok DA dan kelompok HIIT berbeda nyata (p < 0.05). Hal ini bermakna bahwa subjek ada kelompok DA dan kelompok HIIT melakukan perubahan pola makan selama intervensi terutama makanan sumber protein. Perubahan konsumsi

Makanan DA HIIT DA & HIIT

KG Pre Post Pre Post Pre Post

E (kkal) 1556±516.00 1560±888.96 1616± 311.98 1578±436.81 1604±417.99 1531±583.50 P (g) 94.81±36.55* 50.99±1.06* 92.62±32.61* 47.90±25.44* 75.76±33.54 60.87±56.80 L (g) 52.91±12.77 56.00±36.27 50.26±13.76 55.44±22.64 53.40±12.31 47.43±22.20 KH (g) 212.45±45.17 216.38±86.71 365.44±513.52 208.52±24.84 191.79±35.41 211.35±34.25

makanan ini disebabkan keadaan subjek selama intervensi mengalami masa Ujian Tengah Semester (UTS) dan Ujian Akhir Semester (UAS). Situasi dan kondisi saat subjek mengalami UTS dan UAS sulit terkendali karena keinginan atau nafsu makan untuk mengonsumsi cemilan atau kudapan yang tinggi kandungan energi, karbohidrat dan lemak, sebaliknya konsumsi makanan cukup protein menurun. Hal ini didukung oleh hasil data semi quantitative FFQ (baseline-medline-endline), jenis makanan yang paling sering dikonsumsi saat masa UTS dan UAS yaitu gorengan (92.90%), biskuit (60.70%), es krim (72.90%), donat (42.90%), coklat (42.90%), gula (82.10%), dan margarine (446.40%).

Perbedaan konsumsi makanan dan minuman subjek selama intervensi akan mempengaruhi validitas berat badan dan IMT yang diukur. Terutama untuk energi dan lemak yang dapat mempengaruhi perubahan berat badan. Konsumsi makanan sumber energi dan lemak pada kelompok DA&HIIT memiliki kecenderungan asupan yang menurun selama intervensi. Namun pada kelompok DA atau kelompok HIIT memiliki kecenderungan asupan yang meningkat selama intervensi. Berbeda dengan konsumsi minuman pada kelompok DA dan kelompok HIIT cenderung asupan meningkat selama intervensi serta kelompok kombinasi DA&HIIT asupan cenderung menurun selama intervensi. Sejalan dengan konsumsi makanan yang mengalami perubahan, konsumsi minuman berkalori dan air putih juga mengalami perubahan (p < 0.05) yang bermakna subjek mengubah konsumsi minuman berkalori dan air putih selama intervensi.

Tabel 7 Rata-rata dan uji beda asupan energi dan zat gizi dari minuman berasa, serta total konsumsi minuman berasa dan air putih subjek

*paired sample t-test (p<0.05) sebelum dan selama intervensi

Total jumlah air putih (mL/hari) subjek pada kelompok DA dan kombinasi DA&HIIT mencapai 2897.78 ± 1932.34 mL/hari dan 2780.00 ± 1050.71 mL/hari. Penambahan jumlah air putih sejumlah 1800 mL selama dua bulan intervensi memberikan perbedaan yang nyata (p < 0.05) untuk total konsumsi air putih. Hasil tersebut bermakna bahwa subjek mengubah konsumsi air putih selama intervensi. Total jumlah minuman berasa (mL/hari) subjek pada ketiga kelompok mengalami penurunan jumlah mL/hari selama intervensi. Hasil uji statistik menunjukan bahwa terdapat perbedaan signifikan antara jumlah total (mL/hari) minuman

Minuman

berasa DA HIIT DA & HIIT

KG Pre Post Pre Post Pre Post

E (kkal) 16±16.21 28±21.00 32±26.69 15±12.78 28±23.24 29±20.38 P (g) 0.42±0.54 0.53 ±1.06 0.84±0.80 2.34±4.39 2.34±5.75 1.29±2.09 L (g) 5.34±10.99 2.30±3.49 1.50±4.74 11.27±18.23 9.02±14.52 2.97±4.88 KH (g) 47.31±92.53 11.93±17.32 15.79±18.65 15.12±17.04 23.63±22.05 13.61±14.91 Total mL/hari 12.45±8.68* 5.10±2.84* 16.50±9.80* 8.08±6.10* 14.64±6.82* 8.58±4.78* Minuman tidak berasa

DA HIIT DA & HIIT

Pre Post Pre Post Pre Post

Total mL/hari air putih 2011.11± 848.36* 2897.78 ± 1932.34* 1538.00 ± 413.38* 1810.00 ± 1262.89* 1941.00 ± 613.84* 2780.00 ± 1050.71*

berasa subjek (p < 0.05) selama intervensi yang bermakna subjek melakukan perubahan konsumsi minuman berasa. Minuman berasa menyumbang kontribusi sebesar 0.25-0.50% dari jumlah total minuman, untuk air putih berkontribusi sebesar 60.00-95.00% dari jumlah total minuman.

Sebaran jenis minuman yang sering dikonsumsi subjek dapat dibagi menjadi dua yaitu minuman berasa dan air putih. Jenis minuman secara umum yang paling sering dikonsumsi saat masa intervensi rata-rata sama antara baseline dan endline yaitu air putih, jus/sari buah tanpa kemasan, jus/sari buah dengan kemasan, aneka es buah/campur/kelapa, minuman serbuk, minuman jelly, susu sapi, susu kedelai, yogurt kemasan, teh tanpa dan dalam kemasan, kopi tanpa dan dalam kemasan, minuman berkarbonasi, minuman berelekrolit, dan minuman lainnya. Berdasarkan Tabel 8 dibawah ini menunjukkan minuman yang paling sering dikonsumsi yaitu air putih 100.00%, jus/sari buah tanpa kemasan 93.10%, susu sapi 75.80%, teh tanpa dan dalam kemasan 89.60%, dan minuman berelektrolit 65.50%.

Tabel 8 Sebaran subjek antar kelompok (DA, HIIT, DA & HIIT) berdasarkan jenis minuman

No Jenis

Kelompok Total DA HIIT DA & HIIT n %

n % n % n %

1 Air putih 9 100 10 100 10 100 29 100 2 Jus/sari buah tanpa kemasan 9 100 9 90.0 9 90.0 27 93.1 3 Jus/sari buah dengan kemasan 2 22.2 2 22.2 5 55.6 9 31.0 4 Aneka es buah/campur/kelapa 1 100 0 0 0 0 1 3.4 5 Minuman serbuk 4 36.4 3 27.2 4 36.4 11 37.9 6 Minuman jelly 2 50.0 0 0 2 50.0 4 13.8 7 Susu Sapi 6 66.7 8 88.9 7 77.8 21 72.4 8 Sari kedelai 2 22.2 0 0 0 0 2 6.9 9 Yogurt kemasan 2 22.2 2 22.2 5 55.6 9 31.0 10 Teh tanpa dan dalam kemasan 8 88.9 9 90.0 9 90.0 26 89.6 11 Kopi tanpa dan dalam kemasan 3 33.3 4 40.0 3 30.0 10 34.5 12 Minuman berkarbonasi 0 0 5 50.0 5 50.0 10 34.5 13 Minuman berelektrolit 4 44.4 7 70.0 8 80.0 19 65.5 14 Minuman lainnya 0 0 1 50.0 1 50.0 2 6.9

Tingkat konsumsi zat gizi makro yang diamati adalah energi, protein, dan lemak, yang dapat mempengaruhi perubahan berat badan. TKE pada subjek tidak berubah antara pre-post intervensi (p>0.05) tetapi tingkat kecukupan protein dan lemak pada subjek berubah antara pre-post intervensi (p<0.05) pada ketiga kelompok ditunjukkan pada Tabel 9 di bawah ini. Perbedaan nyata pada tingkat kecukupan protein dan lemak disebabkan terjadi juga perubahan pada konsumsi makanan yang disebabkan situasi dan kondisi subjek yang sedang menjalankan Ujian Tengah Semester (UTS) dan Ujian Akhir Semester (UAS).

Menurut Gibson (2005), jika persentase TKE dan TKP ≥ 120% dari kebutuhan maka dikategorikan berlebihan sehingga hasil persentase TKE dan TKP pada subjek penelitian ini berlebih. Serta nilai kecukupan lemak yang lebih dari 30% dari angka kecukupan gizi dikatakan berlebih (Hardinsyah & Tambunan 2004) sehingga tingkat kecukupan lemak subjek dari hasil penelitian ini secara keseluruhan berlebih, meskipun memiliki kecenderungan nilai tingkat kecukupan energi, protein, dan lemak yang menurun antara pre-post intervensi pada ketiga kelompok.

Tabel 9 Tingkat kecukupan energi dan zat gizi serta uji beda TKG (%)

DA HIIT DA & HIIT

pre post pre post pre post

E 125 112 117 116 116 114

P 125.23* 111.6* 116.56* 115.83* 116.56* 115.83* L 116* 114* 116.02* 114.01* 116.02* 114.01*

*paired sample t-test (p<0.05) sebelum dan selama intervensi

Gaya dan pola hidup subjek Aktivitas fisik

Kebiasaan olahraga pada subjek merupakan kebiasaan aktivitas fisik subjek yang dinilai dari persepsi dan tindakan diri sendiri terhadap upaya pelaksanaan olahraga di dalam dan luar ruangan. Berdasarkan Tabel 10, sebanyak hampir lebih dari setengah yaitu 62.07% menyatakan suka melakukan olahraga dan 37.93% tidak suka melakukan olahraga. Uji beda antar kelompok DA, HIIT, dan DA & HIIT pada kebiasaan olahraga tidak berbeda nyata (p > 0.05).

Tabel 10 Sebaran dan uji beda antar kelompok (DA, HIIT, DA & HIIT) berdasarkan kebiasaan olahraga

No Kebiasaan olahraga Kategori Kelompok Total p < 0.05 DA HIIT DA & HIIT

n % n % n % n % 1 Kebiasaan Ya 6 20.7 5 17.2 7 24.2 18 62.07 0.864 Tidak 3 10.3 5 17.2 3 10.3 11 37.93 Total 9 31.0 10 34.4 10 34.5 29 100.00 2 Jenis Bulu tangkis /sepeda 1 5.6 1 5.6 1 5.6 3 16.67 0.268 Basket /futsal 1 5.6 0 0.0 1 5.6 2 5.56 Jogging 4 22.2 4 22.2 5 27.8 13 77.78 Total 6 34.5 5 27.8 7 35.2 18 100.00 3 Frekuensi 1 kali 1 5,6 4 22,2 6 33,3 11 66,67 0.107 2-3 kali Setiap hari 5 0 27,8 0,0 1 0 5,6 0,0 1 0 5,6 0,0 7 0 27,78 5,56 Total 6 33,4 5 27,8 7 38,8 18 100,0 4 Durasi < 1 jam 4 22,2 3 16,7 4 22,2 11 55,56 0.675 1-2 jam 2 11,1 2 11,1 3 16,7 7 44,44 Total 6 33,3 5 27,8 7 38,9 18 100,00

* berbeda signifikan (one way ANOVA , p<0.05) antara DA, HIIT, DA&HIIT

Berdasarkan Tabel 10 di atas bahwa jenis olahraga yang dilakukan oleh subjek yang suka berolahraga meliputi (1) bulutangkis/bersepeda; (2) basket/sepak bola/futsal; (3) lainnya. Sebanyak 77.77% melakukan olahraga seperti lari, jogging, push up, sit up, aerobik. Sebanyak 16.67% melakukan olahraga seperti bulutangkis/bersepeda dan hanya 5,56% yang melakukan basket/sepak bola/futsal. Uji beda antar tiga kelompok pada jenis olahraga tidak berbeda nyata (p > 0.05).

The American College of Sports Medicine merekomendasikan olahraga selama 30 menit selama lima hari dalam seminggu akan menjaga kesehatan (Erhman 2010); selain itu, jika tujuannya adalah menurunkan lemak dan berat badan, olahraga seperti aerobik merupakan pilihan yang aman dan tepat. Untuk memaksimalkan metabolisme kelebihan lemak, individu harus secara kontinu melakukan ritme latihan aerobik minimal selama 30 menit per gerakan tetapi tidak lebih dari 60-90 menit, secara keseluruhan 150 menit per minggu. Berdasarkan Erhman (2010) tersebut maka tiga per empat (77.78%) lebih responden telah melakukan jenis latihan fisik yang direkomendasikan seperti jogging, push up, sit up, aerobik.

Frekuensi olahraga subjek juga menjadi salah satu indikator kesukaan subjek dalam olahraga. Hampir lebih dari setengah subjek (66.67%) melakukan olaharaga satu kali per minggu, dan sepertiga dari subjek (27.78%) melakukan olahraga 2-3 kali per minggu serta hanya 5.56% yang melakukan olahraga setiap harinya. Durasi dalam jam saat melakukan berbagai jenis olahraga yang dilakukan subjek meliputi kurang dari satu jam dan 1-2 jam. Sebanyak setengah dari subjek (55.56%) melakukan olahraga kurang dari satu jam dan 44.44% subjek melakukan olahraga 1-2 jam. Uji beda antar tiga kelompok pada frekuensi olahraga dan durasi olahraga (p > 0.05), keduanya sama-sama tidak berbeda nyata. Berdasarkan Erhman (2010) menyatakan bahwa frekuensi satu kali/minggu dan durasi olahraga kurang dari satu jam yang dilakukan oleh subjek belum sesuai dengan rekomendasi ACMS sehingga perlu peningkatan kesadaran dan kemauan untuk membiasakan olahraga supaya dapat hidup sehat dan bugar. Oleh karena tidak berbeda nyata pada seluruh variabel (p > 0.05) antara ketiga kelompok bermakna kebiasaan aktivitas fisik subjek tidak berbeda.

Tingkat aktivitas fisik

Aktivitas fisik adalah gerakan tubuh secara keseluruhan yang menggunakan otot-otot tubuh sehingga meningkatkan pengeluaran energi secara maksimal. Aktivitas fisik dibagi menjadi atas beberapa bagian yaitu waktu tidur, waktu sekolah, waktu luang, waktu mengerjakan tugas, waktu perjalanan ke sekolah dan waktu olahraga. Selama melakukan aktivitas fisik, otot membutuhkan energi dari luar metabolisme untuk beraktivitas dan jantung serta paru-paru memerlukan tambahan energi untuk menghantarkan zat-zat gizi dan oksigen ke seluruh tubuh dan untuk mengeluarkan sisa-sisa dari tubuh (WHO 2010).

Aktivitas fisik dan angka metabolisme basal merupakan variabel utama dalam perhitungan pengeluaran energi. Pengeluaran energi dapat menjadi gambaran kebutuhan energi seseorang untuk dapat hidup berkualitas secara keseluruhan. Tingkat aktivitas fisik yang dilakukan seseorang secara 24 jam dinyatakan dalam PAL (Physical Activity Level) atau tingkat aktivitas fisik (FAO/WHO/UNO 2001). Berdasarkan Tabel 11 menunjukkan bahwa seluruh subjek (100%) termasuk dalam kategori aktivitas ringan serta hasil uji beda antar tiga kelompok tidak berbeda nyata (p > 0.05) sehingga bermakna bahwa subjek tidak mengubah tingkat aktvitas fisik. Tingkat aktivitas fisik subjek diakumulasikan dari hari kuliah dan hari libur. Kebanyakan dari subjek melakukan aktivitas seperti mengerjakan tugas, kuliah, tidur, dan menonton televisi, serta berolahraga saat hari libur.

Tabel 11 Sebaran dan uji beda antar kelompok (DA, HIIT, DA & HIIT) subjek berdasarkan aktivitas fisik

No Kategori

Kelompok Total

p < 0.05 DA HIIT DA & HIIT

n % n % n % n % 1 Sangat ringan (< 1,4) 0 0.0 0 0.0 0 0.0 0 0.0 0.975 2 Ringan (1,4-1,69) 9 31.0 10 34.5 10 34.5 29 100.0 3 Sedang (1,7-1,99) 0 0.0 0 0.0 0 0.0 0 0.0 4 Berat (> 1,99) 0 0.0 0 0.0 0 0.0 0 0.0 Total 9 31.0 10 34.5 10 34.5 29 100

* berbeda signifikan (one way ANOVA , p<0.05) antara DA, HIIT, DA&HIIT

Pola tidur

Tidur merupakan salah satu aktivitas fisik yang membantu setiap individu beristirahat sehingga dapat menjaga kesehatan dan kebugaran fisik. Tetapi banyak individu yang mengalami kesulitan tidur yang disebabkan berbagai faktor meliputi frekuensi bangun tengah malam yang sering, bangun karena ada gangguan, minpi buruk, rasa lelah pagi hari, rasa kantuk, rasa kantuk ketika belajar, waktu santai, dan kondisi lingkungan untuk tidur (Sweileh et al. 2011).

Berdasarkan Tabel 12 menunjukkan bahwa subjek penelitian yang mengalami kesulitan tidur di bagi menjadi tiga kategori yaitu tidak pernah, kadang-kadang, dan sering. Sebanyak hampir setengah dari subjek (51.72%) merasakan kadang-kadang mengalami kesulitan tidur, dan 41.38% menyatakan tidak pernah mengalami kesulitan tidur serta hanya 7.00% yang sering mengalami kesulitan tidur. Hasil uji beda antar tiga kelompok pada kesulitan tidur menunjukkan hasil yang berbeda nyata (p < 0.05).

Faktor-faktor yang menyebabkan kesulitan tidur seperti frekuensi bangun malam, tingkat kenyenyakan, dan kebiasaan tidur siang-sore serta perasaan saat bangun tidur yaitu sebagai berikut: (1) Frekuensi bangun malam pada subjek dikategorikan meliputi tidak pernah (17.24%), 1-2 kali (75.86%), 3-4 kali (6.89%). (2) Tingkat kenyenyakan pada subjek dikategorikan menjadi nyenyak (51.72%) dan kadang-kadang nyeyak (48.27%). (3) Kebiasaan tidur siang-sore pada subjek dikategorikan menjadi tidak pernah sebanyak 24.14% dan kadang-kadang sebanyak 75.86%. (4) Perasaan saat bangun tidur dikategorikan sebagai berikut segar, sedikit mengantuk, dan mengantuk, secara berturut-turut presentasi subjek yang mengalami perasaan segar (20.69%), perasaan sedikit mengantuk (65.52%) dan perasaan mengantuk (13.79%).

Berdasarkan keempat faktor yang menyebabkan kesulitan tidur hanya tingkat kenyenyakan yang berbeda nyata setelah di uji beda antar kelompok (p < 0.05). Frekuensi bangun malam, kebiasaan tidur siang-sore, perasaan saat bangun tidur tidak berbeda nyata semua (p>0.05). Oleh karena itu, subjek dalam penelitian ini dapat dikategorikan sebagai subjek yang mengalami kesulitan tidur akibat kualitas tidur yang tidak nyenyak dan kejadian perubahan pola tidur ini terjadi selama masa intervensi.

Tabel 12 Sebaran subjek dan uji beda antar kelompok (DA, HIIT, DA & HIIT) berdasarkan pola tidur

No Pola tidur Kategori DA HIIT Kelompok DA & HIIT n Total % p < 0.05 n % n % n % 1 Kesulitan tidur Tidak pernah 6 20.7 4 13.8 2 6.9 12 41.38 0.039* Kadang- kadang 2 6.9 5 17.2 8 27.6 15 51.72 Sering 1 3.4 1 3.4 0 0.0 2 7.00 Total 9 31.1 10 34.4 10 34.5 29 100.00 2 Frekuensi bangun malam Tidak pernah 2 6.9 1 3.4 2 6.9 5 17.24 0.993 1-2 kali 6 20.7 9 31.0 7 24.1 22 75.86 3-4 kali 1 3.4 0 0.0 1 3.4 2 6.90 Total 9 31.1 10 34.4 10 34.5 29 100.00 3 Kenyenyak an Ya 7 24.1 5 17.2 3 10.3 15 51.72 0.039* Tidak 2 6.9 5 17.2 7 24.1 14 48.28 Total 9 31.1 10 34.4 10 34.5 29 100.00 4 Kebiasaan tidur siang sore Ya 1 3.4 2 6.9 4 13.8 7 24.14 0.149 Tidak 8 27.6 8 27.6 6 20.7 22 75.86 Total 9 31.0 10 34.5 10 34.5 29 100.00 5 Perasaan saat bangun tidur Segar 2 6.9 3 10.3 1 3.4 6 20.69 0.789 Sedikit mengantuk 6 20.7 5 17.2 8 27.6 19 65.52 Mengantuk 1 3.4 2 6.9 1 3.4 4 13.79 Total 9 31.0 10 34.5 10 34.5 29 100.00

* berbeda signifikan (one way ANOVA , p<0.05) antara DA, HIIT, DA&HIIT

Berdasarkan keadaan tersebut maka perlu perbaikan pola tidur supaya subjek dapat terhindar dari kesulitan tidur. Tidur diperlukan untuk penghematan energi, tak ada satu pun mahluk hidup yang dapat bertahan dalam keadaan stres terus menerus dan tidur merupakan periode tanpa aktivitas sehingga tubuh

Dokumen terkait