• Tidak ada hasil yang ditemukan

Transformasi Genetik secara In vitro

Transformasi genetik padi dengan vektor Agrobacterium tumefaciens

secara in vitro telah dilakukan pada tanaman padi varietas Ciherang, Nipponbare, Kasalath. Embrio muda yang diinfeksi dengan A. tumefaciens membentuk kalus dan tunas (berkecambah) dalam waktu 7 hari setelah ditanam pada media ko- kultivasi (Gambar 3). Untuk menginduksi terbentuknya kalus, dilakukan pemotongan tunas dari embrio yang berkecambah. Di dalam media induksi kalus, embrio muda dari semua varietas padi dapat menghasilkan kalus. Namun tidak semua kalus yang terbentuk ini dapat tumbuh pada media perbanyakan kalus yang mengandung 50 mg/L higromisin.

Gambar 3 Embrio muda setelah diinfeksi Agrobacterium tumefaciens dalam media ko-kultivasi.

Sebagian kalus dari varietas Ciherang dan Nipponbare dapat tumbuh di media perbanyakan kalus yang mengandung agen seleksi antibiotik higromisin. Namun, kalus yang lain khususnya dari varietas Kasalath mengalami kematian (Tabel 3).

Tabel 3 Jumlah eksplan yang membentuk kalus dan beregenerasi dari embrio muda dari varietas padi Ciherang, Nipponbare, dan Kasalath yang diinfeksi oleh A. tumefaciens

Varietas Jumlah embrio muda Kalus yang terbentuk Kalus tahan higromisin Kalus beregenerasi Jumlah planlet Jumlah tanaman transgenik Efisiensi transformasi Ciherang 180 70 20 (11.11) 0 0 0 0 Nipponbare 192 110 33 (17.18) 11 7 3 (1.56) Kasalath 159 68 0 0 0 0 0

20

Agen seleksi higromisin dalam konsentrasi tertentu mampu menekan pertumbuhan kalus padi nontransgenik. Antibiotik higromisin bekerja dengan cara menghambat sintesis protein melalui gangguan translokasi yang menyebabkan kesalahan translokasi pada ribosom 80s (Bashir et al. 2004). Kalus yang tahan akan tumbuh normal dan mampu berproliferasi pada media yang mengandung agen seleksi. Kalus yang dapat berproliferasi berwarna putih kekuningan, sedangkan kalus yang tidak tahan pada media seleksi berwarna cokelat kehitaman yang akhirnya mengalami kematian (Gambar 4).

Gambar 4 Kalus yang ditumbuhkan pada media yang mengandung 50 mg/L higromisin. (a) kalus yang tahan, (b) kalus yang tidak tahan.

Padi Nipponbare menghasilkan persentase kalus yang tahan higromisin paling tinggi (17.18%) dibandingkan dengan Ciherang (11.11%) dan Kasalath (0%) (Tabel 3). Kalus-kalus yang tahan tersebut kemudian dipindahkan ke dalam media regenerasi. Pada media regenerasi, kalus membentuk embrio somatik yang berbentuk struktur globular. Regenerasi dimulai dengan terbentuknya bintik-bintik hijau pada kalus (Gambar 5). Tidak semua kalus mampu membentuk bintik hijau. Bintik hijau tersebut kemudian tumbuh menjadi tunas walaupun tidak semua bintik hijau tumbuh menjadi tunas.

Gambar 5 Regenerasi tunas dari kalus. (a) embrio somatik, (b) tunas hasil regenerasi dari embrio somatik.

(a) (b)

21

Tunas yang tumbuh dan berkembang dengan baik mampu membentuk akar pada media perakaran (Gambar 6). Tunas yang berakar telah berhasil diaklimatisasi. Aklimatisasi dilakukan secara bertahap yaitu dengan menanam tunas berakar pada media air selama 7 hari, kemudian dipindahkan ke media tanah di tempat teduh selama 2 minggu dan kemudian dipindahkan ke rumah kaca. Aklimatisasi dilakukan secara bertahap agar tanaman beradaptasi dengan lingkungannya.

Gambar 6 Tunas padi berakar.

Transformasi genetik dengan menggunakan vektor Agrobacterium pada padi japonika seperti Nipponbare sudah banyak dilaporkan dan memiliki efisiensi transformasi yang tinggi. Akan tetapi informasi keberhasilan transformasi pada padi indica seperti Ciherang dan Kasalath masih sangat terbatas. Padi indica sulit ditransformasi karena regenerasi dari sel atau jaringan sangat sulit (Maftuchah 2003; Saharan et al. 2004; Lin & Zhang 2005; Purnamaningsih 2006; Mulyaningsih et al. 2010).

Ge et al. (2006) menyatakan bahwa pembentukan kalus dan regenerasi jaringan padi sangat tergantung pada beberapa faktor seperti genotipe tanaman, tipe dan status fisiologi eksplan, komposisi dan konsentrasi garam, komponen organik dan hormon pertumbuhan dalam media. Hormon pertumbuhan memegang peranan penting pada tanaman monokotil termasuk serealia dalam kultur in vitro. Konsentrasi hormon pertumbuhan pada media regenerasi sangat mempengaruhi perkembangan kalus berdeferensiasi lanjut menjadi tunas (Mok et al. 1987; Cate

et al. 1988; Bhaskaran & Smith 1990).

Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang sudah ada, bahwa transformasi genetik pada padi subspesies indica masih mengalami hambatan.

22

Dari tiga varietas yang diko-kultivasi dengan A. tumefaciens tidak satupun kalus dari padi indica yang beregenerasi membentuk tunas, walaupun varietas Ciherang menghasilkan jumlah kalus yang tahan higromisin sebesar 11.11% (Tabel 3). Hanya kalus dari padi japonica (Nipponbare) yang menghasilkan tunas transgenik putatif. Dari 11 tunas transgenik putatif yang berhasil diregenerasi, hanya 7 tunas yang mampu membentuk tanaman transgenik putatif.

Analisis PCR terhadap 7 tanaman transgenik putatif menunjukkan bahwa 3 tanaman adalah transgenik yang mengandung gen hpt, sedangkan 4 tanaman lainnya tidak mengandung transgen hpt (Gambar 7). Hasil PCR dengan primer gen hpt diketahui adanya tanaman transgenik putatif yang tidak membawa gen

hpt. Hal ini kemungkinan terjadi kalus escape, dimana kalus lolos pada media yang mengandung agen seleksi higromisin 50 mg/L tetapi tidak membawa gen

hpt. Lolosnya tanaman nontransgenik di media seleksi ini kemungkinan diduga akibat terjadinya degradasi antibiotik higromisin dalam media seleksi yang dipergunakan, dan tanaman terhindar dari agen seleksi karena tidak semua bagian kalus terbenam di dalam media. Berdasarkan tanaman transgenik yang membawa gen hpt, efisiensi transformasi genetik pada padi varietas Nipponbare adalah 1.56%.

Gambar 7 Analisis integrasi gen hpt di dalam tanaman transgenik putatif dengan PCR. Lajur M = Penanda DNA Ladder 1 kb plus (Invitrogen), lajur 1- 7 = DNA tanaman putatif transgenik, lajur 8 = air, lajur 9: DNA tanaman nontransgenik, dan lajur P = plasmid rekombinan pCAMBIA-

Osdep1.

Untuk mengidentifikasi tanaman transgenik pada tingkat awal, pada penelitian ini digunakan primer dari gen hpt untuk analisis PCR-nya. Primer yang digunakan untuk mengamplifikasi hpt bersifat spesifik karena primer tersebut

500 bp 650 bp 500 bp M 1 2 3 4 5 6 7 8 9 P 1000 bp 100 bp

23

tidak dapat mengamplifikasi DNA dari tanaman nontransgenik dan secara indigenus tidak mempunyai homologi pada tanaman padi (Gambar 7). Primer yang dapat mengamplifikasi gen hpt banyak digunakan untuk mengidentifikasi tanaman transgenik (Zaidi et al. 2006; Rao & Rao 2007; Mulyaningsih et al. 2010; Aryani 2011).

Deteksi integrasi gen hpt di dalam genom adalah tahap awal dalam menyeleksi tanaman transgenik. Gen hpt dan gen Osdep1 berada pada daerah T- DNA dalam plasmid pCambia1301-Osdep1. Keberadaan gen hpt dapat merupakan indikasi keberadaan gen lain dalam satu T-DNA yang sama. Dengan demikian jika hasil PCR menunjukkan keberadaan gen hpt dalam genom maka gen sasaran Osdep1 juga telah terintegrasi dalam genom.

Untuk mengetahui pengaruh gen Osdep1 terhadap produksi biji maka tanaman transgenik harus mengandung transgen Osdep1. Untuk itu primer harus didesain berdasarkan urutan DNA pada promoter sebagai forward primer dan daerah penyandi Osdep1 sebagai reverse primer. Pasangan primer dengan promoter dan daerah penyandi Osdep1 hanya mengamplifikasi DNA tanaman transgenik tetapi tidak DNA tanaman nontransgenik. Karena transgen Osdep1

difusikan dengan gen hpt, maka tanaman transgenik yang mengandung gen hpt

diharapkan juga mengandung transgen Osdep1. Walaupun demikian, keberadaan transgen Osdep1 harus dideteksi pada tanaman transgenik.

Transformasi secara in vitro menggunakan eksplan embrio muda memiliki keunggulan. Keunggulan tersebut adalah transgen terintegrasi ke dalam genom tanaman. Apabila transgen telah terintegrasi pada genom tanaman maka transgen tersebut akan stabil diwariskan ke generasi berikutnya. Hiei dan Komari (1996) melaporkan bahwa transgen stabil diwariskan sampai generasi ke-4. Bahkan Wu

24

Transformasi Genetik secara In planta

Transformasi genetik secara in planta pada 100 eksplan yang berupa embrio dari biji padi untuk setiap varietas menghasilkan 2 tanaman transgenik pada varietas Ciherang dan 3 tanaman transgenik pada varietas Kasalath, dan tidak satupun tanaman transgenik dihasilkan dari varietas Nipponbare. Analisis tanaman transgenik ini didasarkan pada PCR menggunakan primer yang spesifik untuk gen hpt. Amplifikasi DNA tanaman transgenik dengan primer tersebut menghasilkan amplifikasi sebesar 500 pb, seperti tanaman transgenik varietas Ciherang (Gambar 8).

Gambar 8 Analisis PCR menggunakan primer spesifik gen hpt terhadap tanaman padi varietas Ciherang hasil transformasi in planta. Lajur 1-7 = DNA tanaman Ciherang pada media ½ MS, lajur 8 = DNA tanaman Ciherang pada media ½ MS+Higromisin 40 mg/L, lajur 9-10 = DNA Ciherang pada media ½ MS+Higromisin 30 mg/L, lajur 11 = air, lajur 12 = DNA tanaman Ciherang nontransgenik, lajur P = plasmid rekombinan pCAMBIA-Osdep1, dan lajur M = penanda DNA Ladder

1 kb plus (Invitrogen).

Tanaman transgenik terbanyak dihasilkan dari eksplan yang ditanam di media tanpa higromisin yaitu 1 tanaman transgenik varietas Ciherang dan 3 tanaman transgenik varietas Kasalath. Eksplan yang ditanam di media yang mengandung 10 mg/L, 20 mg/L, 30 mg/L higromisin tidak menghasilkan tanaman transgenik untuk ketiga varietas, sedangkan yang ditanam pada 40 mg/L higromisin menghasilkan 1 tanaman transgenik varietas Ciherang (Tabel 4).

500 bp 650 bp 1000 bp 100 bp 3 4 2 5 6 7 8 9 10 11 P 1 12 M

25

Tabel 4 Hasil transformasi secara in planta pada varietas Ciherang (C), Nipponbare (N), dan Kasalath (K)

Media higromisin 50 mg/L ∑ benih yang ditransformasi ∑ benih yang tumbuh media seleksi ∑ tanaman yang diaklimatisasi ∑ transgenik positif PCR C N K C N K C N K 0 20 19 19 20 19 19 18 1 - 3 10 20 15 18 20 13 18 19 - - - 20 20 8 20 11 4 19 10 - - - 30 20 5 13 9 2 7 6 - - - 40 20 5 2 6 1 - 2 1 - - Total 100 52 72 66 39 63 55 2 - 3

Gen hpt menyandikan enzim hygromicin phosphotranfserase yang digunakan sebagai penanda untuk mengetahui terintegrasinya T-DNA

Agrobacterium ke dalam genom tanaman, sehingga hanya tanaman transgenik saja yang dapat hidup di media tumbuh yang mengandung antibiotik higromisin (Christou et al. 1991). Seleksi yang dilakukan terlalu dini terhadap kalus yang terbentuk menyebabkan terhambatnya regenerasi. Hasil ini menunjukkan bahwa higromisin menghambat regenerasi tanaman transgenik.

Efisiensi transformasi menggunakan metode in planta dalam media seleksi higromisin 40 mg/L adalah 2%, 0% dan 3% masing-masing untuk varietas Ciherang, Nipponbare dan Kasalath (Tabel 5). Transformasi secara in planta

memiliki kesamaan dengan infeksi oleh A. tumefaciens pada tanaman di alam (Kojima et al. 2000; Supartana et al. 2005).

Tabel 5 Jumlah tanaman positif PCR dan efisiensi transformasi secara in planta

padi Ciherang, Nipponbare, dan Kasalath

Transformasi secara in planta telah menghasilkan sejumlah transforman yang membawa gen penyeleksi hpt dan tanaman transgenik tersebut merupakan tanaman generasi pertama (T0). Untuk varietas Kasalath, transformasi in planta

menghasilkan 3 galur tanaman yaitu galur no. 2 (Kasalath-Osdep1-2), galur no. 4 (Kasalath-Osdep1-4) dan galur no. 8 (Kasalath-Osdep1-8). Sementara, untuk varietas Ciherang, dua galur transgenik telah diperoleh melalui transformasi in

Varietas ∑ benih awal transformasi ∑ transforman positif PCR Efisiensi transformasi (%) Ciherang 100 2 2 Nipponbare 100 - - Kasalath 100 3 3

26

planta ini yaitu galur no. 1 (Ciherang-Osdep1-1) dan galur no. 2 (Ciherang- Osdep1-2). Salah satu kelemahan teknik transformasi secara in planta adalah terbentuknya tanaman khimera (Supartana et al. 2005). Oleh karena itu, untuk membuktikan bahwa tanaman-tanaman transgenik yang diperoleh melalui transformasi secara in planta adalah tanaman transgenik yang tidak khimera maka dilakukan analisis pewarisan transgen.

Analisis pewarisan transgen dilakukan pada galur padi transgenik generasi T1 Kasalath-Osdep1-4 dan Kasalath-Osdep1-8. Alasan digunakan dua galur ini adalah karena galur tersebut menghasilkan cukup banyak benih T1 sehingga memudahkan di dalam melakukan analisis pewarisan. Benih-benih T1 dari kedua galur tersebut ditumbuhkan pada media MS (Murashige-Skoog) yang mengandung higromisin 40 mg/L. Konsentrasi ini merupakan konsentrasi yang digunakan untuk penapisan awal pada transformasi secara in planta. Hasil uji resistensi kecambah padi varietas Kasalath nontransgenik dan populasi turunan dari Kasalath-Osdep1 terhadap higromisin disajikan pada tabel 6.

Tabel 6 Uji toleransi kecambah padi varietas Kasalath nontransgenik dan Kasalath-Osdep1 generasi T1 di media seleksi yang mengandung higromisin 40 mg/L Benih ∑benih awal ∑ tanaman tahan (tumbuh normal) ∑ tanaman sensitif (bleaching, kerdil, mati)

∑ benih tidak tumbuh Kasalath NT*) 20 - 20 (4 kerdil) - Kasalath NT**) 20 20 - - Kasalath-Osdep1-4 109 41 68 - Kasalath-Osdep1-8 109 35 68 6

Keterangan: *) Tanaman padi Kasalath kontrol (non transgenik yang ditumbuhkan pada media MS yang mengandung higromisin 40 mg/L)

**) Tanaman padi Kasalath kontrol (non transgenik yang ditumbuhkan pada media MS yang tidak mengandung higromisin)

Uji resistensi terhadap higromisin tidak efektif karena 4 dari 20 tanaman nontransgenik dapat tumbuh pada media yang mengandung 40 mg/L higromisin meskipun tanamannya kerdil dan daunnya menjadi kuning. Kemungkinan hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain adalah kurang lamanya waktu pemaparan pada media seleksi higromisin 40 mg/L atau kurang tingginya konsentrasi higromisin yang digunakan di dalam media. Untuk itu, tanaman padi

27

varietas Kasalath nontransgenik diuji di media yang mengandung higromisin 50 mg/L.

Semua tanaman Kasalath nontransgenik mati pada media seleksi higromisin 50 mg/L (Tabel 7). Oleh karena itu, uji toleransi tanaman varietas Kasalath keturunan dari tanaman Kasalath transgenik (generasi T1) dilakukan di media yang mengandung 50 mg/L higromisin.

Tabel 7 Uji resistensi varietas Kasalath nontransgenik terhadap antibiotik higromisin pada media yang mengandung 50 mg/L higromisin

Benih ∑ awal benih

∑ benih resisten (tumbuh normal) ∑ benih sensitif (bleaching, kerdil, mati) ∑ benih tidak tumbuh MSH0 MSH50 MSH0 MSH50 MSH0 MSH50 MSH0 MSH50 Kasalath 13 20 13 - - 15 - 5

Hasil uji resistensi terhadap higromisin pada populasi terhadap T1 dari Kasalath-Osdep1 pada media MS yang mengadung higromisin 50 mg/L menunjukkan bahwa hanya 9 tanaman T1 dari Kasalath-Osdep1-4 dan 1 tanaman T1 dari Kasalath-Osdep1-8 yang resisten terhadap higromisin (Tabel 8). Berdasarkan perbandingan tanaman yang resisten dan sensitif terhadap higromisin, pewarisan gen hpt pada tanaman T1 tidak mengikuti hukum Mendel.

Tabel 8 Hasil skrining galur-galur tanaman transgenik Kasalath-Osdep1 pada media mengandung 50 mg/L higromisin

Benih ∑benih awal ∑ benih resisten (tumbuh normal) ∑ benih sensitif (bleaching, kerdil, mati) ∑ benih tidak tumbuh Kasalath-Osdep1-4 100 9 86 5 Kasalath-Osdep1-8 100 1 95 4

Diperolehnya tanaman-tanaman generasi T1 yang resisten terhadap higromisin merupakan bukti bahwa transgen hpt telah terintegrasi pada genom sel-sel meristem apikal (biasanya belum terdiferensiasi) yang berkembang menjadi sel-sel reproduksi yang selanjutnya diwariskan pada generasi berikutnya. Apabila transgen terintegrasi pada sel-sel yang telah terdiferensiasi maka hanya bagian tunas atau akar saja yang tertransformasi sehingga hanya sebagian organ saja yang transgenik (khimera) dan transgen tidak diwariskan kepada generasi berikutnya. Seperti pada transformasi secara in vitro yang menggunakan eksplan

28

embrio muda, transformasi secara in planta menggunakan eksplan skutelum dilakukan dengan vektor ekspresi yang sama sehingga tanaman transgenik yang mengandung hpt diharapkan juga mengandung gen Odep1.

29

SIMPULAN

Gen hpt telah berhasil masuk ke dalam genom tanaman padi Nipponbare dengan metode in vitro menggunakan eksplan embrio muda. Selain transformasi secara in vitro, gen hpt telah berhasil masuk ke dalam genom padi varietas Kasalath melalui metode in planta walaupun dengan efisiensi yang rendah. Transgen hpt di dalam tanaman padi Kasalath transgenik telah diwariskan kepada generasi berikutnya walaupun tidak mengikuti hukum mendel.

SARAN

Analisis integrasi Osdep1 baik pada tanaman T0 maupun T1 perlu dilakukan untuk memastikan bahwa tanaman-tanaman tersebut telah membawa transgen.

31

Dokumen terkait