• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keanekaragaman Spesies Anggrek Tanah

Anggrek tanah yang didapat berdasarkan hasil penelitian pada empat lokasi ketinggian (1.200 – 1.600 m dpl) di jalur eksplorasi yang telah ditentukan di Cagar Alam Dolok Sibual-buali Kecamatan Sipirok Kabupaten Tapanuli Selatan Sumatera Utara adalah 29 spesies yang termasuk kedalam 17 genus dengan jumlah individu sebanyak 816/0,8 ha (Tabel 2). Pada Tabel 2 dapat dilihat spesies anggrek tanah berdasarkan genusnya beserta jumlah individu per genus dan jumlah individu per spesies yang terdapat di Cagar Alam Dolok Sibual-buali. Deskripsi masing-masing spesies anggrek tanah, dapat dilihat pada Lampiran 8. Tabel 2. Anggrek tanah yang terdapat di Cagar Alam Dolok Sibual-buali dengan

ketinggian 1.200 − 1.600 m dpl

No Genus Jumlah individu Spesies Jumlah individu

1 Anoetochilus 7 Anoetochilus reinwardtii Blume. 7

2 Appendicula 48 Appendicula alba Bl. 48

3 Arundina 36 Arundina graminifolia (D. Don) Hochr. 36

4 Bromheadia 42 Bromheadia finlaysoniana (Lindl.) Miq. 42

5 Calanthe 59 Calanthe triplicata (Willem.) Ames. 17

6 Calanthe sp. 1 35

7 Calanthe sp. 2 7

8 Cymbidium 79 Cymbidium sp. 1 50

9 Cymbidium sp. 2 29

10 Dendrobium 26 Dendrobium erosum 10

11 Dendrobium sp. 1 5

12 Dendrobium sp. 2 11

13 Dendrochillum 27 Dendrochillum sp. 27

14 Dilochia 29 Dilochia wallichii Lindl. 15

15 Dilochia sp. 1 14

16 Eria 156 Eria discolor Lindl. 8

17 Eria robusta 5 18 Eria taluensis J. J. Sm. 7 19 Eria sp. 1 66 20 Eria sp. 2 60 21 Eria sp. 3 10 22 Hylophila 83 Hylophila sp. 83 23 Liparis 41 Liparis sp. 41 24 Phaius 7 Phaius sp. 7 25 Plocoglottis 114 Plocoglottis sp. 1 91 26 Plocoglottis sp. 2 23

27 Spathoglottis 29 Spathoglottis plicata Blume. 29

28 Thrixspermum 6 Thrixspermum gombakense J. J. Sm. 6

29 Trichotosia 37 Trichotosia ferox Blume. 37

Jumlah spesies dan jumlah individu dari tiap genus yang diamati pada empat lokasi pengamatan dapat dilihat pada Tabel 2. Jumlah spesies dan individu terbanyak didapatkan pada genus Eria. Sehingga Eria merupakan genus yang umum dijumpai sepanjang jalur transek di lokasi penelitian, dari ketingggian 1.200 m dpl sampai ketinggian 1.600 m dpl. Genus Eria tersebut juga mampu beradaptasi untuk tumbuh dengan baik dan tersebar secara merata dengan kondisi lingkungan yang berbeda-beda sehingga memiliki jumlah individu yang banyak. Berdasarkan Tabel 2, genus Calanthe dan Dendrobium memiliki jumlah spesies anggrek tanah terbanyak kedua tetapi tidak diikuti dengan banyaknya jumlah individu yang didapatkan. Hal tersebut diduga karena kondisi lingkungan yang kurang cocok dengan syarat tumbuh dari kedua genus tersebut. Kedua genus tersebut tidak tersebar secara merata, melainkan tumbuh pada habitat tertentu yang sesuai dan membentuk populasi pada habitatnya tersebut. Genus Calanthe ditemukan pada habitat yang lembab dan mendapat sedikit cahaya matahari di lokasi penelitian, sedangkan genus Dendrobium ditemukan pada habitat yang terbuka dan cenderung mendapatkan banyak cahaya matahari di lokasi penelitian.

Hasil penelitian yang didapat menunjukkan bahwa jumlah spesies dan individu masing-masing genus serta jumlah individu pada masing-masing spesies yang diamati di empat lokasi penelitian nilainya cukup tinggi. Tingginya jumlah spesies serta jumlah individu dari famili Orchidaceae tersebut kemungkinan disebabkan oleh faktor abiotik yang sesuai untuk pertumbuhannya, dengan suhu udara 18 – 23 °C masih cukup baik untuk spesies anggrek dapat tumbuh. Gunadi (1985b) menyatakan bahwa anggrek membutuhkan suhu sekitar 9 – 30 °C untuk

pertumbuhan, sesuai dengan penggolongan anggrek menurut kebutuhan suhu habitatnya.

Pulau Sumatera merupakan pulau kelima terbesar di dunia. Comber (2001) telah mengidentifikasi 1118 spesies anggrek yang tumbuh di pulau tersebut, kemungkinan masih terdapat 10% spesies anggrek yang belum diidentifikasi. Dari jumlah tersebut, 41% diantaranya dinyakini sebagai anggrek endemik Sumatera. Secara umum keanekaragaman anggrek tanah di Cagar Alam Dolok Sibual-buali tidak terlalu tinggi, yaitu sekitar 2,6% bila dibandingkan dengan keseluruhan anggrek yang terdapat di Sumatera.

Comber (2001) juga menyebutkan bahwa Sumatera adalah tempat yang sangat cocok untuk anggrek, karena memiliki iklim dengan curah hujan yang merata sepanjang tahun. Cagar Alam Dolok Sibual-buali berlokasi di Sumatera, dan memiliki faktor-faktor lingkungan yang mendukung untuk pertumbuhan anggrek tanah. Data inventarisasi anggrek tanah dibutuhkan secara berkala agar diketahui keanekaragaman anggrek tanah di Cagar Alam tersebut. Sehingga keberadaan anggrek tanah tersebut dapat terus dilestarikan sesuai dengan tujuan dari keberadaan Cagar Alam itu sendiri yaitu untuk melestarikan flora dan fauna yang berada di dalamnya.

Menurut Berliani (2008) di Hutan Gunung Sinabung Kabupaten Karo Sumatera Utara, terdapat 37 spesies anggrek epifit yang termasuk dalam 17 genus dengan spesies terbanyak berasal dari genus Bulbophyllum. Puspitaningtyas (2010) menyatakan bahwa di Kawasan Suaka Margasatwa Barumun – Sumatera Utara, terdapat 60 spesies anggrek yang terdiri atas 51 anggrek epifit dan 9 anggrek tanah. Puspitaningtyas (2005) juga menambahkan bahwa di Cagar Alam

Gunung Simpang Jawa Barat, terdapat 137 spesies anggrek yang terdiri atas 95 anggrek epifit dan 42 anggrek tanah. Selanjutnya, di Taman Nasional Meru Betiri – Jawa Timur, terdapat 20 spesies anggrek epifit dan 5 spesies anggrek tanah (Puspitaningtyas, 2007).

Eksplorasi lainnya juga dilakukan di stasiun penelitian Soraya Ekosistem Leuser Banda Aceh, spesies anggrek tanah yang terdapat pada lokasi tersebut yaitu Macodes patula, Malaxis oculata, Aphyllorchis pallida, Calanthe sp., dan Corymborchis veratifolia (Desyana, 1999). Sedangkan, di stasiun penelitian Ketambe Ekosistem Leuser Banda Aceh ditemukan spesies anggrek tanah seperti

Calanthe sp., Corymborchis sp., Cryptostylis sp., Macodes sp., dan Malaxis sp. Kemudian di daerah tersebut ditemukan juga spesies anggrek epifit seperti

Acriopsis sp., Aerides sp., Agrostophyllum sp., Cymbidium sp., Epidendrum sp.,

Phalaeonopsis sp., dan Sarcanthus sp. (Ruhana, 2003).

Anggrek yang terdapat di Hutan Jobolarangan adalah 11 spesies anggrek epifit (Marsusi, dkk., 2001). Sedangkan menurut Djuita, dkk. (2004), di Situ Gunung Sukabumi terdapat 22 spesies anggrek epifit, 18 spesies anggrek tanah, dan 1 spesies anggrek saprofit. Selain itu, di Kabupaten Sintang Kalimantan Barat terdapat 30 spesies anggrek epifit dan 10 spesies anggrek tanah (Ariyanti dan Pa’i, 2008). Anggrek juga ditemukan di Kawasan Hutan Lindung Lemor Lombok Timur Nusa Tenggara Barat, yaitu 6 spesies anggrek tanah (Astuti dan Darma, 2010). Menurut Hartini dan Wawangningrum (2009), di Pulau Batudaka terdapat 9 spesies anggrek tanah dan 8 spesies anggrek epifit.

Berdasarkan keseluruhan data tersebut dimana ditemukannya berbagai spesies anggrek, baik tanah, epifit, maupun saprofit, maka dapat disimpulkan

bahwa anggrek memang memiliki keanekaragaman yang berlimpah dan dapat tumbuh di seluruh dunia. Anggrek juga dapat dijumpai di seluruh pulau di Indonesia. Indonesia sebagai wilayah beriklim tropis sangat mendukung bagi pertumbuhan anggrek tersebut. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Widhiastuti, dkk. (2007) yaitu anggrek merupakan salah satu tumbuhan yang banyak ditemukan pada kawasan hutan tropis, terutama di daerah Indo – Malaya. Indonesia diperkirakan mempunyai 3.000 spesies anggrek liar. Spesies tersebut tersebar di hutan-hutan Sumatera, Kalimantan, Papua, dan Sulawesi.

Mayoritas spesies anggrek yang terdapat di Cagar alam Dolok Sibual-buali telah dibudidayakan. Pembudidayaan dikelola oleh Sentra Penyuluhan Kehutanan Pedesaan (SPKP) RA MAJU (pada Gambar 6). Pembudidayaan tersebut telah diberi izin oleh Kementerian Kehutanan dan Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam Sumatera Utara. Pembudidayaan dilakukan untuk seluruh jenis anggrek, baik anggrek tanah, epifit, maupun saprofit. Pembudidayaan dimaksudkan untuk tetap memberikan nilai manfaat bagi masyarakat sekitar yang ingin memanfaatkan ataupun memelihara anggrek tanpa harus mengambilnya langsung dari hutan Cagar Alam agar habitat alami bagi anggrek tersebut tetap lestari. Pembudidayaan tersebut terletak di Desa Huraba, Kecamatan Angkola Timur, Kabupaten Tapanuli Selatan.

Gambar 5. Pembudidayaan anggrek Sentra Penyuluhan Kehutanan Pedesaan (SPKP) RA MAJU

Sebaran dan Komposisi Spesies Anggrek Tanah

Spesies anggrek tanah tersebar sesuai dengan kondisi lingkungan yang memungkinkan untuk tumbuh dan berkembang. Untuk mengetahui sebaran dari tiap-tiap genus beserta spesiesnya dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Sebaran spesies anggrek tanah pada ketinggian 1.200 – 1.600 m dpl

No Genus Spesies Lokasi

I II III IV Jumlah

1 Anoetochilus Anoetochilus reinwardtii Blume. - 7 - - 7

2 Appendicula Appendicula alba Bl. 48 - - - 48

3 Arundina Arundina graminifolia (D. Don) Hochr. 26 - - - 26

4 Bromheadia Bromheadia finlaysoniana (Lindl.) Miq. - - - 42 42

5 Calanthe Calanthe triplicata (Willem.) Ames. 17 - - - 17

6 Calanthe sp. 1 9 26 - - 35

7 Calanthe sp. 2 7 - - - 7

8 Cymbidium Cymbidium sp. 1 50 - - - 50

9 Cymbidium sp. 2 29 - - - 29

10 Dendrobium Dendrobium erosum 10 - - - 10

11 Dendrobium sp. 1 - - - 5 5

12 Dendrobium sp. 2 11 - - - 11

13 Dendrochillum Dendrochillum sp. - - - 27 27

14 Dilochia Dilochia wallichii Lindl. 15 - - - 15

15 Dilochia sp. 1 14 - - - 14

16 Eria Eria discolor J. J. Sm. 8 - - - 8

17 Eria robusta 5 - - - 5 18 Eria taluensis J. J. Sm. - - - 7 7 19 Eria sp. 1 - - - 66 66 20 Eria sp. 2 - - - 60 60 21 Eria sp. 3 10 - - - 10 22 Hylophila Hylophila sp. - 13 70 - 83 23 Liparis Liparis sp. 41 - - - 41 24 Phaius Phaius sp. 7 - - - 7 25 Plocoglottis Plocoglottis sp. 1 11 17 63 - 91 26 Plocoglottis sp. 2 - - 23 - 23

27 Spathoglottis Spathoglottis plicata Blume. 29 - - - 29

28 Thrixspermum Thrixspermum gombakense J. J. Sm. 6 - - - 6

29 Trichotosia Trichotosia ferox Blume. - - - 37 37

Jumlah individu 353 63 156 244 816 Keterangan: - : Tidak ditemukan I : Ketinggian 1.200 – 1.300 m dpl II : Ketinggian 1.300 – 1.400 m dpl III : Ketinggian 1.400 – 1.500 m dpl IV : Ketinggian 1.500 – 1.600 m dpl Berdasarkan Tabel 3, diketahui penyebaran anggrek tanah mulai dari ketinggian 1.200 sampai 1.600 m dpl (I – IV). Penyebaran anggrek tanah dari lokasi I sampai dengan IV sangat berbeda. Penyebaran anggrek tanah hanya terjadi pada lokasi I sampai dengan lokasi III. Spesies anggrek tanah yang memiliki penyebaran yang luas di Cagar Alam Dolok Sibual-buali adalah

Plocoglottis sp. 1, yang menyebar dari lokasi I sampai dengan lokasi III. Hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat penyebaran dan adaptasi yang luas dari spesies tersebut terhadap kondisi fisik lingkungan seperti suhu udara, kelembaban udara, dan kecepatan angin. Kondisi fisik lingkungan tersebut sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan penyebaran biji anggrek. Untuk spesies lainnya yaitu

Calanthe sp. 1 dan Hylophila sp. memiliki penyebaran pada dua interval ketinggian, Calanthe sp. 1 pada lokasi I dan II, Hylophila sp. pada lokasi II dan III. Sedangkan 26 spesies anggrek tanah lainnya dari 29 spesies anggrek tanah yang didapatkan hanya tersebar pada satu lokasi ketinggian saja.

Penyebaran spesies anggrek tanah beranekaragam pada setiap lokasi ketinggian. Hal tersebut disebabkan oleh faktor iklim yang mendukung pertumbuhan anggrek tersebut. Menurut Gunadi (1986), habitat anggrek meliputi seluruh dunia kecuali daerah yang benar beku dan padang pasir yang benar-benar panas dan kering. Anggrek melimpah di daerah tropis dan dapat bertahan hidup pada dataran rendah hingga dataran tinggi. Anggrek tanah yang merupakan tumbuhan spermatophyta, berkembangbiak dengan menyebarkan biji. Sumartono (1981) menyatakan bahwa buah anggrek mengandung ribuan sampai jutaan biji yang sangat halus, berwarna kuning sampai coklat, biji anggrek sangat kecil dan mudah diterbangkan angin dan di hutan penyerbukan pada biji anggrek terjadi dengan bantuan serangga. Spesies yang penyebarannya sempit tersebut kemungkinan dipengaruhi oleh sifat toleransi spesies anggrek tersebut terhadap ketinggian. Menurut Whitten (2003) dalam Berliani (2008), menyatakan bahwa di daerah hutan pegunungan semakin tinggi suatu daerah suhu udara turun rata-rata 6°C per 1000 m.

Sebaran spesies anggrek tanah pada keempat lokasi penelitian relatif berubah. Berdasarkan Gambar 6, dapat diketahui bahwa spesies anggrek tanah tersebar mulai dari interval ketinggian 1.200 – 1.600 m dpl dan masing-masing spesies anggrek tanah memiliki pola sebaran yang beda-beda. Pola sebaran tersebut menunjukkan bahwa spesies anggrek tanah yang ditemukan sebarannya tidak terlalu luas sehingga hanya ditemukan pada dua atau tiga interval ketinggian dan ada spesies anggrek tanah yang hanya dapat ditemukan pada satu interval ketinggian saja di lokasi penelitian. Untuk melihat sebaran dan komposisi spesies anggrek tanah berdasarkan ketinggian tempat (1.200 – 1.600 m dpl) di Cagar Alam Dolok Sibual-buali, dapat dilihat pada Gambar 6. Komposisi vegetasi anggrek tanah yang ditemukan bervariasi pada setiap interval ketinggian tempat.

Cagar Alam Dolok Sibual-buali merupakan kawasan hutan pegunungan. Pada hutan pegunungan, vegetasi akan semakin sedikit seiring dengan naiknya ketinggian tempat. Hal tersebut sesuai dengan komposisi anggrek tanah yang didapat di keempat lokasi penelitian, dimana semakin naiknya ketinggian tempat maka komposisi anggrek tanah semakin sedikit. Contohnya pada lokasi I (1.200 – 1.300 m dpl) hingga lokasi III (1.400 – 1.500 m dpl). Pada lokasi I (1.200 – 1.300 m dpl) ditemukan 20 spesies anggrek tanah, lokasi II (1.300 – 1.400 m dpl) 4 spesies anggrek tanah, dan lokasi III (1.400 – 1.500 m dpl) 3 spesies anggrek tanah.

1.200 m dpl

1.300 m dpl

1.400 m dpl

1.500 m dpl

Gambar 6. Sebaran spesies anggrek tanah pada ketinggian yang berbeda

Appendicula alba Bl.

Arundina graminifolia (D. Don) Hochr.

Calanthe triplicata (Willem.) Ames.

Calanthe sp. 1 Calanthe sp. 2 Cymbidium sp. 1 Cymbidium sp. 2 Dendrobium erosum Dendrobium sp. 2

Dilochia wallichii Lindl.

Dilochia sp. 1

Eria discolor Lindl.

Eria robusta J. J. Sm. Eria sp. 3 Hylophila sp. Liparis sp. Phaius sp. Plocoglottis sp. 1

Spathoglottis plicata Blume.

Thrixspermum gombakense J. J. Sm.

Anoetochilus reinwardtii Blume.

Calanthe sp. 1 Hylophila sp. Plocoglottis sp. 1 Hylophila sp. Plocoglottis sp. 1 Plocoglottis sp. 2

Bromheadia finlaysoniana (Lindl.) Miq.

Dendrobium sp. 1

Dendrochillum sp.

Eria taluensis J. J. Sm.

Eria sp. 1

Eria sp. 2

Berdasarkan ketinggian tempat, semakin naiknya ktinggian tempat maka akan semakin sedikitnya komposisi anggrek tanah yang didapat. Hal tersebut dikarenakan kondisi lingkungan yang berubah dengan semakin naiknya ketinggian tempat, seperti suhu udara yang semakin rendah, kelembaban udara yang semakin tinggi, juga intensitas cahaya yang semakin meningkat. Intensitas cahaya diperlukan tumbuhan untuk fotosintesis dan menghasilkan energi bagi tumbuhan tersebut. Menurut Dwidjoseputro (1983) bahwa cahaya dan suhu udara dapat mempengaruhi pembentukan klorofil. Tanaman yang tumbuh di dalam gelap tidak berhasil membentuk klorofil. Terlalu banyak cahaya berpengaruh buruk terhadap pembentukan klorofil.

Komposisi anggrek tanah terbanyak ada ada lokasi I (1.200 – 1.300 m dpl) (Gambar 6). Kondisi alam di lokasi tersebut juga menunjukkan faktor-faktor yang mendukung banyaknya keterdapatan anggrek tanah. Pada lokasi I dijumpai banyak vegetasi pohon yang tinggi-tinggi dengan tutupan kanopi yang tidak terlalu rapat sehingga cahaya matahari cukup baik terserap oleh anggrek tanah yang berada di lantai hutannya.

Menurut Arief (1994), pada hutan pegunungan pohon mempunyai satu stratum dimana semakin tinggi dari permukaan laut semakin rendah pohon-pohon yang dijumpai. Anwar, dkk. (1984) juga menjelaskan bahwa dengan naiknya ketinggian, terjadi perubahan vegetasi yang mencolok, yaitu kanopi pohon semakin rata, pohon-pohon semakin pendek dengan daun tebal dan sempit. Sesuai dengan kondisi alam yang dijumpai pada lokasi penelitian, dimana semakin bertambahnya interval ketinggian, maka akan semakin sedikit dijumpai vegetasi pepohonan yang tinggi-tinggi.

Pada lokasi II (1.300 – 1.400 m dpl) dan lokasi III (1.400 – 1.500 m dpl) keadaan vegetasi secara umum hampir sama, kebanyakan vegetasi pohon masih dalam tahapan semai hingga tiang dan rapat-rapat, berbeda dengan yang dijumpai pada lokasi I (1.200 – 1.300 m dpl) yang mana pepohonan tinggi masih banyak dijumpai. Komposisi spesies anggrek tanah yang dijumpai pada lokasi II dan III juga ada kesamaan yaitu pada genus Hylophila dan Plocoglottis dengan spesies yang sama yaitu Hylophila sp. dan Plocoglottis sp. 1. Tetapi pada lokasi II lebih banyak dijumpai anggrek tanah yaitu 4 genus dengan 4 spesies anggrek tanah dibandingkan pada lokasi III yaitu hanya 2 genus dan 3 spesies anggrek tanah. Keterdapatan genus dan individu yang dijumpai pada kedua lokasi tersebut akan berbanding terbalik dengan jumlah individu yang dijumpai pada kedua lokasi tersebut karena pada lokasi II meskipun jumlah genus dan spesies anggrek terrrestrialnya lebih banyak dibandingkan pada lokasi III tetapi jumlah individunya justru lebih melimpah yaitu 156 individu, sedangkan pada lokasi II jumlah individu yang dijumpai hanya 61 individu.

Dari hasil pengamatan, pada ketinggian 1.200 – 1.600 m dpl merupakan zona pegunungan bawah, vegetasi yang mendominasi adalah pohon dengan tajuk atau kanopi yang rapat sehingga cahaya terhalang untuk masuk. Gusmalyana (1983) dalam Berliani (2008) menambahkan bahwa pada komunitas tumbuhan hutan hujan tropis, penetrasi cahaya yang sampai di lantai hutan umumnya sedikit dan hal tersebut disebabkan karena terhalangnya cahaya oleh lapisan kanopi pohon disekitarnya. Indriyanto (2006) menyatakan bahwa di dalam kanopi, iklim mikro berbeda dengan diluarnya, cahaya lebih sedikit, kelembaban udara sangat tinggi, dan suhu udara lebih rendah.

Berdasarkan kedua pernyataan tersebut, menunjukkan bahwa tumbuhan seperti anggrek tanah akan sulit untuk tumbuh dikarenakan cahaya yang sampai di lantai hutan sedikit, sedangkan cahaya tersebut diperlukan dalam proses fotosintesis tumbuhan untuk menghasilkan nutrisi bagi tumbuhan tersebut. Anggrek tanah yang merupakan anggrek yang hidup di permukaan tanah dan nutrisinya diperoleh dari dalam tanah (Soeryowinoto, 1974), maka keadaan tanah yang banyak mengandung unsur hara dan serasah lebih dibutuhkan sebagai pendukung pertumbuhan dibandingkan cahaya matahari untuk proses fotosintesis, sehingga pada lokasi II dan III tetap mendukung pertumbuhan anggrek tanah untuk beberapa spesies tertentu yang cocok dengan kondisi lingkungan pada lokasi tersebut.

Pada lokasi IV (1.500 – 1.600 m dpl), lokasi penelitian terbagi menjadi dua kondisi (Gambar 7). Pertama kondisi dimana kebanyakan vegetasi yang dijumpai adalah liana dan semak belukar disamping juga masih dijumpai pepohonan dalam tahapan semai hingga tiang seperti interval ketinggian sebelumnya. Kondisi tersebut tepatnya di plot 16 hingga 19, tetapi di plot 18 dan 19 juga sangat banyak dijumpai lumut yang menutupi lantai hutannya, tepatnya pada interval ketinggian sekitar 1.556 m dpl. Pada kondisi pertama untuk lokasi IV tersebut spesies anggrek tanah yang dijumpai berbeda dari lokasi sebelumnya, yang dijumpai adalah spesies Eria sp. 1, Eria sp. 2, dan Trichotosia ferox dengan jumlah individu yang mendominasi yaitu Eria sp. 1 sebanyak 66 individu.

Selanjutnya, pada lokasi IV dijumpai kondisi kedua, dimana lokasi tersebut merupakan salah satu puncak dari Cagar Alam Dolok Sibual-buali dan di puncak tersebut dominan ditumbuhi pepohonan yang pendek-pendek (kerdil),

selain itu lantai hutannya sebagian besar berupa bebatuan dan banyak dijumpai lumut berwarna hijau kekuningan yang menutupinya. Dikarenakan lokasi IV berada di puncak gunung, maka cahaya matahari dapat langsung diserap oleh anggrek tanah yang berada di lantai hutannya. Sesuai dengan pernyataan Siregar (2005), seiring dengan bertambahnya ketinggian tempat, suhu udara akan semakin berkurang tapi berbeda halnya dengan intensitas cahaya dan kelembaban yang akan meningkat seiring dengan bertambahnya ketinggian. Hal ini disebabkan karena vegetasi pohon pembentuk kanopi yang sudah tidak ada sehingga cahaya matahari akan dengan mudah sampai ke permukaan bumi tanpa penghalang, sedangkan kelembaban meningkat karena suhu udara berkurang. Kondisi alam pada lokasi IV tersebut menyebabkan banyak dijumpai spesies anggrek tanah, yaitu 4 spesies anggrek dari 4 genus yang berbeda, dan jumlah individu terbanyak adalah Bromheadia finlaysoniana yaitu 42 individu.

Gambar 7. Kondisi lingkungan pada lokasi IV, A. Kondisi lingkungan I, B. Kondisi lingkungan II

Komposisi anggrek tanah dapat dilihat dengan membandingkan nilai Kerapatan Relatif tiap lokasi (Lampiran 3). Pada lokasi I (1.200 – 1.300 m dpl) ditemukan 13 genus 20 spesies anggrek tanah dan 370 individu. Genus Calanthe dan Eria memiliki spesies tertinggi yaitu 3 spesies diantaranya Calanthe

triplicata, Calanthe sp. 1, Calanthe sp. 2, Eria discolor, Eria robusta, dan Eria

sp. 3.

Gambar 8. Komposisi anggrek tanah pada lokasi I

Pada Gambar 8 dapat dilihat perbandingan nilai Kerapatan Relatif beberapa genus pada lokasi I (1.200 – 1.300 m dpl), genus Cymbidium memiliki nilai Kerapatan Relatif tertinggi yaitu 21%, hal tersebut dikarenakan jumlah individu untuk 2 spesies pada genus Cymbidium tinggi, dibandingkan dengan genus Calanthe dan Eria yang memiliki jumlah spesies 3 tetapi jumlah individu masing-masing spesiesnya rendah, maka nilai Kerapatan Relatif yang didapat juga rendah.

Gambar 9. Komposisi anggrek tanah pada lokasi II 12.98 % 7.03 % 8.92 % 21.35 % 5.68 % 7.84 % 6.22 % 4.59 % 11.08 % 1.89 % 2.97 % 7.84 % 1.62 %

Appendicula Arundina Calanthe Cymbidium Dendrobium Dilochia Eria Hylophia Liparis Phaius Plocoglottis Spathoglottis Thrixspermum

11.48 %

39.34 % 21.31 %

27.87%

Pada lokasi II (1.300 – 1.400 m dpl) terdapat 4 genus, 4 spesies anggrek tanah, dan 61 individu. Komposisi vegetasi anggrek tanah lokasi II (Gambar 9), genus Calanthe memiliki nilai tertinggi yaitu sebesar 39%, selanjutnya genus Plocoglottis 28%, Hylophila 21%, dan yang terendah adalah genus Anoetochilus 11%.

Jumlah spesies yang beragam di keempat lokasi penelitian disebabkan oleh kondisi lingkungan yang sangat khas pada hutan pegunungan. Perubahan faktor-faktor lingkungan di hutan terjadi seiring dengan meningkatnya ketinggian tempat. Menurut Arief (1994), daerah pegunungan sangat dipengaruhi oleh perubahan iklim yang berbeda-beda menurut ketinggiannya.

Gambar 10. Komposisi anggrek tanah pada lokasi III

Pada lokasi III (1.400 – 1.500 m dpl) ditemukan 2 genus, 3 spesies anggrek tanah, dan 156 individu. Genus Plocoglottis memiliki 2 spesies yaitu

Plocoglottis sp. 1, dan Plocoglottis sp. 2. Berdasarkan Gambar 10, genus Plocoglottis memiliki nilai Kerapatan Relatif yang lebih besar dibandingkan genus Hylophila, Nilai Kerapatan Relatif Plocoglottis yaitu sebesar 55% sedangkan Hylophila sebesar 45%. Hal tersebut berbanding lurus dengan jumlah

44.87 %

55.12 %

spesies yang dimiliki genus Plocoglottis yaitu lebih banyak dibandingkan genus Hylophila.

Perbedaan jumlah individu yang didapat pada setiap spesies diakibatkan oleh pertumbuhan dari tiap spesies yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan, seperti suhu udara, kelembaban udara dan intensitas cahaya matahari. Syahbuddin (1987), menyatakan bahwa organisme, baik dalam tingkatan individu maupun komunitas selalu didukung oleh kondisi lingkungannya.

Pada lokasi IV (1.500 – 1.600 m dpl) ditemukan 5 genus 7 spesies anggrek tanah dan 238 individu. Genus Eria memiliki spesies tertinggi yaitu 3 spesies diantaranya Eria taluensis, Eria sp. 1, dan Eria sp. 2, sedangkan genus lainnya hanya memiliki satu spesies saja.

Gambar 11. Komposisi anggrek tanah pada lokasi IV

Pada Gambar 11 dapat dilihat perbandingan nilai Kerapatan Relatif beberapa genus pada lokasi IV (1.500 – 1.600 m dpl), genus Eria memiliki nilai tertinggi yaitu 53%, kemudian genus Bromheadia 18%, Trichotosia 16%, Dendrochillum 11%, dan nilai terkecil pada genus Dendrobium yaitu 2%.

17.65 % 2.10 %

11.34 %

53.36 % 15.55 %

Perbedaan jumlah individu juga dapat disebabkan oleh pemencaran dan pertumbuhan biji pada habitat yang sesuai. Bila dilihat pada setiap lokasi penelitian, hutan pegunungan bawah tersebut juga ada dijumpai tebing-tebing yang curam dan juga jurang yang dalam yang dapat mempengaruhi penyebaran biji. Seperti yang dinyatakan oleh Anwar, dkk. (1984), bahwa komposisi spesies sangat ditentukan terutama waktu-waktu pemencaran biji dan perkembangan bibit dan pada daerah tertentu.

Indeks Nilai Penting

Indeks Nilai Penting menyatakan kepentingan/dominansi suatu spesies tumbuhan serta memperlihatkan peranannya dalam komunitas. Syahbuddin (1987), menambahkan bahwa frekuensi relatif dari masing-masing spesies merupakan gambaran persentase penyebaran suatu spesies tumbuhan pada suatu areal dan juga disebabkan faktor penyebaran, daya tumbuh biji dan faktor

Dokumen terkait