• Tidak ada hasil yang ditemukan

Persiapan Sampel

Nilai pH, mgH2O yang keluar, Angka Lempeng Total Bakteri (ALTB) dan Total Bakteri Asam Laktat (TBAL) dari daging yang akan diisolasi diukur untuk mengetahui kualitas fisiko-kimia dan mikrobiologinya (Tabel 2).

Tabel 2. Kualitas Fisiko-Kimia dan Mikrobiologi Daging Sebelum Diisolasi

Parameter Kualitas

Kode sampel (Pasar Asal Sampel)

Rataan A (Anyar 1) B (Cibeureum) C (Ciampea) D (Gunung Batu) E (Anyar 2) pH H1 5,92 5,96 6,00 5,98 6,51 6,07 H2 5,15 6,17 6,84 5,99 7,36 6,30 mgH2O (%) H1 34,30 32,49 33,40 30,45 36,11 33,35 H2 36,34 38,38 37,70 37,70 39,97 38,02 ALTB (cfu/g) H1 8,4x105 8,2x106 5,0x105 8,0x105 2,4x107 6,9x106 H2 <3,0x103 4,4x106 2,9x107 4,3x107 5,2x105 1,5x107 TBAL (cfu/g) H1 5,4x106 1,7x106 7,1x103 1,3x106 6,6x106 3,0x106 H2 8,9x106 7,3x106 2,9x107 2,0x107 2,4x107 1,8x107 Keterangan:

H1 : sampel dengan masa simpan 12 jam postmortem H2 : sampel dengan masa simpan 34 jam postmortem

Hasil pengukuran menunjukkan bahwa daging umumnya mengalami peningkatan nilai di semua parameter kualitas yang diamati setelah 34 jam penyimpanan. Perkecualian terdapat pada nilai pH dan ALTB daging A (Pasar Anyar 1) serta ALTB daging E (Pasar Anyar 2). Berdasarkan perbedaan masa simpan daging, respon mgH2O dan TBAL menunjukkan hasil yang berbeda nyata pada selang kepercayaan 1%, sedangkan pada nilai pH dan ALTB berbeda nyata pada selang kepercayaan 5% (Lampiran 1 s/d 4). Meningkatnya nilai pH, % mgH2O yang keluar, dan jumlah mikroorganisme menunjukkan bahwa daging mengalami penurunan kualitas setelah disimpan dalam suhu ruang selama 34 jam.

Kadar pH daging pada umumnya berkisar antara 5,5 – 5,9 (Lücke,1997) atau menurut Hammes (2003) antara 5,6 dan 5,8. Daging dari kelima pasar tersebut masih dapat dikatakan normal, kecuali daging dari Pasar Anyar 2 yang merupakan

daging DFD (dark firm dry), yaitu daging yang memiliki pH antara 6,5 – 6,8 (Lawrie, 1998). Kebanyakan bakteri tumbuh di kisaran pH 6,5 – 7,5 dan tidak dapat tumbuh dengan baik di bawah pH 5,0 dan di atas pH 8,5 (Fardiaz,1992). Sampel daging yang diukur mempunyai pH yang memungkinkan bakteri untuk tumbuh dengan baik.

Setelah penyimpanan selama 34 jam, pH daging mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan bakteri telah mendegradasi asam amino daging menjadi senyawa NH3 yang menyebabkan lingkungan/daging menjadi basa. Bakteri-bakteri daging pada awalnya menggunakan glukosa atau karbohidrat sebagai sumber energi kemudian setelah gula habis, bakteri akan mulai menggunakan asam amino atau protein (Gill, 1982). Glukosa dalam daging terdapat dalam jumlah yang sangat kecil, yaitu sekitar 1,08% dari seluruh komponen penyusun daging, sementara yang lainnya adalah air (75,5%), protein (18%), lemak (3 %) dan bahan-bahan lain non- protein terlarut (2,5%) (Lawrie, 1998). Senyawa NH3 yang dihasilkan bakteri- bakteri ini juga menyebabkan bau busuk dan citarasa yang tidak sedap. Hasil yang berbeda didapat pada sampel daging A yang mengalami penurunan pH setelah penyimpanan hari kedua. Hal ini mungkin terjadi bila bakteri baru akan mendegradasi asam amino, sedangkan asam laktat yang terbentuk akibat penguraian karbohidrat sebelumnya terdapat dalam jumlah yang signifikan, sehingga menurunkan nilai pH daging.

Nilai mgH2O yang keluar berbanding terbalik dengan daya mengikat air (DMA). Menurut Bacus (1984), kapasitas mempertahankan air minimal pada daging adalah pada pH 5,0-5,01, yang merupakan rata-rata titik isoelektrik protein fibrillar daging pada lingkungan ionik yang normal. Di bawah dan di atas pH tersebut, kemampuan daging dalam mempertahankan air terikat (DMA) mulai meningkat. Setelah satu hari penyimpanan ternyata lebih banyak air yang keluar. Air tersebut mungkin berasal dari fermentasi glukosa pada hari sebelumnya karena salah satu produk fermentasi yang dihasilkan oleh bakteri-bakteri heterofermentatif adalah air.

Angka lempeng total bakteri untuk keseluruhan sampel pada hari pertama mempunyai nilai di atas standar yang ditetapkan oleh SNI, yaitu 5,0x105 cfu/g kecuali dari pasar Ciampea, sehingga dapat dikatakan sanitasi penanganan daging untuk kelima pasar di Bogor masih rendah. ALTB juga mengalami peningkatan

setelah 34 jam penyimpanan karena bakteri-bakteri tersebut terus berkembang biak. Penurunan ALTB dijumpai pada sampel A yang kemungkinan terjadi akibat terhambatnya beberapa mikroorganisme karena pH daging yang asam. Bakteri-

bakteri yang sering dijumpai dalam daging umumnya berasal dari golongan

Acinobacter,Aeromonas,Enterococcus,Moraxella,PseudomonasdanPsychrobacter

(Jay, 2000).

Bakteri asam laktat (BAL) terdapat pada daging dalam jumlah yang kecil. BAL mempunyai senyawa-senyawa antimikroba selain juga menghasilkan asam laktat dan peroksida yang mampu menghambat spesies lain (Gill, 1982), sehingga BAL mampu berkompetisi dan dapat tetap tumbuh dalam daging. Selain itu, peningkatan pH pada daging akibat penyimpanan masih dalam batas toleransi BAL untuk tetap hidup. Menurut Togo, et al. (2002) beberapa spesies BAL masih dapat hidup sampai pH 9,6.

Data mengenai kualitas daging sebelum isolasi perlu diketahui sebagai bahan pertimbangan dalam penerapan kultur starter dalam sosis fermentasi. Bacus (1984) menyebutkan bahwa L. plantarum, L. casei dan L. leichmanii yang diisolasi dari daging fermentasi mempunyai kemampuan adaptasi yang tinggi terhadap lingkungan tempat ia diisolasi dan akan mampu menunjukkan hasil yang baik jika diterapkan kembali pada lingkungan sosis.

Isolasi

Prinsip isolasi adalah mengencerkan organisme sedemikian rupa sehingga individu spesies dapat dipisahkan dari yang lainnya, dengan anggapan bahwa setiap koloni yang terpisah yang tampak pada cawan petri setelah inkubasi berasal dari satu sel tunggal. Metode isolasi yang digunakan adalah metode penggoresan (streak

plate) empat kuadran. Metode ini dipilih karena mempunyai dua keuntungan yaitu

menghemat bahan dan waktu (Hadioetomo, 1990). Setiap koloni tunggal yang tampak diambil dan diinkubasikan kembali dalam media MRSB. Pemurnian kultur dilakukan dengan mengulang penggoresan sampai didapat penampakan koloni yang seragam. Sampel masa penyimpan 12 jam menghasilkan 29 isolat, sedangkan dari sampel penyimpanan 34 jam diperoleh 16 isolat. Daftar nama-nama isolat ditampilkan pada Lampiran 5.

Seleksi dan Identifikasi

Seleksi dan identifikasi dilakukan untuk mengetahui ciri-ciri yang lebih khusus atas isolat-isolat yang telah ditemukan. Uji-uji yang dilakukan adalah pewarnaan Gram, uji katalase dan uji fermentasi beberapa jenis gula. Jika isolat menunjukkan hasil yang negatif pada pewarnaan Gram dan positif pada uji katalase maka uji fermentasi tidak dilakukan. Hal ini disebabkan L. plantarum merupakan bakteri asam laktat yang bercirikan Gram positif dan katalase negatif (Pederson et al., 1957). Seluruh isolat menunjukkan hasil Gram positif dan katalase negatif.

Melalui uji Gram dapat diketahui bahwa semua isolat berbentuk batang. Beberapa diantaranya berukuran pendek dan memiliki ujung yang melingkar/round end, sehingga menyerupai kokus. Sebagian isolat menampakkan diri dalam sel-sel berantai panjang, namun terdapat juga yang muncul dalam rantai-rantai pendek maupun diplobasil (Lampiran 6). Selama beberapa dekade, pembedaan antar genera didasarkan pada karakter fenotipiknya. Lactobacilli secara umum merupakan bakteri non-motil, bukan pembentuk spora, batang, dan Gram positif. Morfologi selnya sangat variatif, dari yang berbentuk basil panjang, lurus, setengah melengkung sampai berbentuk coryneform coccobacilli (Coeuret et al., 1984).

Identifikasi isolat menuju tingkat spesies semakin sulit karena adanya variasi-variasi dalam atribut biokimia. Uji fermentasi karbohidrat/gula adalah salah satu uji biokimia tersebut. Walaupun tiap spesies memiliki kemampuan yang berbeda dalam memfermentasi gula, namun terkadang terdapat juga perbedaan di dalam satu spesies, apalagi beberapa spesies tidak dapat dikenali karakteristik fenotipnya dengan cepat. Hal ini berlaku pada kelompok Lactobacillus plantarum

(Lactobacillus plantarum, L. paraplantarum, dan L. pentosus), kelompok

Lactobacillus casei dan L. paracasei (Lactobacillus casei, L. rhamnosus, L. zeae dan

L. paracasei)(Coeuret et al., 2003).

Identifikasi isolat-isolat dalam penelitian ini menggunakan bantuan piranti lunak PIBWin yang dikembangkan oleh Bryant (2005). Berdasarkan pengolahan data diketahui bahwa isolat terbanyak adalah L. fermentum (90,24%), sedangkan spesies yang lain adalah L. brevis, L. lactis dan L. plantarum (Tabel 3).

Lactobacillus fermentum dan L. plantarum juga ditemukan pada sosis fermentasi

menghasilkan sembilan grup isolat Lactobacillus tiga grup diantaranya adalah

Lactobacillus plantarum, empat grup dekat hubungannya dengan L. farciminis, dua

grup L. fermentum dan dua grup yang mirip dengan L. hilgardii. Tabel 3. Hasil Identifikasi Isolat Asal Daging Sapi

Spesies Dugaan Jumlah Isolat Tingkat Akurasi

---(%)--- L. fermentum 78,04 90,01-99 L. fermentum 4,88 80-90 L. fermentum 7,32 60 L. brevis 2,44 97 L. brevis 2,44 62 L. lactis 2,44 95 L. plantarum 2,44 60

Tingkat akurasi dalam program PIBWin dinyatakan sebagai ID score yaitu nilai yang menentukan apakah program mampu mengidentifikasi tiap takson (strain). Prosedur ini mempertimbangkan tiap takson berurutan dan memperlakukan persentase probabilitas sebagai nilai positif atau negatif, membentuk Hypothetical

Median Organism (HMO) yang kemudian dikalkulasi menggunakan probabilitas

Willcox. Semakin tinggi nilai akurasi, maka isolat semakin mendekati ciri-ciri bakteri yang disebutkan oleh program. Program ini juga menunjukkan kemungkinan-kemungkinan spesies lain yang mungkin dengan nilai probabilitasnya selain menyarankan uji-uji lain yang seharusnya dilakukan untuk memastikan ketepatan pendugaan. Karakteristik spesies-spesies yang berhasil diisolasi berdasarkan kemampuannya memfermentasi gula menurut PIBWin dapat dilihat pada Tabel 4.

Metode pengidentifikasian spesies bakteri menggunakan kemampuannya memfermentasi gula telah banyak dikembangkan melalui berbagai peralatan yang praktis dan cepat. Selain program PIBWin, terdapat pula API 50 CH, LRA Zym dan API Zym. Program-program ini telah digunakan pada pengidentifikasian laktobasili dalam fermentasi green-olive Spanyol (Diaz, 1993), daging ayam (Reque, 2000), ubi kayu dan jagung fermentasi (Ogunbanwo, 2003), susu kambing segar (Guessas dan

Kihal, 2004), dan beberapa penelitian lainnya. Namun, menurut Coeuret et al.

(2003), keabsahan tes-tes ini mulai dipertanyakan, beberapa spesies temuannya masih meragukan dan terjadi beberapa kesalahan identifikasi yang patut diperhitungkan. Hal ini disebabkan database pembuatnya tidak diperbaharui dan terdapat beberapa spesies Lactobacillus yang tidak tercantum.

Metode taksonomi modern yang sekarang ini lebih tepat digunakan, didasarkan pada metode pencetakan molekuler dan meliputi baik analisis fenotipik maupun genotipik (Pérez et al., 2000). Beberapa metode-metode tersebut adalah identifikasi Lactobacillus melalui protein-protein yang dihasilkan bakteri (protein

fingerprinting), enzim-enzim (multilocus enzyme electrophoresis), periwayatan

lemak oleh kromatografi gas (lipid profiling), hibridisasi fragmen asam nukleat

(hybridisation), pembandingan sekuensial gen rRNA (sequencing), reaksi rantai

polimerase (polymerase chain reaction/PCR), transfer DNA (ribotyping) dan polimorfisme panjang fragmen PCR-restriction (restriction fragment length

polymorphism analysis/PCR-RFLP). Di antara metode-metode tersebut yang lebih

efektif dalam membedakan L. plantarum dengan spesies lainnya adalah multilocus

enzyme electrophoresis, sequencing, PCR, ribotyping dan PCR-RFLP (Coeuret et al.,

2003). Pengidentifikasian untuk tingkat strain membutuhkan metode lanjutan yang lebih spesifik. Kebanyakan metode-metode di atas memerlukan biaya yang mahal, sehingga belum dapat dilakukan dalam penelitian ini.

Kelemahan program PIBWin adalah program ini hanya memperhitungkan nilai fermentasi yang pasti positif dan negatif, sedangkan nilai dubius/ragu-ragu akan dianggap sebagai data hilang atau dianggap positif atau negatif. Hasil identifikasi menggunakan PIBWin masih memerlukan penelitian lebih lanjut, sehingga isolat-isolat yang ditemukan masih dinyatakan sebagai dugaan. Sebanyak 45 isolat yang berhasil diisolasi, hanya 1 isolat atau 2,44% yang memiliki ciri-ciri mendekati L. plantarum (tingkat akurasi 60%), yaitu isolat 1B1.Hal ini dapat berarti

L. plantarum memang terdapat dalam jumlah sedikit dalam daging atau media

pengayaan yang kurang tepat sehingga pertumbuhannya tidak sebaik bakteri lain. Program ini menyarankan untuk menambah pengujian fermentasi gula α-Methyl-D- mannoside, melibiose dan uji homo/heterofermentasi, tetapi hal ini belum dapat dilakukan karena keterbatasan bahan uji. Karakteristik 1B1 berdasarkan

kemampuannya memfermentasi gula dibandingkan dengan karakteristik L.

plantarum dari database PIBWin dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Karakteristik Biokimiawi 1B1 dan Spesies Lain Hasil Isolasi Berdasarkan Program PIBWin

Gula L. fermentum* L. brevis* L. lactis* L. plantarum* 1B1

L-Arabinosa d- + - + + D-silosa d- + - - - Galaktosa + d d + + D-glukosa + + + + + Rhamnosa - - - d- - Mannitol - - - + d- Sorbitol - - - + + Raffinosa + - - + d- Maltosa + + d + + Laktosa + d- + + + Sukrosa + d- + + + Salisin - d- d + + Trehalosa - - + + + Ket:

* : database Program PIBWin + : kemampuan memfermentasi 99% d+ : kemampuan memfermentasi 75% d : kemampuan memfermentasi 50% d- : kemampuan memfermentasi 25% - : kemampuan memfermentasi 1% 1B1 : isolat hasil penelitian

Isolat 1B1 diisolasi dari daging yang berasal dari pasar Cibeureum dengan masa simpan 12 jam postmortem. Bakteri ini tidak mempunyai kemampuan katalase, Gram positif, berbentuk batang dan cenderung membentuk rantai-rantai pendek (Gambar 2). Ciri-ciri ini sesuai dengan ciri-ciri L. plantarum dalam Bergey’s Manual of Determinative Bacteriology (Pederson, 1957).

Gambar 3. Isolat 1B1 dengan Perbesaran 1000x

(a) (b)

Keterangan: (a) Lactobacillus plantarum WCFS1 dilihat dalam mikroskop biasa

(b) Lactobacillus plantarum WCFS1 dilihat dengan metode fluorescent in situ hybridisation (FISH).

Gambar 4. Lactobacillus plantarum WCFS1 Sumber: Vries (2005)

Karakterisasi

Isolat 1B1 kemudian diikuti pertumbuhannya dalam media MRSB tanpa perlakuan (kontrol) yaitu NaCl 0% dan pH media MRSB tanpa perubahan serta dalam media MRSB yang mempunyai kadar NaCl 1,5% dan 2% dikombinasikan dengan pH 5,0, 6,0 dan 6,5. Karakteristik 1B1 dalam media yang berbeda ditentukan melalui kurva pertumbuhan, waktu generasi, waktu permulaan fase log dan populasi maksimalnya.

Lactobacillus plantarum memiliki pH optimal 5,0-7,0 (Vassu, 2002) dengan

7 7.5 8 8.5 9 9.5 10 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22

Masa Inkubasi (Jam)

Log1 0 P opul a s i 4 4.5 5 5.5 6 6.5 7 pH log10 populasi pH c b a d

dianggap sebagai media yang tepat bagi 1B1 untuk hidup, sehingga kurva pertumbuhan 1B1 dalam media tanpa perlakuan akan dijadikan sebagai pembanding bagi perlakuan lainnya.

Kurva Pertumbuhan

Daur pertumbuhan 1B1 dalam media tanpa perlakuan menunjukkan bahwa bakteri mengalami fase logaritmik saat memasuki jam kedua (Gambar 5). Bakteri tidak mengalami fase adaptasi, karena media yang digunakan tidak berbeda dari media tumbuh sebelumnya (MRSA dan MRSB). Menurut Fardiaz (1992), lamanya fase adaptasi dipengaruhi oleh medium dan lingkungan pertumbuhan, serta jumlah inokulum. Beberapa hal yang mungkin akan memperlambat fase adaptasi adalah kultur yang dipindahkan kedalam media yang kandungan nutrisinya terbatas, mutant yang baru terbentuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya, dan kultur yang dipindahkan dari fase statis ke medium baru dengan komposisi sama seperti sebelumnya. Wassenaar (2003) menyatakan bahwa pemindahan kultur (pengambilan sampel dengan pipet), sentrifugasi atau prosedur-prosedur penanganan sederhana juga mampu memperlambat fase adaptasi karena proses-proses tersebut mengakibatkan tekanan singkat. Bakteri-bakteri bahkan dapat merasakan jika kerapatan selularnya berubah, sebuah proses yang dinamakan quorum sensing.

Keterangan: a. Fase pertumbuhan awal b. Fase logaritmik c. Fase pertumbuhan lambat d. Fase statis

Isolat 1B1 langsung memasuki fase pertumbuhan awal, yaitu fase saat sel mulai membelah dengan kecepatan rendah karena baru memasuki tahap penyesuaian diri. Fase logaritmik 1B1 berlangsung selama ± 6 jam. Selama fase ini, jumlah populasi meningkat dua kali lipat sejalan dengan terjadinya pembelahan biner. Waktu yang diperlukan 1B1 untuk membelah menjadi dua adalah 1 jam 5 menit (Tabel 5). Waktu generasi umumnya berkisar dari 20 menit sampai 20 jam tergantung dengan spesies/strain bakteri dan kondisi selama fase log pertumbuhan (Abedon, 1999).

Bakteri tidak selamanya mengalami peningkatan populasi. Jam ke-8, kultur mulai mengalami fase pertumbuhan lambat, yaitu jumlah sel yang lahir mulai seimbang dengan jumlah sel yang mati. Setelah itu, jumlah bakteri yang lahir akan sama dengan jumlah sel yang mati atau disebut sebagai pertumbuhan stasioner. Saat bakteri berada pada jumlah yang tetap, maka akan diketahui populasi maksimal yang dapat dicapai. Populasi awal kultur saat perhitungan adalah 3,2x107 cfu/ml, setelah 10 jam jumlah maksimal populasi mencapai 4,2x109 cfu/ml. Jika dilanjutkan, populasi akan mengalami penurunan atau masuk dalam fase kematian. Pengukuran kurva pertumbuhan dalam penelitian ini menggunakan metode perbandingan kerapatan optis bakteri dengan standar, yang memiliki kelemahan yaitu jumlah partikel baik materi hidup maupun mati yang terukur dianggap sebagai jumlah sel sehingga tidak dapat diketahui kapan bakteri masuk fase kematian.

Kurva pertumbuhan ini berkebalikan dengan laju perubahan pH. Selama fase pertumbuhan awal dan dua jam pertama dari fase logaritmik, bakteri memfermentasi sumber karbon dengan jumlah yang stabil. Seiring dengan bertambahnya jumlah populasi, maka karbon yang dimetabolisme pun semakin banyak. Hal ini menyebabkan bertambahnya jumlah asam yang terbentuk. Jam ke-16, kadar pH media mulai stabil, yaitu sekitar 4,39. Kondisi asam yang diciptakan oleh bakteri pada akhirnya mulai menghambat laju pertumbuhan dan menyebabkan kematian.

Lactobacillus umumnya dapat hidup dengan baik pada kisaran pH 5,5 – 5,8, sehingga

media dengan pH di bawah nilai tersebut akan menghambat pertumbuhan.

Nilai pH akhir kultur masih lebih asam jika dibandingkan dengan pH akhir kebanyakan sosis fermentasi European-style. Keasaman sosis jenis ini yang disukai oleh konsumen memiliki pH sekitar 4,8 – 5,0 (Lücke, 1997). Di bawah nilai itu, sosis akan menjadi sangat asam dan mulai kurang dapat diterima oleh masyarakat. Namun,

untuk beberapa jenis sosis seperti summer sausages, German cervelat dan Bologna

sausages pH sekitar 4,4 – 5 masih dapat diterima (Rose, 1982).

Sodium klorida (NaCl) atau garam ditambahkan dalam produk daging fermentasi untuk mendapatkan ikatan yang diinginkan (yaitu ekstraksi miosin), penambah citarasa dan juga sebagai pengawet. Garam adalah komponen utama yang mengijinkan bakteri asam laktat untuk mendominasi dan menghambat banyak mikroorganisme yang tidak diinginkan. Umumnya sosis fermentasi diformulasi dengan garam 1,5% sampai 3,5% (Bacus, 1984). Penggunaan NaCl sebagai pengawet berkaitan dengan kemampuan NaCl menurunkan aw NaCl 1,7% (w/v) setara dengan aw 0,99 dan NaCl 3,5% setara dengan aw 0,98 (Jay, 2000), sehingga perlakuan NaCl dalam penelitian ini kira-kira setara dengan aw 0,99. Fardiaz (1992) menyatakan bahwa aw minimal yang dibutuhkan bakteri untuk hidup adalah 0,91, sedangkan khamir dan kapang secara berturut-turut adalah 0,88 dan 0,80. Pertumbuhan isolat 1B1 dalam berbagai kombinasi perlakuan dapat dilihat pada Gambar 6.

Kurva pertumbuhan 1B1 dengan pH 6,5 memasuki fase pertumbuhan logaritmiknya pada jam ke-2 dan mulai melambat pada jam ke-6. Fase pertumbuhan lambat berlangsung lebih lama pada perlakuan garam 2%. Isolat 1B1 memasuki fase stasioner dengan sempurna pada jam ke-10. Nilai pH akhir isolat pada perlakuan pH awal 6,5 ini tidak jauh berbeda baik pada garam 1,5% maupun 2%, yaitu 4,28 dan 4,22.

Perlakuan pH awal 6 memberikan hasil yang tidak terlalu berbeda dengan kurva pertumbuhan 1B1 pada pH 6,5. Isolat 1B1 mengalami fase pertumbuhan logaritmik dari jam ke-2 sampai jam ke-6, dan memasuki fase stasioner pada jam ke- 10. Nilai pH pada akhir pengukuran adalah 4,2 pada konsentrasi garam 2% dan 4,34 pada konsentrasi garam 1,5%.

Kurva pertumbuhan 1B1 dengan pH 5,0 menunjukkan perbedaan yang nyata dengan kurva kontrol dan kurva-kurva yang lain. Fase pertumbuhan awal berlangsung selama 4 jam dan fase logaritmik selesai pada jam ke-12. Isolat 1B1 membutuhkan waktu sekitar 18 jam untuk masuk ke dalam fase stasioner. Kurva yang cenderung melandai ini disebabkan oleh media yang lebih asam dibandingkan dengan pH media kontrol, sehingga bakteri membutuhkan masa penyesuaian yang lebih lama. Menurut Fardiaz (1992), prinsip penghambatan pertumbuhan mikroorganisme adalah

7 7.5 8 8.5 9 9.5 10 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22

Masa Inkubasi (jam)

Log 1 0 P opu la s i 4 4.5 5 5.5 6 6.5 7 p H log10 populasi pH 7 7.5 8 8.5 9 9.5 10 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22

Masa Inkubasi (jam)

Log1 0 P opula s i 4 4.5 5 5.5 6 6.5 7 pH log10 populasi pH 7 7.5 8 8.5 9 9.5 10 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22

Masa Inkubasi (jam)

Lo g1 0 P opula s i 4 4.5 5 5.5 6 6.5 7 pH log10 populasi pH 7 7.5 8 8.5 9 9.5 10 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22

Masa Inkubasi (jam)

Log1 0 P opul a s i 4 4.5 5 5.5 6 6.5 7 pH log10 populasi pH 7 7.5 8 8.5 9 9.5 10 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22

Masa Inkubasi (jam)

Log 1 0 P opu la s i 4 4.5 5 5.5 6 6.5 7 pH log10 populasi pH 7 7.5 8 8.5 9 9.5 10 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22

Masa Inkubasi (jam)

L o g 10 P o p u la si 4 4.5 5 5.5 6 6.5 7 pH log10 populasi pH b c a d b c a d b c a d b c a d b c a d b c a d (P1) (P2) (P3) (P4) (P5) (P6)

Keterangan: a. Fase pertumbuhan awal b. Fase logaritmik c. Fase pertumbuhan lambat d. Fase statis

P1. NaCl 2%-pH 6,5 P2. NaCl 2%-pH 6,0 P3. NaCl 2%-pH 5,0 P4. NaCl 1,5%-pH 6,5 P5. NaCl 1,5%-pH 6,0 P6. NaCl 1,5%-pH 5,0

mengurangi jumlah awal sel, memperpanjang adaptasi semaksimal mungkin, memperlambat fase pertumbuhan logaritmik dan mempercepat fase kematian sel.

Perlakuan pH 5,0 tidak mempercepat fase kematian maupun memperlambat fase pertumbuhan, walaupun waktu generasi 1B1 pada media pH 5,0 lebih lama. Kurva ini dapat berguna dalam proses fermentasi sosis karena tingkat fermentasi yang lebih lambat pada suhu yang lebih rendah biasanya lebih disukai dan diinginkan dalam mengkontrol pH akhir dan perkembangan citarasa, warna dan karakteristik produk yang lain (Bacus, 1984). Populasi akhir sebanyak 3,8x109 cfu/ml juga tidak jauh berbeda dengan populasi akhir 1B1 pada media yang lain. Nilai pH akhir kultur pada kadar NaCl 2% dan 1,5% adalah 4,16 dan 4,2. Menurut Jay (2000), pH akhir sosis yang difermentasi menggunakan kultur starter berkisar pada nilai 4,0 sampai 4,5. Pemberian perlakuan penambahan garam sebanyak 2% dan 1,5% sepertinya tidak banyak memberi pengaruh pada kurva pertumbuhan. Hal ini dapat disebabkan selang taraf yang terlalu dekat. Bacus (1984) menyatakan bahwa garam dengan konsentrasi 2% pada sosis fermentasi merupakan konsentrasi minimal untuk mendapatkan ikatan (ekstraksi miosin) yang disukai sedangkan konsentrasi garam di atas 3% akan mulai memperpanjang waktu fermentasi sosis.

Waktu Generasi

Perbedaan dalam sifat-sifat sel suatu organisme dan pertumbuhannya menyebabkan perbedaan dalam kecepatan pertumbuhan. Semakin kompleks suatu organisme, semakin lama waktu yang dibutuhkan sel untuk membelah. Waktu generasi dan populasi maksimal kultur 1B1 berdasarkan perlakuan yang diberikan ditampilkan pada Tabel 5.

Tabel 5. Respon Waktu Generasi dan Populasi Maksimal terhadap Perlakuan Waktu Generasi Populasi Maksimal (cfu/ml) TP/kontrol (pH 5,6) 1 jam 5 menit 4,0x109

P1 (pH 6,5, NaCl 2%) 52 menit 3,3x109 P2 (pH 6,0, NaCl 2%) 55 menit 5,2x109 P3 (pH 5,0, NaCl 2%) 2 jam 7 menit 3,8x109 P4 (pH 6,5, NaCl 1,5%) 46 menit 5,8x109 P5 (pH 6,0, NaCl 1,5%) 49 menit 5,2x109 P6 (pH 5,0 NaCl 1,5%) 2 jam 3,7x109

y = 0,82x2 - 10,24x + 32,76 R2 = 0,9968 0 0.5 1 1.5 2 2.5 4.5 5 5.5 6 6.5 7 pH w a k tu ge ne ra s i ( ja m ) w aktu generasi

Hasil sidik ragam menyatakan bahwa perlakuan pH sangat mempengaruhi lama waktu generasi (P<0,01), sedangkan penambahan NaCl pada taraf 1,5% dan 2% tidak memberikan pengaruh yang nyata (Lampiran 6). Kedua perlakuan tidak saling berinteraksi dalam memberikan pengaruh kepada waktu generasi. Ketiga taraf pH memberikan hasil yang berbeda, pola respon dari faktor pH membentuk pola kuadratik dengan taraf pH 5% memberikan penghambatan paling tinggi terhadap waktu generasi dibandingkan dengan taraf yang lain.

Gambar 7. Pola Hubungan pH dengan Waktu Generasi Isolat 1B1

Faktor-faktor pertumbuhan saling berhubungan dalam memberikan kondisi tumbuh bagi mikroorganisme. Kadar pH dan aw merupakan faktor yang dapat menghambat pertumbuhan, jika keduanya berada di bawah taraf minimum mikroorganisme untuk tumbuh. Kedua faktor ini tidak saling berinteraksi pada taraf NaCl 1,5% dan 2% karena taraf ini masih dalam batas toleransi bakteri untuk hidup (aw ± 0,99). Perlakuan NaCl dalam taraf ini juga tidak memberikan hasil yang berbeda pada waktu generasi. Hal ini menunjukkan bahwa 1B1 dapat hidup dalam kadar pH 2%. L. plantarum masih dapat hidup dengan baik pada kadar garam 5,5% (Pederson, et al., 1957) atau sekitar 4% - 8% menurut Vassu (2002). Hasil yang tidak berbeda nyata juga dapat disebabkan pemilihan taraf yang terlalu dekat. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui kemampuan tumbuh 1B1 pada selang yang lebih luas.

Pola respon perlakuan pH mengikuti kurva kuadratik. Melalui persamaan yang didapat, dapat diketahui kadar pH yang diperlukan untuk mendapatkan waktu

Dokumen terkait