• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bakteri lokal yang diisolasi dari air minum dalam kemasan yang beredar lokal. Isolasi menggunakan prosedur penyaringan dengan kertas milipore karena kuantitas bakteri yang kecil pada air minum, terutama yang dalam kemasan. Ukuran pori kertas milipore yang digunakan adalah 0.45 µm sesuai dengan prosedur SNI 1992 yang masih berlaku sampai sekarang. Kertas milipore ditaruh pada agar Pseudomonas Base Pyocyanin (PBP). Koloni P. aeruginosa berwarna biru kehijauan dan akan berfluoresensi kehijauan bila dipapari ultraviolet 366 nm (Gambar 1).

Selektifitas media didukung pula oleh penambahan suplemen antibiotik Cetrimide Nalidixic (CN). Bakteri yang didapat lalu diuji biokimia dengan menggunakan kit yang terdiri atas uji oksidase, nitrat, lisin, ornitin, H2S, glukosa, manitol, silosa, Orto-Nitro

Phenol Galaktosidase (ONPG), indol, urease, Voges Proskauer, sitrat, gelatin, malonat, inositol, sorbitol, ramnosa, sukrosa, laktosa, arabinosa, adonitol, rafinosa, salisin, dan arginin. Hasil kombinasi uji biokimia menunjukkan bakteri lokal ini menunjukkan tingkat kepercayaan P. aeruginosa sebesar 97%, tetapi ada hasil uji yang tidak biasa, yaitu negatif nitrase. Spesies ini umumnya positif nitrase.

Pigmen fluoresein berwarna hijau dan berfluoresensi jika dipapari ultraviolet (Gambar 2), sedangkan piosianin berwarna biru. Oleh karena itu, koloni P. aeruginosa

berwarna biru kehijauan dan berfluoresensi kehijauan saat dipapari ultraviolet (UV)

longwave. Koloni positif tersebut kemudian dimurnikan dengan subkultur ke media King’s B. Media ini merupakan media referensi untuk pertumbuhan bakteri genus Pseudomonas dan mendukung pembentukkan pigmen.

Gambar 1 Isolat P. aeruginosa pada kertas

milipore 0.45 µm.

(a) (b)

Gambar 2 Pigmen fluoresein P. aeruginosa: (a) tidak dipapari UV dan (b) dipapari UV.

Modifikasi media tersebut dimaksudkan untuk melihat induksi pigmen dengan media selain Pseudomonas Base Pyocyanin (PBP) dan memudahkan analisis faktor penginduksi. Faktor penginduksi lebih mudah diamati dengan mengeliminasi perkursor atau induser yang telah ada dalam paket referensi (PBP dan suplemen CN). Walaupun induksi warna gagal, tetapi pemurnian bakteri dengan media King’s B masih tetap dapat dilakukan. Hal ini karena bakteri murninya sudah diperoleh dari koloni tunggal yang terbentuk di media agar PBP dan bakteri dapat tumbuh pada media agar King’s B disertai produksi pigmen hijau. Pertumbuhan bakteri di media ini sudah terlihat pada inkubasi selama 24 jam.

Piosianin adalah marker/penanda yang dapat membedakan P. aeruginosa dengan bakteri berfluoresen lain, misalnya P. fluorecens. Pigmen fluoresein berhasil terinduksi pada King’s B (cair), sedangkan piosianin hanya terinduksi (positif) pada subkultur pertama. Pigmen piosianin mewarnai suspensi bakteri sehingga berwarna biru, sedangkan pigmen fluoresein mewarnai suspensi dengan warna hijau (Gambar 3). Piosianin dihasilkan saat bakteri yang dibiakkan pada King’s B berasal dari isolat paling awal dalam isolasi, yaitu dari media agar PBP. Kelarutan piosianin pada kultur cair ini tidak stabil, berbeda dengan fluoresein. Piosianin akan terpisah dan berada di permukaan bila didiamkan cukup lama. Gambar 3 Pigmen piosianin: positif

5

menjadi hampir UV (panjang gelombang: 380–200 nm) dan UV vakum (200–10 nm). Ketika mempertimbangkan pengaruh radiasi UV terhadap kesehatan manusia dan lingkungan, jarak panjang gelombang sering dibagi lagi kepada UV A (400–315 nm) yang juga disebut long wave; UV B (315–280 nm) yang juga disebut "Gelombang Medium" (Medium Wave), dan UV C (280-200 nm) juga disebut short wave (Webb 2000).

Materi yang menyerap warna lebih dari cukup menyebabkan disosiasi molekul. Energi yang cukup atau panjang gelombang cahaya yang diserap sesuai, menyebabkan terjadi transisi elektron dari satu orbital ke orbital energi yang lebih tinggi, atau dinamakan eksitasi. Elektron yang tereksitasi akan kembali ke orbital dasar melalui empat mekanisme, yaitu konversi internal, fluoresensi, sistem silang fosforesensi atau konversi internal, dan interaksi dengan molekul lain. Emisi fluoresensi mempunyai panjang gelombang yang lebih panjang dari absorbsi (Lowry dan Richardson 1987).

Aplikasi utama UV adalah sterilisasi karena sifat utama yang destruktif terhadap materi biologis. Sifat ini diperoleh dari energinya yang tinggi sesuai dengan panjang gelombangnya yang pendek. Panjang gelombang yang biasa digunakan bersifat

germicidal (untuk sterilisasi) berada pada rentang 280 dan 100, yang sering digunakan adalah 254 nm. Aplikasi lainnya untuk lampu fluorensen/neon, sistem keamanan, astronomi, spektrofotometri, marker kimia, fotokemoterapi, deteksi api, dan lain-lain.

Ultraviolet umumnya dihasilkan dari eksitasi atom raksa. Prinsip ini umum untuk semua lampu neon atau tube lamp alias lampu fluoresen. Tabung lampu berisi uap raksa dan gas inert (tidak reaktif) argon pada tekanan yang rendah, ada pula yang ditambahkan kripton. Ujung lampu dihubungkan oleh dua elektroda. Elektroda yang disebut katoda ini akan mengeksitasikan atom raksa jika diberi tegangan tinggi melalui mekanisme plasma argon. Reaksi dari eksitasi ini menghasilkan energi radiasi gelombang elektromagnetik dalam kisaran ultraviolet.

Sumber UV yang umum digunakan untuk mikrobiologi mempunyai gelombang panjang 254 untuk sterilisasi/germisidal dan 366 nm untuk induksi fluoresensi. Lampu ini bisa berupa lampu neon atau Light Emitting Diode

(LED). Lampu neon, permukaan kacanya dilapisi fosfor europium yang didoping stronsium fluoroborat (SrB4O7F:Eu2+) sehingga dapat melepaskan radiasi pada

panjang gelombang 368-371. Lampu UV yang digunakan 6 watt sudah cukup dan aman, bila lebih dari itu misalnya 15 watt diperlukan kaca pelindung.

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah media Pseudomonas Agar Base Pyocyanin (PABP), King’s B agar dan cair, setrimida 0.03 %, nalidiksat 1.5 %, HNO3

pekat, gliserol, NaCl 0.9 %, alkohol 70%, dan akuades steril. Bahan yang dibutuhkan untuk kontruksi alat adalah lampu ultraviolet 366 nm portabel 4 watt, Light Emitting Diode

(LED) putih, kamera digital atau webcam (resolusi minimal 1.3 megapiksel), kaca hitam 5 mm, kaca es 3 mm, aluminium (holo got, holo kotak, daun rolling door, lis, dll), karet penyangga kaca, kabel, baterai Ni-MH 8.4 V,

Integrated Circuit LM317, transformator step down 500 mA, potensiometer 5 K , trimpot 50 K , dioda IN4002, kapasitor, resistor,

heatsink (lempeng aluminium penurun panas), rangkaian inverter DC-AC tegangan tinggi,

dan Printed Circuit Board (PCB), sakelar tekan on-off, microswitch, skrup, paku rivet 3 mm, timah, danlem plastik-panas.

Alat-alat yang digunakan, diantaranya neraca analitik, pipet mikro, jarum ose, penyedot air untuk kertas milipore, petri, kit uji biokimia, vortex, spektrofotometer, spektrofluorometer, laminar air flow cabinet, inkubator, autoklaf, dan lemari pendingin. Alat-alat yang digunakan dalam kontruksi alat adalah komputer, multitester, solder, penyedot timah, bor listrik (mata bor 3 mm dan 1 mm), pistol rivet, cutter, pinset, gergaji, gunting kawat, obeng, dan tang.

Metode Penelitian Isolasi Bakteri dan Induksi Pigmen

Air minum dalam kemasan disaring dengan kertas milipore 0.45 µm dan menggunakan alat penyedot/vakum air. Kertas

milipore ditaruh pada permukaan media

Pseudomonas Agar Base Pyocyanin (dalam petri) lalu dituangkan suplemen Cetrimide

-Nalidixic (CN). Setelah itu, petri diinkubasi 35 oC selama 24 jam atau lebih hingga hari ke tujuh. Koloni yang tumbuh diamati warnanya tanpa UV dan dengan UV 366 nm (longwave). Koloni positif P. aeruginosa

6

kehijauan. Induksi dengan UV menyebabkan fluoresensi hijau pada koloni.

Koloni positif tersebut disubkultur/diremajakan ke agar King’s B, diinkubasi 35 oC selama 48 jam. Koloni yang tumbuh, kemudian diuji biokimia dengan menggunakan kit biokimia. Koloni digores dengan jarum ose, lalu dicelupkan ke dalam 10 ml NaCl 0.9 % , larutan dikocok, kemudian diulangi hingga larutan menjadi keruh (suspensi). Sebanyak 100 µl suspensi bakteri diinjekkan ke masing-masing sumur kit, lalu diinkubasi 37 oC selama 24 jam.

Sebanyak 5 ml kultur cair bakteri P. aeriginosa ditempatkan di kuvet, lalu dianalisis panjang gelombang absorbansi dan emisinya dengan menggunakan spektrofluorometer. Absorbansinya diukur dengan memberikan radiasi cahaya putih, sedangkan emisi dengan menempatkan radiasi laser 410 nm berhadapan dengan detektor.

Setting jenis pengukuran dilakukan dengan perangkat lunak pada komputer, hasilnya berupa grafik dengan puncak panjang gelombang. Panjang gelombang emisi lampu ultraviolet juga diukur spektrofluorometer dengan menempatkan detektor berhadapan dengan lampu.

Kultur yang telah diidentifikasi diinduksi pada berbagai induser dugaan. Sebanyak 5 ml larutan disiapkan, larutan tersebut adalah King’s B, King’s B mengandung setrimida 0.03 %, King’s B mengandung nalidiksat 1.5 %, King’s B + 1 tetes HNO3, King’s B + 0.5 ml gliserol, King’s B + selulosa, dan lain-lain. Semua larutan diberi 1 inokulan bakteri, lalu diinkubasi 35 oC 24 jam. Konsentrasi daya induksi atau daya hambat ditentukan pada induser dugaan atau inhibitor yang teramati mempengaruhi produksi pigmen.

Kontruksi Alat dan Desain Program Kontruksi Alat. Sketsa alat dibuat pada kertas. Sketsa ini dimasukkan dalam komputer untuk dikontruksi ulang. Alat dikontruksi awal/prototipe dengan kardus, kemudian dikontruksi menggunakan rangka aluminium dan sekat dari papan melamin dan kaca. Komponen elektronik disketsa di atas kertas, kemudian dirakit pada Printed Circuit Board

(PCB) dan disolder menggunakan timah. Komponen tersebut adalah regulator tegangan 12 volt, regulator intensitas cahaya, inverter DC ke AC tegangan tinggi, sistem detektor panas, baterai, dan sinyal kelap-kelip (pembuang arus). Fungsi rangkaian tersebut diuji dan diperbaiki hingga berfungsi. Selanjutnya semua rangkaian elektronik

termasuk kamera diintegrasikan dalam kompartemen elektronik. Komponen tersebut diset sedemikian rupa hingga didapatkan tegangan, penerangan, dan tangkapan kamera yang sesuai.

Desain Program. Program dibuat dengan

Visual Basic 6 dan menggunakan program rutin Application Programming Inferface

(API) milik Windows. Tampilan program dibuat, lalu diberikan fungsi (kalkulasi dan perintah) dan pemicu kontrol. Fungsi dipecah dalam bentuk modul, lalu program modul dijalankan dan diujikan pada model koloni (gambar lingkaran). Kode diperbaiki dan diefektifkan, kemudian program dijalankan dan diujikan pada koloni sebenarnya. Tangkapan gambar petri dikalibrasi, setelah itu koloni pada berbagai petri dihitung dan ditentukan ketelitian dan ketepatannya.

Kalibrasi

Kalibrasi Alat. Gambar (input) bulatan kecil pada berbagai ukuran dan jarak, penggaris, dan lingkaran dibuat dan dicetak dengan printer. Sistem penerangan dihidupkan, kemudian gambar ditangkap oleh kamera dan disimpan dalam harddisk. Simpanan (output) dibandingkan dengan gambar inputnya, dalam hal keterpisahan, skala, dan distorsi.

Kalibrasi Program. Sebanyak 20 petri berisi koloni bakteri untuk pemeriksaan angka lempeng total dihitung secara manual dan dengan program penghitung koloni. Pembacaan oleh alat dilakukan dengan menaruh petri pada posisi tengah tangkapan kamera dengan posisi terbalik kemudian sistem penerangan yang terdiri atas lampu (LED) putih bawah dan atas diaktifkan. Setelah itu, gambar petri ditangkap oleh kamera, dihitung dengan program pada setting

yang sesuai. Bakteri P. aeruginosa

teridentifikasi disebar pada 6 petri berisi agar King’s B yang kemudian diinkubasi 35 oC selama 48 jam. Kultur Pseudomonas aeruginosa disebar masing-masing. Warna koloni diambil 5 kali dari salah satu petri dengan menggunakan pointer mouse

(penunjuk tetikus). Rentang warna baik merah, hijau, dan biru (jangkauan 0-255 satuan Red Green Blue (RGB)) dicatat oleh

software dan disimpan sebagai setting untuk seleksi koloni berdasarkan warna. Koloni dari tiap petri dihitung secara manual dan menggunakan program penghitung koloni. Penangkapan gambar dilakukan dengan menaruh petri pada posisi tengah tangkapan kamera dengan posisi terbalik kemudian

7

sistem penerangan UV dan lampu (LED) putih bawah diaktifkan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Isolasi dan Induksi Bakteri

Bakteri lokal yang diisolasi dari air minum dalam kemasan yang beredar lokal. Isolasi menggunakan prosedur penyaringan dengan kertas milipore karena kuantitas bakteri yang kecil pada air minum, terutama yang dalam kemasan. Ukuran pori kertas milipore yang digunakan adalah 0.45 µm sesuai dengan prosedur SNI 1992 yang masih berlaku sampai sekarang. Kertas milipore ditaruh pada agar Pseudomonas Base Pyocyanin (PBP). Koloni P. aeruginosa berwarna biru kehijauan dan akan berfluoresensi kehijauan bila dipapari ultraviolet 366 nm (Gambar 1).

Selektifitas media didukung pula oleh penambahan suplemen antibiotik Cetrimide Nalidixic (CN). Bakteri yang didapat lalu diuji biokimia dengan menggunakan kit yang terdiri atas uji oksidase, nitrat, lisin, ornitin, H2S, glukosa, manitol, silosa, Orto-Nitro

Phenol Galaktosidase (ONPG), indol, urease, Voges Proskauer, sitrat, gelatin, malonat, inositol, sorbitol, ramnosa, sukrosa, laktosa, arabinosa, adonitol, rafinosa, salisin, dan arginin. Hasil kombinasi uji biokimia menunjukkan bakteri lokal ini menunjukkan tingkat kepercayaan P. aeruginosa sebesar 97%, tetapi ada hasil uji yang tidak biasa, yaitu negatif nitrase. Spesies ini umumnya positif nitrase.

Pigmen fluoresein berwarna hijau dan berfluoresensi jika dipapari ultraviolet (Gambar 2), sedangkan piosianin berwarna biru. Oleh karena itu, koloni P. aeruginosa

berwarna biru kehijauan dan berfluoresensi kehijauan saat dipapari ultraviolet (UV)

longwave. Koloni positif tersebut kemudian dimurnikan dengan subkultur ke media King’s B. Media ini merupakan media referensi untuk pertumbuhan bakteri genus Pseudomonas dan mendukung pembentukkan pigmen.

Gambar 1 Isolat P. aeruginosa pada kertas

milipore 0.45 µm.

(a) (b)

Gambar 2 Pigmen fluoresein P. aeruginosa: (a) tidak dipapari UV dan (b) dipapari UV.

Modifikasi media tersebut dimaksudkan untuk melihat induksi pigmen dengan media selain Pseudomonas Base Pyocyanin (PBP) dan memudahkan analisis faktor penginduksi. Faktor penginduksi lebih mudah diamati dengan mengeliminasi perkursor atau induser yang telah ada dalam paket referensi (PBP dan suplemen CN). Walaupun induksi warna gagal, tetapi pemurnian bakteri dengan media King’s B masih tetap dapat dilakukan. Hal ini karena bakteri murninya sudah diperoleh dari koloni tunggal yang terbentuk di media agar PBP dan bakteri dapat tumbuh pada media agar King’s B disertai produksi pigmen hijau. Pertumbuhan bakteri di media ini sudah terlihat pada inkubasi selama 24 jam.

Piosianin adalah marker/penanda yang dapat membedakan P. aeruginosa dengan bakteri berfluoresen lain, misalnya P. fluorecens. Pigmen fluoresein berhasil terinduksi pada King’s B (cair), sedangkan piosianin hanya terinduksi (positif) pada subkultur pertama. Pigmen piosianin mewarnai suspensi bakteri sehingga berwarna biru, sedangkan pigmen fluoresein mewarnai suspensi dengan warna hijau (Gambar 3). Piosianin dihasilkan saat bakteri yang dibiakkan pada King’s B berasal dari isolat paling awal dalam isolasi, yaitu dari media agar PBP. Kelarutan piosianin pada kultur cair ini tidak stabil, berbeda dengan fluoresein. Piosianin akan terpisah dan berada di permukaan bila didiamkan cukup lama. Gambar 3 Pigmen piosianin: positif

8

Piosianin tidak dihasilkan oleh bakteri saat subkultur kedua pada media King’s B. Hal ini menunjukkan ada bahan penginduksi piosianin pada media PBP, tetapi tidak dimiliki media King’s B. Hal ini diduga dari ion keberadaan ion tertentu, sesuai dengan pernyataan Frank dan DeMoss (1959), bahwa produksi piosianin dapat terjadi selama media tumbuh mengandung konsentrasi ion fosfat yang rendah dan cukup ion sulfat . Komposisi media PBP mengandung garam sulfat, tetapi tidak mengandung senyawa atau garam fosfat. Hal ini berbeda dengan King’s B yang mengandung komposisi garam fosfat (K2HPO4).

Fluoresein juga akan hilang jika kultur didinginkan atau disimpan dalam lemari pendingin (-4 oC) dan tidak dihasilkan bila kultur tersebut disubkultur lagi dari kultur yang lama. Peristiwa ini terlihat pada Gambar 4, satu koloni P. aeruginosa pada sebelah kanan petri tidak menghasilkan pigmen fluoresein atau tidak berfluoresensi. Fluoresein akan muncul lagi bila disegarkan terlebih dahulu dalam media cair yang mengandung bufer. Media cair yang digunakan adalah King’s B cair, karena komposisinya sederhana dan memiliki bufer untuk spesifikasi pertumbuhan Pseudomonas. Media ini juga digunakan untuk mengencerkan bakteri, bukan dengan NaCl 0.9 % karena dapat menghambat pembentukkan fluoresein. Hal ini diduga karena inhibisi oleh ion Cl-.

Induksi piosianin tidak berhasil dilakukan hanya dengan media King’s B saja. Oleh karena itu, induksi dilanjutkan dengan menambahkan bahan tertentu bersama media King’s B. Penambahan bahan ini diharapkan dapat menjadi induser atau mencekam bakteri. Induksi piosianin dengan penambahan setrimida 0.03% (300 ppm) dan kelipatannya, nalidiksat 1.5%, campuran keduanya, HNO3, media berselulosa, gliserol berlebih.

Gambar 4 Fluoresein pada koloni: terinduksi (kiri) dan tidak (kanan).

Alasan penggunaan bahan-bahan tersebut, yaitu setrimida telah dilaporkan dapat menginduksi piosianin, sedangkan nalidiksat bersama setrimida diberikan sebagai suplemen penginduksi piosianin pada isolasi pertama (positif piosianin). Senyawa HNO3 menjadi pertimbangan karena isolat lokal ini negatif nitrase dan piosianin dihasilkan dari isolat pertama setelah dikultur beberapa hari. Hal ini juga sesuai dengan prinsip adanya penggunaan oksigen terlarut dalam air untuk proses nitrasi (BOD tingkat 2, menghasilkan NO-3). Selulosa menjadi pertimbangan karena digunakan pada isolasi air minum, yaitu pada kertas milipore. Penambahan bahan-bahan tersebut gagal menginduksi piosianin, tetapi fluoresein berhasil terinduksi.

Setrimida tidak menginduksi fluoresein pada isolat lokal ini. Hasil percobaan menunjukkan bahwa fluoresein belum tentu terbentuk pada King’s B cair pada beberapa kali ulangan. Walaupun demikian, sudah jelas setrimida tidak menginduksi piosianin pada isolat lokal ini. Setrimida dan nalidiksat juga dapat menginhibisi pertumbuhan bakteri ini bila kadar berlebih. Dua kali lipat kadar referensi setrimida atau 2 x 0.03 % ternyata mampu menghambat bakteri ini hingga kultur cair tidak terlihat keruh.

Induksi dengan menggunakan bahan tambahan tidak berhasil, lalu muncul dugaan induksi berupa cekaman atau interaksi dari atau bersama bakteri asing. Penelitian akhirnya dilanjutkan dengan memberikan cekaman bakteri asing. Bakteri tersebut adalah kontaminan yang tumbuh pada kultur petri P.

aeruginosa sebelumnya dan bakteri

Escherichia coli. Selain itu, ketahanan bakteri ini dikecilkan dengan memberikan perlakuan setrimida dan mengecilkan jumlah bakteri dengan pengenceran sampai 10-3. Semua perlakuan tersebut dilakukan terhadap bakteri

P. aeruginosa (lokal) dalam lima ml King’s B cair. Hasil yang diperoleh menunjukkan piosianin tidak terinduksi pada semua perlakuan, berbeda dengan fluoresein. Tahap induksi ini tidak dilanjutkan lagi hingga pengujian pengaruh ion fosfat dan sulfat terhadap produksi pigmen piosianin dan fluoresein.

Radiasi ultraviolet (UV) diperlukan untuk menginduksi pigmen fluoresein agar dapat berfluoresensi. Panjang gelombang ultraviolet (UV) untuk menginduksinya adalah 366 nm

(longwave) sesuai dengan prosedur

perusahaan Merck. Panjang gelombang UV untuk menginduksi fluoresensi perlu diklarifikasi dengan mengukur kembali

9

absorbansi kultur terinduksi (menghasilkan pigmen fluoresein) dengan menggunakan spektrufluorometer. Pengukuran dilakukan pada berbagai panjang gelombang, artinya energi eksitasi berupa radiasi cahaya putih. Hasilnya berupa tampilan puncak yang menunjukkan nilai absorbansi pada panjang gelombang tertentu. Panjang gelombang absorbansi ditentukan dari proyeksi titik puncak ke sumbu horizontal. Hasil pembacaan menunjukkan ada banyak puncak antara panjang gelombang 359 dan 371 nm. Ada juga puncak di atas rentang panjang gelombang ultraviolet, yaitu 409 nm.

Energi utama dari fluoresensi berasal dari absorbansi cahaya panjang gelombang pendek. Cahaya panjang gelombang pendek mempunyai energi yang tinggi dan rentang ini masuk ultraviolet. Hal inilah yang mendasari induksi fluoresensi dengan ultraviolet. Induksi utama diyakini berada pada panjang gelombang daerah ultraviolet, yaitu 370 nm. Panjang gelombang yang direferensikan berada pada panjang gelombang 366 nm. Hal ini menjelaskan panjang gelombang 366 nm mungkin sudah menjadi standar di pasaran. Selain itu, mungkin juga sulit menemukan atau memodifikasi lapisan pendar (biasanya senyawa fosfor) yang dapat menghasilkan panjang gelombang pada panjang gelombang selain 366 nm atau sesuai spesifikasi tertentu.

Sumber cahaya UV adalah lampu tube lamp/neon empat watt dan terdapat di pasaran sebagai pendeteksi marker-fluoresen perangko. Walaupun demikian, perlu dilakukan klarifikasi terhadap dugaan panjang gelombang lampu UV yang akan dipakai pada alat karena tidak ada spesifikasi panjang gelombang yang tertera pada kemasan. Panjang gelombang lampu ini diperiksa dengan spektrofluorometer dengan hasil berupa tampilan puncak emisi pada berbagai panjang gelombang secara kontinyu. Puncak tertinggi merupakan panjang gelombang sumber cahaya. Adanya getaran harmonik menyebabkan interferensi sehingga terjadi rentang panjang gelombang yang lebar. Rentang panjang gelombang emisi lampu ini antara 364-367 nm. Nilai 366 nm masuk dalam rentang nilai tersebut sehingga sudah sesuai referensi. Panjang gelombang tersebut tidak bersifat germisidal karena masuk UV

longwave yang energinya yang kecil.

Emisi fluoresensi juga dibaca dengan spektrofluorometer, tetapi menggunakan radiasi penginduksi fluoresensi pada satu panjang gelombang. Sumber radiasi berupa laser, namun yang tersedia di laboratorium

hanya panjang gelombang 410 nm. Panjang gelombang ini masih dekat rentang ultraviolet atau masuk ultraviolet longwave sehingga masih dapat menginduksi fluoresensi. Hasilnya berupa grafik (Gambar 5) dengan sumbu vertikal menunjukkan kuat emisi cahaya (satuan counts/hitungan), sedangkan sumbu horizontal menyatakan panjang gelombang (satuan nanometer). Panjang gelombang emisi didapatkan dari proyeksi titik puncak dengan sumbu horizontal. Puncak tertinggi menunjukkan panjang gelombang emisi 508 nm.

Gambar 5 Emisi fluoresensi kultur cair bakteri P. aeruginosa.

Kontruksi Alat

Petri yang akan diproses dengan komputer, memerlukan alat untuk menangkap gambar. Alat ini adalah kotak foto-petri yang memiliki kamera dan sistem pencahayaan (Gambar 6). Alat dikontruksi dengan rangka dari aluminium. Bahan ini dipilih karena tahan karat dan ringan. Selain itu, juga karena sudah mempunyai bentuk sehingga tidak perlu diberi bentuk estetis dan tidak perlu diberikan rel penyangga sekat (kaca atau papan). Rangka ini ditutupi dengan papan melamin untuk mengisolasi kamera dari cahaya luar dan memantulkan kembali cahaya yang berasal dari dalam. Bagian pintu dan beberapa bagian ditutupi kaca hitam agar bagian dalam tampak dari luar, terutama untuk memantau penerangan ultraviolet.

10

Alat ini tersusun atas lima kompartemen, dari atas ke bawah yaitu kompartemen penyimpan barang tambahan (seperti compact disc program, kertas kalibrasi, terminal listrik dan lain-lain), penyimpan kabel, sistem elektronik, ruang foto, dan kompartemen pembaur cahaya. Kompartemen pembaur cahaya berfungsi untuk mendapatkan cahaya yang merata di belakang gambar petri.

Sistem elekteronik, terdiri atas regulator tegangan 12 volt (V), regulator intensitas cahaya, inverter DC ke AC tegangan tinggi, sistem detektor panas, baterai, dan sinyal kelap-kelip (pembuang arus). Sistem ini berdiri sendiri, tidak berhubungan dengan komponen elektronik komputer kecuali kamera. Sistem regulator tegangan mempunyai komponen utama satu Integrated Circuit (IC) LM317 dan dua kondensator. Keduanya berfungsi menstabilkan tegangan. Selain itu, LM317 mengatur daya keluaran yang dapat diatur melalui potensiometer 5 K?. Sistem ini mendapatkan daya dari