• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil identifikasi yang dilakukan di Herbarium Bogoriense, Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi LIPI Bogor, terhadap bahan yang diteliti adalah biji tumbuhan jintan hitam Nigella sativa L. suku Ranunculaceae. Hasilnya dapat dilihat pada Lampiran 1.

Hasil pemeriksaan karakterisasi serbuk simplisia yang meliputi kadar abu total, kadar abu yang tidak larut dalam asam, kadar sari larut dalam air, kadar sari larut dalam etanol, kadar air dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil pemeriksaan karakterisasi serbuk simplisia biji jintan hitam. No. Pemeriksaan Hasil (%) Persyaratan MMI (%)

1 Kadar abu total 4,2 < 8

2 Kadar abu tidak larut dalam asam 0,7 < 1,3 3 Kadar sari larut dalam air 22,7 > 22 4 Kadar sari larut dalam etanol 23,2 > 18

5 Kadar air 4,6 < 8

Penetapan kadar abu dilakukan untuk mendestruksi serta menguapkan senyawa organik dan turunannya sehingga yang tersisa senyawa anorganik. Kadar abu tidak larut asam untuk mengetahui kadar senyawa anorganik yang tidak larut dalam asam misalnya silika. Penetapan kadar sari dilakukan terhadap sari larut air dan sari larut etanol yang menyatakan jumlah zat tersari

dalam air atau etanol. Penetapan kadar air dilakukan berhubungan dengan mutu simplisia agar tidak mudah ditumbuhi mikroorganisme (Ditjen POM, 1995).

Hasil karakterisasi simplisia secara makroskopik yaitu biji berwarna hitam, berbentuk seperti limas ganda dengan ujung meruncing bersudut 3 sampai 4, panjang 1,5-3 mm, lebar lebih kurang 1 mm, kasar, bau khas aromatik, rasa pahit sedikit pedas. Secara mikroskopik terhadap serbuk simplisia biji jintan hitam dijumpai adanya kulit biji berwarna hitam yaitu lapisan penutup pada permukaan biji, epidermis dalam terlihat tangensial, endosperm penuh berisi butir aleuron dan tetes-tetes minyak, berguna sebagai tempat menyimpan cadangan makanan (Depkes, 2008) dan sel parenkim di bawah palisade yang terlihat secara tangensial, hasil ini sesuai dengan yang tertera pada Materia Medika Indonesia Jilid III (1979). Hasilnya dapat dilihat pada Lampiran 4.

Serbuk simplisia biji jintan hitam diekstraksi dengan cara maserasi menggunakan pelarut metanol sehingga diharapkan kandungan senyawa kimia yang terdapat pada biji jintan hitam dapat tersari sempurna. Hasil dari 1 kg serbuk simplisia setelah diuapkan dengan alat rotary evaporator dan di Freeze dryer diperoleh ekstrak metanol (223,5 gram).

Hasil skrining fitokimia menyatakan bahwa pada serbuk simplisia dan ekstrak metanol biji jintan hitam diperoleh senyawa golongan alkaloida, flavonoida, glikosida, tanin, steroida/triterpenoida, dan saponin. Alkaloida positif dengan pereaksi Dragendorff, Bouchardat dan Meyer.

Hasil skrining fitokimia serbuk simplisia dan ekstrak metanol biji jintan hitam (Nigellae sativae L.) dapat dilihat pada Tabel 2:

Tabel 2. Hasil skrining fitokimia serbuk simplisia dan ekstrak metanol biji jintan hitam.

No. Pemeriksaan

Hasil

Serbuk simplisia Ekstrak metanol

1 Alkaloida + + 2 Flavonoida + + 3 Glikosida + + 4 Glikosida antrakinon - - 5 Tanin + + 6 Steroida/Triterpenoida + + 7 Saponin + +

Keterangan: + = mengandung golongan senyawa = tidak mengandung golongan senyawa

Menurut Harborne (1987) bahwa penambahan asam pada ekstrak metanol biji jintan hitam dimaksudkan untuk membentuk senyawa alkaloida dalam bentuk garam yang mudah larut dalam air, sedangkan penambahan basa adalah untuk membebaskan kembali alkaloida dari bentuk garam sehingga dengan mudah dapat diekstraksi menggunakan pelarut organik yang sesuai.

Campuran alkaloida kasar yang diperoleh dapat dianalisis secara KLT menggunakan fase gerak campuran kloroform-metanol-amonia dengan berbagai perbandingan yaitu (95:5:1); (90:10:1); (85:15:1); (80:20:1);

bercak larutan Dragendorff. Hasil analisis KLT diperoleh tiga bercak (noda) dengan semua fase gerak, hasilnya dapat dilihat pada Lampiran 8, dan memberikan satu bercak yang positif terhadap alkaloida untuk semua perbandingan fase gerak setelah dilakukan penyemprotan dengan pereaksi Dragendorff (harga Rf dari masing-masing perbandingan fase gerak dapat dilihat pada Tabel 3 dan pola kromatogram dapat dilihat pada Lampiran 8. Tabel 3. Data hasil KLT ekstrak alkaloida kasar dari biji jintan hitam.

No. Perbandingan fase gerak kloroform - metanol - amonia

Harga Rf Penampak noda Dragendorff 1 60:40:1 70:30:1 80:20:1 85:15:1 90:10:1 95:5:1 0,32 mj 2 0,43 mj 3 0,62 mj 4 0,65 mj 5 0,87 mj 6 0,95 mj Keterangan:

Fase diam = silika gel 60 F254, mj = merah jingga.

Fase gerak yang memberikan pemisahan yang baik adalah perbandingan kloroform-metanol-amonia (85:15:1) karena memberikan bercak lebih dominan dan lebih besar. Selanjutnya dilakukan pemisahan terhadap senyawa alkaloida dengan KLT preparatif untuk mendapatkan alkaloida dalam jumlah yang lebih banyak menggunakan fase gerak kloroform-metanol-amonia (85:15:1), fase diam silika gel 60 F254 dan sebagai penampak bercak

digunakan pereaksi Dragendorff. Hasil KLT preparatif setelah disemprot pada kedua sisi plat yang memberikan warna merah jingga menunjukkan adanya senyawa alkaloida, selanjutnya bagian tengah dari plat yang tidak disemprot dikerok, kemudian dilarutkan dalam metanol berulang-ulang.

Filtrat yang diperoleh diuapkan dengan bantuan pemanasan diatas waterbat, setelah itu dimasukkan dalam freezer. Kristal yang diperoleh dilarutkan dalam metanol dingin kemudian dimasukkan dalam freezer, diulangi beberapa kali sampai terbentuk kristal bentuk jarum berwarna putih.

Isolat yang diperoleh selanjutnya dilakukan uji kemurnian dengan KLT satu arah menggunakan fase diam silika gel 60 F254 dan fase gerak kloroform-metanol-amonia dengan perbandingan (90:10:1), (85:15:1), (80:20:1), (70:30:1), hasilnya tetap menunjukkan satu bercak yang dapat dianggap tunggal menurut analisis KLT. Harga Rf dapat dilihat pada Tabel 4 berikut: Tabel 4. Data hasil KLT ekstrak alkaloida kasar dari biji jintan hitam.

No. Perbandingan fase gerak Kloroform-metanol-amonia Harga Rf Penampak noda Dragendorff 1 70:30:1 80:20:1 85:15:1 90:10:1 0,43 mj 2 0,62 mj 3 0,65 mj 4 0,87 mj Keterangan:

Hasil uji kemurnian dari isolat dengan KLT satu arah menunjukkan proses KLT preparatif telah murni, kemudian dilakukan KLT dua arah untuk lebih meyakinkan sehingga akan tampak jelas kemurnian alkaloida. Fase diam yang digunakan adalah silika gel 60 F254 dan fase gerak pertama kloroform-metanol-amonia (85:15:1) dan fase gerak kedua kloroform-kloroform-metanol-amonia (70:30:1), dengan penampak bercak Dragendorff. Hasil KLT dua arah dengan fase gerak pertama diperoleh harga Rf 0,65 dan pada fase gerak kedua harga Rf 0,43, hasil ini menunjukkan bahwa alkaloida yang dihasilkan telah murni.

Hasil analisis spektrofotometer ultraviolet isolat memberikan absorbansi maksimum 203 nm. Berdasarkan penelusuran pustaka (Noerdin, 1985) menunjukkan adanya gugus kromofor dengan transisi elektron dari n→π*.

Penafsiran hasil spektrum inframerah terhadap isolat adalah sebagai berikut: pita melebar dengan kekuatan sedang pada daerah 3356,14 cm-1 yang memberikan petunjuk adanya gugus O-H. Tidak terlihat adanya pita N-H, hal ini dapat terjadi karena tertutup oleh pita O-H melebar. Dua puncak yang berdekatan pada bilangan gelombang 2924,09 cm-1 dan 2854,65 cm-1 menunjukkan ikatan C-H alifatis, ini diperkuat oleh adanya puncak yang tajam pada bilangan gelombang 1458,18 cm-1 yang menunjukkan adanya gugus metilen (CH2) dan adanya puncak tajam pada bilangan gelombang 1373,32 cm-1 menunjukkan adanya gugus metil (CH3). Puncak lemah pada bilangan gelombang 1726,22 cm-1 menunjukkan adanya gugus C=O. Puncak pada bilangan gelombang 1612,49 cm-1 menunjukkan adanya ikatan rangkap dua

C=C. Puncak lemah pada bilangan gelombang 1242,16 cm-1 menunjukkan adanya gugus C-N. Pada spektrum tidak adanya puncak N-H pada bilangan gelombang 3500 cm-1 sehingga diduga bahwa alkaloida pada isolat merupakan senyawa amin tersier (Pavia, et al., 1988).

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Dokumen terkait