• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakterisasi Gallirallus philippensis Berdasarkan Lokasi

Hasil analisis deskripsi morfometri (Tabel 1) menggambarkan bahwa burung weris di lokasi Papontolen dan Ranoyapo memiliki rataan bobot tubuh yang lebih berat dibandingkan dengan bobot tubuh burung weris yang ada dilokasi Tondano dan Wusa, walaupun sama-sama sudah mencapai dewasa tubuh. Perbedaan ini diduga dipengaruhi oleh perbedaan umur karena diambil di alam dan beberapa faktor lingkungan, seperti ketersediaan pakan, suhu, dan posisi geografis lokasi.

Tabel 1 Perbedaan bobot badan burung weris yang ditangkap di lokasi Papontolen dan Ranoyapo diduga disebabkan tanaman padi sebagai sumber pakan memasuki fase berbuah dan proses irigasi di persawahan masih berjalan sehingga air pada lokasi persawahan dalam jumlah yang banyak menyebabkan ketersediaan pakan burung weris yang sangat bervariasi dan melimpah. Burung weris sangat mudah memperoleh makanan, baik sebagai sumber energi maupun sebagai sumber protein, sedangkan untuk lokasi persawahan di Tondano dan Wusa tanaman padinya sebagian besar siap untuk dipanen sehingga kondisi persawahan dikeringkan. Walaupun ketersediaan padi sebagai pakan adalah melimpah, jenis pakan sebagai sumber protein, yaitu cacing dan moluska, berkurang bila sawah dikeringkan. Pada saat ditangkap, bobot badan burung weris di daerah Tondano lebih kecil dibanding dengan yang di Ranoyapo dan Papontolen. Fenomena yang sama terjadi pula pada burung Robin (Erithacus rubecula) pada daerah persinggahan, yaitu memiliki bobot tubuh lebih besar karena habitatnya menyediakan kelimpahan makanan (Gyimothy et al. 2011).

Tabel 1 Deskripsi morfometri burung weris (Gallirallus philippensis) berdasarkan lokasi Peubah Lokasi Ranoyapo (n=7) (rataan ± sd) Popontolen(n=10) (rataan ± sd) Wusa (n=9) (rataan ± sd) Tondano (n=9) (rataan ± sd) Bobot tubuh (g) 182.21a ± 20.75 196.00a ± 10.18 158.36b ± 18.26 158.69 b ± 12.85 Panjang paruh (cm) 2.92 a ± 0.31 2.83 a ± 0.35 2.64 a ± 0.22 2.79 a ± 0.27 Lebar paruh ((cm) 0.98 a ± 0.11 `0.98 a ± 0.17 0.96 a ± 0.08 0.82 b ± 0.10 Panjang ekor (cm) 6.43ab ± 0.81 5.79b ± 1.22 6.79 a ± 0.45 6.17ab ± 0.86 Panjang sayap (cm) 19.66 a ± 1.28 19.25 a ± 2.76 18.61 a ± 0.98 18.36 a ± 1.41 Panjang shank (cm) 4.44 a ± 0.33 4.33 a ± 0.34 4.06 a ± 0.47 4.10 a ± 0.39 Keterangan : huruf-huruf berbeda dalam baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata

(P<0.05)

Lebar paruh burung weris di 3 lokasi, yaitu Papontolen, Wusa, dan Ranoyapo tidak berbeda, kecuali lokasi Tondano yang memiliki nilai lebih rendah dibandingkan dengan 3 lokasi tersebut. Keseluruhan habitat tempat burung weris ini ditemukan berupa daerah persawahan atau lahan basah buatan yang fungsi utamanya sebagai tempat menanam padi. Burung weris menjadikan persawahan sebagai tempat mencari makan karena banyak ditemukan hewan invertebrata, seperti keong (moluska), krustacea dan ekinodermata. Perbedaan ukuran morfologi berkaitan dengan perbedaan pakan dan habitat. Seperti burung Robin (Erithacus rubecula) yang hidup pada 3 tipe habitat yang berbeda mempunyai ukuran tarsus pendek dan paruh yang panjang karena ukuran pakannya yang bervariasi (Rosinska 2007). Morfologi paruh dan tarsus merupakan karakter yang dapat mengalami evolusi karena karakter-karakter tersebut dipengaruhi oleh adaptasi terhadap perubahan pola dan jenis pakannya (Grenier & Greenberg 2005). Hal ini dapat diamati pada burung pemakan serangga (insectivorous) yang mencari makan di bagian atas pohon dan dedaunan, pada semak belukar, burung-burung tersebut mempunyai ukuran paruh dan tarsus yang relatif lebih panjang (Carrascal et al. 1990). Karakter lain, seperti panjang paruh, panjang sayap, dan panjang shank, adalah relatif sama, sedangkan panjang ekor dan lebar paruh berbeda.

Berdasarkan hasil analisis PCA (Principle Component Analysis) didapatkan Eigen value dan persentase varians (Tabel 2), yang menunjukkan bahwa cukup

dengan dua sumbu (PC1 dan PC2) sudah dapat menjelaskan komponen utama dalam pengamatan ini. Hal tersebut terlihat dari Eigen value PC1 sebesar 4,0785 dan PC2 sebesar 1,3101, sedangkan sumbu yang lain memiliki nilai yang sangat kecil. Demikian juga dengan persentase varians PC1 sebesar 68% dan PC2 sebesar 21% sehingga total 89% kontribusi untuk penentuan komponen utama dapat dijelaskan oleh sumbu 1 (PC1) dan sumbu 2 (PC2). Observasi, kontribusi pada sumbu 1 (PC1) diberikan pada panjang shank sedangkan pada sumbu 2 (PC2) diberikan oleh panjang ekor (Gambar 4).

Tabel 2 Eigen value dari empat lokasi burung weris (Gallirallus philippensis) di Minahasa PC1 PC2 PC3 Eigen value 4.0785 1.3101 0.6114 %variance 0.680 0.218 0.102 Cumulative 0.680 0.898 1.000 Bobot tubuh (g) 0.465 -0.080 0.425 Panjang paruh (cm) 0.410 -0.301 -0.565 Lebar paruh (cm) 0.314 0.617 0.401 Panjang ekor (cm) -0.252 0.675 -0.485 Panjang sayap (cm) 0.468 0.257 -0.184 Panjang shank (cm) 0.484 0.034 -0.264

Keterangan: Angka dengan cetakan tebal menunjukkan parameter yang sangat berpengaruh

2 1 0 -1 -2 1.0 0.5 0.0 -0.5 -1.0 -1.5 First Component S e c o n d C o m p o n e n t p shank p sayap p ekor l paruh p paruh B tubuh Biplot of B tubuh, ..., p shank

Gambar 4 Proyeksi dari lokasi dan karakter morfologi dalam bidang dua dimensi

Menggunakan analisis multivariat yang lain, yaitu analisis klaster (Gambar 5), hasilnya menunjukkan pengelompokan sejumlah individu ke dalam kelompok-kelompok berdasarkan derajat kemiripan yang paling dekat. Secara umum, berdasarkan parameter ukuran tubuh populasi burung pada empat daerah terbagi dalam tiga kelompok, yaitu kelompok pertama adalah populasi burung di Tondano dan Wusa, selanjutnya keduanya tergabung dalam kelompok yang lebih jauh, yaitu dengan daerah Ranoyapo dan hubungan yang lebih jauh lagi, yaitu dengan kelompok burung di Papontolen walaupun tingkat perbedaannya sangat sedikit sekali.

Hal ini menunjukkan bahwa diantara keempat lokasi di Minahasa memiliki hubungan morfologis yang sangat dekat. Hasil ini ditunjukkan pula pada konstruksi pohon dendogram (Gambar 5). Penyebaran burung weris yang ada pada keempat lokasi di Minahasa masih mungkin terjadi walaupun jarak terbang dari burung weris tidak sejauh jarak antara masing-masing lokasi.

Wusa

Ranoyapo

Papontolen

Papontolen Ranoyapo Wusa Tondano 99.99 100.00 100.00 100.00 Variables S im il a r it y Dendrogram

Average Linkage, Correlation Coefficient Distance

Gambar 5 Dendogram tingkat kesamaan ukuran tubuh pada empat populasi burung weris (Gallirallus philippensis) di Minahasa

Biasanya burung weris hasil tangkapan dipelihara beberapa saat kemudian baru dipotong sesuai kebutuhan sehingga kemungkinan ada yang terlepas, ataupun pada proses pengangkutan beberapa burung bisa terlepas sehingga terjadi perkawinan burung weris pada lokasi yang berbeda. Selain itu, antardaerah di Minahasa dipisahkan oleh sungai yang satu dengan lainnya dihubungkan oleh jembatan penyeberangan sehingga perpindahan dari satu lokasi ke lokasi yang lain bisa terjadi dan tidak menutup kemungkinan terjadi pula perkawinan antara burung dari satu lokasi dengan lokasi yang lain, yang berakibat burung weris di empat lokasi yang berbeda memiliki banyak kesamaan.

Hubungan yang sangat erat antara komunitas burung dengan keragaman habitat menunjukkan bahwa burung sangat bergantung pada keragaman kompleksitas pohon dan semak (Chettri et al. 2005). Ada perbedaan struktur komunitas burung pada daerah yang mempunyai struktur vegetasi yang berbeda, ataupun antara vegetasi alami dengan yang terganggu (Paerman 2002). Struktur vegetasi mempengaruhi pemilihan habitat oleh burung. Burung weris yang ada di Minahasa dapat dikatakan diperoleh pada habitat yang sama, yaitu daerah persawahan sehingga kelimpahan sumber pakan di daerah tersebut cenderung sama.

Pada kondisi habitat yang tidak lagi memenuhi kebutuhan hidup, burung akan berpindah ke wilayah lain. Berbagai tipe habitat menyediakan kelimpahan sumber pakan untuk berbagai jenis burung (Howes et al. 2003), walaupun menurut Paerman (2002) hubungan antara struktur vegetasi dan struktur komunitas burung terkadang sulit untuk diamati.

Perbedaan Jenis Kelamin Berdasarkan Data Morfometri

Secara umum berdasarkan warna bulu yang dimiliki burung weris adalah jenis burung yang monomorfik, yaitu tidak dapat dibedakan antara jantan dan betina. Yong (2011) menyatakan bahwa sembilan ukuran parameter pada burung Swinhoe's Storm Petrels tidak dapat digunakan untuk pembedaan jenis kelamin walaupun dari warna menunjukkan bahwa burung betina memiliki refleksi warna pada bulu-bulu di bagian perut yang lebih tinggi, dan pada bagian mahkota refleksi warna lebih tinggi pada jantan.

Berdasarkan analisis data morfometrik, burung weris jantan memiliki bobot tubuh, panjang paruh, dan lebar paruh yang berbeda dari burung betina. Bobot tubuh burung jantan lebih berat dari betina, yang disebabkan burung jantan lebih agresif untuk berburu dan menangkap mangsa dibanding betina sehingga burung jantan memiliki kesempatan untuk memperoleh makanan lebih besar dibandingkan dengan burung betina. Oleh karena itu, tampaknya burung weris memiliki dimorfisme seksual (Tabel 3). Fenomena yang sama dapat ditemukan pada burung lain, yaitu bobot badan Blackbird (Turdus merula) jantan lebih berat dibandingkan betina pada setiap musim (Wysocki 2002).

Tabel 3 Deskripsi morfometri Gallirallus philippensis berdasarkan jenis kelamin

Peubah Jenis Kelamin Betina(n=16) (rataan ± sd) Jantan(n=18) (rataan ± sd) Bobot tubuh 161.80a ± 22.91 185.73b ± 15.55 Panjang paruh 2.64a ± 0.26 2.92b ± 0.29 Lebar paruh 0.89a ± 0.12 0.98b ± 0.14 Panjang ekor 6.29a ± 0.95 6.27a ± 0.97 Panjang sayap 18.57a ± 1.44 19.25a ± 2.11 Panjang shank 4.13a ± 0.36 4.34a ± 041

Hasil analisis boxplot terhadap karakter bobot badan menunjukkan bahwa burung jantan memiliki sebaran nilai lebih kecil dibandingkan dengan burung betina. Hal ini mencerminkan bahwa keragaman bobot tubuh burung weris jantan lebih kecil. Nilai median bobot badan burung weris jantan berada pada angka 186,25 g, jika dibandingkan dengan nilai median burung betina yang sebagian besar data menunjukkan menyebar di atas nilai median. Hal ini sejalan dengan pendapat Taylor dan van Perlo (1998) bahwa sebagian besar spesies dari genus Rallidae memiliki ukuran yang sama baik jantan dan betina, walaupun jantan sedikit lebih besar dari betina. Selanjutnya (Ozaki 2009) menyatakan dari karakter morfometri Gallirallus okinawae yang diukur menunjukkan nilai rataan jantan lebih besar dibandingkan betina.

Burung jantan memiliki paruh lebih panjang dan lebih lebar dari betina. Panjang paruh burung weris jantan mempunyai nilai median 2.92 cm, dan nilai ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan burung weris betina. Diduga hal ini disebabkan dalam proses mengasuh anak untuk burung weris dilakukan oleh kedua induknya, induk betina mengasuh anaknya dalam sarang, sedangkan induk jantan berfungsi untuk mencari makan bagi anak-anaknya sehingga paruh jantan lebih panjang dari betina. Pada familli Rallidae, burung jantan lebih banyak menggunakan paruhnya untuk mencari makanan dan memecahkan cangkang krustasea. Diduga hal ini menyebabkan bagian paruh jantan biasanya lebih panjang dan sempit dibandingkan dengan betina. Sievwright & Higuchi (2011) menyatakan bahwa paruh panjang dan tipis pada Oriental Honey Buzzard dengan ujung bengkok mengalami proses evolusi karena sering digunakan untuk mengambil larva serta menggali sarang tawon untuk keluar dari tanah. Melalui pengidentifikasian ciri-ciri morfologi kunci dengan menggunakan pengukuran morfometrik memungkinkan untuk lebih memahami adaptasi dan proses evolusi terkait dengan perilaku makan pada burung.

Setiap spesies memiliki ukuran yang optimal. Panjang sayap merupakan karakter kunci yang berhubungan dengan perilaku burung, seperti migrasi dan mencari makan (Hall et al.2004). Burung jantan dalam aktivitas mencari makan maupun dalam mempertahankan daerahnya sangat aktif sehingga sayap burung jantan lebih panjang dibandingkan dengan burung betina. Hall et al. (2004)

menyatakan bahwa burung Reed warblers (Acrhocephalus scirpaceous) sebagai burung yang memiliki daya terbang jarak jauh, mempunyai karakter morfologi yang sangat berbeda antara burung jantan dan betina. Burung jantan lebih panjang sayapnya dibandingkan betina sehingga dikatakan faktor morfometri kunci untuk membedakan jenis kelamin adalah dengan mengukur panjang sayap. Rosinska (2007) menyatakan bahwa untuk burung migran keberhasilan sexing dengan menggunakan panjang sayap adalah 80%-81%.

Hal ini tidak terjadi pada burung weris, karena burung weris memiliki jangkauan terbang yang terbatas, tidak seperti burung migran. Alasan lain yang dapat mendukung hasil penelitian ini adalah habitat burung weris yang menyediakan kelimpahan makanan bagi burung weris sehingga tidak membutuhkan usaha bagi burung weris jantan dalam mencari makanan untuk burung weris betina maupun anaknya. Selain itu, diduga ukuran sampel yang kurang sehingga keragaman data kecil. Oleh karena itu, burung weris jantan memiliki panjang sayap yang hampir sama dengan betina. Dengan kata lain, panjang sayap jantan tidak berbeda nyata dibandingkan dengan betina (Tabel 3).

Panjang ekor burung weris jantan tidak berbeda nyata dari betina. Pengukuran panjang ekor sangat bervariasi sehingga variabel ini tidak dapat digunakan secara tunggal untuk sexing (Rosinska 2007). Berdasarkan hasil uji t (Tabel 3) didapat bahwa karakter burung weris jantan, yaitu bobot badan, panjang paruh, dan lebar paruh, berbeda nyata dari burung weris betina.

Jantan Betina 220 200 180 160 140 120 B o b o t T u b u h ( g r a m ) 150.1 186.25 jantan Betina 3.6 3.4 3.2 3.0 2.8 2.6 2.4 2.2 2.0 P a n ja n g P a r u h ( c m ) 2.59 2.915 Jantan_1 Betina_1 1.2 1.1 1.0 0.9 0.8 0.7 L e b a r P a r u h ( c m ) 0.905 0.975 Jantan_2 Betina_2 8 7 6 5 4 P a n ja n g E k o r ( c m ) 6.35 6.45 Jantan Betina 5.25 5.00 4.75 4.50 4.25 4.00 3.75 3.50 P a n ja n g S h a n k ( c m ) 4.11 4.245 Jantan_3 Betina_3 22 20 18 16 14 12 P a n ja n g S a y a p ( cm ) 18 19.55

Gambar 6 Perbandingan pengukuran enam karakter morfologi burung jantan dan betina

Pendugaan Umur

Pendugaan umur dilakukan terhadap burung weris hasil penetasan sebanyak 27 ekor. Selama pengamatan, banyak burung yang mati dan yang berhasil mencapai umur 60 hari hanya 1 ekor.

Karakter morfologi yang mengalami perubahan setelah penetasan dan selama pertumbuhan umur burung dipenangkaran adalah warna iris mata, yaitu pada saat menetas mata anak burung keseluruhannya berwarna hitam, kemudian perlahan-lahan mulai mengalami perubahan warna pada bagian iris mata dari warna hitam pada umur 1 hari sampai 20 hari. Selanjutnya, secara perlahan pula mulai mengalami perubahan warna menjadi kecokelatan dan pada umur 30 hari secara perlahan-lahan warna berubah dari cokelat agak muda kewarna cokelat tua.

Pada umur 60 hari, warna cokelat mulai berubah menjadi agak kemerahan dan jika diamati pada sampel-sampel yang ditangkap di habitat alaminya didapatkan warna iris mata dari warna cokelat tua sampai warna merah agak muda sampai ke warna merah. Diduga warna iris mata akan mengalami perubahan dari hitam kemudian kewarna cokelat dan akhirnya semakin bertambah umur maka akan mengalami perubahan menjadi merah (Gambar 7). Hal ini sejalan dengan pernyataan (Rosinska 2007), usia burung Robin sesuai dengan perubahan karakteristik menyangkut bentuk, warna, ukuran bulu, ukuran mandibula, dan ukuran ekor.

Alis mata burung weris pada saat baru menetas belum tampak garis putih, namun setelah burung berumur 30 hari mulai nampak warna putih di bagian atas mata. Sejalan dengan bertambahnya umur, maka warna alis mata yang putih akan semakin jelas dengan bertambah panjang (Gambar 7).

Warna paruh pada saat telur menetas sampai umur 1 hari berwarna merah muda dengan warna putih pada ujung paruh. Pada hari ke-2, warna putih pada ujung paruh mulai hilang dan benar-benar hilang pada hari ke-3. Pada hari ke-10, warna paruh berubah dari merah muda menjadi warna hitam dimulai dari pangkal paruh sampai ke ujung paruh. Pada hari ke-30, warna paruh mulai mengalami perubahan dari hitam dan secara perlahan berubah menjadi merah muda dimulai pada pangkal paruh sampai akhirnya pada ujung paruh. Selanjutnya, warna paruh akan mulai berubah kembali menjadi kehitaman yang dimulai dari ujung paruh

sampai pada pangkal paruh. Burung yang ditangkap biasanya mempunyai paruh berwarna merah muda sampai warna kehitaman.

Bulu leher mengalami perubahan dari warna hitam secara perlahan-lahan menjadi warna abu-abu, selanjutnya muncul spot putih bercampur dengan warna kecokelatan. Sejalan dengan bertambahnya umur pada hari ke-60, warna bulu leher kembali berubah menjadi warna abu-abu.

Bulu pada bagian sayap mulai bertumbuh pada waktu pengamatan hari ke- 20, dan pada hari ke-60, bulu pada bagian sayap, yaitu bulu primer, sekunder, dan alula sudah tumbuh sempurna. Pada waktu pengamatan 60 hari, didapatkan bulu sayap telah bertumbuh sempurna sehingga diduga bahwa burung tersebut telah memasuki fase pertumbuhan dara (Gambar 8). Ozaki (2009) menyatakan bahwa pertumbuhan bulu burung sesudah lahir sampai menjadi burung dara, bulu burungnya hampir sama dengan bulu burung dewasa sehingga pada pengamatan eksternal sangat sulit membedakan burung dara dari burung dewasa. Ditambahkan bahwa pengetahuan yang terbatas tentang bulu Gallirallus okinawae menyebabkan sangat sulit untuk membedakan umur burung melalui pengamatan bulu burung (Ozaki 2009). Ketersediaan pakan berperan penting untuk pertumbuhan dan kualitas bulu burung (Desrochers 1992). Secara keseluruhan, perubahan warna bagian-bagian tubuh burung weris dapat ditampilkan pada Gambar 9.

Gambar 7 Perubahan warna pada bagian kepala yaitu paruh, iris mata, warna alis mata sejak umur 1 hari sampai 60 hari.

Gambar 8 Pertumbuhan bulu sayap selama waktu pengamatan 60 hari

1 h 10 h 20 h 30

40 h 50 h 60 h

20 hr 30 hr 40 hr

50 hr 60 hr

Umur Perubahan Karakter Gambar 1 hari  Keseluruhan bulu berwarna hitam pekat

 Mata hitam, paruh merah muda, dan pada ujung paruh warna putih pada hari ke 3 warna putih hilang

 Warna shank abu-abu tua

10 hari  Keseluruhan bulu berwarna hitam pekat

 Mata hitam, keseluruhan paruh berwarna hitam

 Warna shank abu-abu tua

20 hari  Keseluruhan bulu mulai berubah warna menjadi abu-abu tua, dan buluh pada sayap mulai tumbuh dengan bercak-bercak putih

30 hari  Alis putih pada bagian mata

 Warna iris mata berubah kecokelat muda

 Bulu pada bagian belakang dan sayap mulai berubah warna menjadi kecokelatan

 Pada bagian leher berubah menjadi abu-abu muda

40 hari  Sebagian besar belakang berwarna cokelat

 Garis cokelat dibawah alis

 Bulu sayap primer dan sekunder mulai tumbuh sempurna

 Sebagian paruh berwarna merah muda

 Pada bagian leher abu-abu mudah bercampur cokelat dan spot putih

50 hari  Warna iris mata dari cokelat muda kecokelat tua

 Warna cokelat dibawah alis putih semakin jelas

 Keseluruhan paruh berwarna merah muda

60 hari  Iris mata berwarna cokelat tua

 Keseluruhan bagian leher berubah menjadi abu-abu muda

Simpulan

Burung weris (Gallirallus philippensis) pada empat lokasi di Minahasa memiliki tingkat kesamaan morfologi yang tinggi. Berdasarkan hasil pengukuran terdapat perbedaan karakter morfometri pada Gallirallus philippensis, yaitu burung weris jantan lebih besar dibandingkan betina pada karakter bobot tubuh, panjang paruh, dan lebar paruh. Perubahan karakter morfologi terutama perubahan warna pada bagian kepala dan pertumbuhan bulu sayap terlihat jelas berdasarkan perkembangan umur, dengan demikian dapat dijadikan dasar pendugaan umur burung.

Saran

Penelitian karakter morfologi perlu dikembangkan lebih lanjut dengan lokasi yang lebih luas atau lebih menyebar terutama untuk daerah Sulawesi

Dokumen terkait