• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Studi Literatur

Berdasarkan studi literatur, diketahui bahwa tata ruang baik dalam maupun luar rumah tinggal tradisional Lampung dipengaruhi oleh hubungan kekerabatan atau nilai-nilai tradisi yang berlaku antar anggota keluarga dan kerabat. Hasil studi literatur dari bahan-bahan bacaan yang berkaitan dengan tata ruang, elemen, serta simbol-simbol yang terdapat pada taman serta rumah tinggal tradisional Lampung dapat dilihat pada tabel 4.

Halaman merupakan tempat bagi penghuni rumah untuk melakukan aktivitas luar ruangan. Pada halaman dapat dijumpai elemen-elemen pembentuk taman rumah tinggal tradisional Lampung. Elemen-elemen tersebut ada untuk mendukung dan memenuhi kebutuhan masyarakat, baik kebutuhan sehari-hari maupun untuk kepentingan tertentu seperti pada saat dilaksanakannya upacara adat. Peletakan dan posisi elemen penyusun taman rumah tinggal tradisional Lampung ini memiliki makna dan filosofi kebudayaan yang terkait dengan fungsi dan kepercayaan serta kebiasaan masyarakat setempat.

Orientasi Arah Hadap

Sungai merupakan sumber air utama dalam kehidupan masyarakat tradisional Lampung (Depdikbud 1992). Rumah-rumah dibangun mengikuti sungai karena adanya sistem pangkalan ragah dan pangkalan sebai sebagai tempat pemandian umum. Antar rumah dibangun saling berhadapan dan rapat, nyaris tanpa pembatas antara satu rumah dengan rumah lainnya (Depdikbud 1987). Batas Tapak

Antar rumah dalam satu lingkungan tinggal umumnya tidak mementingkan adanya penanda batas. Jika suatu rumah memiliki pagar, biasanya hanya berupa pagar sederhana atau semak pembatas (Depdikbud 1997). Menurut Depdikbud (1996), kondisi rumah yang saling berdekatan dan saling terbuka ini menggambarkan sikat masyarakat Lampung yang terbuka atau sikap nemui nyimah dalam falsafah piil pesenggiri. Sikap ini artinya pemilik rumah terbuka dengan lingkungan dan masyarakat di sekitarnya. Sikap ini tergambar pada keakraban masyarakat tradisional Lampung yang tinggal dalam suatu lingkungan hidup yang sama.

20

Tabel 4 Komponen tata ruang rumah tradisional Lampung berdasarkan hasil studi literatur

Komponen Rumah tinggal tradisional

Batas tapak lahan di sekitar rumah dibiarkan terbuka, tanpa pagar karena masyarakat memiliki hubungan yang erat. Jika ada hanya pagar sederhana2,3,9

Tata ruang bangunan

masing-masing rumah memiliki beranda atau teras (tepas) dan (tadah embun)3 di ujung tangga naik ada gakhang hadap3,4,5

di bagian samping atau di belakang dapur terdapat pula gakhang dapur/kudan3

tanduk kerbau dan hiasan ukiran merupakan lambang kebanggaan pemilik rumah5

rumah tradisional Lampung selalu berupa rumah panggung, karena air sungai dapat meluap sewaktu-waktu5

rumah terdiri dari bagian bawah, bagian tengah tempat kegiatan manusia, dan bagian atas tempat para dewa6

tata ruang dalam rumah tradisional Lampung dipengaruhi oleh faktor hubungan kekerabatan3

Bah lamban bah lamban awalnya tidak bermanfaat banyak, merupakan bentuk adaptasi2 Dapur dan

gakhang

dapur yang terpisah dari rumah dihubungkan oleh geragal/jembat, dan untuk kepentingan tertentu dapur dibangun di luar rumah6,7

Halaman halaman depan rumah (tengahbah/terambah) biasa dimanfaatkan untuk menjemur

hasil bumi dan tempat membuat teratak3,4 halaman di belakang dapur disebut kudan/juyu5 halaman kiri dan kanan rumah disebut kebik/kakebik5

Orientasi arah bangunan selalu menghadap atau membelakangi sungai5

Aktivitas upacara daur hidup8

Simbol lamban melambangkan keharmonisan sebagai tempat tinggal keluarga, harmonis

dengan alam, harmonis dengan lingkungan hidup manusia6 rumah merupakan perlambangan status dan nilai sosial pemiliknya5

tangga terletak di sisi kiri rumah, ketika memasuki rumah akan berbelok kearah

kanan, masyarakat menyebutnya dengan menganankan rumah6

Komponen Perkampungan Tradisional

Batas tapak di dalam kampung tidak ada batas-batas pekarangan rumah1

Tata ruang bangunan

rumah berbentuk segi empat memanjang , berpanggung tinggi yang ditopang oleh kayu bulat setinggi dua meter1

rumah di pegunungan memakai atap yang berbahan ringan1

rumah merupakan lambang status dan ukuran nilai budaya5

Halaman semua kegiatan dilakukan di ladang, tidak di halaman1,2

kediaman di dalam kampung mengelompok rapat dan hampir tidak memiliki halaman2,5

Walai di dalam kampung tidak terdapat bangunan khusus untuk lumbung padi, karena padi dan hasil bumi lainnya biasanya disimpan di gudang atau di bawah rumah2,7 walai ramik terletak di luar kampung5,6,7

Orientasi permukiman tradisional Lampung terletak di tepi sungai atau di dekat sungai1,2,7 perkampungan penduduk Lampung pada umumnya memanjang, dengan deretan rumah yang berhadapan3,5

kampung lama akan memanjang tanpa lapisan di belakangnya akibat adanya pangkalan mandi4

Aktivitas kampung adalah tempat beristirahat dan tempat berkumpul anggota kerabat untuk

upacara adat1

Simbol konsep rumah tradisional Lampung merefleksikan semangat keterbukaan,

kekuatan, kenyamanan, keindahan, dan hierarki ruang dengan baik2 Sumber :

1

Depdikbud (1978), 2Depdikbud (1997), 3Dinas Pendidikan Provinsi Lampung (2002),

4

Depdikbud(1996), 5Depdikbud (1987), 6Kemenbudpar (2011), 7Depdikbud (1992), 8Depdikbud (1982), 9Depdikbud (1998b)

21 Rumah (Lamban/Nuwou) dan Bah Lamban

Bangunan tempat tinggal oleh masyarakat Lampung biasa disebut sebagai lamban atau nuwou. Pada umumnya bangunan rumah tinggal tradisional Lampung berupa rumah panggung yang berbentuk persegi atau persegi panjang. Rumah panggung biasanya memiliki tiang yang berbentuk kayu bulat dengan tinggi sekitar dua meter dari tanah. Bangunan rumah memiliki nilai tersendiri dan merupakan perlambang dari ukuran status dan nilai budaya.

Pada lamban pesagi, rumah dibedakan menjadi tiga bagian yaitu bagian bawah rumah (bah lamban), bagian tengah (khesi), dan bagian atas (hemugungan). Bagian bawah rumah dipercaya merupakan bagian kotor atau perlambang alam bawah yang dihuni oleh ular raksasa. Sehingga ketika pembangunan rumah dilaksanakan, sesajian akan diletakkan di bagian bawah rumah untuk meminta keselamatan. Bagian tengah rumah atau khesi merupakan pusat dari aktivitas manusia dalam kehidupan bermasyarakat. Oleh sebab itu segala kegiatan yang berhubungan dengan budaya dan tradisi akan dilakukan di dalam rumah. Sedangkan bagian atas rumah (hemugungan) dipercaya sebagai tempat suci atau puncak kekuatan dari keseluruhan rumah. Oleh sebab itu di bagian ini terdapat panggakh sebagai tempat menyimpan pamanohan (Kemenbudpar 2011).

Pembagian ruang dalam rumah tradisional Lampung dipengaruhi oleh faktor hubungan kekerabatan atau nilai-nilai tradisi yang berlaku antar anggota keluarga dan kerabat. Sehingga di dalam rumah, ada ruang-ruang tertentu yang hanya boleh dimasuki oleh penghuni rumah atau kerabat tertentu saja. Setiap rumah tradisional Lampung pasti menyediakan tempat yang dapat dimanfaatkan oleh tamu, anggota keluarga, serta para kerabat. Ruang tersebut dapat diakses dengan mudah dan terbuka, sehingga letaknya berada di bagian depan rumah. Serambi atau tepas dan ruang tamu merupakan tempat yang bisa dipakai bersama oleh tamu, anggota keluarga, serta para kerabat (Dinas Pendidikan Provinsi Lampung 2002). Keberadaan ruang bersama ini merupakan bentuk dari sikap nemui nyimah yang dianut oleh masyarakat tradisional Lampung (Depdikbud 1998b).

Rumah tradisional Lampung merupakan bentuk hasil dari kebutuhan ruang dan fungsi yang terbentuk dari teknologi dan kondisi lingkungan sekitarnya. Sejak dahulu masyarakat tradisional Lampung telah memahami keunggulan material kayu dan menjadikannya sebagai bahan utama dalam membangun rumah. Memahami lingkungan yang rawan gempa bumi, rumah tradisional merupakan bentuk adaptasi yang sangat sesuai. Rumah tradisional Lampung menggunakan sistem sambungan untuk masing-masing balok yang menopang rumah. Sehingga ketika terjadi gempa, rumah akan bertahan (Dinas Pendidikan Provinsi Lampung 2002).

Dahulu bah lamban tidak memiliki kegunaan tertentu atau tidak terlalu banyak dimanfaatkan. Bah lamban merupakan hasil dari bentuk adaptasi rumah terhadap lingkungannya. Dahulu, terutama perkampungan masyarakat Lampung Pepadun berada di pedalaman hutan. Lingkungan tinggal yang rawan ini membahayakan penghuni rumah karena dahulu masih banyak terdapat binatang buas yang berkeliaran. Rumah yang tinggi akan melindungi penghuni dari masuknya binatang ke dalam rumah. Selain itu dahulu karena keperluan akan sumber air untuk hidup, rumah tradisional Lampung umumnya dibangun dekat atau mengikuti aliran sungai. Bangunan berbentuk panggung juga merupakan

22

adaptasi terhadap lingkungan sungai yang sewaktu-waktu bisa meluap (Depdikbud 1997). Bagi rumah yang memiliki lesung umumnya lesung diletakkan di bah lamban di bagian bawah dapur. Demikian pula kayu bakar juga diletakkan di bah lamban di bagian bawah dapur (Depdikbud 1992).

Dapur dan Gakhang

Meskipun umumnya dapur dan gakhang menjadi satu dengan rumah, terkadang untuk keperluan tertentu tetap diperlukan dapur yang terpisah dari rumah. Dapur yang menjadi satu dengan rumah dibedakan menjadi dua jenis yaitu dapur panggung dan dapur tanah. Dapur panggung tingginya hampir sama dengan rumah keseluruhan sementara dapur tanah posisinya sejajar dengan tanah. Bagi masyarakat Lampung, dapur selalu diusahakan berada di belakang rumah. Hal ini merupakan konsepsi dasar dalam membangun rumah dan dapur. Jika ditinjau dari segi tata ruang, dapur memiliki hierarki yang lebih rendah jika dibandingkan dengan ruangan lain dalam rumah. Oleh karena itu dapur selalu dibangun di bagian belakang rumah sebelah kiri.

Dahulu halaman dimanfaatkan untuk kegiatan dapur untuk upacara tertentu. Ketika sedang ada kegiatan tertentu, pada halaman samping rumah yang dekat dengan dapur permanen biasanya dibangun sudung. Sudung merupakan bangunan beratap dengan dinding setengah untuk tempat meletakkan tungku memasak (Depdikbud 1992).

Selain memasak untuk kepentingan sehari-hari, terkadang masyarakat Lampung juga memasak untuk kepentingan lain. Hal ini yang mengakibatkan perlunya ada dapur yang terpisah dari rumah. Dapur juga difungsikan untuk memenuhi kebutuhan keluarga seperti kebutuhan akan minyak, kecap, dan gula kelapa. Sehingga tidak jarang halaman rumah, terutama halaman belakang dimanfaatkan menjadi dapur luar untuk usaha keluarga. Dapur yang umumnya ada di belakang rumah adalah dapur kopra dan dapur gula aren, dan juga dapur lain sesuai dengan kebutuhan pemilik rumah (Depdikbud 1992).

Selain gakhang yang berada dekat dengan dapur, pada rumah tradisional Lampung juga terdapat gakhang hadap di bagian depan rumah sebelah kanan rumah bagian depan tempat mula-mula sampai setelah menaiki tangga. Kegunaan gakhang hadap ini adalah untuk tempat membersihkan diri sebelum memasuki rumah (Depdikbud 1987).

Halaman

Masyarakat tradisional Lampung dahulu tidak terlalu banyak memanfaatkan halaman di sekitar rumahnya. Hal ini dikarenakan dahulu semua kebutuhan masyarakat telah terpenuhi dari usaha yang dilakukan di ladang. Selain itu, jarak rumah yang saling berdekatan juga mengakibatkan penggunaan lahan kosong di sekitar rumah lebih untuk fungsi sosial (Depdikbud 1987).

Halaman samping kiri dan kanan rumah atau kebik/kakebik biasanya tidak memiliki batas dengan halaman rumah tetangga, sehingga seolah merupakan milik bersama. Pada bagian belakang sebelah kiri dekat dengan posisi dapur, biasanya disediakan lahan kosong untuk membangun sudung dalam kegiatan atau acara tertentu. Berbeda dengan halaman depan dan samping yang biasanya tidak terlalu banyak dipergunakan untuk menanam, halaman belakang atau kebon/kudan/juyu lebih banyak digunakan. Halaman belakang rumah tradisional Lampung

23 umumnya lebih luas karena langsung menyatu dengan kebun di belakangnya. Halaman belakang bisa dikategorikan sebagai ruang semi privat karena biasanya kegiatan yang dilakukan di belakang hanya oleh pemilik rumah. Halaman belakang biasanya dimanfaatkan untuk memelihara ternak dan tempat didirikannya dapur luar (Depdikbud 1992).

Walai

Walai merupakan bangunan tradisional yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan padi. Walai atau balai adalah lumbung padi yang berbentuk persegi dengan tiang panggung. Walai atau balai biasanya dibangun berkumpul di tanah ulayat yang berlokasi jauh di luar kampung dekat dengan areal persawahan dan disebut walai ramik. Tujuannya adalah agar kotoran sewaktu mengolah padi tidak mengotori permukiman.

Ada dua jenis walai yaitu walai dengan thiang kelindang, dan walai dengan thiang panggung. Walai dengan thiang kelindang lebih rendah dibanding dengan walai yang memiliki thiang panggung. Oleh karena itu untuk menaiki walai dengan thiang panggung diperlukan jan atau tangga. Jan dibuat dari batang kayu yang telah ditakik salah satu sisinya untuk dijadikan sebagai tempat pijakan. Biasanya jan tidak dipasang permanen, namun bisa dilepas lalu disimpan di lepau. Ruang pertama setelah menaiki jan adalah lepau atau teras walai. Lepau seperti menggantung keluar karena tidak ditopang oleh tiang tertentu. Lepau hanya memiliki dinding setengah. Fungsi lepau adalah sebagai tempat mengilik padi yang telah dipanen sebelum disimpan ke walai. Ruang selanjutnya adalah lom walai atau bagian dalam walai yang juga biasa disebut sebagai hamejong.

Lom walai merupakan satu-satunya ruang yang ada dalam walai dan berfungsi sebagai tempat menyimpan padi. Jika dalam satu keluarga besar adik-adik belum memiliki walai sendiri, mereka bisa menyimpan padi pada walai milik kakak tertua. Dinding dan lantai walai dibuat dari bambu yang telah dibelah dan dipukul-pukul dan dilapis dengan ijuk. Lapisan ini dipercaya oleh masyarakat aman dari serangan hama tikus. Sedangkan atap walai dahulu biasanya dibuat dari ijuk (Kemenbudpar 2011).

Aktivitas

Upacara yang biasa dilakukan di lingkungan rumah biasanya berupa upacara daur hidup. Upacara daur hidup merupakan upacara-upacara adat yang memiliki nilai budaya karena menyangkut perubahan dalam fase hidup seseorang. Upacara ini meliputi upacara kelahiran, upacara sebelum dewasa, upacara muda-mudi, upacara perkawinan, hingga upacara kematian.

Upacara kelahiran meliputi upacara syukuran kehamilan, kelahiran bayi, syukuran bayi, hingga upacara turun tanah ketika bayi sudah menginjak usia beberapa bulan. Upacara sebelum dewasa meliputi upacara busepi hingga akhirnya anak mulai memasuki usia remaja. Rumah merupakan tempat bertemunya muli dan mekhanai. Acara pertemuan antara muli dan mekhanai disebut manjau muli. Manjau muli ada yang dilakukan secara diam-diam atau manjau salep yakni mekhanai mendatangi rumah pada malam hari ketika muli sedang bekerja di dapur. Ada pula manjau muli yang dilakukan secara terang-terangan atau biasa disebut dengan manjau terang.

24

Ketika melakukan manjau terang, mekhanai akan datang dengan diketahui oleh orangtua dari muli. Mekhanai datang membawa sirih dan masuk melalui pintu belakang dan dipersilahkan masuk ke serambi dapur. Hal ini menjelaskan bahwa posisi dapur dalam rumah tradisional Lampung sebagai tempat terjadinya sosialisasi. Selain dengan kedua cara tersebut, ada juga yang disebut sebagai manjau damau namun aktivitas ini tidak dilakukan di rumah. Aktivitas budaya lain yang juga dilakukan di rumah adalah upacara perkawinan atau biasa disebut begawi bagi masyarakat adat Pepadun. Pada upacara begawi ini halaman depan rumah biasanya dimanfaatkan sebagai tempat didirikannya teratak (Depdikbud 1996).

Aktivitas budaya lain yang dilakukan di lingkup rumah tinggal adalah upacara menyangkut kematian. Jika dalam suatu rumah ada bayi yang meninggal, acara yang biasa dilakukan adalah menguburkan tembuni. Biasanya tembuni akan dikuburkan di bawah pohon yang ada di halaman rumah. Jika dalam suatu rumah yang meninggal adalah anak yang telah berumur lebih dari lima tahun, maka akan dilakukan upacara pemecahan kelapa muda di bawah tangga rumah. Hal ini dilakukan karena untuk mencegah orangtua merasa rindu kepada anaknya yang telah meninggal (Depdikbud 1978).

Simbol

Rumah merupakan gambaran kebanggaan dari pemiliknya. Oleh sebab itu tak jarang pada rumah tradisional Lampung ditemui berbagai jenis ragam hias. Ragam hias yang biasa diterapkan pada bagian rumah umumnya bermotif flora, fauna, alam, atau kaligrafi. Ragam hias umumnya diukir pada bagian atas pintu atau jendela rumah. Keberadaan ragam hias juga memiliki filosofi dan nilai tertentu bagi pemilik rumahnya. Tak jarang ragam hias merupakan bentuk dari pengharapan dan keinginan dari pemilik rumah. Selain berupa pola ukir-ukiran, ragam hias juga dapat berupa pajangan tanduk hewan seperti kerbau, kambing, dan rusa. Keberadaan ragam hias pada bagian depan rumah melambangkan tingkat dan status sosial dari pemilik rumah (Depdikbud 1987).

Hasil Wawancara

Keseluruhan komponen rumah tinggal tradisional Lampung memiliki karakter yang menjadi simbol yang mengandung arti khusus. Hasil wawancara dengan narasumber ahli berkaitan dengan tata ruang dan elemen taman rumah tinggal tradisional Lampung dapat dilihat pada tabel 5.

Tata Ruang dan Elemen Rumah Tinggal Tradisional Lampung

Tata ruang rumah tinggal tradisional Lampung terdiri atas rumah dan halaman (Gambar 8) dengan proporsi halaman belakang yang lebih besar dibandingkan halaman samping dan depan. Halaman terutama halaman depan dan samping rumah difungsikan sebagai tempat berinteraksi dengan tetangga, tempat menjemur hasil bumi, dan tempat aktivitas pemilik rumah. Sedangkan rumah berfungsi sebagai tempat berlindung dan tempat bermusyawarah untuk upacara adat.

25 Tabel 5 Perbandingan komponen tata ruang rumah tinggal tradisional Lampung

berdasarkan hasil wawancara Komponen Rumah

Tinggal Uraian Pendapat Narasumber

Batas tapak rumah tradisional Lampung tidak memiliki batas yang nyata dengan

rumah tinggal tetangga, terkadang dibatasi oleh pagar hidup3

batas rumah tradisional (langen) biasanya berupa tanaman jarak kuto (jarak pagar)5

penanda batas ujung rumah bisa menggunakan kayu labeu (pohon

maja)4

Arsitektur bangunan merupakan bentuk adaptasi terhadap lingkungan1,2,7

Ruang pembagian ruang di dalam rumah tradisional Lampung dipengaruhi oleh

faktor hubungan kekerabatan atau nilai-nilai tradisi yang berlaku antar anggota keluarga atau kerabat4

Bah lamban

Dapur dan gakhang

difungsikan sebagai tempat penyimpanan2,4,6,7

dapur berada di bagian belakang rumah sebelah kiri, berdekatan dengan gakhang6

Halaman rumah tradisional memiliki halaman depan (beruan) yang dibiarkan

kosong untuk menjemur hasil panen, serta halaman samping dan belakang (kebon)4

halaman tidak terlalu penting karena semua kegiatan penanaman dilakukan di ladang5

halaman depan rumah dibiarkan kosong sehingga menunjukkan

kemegahan rumah8

Orientasi pada Pekon Kenali rumah tradisional dahulu menghadap ke Gunung

Pesagi (arah selatan)2

rumah tradisional dahulu menghadap atau membelakangi sungai karena adanya pangkalan mandi5, 7

Tanaman tanaman yang ditanam di halaman rumah memiliki manfaat bagi

penghuninya3,4

tanaman tidak ditanam di sekitar rumah, melainkan di kebon5,6

Sirkulasi lurus4, menuju sisi kanan rumah 2, menghadap rumah kepala adat6

Aktivitas upacara pernikahan adat5,8

Simbol rumah tradisional Lampung dibagi atas bagian bawah rumah, bagian

tengah untuk tempat tinggal manusia, dan bagian atas sebagai dunia para dewa 1

perbedaan level lantai rumah tinggal tradisional menggambarkan tingkat

kesucian yang berbeda 4

bagian atas rumah tempat suci untuk menyimpan benda pusaka3

Keterangan:

1. Budi Supriyanto

2. Mad Sa'ari Glr. Batin Setia

3. Habiburrakhman

4. Iskandar Zulkarnain

5. Hj.Uzunuhir, S.Pd Glr. Suttan Lepus

6. Fasykinar Bahari Glr. Dalom Putra Wiranegara

7. Arsyad Glr. Suntan Ratu Putra

26

Orientasi Arah Hadap

Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa rumah tinggal tradisional Lampung dahulu umumnya menghadap atau membelakangi sungai. Meskipun berorientasi kepada sungai tergolong umum, beberapa perkampungan tradisional Lampung menganut orientasi yang berbeda.

Pada Pekon Kenali, orientasi arah hadap rumah mengarah ke Gunung Pesagi. Hal ini terkait dengan kepercayaan masyarakat asli bahwa Gunung Pesagi merupakan asal mula kehidupan mereka. Sementara itu pada Negeri Olok Gading orientasi rumah menghadap ke rumah pemimpin adat. Namun pada saat ini sebagian rumah masyarakat tidak lagi berorientasi kepada sungai, gunung, maupun rumah pemimpin kampung, melainkan menghadap jalan di depannya. Kondisi ini terjadi karena masuknya akses ke desa yang mempermudah mobilitas masyarakat.

Batas Tapak

Penanda kepemilikan berupa pagar pembatas tidak dianggap penting karena biasanya masyarakat dalam satu lingkungan tinggal saling berkerabat. Rumah tinggal umumnya tidak memiliki batas yang nyata dengan rumah tetangga, atau jika ada hanya dibatasi oleh pagar hidup berupa tanaman seperti jarak pagar (jarak kuto). Tanaman lain yang biasa digunakan sebagai penanda batas tanah rumah adalah kayu labeu atau pohon maja. Pohon ini biasa ditanam di ujung-ujung petak tanah halaman sebagai penanda batas. Tanaman ini sering digunakan karena buahnya bisa digunakan dalam pelaksanaan upacara adat.

Sirkulasi

Sirkulasi di sekitar rumah tinggal yang ditemui di beberapa kampung menunjukkan beberapa pola. Pola yang umum adalah sirkulasi lurus mengarah ke tangga menuju tepas. Selain itu, biasanya juga terdapat sirkulasi lain yang menuju pintu belakang atau samping rumah (Gambar 9 B dan C). Meskipun memiliki dua pintu, namun tamu umumnya memasuki rumah melalui pintu utama yang terletak

27 di depan rumah. Sementara pintu belakang hanya untuk keluarga dan kerabat dekat. Pada gambar sirkulasi dibedakan menjadi dua, yaitu jalur sirkulasi utama menuju rumah (garis merah) dan sirkulasi sekunder (garis biru). Hanya pada Pekon Kenali saja ditemui perbedaan yaitu sirkulasi langsung mengarah ke samping karena pintu utama berada di bagian sisi belakang rumah (Gambar 9 A).

Rumah (Lamban/Nuwou) dan Bah Lamban

Bah lamban selain merupakan ruang dibawah rumah, biasanya juga dimanfaatkan oleh pemilik untuk tempat penyimpanan. Bah lamban yang terletak di bawah dapur biasanya dijadikan tempat menumpuk kayu bakar serta tempat menyimpan lesung dan alat pertanian lainnya. Selain itu, saat diadakan acara-acara tertentu bah lamban bisa dijadikan tempat berkumpul kaum wanita.

Ruang dalam rumah menggambarkan tingkat kesucian tertentu. Dimulai dari depan rumah level lantai akan meningkat ketika menaiki tangga. Ketika memasuki rumah, level tepas akan berbeda dengan ruang pertama, kedua, dan seterusnya. Ketika memasuki dapur, level lantai akan berkurang lagi hingga menuju pintu keluar dari belakang rumah. Perbedaan level ini menunjukkan tingkat kesucian berbeda yang artinya hierarki ruang tersebut lebih tinggi.

Dokumen terkait